Anda di halaman 1dari 5

A. JUDUL Efektifitas Penggunaan Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dari Limbah Kulit Kerang dalam Pengobatan Hipertensi B.

LATAR BELAKANG Indonesia adalah negara maritim yang memiliki potensi perairan yang luar biasa. Potensi ini dimanfaatkan oleh masyarakat yang tinggal disekitar ekosistem perairan seperti laut, danau dan sungai sebagai sumber mata pencaharian. Aktivitas tersebut juga berakibat dengan meningkatnya jumlah limbah yang dihasilkan seperti limbah kulit kerang. Berdasarkan data ekspor hasil perikanan Indonesia pada tahu 2003 dan 2004, untuk komoditas kulit kerang dihasilkan sekitar 2.752 ton (DKP, 2005). Besarnya jumlah limbah padat kulit kerang yang dihasilkan maka diperlukan upaya serius untuk menanganinya agar dapat bermanfaat dan dapat mengurangi dampak negatif terhadap kesehatan manusia dan lingkungan . Berkaitan dengan ketentuan CCRF ( Code of Conduct for Responsible Fisheries), maka usaha pengolahan hasil perikanan harus dilakukan lebih optimal dan ramah lingkungan. Pemanfaatan limbah kulit kerang belum dilakukan secara optimal oleh beberapa unit pengolahan ikan yang berkembang di Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah dari komoditas tersebut. Limbah kerang dapat meresahkan masyarakat. Selain bau busuk bercampur amis, bibir pantai yang asri berubuah bentuk menjadi tempat pembuangan limbah yang penuh lalat. Setiap terkena hempasan ombak, kulit kulit kerang itu ikut terhanyut dan terapung-apung memenuhi bibir pantai, sehingga sangat menyulitkan bagi nelayan untuk merapatkan perahunya ke daratan. Prevalensi hipertensi di dunia diperkirakan 20% dari penduduk dewasa, sedangkan di Asia sudah mencapai 8-18%. Pada tahun 2025 diperkirakan terjadi kenaikan kasus hipertensi sekitar 80% di dunia, yaitu dari 639 juta kasus di tahun 2000 menjadi 1,15 milyar kasus pada tahun 2025. Hipertensi juga diketahui menyebabkan 7,1 juta kematian per tahunnya (Dreisbarch, 2011; Sulastri, 2011;Mutia Lailani, 2012). Di Indonesia, prevalensi hipertensi juga cenderung meningkat. Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001 menunjukkan bahwa 8,3% penduduk Indonesia menderita hipertensi dan meningkat menjadi 27,5% pada tahun 2004. Selanjutnya, penelitian oleh Rahajeng dan Tuminah berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar menunjukkan prevalensi hipertensi di Indonesia kembali meningkat pada tahun 2007 menjadi 32,2%, dan khususnya di Sumatra Barat, diketahui prevalensi hipertensi adalah 31,2%. Penelitian

tersebut juga menunjukkan bahwa laki-laki berisiko hipertensi 1,25 kali lebih besar daripada perempuan (Rahajeng dan Tuminah, 2009;Mutia Lailani, 2012). Sementara itu di Kota Padang berdasarkan laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2009 diperoleh data bahwa hipertensi termasuk ke dalam 10 penyebab kematian terbanyak di Kota Padang (Dinkes Kota Padang, 2010). Selanjutnya kejadian hipertensi terus meningkat, sehingga pada laporan tahunan Dinas Kesehatan Kota Padang 2010, hipertensi dinyatakan sebagai 5 penyakit tidak menular utama. Di Kota Padang dalam laporan tahunan yang dikeluarkan oleh Dinas Kesehatan Kota Padang tahun 2010 dilaporkan bahwa terdapat 5.816 kunjungan hipertensi dan kunjungan terbanyak berada pada golongan umur 45-54 tahun yang tergolong usia produktif (Dinkes Kota Padang, 2011;Mutia Lailani, 2012).

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk mengambil sebuah penelitian dengan judul Efektifitas Penggunaan Precipitated Calcium Carbonate (PCC) dari Limbah Kulit Kerang dalam Pengobatan Hipertensi. Peneliti berharap penelitian ini bisa membantu masyarakat Indonesia khususnya Sumatera Barat dalam mengolah limbah kulit kerang menjadi bahan fortifikasi makanan untuk mengobati hipertensi. Dengan adanya pemanfaat cangkang kerang yang diaplikasikan sebagai bahan fortifikasi makanan, diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah yang berguna bagi masyarakat.

C. RUMUSAN MASALAH 1. Bagaimana cara memanfaatkan limbah kulit kerang lokan menjadi bahan fortifikasi makanan ? 2. Bagaimana cara mengolah limbah kulit kerang lokan menjadi suatu zat yang bisa dipergunakan sebagai bahan fortifikasi makanan yang efektif ?

D. TUJUAN 1. Untuk mengetahui cara memanfaatkan limbah kulit kerang lokan menjadi bahan fortifikasi makanan. 2. Untuk mengetahui cara mengolah limbah kulit kerang lokan menjadi suatu zat yang bisa dipergunakan sebagai bahan fortifikasi makanan yang efektif.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

Diperolehnya precipitated calcium carbonate (PCC) yang kemudian diaplikasikan sebagai bahan fortifikasi pada pembuatan roti kalsium.

F. KONTRIBUSI PENELITIAN Hasil penelitian selain mengurangi jumlah limbah kulit kerang diharapkan juga dapat membantu pemenuhan angka kebutuhan gizi kalsium harian masyarakat dan pencegahan osteoporosis pada usia dini.

G. TINJAUAN PUSTAKA 1. Tinjauan Kulit Kerang Kerang merupakan nama sekumpulan moluska. Kulit kerang terdapat di pantai-pantai seluruh dunia. Kulit kerang sering dijumpai berbentuk hati, bersimetri, dan mempunyai tetulang diluar yang nyata. Permukaan dalam lapisan luar dari kulit kerang menghasilkan periostracium organik merupakan lapisan cangkang plecypoda yang berupa lapisan kapur pada cangkang banyak mengandung kalsium karbonat kira-kira 89,91% (Bunyamin Darma, 1988). Lapisan terdalam terdiri dari lamella yang sangat tipis yang mengandung kalsium karbonat dalam bentuk calcitic, aragonic, atau kedua-duanya yang tertanam dalam matrik organik yang tipis (Josep, 1987).

Komposisi kimia dari kulit kerang adalah sebagai berikut Komponen CaO SiO2 Fe2O3 MgO Al2O3 Kadar Dalam Persen (%) 66.70 7,88 0,03 22,28 1,25

2. Precipitated Calcium Carbonate (PCC) Aziz (1997) menyatakan bahwa Precipitated Calcium Carbonate (PCC) merupakan kalsium karbonat yang sudah diolah melalui reaksi kimia. Produk hasil reaksi merupakan

PCC dengan ukuran partikel kecil. PCC dapat diproduksi dalam bentuk larutan ataupun tepung tergantung pada permintaan konsumen. Kalsium karbonat merupakan komoditi yang banyak digunakan dalam berbagai industri dan jumlah pemakaiannya semakai luas dari waktu ke waktu. Industri pemakai kalsium karbonat antara lain industri cat, karet, plastik, pasta gigi, pigmen, pembuatan kertas, tambahan dalam makanan, dan sebagainya. Kalsium karbonat umumnya digunakan sebagai bahan pengisi (filler) dan bahan pelapis (coating), dan diperdagangkan dalam bentuk tepung halus (powder) berwarna putih (Aziz, 1997; Xu et al, 2006).

3. Osteoporosis Osteoporosis merupakan masalah kesehatan dunia (Global Issue). Hal ini dikarenakan, meskipun prevalensi osteoporosis tertinggi diderita oleh wanita usia lanjut, namun berdasarkan penelitian, ditemukan osteoporosis pada pria meningkat dibanding sebelumnya. Selain itu, diketahui bahwa osteoporosis diderita pada kelmpok usia yang lebih muda. (Ilyas, 2005) Osteoporosis mencuri kekuatan mineral dari tulang tanpa disadari, meninggalkan lubang-lubang besar di dalam struktur sarang lebah dari bagian dalam atau bagian trabekular. Tulangpun menjadi lemah dan rapuh, mudah patah jika terkena sedikit benturan, dan hal ini sama sekali tidak disadari. Oleh sebab itu, penyakit ini dikenal juga sebagai silent epidemic. (Gomez, 2006) Osteoporosis kini telah menjadi salah satu penyebab penderitaan dan cacat pada kaum lanjut usia. Bila tidak ditangani, osteoporosis dapat mengakibatkan patah tulang, cacat tubuh bahkan timbul komplikasi hingga terjadi kematian. Resiko patah tulang berta bah dengan meningkatnya usia. Pada usia 80 tahun, satu dari tiga wanita dan satu dari lima pria beresiko mengalami patah tulang panggul atau tulang belakang. Sementara mulai usia 50 tahun, kemungkinan mengalami patah tulang wanita adalah 40%, sedangkan pada pria 13%. (Tandra, 2009) Pada tahun 2006, berdasarkan analisis data dan risiko osteoporosis yang dilakukan Departemen Kesehatan RI bersama PT. Fonterra Brands Indonesia, prevalensi osteoporosis di Indonesia saat ini telah mencapai 41,75%. Artinya, setiap dua dari lima penduduk Indonesia memiliki resiko untuk terkena osteoporosis. Hal ini lebih tinggi dari prevalensi dunia yang hanya satu dari tiga beresiko osteoporosis. (Era Baru News, 03 November 2008) Jumlah usia lanjut di Indonesia diperkirakan akan naik 414 persen dalam kurun waktu 1990-2025, sedangkan perempuan menopause yang tahun 2000 diperhitungkan 15,5 juta akan

menjadi 24 juta pada tahun 2015. Angka ini menunjukkan besarnya populasi yang terancam osteoporosis. (www.medicastore.com, 2007) 4. Teknik Fortifikasi Makanan

H. METODE PELAKSANAAN H.1. H.2. H.3. H.4. H.5. H.6. Waktu dan Lokasi Penelitian Desain penelitian Pengumpulan sampel untuk analisis Subyek penelitian Alat dan bahan penelitian Prosedur penelitian

Anda mungkin juga menyukai