Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Bapak/ibu penerbit Dengan Hormat, Disini saya mengirim naskah berupa novel; Judul Buku : Sepuluh Jari Penulis Ttl Pekerjaan Jurusan Alamat : Depri Ajopan : Pasaman Barat, 7 Desember 1989 : Maha siswa UNP : Bahasa dan Sastra Indonesia : Padang, komplek, Parupuk Raya, Tabing D/34
Buku ini bercerita tentang Asnul yang bercita-cita tinggi. Selain menjadi penulis terkenal, juga ingin menjadi dai berjuta umat, menggantikan almarhum K.H. Zainuddin MZ. Yang dipuji-pujinya. Makanya setamat dari SD dia melanjutkan ke pesantren Musthafawiah purba-baru, tepatnya di Mandailing Natal Sumatera utara. Tujuh tahun ia mondok disana mengalami suka dan duka. Sebagai laki-laki biasa dia selalu merasakan rindu pada Ceci pujaan hatinya. Gadis hitam manis itu pun merasa hatinya sudah terkubur, setelah mengenal Asnul, pemuda yang baik hati. Namun ada masalah diantara mereka.
1
Disaat perasaan cinta bersemi, kedua orang tua yang ingin berbagi hati itu tidak setuju dikarenakan adat tidak menerima, seolah mengharamkan. Padahal jelas-jelas bertabrakan dengan kacamata agama. Adat itu seperti hantu gentayangan terus datang mengancam cinta. Setelah lepas dari pesantren Asnul masuk ke Universitas Negeri di padang, Sastra Indonesia. Beberapa bulan disana. Asnul memilih tinggal di masjid Al-Hikmah, jadi garin disitu. Disini keberadaannya seperti orang miskin disidang. Tugasnya tidak sekedar membersihkan masjid. Tetapi juga diberi tugas wajib mengajar anak-anak TPQ yang nakalnya minta ampun. Terkadang dia naik darah, matanya merah menampakan kebencian. Apakah dia tetap bisa bertahan tinggal di masjid, sedangkan dia itu ibarat orang berjalan diatas kerikil tajam? Buku ini jelas sangat penting kehadirannya ditengah masyarakat. Apa lagi buat orang-orang yang bermental lemah, mengatakan takmampu dengan dalih karena hidup dibawah garis kemiskinan. Besar harapan saya untuk dimuatnya naskah ini. Atas perhatian dan kerja samanya saya ucapkan ribuan terima kasih. Hormat saya, Depri Ajopan Komplek : Parupuk raya D/34 Kel Kec Hp E-mail : Parupuk tabing : Koto Tangah : 085766520353 : depri_ajopan89@yahoo.com.
Nb : Kalau ada kesalahan saya yang tidak pada tempatnya waktu mengirim naskah ini saya sebagai penulis mohon maaf. Terima kasih.
Ukiran senja hilang. Mentari condong keufuk barat. Besok matahari mulai memercikkan sinar keemasan diufuk timur. Pagi itu aku berdiri dekat dari jendela memandang keluar. Debu beterbangan terbawa angin menerpa wajah. Terpaksa aku menutup jendela, keluar dari rumah mungil ini bersandar dibawah pohon besar yang menaungiku, bermenung sendirian. Layaknya orang dewasa yang lagi galau memikirkan kekasihnya telah pergi, jauh sekali. Daundaun berguguran tiada henti dari pohonnya menempel di atas tanah licin. Asnul sini kau, seseorang memanggilku dari jauh. Sejurus kemudian. Apa kau lupa hari ini kita libur? Dia mengajakku pergi ke warung Bu Pipah. Satusatunya warung yang ada tv nya di kampungku yang serupa hutan ini. Dan kalau hari minggu khusus buat anak-anak seusiaku nonton disitu. Malam minggu warung kaya itu diisi penuh anak muda membawa pasangan masingmasing sampai jam sembilan malam. Jangan coba-coba lewat waktunya, besok lebarkan telingamu mendengar caci maki yang bergantian datang, bahkan kau bisa dipukuli sampai memar. Aib besar bagi kami kalau masih ada pemuda membawa seorang gadis lewat jam sembilan malam. Artinya kau mencoreng wajahmu sendiri. Tapi yang kuceritakan ini waktu aku masih kecil dulu.
Sekarang mana ada lagi seperti itu, bebas-sebebas-bebasnya. Kupikir warga disitu tinggal menunggu bala saja, kalau tidak juga berubah. Malam hari jangan harap kami yang kecil bisa nonton di warung Bu Pipah yang banyak jual kerupuk itu. Padlan yang barusan memanggilku tadi pernah coba nonton malam hari dengan perasaan takut. Dia mengintip dari balik papan berlobang, menyembunyikan diri. Disana ada perempuanperempuan cantik menampakkan aurat yang bisa menggoda lelaki yang lemah hati. Dia tetap asik melihat film yang bisa merusak iman itu.
Tak lama kemudian dia disiram seorang bapak dari dalam dengan air panas, ketahuan. Terpaksa dia lari tergopoh-gopoh. Kalau begitu aku tidak ingin mengatakan kenakalan remaja, tapi lebih pantas disebut kenakalan orang tua meraja lela. Benarkan? Masasih mereka melihat film tak mendidik. Orang tua itukan contoh bagi kami yang masih kecil ini. Kalau begitu aku tidak tahu bagaimana nasib kami kedepan nanti. Kami nonton film biasa-biasa saja. Meskipun dari jam delapan pagi kami ada disini , tidak ada diputar film yang tak karuan. Disini tidak sembarang masuk saja. Ada persaratannya harus punya uang jajan. Kalau tidak siap-siaplah kau berdiri diluar membuat kaki terasa bengkak. Waktu itu aku dan Padlan punya uang jajan sedikit. Makanya kami diperbolehkan duduk tenang disini. Tiba-tiba saja ada seorang laki diam-diam menerobos masuk lalu duduk di bawah meja yang kakinya hampir patah. Padlan yang berada di sampingku melihat. Sorotan matanya begitu tajam, seperti tanpa berkedip lagi. Dia langsung memegang pelan tangan orang itu kemudian melapor ke Bu Pipah dengan suara lantag. Seolah dia seorang perajurit disini. Bu orang ini sembarang masuk saja. Padahal dia belum membeli apapun, dia tidak punya uang jajan, Padlan mengatakan seenaknya. Biarkan saja, dia kan anak yatim. Kasihanilah dia, jawab Bu Pipah
melebarkan senyum. Kalau dia bukan anak yatim, aku yakin pasti disuruh keluar. Menurutku Bu Pipah itu sinting. Tapi sesinting-sintingnya, dia tidak mau menyinggung perasaan anak yatim, hebat. Rupanya warung ramai ini menyantuni anak yatim. Maksudku ada toleransi, nonton geratis. Pukul 11:00 wib Film yang kami tunggu- tunngggu sudah di depan mata, Wiro Sableng. Pendekar kapak maut naga geni 212. Mata tak berkedip lagi, napas jelas terlihat naik turut seperti orang cemas. Kami tidak mau diganggu siapapun juga. Kalau saja ada orang tua yang minta tolong sama anaknya, aku
5
yakin ketika itu juga ada anak durhaka. Dia kesal, aku juga begitu. Hari ini Wiro Sableng akan berhadapan dengan sepasang setan dari tenggarung. Seorang laki gendut berbadan pendek. Di temani seorang wanita berbadan tinggi dan sedikit kelihatan kurus. Sudah lama mereka mencari Wiro Sableng yang selalu menumpas kejahatan. Sekarang bertemu. Sepasang setan dari tenggarung itu tidak ingin ada kebaikan di dunia ini, harus lenyap, dasar iblis. Dengan perasaan benci wanita iblis itu menghempaskan rambut panjangnya yang jorok mengikat tubuh musuh bebuyutannya. Karena Wiro biasa menghadapi orang-orang jahat seperti itu dia tak gentar lagi. Bahkan dia tertawa berlebihan seperti orang gila, dasar sableng. Dan dia memanggil wanita itu dayak, menghina. Padahal rambut wanita iblis itu masih melilit sekujur tubuhnya. Untung saja Wiro bisa melepaskan rambut panjang itu dengan ilmu yang sudah dia pelajari bertahun-tahun pada eang Sinto Gendeng, sebagai gurunya, golongan putih. Sejurus kemudian dia membunuh cepat wanita setan itu. Tentu saja kekasih hatinya terpaksa mencabut pedang dari sarungnya, marah. Detik itu juga dia berjanji akan membunuh anak muda gagah itu.Terjadilah perlawanan dahsat diantara mereka. Disini Wiro banyak mendapat pukulan tajam. Dia sudah ditendang, dipukuli berkali-kali. Dari mulutnya banyak keluar darah. Wajahnya memar. Dia harus berhati-hati
menghadapi lelaki iblis itu, akhirnya lelaki gendut itu mati juga ditangan Wiro Sableng. Setelah film itu habis, kami keluar sambil menampar meja kuat, membuat Bu Pipah marah, berkata yang tidak-tidak, selalu begitu. Dari film itu aku mendapat pelajaran berharga. Kalau menghadapi musuh diperlukan keseriusan, apalagi Iblis yang terus menggoda manusia dari depan dan belakang.
Yang penting Benar dimata Tuhan Senin pagi kami SD Tanjung larangan disuruh berbaris melaksanakan upacara. Aku sebagai ketua kelas satu, berdiri didepan menyiapkan barisan. Siap grak, lancang depan grak, tegap grak, istirahat ditempat grak! Suaraku menggerutu seperti halilintar menyambar-nyambar. Semua siswa kelas satu mengikuti perintahku. Kemudian kubelokkan badan sesuai aturan, meniru gaya ketua kelas diatasku, maju kedepan menghadap Pembina upacara. Komandan upacara melapor kepada Pembina upacara, bahwa pada hari ini upacara siap dilaksanakan. Kembali ketempat, Perintah pembina upacara seperti memaksa. Seolah kami semua ketua kelas ini budak yang mau diperintah begitu saja. Paling-paling satu jam lebih upacara selesai. Kami disuruh bubar dengan tertib. Peraturan baik ini jarang sekali diindahkan. Masuk kekelas saja selalu berdesak-desakan. Sering teman perempuanku jatuh didekat pintu lalu menangis berlebihan. Asnul PR kamu sudah siap? Padlan menyapaku. Belum Lan, jawabku dengan ekspresi tidak bersahabat. Pak Sakti guruku yang kejam memukul tanganku berbekas. Aku merunduk-rundukkan kepala menahan kesakitan. Pura-pura memandangi lantai. Dibawahku sampah berserakan. Sementara padlan teman baikku itu melihat dengan hati pilu, tak mampu berbuat apa-apa. Masih untung aku tak meneteskan airmata setitikpun. Bila itu terjadi hukuman tambah berat. Memang aku termasuk murid paling nakal dikelas ini. Sering melanggar peraturan yang ditetapkan, tak terhitung berapa kali. Tapi ada satu hal yang membuatku tidak mengerti. Jelas-jelas aku murid tak berguna, masih saja diangkat jadi ketua kelas oleh pak Sakti yang sering menghukumku hampir setiap hari. Apa maksud itu semua? Aku tak
7
mengerti. Soalnya mendengar aku diangkat menjadi ketua kelas saja temantemanku seperti ditimpa bumi. Pada pukul 13:20. Kami semua SD Tanjung yang jumlahnya sedikit dibandingkan dengan SD lain yang ada di Pasaman Barat, diperbolehkan pulang setelah melaksanakan shalat zuhur berjamaah di masjid Al-Abrar. Setiba di rumah aku membungkus nasi diplastik kecil, diisi gulai kedalamnya. Perbuatan kampungan ini tidakkulakukan seorang. Teman-temanku juga. Buktinya, ditepi sungai besar ini bukan aku seorang yang makan. Laki-laki dan perempuan sama saja. Kami menatatap pepohonan yang mengelilingi sungai
deras sambil menyuapkan nasi kemulut. Ketika haus, satu-satu menyelam sambil minum air. sering dokter di kampungku melarang minum air mentah berkuman itu. kami tak pernah peduli. Mudah-mudahan tak ada menimbulkan penyakit. Inilah suatu keajaiban dari Tuhan buat kami anak-anak kampung. Ditempat inilah kami bermain melempar- lemparkan pasir seperti orang menebar racun. Disini jarang ada kesedihan mengundang airmata. Disudut sana ada yang saling kejar-kejaran. Dan ada pula yang bermain kuburan. Tanah itu digali secukupnya tanpa membuat liang lahat. Padlan pernah jadi korban. Dia mau saja merebahkan badannya didalam lobang yang baru saja di gali. Kami langsung timbun dengan tanah. Diatas tanah itu kami letakkan batu besar dan berupa kayu-kayuan. Saat itu bagian kepalanya saja yang tampak tak jelas. Dia menjerit-jerit kesakitan minta tolong. Kami biarkan saja sampai dia menangis. Rasakan mampus kau. Disungai bersih ini kami tahan mandi berjam-jam sampai matahari terbenam. Malam hari kami anak SD Tanjung semuanya mengaji ke rumah pak Naon. Dia bimbing kami agar bisa membaca al-quran dengan benar. Beliau satu-satunya gurungaji di kampung kecil ini. Setahuku dia memang hidup di bawah garis kemiskinan. Pekerjaannya mengembala
8
kambing. Tapi beliau bukan orang yang lemah hati. Dia tidak mau mengorbankan keyakinan demi materi. Dia tidak mudah digoyahkan angin kebohongan. Kemiskinan bukan suatu kehinaan.Begitulah cara dia memberi nasehat pada orang- orang yang terkena penyakit Yamisa. Pengurus Yamisa itu mendatangi rumah warga diam-diam. Ditengah malam sekalipun mereka tetap beraksi menebarkan virus-virus mematikan. Awalnya mereka memberi selembar kertas. Bubuhkan tanda tangan diatas kertas ini. Biar kau dapat gaji empat ratus ribu perbulan tanpa kerja. Orang- orang awam di kampungku mau saja diperbudak demi uang empat ratus ribu. Mereka tidak tahu ada kejahatan dibelakangnya. Anda tahu kawan,Yamisa itu kepanjangan dari Yayasan Misi Salif. Begitulah cerita yang aku dengar waktu kecil dulu. Berarti orang yang sudah membubuhkan tanda tangan dianggap mereka murtad, Nauzibillah. Begitulah salah satu cara non muslim menghapus kepercayaan yang tinggi. Aku teringat pada firman Tuhan, tidak akan senang orang yahudi dan nasrani kecuali islam mengikuti ajaran mereka. Semoga saja kawan kita tidak termasuk orang gila yang mengikuti jejak mereka. Melainkan kita bisa mencontoh guruku tercinta, Pak Naon. Dia selalu tabah menjalani kehidupan ini. meskipun sering dicaci. Pernah seorang bapak tua bertanya pada beliau. Apa rahasia kau bisa berbuat seperti itu? Anggap saja dia bicara dengan bebatuan atau rumput yang sedang bergoyang. Dengan itu pisau yang tersimpan dihatimu hilang dalam waktu sekejab, jawab guruku tersenyum. Jujurkukatakan aku sebagai muridnya saat ini belum bisa melakukan hal berat itu. Dan aku berjanji tidak akan menyerah.
9
Semoga saja dihari lain aku dan pembaca bisa mengamalkannya, amin. Satu hal lagi yang ingin kukatakan tentang guruku, penting. Dia pernah berpesan pada kami murid-murid yang nakal, Anak-anakku sekalian. Selama kita hidup tetap dipandang salah. Makanya berbuat baik saja meskipun terkadang salah di mata manusia, yang penting benar dimata Tuhan,begitu liriknya.
10
Jumat 12 April 1998 Baru dua bulan ini aku resmi jadi murid Pak Naon. Seorang pemuda yang gagah dan berhati mulia. Nasihat indahnya itu selalu terngiang-ngiang di telingaku. Hari ini dia akan bersanding dengan seorang gadis yang kaya raya, mengadakan akad nikah di masjid kami yang kumuh, jumat. Untung saja Hotman petugas masjid yang sembarangan itu baru membersihkan masjid kami yang berantakan. Pak Naon menikah dengan Friska. Wanita yang berwajah paspasan itu percaya sepenuh hati pada Pak Naon untuk jadi pemimpinnya kelak. Sebelumnya juga, dia ingin sekali dipersunting oleh Pak Naon, guruku yang penyabar. Rasa cintanya makin mengebu-gebu. Acara pernikahan ini meriah sekali. Jarang ada acara sebesar ini di kampung kecilku. Guruku yang mengerti hukum agama dia tidak hanya mengutamakan yang kaya tapi juga mengundang orang-orang miskin seperti keluargaku. Aku pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri. Sebulan yang lalu ada orang mengadakan
resepsi pernikahan. Tradisi dikampung ini, didirikanlah tenda biru dibuat restoran kecil untuk sehari. Semua makanan yang tersaji khusus buat orangorang terhormat. Berarti kalau begitu ada orang yang kurang hormat disini. Setiap orang yang masuk ketempat itu selalu membawa anaknya makan kenyang sesuka hati. Sedangkan dipojok sana ada anak kecil menangis meronta-ronta dipangkuan sang ibu ingin mencicipi makanan yang enak-enak seperti anak kecil lainnya. Dia terus menangis menggeleng-gelengkan kepala. sedangkan Ibunya yang miskin tetap saja melarang. Dia menggendong buah hatinya memilih pergi, kasihan. Rasullullah bersabda: Seburuk buruk makanan ialah makanan walimah (selamatan) yang disitu dicegah orang yang mau mendatanginya dan diundang ke walimah orang yang tidak mau menghadirinya. Rowahu muslim.
11
Guruku Pak Naon tidak mau melakukan hal buruk itu, menyinggung perasaan simiskin, kejam. Bahkan tidak mau menghidupkan orgen tungggal yang sering jadi masalah dikampung ini. Aku yang masih kecil waktu itu sangat benci melihat biduan wanita bergoyang diatas panggung menampakkan auratnya kesemua penonton, mengajak orang berbuat dosa. Setelah aku duduk di bangku pesantren, selain hadist diatas, ada juga menemukan dua buah Hadis lagi yang tercantum didalam kitab yang sama tarjamah Kifayatul Akhyar. Besok pada akhir zaman, ada dari segolongan manusia umatku dihapus mukanya hingga menjadi kera dan babi. Pada sahabat bertanya: Bukankah mereka telah bersaksi bahwa Tidak ada Tuhan yang disembah kecuali Allah, dan bahwa engkau adalah utusan Allah? Rasulullah s.a.w. menjawab: Ya, mereka membaca kalimat syahadah. Akan tetapi mereka suka mengadakan alat-alat musik dan perempuan-perempuan yang bernyanyinyanyi. Semalaman suntuk mereka bersenang-senang dan bermain-main, lalu keesokan harinya wajah mereka sudah diganti dengan wajah kera dan babi. Aku tidak ingin ada orang ditukar wajahnya dengan wajah binatang haram itu, mengerikan. Meskipun dalam acara pernikahan ini tidak ada biduan wanita menari-nari menampakkan auratnya, namun acara ini tetap dihadiri banyak orang. Karena guruku bermarga Nasution sedangkan istri beliau bermarga Lubis. Tentu saja raja dan ratu sehari semlam itu akan memperlihatkan tari tor-tor. Memakai selendang panjang, saling berhadaphadapan. Ujung jari digerak-gerakkan. Begitulah adat kami. Kalau tidak ada itu seolah-olah pernikahan batal. Menurutku adat yang berlaku di kampungku campur baur, maksudku adat pecal. Ada yang mengikut ke tapanuli selatan, sumatera utara. Contohnya tari tor-tor tadi. Dan ada juga memakai budaya minang. Buktinya setelah tari tor-tor selesai. Diadakan pula pertunjukan pencat
12
silat. Jelas-jelas yang dipakai itu budaya orang minang, Sumatera barat. Aku juga tidak tahu pasti kami ini berpihak kemana. Yang aku tahu kedua budaya orang itu sudah kami peragakan. Sekarang aku tidak tahu lagi apakah peraturan lama ini tetap berlaku. Yang aku ceritakan ini lebih sepuluh tahun lalu. Mengenai bahasa pasaman barat dengan orang tapanuli selatan jelas sekali perbedaannya. Misalnya mengatakan berdiri. Orang tapsel bilang, jonjong. Kami di pasaman barat mengerti memeang, tapi biasa kami sebut togak, melayu. Hampir sama dengan orang minang yang membilang tagak. Lagi pula kalau dia bicara kita bisa menebak dia dari mandailing pasaman barat yang bicaranya lurus, atau dari tapanuli selatan yang biasa meletakkan dua huruf dalam satu kalimat. Misalnya mualakki. Kalau kami di pasaman barat lain lagi, mua lakni atau mua jakni. Bisa juga mua jakna. Hurup I yang diakhir itu berubah jadi A. Artinya sama, memangnya kenapa? Kami mengerti juga bahasa yang dituturkan orang tapsel. Cuma kami di pasaman barat tidak ada memakainya. Entahlah kalau orang tua dulu. Sedangkan mereka belum tentu bisa mengerti semua apa yang kami ucapkan. Buktinya saja ada kawanku orang tapsel ketika kukatakan keta muli, dia tertawa terbahak-bahak, terdengar lucu seolah dia melecehkanku. Mungkin dia tidak faham apa yang kusebut. Yang dia tahu keta mulak artinya sama, ayok pulang. Sedangkan aku mengerti keduaduanya. Mungkin kami lebih kaya bahasa kali. Aku tidak bermaksud mengatakan Mandailing Tapanuli selatan miskin bahasa. Nanti kau katakan pula aku memuji pasaman barat karena aku orang sana, tidak. Kalau kami yang tinggal di pasaman barat selain memakai bahasa mandailing ada jawa, minang dan melayu. Semua orang melayu pasti bisa menguasai bahasa minang. Tapi kalau dia orang minang belum tentu bisa berbahasa melayu. Aku heran. Kenapa bisa begitu ya? Aku tak tahu. Dengan adanya perbedaan bahasa seperti itu, tidak jadi persolan. Dimanapun berada kalau dia bisa memakai bahasa pasaman
13
barat , kita merasa saudara. Begitulah keindahan bahasa bisa mempersatukan bangsa. Makanya kawan jangan memandang rendah bahasamu biar aman kampung halamanmu. Menurutku tapsel itu lebih terjamin keamanannya dari pada pasaman barat. Coba jelajahi desa-desa terpencil disana. Banyak kau lihat antara orang islam dengan Kristen bertetangnga dekat. Dan tidak saling mencaci meskipun berbeda keyakinan. Sering terjadi orang kristen memasak babi di rumahnya. Tidak bermaksud menyingngung umat islam yang bersebelahan dengan rumahnya. Orang islam diam saja tidak memperlihatkan kejijikannya karena mereka tahu orang kristen itu pun berusaha
menyumbunnyikannya sebisa mungkin. Kalau saling menghormati mana ada permusuhan. Sedangkan di Pasaman barat, lihat saja kampung baru yang berbahasa melayu dengan silaping yang berbahasa Mandailing pernah musuhan. Menyebabkan beberapa nyawa melayang. Begitu juga air bangis, dekat pantai. Dengan ujung gading, dua jam naik bus dari simpang empat, ibu kota pasaman barat. Waktu itu aku masih kecil, wajar tidak tahu kenapa itu terjadi. Makanya kawan aku berani mengatakan mandailing sumatera utara lebih aman dari pasaman barat.
14
Ingin Berbagi Hati Tiga tahun berlalu. Aku menduduki bangku kelas tiga. Sejak itu hatiku mulai bergetar. Di depanku duduk seorang wanita menarik, bisa mengguncangguncangkan hatiku setiap detik. Dia orang baru di sini. Aku juga belum tahu siapa nama wanita cantik itu. Setelah melihatnya perasaan aku bukanlah Asnul yang dulu, Jauh berubah. Sekarang aku bukan orang nakal lagi. Berubah jadi laki-laki pendiam. Suka menyendiri memikirkan hal yang tidak dimengerti siapapun. Pokoknya saat ini bunga-bunga cinta jatuh dari langit menimpaku, indah sekali. Sekeras hati yang ku miliki luluh juga karena wanita itu. Ceci bisa bicara sebentar? Padlan memanggil wanita misterius itu di dekatku waktu kami istirahat. Secepat kilat dia mendekat, seolah dia memanggilnya memakai ilmu pelet. Mereka pergi berduaan entah kemana. Aku ditinggal sendirian jadi orang bingung di sini. Anda mungkin bisa merasakan kawan betapa ngilu aku saat itu. Hatiku seperti disayat-sayat sembilu tajam mengeluarkan darah. Setelah itu baru disiram dengan air panas, perih dan sungguh menyakitkan. Aku tidak betah lagi berdiri sendirian di sini. Akhirnya aku berlari kecil keperpustakaan kami yang kumuh sambil menahan rasa sakit di hati. Meskipun SD Tanjung miskin, disini ada perpustakaan kecil yang didirikan pak Taslim, orang kaya pemurah di kampungku. Di sini aku membaca buku puisi Khairil Anwar. Aku menghayati makna yang terkandung di dalamnya. Sulit dimengerti namun tetap kuteruskan bacaanku. Asnul kau sedang baca buku apa? tiba-tiba saja wanita yang membuatku cemburu itu datang menghampiri, Membuat kaget bukan main. Buku yang aku pegang kututup rapat, kemudian aku mengangkat kepala bertatapan dengannya. Tiba-tiba kupalingkan wajahku seperti tak butuh. Mati
15
aku disini. Wajahnya begitu cantik. Membuatku terpesona. Disini sipatku berlawanan dengan nuraniku sendiri. Seharusnya aku tidak boleh bersikap apatis seperti itu. Sudah tiga hari ini wanita itu sekelas denganku, aku belum tahu siapa nama sebenarnya. Lagian sih pak guru memanggilnya dengan
sebutan Ceci saja. Aku yakin itu bukan nama panjangnya. Sedangkan dia ceplas-ceplos bicara mendekatiku menyebut fasih namaku, mendebarkan. Dan hari ini dia bukan saja menyebut-nyebut namaku berkali- kali. Tapi dia juga minta bantuanku agar aku bersedia mengajarinya ilmu mate-matika, pelajaran yang memaksa otakku berputar-putar. Barangkali dia pikir aku ini orang cerdas sama dengan Padlan teman sebangkuku yang bisa menjawab banyak pertanyaan. Tiga hari ini dia sering melihatku lebih dulu keluar main bisa menjawab pertanyaan dari sang guru. Tapikan dia tidak tahu karena aku diajari Padlan. Kalau dikelas dia lebih mementingkan diriku yang bodoh ini daripada diri sendiri. Kalau dia tidak memberi tahuku terlebih dulu, mampus. Sekarang aku menjadi manusia sibuk mempelajari ilmu mate-matika demi buah hati. Dan banyak bertanya pada Padlan yang sudah ahli dan sering dapat juara di kelas. Awalnya aku merasa kepalaku mau pecah. Tapi karena ini perjuangan untuk mendapatkan seorang yang sejuk perasaanku bila memandangnya, aku tak menyerah. Setelah aku belajar sama Padlan, sedikit aku bisa menguasai ilmu itu. Baru berani melangkah memberi tahu Ceci yang tega menyihir hatiku. Aku heran kenapasih Ceci mintak tolong sama aku, bukan sama Padlan, diakan lebih cerdas dariku. Apa karena Ceci mencintaiku? Ah, tak perlu dipikirkan itu. Yang penting, kalau aku mengajari dia ilmu matematika, ada kesempatan emas untuk meraba hatinya nanti. Hari pertama aku datang ke rumahnya, aku mengoleskan minyak wangi merata ditubuh. Aku ingin dia mencium aroma ini lalu terkagum-kagum
16
padaku. Sekarang aku sudah sampai di rumah Icececi Lia, nama panjang. Aku tahu setelah melihat fotonya tergantung di dinding. Aku heran kenapa dia tertarik sekolah di SD tanjung yang `tak lengkap. Bahkan kalau saja tidak ada kebijaksanaan orang tua untuk menggaji guru honornya, dari dulu sekolah ini mati. Ceci bilang ibunya ada masalah dengan masyarakat desa Lubuk Gobing. Tempat mereka tinggal sebelum disini. Ernani ibunya, asli Lubuk Gobing, Ranah Batahan, Pasaman barat. Sedangkan Junaidi al marhum bapaknya asli Padang, dikebumikan disana. Aku tidak tahu penyakit apa yang diderita pak Junaidi semasa hidup. Yang aku tahu Ceci cucu dari Rahmatun, seorang nenek renta yang sudah lama tinggal dikampungku ini. Aku tak menyangka Rahmatun punya cucu secantik itu. Kalau dari dulu aku tahu pasti secara perlahan kuambil hati neneknya, kemudian kutarik hati cucunya untuk hinggap dihatiku. Nenek renta itu punya dua orang anak. Ernani paling besar. Dan paling kecil Iun. Dua belas tahun diatas Ceci. Dia kuliah disalah satu universitas ternama di Jakarta. Dia tinggal disana bersama teman ibunya yang kaya raya, tidak punya anak. Dia jarang pulang. Sedangkan Ceci anak perempuan paling besar. Dia punya dua orang adik, Agi dan Duen. Sekarang aku mengerti mengapa mereka memilih tinggal di kampungku. Ah itu tak penting bagiku. Tugasku sekarang disini mengajar. Sebelum pelajaran dimulai, Ceci menghidangkan makanan yang baru saja disiapkan ibunya. Dia begitu hebat memuliakan tamu, seperti orang bugis yang pernah aku baca dikoran kompas. Orang Bugis -Makassar memang begitu. Tapi, saya ingatkan, jangan datang atau menginap lebih dari tiga hari berturut-turut. Nanti dia bisa terjerat utang lantaran harus menjamu anda, kata budayawan Makassar, Asdar Muis, sambil terkekeh. Buat orang bugis Makassar, lanjut asdar, lebih baik mati membawa utang dari pada tidak bisa menjamu tamu. Hubungan sosial dimasyarakat bugis-makassar memang sering kali dibuka lewat makanan. Menawarkan makanan berarti membuka
17
hubungan dan memuliakan orang. Makanya orang bugis Makassar akan tersinggung jika tamu tidak memakan yang mereka suguhkan sebab itu berarti penolakan hubungan. Aku juga tidak ingin melihat Bu Ernani ters inggung gara-gara makanan yang dihidangkan untukku tidak kusentuh. Padahal aku diperlakukan seperti tamu istimewa disini. Aku mulai menerangkan pelajaran dengan hati bergetar dan tidak merasa menggurui. Setelah kujelaskan lebih dari tiga kali baru Ceci bisa mengerti. Apakah cara aku menerangkan dan penjelasanku masih kurang tepat. Atau dia yang susah nyambung. Takperlu itu dikaji. Yang penting dia sudah mengerti. Sehingga dia tersenyum bangga melihatku. Membuatku makin tergila-gila. Cinta sesama lawan jenis itu bukan saja miliknya orang dewasa. Aku yang masih dibawah umur, ingin berbagi hati dengan seseorang.
18
Cemburu Buta Sekarang ini hatiku sering berdetak takmenentu. Diliputi perasaan ingin tahu apa ada perasaan Ceci padaku. Kalau ada akan kuberi hatiku sepenuhnya pada dia. Aku ingin hati yang kumiliki ini dicuri oleh orang yang membuatku tergila-gila padanya. Aku ini sedang jatuh cinta pada seseorang. Aku tak tahan lagi ingin rasanya aku berlari dengan kecepatan takterkendali menuju rumah Ceci . sesampai disana biarkukatakan padanya, aku ingin menjadikan kau kekasih hatiku. Padahal aku juga belum tahu pasti berani atau tidak. Mungkin saja sesampai disana aku diam membisu seolah mulutku terkunci. Yang jelas saat ini perasaan cinta tidak terbendung, terus bergelora didalam hati. Aku tersenyum sendiri, merenggangkan jari-jari tanganku, kemudian merapatkannya kembali. Indah betul perasaan cinta itu, hanya itu yang bisa kuungkapkan. Aku merasa semua yang ada di dunia fana ini terasa indah. Memang benar cinta itu selalu mendatangkan keindahan. Sungguh ajaib, bila seorang pemuda dimabuk cinta pada seorang gadis, maka dia melihat apa saja yang dimiliki gadis itu terlihat menjadi indah. Tapi cinta itu juga bisa menipu salah satu dari orang yang bercinta. Karena bila ada seseorang yang mencintai, dia hanya memperlihatkan segala kebaikan yang ada pada dirinya, dan berusaha menutupi segala keburukan dirinya. Disinilah banyak orang tertipu karenanya. Cinta itu jauga bisa membuat manusia jadi gila. Seperti Ahmad Yani orang gila dikampungku. Menurut cerita yang aku dapat pemuda yang gagah itu juga gila karena cinta. Semasih dia muda begitu banyak wanita tergila-gila bila melihat wajahnya yang gagah. Masniari salah seorang gadis yang melabuhkan hati tanpa ragu sedikitpun pada pemuda itu. Dia mau melakukan apapun juga demi pilihan hatinya. Tapi karena setiap perasaan cinta yang tersimpan didalam jiwa tidak harus memiliki, perasaan Ahmad Yani biasa-biasa saja pada gadis yang
19
berambut panjang itu. Sedikit pun tak ada cinta tumbuh dihatinya. Dia tahu Masniari adalah gadis yang luar biasa kecantikannya. Namun tidak semua manusia begitu melihat kecantikan dari luar langsung jatuh hati. Tidaklah kecantikan seorang wanita itu mencerminkan dia wanita yang baik hati. Ahmad Yani tidak mudah terpesona kepada keindahan wajah. Perasaannya pada Masniari biasa-biasa saja, tidak ada yang menggugah sedikit pun. Dia memang mencintai gadis itu, tapi cinta persahabatan, tidak lebih. Dia tidak ingin suatu saat memiliki gadis cantik itu dijadikan teman hidup. Tapi beda perasaan yang berkecamuk di hati sanubari Masniari. Dia benar-benar ingin hidup satu atap dengan pemuda itu. Saat ini hatinya berbunga-bunga ditumbuhi keindahan, disirami airh hujan yang turun dari langit, wajahnya berseri-seri. Perasaan ini langsung diberitahukan kepada kedua orang tuanya dan mereka langsung setuju. Gadis itu berlari-lari kecil mengelilingi pohon-pohon yang tumbuh didekat rumahnya. Pelan-pelan matanya terpejam kemudian terbuka lagi. Dia membayangkan kebahagiaan tetap abadi dia miliki. Tapi itulah kelemahan manusia hanya bisa berencana yang menetukan hanyalah yang maha kuasa. Semua impian gadis itu, hancur dalam waktu sekejap. Waktu dia berdiri tegak di depan rumah Ahmad Yani pemuda yang dicintainya dengan jiwa. Dia langsung mengutarakan isi hatinya. Mendengar itu, Ahmad Yani tertawa terbahak-bahak. Dia tak menyangka persahabatan yang begitu dekat berubah jadi cinta dan ingin hidup bersama. Kekecewaan tumbuh cepat dalam jiwa Masniari. Hatinya menangis dan merasa dirinya dipandang rendah. Sebenarnya dia terlalu egois menurutku. Masa sih memaksa orang lain yang dicintai mencintai dirinya. Kahlil Gibran saja salah satu penyair Arab paling terkemuka dan paling masyhur sepanjang sejarah itu pada 1899 saat datangnya liburan musim panas di Beshari, Kahlil Gibran jatuh cinta setengah mati dengan seorang perempuan muda yang cantik. Meskipun banyak dugaan tentang corak
20
hubungannya dan identitas perempuan muda itu, dapat dipastikan bahwa Gibran merasa kisah cinta pertamanya ternyata menjengkelkan sekaligus mengecewakannya. Pada saat musim gugur ia kembali ke Beston lewat Paris, dan beberapa tahun kemudian menggambarkan kisah cinta yang tidak bahagia itu dalam Sayap-sayap patah. Rasa sakit hatinya disimpan dalam hati kemudian dicurahkan dilembaran kertas. Jauh beda dengan Masniari. Dengan langkah yang lesu dia meninggalkan Ahmad Yani sendirian dengan berkecil hati. Hari berganti rasa sakit hati belum terobati. Makin lama dia mencair kemudian berkumpul seperti tumpukan es yang beku. Keputusan terakhir hatinya yang busuk mencari seorang dukun membayarnya mahal. Dia bekerja sama dengan dukun terkutuk itu merusak sel-sel otak yang ada pada diri pemuda itu agar dia menjadi gila. Dua minggu kemudian usaha busuk mereka berhasil. Dia tertawa lepas bersama iblis laknatullah yang menggodanya. Sedangkan dukun yang tidak bertauhid itu ketakabburannya semakin menjadi-jadi. Hatinya terus dililit tali hitam. Gadis jahat itupun mulai merasa dendamnya yang berkarat selama ini sudah terbalaskan. Dia tidak pernah berpikir panjang janjian Tuhan mengatakan, bagaimana yang diperbuat begitu yang akan diterima. Suatu saat nanti perbuatan konyolnya itu akan dipertanggungjawabkan di hadapan qodirabbuljalil, Tuhan yang maha besar. Aku juga merasa begitu mencintai ceci, dan tidak akan bisa melupakan gadis yang banyak berkorban untukku itu. Seandainya dia pergi tanpa alasan yang pasti rasa sakit hatiku sulit terobati. Dan aku berjanji pada diri sendiri andai itu terjadi aku tidak akan membencinya dengan begitu mudah. Cinta ditolak dukun bertindak, istilah sekarang. Kawan, aku selalu dikasih tahu oleh ibuku. Dia bilang, Nak sebagai seorang manusia kita tidak boleh memiliki sipat dendam meskipun kepada orang yang memebencimu.
21
Aku yakin meskipun suatu saat Ceci menyakitiku, aku tetap berusaha untuk tidak membalas kebencian itu. Biar saja saat ini jantungku terus berdetak karena selalu teringat pada gadis yang menyihir mataku membuatnya sulit terpejam. Pandangan indah selalu ada. Aku begitu mencintainya. Aku tidak pernah meresa dia menyusahkanku sedetikpun. Dia terlalu banyak memberiku keindahan. Dan aku belum bisa membalasnya separuh pun. Beginilah perasaan hati yang mencintai. Merasakan keindahan dan selalu melihat yang baik-baik saja. Kawan yang kukatakan ini memang benar dan aku merasakan sekarang. Kalau tidak percaya sentuhlah hatiku sekarang juga. Dan itu bisa berubah secepat arus berjalan. Kenapa aku mengatakan begitu karena setiap saat aku selalu memikirkan ceci. Dialah yang membuatku menangis berlebihan, dan dia juga membutku tersenyum sendirian. Suka dan duka dia berikan padaku dan aku simpan baik-baik dalam hati ini. Namun saat ini aku ingin membuangnya jauh-jauh dan tak ingin mengambilnya lagi. Setelah aku melihat dia dari jarak jauh berboncenagan naik sepeda dengan Padlan. Jantungku berdebar-debar, darahku naik, ingin mengangkat kedua tangan mencekik leher Padlan sampai lidahnya keluar. Biar tak ada lagi yang menggoda Ceci perempuan yang membuat mataku tidak berkedip lagi apabila memandang wajahnya. Cinta itu terkadang memang kejam kawan, bahkan cinta yang dibumbui rasa cemburu berlebihan itu bisa menghabiskannyawa seseorang. Lihat saja cerita yang tertulis di dalam Al-Quran surah Al-maidah ayat 27. Karena kecemburuan si Qabil kepada adiknya si Habil, dia nekad menggerakkan tangannya membunuh adiknya itu. Aku tidak mau gara-gara cinta hatiku yang banyak titik hitamnya melakukan perbuatan yang kurangajar. Apalagi sama Padlan teman baikku sendiri. Begitu banyak dia membantuku, dan begitu berarti dia dalam hidupku. Untuk saat ini, rasa benci yang ada dalam hati harus cepat-cepat tersingkirkan atu kubuang jauh-jauh ke pulau sana biar tertanam di timbun butiran pasir.
22
Kemudian dihantam ombak terhemaps ke batu karang. Dan aku berjanji secepatnya juga giliranku lagi yang membuat Ceci senang. Sehingga dia tertawalepas di hadapanku dan ingin selalu dekat denganku. Adilkan. Tapi jujur kukatakan untuk saat ini aku belum tau bagaiman caranya, membingungkan. Mulai saat ini aku siap bersaing sehat dengan Padlan. Laki-laki yang tangguh yang seharusnya aku kalahkan. Bila nanti dia menang dalam hal ini, berarti aku seorang petarung siap menerima kekalahan dan tidak mengotori hati. Sebaliknya bila aku memenangkan pertarungan ini, berarti aku hebat bisa menang dari orang yang aku puji-puji. Inilah menurutku yang akan terjadi.
23
Persahabatan di Atas Cinta Pagi itu teman baikku merasa sedih sekali melihat ayahnya berbaring di atas kasur kumuh tak berdaya. Aku turut berduka. Air matanya jatuh tak tertahankan. Seorang kakek tua berbisik ketelinga Pak Darman. Lailaha Illallah Muhammadarrasulullah, itulah yang disebutnya berulag-ulang. Aku tidak tahu apakah pak Darman bisa melapaskan kalimat tauhid itu sebelum menghembuskan nafas terakhir. Innalillahiwainna ilaihi rajiun, ujar bapak tua itu terbata-bata membuatku mengerti.Tangis Padlan langsung meledak. Dia memelukku berkali-kali seakan-akan memohon padaku menghidupkan ayahnya kembali yang sudah mati. Dia tidak mau ini terjadi sebelum dia meraih mimpi-mimpi indahnya. Kini orang yang dia banggakan telah pergi. Kelihatannya dia belum rela menerima keputusan Tuhan yang sudah tertulis itu dengan ikhlas. Andai kata dia bisa melihat malaikat Israil turun dari langit, mati-matian dia akan bermohon agar kematian Pak Darman dapat diundur paling tidak sampai dia berhasil. Jenazah Pak Darman yang terkenal baik hati itu baru saja di shalatkan orang banyak. Semua orang turut berduka atas kepergian almarhum. Kami membacakan surah yasin, takhtim dan bertakhlil dikuburnya. Waktu aku kecil dulu masih banyak guru agama memandang indah tentang itu. Tidak seperti sekarang banyak yang sokpaham mengatakan amalan seperti itu tidak berguna sama sekali. Pendapat ini jelas saja keliru. Mereka beralasan amalan yang hidup tidak akan sampai kepada yang mati. Kalau saja pendapat yang menenggelamkan ini kita terima, terus kenapa dalam shalat jenazah pada takbir ketiga dan keempat kita mendoakan simait? Kawan jangan mau mengikuti
24
pendapat yang bertabrakan dengan hukum sebenarnya. Baiklah kita kembali melangkah melanjutkan cerita. Sejak kepergian Pak Darman meninggalkan dunia hina ini, Padlan menjadi pemenung. Seakan dia ingin memilih jalan yang ditempuh ayahnya, mati. Daripada tinggal didunia ini lagi berjuang meneruskan cita-cita indahnya. Aku seorang teman tidak bisa berbuat banyak. Cukup memberi dia nasehat. Lan kau jangan terlalu bersedih. Besarkan hatimu ya? Airmatanya terus bercucuran tiada henti. Aku tidak ingin karena kejadian itu membuat dia mati hati. Dia harus bisa menghadapi cobaan berat ini. Aku tahu betul watak temanku itu. Dia orang yang sabar tidak mudah menyerah. Dan tidak mau menomorduakan dirinya dalam hidup ini, dan tidak memandang rendah diri orang lain. Hari ini kesabaran itu hilang terbawa angin. Diwajahnya tampak airmata mengalir deras membasahi kedua pipinya. Membuatku tak percaya orang yang ada didekatku sekarang ini Padlan yang tegar itu. Aku selalu kalah tak pernah menang darinya. Sekarang saja dia makin dekat dengan Ceci seorang wanita yang membuat hatiku terkubur dibawah hatinya, aku cemburu. Malam ini aku mengajak teman baikku itu tidur bersama dirumahku. Pagi- pagi sekali ibuku membangunkan kami berdua shalat shubuh. Kalau saja aku bangun setelah waktu subuh habis suatu aif besar dimata keluarga kami yang miskin ini. Tentang shalat, ayah dan ibuku benar-benar memperhatikanku. Waktu berumur tujuh tahun, sebagai orang tua, ayah dan ibu mewajibkan diri masing- masing memerintahku shalat. Ketika umurku genap mencapai sepuluh tahun, kalau ternyata aku meninggalkannya tak segan mereka memukul kakiku dengan pukulan mendidik, tidak membahayakan.
25
Siang ini aku ingin menghibur hati temanku yang masih gelap itu. Mengajaknya mendatangi sebuah warung. Disini kami tidak berdua saja. Banyak teman-teman lain seusia denganku. Sedikit dia terhibur setelah melihat tulisan, Anda sopan kami curiga, diatas dinding tercoreng. Baru hari ini aku melihatnya tertawa lagi. Ditempat kami sekarang ini penuh kebebasan tidak seperti diwarung lain. Halamannya sangat kotor. Disana sini terlihat sampah berserekan. Seperti rumah tak layak huni. Pantas saja orang disini suka keributan. Tak begitu mementingkan kesopanan. Selain itu cara aku menghibur dia, mengajak ketempat-tempat yang bisa menyenangkan dan mengobati luka laranya. Misalnya pergi dengan temanteman bermain-main disawah. Kami menangkap tikus yang berlari-lari kecil dengan ujung tombak yang akan kami tancapkan mengenai lehernya. Banyak sekali canda dan tawa diantara kami. Dan ada yang meloncat-loncat seperti anak kecil yang baru dibelikan mainan. Disekeliling sawah ini, sebagian padi siap panen. Suara mesin padi itu menggerutu memecahkan telinga. Berduyunduyun kami datang kesitu. Banyak orang seusiaku berkumpul disana. Berbaris seperti kami melaksanakan upacara. Boleh kami ikut memburuh disini? tanyaku. O, tentu saja, jawap pemilik sawah. Kami senang mendengarnya. Pekerjaan berat ini ringan bagi kami anak- anak miskin. Bercucuran keringat mengalir dari tubuh kami waktu melewati jalan kecil diterpa mata hari. Kami tidak mau menyerah tetap saja membawa padi yang diisi kedalam karung diikat dengan tali diujungnya, sesuai kemampuan masing- masing. Aku membawa enam sukat padi. Mulanya aku coba membawa delapan sukat padi, pernah jatuh kena tai disambut tawa mengeledek teman- temanku. Memalukan aku ini.
26
Temanku Jepri lebih parah lagi. Dia membawa delapan sukat padi, dia tidak mampu. Paling perjalanan sepuluh menit dia sudah lelah, meletakkan padi itu di pondok sawah orang lain, lalu pergi memanggil ayahnya yang baru pulang dari pasar, minta tolong. Satu hal lagi dan ini membuatku bangga. Ardi seumuran denganku, dia orang kaya, harta ayah ibunya melimpah. Tapi anaknya mau bergaul dengan kami anak- anak miskin tak pandang bulu. Bukan itu saja dia mau ikut memburuh dengan kami. Padahal kalau saja kami jadi buruh disini sebulan penuh tidak akan mungkin bisa menandingi uang jajannya yang selalu diberikan ibunya yang sedikit terlihat sombong. Tapi bukan uang yang dia cari melainkan nilai persahabatan diantara kami yang tidak bisa dinilai. Dia juga sering ikut dengan kami memancing ketengah hutan belantara berjalan kaki berjam-jam. Disana banyak binatang berbisa. Biasanya kami sampai dirumah setelah waktu isa hampir masuk. Bukan main paniknya Tuni, ibu Ardi. Sampai dia tega menampar kejam anaknya, marah. Lalu membuang jauh ikan yang dijinjing anaknya. Hasil pendapatan sehari penuh. Mungkin tadi ibunya sudah berpikiran yang tidak-tidak, anaknya dimakan serigala kelaparan. Dia sangat cemas memikirkan anak kesayangannya, seperti Nabi Ibrahim tak tenang setelah Yusuf dibawa pergi saudaranya. Ardi cepat- cepat mengganti pakaiannya. Sebelum makan dia sudah dulu datang menemui kami di sebuah warung kecil. Malam ini kami sengaja bersenang- senang setelah menerima upah buruh. Ada yang makan pecal, miso, lontong, lotek. Aku sengaja tidak makan apapun, kenyang. Sebenarnya malam ini ada satu hal yang membuatku sedih, sangat sedih. Padlan temanku yang paling akrab sakit. Hampa rasanya. Percuma aku punya uang jajan malam ini. Percuma aku jajan sendirian. Aku mulai cemas. Jangan- jangan sebentar lagi dia
27
Ah aku tidak boleh sok kuasa begitu. Bagaimana mungkin aku bisa tahu hidup mati seseorang, itu rahasia Tuhan. Tapi hatiku tidak bisa berbohong. Jujur saja kawan tanpa kehadirannya SD Tanjung tak berarti bagiku. Aku tidak fokus memusatkan perhatianku pada pelajaran. walaupun disekelilingku banyak teman. Ceci juga ada menghiburku, tidak ada artinya. Aku tetap merasa sepi diatas keramaian. Satupun tidak ada yang bisa menghidupkan hatiku yang hampir mati. Kecuali saat ini juga teman baikku Padlan bisa bangkit dari kasur kumuhnya. Seorang kakek dulu pernah bilang padaku, Asnul kau harus tahu persahabatan itu masih diatas cinta, benar.
28
Di Atas Kerikil Tajam Menyakitkan Hari ini aku menangis histeris di samping tubuh teman lelakiku yang tergeletak di atas kasur kumuh, dimana dulu ayahnya meninggal. Padlan bangunlah, jangan pergi. Berulang kali aku memanggil nama yang sudah tidak bergerak itu, sambil memeluk tubuhnya manja. Tak pernah terpikir olehku keadaan sesakit ini, aku lemah tak berdaya. Sekarang aku tak ada teman akrab lagi. Aku berangkat sekolah sendirian. Di sini aku hanya meratap dan menangis. Sering Ceci datang menghiburku, wanita yang membuatku hampir gila, tapi hiburan itu seperti angin lalu datang langsung pergi. Tak bisa mengetuk pintu hatiku yang sedang luka. Luka parahku ini hanya bisa disembuhkan dengan satu cara bertemu dengan Padlan, teman dekatku yang sudah duluan pergi. Ya Tuhan andai saja dia datang kehadapanku. Walaupun membuat orang takut karena dikira hantu gentayangan aku tetap dekat dengannya. Tapi itu tidak mungkin terjadi. Bagaimana mungkin orang yang sudah di tutup rapat dengan papan, ditimbun dengan tanah datang kembali. Hari-hariku dibalut kesedihan berlipat-lipat, kucoba tegar. Nurasti ibu almarhum temanku itu menaruh kepercayaan sepenuhnya padaku, meneruskan cita-cita anaknya menjadi seorang tentara. Walaupun bersinggungan dengan keinginanku, setidaknya aku bisa meraih mimpi indahku. Menjadi penulis terkenal, dan dai berjuta umat menggantikan al- marhum K.H. Zainuddin M.Z. Aku siap dicaci maki terlebih dulu dan dipandang rendah diriku, bahkan difitnah, seperti almarhum itu. Sebentar lagi kami akan melaksanakan ujian. Di sinilah penentuan naik kelas atau tidak. Kalau saja naik kekelas empat, aku harus siap-siap meninggalkan kampung yang serupa hutan ini. Di kampung kecilku sampai
29
kelas tiga saja lokalnya tersedia. Bagi yang naik kekelas empat siap-siaplah pergi dari SD Tanjung, dindingnya bolong-bolong. Sebulan kemudian kami pun sudah melaksanakan ujian. Ini hari penentuan. Ceci lulus melanjutkan ke SD 13 lubuk Gobing. Kembali ia ke SDnya dulu sebelum ia duduk dikelas ini. Aku sedih berpisah dengan wanita itu, meskipun aku lulus. Aku memilih sekolah di SD Inpres Silaping. Tak begitu jauh dari tempat tinggalku. Di sini aku bermain dengan teman-temanku yang baru aku kenal. Tak satupun ada dari kampungku. Sekali seminggu kami pergi kepasar. Aku jarang dibawa kedunia ramai. Tanpa terasa sudah lebih dua minggu aku tinggal di kos kecil. Semua berjalan bagai mimpi. Di sini aku mau bekerja apa saja yang penting halal supaya orang tuaku tak begitu terbebani mengirimiku uang. Sebelum berangkat sekolah, aku masak sendirian buat makan sampai sore. Tak mungkin aku dikirimi sambal setiap hari dari kampungku yang belum pernah seumur-umur mobil lewat ke sana. Jangankan mobil, sepeda motor saja susahnya minta ampun. Kalau hujan datang, jangan mimpi kau bisa bawa motor ke sana. Pinggirkan saja motormu kalau kau ingin selamat. Lalu berjalan di atas tanah licin bercampur lumpur. Setelah itu kau akan berjalan di atas kerikil-kerikil tajam menyakitkan.
30
17 Agustus 1945 Tanggal yang bersejarah itu Indonesia meraih kemerdekaan. Kami anakanak SD Inpres juga ingin meraih kemerdekaan, memenangkan pertandingan nanti. Tahun ini pertandingan yang akan dilombakan cukup banyak. Di hari yang panas ini kami akan berhadapan langsung melawan SD 13 Lubuk Gobing singa lapangan itu. Tiga tahun ini mereka selalu menang tak terkalahkan. Semoga saja juara bertahan itu bisa dikalahkan SD Inpres. Sekarang kami berdiri dilapangan ukuran orang dewasa., sebelas sebelas. Semua kemampuan dan otak cerdas dimainkan. Babak pertama ini permainan dua kosong, kami kalah. Kelihatannya teman-temanku banyak yang merasa cemas. Bahkan pak Swandi pun guru mate-matika kelas empat itu kelihatan sudah menyerah. Kami semua pemain duduk tenang setelah meminum seteguk air. Sengaja tidak dikasih minum banyak. Kita tidak akan bisa menang. Mereka pemain hebat, ucap salah seorang temanku sambil membuka kustumnya kepanasan. Kita tidak boleh menyerah. Ah, jangan sok pahlawan kamu Nul, terus apa yang harus kita lakukan, dia marah padaku. Waktu istirahat sudah habis. Babak kedua ini bisa di pastikan siapa yang jadi pemenang dan siapa yang akan dipermalukan. Untung saja setengah jam kami bermain utang kami yang dua itu sudah lunas dengan permainan yang penuh semangat. Waktupun habis. Kami mengadakan pinalti. Waktu Sandi menendang bola terakhir, gol. Alhamdulillah kami menang. Riuh sudah suara teman-teman menyambut kemenangan yang tak terduga itu. Diluar lapangan
31
pak Swandi memelukku lalu mencium keningku berkali-kali. Dia keterlaluan, terlalu senang barang kali. Padahal didalam pertandingan aku merasa seperti tangan kiri. Kau bagus Nul, bisa membangkitkan semangat teman- temanmu, Semua guru-guruku terus melebarkan senyum sambil bersorak menirukan pak Swandi. Aku paling bahagia diantara ratusan orang yang hadir. Hari ini aku merasa manusia paling sempurna di dunia, tak ada luka setitikpun seperti dulu. Apa lagi karena aku bertemu Ceci. Satu hal lagi dan ini membuatku terkejut, sangat aneh. Ditempat ramai ini Ceci sengaja memperkenalkanku dengan
temannya Isnan yang membutku hampir mati dilapangan. Dia dari SD Lubuk Gobing. Dia tidak bisa main bola jadi penonton saja memberi semangat pada teman-temannya yang berlaga. Aku merasa Tuhan sengaja menciptakan Isnan sebagai pengganti teman baikku Padlan yang hidupnya sudah berakhir. Wajah Isnan mirip almarhum Padlan. mengingatkanku kepada masa lalu. Masa-masa terindah dalam hidupku yang tak terlupakan. Untuk sementara aku bisa menebak Mereka beda sifat, padlan lebih pendiam dari Isnan yang sulit mengontrol mulut. Setiap orang di dunia ini pasti ada yang mirip dengannya, paling tidak satu orang. Meskipun beda turunan. Begitulah kata seorang kakek dulu padaku.
32
Dipermainkan Hantu Setelah mengenal Isnan aku ingin berteman dekat dengannya. Dia baik hati. Hari ini aku baru saja meminjam sepeda busuk datang menemuinya. Aku sempat mengelilingi desa Lubuk Gobing yang licin tak jauh beda dengan kampungku suasana hijau. Di desa yang berdekatan dengan hutan ini pun tak pernah disentuh mobil seumur-umur. Datang kesini melewati dua jembatan gantung. Dibawahnya sungai mengalir deras. Nul kamu sudah makan? sapa ibu Isnan. Begitu aku datang langsung disuruh makan. Belum bu, Isnan mendahuluiku. Kalau aku manolak senyum ibunya mengecil padaku. Aku juga merasa tak enak hati. Menurut cerita orang dulu, di desa ini banyak orang menyimpan semacam racun bisa membunuh manusia perlahanlahan. Yang lebih berbahaya racun itu bisa dimasukkan kedalam makanan atau berupa minuman, mengerikan. Bahkan ada orang mengatakan bisa
dihembuskan dan di masukkan keujung jari. Kalau sudah begini tinggal membawa gelas ujung jari digerakkan diatas gelas. Dengan sendirinya racun menyebar. Kalau tidak percaya sudah ada buktinya. Mungkin karena itulah ibu Isnan terlihat jengkel apabila aku tak mau diajak makan. Daripada terjadi fitnah, aku cicipi saja makanan yang sudah tersaji. Lagi pula aku sedikit lapar. Kami makan ditemani seorang ibu, sambil Isnan cerita padaku. Tiga tahun yang lalu pada hari jumat ayahku memasuki sebuah hutan mencari kura- kura untuk dijual, sampai saat ini ayahku tak datang lagi, tuturnya. Dialah satusatunya suami tercinta ibunya. Menurut orang pintar dia tinggal di hutan belantara dijadikan raja jin. Kalau dibawa ke sini takut membunuh orang. Menurutku bapak itu yang salah. Masa sih pada hari mulia itu dia tetap saja
33
memasuki hutan gelap mencari puluhan ekor kura-kura untuk dijual. Padahal waktu shalat jumat hampir masuk. Jelas saja dia dipermainkan hantu gentayangan.
34
Rumput-rumput Mematikan Orang miskin seperti kami hanya dengan menggunakan sepuluh jari, bisa bertahan hidup. Sekarang ini aku dan Isnan sedang menebang rumput- rumput mematikan ditengah sawah panas Pak Taslim. Sengatan sinar mata hari siang itu terasa membakar punggung kami. Biasanya kalau aku kerja dengan bapak itu, sebelum keringat yang mengalir deras kering dari tubuh, Pak Taslim sudah memberi upah terlebih dulu, puas. Bapak yang masih kelihatan muda itu sangat disegani setiap orang. Selain dia mempunyai harta melimpah, pemurah. Musuh iblis. Tidak seperti orang kaya sombong, teman iblis. Berapa banyak orang miskin yang ditolong beliau. Siapapun yang membutuhkan pertolongan pasti dia langsung turun tangan menolong orang tak berdaya itu. berapa banyak uang dan beras dipinjam orang sampai saat ini belum kembali. Janji cuma
seminggu. Tetapi bapak yang banyak harta itu tetap saja diam, tak pernah menagih utang seperti orang tak sabar. Menurut cerita yang aku dengar tak satupun ada orang di kampung ini tersinggung karena perbuatan dan perkataan beliau. Dia bisa menjaga mulut. Lain dengan istrinya yang menjengkelkan. Kawan, begitu nikmat ya jadi orang kaya pemurah. Sering terpikir olehku andai saja aku dijadikan Tuhan kaya beriman. Rumah besar harta banyak. Di sekeliling rumahku ditumbuhi beberapa pohon dibawahnya berdiri rumput hijau. Bila di malam hari dipajang lampu berkelip-kelip. yang penting aku harus bersyukur, jangan kufur agar tidak disiksa dalam kubur. Sekali seminggu diajaklah anak-anak yatim dan fakir miskin berkunjung kerumah indahku mencicipi makanan lezat. Sebelum mereka pulang aku menghapus ubun-ubunnya lalu menyelipkan sebuah amplop kekantong kosongnya. Betapa sayang Tuhan padaku. Betapa benci iblis melihatku. Di kampung kecilku ada juga orang-orang kaya tinggal di kota-kota besar, sombong. Terkadang sekali
35
dua tahun mereka mudik memperlihatkan gaya dan kemampuan masingmasing, sengaja dipertontonkan buat kami yang masih hidup dibawah garis kemiskinan. Mereka keterlaluan. Sepertinya orang itu tak mau lagi bersahabat dengan kami orang-orang kampung. Terus kenapa dia masih saja kembali. Ya Tuhan jangan jadikan kami pembaca ini seperti itu, kacang lupa pada kulit. Asnul sini kalian, Pak Taslim memanggil mengajak makan. Aku berlari kecil memenuhi panggilan itu, diikuti Isnan dari belakang. Dulu kami sekeluarga paling melarat di desa ini, Pak Taslim cerita sambil mengunyah makanan. Kami khidmat memasang telinga. Banyak orang bilang rumah yang kami tinggali itu kandang ayam, bukan rumah manusia. Sering aku dicemoohkan, dan banyak caci maki bergantian datang. Kata-kata seperti itulah yang harus kutepis jauh-jauh hampir setiap hari. Ujian berat datang lagi. Ayahku meninggal waktu aku baru menduduki bangku kelas enam SD. Tinggal ibu sendirian mati-matian mengasuhku. kukatakan pada kalian, aku suka menghadapi tantangan. Semakin banyak tantangan datang, semakin tinggi volume keseriusanku mempertahankan hidup. Bagiku hidup tanpa tantangan sama dengan makan tanpa garam. Berkat rahmat Tuhan dan kesabaranku bisa berhasil seperti yang kalian lihat. Meskipun memakan waktu begitu lama. Disini baru aku sadari, Perjuangan beliau jauh lebih berat dari perjuangan yang ada didepan mataku sekarang. Hari ini aku mendapat pelajaran yang begitu berharga.
36
Keakrabanku dengan Isnan menjadi-jadi. Aku tak tahan lagi berpisah dengan lelaki yang pandai mengunci mulut itu, membuatku memilih sekolah di SD 13 Lubuk Gobing meninggalkan SD Inpres. Sudah dua minggu aku sekolah disini, menyenangkan. Aku tinggal di rumah Isnan. Soal belanja ibuku sering mengirim beras dari kampung. Disini aku sering bertemu Ceci. Dia sedikit berubah. Tingkahnya memalukan. Tapi rasa cintaku tidak pernah berubah. Pagi-pagi sekali kami berkumpul di lapangan main bola kaki. Akibatnya ketika lonceng berbunyi kamipun bergegas masuk dengan keringat bercucuran ditubuh. keringat kami tetap saja mengalir meskipun sudah dihapus dengan kertas kosong. Al hasil konsentrasi belajar berkurang. Hal buruk ini hampir setiap hari dilakukan. Besok siapa yang main bola sebelum pulang sekolah, disekor selama dua minggu, Pak Yusral kepala sekolah disini membuat peraturan baru, dia kelihatan marah sekali. Wajah teman-temanku muram setelah disuruh bubar. Kebahagiaan kami sehari-hari di sekolah dirampas sudah pak Yusral yang tidak peduli. Kalian jangan takut, tak mungkin itu terjadi. Kalimat itu meluncur dari bibir Ceci, sekarang dia jauh berubah. Kalau saja kita disekor lebih dari sepuluh orang, berarti dia melarang kita belajar. Mana ada guru melarang muridnya belajar. Wanita yang satu itu meracuni kami. Sekarang ini dia sangat berbeda dengan wanita kebanyakan. Dia lebih memilih berteman dengan kami yang laki-laki daripada teman wanitanya. Setiap hari dia selalu ikut
37
bermain bola dengan kami. Bahkan di sekolah pun dia memakai celana pendek persis seperti yang kami pakai. Dia tidak mau memakai rok merah, meskipun sering dipaksa kasar ibunya. Aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Sepertinya baru sekarang dia menyesal diciptakan menjadi seorang perempuan. Pukul 12:30. Setelah pulang sekolah Ceci mengajakku bermain kapalkapalan yang terbuat dari kertas yang dilipat, bisa juga dibuat perahu. Kertas itu kami lempar tinggi sekali, pelan- pelan dia turun kebawah menirukan gaya pesawat terbang mau turun, indah sekali. Aku tertarik melihat mainan itu. Kupanggil Ceci mohon dibuatkan untukku. Aku belum tahu cara membuatnya. Coba lihat Nul kulempar lagi, Dia menggodaku. Geraknya sama saja. Kertas itu turun berayun- ayun nyangkut dipohon, kesal. Aku tidak mau dia pergi begitu saja. Kertas itu mainan yang bisa membuatku mengundang senyum. Ceci menggelengkan kepala menyesal. Dia pergi bersandar didinding kelas meninggalkanku sendirian tanpa pamit. Kelihatan dia tak ingin lagi bermain kertas denganku. Aku harus cari akal, untuk mendapatkan kapal mainan itu. Aku lempar dengan batu caraku sendiri. Tiga kali kulempar tak kena. Malahan batu itu melenceng mengenai dinding kaca kelas tiga, pecah. Mati aku disini. Dari jauh kupanggil Ceci. Cepat lari dari sini, Dia mengajakku pergi, seperti ingin
menyelamatkan diriku. Sebenarnya kami tidak boleh bermain disekitar pekarangan ini setelah pulang sekolah. Saat ini aku dan Ceci melanggar aturan yang sudah ditentukan. Kebiasaannnya setiap hari. Kami harus berhati- hati jangan sampai ketahuan sama penjaga sekolah. Kalau itu terjadi, bisa dapat hukuman berat. Sebelum semua terlambat Ceci mengajakku lari kesawah luas. Duduk berdua di pondok kecil. Nafasku masih terengah- engah. Lebih baik aku
38
menenangkan diriku yang masih cemas. Pelan-pelan ku tatap wajah Ceci tanpa ia sadari. Kuperhatikan dia baik- baik. Walaupun sipat dan kerakternya jauh berubah, kecantikan yang dimiliki tak hilang. Aku wajib memujinya. Karena kecantikannya itu bisa menyihir semua lelaki di kelasku, membuat gila.
39
Tanggup jawab bersama Kebetulan sekali kami libur, aku dan Ceci di kampung. Malam ini kami mengadakan acara memperingati maulid Nabi besar Muhammad saw. Meja dan bangku tersusun rapi diisi penuh warga. Aku yang masih duduk dibangku kelas empat SD disuruh pidato singkat yang sudah dikonsep Pak Naon, guru ngajiku. Kalau aku disuruh beliau, tidak pernah menoloak seperti teman-
teman lain. Bukan berarti aku merasa hebat. Justru karena belum mampu, makanya harus bersungguh- sungguh. Didepan aku merasa deg-degan. Penyakitku masa kecil. Untung saja semakin lama aku berdiri disini rasa takutku semakin hilang. Karena itu meskipun aku berdiri sendiri disini tetap bisa menyampaikan isi pidatoku. Tak ada yang ditambahi dan dikurangi satu huruf pun. Begitulah masa kecilku, yang terlalu fokus pada konsep. Tidak seperti sekarang cukup mengambil satu hadist saja sudah bisa bicara panjang lebar. Dari dulu aku punya cita- cita tinggi. Ingin jadi penulis terkenal dan dai berjuta umat. Bisa berdakwah melalui tulisan dan lisan. Pada saat itu K.H. Zainuddin M.Z. masih hidup. Aku salah seorang yang kagumnya bukan main pada beliau. Buktinya di rumahku sangat banyak kaset beliau. Padahal tip belum punya. Apa lagi PCD. Bagi kami anak miskin itu barang mewah. Tak mampu kami membeli. Tapi karena ada tetanggaku kaya baik hati kased
almarhum Zainuddin yang tersusun rapi dirumahku kuputar disana. Sering ibu melarangku, dia tak enak hati. Sesekali aku dengarkan juga nasehat baik itu. Tapi lebih sering aku menutup telinga. Aku tahan duduk lama mendengarkan beliau menyampaikan ceramah agama. Benar dia singa pedium, berani mengatakan kebenaran walaupun membuat orang jadi benci . Kupikir- pikir aku juga bisa seperti beliau. Dia dicintai banyak umat. Tapi sangat disayangkan
40
sekarang ini beliau sudah tiada. Kita kehilangan orang yang benar- benar mencintai kita jemaahnya. Siapa nanti yang menggantikan posisi beliau selain aku. Mungkin menurut kamu kawan aku terlalu berlebihan, tidak. Prinsip seperti inilah yang seharusnya dimiliki seorang lelaki beriman agar islam maju kedepan. Kalau urusan agama ini diserahkan kepada ulama saja, tunggu sepuluh tahun kemudian bisa saja islam akan tinggal nama, al- quran tinggal tulisan. Apa kita tega membiarkan itu terjadi. Lagian menegakkan agama islam ini tanggung jawab bersama.
41
Puisi Orang Kampung Berapa kali kubilang aku ini seorang anak petani kecil. Hidup dibawah garis kemiskinan. Berkawan dengan penderitaan setiap hari. Hari ini saja aku dan kedua orang tuaku melewati bukit- bukit terjal pergi kekebun. Inilah aktifitasku setiap hari kalau libur. Kebun kami sangat jauh sekali. diperjalanan memakan waktu lebih kurang 2 jam. Memang banyak sawah yang dekat dari perkampungan ini harga selangit. Membuat ayahku tak mampu bergerak. Tanah yang kami miliki sekarang tak sepetakpun dibeli. Tahun1988 bagi warga yang mampu menebang pohon-pohon besar tanah itu resmi jadi miliknya. Ayahku memilih ditempat jauh karena disitulah ada tanah kosong.
Binatangnya banyak sekali, menakutkan. bisa melukai membuat mati. Tapi ayahku tidak pernah takut. Biasa disiang hari ular besar melintas melewati pinggiran sawah. Terkadang apabila aku sendirian kesana melewati hutan belantara ada juga rasa takutku. Aku pernah melihat ular besar seperti ingin mematokku, takut. Setiap berangkat dari rumah aku tak lupa membaca ayat kursi paling sedikit 1 kali. Ditambahi, bismillahi tawakkaltu alallah lahaula wala kuataillabillah. Siapa yang membaca itu turun dari rumah dijamin Tuhan selamat. Begitulah pesan guru ngajiku, pak Naon. Meskipun semua penduduk desa disini mayoritas petani. Sudah banyak anak-anak mereka yang meraih keberhasilan dikarnakan kerja keras sang ayah menggunakan sepuluh jari. Sipulan itu bisa jadi orang besar karena sepuluh jari ini, begitulah ungkapan orang tua dikampungku. Bagi ayahku yang tak berpendidikan, cara terbaik mendapatkan uang mengeluarkan semua kekutannya, dan
menggerakkan sepuluh jarinya. Ayahku tak kenal panas, hujan deras dan badai yang menghantam. Begitulah orang kebanyakan di kampungku. Bang Muhar seorang anak muda yang tangguh, asli kampungku. Sekarang sudah duduk
42
didunia keberhasilan, menikah dengan perempuan berada. Dari SD sampai masuk keperguruan tinggi, dia sangat menderita. Ayahnya mengatakan terus terang takmampu lagi. Kesungguhan ayahnya Bang Muhar sudah mati. Bisa jadi karena dia sering mendapat gertakan dari orang-orang tak berguna. Meskipun banyak lidah tajam yang melukai, hati Bang Muhar tetap berkobarkobar. Bagaimana mungkin pak Jon bisa mencarikan uang untuk anaknya melanjutkan kuliah keperguruan tinggi. Hidup sehari-hari saja susah, mimpi kali. Kalau Muhar selesai S1 kupotong telingaku dengan tanganku sendiri. Kalimat itu meluncur dari mulut seorang seperti anjing melolong. Setelah Muhar yang penuh kesabaran itu berhasil. Yang berjanji diam saja, tak jadi memotong telinganya, pembohong. Waktu itulah Bang Muhar berpesan pada kami melalui puisi yang ditulisnya. Hai orang desa Bukan berarti kau tak bisa percayalah Rumput- rumput Mematikan itu Bisa kau tebang Dengan sepuluh Jarimu Jangan takut Badai menghantam Jangan lemah hatimu Mendengar lolongan Anjing memanggilmu
43
Kucoba Tegar Dua tahun berlalu. Perasaan baru sekali memutar kepala. Kami yang bermain di luar jam sekolah beramai- ramai dengan riang, sampai sampai Isnan melompati pagar diluar kemampuan sendiri. Dia jatuh meninggalkan luka berat. Perasaan kejadian itu baru kemarin, padahal dua tahun yang lalu. Kini tibalah saatnya aku dan teman- taman kelas enam meninggalkan SD 13 Lubuk gobing yang sangat dicintai. Melanjutkan ke sekolah lain tingkat SMP, Memilukan sekli. Setelah penerimaan ijazah aku semakin kebingungan, merasa kepalaku pecah. Ingin aku melanjutkan ke Pesantren Musthafhawiah. Dimana dulu Pak Taslim sekolah. Aku takut melihat keadaan kami yang tak menjanjikan. Lebih baik aku diam saja. Aku pikir setelah tamat SD hidupku lebih berharaga, pikiran makin tenang dan merasa bahagia, takbenar. Semakin hari aku dihantui kegelisahan. Membuatku stres. Dua minggu kemudian, aku tak tahan lagi menanggung rasa sakit ini . Yang namanya cita- cita ada saatnya diungkapkan pada orang lain, tujuan mendengarkan masukan. Pertama kali keinginanku yang masih ragu- ragu ini sengaja kuungkapkan pada Pak Taslim. Takut orang tuaku sedih mendengar. Pak Taslim setuju. Dia menghilangkan rasa sesak didadaku. Bagus Nul kalau kau mau sekolah kesana. Aku mendukungmu. Dia memelukku bangga. Tapi Pak Aku ngerti maksudmu, soal biayakan? Semasih aku mampu aku turut membantumu.
44
Lega sudah hatiku. Tapi ada yang membuatku sedih. Isnan lebih tertarik sekolah ke Muallimin. Entah kenapa dia tidak mau masuk pesantren. Sedangkan Ceci melanjutkan ke SMP. Setelah tamat dari sana, rencananya melanjutkan ke SMA. Dia tidak mau masuk pesantren. Masih terlalu kecil bila berpisah lama dengan ibunya, dasar anak manja. Disinilah kami berpisah untuk sementara. Aku harus kuat karena berhubungan dengan cita- citaku. Meskipun berat kucoba tegar.
45
Minggu pagi itu bulu kudukku merinding. Suasana hijau dan udara sejuk langsung terasa ketika memasuki Pesantren Musthafawiah, tepatnya di desa Purba- Baru. Pondok-pondok kecil rapat tersusun rapi, panjang sekali. Air Singolot tempat santri bersuci terdengar beriak. Sekali-sekali tamparan air menghempas bebatuan. Ditepian jalan banyak santri yang lalu lalang memakai sarung. Aku ingin sekolah disini, pilihanku sendiri. Dua hari setelah itu, dipondok kecil aku menangis tersedu sedan. Baru tamat Sekolah Dasar sudah berpisah dengan Orangtua, menyedihkan. Waktu itu Ibu menangis memelukku seakan tak melepasku pergi. Belajar baik-baik ya nak!, pesan singkat darinya. Air mataku tak terbendung lagi. Ayah merangkul istrinya pelan, menenangkan hati Ibu. Ayah tidak meneteskan air mata setitikpun. Benar Rasul berkata Ibumu tiga kali baru Ayahmu. Aku tidak bermaksud mengatakan Ayah tidak menyayangiku, bukan itu maksudku kawan. Ayahku laki-laki tangguh yang tidak mudah menangis. Dia sangat sayang padaku. Dia pernah bilang, Kau anak laki-laki satu-satunya, tak menutup kemungkinan ditanganmulah baik buruknya keluarga ini. Kau buah hati dan belahan jantungku. Meskipun aku diberi tanggung jawab besar, hatiku tetap berbunga-bunga mendengar pujian itu. Aku seharusnya tidak mengingat-ingat mereka, bisa mengganggu konsentrasiku belajar. Namun penyakit inilah yang paling sulit tuk dihindari. Bukan aku seorang yang merasakan, hampir seluruh siswa mengalami perasaan yang sama. Benar-benar kasih Ibu tidak pernah berakhir. Dia tidak bisa disebut,
46
tidak bisa ditulis dan tidak pernah dipandang mata. Kita cukup merasakan. Aku yakin selain Allah dan Rasulnya, Ibulah yang paling mencintaiku di dunia ini. Dia mencintaiku dengan hati yang tulus. Dan dia lebih mencintaiku dari pada nyawanya sekalipun. Dimuka bumi ini, mana ada yang mencintaiku seperti cinta yang ia miliki. Aku menangis sejadi-jadinya. Asnul ada apa denganmu?, tanya Salam ingin tahu. Aku sedih Kamu rindu kekampung? Ya benar Kau harus tegar, jangan sampai kerinduanmu itu mengubur cita-citamu. Berani hidup berarti berani menghadapi tantangan. Terima kasih kawan, hanya itu yang kuucapkan. Salam bukan keturunan berada, sama denganku. Ayahnya sudah meninggal waktu ia masih kecil. Sekarang ia tinggal bersama Ibunya yang sering sakit-sakitan. Dia sangat mengkhawatirkan kondisi Ibunya. Dia berasal dari desa Muara Bangko, Lembah Sorik Marapi, Mandailing Natal. Aku dan dia bisa bahasa mandailing. Botul artinya benar. Margabus ,dusta. Rintik gila, bahasa yang lucu. Karena dia aku bisa duduk dipesantren ini. Dia mengurus semua syarat pendaftaranku. Murid di pesantren ini lebih dari delapan ribu siswa, membuatku terkejut. Setelah beberapa hari disini aku banyak kenalan. Selain Salam ada lagi. Alber, Medan. Parasnya mirip bule, berbadan tinggi, Perut buncit. Anwar Aceh dia turunan orang kaya tapi baik hati. Marwan dari pasaman barat, Desa Baru. Badan kekar tapi pendek, kulit kenegroan, gigi terlihat kuning terlalu banyak makan pinang, dan jarang sikat gigi, jorok.
47
Rambut keriting takberaturan seperti yang ada diiklan konidin. Mungkin sudah satu bulan lebih dia tidak pernah menyisir rambutnya, dasar pemalas.
Dikelas kami diajar para guru- guru yang kebanyakan lepas dari pesantren ini. Serban terlilit dikepala, jashitam menutupi tubuh, sarung melekat dipinggang, begitulah penampilan guruku, indah sekali. Kami murid-murid disini wajib memakai sarung, dan tidak boleh berpacaran, dianggap aib besar. Bahkan kalau sampai ketahuan berduaan bisa dipecat. Abang-abangku yang nakal banyak yang tidak mengindahkan peraturan itu. Mereka tahu gadis-gadis asrama penjagaannya super ketat, tidak diisinkan keluar kecuali ada keperluan penting, namun mereka tetap berpacaran meskipun hanya dengan berkirim surat. Pesantren Musthafawiah berdiri tahun 1912 jauh sebelum Indonesia meraih kemerdekaan. Pendiri Pesantren Almarhum Syekh Musthafa Husein adalah seorang ulama terkemuka di Tapanuli Selatan yang hidup 1886-1955. Berjuta umat berdatangan menziarahi makam beliau. Sebelum dia mati dia meninggalkan jejak, seperti yang dikatakan orang bijak, Gajah mati
meniggalkan gading. Harimau mati meninggalkan belang. Manusia mati meninggalkan karya? seperti itulah kira-kira. Salam sangat kagum pada beliau. Dia sangat mudah mangagumi seseorang. Apalagi seorang ulama pewaris
Nabi. Dia juga punya cita-cita ingin mendirikan Pesantren dikampungnya, bagus. Dia sangat gigih tidak gampang menyerah. Dia berprinsip tidak akan pernah menomor duakan dirinya dalam hidup ini meskipun dia hidup paspasan. Aku teringat kampung kecilku. Disana belum ada Pesantren. Baru MDA kecil. Masyarakat disana suka adu mulut, tidak akur. Yang paling kasihan Pak
48
Naon, guruku. Aku dapat kabar dia dipecat dari MDA dengan alasan jarang masuk, padahal dia benar-benar sakit. Andai kata dia salah, dandani. Bukan dikeritik habis-habisan secara membabi buta, seperti yang terjadi bulan puasa kemarin, kasihan dia. Aku juga tidak tahu, kenapa di masyarakat kami selalu ada perang mulut, terbilang setiap hari. Suasana tak hidup lagi. Aku tahu dimasyarakat lain juga ada seperti itu. Tapi aku yakin tidak separah di kampung kecilku yang sangat berlebihan. Apakah karena kurangnya pendidikan disana? entahlah. Di kampung kecilku dapat dihitung dengan jari berapa orang yang ingin sekolah. Bukan karena faktor ekonomi yang tidak mengizinkan, hati merekalah yang tertutup. Bang Asran tetangga dekatku dipaksa terus oleh ayahnya kuliah di salah satu Universitas bergengsi di Medan, dia menolak mentah-mentah. Dia lebih memilih dibelikan motor Vixion daripada menjadi seorang mahasiswa, bodoh. Begitulah penyakit yang meracuni para remaja di kampung kecilku. Kalau remaja Indonesia selalu menyirpang dari fitrah sebenarnya tinggal menunggu, sepuluh tahun kedepan banyak di Indonesia kita ini bermunculan binatang berjalan, tidak punya norma. Aku masih beruntung, meskipun kami orang miskin aku tetap ingin sekolah, dan punya cita-cita tinggi. Kalau tidak aku terus dipermalukan ditengah- tengah masyarakat nanti. Aku yakin semangat dan mimipi- mimpi indah itu tidak banyak dimiliki orang kaya. Setahuku lebih banyak orang miskin yang sungguh-sungguh berhasil, dari pada orang kaya belajar iseng. Anwar juga punya cita-cita tak tangung-tanggung, president. Marwan ingin menjadi anggota DPR yang bisa menjadi figur bagi masyarakat. Bukan anggota DPR yang menghitamkan negeri. Siang ini kami berangkat sekolah. Anwar dan Marwan temanku sebangku dikelas, bertiga. Belanja mereka satu bulan dikirim dari kampung
49
tujuh ratus ribu lebih. Aku yang miskin ini tentu terkejut setelah tahu itu. Kami jauh berbeda dan tak pantas bersahabat, kadang-kadang fikiran seperti itu terlintas dibenakku. Cepat-cepat kutepis. Sair arab mengatakan, Indahnya suatu persahabatan tidak dipandang dari harta kekayaan, melainkan dari sebuah kejujuran dan kesetiaan. Apalagi mereka sangat peduli denganku, tidak sombong. Mereka memang kaya, tapi soal pelajaran sering minta bantuanku, dan tak jarang mereka mengajakku datang ke pondoknya. Setiap kali aku datang selalu dibelikan Sate. Terimakasih banyak kawan, kalau tidak aku belum pernah mencicipi sate keliling itu. Dikelas, aku, Marwan dan Anwar duduk dibangku depan, berhadap-hadapan dengan guru yang sedang mengajar. Tak jarang percikan air ludah guruku menerpa diwajahku. Sedangkan Alber dan Salam berada dikelas lain. Kali ini kami belajar matan jurumiyah, ilmu Nahwu. Bermula kalam itu dianya: Lapas, Murakkab, Mufid, Wadhok, Pak junaidi menjelaskan dan menyebut takrifnya satu persatu. Anwar dan Marwan merunduk-rundukkan kepala sok paham. Begitu Anwar ditanya, dia gelenggeleng kepala seperti dukun memulai aksinya, dia tak mengerti. membodohi diri sendiri. Marwan merasa beruntung tidak ditanya. Mungkin dia tidak bisa menjawab, memalukan. Kalau dilihat apasih kekurangan orang itu? Mereka berkecukupan. Masasih satu pertanyaan saja dari sang guru tidak bisa dijawab. Aku tahu orang yang bisa menjawab banyak pertanyaan bukanlah orang yang punya harta kekayaan, melainkan orang yang sungguh-sungguh dan punya mimpi. Aku bersyukur sekali Tuhan, Kau masih memberiku semangat tuk meraih mimpi-mimpi indah, yang jauh lebih berharga dari emas dan permata. Setiap hari aku selalu pergi kesekolah meskipun sakit sedikit, aku tidak peduli. Aku selalu ingat Ayah dan Ibuku dikampung. Mereka sudah lanjut usia,
50
mungkin taklama lagi mereka akan meninggalkan alam fana ini. Aku harus bisa menjadi anak yang shaleh buat mereka. Jika Ayah dan Ibu tiada, setiap hari aku wajib menengadahkan tangan kelangit minta keselamatan mereka didalam kubur nanti. Berharap kuburnya diberi cahaya terang dan dilapangkan, bukan mempersempit kuburnya.
51
Berkata I Love You Entah kenapa pagi ini Kami kelas A14 dipindahkan kelokal kandas, sangat jauh. Dari pondokku berjalan kurang lebih 30 menit. Awalnya kepalaku sering pusing karena cuaca begitu panas. Dua minggu setelah itu perasaanku biasa saja. Disini tidak semua masuk pagi, ada yang masuk sore. Dari kelas empat keatas semua masuk pagi. Sedangkan dari kelas satu sampai tiga, campur. Ada yang sore dan ada yang masuk pagi. Bila melewati asrama sering kulihat abang- abang kelasku atau dikenal dengan pokir-pokir purba menatap keatas melihat gadis- gadis asrama, memanggil menggunakan gerakan tangan dan mata berkedip sebelah. Seandainya dia punya sayap pasti terbang menuju asrama putri tempat bunga- bunga indah berdiam diri. Atau dikenal dengan sebutan fatayat. Sesampai disana dia mencari wanita yang apa bila dipandang dapat menyenangkan hatinya. Kemudian dia berkata, ilove you. Berharap cinta dibalas tidak bertepuk sebelah tangan, indahnya. Gadis- gadis asramapun punya perasaan yang sama. Sering menatap kebawah melihat pemuda yang gagah, dan begitu lucu-lucunya. Serban melilit kepala, jashitam menutup tubuh, kain sarung melekat dipinggang. Diantara gadis-gadis cantik itu banyak yang ingin melompat dari ketinggian melewati pondok- pondok kecil mencari laki-laki yang tega merobek- robek hatinya. Seandainya dia diciptakan jadi seekor merpati, pasti dia merenggangkan sayapnya hinggap diatas pundak orang yang mengganggu tidurnya setiap malam. Sungguh benar burung merpati tidak pernah ingkar janji. Begitulah fitrah manusia normal. Laki-laki senang pada perempuan, sebagaimana perempuan juga merasa senang dengan adanya lakilaki. Sekarang ini aku duduk dikelas belajar ilmu tauhid.
52
Tagrib wajib yang mungkin adanya. Mustahil, tidak mungkin adanya. Harus yang mungkin ada dan tiadanya. Guruku menjelasakaan penuh semangat. Hari itu kami belajar sebentar, baru pulang. Sesampai dipondokku yang goyang. Angin dan hujan deras menghantam. Jelas saja membuat pondok reotku bocor. kutempel dengan plastik-plastik kecil, aman. Air hujan itu merembes lagi membasahi pakaianku dan mengenai buku-buku yang tersusun rapi. Untung saja hujan itu tidak datang tengah malam. Bisa mati kedinginan aku di sini.
53
Terjadi Malam Ini Angin berhembus kencang. Ranting kayu patah berpisah dari pohonnya disambut rumput yang sedang bergoyang. Malam ini Pesantren Musthafawiah diguyur hujan deras. Pondok kecilku di tetesi air yang turun dari langit itu, memaksaku bangkit dari tempat tidur ditengah malam sepi. Terpaksa aku mendatangi pondok Anwar mengetuk pintu sopan. Anwar tolong buka pintunya!, dia membuka pintu menyuruh masuk. Aku tidak bisa tidur lagi. Mata terasa perih tak terpejamkan. Aku mangambil kertas menulis. Ibu... aku sangat merinduknmu . Aku ingin tau apakah kau baik-baik di sana? Air mataku menetes tak henti-hentinya mengenang kebaikkan-kebaikkanmu yang tidak bisa kubalas dengan cara apapun juga Ibu aku merindukanmu setiap waktu Kalau sedang menulis kupaksakan pikiranku fokus. Tak lari kesana kemari seperti dikejar setan. Azan subuh bergema. Kucukupkan menulis. Sengaja aku shalat di pondok Salam karena hujan masih turun deras. Anwar bangun kau nanti shubuhmu telat. Kubangunkan dia setelah kegelapan mulai berganti dengan cahaya.
54
Nanti saja Nul, guru kan ngak datang. Apa karena takut sama guru makanya kau shalat? Entahlah. Yang penting aku harus tidur lagi. Sana kau jangan ganggu aku. Akhirnya aku memilih diam saja. pukul 07.30 kami main bola kelapangan merah. Kebetulan hari ini kami libur, Selasa. Banyak pertanyaan bertubi-tubi datang, kenapa liburnya hari Selasa tidak jumat. Menurut guruku ada alasan yang tepat tercantum di daalm kitab, taalim mutaalim. Matahari panas terus membakar kulitku dilapangan merah. Aku taktahan lagi. Aku butuh istirahat, duduk bersandar didepan batu besar yang ada dipinggir lapangan. Jauh disana aku lihat ada orang berkelahi saling tendang menendang. Kami dekati mereka berkelahi seperti yang ada di tv, memakai jurus. Kau tau Nul, orang itu pasti sudah mempelajari ilmu silat, ucap
Anwar. Aku geleng-geleng kepala merasa takjub. Aku ingin seperti itu. Tak lama kemudian kami turun kebawah, suara azan memanggil kami. Pikiranku tetap mengingat-ngingat pemain silat hebat tadi. Dimana dipelajari ilmu macam itu, hatiku berbisik.
55
Tiga Lawan Satu Aku bara saja selesai shalat zuhur. Diluar aku mendengar suara orang memekik kesakitan seperti dipukuli. Hatiku cemas penasaran, apa yang terjadi? Tiga orang berkelahi seperti binatang. Tiga lawan satu. Jelas saja yang satu itu babak belur, baru mereka ikat dengan tali. Malingmalingmaling Sengaja diteriakkan agar orang tahu. Banyak sekali yang keluar dari pondoknya. Mereka ingin tahu siapa maling kurangajar itu. Jalan raya hari itu terlihat ramai diisi penuh para santri. Mobil kecil pun susah lewat. Terjadi macet seperti di kota- kota besar setiap hari. Setiap ada orang yang lewat mereka selalu bertanya apa yang terjadi. Tak satupun menjawab, merasa malu barang kali. Takut karena kejadian buruk itu nama baik pesantren musthafawiah bisa tercoreng. Undang- undang yang berlaku di pesanteren ini, kalau ada yang mencuri diberi sangsi cukup berat. Bukan dipukuli beramai- ramai, nyawa taruhannya. Seperti yang baru saja terjadi. Dan ini termasuk kesalahan besar. Patut diadukan kepada pihak yang berwajib. Tidak boleh main hakim sendiri. Aku sangat benci melihat orang menghukum berlebihan.Walaupun karena orang itu ketahuan mencuri. Aku yang miskin ini meskipun sering terlambat datang kiriman tak pernah terpikir untuk melakukan perbuatan haram itu, tindakan bodoh. Aku sama dengan temanku Alber. Kirimannya juga sering terlambat datang. Tapi takpernah terpikir olehnya melakukan pencurian. Perbutan yang terkutuk itu. Selain merugikan diri sendiri juga orang lain. Seperti yang baru dilakukan Indra Gusmardi yang terlihat alim ternyata seorang pencuri, penipu. Dia manusia bertopeng. sekarang dia dibawa kepenjara yang ada dipesantren ini menunggu ayahnya datang. Begitu ayahnya tiba, mukanya memerah melihat bekas
56
pukulan yang menempel diwajah anak kesayangannya yang masih merasakan sakit. Dia terlihat lemas sekali sulit tuk bicara. Ini tidak bisa dibiarkan pak. Sekarang juga semua orang yang memukuli anakku dipenjarakan dua tahun, Pak Middin bangkit dari tempat duduknya seperti mau berlari mengejar musuh- musuhnya, dia habisi sampai mati. Tiga hari kemudian kasus itu diselesaikan. Keputusan terakhir. Elpan dan Bisman, dua orang yang memukul kejam Indra wajib denda. Setelah hati pak Middin mulai dingin. Ia berpesan pada anaknya didekat mobil yang siap menunggunya pulang. Kamu jangan melakukan kejahatan lagi nak termasuk mencuri, Nasehat Pak Middin sambil dia memeluk anaknya itu dengan hati pilu.
57
Kalahkan kesungguhan saya Hari ini semua abang- abangku mengosongkan kelas, berkumpul diluar. Berbaris rapi seperti tentara mau perang. Ada apa ini? sepertinya ada masalah besar. Hari ini sengaja tidak belajar. Kami yang baru kelas satu juga disuruh berbaris mengikuti jejak mereka. Kenapa ini Nul? berkali- kali Anwar menyapaku. Mana aku tahu. Aku makin bingung setelah disuruh jalan tergesa- gesa seperti orang mengejar sesuatu. Setiba dilokal coklat, semua santri berkumpul. Disini lebih membingungkan. Suara takbir terus bergema seumpama orang jihad yang berhadapan dengan musuh-musuhnya. Disana ada wartawan menggunakan kameranya menjadikan berita hangat besok pagi. Pecat tikus-tikus kantor itu, Suara menyindir. Entah siapa yang mengucapkan kata kasar itu. Semua santri tak sedikitpun merasa takut. Mereka jadi harimau yang ingin menerkam mangsanya. Tapi menurutku disini ada perbuatan yang tidak manusiawi. Dinding kaca yang tidak bersalah apa- apa dilempari pecah. Yang lebih memilukan Dayat dari pasaman timur yang masih duduk dibangku kelas tujuh berani memfitnah gurunya sendiri, Pak Umar Bakri. Dia bilang cincin yang bermata besar yang ada ditangannya pemberian dari Pak Umar yang sudah dijampi beliau yang diakui salah seorang ulama di pesantren ini. Perjuangannya didukung betul oleh Pak Umar yang berhati lembut. Kebenaran terbuka lebar. Ternyata itu semua omong kosong yang dibuat-buat. Sampai-sampai Pak Umar guru Dalail kelas tujuh itu menangis sedih. Kalau di pondok pesantren saja ada murid berani mencoreng nama baik gurunya yang wajib dihormati, bagaimana kalau disekolah lain? Padahal kebanyakan dari anak pesantren tahu kalu durhaka pada guru mendapat tiga
58
bala. Salah satunya ilmunya akan hilang. Aku harap hal buruk ini tidak terulang lagi dibuat adik- adikku yang masih mondok disana. Kalau ada masalah yang membuat anda merasa dilukai hadapi dengan cara orang dewasa. Kalau tidak dipedulikan baru ambil tindakan bijak bagaimana lagi yang harus dilakukan. Aku kasihan melihat guruku karena tingkah muridnya dia terlihat seperti orang kebingungan. Padahal disini dia mendapat gaji sedikit. Seperempat gaji PNS pun tidak. Tapi guru- guruku takmau lari dari pesantren ini meninggalkan kami anak didiknya yang lebih banyak orang miskin. Yang mereka ajarkan itu ilmu yang tidak semua orang bisa memahaminya. Pak Mahmudin taraja, Sarqowi, Pak Darman, tafsir jalalen. Pak Yunan, Bulugal Maram. Dan banyak lagi guruguru lain. Muridnya saja lebih delapan ribu siswa, bayangkan berapa banyak guru yang mengajar. Sebelum aku lepas dari pesantren ini, aku sudah tahu begitu berartinya guru itu untuk kami. Tanpa mereka kami takkan bisa mengenal ilmu. Aku terus teringat pada semua guru- guruku yang ikhlas. Dan mereka itu lebih banyak orang miskin. Aku tidak tahu apa sebabnya mereka tetap bisa bertahan mengajar di pesantren Musthafawiah. Apakah karena terlalu cinta pada pesantren tua ini. Atau barang kali pesan al- marhum Syeh Musthafa Husein pendiri pondok pesantren ini. Bahkan yang lebih mengherankan meskipun mereka ingin dipecat, tetap berharap jangan sampai terjadi hal buruk itu. Mengapa sih mereka tidak bekerja diluar saja. Dan pekerjaan seperti itu lebih menjamin dari pada mengharap gaji perbulan dipesantren. Aku juga tidak mengerti. Sudahlah kembali lagi kecerita. Tiga orang yang mereka sebut tikustikus kantor itu langsung berhenti. Karena itulah abang-abangku khususnya yang kelas tujuh diam pekik tiada suara. Permintaan mereka terkabul. Setelah mati-matian memperjuangkannya. Satu hal lagi yang menurutku penting. Bapak Mahmudin Pasaribu ketua MUI Mandailing Natal Sumatera Utara sempat dituduh seorang propokator. Orang gelap mata melihat beliau waktu itu.
59
Ada sms masuk membuat beliau tersinggung. Dia dituduh mendukung ini semua. Aku masih ingat guruku yang baik hati itu langsung turun kelapangan luas berharap agar demo besar-besaran itu dihentikan. Dan apabila ada masalah diselesaikan dengan baik. Kapan lagi kita dewasa. Kami saja yang mendengar yang baru menaruh kepala dipesantren ini, yang lain tidak. Beliau juga sangat berarti bagi anak-anak santri. Dua minggu sebelum puasa kami sudah libur. Kebanyakan kami pulang tapi masih ada yang tingal disini bersama bapak Mahmudin Pasaribu mengaji kitab-kitab kuning. Bisa jadi karena keikhlasan beliaulah dalam mengajar sehingga dia menjadi orang yang pintar sangat ahli dalam ilmu Nahu dan menguasai ilmu Fiqih. begitu banyak murid-murid beliau menjadi orang besar. Aku juga yang masih kecil ini murid beliau sampai hari kiamat. Anak-anakku tercinta. Kalian lebih pintar dari saya. Cuma saya lebih sungguh-sungguh dari anda. Cara mengalahkan saya mudah. Kalahkan kesungguhan saya pasti anda bisa lebih hebat dari saya. Begitulah nasehat beliau pada kami murid-muridnya. Aku masih ingat itu, meskipun sudah lebih sepuluh tahun yang lalu.
60
Mengharumkan Nama Persatuan Tiga tahun aku dipesantren. Badanku bertambah tinggi, tubuh tetap kurus kerempeng. Kumis halus mulai tumbuh. Perasaan waktu yang sudah lama itu baru sekjab mata. Dikelas tiga aku berubah derastis, penyakitku kembuh lagi, menjadi anak nakal. Begitulah manusia bersipat relatif. Malam hari aku dengan teman- teman sering pergi kepasar malam bermain judi disana. Sekali- sekali meminum yang memabukkan, sedikit banyak tetap haram hukumnya. Kami juga melihat seorang wanita menari-nari memegang ular besar. Kalu sampai ketahuan sama abang- abang kelasku dipersatuan, dipukul keras, bisa mati aku. Kami ada kumpulan kecamatan ranah batahan bersatu dengan kecamatan sungai beremas. Semacam organisasi. Disini kami didik oleh abang kelas yang kejam. Banyak kawan- kawanku yang ketahuan merokok ditampar wajahnya sampai mengalirkan darah, keterlaluan. Aku masih ingat sifa, dia sangat kejam dan ditakuti. Salah sedikit dia main tampar membuat merah pipi, tak punya perasaan. Aku pernah alpa muzakaroh karena sakit. Dia langsung menanyakanku. Aku jawab jujur. Kalau saja dia menampar wajahku sekali saja. Malam itu juga pondok kecilnya habis kubakar, biar mampus. Aku benci dia. Jadi adik- adikku yang masih nyantri disana janganlah mendidik orang dibawahmu dengan kekejaman. Pasti suatusaat kau akan dibenci mereka seumur hidup. Percayalah kasih sayang yang baik itu timbul dari hati sanubari yang teramat dalam. Hanya dimiliki orang- orang yang penyayang. Bukan orang yang memperlakukan anak didiknya seperti binatang, dipukul keras. Dan bagi adik- adikku yang sering kena sasaran terutama kelas satu sampai kelas empat tak usah takut. Jangan lemah hatimu menghadapi kebenaran. Kalau kau dihukum secara tak wajar mengadu pada pihak yang berwajib, kau tidak usah takut. Kau pasti menang.
61
Tapi aku yakin tidak ada lagi yang begitu, tidak zaman. Waktu aku mondok disana banyak orang tua bergantian datang seperti mau menuntut, anaknya dipukul meninggalkan bekas. Waktu tamparan itu sering mengenai wajah teman- temanku yang melanggar undang- undang dipersatuan, sekalipun aku tak pernah dapat sarapan itu. Bekas tamparan siapapun tak pernah berbekas di wajahku. Bukan berarti aku tidak melanggar, sering. Andai saja kejahatanku bisa terungkap aku tidak saja dihukum dipersatuan. Bisa diusir dari pesantren tua ini dengan tidak hormat. Satupun dari abang-abang kelasku tidak ada yang tahu betapa busuknya aku. Melainkan teman- temanku yang sejalan denganku. Mereka sangat setia. Tidak mau berhianat mengungkapkan kejahatanku tujuan mencelakaiku. Meskipun mereka sudah diberi sarapan, maksudku dapat hukuman. Kalau mereka berani berbuat itu sekali saja akan kuhabisi mereka semua. Mungkin mereka takut padaku. Sampai saat ini namaku tetap harum diorganisasi KBM BRIS seperti orang tak bersalah. Sekotot-kotornya jiwaku Tuhan masih saja menutup aipku. Padahal aku tidak bisa lari darinya. Begitu penyayang Tuhanku dan begitu bodohnya diriku ini. Hatiku jelas- jelas tergores dengan tinta hitam, wajahku tidak. Aku memakai topeng yang bisa menipu abang- abang kelakasku dipersatuan. Kawan meskipun aku sangat nakal waktu itu. Prilaku bejat seperti binatang. Tapi soal membaca kebutuhanku setiap hari, sama dengan makan dan minum. Buku- buku banyakku beli. Dan ada dua judul buku kucuri di toko buku Annisa, pasar panyabungan. Soalnya waktu itu penjaga toko buku tidak memperhatikanku. Dia Cuma sendirian. Tidak seperti di Gramedia. Penjara bagiku kalau aku mencuri disana. Begitulah, pantangku ketoko buku kalau tak punya uang. Semua buku- buku yang tersusun rapi dipondokku hampir semua habis kubaca, setelah itu ku simpulkan. Baik novel, fiqih, dan buku sejarah.
62
Pernah juga aku tidak punya uang sepeserpun. Untuk beli gulai saja aku ngutang diwarung. Sedangkan majalah Sabili edisi baru tiga hari yang lalu sudah keluar. Membahas saudra- saudara kita yang ada dipalestina di habisi oleh tentara biadab israil. Semoga laknat Allah atas mereka. Aku harus cari akal meminjamkan uang pada teman. Meminjam uang sepuluh ribu pun disini susah. Aku tidak tahu pasti mereka benar- benar tidak punya uang atau karena pelit, penyakit yang ditakuti. Keputusan terahir karena tak tahan lagi aku jual beras demi majalah sabili. Tak lama lagi kami dari persatuan KBM BRIS, keluarga besar musthafawiah beremas indah sekitar, akan mengadakan tabliq akbar di panti, pasaman timur. Dari kelas empat keatas wajib hadir. Yang tidak ikut denda seratus ribu perorang. Menurutku ada hal yang tak wajar disini, aku yang masih kelas tiga diberi tugas, pidato dihadapan banyak orang ketika mengadakan tablik akbar nanti. Jujur aku merasa belum mampu. Lagi pula masih banyak abang- abangku yang kemampuannya jauh diatasku. Berkali- kali aku menolak. Tapi ketua persatuan induk tak mau mendengarku. Akhirnya aku tak bisa menolak lagi. Terpaksa aku harus mengikuti perintah bang Sam- sami ketua persatuan induk. Nul kau tenang saja, tidak usah takut. Yakinlah kau pasti bisa. Aku yakin setelah besar nanti kau jadi singa pedium, Dia memujiku berlebihan menepukkan tangannya diatas pundakku. Aku tak menyangka acaranya begitu ramai. Disana sini sudah terisi penuh. Ada orang yang duduk, berdiri, bahkan ada yang jongkok. Acara ini dihadiri langsung bapak bupati beserta wakil. Sebelum acara inti, ceramah agama yang akan disampaikan Drs. H Samsudin. Terlebih dulu aku disuruh maju kedepan. Malam yang mendebarkan itu aku berbicara tentang, kemuliaan ilmu. Membacakan sebuah hadist, dan
63
membahasnya. Siapa yang menginginkan dunia harus dengan ilmu, siapa yang menginginkan akhirat juga dengan ilmu, dan siapa yang menginginkan dunia dan akhirat juga didasari dengan ilmu. Orang yang berilmu itu lebih disayang dan terkenal daripada orang kaya. Di indoneia kita siapa yang tidak kenal bapak Bj Habibie. Tapi saya yakin banyak diantara kita tidak tau siapa sekarang orang terkaya di Indonesia kita? inti pembicaraanku. Pertama aku gerogi. Perasaan sebentar lagi jatuh. Apalagi karena sedikit aku bisa bahasa minang, bahasa sehari- hari di kampung ini. Meskipun begitu aku berani mencoba, terdengar lucu disambut tawa terkekeh- kekeh. Aku minta maaf karena aku bukan orang minang. Begitulah caraku menutupi rasa Malu. Yang penting malam ini aku tidak mengecewakan KBM Sumbar kiblatnya persatuan sumatera barat. Tidak juga memalukan abang-abang kelasku yang sudah setia berbulan-bulan melatihku. Bahkan aku bisa mengharumkan nama persatuan KBM BRIS yang berdiri lebih dari sepuluh tahun yang lalu.
64
Ditampar Setan Aku pikir baik- baik, hari ini juga harus pulang. Disinipun aku sering alpa. Aku manusia paling tidak berguna. Dua minggu berturut- turut tak pernah masuk kelas. Alpa berderet. lagian sih guruku percaya saja dengan alasanku yang tak benar, sakit. Abang-abang kelas mengasih saran sebelum aku benarbenar pergi. Jangan semudah itu mengambil keputusan Nul, menyesal kau nanti. Penyesalan datang selalu diakhir. kalau masalah alpamu yang banyak itu biar kami urus, mereka tidak ingin aku menempuh jalan sesat . Sampai saat ini teman-temanku tidak ada memberi nasehat sebarispun kecuali salam. Kalau kau belajar lebih giat pasti kau bisa menggantikan almarhum K.H. Zainuddin MZ. Yang sudah dikenal jutaan umat. Mendengar itu bergetar hatiku. Wajar saja karena Sesuai dengan cita- citaku. Semua bilang aku yang nakal ini punya satu kelebihan yang tidak dimiliki semua orang, tak mungkin. Aku merasa biasa-biasa saja terlalu berlebihan mereka padaku. Mereka memujiku seperti menelan air. Kelebihan yang diberikan Tuhan itu wajib kau sukuri. Tambah Salam. Bersyukur kau Nul!, Anwar menimpali. Biar dia berkata begitu aku tak peduli. pokoknya hari ini aku memilih jalan ku sendiri, pulang kampung. Tamat sudah riwayatku di pesantren. Belum beberapa hari dikampung aku disekolahkan ibuku yang sabar di MTS Silayang. Aku bisa kembali bertemu dengan teman dekatku Isnan. Awal kami bertemu, dia langsung memelukku. Sereasa dia begitu rindu padaku. Kalian sudah libur? tanyanya. Aku ceritakan semua kejadian yang dipesantren. kau bodoh Nul. dipesanternkan menyenangkan. Dia marah padaku. Kalau begitu kenapa kau tidak mau denganku ikut kesana?
65
Karena keadaanlah yang memaksaku disini. Mengertilah denganku. Kau kan tau bagaimana keadaanku. Kenapa sih tidak ada orang yang senang mendengar beritaku pindah dari pondok memilih sekolah MTS Silayang. Aku selalu disalahkan. Tapi syukur Pak Taslim yang sering mengirimkan uang untukku tak ada marah. Padahal aku sudah mengecewakannya. Lonceng berbunyi. Aku berlari cepat masuk kekelas meninggalkan Isnan dengan seorang wanita takku kenal. Isnan tetap bertahan dimuallimin, silaping. Sekolah agama terkenal disana. Kebetulan hari ini jumat, libur. Dia sengaja datang dengan wanita takku kenal yang punya motor itu karena ingin bertemu denganku. Ternyata bukan aku saja yang merindukannya. Kami punya perasaan yang sama. Benar- benar dia itu teman baikku. Sekarang aku sudah masuk kelas menunggu guru yang akan mengajar. Hari ini kami belajar mate- matika. Guru mate- matika kami seorang perempuan galak. Berkali- kali dia menerangakan didepan, menanyakanku apakah sudah mengerti? Belum buk, Jawabku datar. Buk Rina menjelaskan lagi. Aku yang bodoh belum mengerti juga. Soalnya kami dipesantren belajar umum seperti mate- matika diianggap tak penting. Menurutku inilah salah satu kekurangan pesantren musthafawiah yang seharusnya ditutupi. Apa lagi karena menuntut ilmu mate- matika itu penting, termasuk bagian dari ibadah. Aku lihat itu tercantum di dalam kitab sirussalikin. Imam gozali yang berkata, pengarang kitab Ihya Ulumuddin itu. Kalau kita tidak menguasai ilmu ini tentu saja membuat kita buta. Dibodoh- bodohin orang jahat. Jangan percaya orang yang mengatakan ilmu umum itu tak penting. Ini pendapat keliru, perlu diluruskan.
66
Pukul 12:30 kami semua sudah keluar dari kelas, shalat bersama di musalla Arrahman yang masih direnopasi. Setelah itu diabsen guru masingmasing baru boleh pulang. Sore hari aku, Isnan dan teman- teman lain
berkumpul dilapangan yang ada di kampungnya mengadakan latihan fisik. Wasidnya sengaja diundang dari simpang empat yang sudah terkenal didaerah pasaman barat. Dia dibayar mahal. Hampir semua uangkas habis untuk membayarnya. Dua bulan penuh kami tetap bersama wasid yang pemarah itu. Selama ini kami belum diizinkan menyentuh bola. Pelatih kami bilang latihan fisik itu lima puluh persen dari main bola. Kalau kuat latihan fisik berarti lima puluh persen dijamin dia bisa main bola. padahal aku lihat dia juga tidak bisa main bola separuh pun, meskipun dia hebat fisik. Kami disuruh mengelilingi lapangan tujuh kali tiada henti. Ada teman-temanku yang muntah terpaksa. Ada perutnya sakit tak mampu berdiri, dia hanya tertelungkup menarik nafas. Yang lebih parah lagi Isnan sampai pingsan. Dia dibawa kepinggir lapangan dikasih obat, sadar. Aku juga merasa capek tapi tidak sampai pingsan. Kakiku terasa berat, perutku mual, aku memandang dunia ini gelap gulita. Seandainya aku disuruh mengelilingi setengah lapangan, lebih baik aku berhenti saja jadi pemain bola. Azan maghrib bergema. Suara semprit wasid itu masih memecahkan telinga. wasit itu tidak menghiraukan suara azan. Apa karna shalatnya sering tinggal? Malam hari aku memetik gitar yang dibelikan ibu ku dua minggu yang lalu. Padahal ibu ku benci apa bila melihatku terlalu sering memainkan benda itu. Aku juga suka bermain music ditemani Isnan yang benar-benar ahlinya. Kau tidak usah memetik itu lagi Nul! bukan dunia mu. Cocoknya kau jadi ustazd saja. Kali ini aku tidak bisa memalingkan muka lagi. Hatiku berdebar67
debar. Bagaimana tidak, sudah berapa orang berkata begitu padaku. Mungkinkah aku bisa menjadi seorang ustazd sedangkan hatiku sering ditampar setan?
68
Panggilan Orang Tua Lebih kurang enam bulan aku duduk di MTS Silayang. Hari ini aku panggilan orang tua, sering cabut. Bukan saja dipesantren aku yang nakal disini tambah parah. Kenakalanku itu seperti penyakit menular yang sudah menyebar diseluruh tubuh. Sering aku tidak masuk kelas nongkrong saja diwarung. Sesekali meminum yang memabukan itu lagi. Membuat nafasku bau. Pernah juga aku masuk kelas setelah istirahat. Siapa yang baru masuk sekarang silahkan kedepan berdiri satu kaki sampai pulang, Bu Rina ingin menghukumku setelah mencium kebusukanku. Semua teman-teman mengarahkan pandangan melihat kearahku. Kau lah orang itu Asnul. Mungkin begitulah kata hati mereka. Bagiku ini masalah biasa. Aku tetap duduk dibangkuku seperti teman-teman lain berusaha menyembunyikan kesalahan. Berpura-pura berlagak orang baik. Tidak berhasil. Asnul berdiri kau disini! Bu Rina memberi hukuman. Aku bangkit dari tempat duduk bersama tas ransel bawaanku, berlari pulang. Dua minggu lebih aku tak datang lagi, alpaku berbaris-baris. Wajar saja setelah itu aku dipanggil kekantor sendirian dikasih surat menumpuk. Aku panggilan orang tua untuk kesekian kalinya. Surat-surat yang ada ditanganku sekarang harus dikasih kepada orang tua teman-temanku. Mereka jarang datang kursus. Aku tidak menuduh mereka lebih nakal dariku. Kesalahan mereka itu kecil dibandingkan dengan keburukan yang selama ini telah aku perbuat. Teman-temanku itu baru pertama kali panggilan orang tua padahal sudah tiga tahun disini. Sedangkan aku yang baru terhitung beberapa bulan sudah tiga kali ibuku datang kemari karena kenakalanku.
69
besar yang ada disekeliing rumahku. Kepalaku pusing melihat surat-surat menumpuk diatas meja. Lebih baik di buang semua selesai urusan, pikirku. Aku juga tidak mengerti, jelas-jalas aku nakal masih saja dipercayai kepala sekolah untuk mengantar surat buat orang tua teman- temanku yang nakalnya sedikit. Aku diberi amanah. Kalau saja hal sekecil ini aku tidak mampu melakukannya bagai mana nanti kalau aku jadi pemimpin, sudah diberi amanat oleh rakyat, khianat. di yakini pintar, tidak benar. Nasib negara akan terombang ambing seperti kapal berlayar tanpa arah. Otakku terus berputar. Keputusan terakhir surat-surat yang membuatku panik kukasih pada orang tua temantemanku. Dan satu surat sengaja kubakar, abunyapun takkubiarkan tersisa. karena surat yang satu itu khusus tertuju pada orang tuaku sendiri. Biar saja ibuku ngak datang, tak penting. Tiga hari berlalu semua orang tua teman-temanku datang, ibuku sendiri yang belum. Kalau ayahku jangan harap dia tidak akan mau. Aku dipanggil lagi disuruh menghadap kepala sekolah. dibawanya aku keluar. disuruh duduk dibawah jendela kaca. Rambutku yang panjang habis diacak-acak dengan gunting. Pergi kau, dan ingat sebelum ibu mu datang kau tidak boleh masuk kelas. Aku dilihatin teman-temanku dari kelas. Aku tetap terlihat santai. Bagiku ini bukan hukuman berat dan memalukan. Dipesantren dulu aku sering dihukum lebih parah dari ini. Kalau begini caraku sekolah bisa jadi tidak lulus nanti. Padahal taklama lagi kami akan berhadapan dengan ujian. Disana tidak ada seorangpun yang bisa menolongku.
70
Tiga hari kemudian, senin. Semua MTS Silayang bergabung dengan aliyah melaksanakan upacara. Aku sengaja tidak ikut, karena yakin diusir dihadapan banyak orang. Setelah upacara selesai. Ada teman sekelasku berlari mengejarku. Nul ibumu datang, sekarang ada dikantor. aku kaget sekali, dadaku sesak. Kenapa bisa begitu. Surat itu kan sudahku robek-robek halus, kubakar bahkan abunya pun takku biarkan tersisa, kubuang jauh-jauh. Waktu itu juga aku terpaksa hadir dikantor. Disekelilingku banyak guru-guru memperhatikan gerak-gerikku, membuatku jadi malu. Semua mengenalku karena kenakalanku. Seorang guru yang pernah menamparku bangkit dari tempat duduknya
menasehati. Aku memandang kesudut melihat ibuku yang penuh kesabaran diam membisu. Sudah berapa kali aku berbuat dosa pada ibuku yang menaruh kepercayaannya penuh terhadaku. Hari ini aku menyesal sekali. Sampai-
sampai diruangan yang panas ini aku pingsan tak sadarkan diri, lama sekali. Ketika aku jatuh ibulah yang duluan datang menyambutku, bukan kepala sekolah itu. Waktu terus berputar. pelan-pelan penyesalan terus merasuk kejiwa. Sudah berapa kali aku menyayat-nyayat hati ibuku yang sudah lanjut usia. Mestinya aku sadar diri. Sebagian dari kenakalanku sering tidur dirumah teman, pulang jam sepuluh pagi. Tadi malam aku teler lagi. Tentang shalat shubuh, sering tinggal. Aku jauh berubah. Sekarang seperti orang tak ber Tuhan. Melihat itu ibuku diam saja. Satu kata pun tidak mau menasehatiku lagi, menyerah. Ayahku pun terlihat diam saja. mungkin dia tak peduli lagi denganku. Baginya kalau aku mau sekolah kemana saja, asalkan dia mampu, diberi keizinan. Tapi kalau sudah begini cerita lebih baik mundur membantunya kesawah tiap hari. Aku lihat semua kasih sayang orang tuaku
71
hilang. Putus sudah harapan mereka kepadaku anak laki satu-satunya yang seharusnya bisa mengharumkan nama keluarga. Ditambah lagi sepucuk surat yang datang dari purba menambah berat kepala. Isinya menerangkan utangutangku yang sudah lama menumpuk, sekarang juga wajib dibayar. Kedua suami istri itu membayar tanpa perhitungan. Begitu durhakanya aku. Seharusnya aku yang dari pesantren bisa mengamalkan ilmu yang sedikit, mengharumkan nama keluarga. Dan bisa menjadi angin segar bagi masyarakat disekitarku. Tapi aku ini biang kerok. Dia ada orang susah. Dia pergi orang bahagia. Bukan manusia yang bisa menumbuhkan cinta antara sesama. Dia ada orang bahagia, dia pergi orang cari, bersedih duka hati. Seperti yang pernah dikatakan almarhum K.H. Zainuddin. M.Z. Dai berjuta umat. Aku sangat mengagumi sosok beliau.
72
Semoga Saja mereka Bisa Mengamalkannya Aku merasa kehadiranku di dunia ini seperti mala petaka, menyusahkan. Dulu semasa mondok di pesantren orang di desaku begitu menghormati keluargaku. Dan sayang pada diriku. Kalau aku pulang dari sana, bakda makrib aku disuruh pidato diatas mimbar. Sekarang tidak lagi. Aku ini dianggap sampah, bahkan lebih dari itu. Menurutku wajar saja. Aku sendiri yang mencoreng kebaikan namaku. Lebih enam bulan aku disini sekalipun tak pernah disuruh pidato. Aku berjanji mulai detik ini akan merubah sifat burukku, menyesal sungnguh menyesal. Aku minta ampun kepada Tuhan pencipta, dan meminta maaf kepada ibu dan bapa atas semua dosa besarku. Aku mencium kedua tangannya bergantian dengan airmata meleleh. Ibu juga menangis, mengelus-elus rambutku seperti aku masih kecil dulu. Sedangkan ayahku yang masih sakit memaksakan diri bangkit dari tempat tidurnya yang berantakan. Dia memelukku kuat sekali, memegang ubun-ubunku, menangis sejadi-jadinya. Seumur hidupku baru kali ini aku melihat ayah menangis sesenggukan seperti itu, kasihan. Aku anak laki satu-satunya. Ayahku sangat berharap setelah dia tidak tinggal dialam dunia ini lagi. Aku wajib mendoakan suami istri yang sabar itu setiap waktu. Dua jam kemudian aku bergegas pergi ke silaping. Hari ini tanda lulus kami keluar. Menurut kabar angin satu orang kami tak lulus. Putus sudah harapanku. Aku yakin akulah orang itu. Aku sekolah disini seperti orang numpang saja, paling-paling enam bulan. Dan anehnya aku tidak begitu tertarik pada pelajaran umum yang paling penting disini, termasuk mate-matika. Semasa SD aku menyukai pelajaran yang membut kepalaku pecah ini karena Ceci butuh bantuanku waktu itu. Sekali-sekali aku menemui gadis itu juga. Sampai sekarang Ceci tidak pernah lepas dari ingatanku.
73
Ibu dan ayahku setelah mendengar berita yang menyayat hatiku, tentanng satu orang tak lulus. Mereka yakin seratus persen akulah orang itu. Tapi suami istri yang sabar itu tak ada berkecil hati. Bagi mereka kalau aku sekolah kepesantren lagi, itu jauh lebih berharga dari pada aku mendapatkan ijazah sarjana sekalipun. Sesampai di silaping, dekat pintu Bu Mawar kepala tsanawiah kami, aku mengucap salam tiga kali, baru didengar. Dia datang dari dapur tergesa-gesa. Dia lagi masak tumbuk ubi. Setelah dia buka pintu, mempersilahkanku duduk dengan sopan, baru dia cerita. Kau beruntung Nul, lulus, tak semudah itu aku percaya. Kasihlah hadiah ke Ibuk tanda terima kasihmu. Jantungku yang berdetak kencang kini tenang kembali. Aku sujud syukur. Kata temanku satu orang kami tidak lulus, apa itu benar Bu? Ya, benar. tapi itu bukan kau Terus siapa lagi? tanyaku ingin tau. Ah....kau ini. Itu bukan urusanmu. Yang penting kau lulus. Dan jangan lupa kasih hadiahnya sama ibu sebagai tanda sukurmu, canda Bu Mawar. Lega sudah hatiku. Aku pergi dengan hati senang. Dijalan aku tersenyum bangga. Dua hari setelah itu aku memberi Bu Mawar setandan pisang, jeruk manis dan beberapa potong singkong, hanya itu yang ada. Aku wajib bersyukur pada pencipta yang memeberiku jalan agar bisa melanjutkan ke aliah nanti. Ibu dan bapakpun turut senang.
74
Semingngu kemudian kakiku berpijak lagi di pesantren musthafwiah. Aku langsung menduduki bangku kelas empat setelah dites membaca kitab kawakib dan menerjamahkan kedalam bahasa indonesia. Kitab ini khusus membahas ilmu Nahwu pelajaran paling pokok di pesantren ini. Kalau di SMA dia itu ibarat mate-matika atau Bahasa ingris barang kali. Setelah dites, lulus. Wajar saja aku lulus. Aku kan berhenti mendekat ujian akhir kelas tiga. Jadi babul istigol yang baru aku baca tadi memang sudah aku pelajari. Sekarang ini aku duduk di pondok kecil lagi. Perasaanku tak ada yang aneh, sama saja. Aku merasa musthafawiah ini kampung halamanku sendiri. Di pondok kecil ini aku bercerita pengalaman pahitku di kampung dengan teman-temanku, Anwar, Marwan, Alber, Salam dan satu lagi Wildan, teman baru kami 19 tahun, kalas lima. Dia pindahan dari pesantren Al- amin. Dia kelihatan sangat tampan, kulit sawo mateng, rambut hitam berminyak, mata sipit seperti cina, begItulah rupanya. Bila dia tersenyum sedikit saja terlihat jelas lesung pipinya, menarik. Dia sering gonta-ganti pacar, pleboy. Pikirannya selalu dihantui makhluk yang bernama perempuan. Kalau ada pemilihan pacar terbanyak dipesantren ini, dia jadi pemenang. Setelah duaminggu aku disini. Suatu hari Wildan meracuni kami. Kawan, kalian harus punya pacar. Empat tahun di pesantren belum laku juga.Terutama kamu Alber tidak boleh takut sama perempuan, mereka itu kaum lemah mudah diperdaya, Wildan mengejek teman sendiri seolah memuji diri. Apa sih untungnya pacaran? tanya Alber penasaran. Kau bodoh dasar kampungan. Memang sih cinta racun bagi pelajar, akan tetapi mahkota bagi kehidupan, jawab Wildan membela pendapat. Kata-kata yang tidak mendidik itu pun langsung diaminkan Alber. Ajakan itu bersinggungan menurut pendapat Salam.Wildan salah mendefinisikan cinta. Cinta akan lahir setelah kita
75
menikah bukan semasa kita pacaran, tutur Salam yang membuat mulut kami tak berkutik lagi. Tapi nasehat indah itu masih Wildan abaikan, masuk telinga kiri keluar dari telinga yang satu lagi. Keesokan harinya kebetulan kami libur. Sore hari Wildan mengajak kami ke Padang Sidimpuan, kira-kira dua jam perjalanan naik Mobil Aek Mais. Dia akan memperkenalkan kami dengan Rina pacarnya dan teman perempuan itu. Sekarang kalian siap-siap sebentar lagi kita berangkat, Wildan memperlakukan kami seperti anak kecil. Salam kamu tidak ikut? Tidak usah Wil. Kenapa..? Hmm..besok kami tes hapalan surah sajadah ,mumpung ada kesempatan saya gunakan buat belajar. Nggak usah sok alim kamu. Biar saja dari pada kamu sok jahat. Ah.. sudahlah, kalau mau ikut cepat lepas lobemu dan ganti bajumu, sedikit memaksa. Ini soal perempuan, laki-laki manapun yang punya nafsu, tidak impoten pasti suka sama perempuan. Dialah yang akan menjadi pendamping hidup dalam suka maupun duka. Nabi Adam sendiri butuh Siti Hawa. Wildan takmampu menggoyahkan hati Salam. Aku dan Anwar tetap bertahan disini mengikut pendapat salam, tidak jadi ikut. Akhirnya mereka pergi bertiga. Marwan memakai kemeja putih,celana hijau dan mengoleskan
76
minyak wangi merata. Dia tidak ingin gadis itu nanti mencium bau tubuhnya yang tak sedap. Kepala botaknya ditutup dengan Topi hitam, dia baru saja melanggar undang-undang di persatuan. Karena itu dia dibotak halus seperti yang ada di film Tuyul Dan Bakyul, memalukan. Salam yang melihat tertawa geli sambil tersenyum. Wildan itukan orang bodoh sering dapat hukuman di Sekolah. Dia tidak bisa memberi contoh, apa lagi dijadikan contoh. Mau saja orang-orang ini percaya, kata hati kecil Salam. Alber memakai Jas keriditnya yang biasa dia pakai kemanapun pergi. Celana agak longgar sedikit, sepatu tanpa tali, lucu sekali. Aku rasa orang yang melihatnya akan menyangka dia itu seorang pengamen, kasihan.. Wildan kelihatan sangat berbeda. Dia tidak seperti Santri lagi. Memakai celana pendek yang diharamkan disekolah ini. Baju ketat. Kalung sebesar kalung sapi di kampungku melilit lehernya. Anting menghiasi telinga, gelang tersusun rapi di tangan. Rantai celananya yang besar menunjukkan rasa takut dompetnya yang berisi kertas belipat-lipat itu dicuri. Dia terjebak dengan penampilan remaja sekarang. Aku kira dia tak jauh beda dengan binatang yang bisa melompat jauh itu, monyet. Dia ingin merubah gaya hidup seperti perempuan, seolah-olah dia kesal dengan dirinya kenapa dia diciptakan menjadi seorang laki-laki, tidak bersyukur. Perempuan juga ada yang begitu.
Contohnya Ceci. Aku harap secepatnya juga dia berubah. Aku mencintanya. Beberapa hari ini aku tidak tahu bagaimana sekarang kabar sicantik itu. Aku ingin bertemu dengannya. Karena itulah aku tidak ingin dia mengikuti zaman yang makin lama makin kacau ini. Aku takut iman yang ia miliki tinggal bekas.
77
Wildan dan dua orang temannya tiba dikota Padang Sidimpuan 18:30. Ditepian jalan becak berderet-deret menunggu sewa diharap datang. Para
pedagang bersahut-sahutan mempromosikan dagangan masing-masing, seperti iklan yang ada di tv. Wajar saja kalau pedagang dengan pedagang sering bersinggungan karena satu propesi. Di sudut jalan bermesraan. Gimana kabar kamu sayang, ujar Wildan pada kekasih hatinya.Baik bang, sahut wanita itu yang mengaku Rina. Marwan melihat Wildan mencium kening wanita itu pelan, bukti dari cinta. Tidak masuk akal, perempuan itukan belum halal baginya. Akal sehat marwan menolak. Rina datang dengan tiga orang teman, Wiwit, Nora, dan Endang. Marwan dan Alber baru berkenalan dengan tiga wanita itu. Awalnya mereka sangka akan dipertemukan dengan wanita baik-baik. Memakai jilbab seperti gadis asrama putri. Ternyata dugaan mereka salah tidak seperti yang dibayangkan. Ketiga wanita itu berpakaian super ketat yang tidak layak dipakai wanita Muslim. Mereka yang laki-laki saja jadi malu apabila melihatnya. Tapi ketiga wanita itu terlihat santai, mungkin merekabiasa berpakaian ketat seperti itu. Hampir sama dengan orang telanjang. Untung saja kedua lakilaki normal itu tidak terperdaya dengan tubuh yang montok yang ada didepan mereka. Pertolongan Tuhan datang. Ketiga wanita itu memang terlihat cantik, bermuka malaikat, tapi berhati iblis dan tidak tau malu. Padahal malu itu adalah senjata bagi wanita.Bila wanita tidak punya rasa malu maka ia akan dipandang sebelah mata oleh pria, Islam KTP. Menurutku sebaiknya nama mereka diganti. Wiwit menjadi cubit biar dicubit terus oleh ayahnya selama ia masih memakai Celana Barat itu. Dan Nora diganti menjadi Norak agar dia merasa malu begitu dipanggil Namanya, dan dia mau merubah dandanannya.
78
Endang rubah jadi gendang, begitu dipanggil dia merasa terpukul dan akhirnya dia mau merubah penampilannya. Marwan dan Alber tidak mau berlama-lama disitu. Secepatnya juga harus pulang, takut ketahuan sama pihak sekolah, bisa dipecat, dan diberi sanksi berat. Lagi pula kedua teman baikku itu tidak mau karena bujuk rayu seorang wanita cita-citanya kandas ditengah jalan. Bodoh sekali apabila mereka terkena virus cinta, membuat harapan sirna. Wildan mereka tinggal bersama pacarnya dengan tiga orang perempuan tadi. Marwan dan Alber tiba di Purba pukul 21:30. Mereka mengetok pintu pelan setelah melihat Salam tertidur pulas dipondok. Kalian sudah pulang, Wildan mana? sapa Salam, sambil ia bangkit dari tempat tidur, mengucek-ucek mata. Biar saja dia tidak ikut, mudah-mudahan dia ketahuan sama pihak sekolah, biar mampus, harap Alber. Kalian ini kenapa marah-marah begitu? Tahu nggak Lam, Wildan bodoh itu memperkenalkan kami dengan wanita iblis, dan menyuruh kami berpacaran. Kalau saja wanita itu dipilih jadi
pacarku lebih baik aku jadi jomblo. Apa lagi kalau wanita seperti itu jadi istriku. Kalau aku dengan wanita itu jadi pasudri dengan waktu cepat rumah tangga retak. Suami mana yang betah melihat istrinya seperti itu , Nauzubillah, Marwan menjelaskan penuh sesal. Sebenarnya kalian yang salah, sambung Salam ceblas-ceblos. Mendengar itu Alber berubah wajah. Mudah sekali dia menyalahkan kami, gumamnya didalam hati.
79
Kenapa kami yang disalahkan Lam? Kaliankan tahu, Wildan mengajak bertemu dengan wanita. Kalau saja wanita baik-baik dia tidak mau datang bertemu kalian. Laki- laki tak di kenal. Kalau begitu wajar saja yang datang bukan wanita berjilbab melainkan setan telanjang. Lagi pula berpacaran itu tidak baik, bisa mengubur cita-citamu. Lain kalau sudah ada hajat ingin menikah, ya cari calon Istri saja. Dan aku yakin laki-laki manapun di dunia ini ingin mendapatkan wanita yang baik. Orang jahat bukan berarti tidak cinta kepada orang baik, bahkan orang yang baik sekali pun mencari pendamping hidup yang jauh lebih baik dari dirinya. Mustahil kita dicintai Wanita Shalehah sedangkan kita laki-laki pezina. Jika kamu ingin mendapatkan Wanita Shalehah, sarat pertama kau harus bisa menjadi laki-laki alim, tambah Salam sekedar memberi tahu. Marwan dan Alber sempat terkesima mendengar siraman rohani yang berhikmah itu. Semoga saja mereka bisa mengamalkannya.
80
Agen Mait Suasana begitu sejuk. Angin berhembus dari gunung sorikmarapi
mengeluarkan napasnya. Kami menikmati angin yang membuat baju putih yang kami pakai sekarang turut menari-nari. Seandainya keringat membanjir deras disekujur tubuh kami, dia akan hilang dengan hembusan angin yang menyegarkan. Sebentar lagi cahaya mata hari naik seujung tombak mengusir suasana sejuk ini. Tapi dia memberi cahaya yang terang benderang, meskipun panas. Bisa dipergunakan manusia. Dan seluruh makhlik hidup di dunia ini butuh itu. Hari ini aku sengaja tidak mandi pergi sekolah, kurang enak badan. Tubuhku begitu takut bersentuhan dengan air. Sesampai dikelas aku meletakkan lima buah kitab kuning diatas meja, pelajaran kami hari ini. Sepuluh menit kemudian bel berbunyi lama sekali. Kami langsung mengerti apa maksudnya, menyuruh berkumpul. Ada beberapa hal yang penting untuk disampaikan. Setiap ada acara seperti ini teman-temanku banyak yang memilih berdiri dibagian belakang. Kalau berdiri disana tak kena cahaya matahari panas, dilindungi beberapa batang pohon yang tumbuh didekat kelas. Bahkan sesekali kalau gurunya tidak nampak dia bisa duduk dengan santai diatas batu-batu besar yang tersusun rapi. Kamilah murid-murid disini yang mengambil batubatu besar itu. Bila ada murid yang terlambat sebagai hukumannya, dia disuruh menghapal beberapa bait sair dari kitab yang kami pelajajari. Dan hukuman yang kedua, dia disuruh mengambil dua buah batu sebesar kepala orang dewasa. Mungkin banyak dari teman-temanku yang kurang ikhlas mengambil batu besar itu. Sering aku lihat setelah batu itu diangkat satu persatu, dia melemparkannya sembarangan. Ada yang sengaja membuangnya agak jauh dari tempat yang sudak disediakan. Setelah dia membuangnya terlihat diwajahnya kekesalan, seolah dia menyesal setelah membawa dua buah batu
81
besar itu. Padahal kegunanannya untuk pembangunan pesantren. Jadi tidak ada keluar lagi biaya sepeserpun untuk mengumpulakan batu-batu besar itu. Aku juga sudah tiga kali terlambat. Aku disuruh menghapal beberapa bait sair dari salah satu kitab yang kami pelajari dikasih waktu satu mingngu. Dan tentu saja disuruh juga mengambil batu seukuran kepala orang dewasa. Berarti kalau sudah tiga kali aku terlambat, batu yang kubawa dari air singolot yang rasanya pahit itu sudah terkumpul enam buah batu ukuran kepala orang dewasa. Hukuman yang diberikan pada kami belum ada apa-apanya dibandingkan dengan abang abang kami yang sudah menduduki bangku kelas tujuh. Mereka yang laki-laki kalau datang kesekolah tidak tepat waktu, selain diberikan hukuman yang dua tadi. Mereka disuruh berdiri satu jam lebih didekat tiang yang diatasnya ada lokal patayat yang cantik-cantik. Andai saja Tuhan memberiku keizinan, untuk duduk dikelas paling tinggi itu nanti. Tiba-tiba Suatu hari aku terlambat. Padahal hatiku sudah berbunga-bunga pada seorang gadis asrama putri yang cantik. Kebetulan kelasnya bersebelahan dengan tiang tempat aku berdiri. Lalu dia menertawaiku dengan hina. Mungkin aku tidak jatuh cinta lagi padanya. Dan aku rasa wanita itupun tidak lagi mau mengganggap diriku adalah jantung hatinya. Ah, aku tidak boleh semudah itu membenci seseorang, pengecut. Aku harus bisa seperti nasehat seorang anak muda dulu pada temannya yang lagi kasmaran pada seorang gadis. Sebut sajalah nama anak muda itu Andri Kardono. Saat itu tumbuh dihatinya bunga indah. Warnanya membuat mata tidak bisa bergerak, baunya harum semerbak. Dia seorang anak muda yang sulit jatuh cinta. Saat ini cinta itu pelan-pelan mulai tumbuh berkembang dihatinya pada seorang gadis bernama Revi Ridani. Dengan langkah yang gontai, jantung yang bergetar, dan sedikit merasa malumalu, dia tetap memaksakan diri agar dekat dengan gadis yang wajahnya sedikit ditumbuhi jerawat kecil-kecil. Tapi bukan membuat gadis itu terlihat
82
jelek. Malahan tambah cantik. Seolah jarawat yang berwarna merah itu menjadi penarik untuk memaksa Andri merenggangkan sayap yang dia pakai. Kemudian sayap itu dijadikan selimut melindungi tubuh revi waktu kedinginan. Seminggu kemudian perasaan yang berkecamuk itu ada yang menamparnya kejam dari belakang untuk disingkirkan. Itu terjadi setelah Andri tau ternyata Revi Ridani gadis yang dia cintai itu dengan sepenuh jiwa bukan gadis baik seperti yang diinginkannya. Dia mengadu pada teman dekatnya Suryadi yang selalu siap membantunya dalam masalah apapun juga yang dihadapi Andri yang berambut ikal. Lebih dua puluh menit Andri bercerita panjang lebar tentang masalahnya. Suryady menjadi pendengar yang baik. Sebenarnya masalah Suryady juga ada yang seharusnya perlu dia ungkapkan pada Andri untuk diselesaikan bersama bagai mana jalan keluarnya. Dia sengaja tidak mengungkapkannya karena dia tahu Andri juga dalam masalah. Mulutnya sengaja ditutup rapat begitu saja. Dia yakin kapan-kapan masalahnya itu pasti bisa diungkapkan meskipun waktunya bukan sekarang. Dia mmengerti bagaimana cara mempengaruhi lawan bicara agar lawan bicara itu menjadi pendengar yang baik. Salah satu caranya ajak lawan bicaramu itu berdiskusi tentang dirinya, atau masalah yang sedang dia hadapi. Setelah itu selesai kanlah apa masalah anda. Diapun akan mendengarkan kata-kata yang keluar dari mulut anda. Dia juga bisa menjadi pendengar setia untuk anda. Suryady tahu itu karena dia sudah berkali-kali membaca buku, Bagaimana mencari kawan dan mempengaruhi orang lain, ditulis oleh, Dale Carnegie. Dan sudah terjual lebih dari 15 juta eksemplar. Karena itulah Suryady bisa memberi nasehat yang baik dengan kata-kata lembut. Awalnya memilih tidak lagi mencintai gadis itu. Suryady bertanya kenapa Andri
83
Karena setelah saya lama bergaul dengan dia sedikit banyak saya sudah tahu sipa dia sebenarnya. Dia adalah seorang gadis yang memiliki wajah indah, penampilan menarik, tapi tidak semua penampilan itu mencerminkan keaslian. Aku tahu dia adalah gadis yang suka keluar malam, suka jajan tak memikirkan orang tuanya capek-capek bekerja untuknya, gadis yang tidak tahu berterima kasih. Dan satu lagi yang membuat diriku tidak menyukainya meskipun dia sudah jatuh hati padaku. Dia sering bangun jam Sembilan pagi seenaknya meninggalkan shalat subuh. Andri mengutarakan itu semua seperti orang marah. Suryady menanggapi dengan cermat. Kau adalah seorang laki-laki yang tidak mudah memberi hati pada seorang gadis. Dan sekarang setelah kau bercerita panjang lebar. Aku sudah tahu hatimu yang seperti tembok kokoh itu pernah dirobohkan seorang gadis. Tentu kaupun merasa bahagia, apa lagi gadis itu punya perasaan yang sama denganmu. Cuma sayang kebahagiaanmu itu kau sendiri yang menghilangkannya dari jiwamu. Kau membuat sedih dirimu sendiri. Menurutku janganlah semudah itu kau menjauhi seseorang. Kau harus maju tuk merubah sipat-sipat buruk yang ada pada diri gadis itu. Aku yakin kau pasti bisa. Setelah pekerjaanmu membuahkan hasil kau sendiri yang memetiknya. Kalau kau bisa melakukan itu baru benar-benar laki-laki hebat. Lagi pula kalau kau memilih pergi dari sisinya mencari gadis lain yang sempurna, terus terangkukatakan padamu Andri tidak ada seorang gadispun di dunia ini kau temui yang tidak punya aif. Begitu juga dengan kita yang lakilaki. Dan seandainya kau tidak berhasil merubah sipat-sipat jelek gadis pilihanmu itu, malahan makin parah. Bukan berarti kau kalah dalam bertaraung, kau tetap menang. Jadikan saja pelajaran bagi dirimu sendiri untuk tidak berprilaku buruk seperti gadis itu. Artinya kau menasehati dirimu sendiri, kau tetap beruntungkan?
84
Bila aku mengingat cerita itu, sebenarnya aku beruntung mencintai ceci. Apa mungkin aku ini seorang laki-laki tangguh yang tidak mudah menyerah dan suka menghadapi tantangan. Semasa kami SD sampai sekarang Ceci satusatunya gadis yang aku cintai di bumi ini. Dia juga pernah merubah
penampilannya yang membuat banyak laki-laki memilih minder dari gadis seperti itu. Dan aku tidak pernah berubah. Perasaan cintaku tetap seperti dulu, berkiblat kepadanya. Aku juga tidak tahu aku ini laki-laki lemah apa bukan, seperti Andri yang ada dalam cerita. Ah, sudahlah saat ini aku harus memaksakan diri dulu untuk tidak selalu mengingat Ceci. Lebih baik aku mendengarkan dengan khidmat Pak Jakbar berbicara wali kelas kami yang sudah berdiri didepan. Anak-anakku tercinta, Bapak yang berkulit putih dan berbadan pendek itu mulai bicara setelah dia yakin barisan kami sudah terlihat tertib. Padahal aku lihat dibelakang sana ada dua orang yang duduk diatas batu bersandar ditiang pohon, meluruskan kedua kaki mereka. Untung saja Pak Jakbar tidak tahu, kalau dia tahu pasti dihukum. Pagi ini kita bersyukur kepada Allah atas nikmat kesehatan dan kesempatan yang diberikannya kepada kita. Selawat serta salam buat jujnjungan kita nabi besar Muhammad saw. Yang telah rela berselimutkan pedang demi tegaknya kalimat tauhid dimuka bumi ini. Anak-anakku sekalian adapun hal yang perlu bapak sampaikan pada pagi ini. Yang pertama kita tetap menjaga kedisiplinan kita. Usahakan jangan terlambat. Sungnguh-sungnguhlah anda dalam belajar, galilah ilmu itu sebanyak-banyaknya supaya anda bisa berhasil dan membahagiakan kedua orang tua anda. Yang kedua. Sekitar jam empat tadi setelah bapak shalat tahajjud Bu Dahri dari panyabungan menelpon dengan suara sedih, dia bilang suaminya pak DRS. Sofyan telah meninggal dunia. Dan
85
dia minta tolong pada bapak sebelum mait almarhum dikebumikan, kita berangkat kesana menshalatkannya. Jadi bapak sarankan sebelum berangkat kesana jagalah kesopanan anda, baik ketika mau berangkat. Terlebih-lebih sesampai disana. Jangan sampai pesantren Musthafawiah menjadi kambing hitam dimata masyarakat kerena tingkah laku kalian yang tidak manusiawi lagi. Bisa dimengerti? Bisa pak jawab kami serempak dengan suara lantang. Ditepi jalan raya tiga buah mobil ALS berwarna biru yang berterayek medan, Panyabungan sudah lama menungngu. Kami masuk berdesak-desakan memilih bangku paling depan. Baru kali ini aku duduk diatas bangku mobil besar yang ber AC, enak juga rasanya. Pantas saja orang-orang musapir itu tahan berharihari didalam mobil perjalanan jauh. Asnul baru kali ini kau naik mobil besar ya? sapa Anwar setelah melihat aku seperti orang bingung didalam mobil. Terpaksa aku jawab dengan jujur. Untung saja dia tidak membilangnya dengan suara keras dihadapan temantemanku yang banyak. Kalau saja aku jadi tontonan disini, malu. Aku takut dibilang kampungan.Walaupun kata-kata itu diungkapkan tidak dengan keseriusan, tetap saja aku tidak ingin mendengarnya. Ah, biarkan saja takpenting dipikirkan. Memang begitu kenyataan sebenarnya. Akal sehatku mendidik diriku yang bodoh ini. Lebih kurang dua puluh menit diperjalanan kami sudah sampai di panyabungan. Dan kami langsung disuruh turun di Masjid raya nurul iman, dekat pasar. Kabarnya sebentar lagi mait itu akan tiba, dan kami pun melaksanakan kewajiban menshalatkannya. Sambil menunggu mait itu. Setelah shlat sunat dhuha aku membaca buku terjemahan kitab AL-Adzkarun
86
Nawawiyyah halaman 8 baris kelima belas dari atas. Imam Al-Harits AlMuhasibi telah mengatakan bahwa orang yang shadiq(benar) ialah orang yang tidak mempedulikan seandainya semua penghormatan untuk dirinya
diungkapkan oleh semua makhluk , demi memelihara kalbunya (keikhlasan niatnya); ia tidak suka menampakkan amal baiknya kepada orang lain. walaupun hanya sebesar semut kecil; tetapi ia tidak benci bila ada orang lain menyaksikan amal buruknya. Hudzaifah Al-Marasy mengatakan bahwa ikhlas ialah hendaknya seorang hamba seimbang semua perbuatannya, baik lahir maupun batinnya. Kami meriwayatkan dari imamAl-Ustadz Abul Qasim AlQusyairi yang mengatakan bahwa ikhlas ialah mengesakan Tuhan yang maha hak dengan mengikhlaskan niat dalam menaatinya. Ketaatan seseorang hendaknya dimaksudkan untuk mendekatkan diri kepada Allah swt. Bukan karena hal lain, seperti mencari muka dimata makhluk, agar dipuji orang-orang, atau maksud lainnya. Asayyid Al-Jalil Abu Muhammad, Sahl ibnu Abdullah Attaus Turi telah mengatakan bahwa orang-orang pandai telah meneliti tentang makna ikhlas, ternyata mereka tidak menemukan selain dari depenisi berikut: hendaknya gerak dan diam seseorang serta lahir dan batinnya hanya sematamata karena Allah swt. Tanpa dicampuri dengan kehendak diri dan hawa nafsu serta tidak pula karena duniawi. Kami telah meriwayatkan pula dari Al-Ustadz Abu Ali Addaqqaq yang mengatakan bahwa ikhlas ialah memelihara diri dari perhatian makhluk, sedangkan ash-shidqu ialah membersihkan diri dari memperturutkan hawa nafsu. Orang yang ikhlas ialah orang yang tidak riya(pamer), dan orang yang shadiq ialah orang yang tidak mempunyai rasa ujub. Bersumber dari Dzun Nun Al-Mashri, dikatakan bahwa ada tiga macam ciri ikhlas, yaitu: Pujian dan celaan dari kalangan awam (terhadap orang yang bersangkutan) seimbang, beramal tanpa pamrih, dan mengharapkan pahala akhirat dalam amalnya. Kami telah meriwayatkan dari Al-Qusyairi, bahwa ash87
shidqu ialah keseimbangan lahir dan batin. Sahl At-Tusturi mengatakan, Seorang hamba tidak dapat meresapi sipat ash-shidq apabila bersikap diplomasi terhadap dirinya sendiri atau terhadap orang lain. Pendapatpendapat mereka dalam masalah ini tidak terhitung. Semua pendapat yang telah kami kemukakan diatas sudah cukup untuk dijadikan pegangan bagi orang yang mendapat taufik. Seseorang yang telah menerima sesuatu menyangkut keutamaan beramal, dianjurkan untuk mengamalkannya sekalipun hanya sekali, agar ia dimasukkan ke dalam akhlinya. Sebaiknya ia jangan meninggalkannya secara mutlak, bahkan dianjurkan mengerjakannya sesuai dengan
kemampuannya. Hal ini berlandaskan kepada sabda nabi saw. Dalam sebuah hadis yang telah disepakati kesahihannya, yaitu: Apa bila aku perintahkan kalian melakukan sesuatu, maka kerjakanlah menurut kemampuan kalian. Buku terjemahan kitab Al-Adzkaarun Nawawiah yang tebal itu terusku bolak-balik. Tiba-tiba saja ada seorang bapak duduk disampingku. Setelah aku melihat wajahnya jelas sekali dia bukan orang Indonesia, melainkan berasal dari jepang. Setahuku orang jepang itu banyak yang cerdas. Ulet dan suka menghadapi tantangan. Ingin sekali aku bertanya banyak hal kepada bapak yang duduk bersila itu. Aku tidak ingin melepaskan kesempatan emas ini. Tapi sayang aku tidak bisa bahasa jepang, bahasa ingris juga, sedikitpun tidak bisa. Andai saja aku ditanya apakah aku menyesal sekolah dipesantren musthafawiah yang tidak begitu memperdalam ilmu bahasa ingris. Sebelum
jawabankulontarkan aku ingin terlebih dulu memuji pesantren tua ini. Dipesantren ini biaya sekolah sangat murah. Dan disini kita terlatih hidup mandiri. Kelebihannya begitu banyak. Cuma menurutku ada sedikit kekurangannya kawan tidak begitu mengindahkan pelajaran umum, aku juga memang begitu. Termasuk pelajaran bahasa ingris yang selalu dipelajari
88
disetiap sekolah yang ada diseluruh dunia ini. Kalau tidak mana mungkin bahasa yang menurutku sulit itu dijadikan kiblatnya bahasa dunia. Sekarang ini aku kena getahnya. Siapa tahu orang jepang yang beragama islam yang ada didekatku sekarang bisa bahasa ingris. Ya aku berani mengatakan dia beragama islam, kalau tidak mana mungkin dia masuk masjid menunggu mait tiba untuk dishalatkan bersama kami. Tapi aku tidak tahu memangnya dia itu siapanya almarhum, sampai-sampai menyediakan waktu untuk datang. Aku yakin dia itu orang sibuk sekali. Nak kamu sekolah di musthafawiah? dia bertanya padaku dengan mata berkedip. Aku kaget sekali setelah mendengar dia langsung bicara padaku. jantungku bergetar, darahku turun, mata tak ingin berkedip lagi. Ternyata dia bisa bahasa Indonesia. Aku yang bodoh tidak bisa menguasai bahasa jepang. Tentu saja dia lebih pintar dariku, ah aku takboleh begitu. Kalau memang dia lebih pintar, aku yakin juga bisa seperti dirinya apa bila aku rajin belajar. Aku ingin bertanya banyak hal dengannya, tak menyia-nyiakan kesempatan ini lagi. Bapak orang jepang ya?. Aku sering nonton film jepang, jadi aku tahu betul wajah orang jepang itu seperti apa, jauh beda dengan orang Indonesia. jangankan wajahnya otaknya juga berbeda. Disini aku bertanya bagaimana pendapatnya tentang Indonesia. Dia bilang Indonesia ini tidak akan maju seratus tahun kedepanpun kalau begini terus. Kemudian aku ingin tahu bagaimana solusinya untuk menyembuhkan penyakitpenyakit yang ada di Indonesia. Para pemimpimpin harus benar mimpinnya dan peduli pada rakyatnya, terutama adik-adik remaja yang akan menjadi penerus bangsa. Jangan sampai ada lagi warga Indonesia terutama remaja mengenderai motor dengan cepat dan bergaya sombong diatasnya, padahal
89
motor keridit. Yang lebih parah ada motor pinjaman. Sipengendera motor tidak seharusnya bersipat sombong, selain sipat itu bukan pakayan manusia, lagi pula dia harus sadar motor mewah yang dipakainya itu made in siapa? Itu baru namanya anak muda. Seterusnya menurut saya orang Indonesia itu diwajibkan kuat membaca, kenapa karena ilmu itu ada didalam buku-buku. Kalau kami dijepang harga buku itu murah tidak seperti di Indonesia. Bahkan kalau kita naik kereta api dijepang didalam tersedia buku-buku bacaan menarik untuk dinikmati. Sebelum saya masuk islam dulu, dan masih menetap dijepang saya ada teman dekat orang aceh. Kebetulan pada tahun 2004 terjadi sunami diaceh memaksa saya pergi kesana, dan jauh sebelum itu saya sudah bisa berbahasa Indonesia sedikit-sedikit. Setelah sunami menyedihkan yang banyak memakan korban itu terjadi, saya menetap diaceh selama dua minggu tinggal dirumah teman saya. Waktu kami menonton tv, teman saya itu bilang, banyak artis Indonesia ditanya bagaimana pendapat mereka tentang musibah yang melanda dan meluluh lantakkan nangru aceh Darussalam, serambi mekah. Teman saya yang bertugas menjadi dosen di UNP, salah satu Unipersitas negeri yang ada dipadang , dan dia mengajarkan Sastra jepang, tentu saja dia bisa menjelaskannya dengan bahasa jepang. Dari penjelasannya itu aku ingin berkata Indonesia itu bodoh. Kalau kami di jepang terjadi gempa yang merobohkan gedung-gedung besar. Yang didatangi wartawan untuk bertanya bukan artis, tapi tokoh agama disana. Kita juga seharusnya yang berada di Indonesia begitu, bertanya kepada ulama. Menurutku orang jepang itu memang benar. Meskipun dia telah mengatakan orang Indonesia bodoh, sebenarnya aku tersinggung . Karena akupun termasuk salah satunya orang bodoh yang baru saja dia sebut. Tapi biar sajalah takmungkin aku berdebad dengannya. Pelajaran berharga bagiku, dan apa yang
90
baru saja dia sampaikan itu akan kujadikan cambuk cemeti bagi diriku untuk hidup lebih baik menuju masa depan. Sekarang aku bangkit dari tempat dudukku memilih pergi, aku minta isin dengan hormat pada orang jepang yang baru saja memberiku ilmu. Waktu itu mendadak perutku sakit, terpaksa pergi ketoilet. Sebelum aku melaksanakan wudhlu terlebih dulu aku melakukan beberapa sunnah berwudlu. Diantaranya yang sudah tercantum didalam kitab tarjamah Fathul muin halaman 35. Sunnah bagi orang yang berwudlu menyebut asma Allah pada permulaan berwudlu, karena mengikuti hadits. Paling tidak harus dibaca bismillah. Sempurnanya harus dibaca Bismillaahir rahmaanir rahim. Kesunnahan ini menurut Ahmad adalah kewajiban. Sebelum basmalah sunnah membaca Taawwudz; dan sesudahnya sunnah membaca dua kalimaah syahada, dan segala puji bagi Allah yang menjadikan air sebagai pencuci. dan boleh juga diamalkan seperti apa yang diriwayatkan oleh Muslim dari Rasulullah saw. Barang siapa berwudlu kemudian membaca: saya bersaksi sesungguhnya tiada Tuhan selain Allah dst, maka dibukakan untuknya delapan pintu surga, terserah dari mana saja ia boleh masuk. Dan orang yang lupa membaca Bismillah sebelum berwudlu, sunnah membacanya tengah berwudlu Bismillaahi awwalahu wa aakhirahu (Dengan asma Allah dari awal sampai akhir). Tidak disunnahkan membacanya selesai berwudlu. Kesunnahan serta tata cara membaca basmalah tersebut, berlaku pula untuk perbuatanperbuatan yang sunnah dibacakan Basmalah , seperti makan, minum,bercelak mata. Apa yang didapat dari Asy-Syafi,iy dan banyak sahabat, bahwa basmalah itu permulaan sunnah-sunnah berwudlu. Seperti juga pemantapan An-Nawawiy dan lainnya dalam Al-Majmu. Maka dalam pelaksanaannya , orang yang berwudlu membaca basmalah bersamaan mencuci (tapak) tangan,
91
sementara hatinya niat berwudlu. Segolongan mutaqoddimun berkata: sebenarnya awal kesunnahan-kesunnahan berwudlu ialah bersiwak, lalu sesudah itu membaca Basmalah. Sebagian dari beberapa sunnah- sunnah wudhlu itu sudah kuamalkan. Selesai berwudhlu, aku masuk lagi ke masjid. Kata temanku sebentar lagi maitnya akan tiba. Di masjid aku melihat buya Mas-ud yang begitu terkenal kealimannya sedang melaksanakan shalat sunnah. Aku kaget melihatnya gerakan shalat sunnahnya begitu cepat seolah tidak ada tomakninah padanya. Mungkin
shalatnya tidak sah, percuma dia dipanggil buya, tak pantas. Percuma juga banyak orang memujinya karena dia disebut orang alim. Aku tak mau mengatakan itu. Pokoknya kalimat-kalimat yang memuji tidak ingin berhamburan keluar dari mulutku. Namanya buya Masud, bagus. Aku teringat buya Hamka bilang lewat tulisannya, tidaklah nama yang mujarrab memperbaiki diri, akan tetapi dirilah yang mujarrab memperbaiki nama. Disini seolah aku menyalahkan dia sepenuhnya, merasa diriku lebih baik dari dirinya. Tak boleh aku bersipat menjijikkan seperti ini. Penyakit yang mudah menyalahkan orang lain dan menganggap diri paling benar, inilah yang bisa merusak persatuan dan kesatuan yang sudah didirikan puluhan tahun yang lalu. Aku harus bisa mengobati penyakit yang mulai tumbuh dihatiku. Dia lebih berbahaya dari pada penyakit apapun yang paling ditakuti manusia. Sekarang juga aku harus menyuruh dia pergi. Waktu aku mengaji fiqih dulu sama bapak Mahmudin Pasaribu ketua Mui Mandailing Natal. Beliau pernah bilang begini, Ada sebagian pendapat ulama mengatakan, shlat sunnah boleh tanpa tomakninah. Dan didalam kitab Sirussalikin dijelaskan boleh shalat sunnah dengan duduk meskipun yang melaksanakannya itu orang yang mampu berdiri. Cuma orang yang mampu melaksanakannya berdiri tapi dia duduk mendapat
92
setengah pahala dari orang yang berdiri. Misalnya pahala yang berdiri dua puluh, kita yang melaksanakannya dengan duduk mendapat pahala sepuluh, separuhnya. Jelas saja aku lah yang kurang ilmu, bukan buya Masud yang salah. Aku langsung meraba hatiku menghapus karat yang menempel disitu. Seharusnya sebelum tahu kebenarannya aku tak boleh berburuk sangka seperti itu. Begitu banyak penyakit berbahaya ini beterbangan membuat hati orang gersang. Dia mau saja berdebat bahkan diakhiri dengan permusuhan meskipun yang diperdebatkan itu masalah keagamaan, padahal terkadang karena mashaf yang berbeda. Contoh kecil saja di padang sumatera barat ketika sahlat subuh ada yang membaca doa kunut dan ada pula yang tidak. Kedua pendapat itu benar. Ada yang azan subuh satu kali dan ada yang dua kali, itu juga keduanya tidak ada yang salah. Yang dipermasalahkan bukan satu atau dua kalinya, jangan anda menyalahkan yang sudah benar. Tapi kalau ada masjid besar yang sudah didirikan, susah payah membangunnya, sumbang sana sumbang sini, datangi rumah sana datangi rumah sini, malahan setelah masjid berdiri dengan kokoh yang azan subuhpun tidak ada. Itu baru wajar diperbaiki seluruh warganya. Masasih sudah capek-capek kita membangun masjid setelah berdiri diisipun tidak. Kita memang tahu mendirikan masjid itu memang sulit, dan memakmurkan masjid itu jauh lebih sulit. Jadi catatan pokok yang terpenting jangan kita musuhan karena perbedaan, hormati perbedaan itu. Buya hamka menurut sejarah memang dia tidak membaca kunut shalat subuh. Tapi kalau dia berkunjung kesatu tempat yang disana orang membaca kunut kalau dia disuruh jadi imam beliau memembaca doa kunut. Begitulah cara dia menghormati perbedaan. Jangan sampai karena permasalahan kunut saja bisa menimbulkan permusuhan atau protesan yang tidak wajar lagi. Sehingnga orang yang tidak berkunut dalam shalat subuh berkata, bodoh benar orang islam yang membaca kunut diwaktu shalat subuh. Rasulullahkan berkunut paling lambat sekitar satu
93
bulan mendoakan kaum sakwan yang kekurangajarannya itu berlebihan. Datang lagi orang yang biasa membaca kunut waktu subuh bilang begini, siapapun yang tidak berkunut pada waktu mengerjakan shalat subuh, berarti dia tidak menemukan hadits shaheh yang jelas menyatakan Rasulullah saw membaca doa kunut pada waktu subuh sampai akhir hidupnya. Aku tidak ingin melihat orang yahudi melebarkan senyum setelah mereka tahu umat islam terkotak-kotak atau seperti ikan didalam air yang ditaburi makanan, mementingkan diri sendiri tak peduli pada yang lain. Sekali lagi aku berpesan janganlah karena perbedaan yang tidak penting dipermasalahkan membuat kita pecah. Contohlah imam Safii yang terkenal kealimannya. Sewaktu dia berkunjung kekampung almarhum imam Maliki sebagai gurunya. Disana dia melaksanakan shalat subuh dengan beberapa orang muridnya yang pada saat itu menjadi makmum dibelakang beliau. Pada rakaat kedua setelah sami Allahuliman hamidah, sebelum sujud. Biasanya imam Safii membaca doa kunut, sekarang tidak . Membuat muridnya bertanya, kenapa tidak membaca doa kunut sedang jelas-jelas beliau yang menjadi imam pada saat itu memfatwakan hukumnya sunnah. Setelah muridnya bertanya beliau menjawab dengan suara yang enak didengar, karena saya menghormati pendapat guru saya. Mereka memang berbeda pendapat tapi tidak saling dendam dan merasa diri paling benar. Inilah yang patut dijadikan contoh bagi umat. Agar jangan ada lagi penyakit yang seharusnya dikikis dari hati seperti aku tadi yang sudah buruk sangka pada buya Masud, mengatakan shalatnya tidak sah. Beraniberaninya aku berkata seperti itu. Lebih kurang setelah satu jam kami menuggu, barulah masjid ini terisi penuh dengan suara yang begitu berisik. Saftersusun rapatat. Diluar masih terdengar tembakan air membasahi lantai, pertanda masih ada orang yang mengambil air
94
wudhlu tergesa-gesa. Sebentar lagi shlat akan dimulai. Aku marwan dan Anwar berdiri disyaf terdepan. begitu imam mengangkat kedua tangannya takbir pertama membaca surah al-fatihah, kami sebagai makmum yang berada dibelakang mengikuti imam yang sengaja dipilih itu. Begitulah kawan sebagai makmum tetap patuh pada imam selama imam itu benar. Tapi kalau sekali saja imam salah wajib hukumnya ditegur oleh makmum. Selesai takbir pertama. Takbir kedua kami membaca selawat atas nabi Muhammad saw. Takbir ketiga dan keempat mendoakan simait. Allahummagfirlahu warhamhu waafihi wakfu anhu. Artinya, ya Allah ampunilah dia kasihanilah dia, berilah kesejahteraan kepadanya dan maafkanlah kesalahannya. Dan adapun takbir yang keempat berdoa juga, ya Allah janganlah engkau halangi kami dari pahalanya, janganlah Engkau fitnah kami sesudah kepergiannya dan ampunilah kami dan kepadanya.1 Aku yakin sekali bacaan takbir ketiga dan keempat masih banyak anak-anak muda yang belum hapal. Jangankan yang muda yang tua juga aku yakin masih banyak. Dia ikut-ikutan saja gerakan imam, padahal bacaannya tak beres. Dia tak enak hati duduk-duduk saja diwarung sedangkan warga disitu masuk masjid melaksanakan fardu kifayah. Dikampungku orang tua seperti ini sangat banyak, dan aku yakin dikampung kamu juga ada seperti itu kawan. Jawab jujur jangan kamu malu. setelah imam selesai membaca doa. Mayat almarhum DRS. Sofyan segera dikebumikan. Sebelah kiri dan kanan simait terdengar tangisan yang begitu memilukan. Sepertinya mereka tidak setuju dengan keputusan Tuhan yang berlaku. Saudara-saudara sekalian, karena almarhum baru saja dimakamkan, saya sebagai adikkandung beliu turut berduka cita atas musibah yang menimpa ini. Semoga saja kita semua diberikan Allah kesabaran atas cobaan yang datang.
95
Dan saya juga mengucapkan ribuan terimakasih kepada saudara-saudara kami yang bersedia meluangkan waktunya untuk ikut bersama menyolatkan almarhum. Ucap pak sawal menutup pembicaraan. Setelah ucapan ribuan terima kasih dilontarkan pak sawal yang berbadan tegap itu kami anak-anak santri musthafawiah tidak langsung dilepas pergi begitu saja. Sebagai tanda terima kasihnya dia mengajak kami makan bersama kerumahnya yang besar dikelilingi pagar biru. Sebenarnya perasaan lapar sudah melilit perut. Apa lagi setelah melihat makanan menumpuk didepanku yang sengaja ditaruk diatas piring bermacam warna. Kami seolah dipaksa makan sepuasnya dirumah orang yang benar-benar ikhlas memberi. Ya, kami anakanak santri hampir semua jarang makan yang enak-enak. Bu Astita penjual gulai disana masakannya kalau tidak kurang garam kelebihan garam. Aku langganan beli gulai disitu karena diperbolehkan ngutang. Kalau tidak lebih baik memilih ditempat lain. Udahlah orangnya cerewet, masakan tak enak. Dan kalau ada yang ngutang meskipun dia datang pertama selalu yang didahulukan yang punya duit, kasihan betul nasib orang yang berutang. Tapi dirumah pak Sawal jauh beda kawan. Makanannya geratis, enak dan mengenyangkan. Setelah makanan yang menumpuk didepan kami banyak disantap yang
memberi merasa senang sekali. Satu persatu kami merasa kuat kembali. Tadi kami sudah kelihatan seperti motor mogok, kekurangan bensin. Sekarang tidak lagi. Assalamu alaikum wrwb. Pak Jakbar mengucap salam. Setiap kami menshalatkan mait kemanapun pergi selalu ada guru kami yang akan memberikan kata-kata takziah buat ahli bait dengan harapan dia bisa bersabar atas cobaan yang diberikan Tuhan.
96
Pertama sekali puji syukur sama-sama kita ucapkan kehadirat Allah swt yang telah memberikan nikmat diantaranya kesehatan dan kesempatan yang tidak ada seorang manusiapun mampu menghitung nikmat yang diberikan Allah itu. Dengan nikmat itulah kita bisa berhadir bersama dirumah yang baru saja tertimpa musibah ini. Kami yang datang dari pesantren musthafawiah turut berduka atas kepergian almarhum yang meninggalkan kita semua dan kitapun nantinya mau tak mau akan menyusul kesana. Disini saya tidak akan memperpanjang mukaddimah masuklah saya kepada apa yang dimaksud, memberi kata-kata kesabaran kepada ahli bait. Sebenarnya ahli bait itu bukan saja yang ada didalam rumah ini, kita semuanya ahli bait. Bedanya ada yang didahulukan dan ada yang menyusul dibelakang. Yang jelas kita juga akan mati, tinggal menungngu giliran. Kapan dan dimana tidak seorang pun diberi tahu, rahasia Allah. Allah juga menjelaskan, kullu nafsin zaikatul maut, setiap yang bernyawa pasti merasakan mati. Dan hal penting untuk kita ketahui bagi orang yang terkena musibah baik berupa kematian janganlah menangis berteriak-teriak karena begitu sakit hati seolah dia menentang keputusan yang digariskan Allah. Minta ampunlah kepada penguasa jagat ini diberi kesabaran. Barang kali itu saja yang dapat saya sampaikan terlebih dan terkurang mohon maaf, wassalamu alaikum wr, wb. Pakjakbar berbicara singkat tapi isi yang terkandung didalamnya sangat padat dan bermakna. Sebelum kami dilepas pergi dengan hormat masih ada seorang kakek yang ingin mengucapkan jutaan terima kasih. Dia sangat berbesar hati atas kehadiran kami yang bersedia menyolatkan almarhum. Tapi cara dia menyampaikannya, lebih baik aku menutup telinga saja, bertele-tele. Padahal dia Cuma ingin mengatakan sangat berbesar hati atas kehadiran kami yang bersedia menyolatkan almarhum, dan itu sudah terlaksana. Kemudian minta maaf mana tahu ada cara mereka yang
97
tidak sengaja membuat kami tersinggung. Makanya siapapun anda berbicara itu jangan bertele-tele membuat sipendengar mudah bosan. Karena semua hajat kami sudah tercapai, tidak ada maksud mengusir kami dari ahli bait melepas anak-anak kami tuk pulang berteduh kembali dipondok masing-masing. Tutup pak Sawal. Acarapun selesai. Kami semua santri kelas empat yang hadir saat itu bersalaman dengan semua anggota keluarga almarhum bergantian. Kami semua mendapat amplop berisi uang dua puluh ribu rupiah, menyenangkan. Sudah lah dapat pahala lebih besar dari dua gunung uhud, dapat uang lagi. Abang Talkisman kelas tujuh yang sering pergi menshalatkan mait pernah bilang, Kalau daerah panyabungan dikasih amplop paling sedikit dua puluh ribu rupiah perorang. Satu kali takbir dibayar lima ribu, keterlaluan dia itu. Beramal seolah mintak ganti rugi. Tapi urusan kematian kata guruku Pak Umar diserahkan pada kami, kalau ada orang meninggal disekitar sini dipanggillah kiayinya bersama santrinya untuk menshalatkan. Tapi yang jadi masalah, kalau ada orang minta tolong memanggil kiyainya bersama santrinya untuk menshalatkan mait, sebagian dari santrinya itu tidak ikhlas. Kalau tidak dibayar sesuai keinginan mereka. Buktinya ada sebagian dari kelas tujuh itu yang memilih-milih tempat. Kalau daerah panyabungan kesana, sebesar apapun mobil itu cepat terisi penuh. Soalnya kalau kesana paling sedikit selain makan geratis dikasih uang dua puluh ribu rupiah perorang. Dan biasa juga dikasih lima puluh ribu. Berarti satu kali takbir dibayar dua belas ribu lima ratus rupiah, bisa beli sambal untuk makan dua minggu lebih. Tapi kalau kekayu laut sudahlah makanannya berupa kacang-kacangan terus. Keempat takbirnya dibayar cuma lima ribu. Berapa dibayar satu kali takbir kalau begitu, sedikit. Ngak ah. Satu kali takbir dipanyabungan sama bayarannya empat kali takbir dikayu laut,kasihan, Ucap
98
abang kelas tujuh yang usil seolah protes. Memang jelas terbukti kalau kekayu laut mobil kecil pun lama terisi penuh. Aku tidak tahu pastinya apakah karena tidak ikhlas. Cuma yang ingin kukatakan disini. Anak santri saja yang duduk dikursi keagamaan, mendapat siraman rohani setiap hari bisa saja sewaktuwaktu berprilaku yang layak untuk dipertanyakan. Ada lagi yang perlu kuceritakan disini tentang abangku kelas tujuh juga. M. Idris kalau dia tidak pernah pandang bulu, rajin betul menshalatkan mait. Sepertinya dia senang manusia ini banyak menghembuskan napas terakhir. Namun dia keterlaluan juga selalu ikut menshalatkan padahal bukan giliran kelasnya. Dia takpeduli. Biar saja alpa dikelas, yang penting mendapat pahala lebih besar dari dua gunung uhud, berlebihan dia itu. Pantas saja dia dikasih nama oleh temantemannya M. Idris agen mait. Aku, Anwar dan marwan kalu sudah duduk dikelas paling puncak nanti belum tentu kayak mana. Bisa saja nama kami tambah panjang dikasih gelar agen mait. Aku tidak ingin itu terjadi.
99
Taksadarkan Diri Setelah kami pulang dari penyabungan. Kami disuruh masuk kekelas masingmasing kembali. Baru dipersilahkan pulang dengan tertib. Istait kum sallim suruh ketua kelas kami Assalamulaikum wr.wb, jawab kami serentak. Satu persatu kami bergiliran menyalami pak Jakbar wali kelas yang berdiri di depan. Kelihatannya temantemanku terlihat capek begitu juga denganku. Keringat bercucuran dari
tubuhku membasahi baju putihku. Perasaan cepek bertambah disaat maupulang matahari bersinar membakar kulit.Untung saja ditengah jalan aku berseloroh memberi motifasi buat diri sendiri. Dengan itu perasaan lemah hilang seketika. Seharusnya aku tidak boleh bersipat lemah. Gara-gara kecapean saja seolah sudah mengeluh. Aku harus bisa mencontoh para ulama terkemuka seperti almarhum Syekh Mustafa Husein yang bersusah payah mendirikan pasantren ini. Kalau beliau lemah tidak semangat memperjuangkannya dulu. Bagaimana mungkin aku bisa duduk di pasantren tua ini. Awalnya beliau mendirikan pasantren ini bertempat di Tano Batu, desa terpencil.Waktu itu semua dinding kelasnya terbuat dari kayu yang diolah. Sejuk belajarnya di dalamnya. Beberapa bulan kemudian setelah pondok pesanteren berdiri kokoh, ujian berat datang pada kekasih tuhan itu. Hujan lebat turun dari langit, lama sekali. Seolah bencana akan datang. Hampir semua sumur-sumur yang kering terisi penuh. Air hujan itu tidak saja membanjiri sumur-sumur kecil. Tapi juga menghantam rumah warga, pondok-pondok kecil dan juga kelas yang baru saja di bangun beliau. Terlihat datar semuanya seperti gurun pasir. Almarhum Syekh Musthafa Husein tetap berbesar hati dan masih mempunyai kekuatan penuh. Dia tidak pernah menyerah dan terus melangkah maju ke
100
depan. Saat itu dia memilih pindah lokasi ke desa Purba Baru untuk menghindari banjir yang menyedihkan. Alhamdullillah sampai saat ini pondok pasantren Mustafawiah purba baru tetap terciup keharumannnya di masyarakat. Begitu pula dengan K.H. Ahmad Dahlan pendiri organisasi muhammadiah yang terkenal itu. Beliau sampai disorak-soraki warga disebut kiyai kafir, dituduh yang bukan-bukan. Kalimat-kalimat hina itu hampir setiap hari terdengar olehnya. Dan dia juga disebut kiai gila. Untung saja beliau memiliki hati yang lembut, dan tidak mudah di goyah ombak. Begitu pula dengan istri beliau yang mendukung penuh perjuangan suaminya dari belakang. Kedua orang itu, patut dijadikan contoh. Aku juga harus menjadikan contoh kedua ulama tersohor itu. Aku tak boleh lemah hati, dan harus mampu berdiri tegak untuk membela agama islam meskipun dunia ini membenciku. Kau juga harus begitu kawan. Berprinsip seperti yang dikatakan orang pintar, aku lupa siapa nama orang itu. Dia bilang begini, Andaikata di dunia ini ada tiga orang penegak kebenaran. Aku salah satu diantara yang tiga orang itu. Andaikata tinggal dua orang lagi yang membela kebenaran. Aku salah satu diantara dua orang itu. Andaikata di dunia ini tinggal satu orang lagi yang tidak mementingkannyawanya demi kebenaran. Akulah yang satu orang itu. pikiran macam itu berputar-putar dalam benakku. Badanku yang terasa capek berubah jadi kekuatan. Seolah kakiku yang melangkah diganti dengan kaki yang baru. Akhirnya dengan waktu yang cepat aku sampai juga dipondok kecilku. Penjara suci tanpa permaisuri, begitu kami menyebutnya. Asnul, Anwar memanggilku dari luar sambil dia berlari-lari masuk kepondok kecilku duduk bersandar didinding. Aku seolah takmempedulikannya. Saat itu aku sibuk mengumpulkan pakaianku yang kotor memsukkannya keember
101
hitam, sebentar lagi aku pergi mencuci membersihkan semua pakaian kotorku yang sudah menumpuk. Selesai kita menshalatkan jenazah tadi aku teringat pada seseorang, Ungkap Anwar seperti ingin mengatakan sesautu. Emangnya kamu ingat sama siapa, pacar kamu yang jelek, apa hubungannya dengan shlat mait tadi? Aku mulai serius menangkap pembicaraannya. Begini Nul aku tidak bisa membayangkan andai kata aku berada diposisi orang itu. Aku merasa anak yang tidak berguna. Anwar meneruskan omongannya, membuatku semakin bingung. Terus terang aku tak mengerti apa maksudnya. Anwar kalau ngomong itu yang jelas. Maksud kamu itu apa sih, aku tidak mengerti. Setelah aku bertanya begitu barulah dia bercerita tentang kisahnyata yang memalukan juga memilukan yang pernah terjadi dikampung halamannya. Dia bilang sebelum dia duduk dibangku SD ada seorang anak muda kaya raya asli penduduk kampungnya tinggal di Jakarta. Awalnya kehidupan anak muda yang bernama Rafli itu pas-pasan. Tapi setelah dia meninggalkan kampung halamannya tercinta merantau ke Jakarta beberapa tahun kemudian dia dihujani harta. Dan menikah disana dengan seorang wanita yang ditmbuni harta juga. Mereka hidup dikelilingi mutiara dan marjan. Hebatnya dia tidak lupa pada daratan, tidak lupa pada tanah leluhurnya. Dan tidak pula memalingkan wajah kepada semua orang yang tinggal dikampungnya yang hidup seperti dibawah jembatan. Hampir seluruh penduduk kampung memuji dengan tulus karena Rafli begitu pemurah. Dia sangat suka memberi kapada fakir miskin yang memerlukan uluran tangannya. Ayah dan ibu Raflipun tidak pernah mengeluh lagi tentang kemiskinan yang menghempit mereka selama ini. Sebelumnya
102
kemiskinan bagi mereka seperti pintu tertutup rapat, tidak ada jalan keluar. Raflilah yang mampu membuka pintu kokoh itu. Ayahnya merasa puas menikmati semua pemberian anaknya yang disenangi semua penduduk desa. Rafli bukan saja membangun rumah mewah untuk orang tuanya bersama Lusi adik perempuannya satu-satunya. Dia juga membelikan kenderaan berupa mobil mewah. Ayah dan ibunya merasa puas menikmati hasil kerja keras anaknya. Yang lebih mennyenangkan mereka, Afrianti istri anaknya itu tidak sombong, dia peduli pada mertuanya. Begitu juga dari keluarga istrinya. Seolah mereka tidak lagi merasa ada kepedihan hidup di dunia fana ini. Dan taklama lagi ibu dan bapknya Rafli akan berangkat haji. Tiga bulan sesudahnya tiba-tiba saja ada musibah dirumah besar itu seperti bencana yang merobohkan temboktembok rumah mereka yang berdiri kokoh. Sebelum hajat mereka terkabul naik haji kebaitullah pak Slamet bapaknya Rafli diserang penyakit darah tinggi. Sudah dibawa berobat kemana-mana namun tak kunjung sembuh. Hidupnya sudah ditentukan Tuhan berahkhir sampai disitu. Dia meninggalkan dunia ini untuk selamanya. Musibah berupa kematian menimpa keluarga itu. Padahal saat itu Rafli masih sibuk mengerjakan pekerjaannya yang wajib siap dalam waktu beberapa hari ini di Jakarta. Kalau tidak dia akan rugi puluhan juta. Saat itu dia terpaksa meninggalkan semua pekerjaannya memilih pulang kampung demi seorang bapak yang baru saja meninggal dan permintaan seorang ibu tercinta yang kasih sayangnya begitu besar tidak terbilang. Dia tak takut rugi puluhan juta, takpenting baginya saat ini. Pokoknya sekarang juga secepat petir berjalan dia harus meninggalkan kota Jakarta dan harus tiba dikampung melihat mayat bapaknya yang sudah tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sesampai dikampung, dia langsung menuju masjid. Mayat bapaknya sudah ditarok didepan. Sebentar lagi akan dishalatkan jamaah ramai. Safnya sudah tersusun rapi. Begitu pak Uztad yang dipercayai menjadi imam menshalatkan mait pak
103
Slamet ingin memulai takbir, tiba-tiba saja Rafli datang dari belakang dan dipersilahkan Pak Uztadz jadi imam. Menurut Pak Uztazd Rafli sebagai anak kandung lebih berhak jadi imam. Awalnya Rafli menolak. Setelah disuruh Pak Uztazd yang kedua kali ,dengan jantung berdebar Rafli maju kedepan jadi imam ikutan semua jamaah yang hadir pada saat itu. Takbir pertama saja dia sudah membuat malu. Setelah membaca alfatiha, dia membaca satu surat lalu rukuk, seperti shalat pardu. Ternyata dia belum tau bagaimana tata cara pelaksanaan sahlat mayat, memalukan. Dia memang meraih kesuksesan kalau dipandang dari segi dunia. Tapi kalau dipikir-pikir dia belum bisa membahagiakan kedua orang tuanya dan belum bisa memberikan yang terbaik buat bapaknya yang telah berpulang. Mungkin orang tuanya juga tidak begitu mendidik anaknya tentang keagamaan. Nabi Ibrahim semasih dia hidup, dia bertanya pada anaknya tentang tauhid. Nak kalau bapak nanti sudah tiada apa yang kamu sembah?. Lukman juga berpesan kepada anaknya Wahai anakku, janganlah kamu menyekutukan Alah dengan sesuatupun. Orang tua dizaman sekarang mungkin lain. Pertanyaan pertama bukan tentang tauhid, tapi lebih mementingkan kehidupan dunia. Nak, kalau bapak nanti tidak ada, kamu makan apa? atau begini. Nak, kalau bapak nanti sudah tidak ada, kamu dapat kerja apa?. Mungkin soal itulah yang paling ditakutkan pak Slamet pada anaknya. Sehingga diakhir hidupnya, seorang anak yang sangat dibituhkan pertolongannya tidak bisa berbuat apa-apa. Semasih dia hidup terlihat senyum indah di wajahnya karena mempunyai seorang anak yang kaya dan peduli tinggal di ibu kota. Tapi ditempat yang diidamkan, seharusnya mendapatkan kebahagian abadi disana. Mungkin saja dia menderita sakit-sakitan kerena anak yang selama ini dia banggakan dan berharap akan menolongnya, hanya mempunyai harta berlimpah tetapi tidak memiliki ilmu agama. Rugi harta
104
bukan berarti rugi segalanya. Tapi kalu sudah rugi agama berarti rugi segalagalanya. Cerita Anwar itu membuatku sedih. Kalau saja aku jadi Rafli yang tidak bisa mensahlatkan bapakku yang sudah meninggal, lebih baik aku mati saja. Malu aku tinggal di dunia ini. Terlalu parah penyakitku kalau begitu. Apa lagi kalau ibuku yang meninggal. Sembilan bulan dia mengandung, bersusah payah melahirkanku kedunia. Dengan perjuangan antara hidup dan mati. Begitu terlahir kedunia, ditengah malam yang sepi aku menangis meronta-ronta mengganggu tidurnya. Waktu itu seorang ibu membuka matanya lebar mengangkat tubuh anaknya yang lemas. Perjuangan tanpa perhitungan itu sangat melelahkan. Dia tidak pernah mengeluh. Masa, setelah seorang anak dibesarkan, dan pada saat ibunya meninggal dia tidak bisa mensahlatkannya. Cuma emapt takbir kawan. Paling lambat sepuluh menit. Anak-anak TPA saja banyak yang bisa. Sesudah Anwar bercerita panjang lebar marwan datang membawa dua buah ember besar berisi kain kotor. Dia juga sama denganku malas mencuci. Kalau pakaian kotor sudah menumpuk baru kami mau bergerak untuk
membersihkannya. Hari itu dia mengajakku mencuci keaek batang gadis. Sungainya besar dan ada jembatan kokoh diatasnya. Aku langsung mengangkat semua pakaianku yang kotor yang baru kususun rapi dan sedikit baunya sudah membusuk tercium olehku. Sesampai kami disana ada dua orang yang baru kelas satu di pesantren bermain diatas air. Biasanya kalu anak baru dipesantren musthafawiah berasal dari kota. Mereka mandi berjam-jam. Dan kalau ketahuan sama abang persatuannya bisa dihukum berat. Namun banyak mereka takpeduli. Dan aku yakin kedua orang yang aku lihat sedang bermain diatas air
105
pasti dari kota. Cuma aku tidak tahu dari mana asal mereka, dan siapa nama mereka. Finas sini kejar aku. Rupanya yang paling kecil itu namanya Finas. Dia tidak bisa berenang ketengah menuruti ajakan temannya yang baru saja memanggil. Sedangkan temannya itu terus menyelam kedalam air sampai berada ditengah sungai yang dalam. Finas yang masih berpikiran anak-anak takmau kalah. Dia memaksakan diri menuruti ajakan temannya. Dia tahu tidak bisa berenang sehebat temannya itu. Akhirnya Finas dipermainkan arus air sampai dia terbenam. Sedangkan temannya yang aku tidak tahu siapa namanya itu tak mempedulikan lagi. Dia tidak tahu apa yang terjadi pada Finas. Dia terus berenang bermain dengan air. Untung saja aku dan Marwan melihat adik itu. Kami yakin dia butuh pertolongan. Dengan gerakan cepat kami melompat membantu adik yang hampir pingsan itu membawanya kedarat memberi dia napas buatan yang sangat dibutuhkannya pada pertolongan pertama. Kurang lebih sepuluh menit setelah itu. Disekeliling kami dikerumuni orang banyak. Aku takmenyangka keadaan separah ini. Teman Finas yang mengajaknya tadi berenang bersama dia ketengah, merasa bersalah. Dia berdiri dibelakangku, airmatanya jatuh berderai setelah melihat semua kejadian ini. Kemudian dia tergeletak taksadarkan diri.
106
Air Mataku Mengalir Deras Tiga tahun berlalu. Aku, Salam dan Alber tetap bisa bertahan. Meskipun kami orang miskin tetapi bisa menduduki bangku kelas tujuh, terakhir. Anwar, Marwan dan Wildan tidak bisa bertahan seperti kami. Dikelas enam mereka sudah out. Aku tidak tahu kenapa, dan sampai saat ini tak jelas rimbanya. Hari ini hari yang menyedihkan bagi kami semua kelas tujuh, perpisahan. Hari terakhir bagi kami memandang wajah guru-guru kami yang penuh keikhlasan memberikan kami ilmu sepenuh hati. Dibawah tenda biru semua guru-guru kami tercinta berdiri tegak. Wajahnya yang bersih menampakkan cahaya. Kami bergiliran minta maaf kepada semua guru tercinta diiringi lagu mendayu-dayu. Tak tahan air mataku mengalir cukup deras. Kalau boleh jujur aku tidak tahan berpisah dengan guru- guruku. Tidak ingin meninggalkan pesantren ini. Tidak ingin meninggalkan pondok-pondok kecil istana tanpa permaisuri. Dan tidak ingin berpisah dengan teman-temanku. Akan tetapi takdir berkata lain. Aku harus pergi dan meninggalkan pesantren ini, sebentar lagi. Besoknya aku kemasi barang- barangku, pulang. Dua minggu dikampung aku bertemu lagi dengan Ceci. Dia sudah jadi maha siswa UNP di Padang. Dia lebih hebat dariku. Tapi tidak membuatku minder merasa takpantas untuknya. Aku bukan tive lelaki yang mudah menyerah meskipun jelas banyak terlihat kekuranganku, penyakit yang banyak dimiliki para lelaki Indonesia, membuat lemah hati dan takut maju. Seandainya Ceci berkata padaku dia menginginkan suami yang kaya kehidupannya mapan, menurutku wajar saja. Yang jelas walaupun keadaanku kere seperti ini, tidak juga aku mudah mengatakan
107
padanya cari saja lelaki lain. Aku tetap berusaha dengan kekuatan penuh agar bisa menjadi orang kaya memenuhi impiannya. Sendainya juga dia mengnginkan suaminya lelaki yang kehidupannya biasa-biasa saja, tetap aku ingin menjadi kaya. Karena aku ingin kaya bukan karena dia, tapi karena agama islam. Kalau aku hidup dibawah garis kemiskinan bagaimana mungkin aku bisa memberi uang pada anak yatim dan pakir miskin yang mereka butuhkan. Ceci adalah tempat hatiku berteduh. Dia itu segalanya bagiku. Dia mencintaiku seperti aku mencintai dirinya. Aku berjanji selama cinta dihati tetap putih, suatu saat aku ingin menjadikan dia istri pertama dan terakhirku, yang mengikuti perintahku diajak berdiri bersama memperjuangkan agama Allah ini. Sekarang dengan terpaksa tanpa sepengetahuan ibunya aku bertemu dia lagi. Kalau ibunya tahu pasti suasana terang berubah jadi gelap dalam waktu sekejab. Kebetulan sekarang mereka libur. Kami bisa bertemu lagi. Bagiku dia tetap gadis terbaik di dunia. Wanita manapun di dunia ini tak bisa menggantikan posisinya. Senyumnya bisa menyihirku. Sekarang tutur katanya sopan dan teratur, meluluhkan hati sipendengar, dia jauh berubah. Tidak seperti waktu kami SD dulu. Meskipun Dia lahir dari hasil pernikahan Ernani dan Junaidi. Tapi dia tidak selalu kasar seperti ibunya yang Sekarang ini tidak janda lagi. Dia sudah menikah dengan pemuda Tamin di kampungku. Awalnya keluarga Tamin tidak setuju. Dia tetap gigih ingin menikah dengan Ernani. Begitulah cinta tidak mengenal usia, tidak takut dengan tantangan. Bahkan yang sulit sekalipun terasa mudah. Cinta akan membuat yang pahit menjadi manis. Dan dengan cinta tembaga akan menjadi emas. Dengan cinta yang keruh menjadi jernih. Dan dengan cinta sakit akan menjadi obat. Dan dengan cinta yang mati akan menjadi hidup. Dan cintalah yang membuat seorang raja
108
menjadi hamba sahaya. Cinta adalah kekuatan yang mampu merubah segalanya. Cinta adalah sifat manusia yang paling murni. Aku sungguh mencintai Ceci sejak kelas 3 SD dulu, menyedihkan. Semasa SD kami menjalin cinta biasa-biasa saja, tak ada masalah. Sekarang ini setelah ibunya tahu hatiku tetap bergantung pada putrinya, dia ingin menginjakinjak tubuhku sampai mati. Ibunya menganggapku laki-laki tak berguna. Bukan itu saja. Keluargaku pun tidak setuju, dan manganggap Ceci adalah perempuan kotor dan menjijikkan. Meskipun saat ini dia wanita berjilbab kemanapun pergi. Bagi ibuku itu penampilan luar saja. Disini akan kuceritakan kisah cintaku setelah lepas dari pondok pesantren, dengan seorang gadis yang apa bila aku pergi meninggalkannya sama artinya aku membunuh diriku sendiri. Sebelumnya maaf, aku bukanlah seorang sastrawan jitu yang bisa mengungkapkan perasaan melalui tulisan membuat pembaca terayun- ayun. Sulit bagiku merangkai kata untuk diolah sedemikian rupa. Aku adalah orang lemah, tidak ada daya dan kekuatan kecuali kepada Tuhan pencipta. Baiklah kawan, akan kumulai lagi. Duaminggu setelah aku di kampung, ibuku sakit. Sengaja aku tidak keluar menemui Ceci tambatan hatiku. Setelah sakit perut ibuku hilang, Ceci diam-diam datang menemuiku sendirian. Kau tau Nul sengaja aku tidak datang menemuimu karena ibumu sakit. Aku turut berduka. Tapi apa yang bisa kulakukan kecuali berdoa. Sekarang alhamdulillah ibumu sehat. Kalau begitu apa salahnya sesekali kau datang menemuiku. Kau sombong Nul, dia marah padaku. Aku dibalut kesalahan besar. Aku harus minta maaf seribu kali. Dengan mudah dia memaafkan kesalahanku. Dia tidak mencintaiku saja. Dia mencintai keluargaku juga, dan tidak suka memilih perkara yang aku benci.
109
Dia gadis pilihan hatiku. Aku lebih memilih hidup bersama gadis itu dari pada dunia dan isinya. Tempatnya tidak pernah tergantikan, Karena dia aku tidak bisa memilih gadis manapun. Bahkan sekali-sekali aku merasa sombong, meremehkan cinta lain, karena cinta yang aku miliki cukup besar. Saat ini begitulah perasaan yang menancap dihatiku. Astagfirullahal azim, aku tak boleh berlebihan seperi itu. Tapi sungguh aku benar-benar begitu mencintainya. Diantara kami ada sedikit masalah, selain keluargaku sangat membenci Ceci. Mereka menganggap dia itu seperti gadis terburuk di dunia. Ernanipun menganggapku buaya darat. Lagi-lagi dimata masyarakat, cinta kami dianggap suatu aib besar, bersinggungan dengan adat yang berlaku di kampung kecilku. Adat itu terus datang mengancam cinta. Andai saja suatu saat kujadikan dia istriku masarakat disini mengagnggap sama saja aku menikahi wanita mahramku. Menurutku adat seperti ini perlu diluruskan, sekali lagi perlu diluruskan. Aku takut semua kecamatan Ranah Batahan ikut terpancing. Aku bukan sok paham, Didalam kitab sarqawi ada dijelaskan, siapa wanita yang haram dinikahi, dan siapa yang tidak. Didalam kitab Al- Bajuri juga dikatakan, makruh hukumnya menikahi anak Zina. Dari situ aku tahu jelas, sejelas aku memandang dunia ini. menurut kacamata Agama aku boleh menikah dengan Ceci makruhpun tidak, meskipun bertabrakan dengan adat konyol yang berlaku di kampung kecilku. Aku mohon khususnya pada orang yang dituakan di kampungku. Jangan terlalu picik mata anda memahami adat istiadat. Di Mandailing Natal Sumatera Utara mana ada adat menyakitkan seperti itu. Mempersulit orang yang saling mencintai. Hal lain yang membuatku tidak suka. Kalau ada yang berbuat salah walaupun tak sengaja. Jangan anda kira kawan kesalahan itu diperbaiki. Bersiap-siaplah dicaci maki habis-habisan, dianggap bangkai paling busuk di
110
dunia, pemikiran masih primitif. Belum lagi penyakit iri dan dengki yang mereka miliki sudah mendarah daging dan tersebar luas. Hampir semua penduduk di kampung kecilku terbawa arus, sebagian kecil saja yang tidak kena virus membahayakan itu. Aku pernah melihat dengan mata kepalaku sendiri. Suatu hari Halimah 32 tahun, membeli sebuah tv. Di kampung kecilku waktu itu kalau ada orang yang memiliki benda mirip kubus itu, bisa dikatakan orang kaya, seakan-akan sarat menjadi kaya harus punya tv. Melihat itu tetangganya Silpia 35 tahun merasa tersaingi. Dia mengatakan TV yang ada di warung Halimah keridit. Ada- ada saja. Yang lebih parah seminggu setelah itu dia menjual sepetak sawah untuk membelikan sebuah TV, dulu belum pernah terpikir. Kapan selesai pembangunan di kampung kecilku kalau masyarakatnya tidak akur? Aku yakin andai saja wartawan datang kekampung kecilku, tiap hari dia mendapatkan informasi baru tentang berdebat. Tetapi aku rasa tidak mungkin. Pergi kesana melewati jalan licin berlubang. Setelah itu berjalan diatas kerikil- kerikil tajam mematikan. Bagi yang tidak bermental baja jangan mimpi bisa menginjakkan kaki di kampung tanjung. Pagi itu aku baru saja mandi di sungaikecil. Menghirup udara penuh kebebasan. Badan terasa segar, baru pulang. Dijalan aku bertemu Ceci, dia menangis terisak-isak, sedih. Aku merasa kasihan, ingin sekali meminta semua kesedihan itu. Baru memeluknya menghapus air mata yang keluar tiada henti, dan mencabik-cabik semua kesedihan itu. Aku diusir ibu dari rumah Nul. Dia tahu kemarin kita bertemu lagi, Ceci mengadu. Rasa kasihanku memuncak-muncak. Aku tidak tahu harus bagaimana? Untung saja Leli yang berbadan besar itu berbaik hati. Sekarang
111
dia tinggal bersama Leli yang baru menikah sebulan yang lalu. Setelah hati Ernani mulai dingin, baru dia kembali kerumah. Aku meneruskan langkah dengan hati cemas dan wajah berubah. Disekitar rumahku kudapati orang-orang banyak berkumpul berkeliling menonton kejadian buruk ini. Kesedihan datang mencekam, suasana tak hidup lagi. Kau puas membuat Ibu pingsan? Kalimat itu meluncur dari bibir Desnita, kakak kandungku sendiri. Aku langsung tahu permasalahan, pasti mereka tahu karena aku menemui Ceci, ibuku marah sekali. Sekarang kau pergi dan jangan pernah kembali lagi. Kami benci kepada anak pendurhaka sepertimu, lanjut kakakku. Ayahku juga tidak mengizinkanku masuk rumah. Nak, untuk saat ini lebih baik kamu tinggal di rumah temanmu dulu buat sementara, kata Ayah dengan hati lembut. Aku sangat kasihan melihat kondisi Ibuku seperti itu. Aku tidak tahu harus berbuat apa? Mereka mencoba mengusirku. Tidak ada pilihan, sekarang juga aku harus pergi. Aku tidak ingin menjadi anak pendurhaka. Dari kecil setiap pekerjaan yang disuruh dari suami isteri itu selagi aku mampu selalu kuturut. Kali ini mereka terus melarangku menjalin cinta dengan Ceci. Maaf tidak bisa ku lakukan. Kalau saja mereka melarangku karena Ceci itu anak yang tidak bisa menjaga harga diri, selalu hidup di dunia kegelapan,Insyaallah pasti aku turut. Tapi dia gadis yang baik lagi mengagumkan. Sekarang ini rambut lurusnya selalu tertutup dengan jilbab indahnya. Dia makin dewasa, jauh berubah. Meskipun jebolan dari SMA silaping. tubuhnya yang halus tetap ditutup rapat tidak pernah diperton-tonkan seperti wanita kebanyakan. Dia benar-benar wanita yang bisa menjaga kehormatan sekarang ini, tidak seperti kami masa SD dulu. Harga diri itu lebih berharga dari emas dan permata. Dan yang lebih membanggakan, dia bisa mencintai semua keluargaku disaat mereka menaruh
112
benci. Dia tidak pernah memandang keluargaku dengan mata tajam. Dan tidak pernah menaruh setitik kemurkaan buat kami semua. Aku ingin suatu saat nanti dia menjadi isteri pertama dan terakhirku, yang tidak mencintaiku saja tapi mencintai ayah dan ibuku juga. Di dunia ini sulit didapat gadis seperti dia. Aku tidak mau kehilangan dia. Aku mohon Nul jangan lupakan aku, dia sering bilang begitu. Kami punya perasaan yang sama. Dihari selanjutnya Tuhan yang tahu. Bisa jadi dia melupakanku. Semoga tidak terjadi.
113
Selalu Ada di Hatiku Kebetulan sekali siang ini Bibiku datang. Badan tinggi, usia empat puluh dua tahun. Kulit kemerah-merahan. Dia pakai baju lengan panjang jilbab biru. Ujung jilbabnya bergerak-gerak dihembus angin. Sorotan matanya menatap kearahku, dia lagi tersenyum.Asnul kamu mau bekerja dengan Irpan menantuku di Jakarta? Pinta Bibiku. Sediki aku merenung. Ibu yang ada di depanku mengaminkan permintaan Bibiku yang berharap-harap cemas. Dia gembira sekali mendengar hal itu. Sepertinya hari ini bintang jatuh dari langit. Aku pikir-pikir ada juga baiknya menerima pekerjaan itu. Dari pada aku dikampung menganggur terus, apa kata orang nanti. Aku mengangguk setuju. Paling-paling Cuma dua bulan di jakarta, aku tidak betah disana. Awalnya aku disuruh turun di Tangerang. Baru dijemput, diantar ke Pondok Labu, tak berapa jauh dari tempat sotingnya, Sidul Anak Betawi Asli itu. Besoknya sebelum matahari menampakkan sinar keemasannya, aku langsung disuruh bekerja tiada henti. Aku masih kecapean. Seumur hidupku baru kali ini aku menempuh perjalanan yang sangat jauh. Kepalaku semakin pusing. Perutku sedikit sakit. Aku merasa semua barang-barang yang ada disampingku roboh menimpaku. Dengan perasaan takut aku membarengkan badan diatas dipan. Kamu kenapa? hardik Irpan. Perutku sakit bang, aku menjelaskan. Kalau sakit minum obat dong, suaranya semakin keras seperti
memarahiku. Ingin sekali aku menangis sekuat-kuatnya. Mengadukan nasibku kepada angin yang bertiup. Semoga saja dia menyampaikan salamku kepada orang yang selama ini membuatku rindu. Beginilah hidupku sejak pertama kali
114
kakiku berpijak di kota Jakarta. Sesuka orang saja mempermainkanku. Gajiku dibayar sesuka hati. Mungkin Pak Irpan menyangka aku bergantung padanya, sangat membutuhkan pekerjaan ini. Kalau tidak bekerja disini aku tidak bisa hidup. Pikiraannya itu keliru perlu diluruskan. Aku tidak sebodoh yang dia bayangkan. Sejak dulu aku paling benci terlalu berharap kepada makhluk. Ada saudaraku yang kaya raya tinggal di kota -kota besar. Dan aku tidak pernah menggantungkan diri pada mereka. Jangan kamu kira aku sombong kawan, tidak membutuhkan orang lain. Merekalah yang sombong. Setelah berhasil mereka lupa kepada kami orangorang miskin yang tinggal dikampung terpencil ini. Mereka seperti kacang lupa pada kulit, Nauzubillah. Mereka tidak begitu mempedulikan kariawannya, terlebih-lebih orang miskin. Inilah salah satu penyakit yang sering meracuni orang-orang kaya. Sehingga mereka tidak bisa menganggap kariawan itu seperti keluarga sendiri. Mereka menganggap yang membantunya selama ini adalah musuh bebuyutannya. Kariawan mana yang betah diberi upah sedikit dan diperlakukan seperti budak yang diperintah setiap hari. Begitu juga dengan pak Irpan. Kalau saja dia diibaratkan seorang guru. Dia itu guru yang galak sekali, setiap hari marah-marah pada muridnya dan tidak seharusnya dia melakukan hal buruk itu, karena bisa jadi membuat orang tidak menghargai propesinya sebagai seorang pendidik. Sangat berbeda dengan jepang seperti yang pernah aku baca dalam buku Kekuatan Visualisasi yang ditulis Tut Sayogya. Mengapa masyarakat jepang amat menghargai propesi guru? jawabnya adalah: Karena saat mendidik para guru selalu menganggap anak didik sebagai keluarga mereka. Dengan maksud agar pelimpahan ilmu dapat dilakukan berdasarkan rasa ikhlas. (Harian Kompas, 2003 ). Dan aku kariawan pak Irpan yang diibaratkan sebagai muridnya tidak menemukan kebaikan
115
seperti itu ada pada dirinya. Dia memperlakukanku takobahnya seperti hamba sahaya. Bahkan lebih parah dari itu. dia menganggapku musuh bebuyutannya yang perlu dihajar habis-habisan. Sekarang juga aku harus pulang, hatiku berbisik. Selamat tinggal kota Jakarta. Dua minggu dikampung aku pergunakan waktuku membantu orang tua. Sekali-sekali aku datang menemui Ceci tambatan hatiku. Dia tidak pernah berubah. Cinta yang ada dihati tak pernah surut, tidak mudah digoyahkan lakilaki manapun, dan itulah yang aku inginkan. Dia tidak mengharapkan sesuatupun dariku, kecuali yang satu itu, cinta. Orang yang mencintai tidak mengharapkan sesuatupun dari yang dicintainya, kecuali hanyalah cinta. Aku bisa kembali membuat dia tersenyum. Melepaskan segenap kerinduan yang terpendam selama ini. Aku merasa orang paling bahagia di dunia. Setelah itu dia menangis kembali, serasa kebahagiaan kami dirampas begitu saja, setelah dia tahu besok aku pergi ke Pekan Baru mengadu nasip kenegeri orang, tinggallah dia sendiri meneruskan kuliahnya di salah satu Unipersitas bergengsi di padang. Aku pasti merindukannya. Sesampai di Pekan Baru aku termenung sendirian. Aku memang sering berpisah dengan gadis pemenung itu. Setiap kali berpisah aku mengalami hal yang sama. Napasku naik turun, pelan-pelan airmataku jatuh berderai, seakanakan baru kali ini kami berpisah. Di Pekan Baru aku tidak diperlakukan seperti di kota Jakarta. Suasananya jauh berbeda. Disini menyenangkan. Aku tinggal di MusallaAlmusthafa sama dengan nama pesantrenku. Disekelilingnya berderet kalikrapi bermacam warna. Aku betah tinggal disini. Apa lagi karena Pak Aprizal ketua Mushalla sangat baik hati. Aku harus bisa membersihkan Mushalla ini setiap
116
hari, tidak mengecewakan Pak Aprizal yang sering dikeritik masyarakat secara pedas, bukan kritikan membangun. Aku juga diberi tugas wajib. Setiap waktu sholat aku harus azan dengan suaraku yang pas-pasan. Sekali-sekali aku disuruh Imam, belum pantas. Dan tak jarang aku dapat undangan ceramah, setiap kali ceramah dengan tema yang berbeda. Kalau hari jumat aku memberikan khutbah dari masjid ke mesjid bergiliran, mengasikkan. Delapan bulan lebih aku menduduki kota yang tidak bisa terlupakan itu. Sekarang aku harus berangkat menuju kota Padang. Alhamdulillah, aku lulus di Unipersitas Negeri Padang, Sastra Indonesia pilihanku sendiri, membanggakan. Semua berkas-berkasku sudah aku kirim kesana. Tahun ini yang masuk reguler mandiri tanpa tes. Cukup memberi beberapa lembar potocopi ijazah, dan potocopi rapor tingkat aliyah dari semester dua kelas satu. Awalnya aku sering digertak orang lain. Kenapa kamu mengambil Sastra Indonesia? Itukan nonkependidikan tidak bisa jadi guru. Jadi apa kamu nanti? Saran yang tidak membangun itu sering terlintas ditelingaku, namun tidakkupedulikan. Apa yang aku bayangkan itulah aku. Aku tidak mau merubah niatku lalu menjadi diri orang lain. Orang paling bodoh ialah yang meninggalkan keyakinan diri sendiri, karena mengira yang dilakukan orang lain lebih berarti, Taa-juddin Athooillah Iskandariy. Aku temukan didalam kitab tarjamah fathul muin ditulis DRS.H.Aliy AS.AD. Pesanku buat para santri, begitu diatasnya. Setiba di padang tentu saja aku bertemu Ceci. Dia banyak sekali membantuku. Aku dan dia sama- sama kuliah di UNP, beda jurusan. Aku difakultas FBS. Sedangkan dia fakultas F.MIFA, jurusan mate-matika. Tiga hari berturut kami belum kuliah masih melaksanakan PKMB dididik oleh
117
kakak dan abang senior. Kami wajib memakai seragam putih celana hitam. Sedangkan perempuan wajib memakai baju putih rok hitam, tutup kepala. Bagi yang melanggar di suruh nyanyi sambil goyang, memalukan. Aku tidak bisa membayangkan andai saja aku melanggar peraturan yang sudah di tetapkan itu, aku di suruh nyanyi sambil goyang dihadapan banyak orang, seperti artis yang joged didepan puplik. Aku lebih memilih berlari mengelilingi kampus FBS tiga kali tiada henti, dari pada disuruh joged. Sepuluh menit kemudian aku tetap berdiri disini mendengarkan beberapa pesan yang disampaikan seniorku. Disampingku ada seorang Wanita cantik bermuka bundar tidak menutup kepala. Rambutnya tak beraturan, kaca matanya yang putih baru saja ia simpan baik-baik di dalam tasransel hitam. Kenapa dia tidak maju ke depan? Jelas- jelas dia sudah melanggar, hatiku berbisik. Barang kali dia Kristen. Atau mungkin saja karena dia malas pakai jilbab dan takut di hukum, lalu dia bergaya seperti orang Kristen. Kalau memang dia Kristen, apa menurud kaca mata agama mereka memakai jilbab itu suatu aib besar. Sehingga meskipun di wajibkan waktu PKMB dia berani melanggar? Aku ingin bertanya padanya, takut dia tersinggung. Kuurungkan niatku. Lagi pula bukan urusanku, pikirku. Yang jelas Islam itu punya toleransi cukup besar, saling menghormati dengan orang yang beda agama sekalipun. Islam adalah agama orang-orang yang punya kasih sayang besar. Tidak ada kebencian, akan tetapi Islam mengajarkan cinta, dan bisa mencintai orang yang sangat membencinya sekalipun. Di dalam hadist dikatakan, Hubungkan silaturrahmi dengan orang yang memutuskan denganmu. Al-Quran pun mengingatkan, Dan berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai.
118
Belakangan ini Islam dituduh yang bukan-bukan dengan adanya terorisme. Padahal al-marhum K.H. Zainuddin pernah bilang, Terorisme tidak ada kaitannya dengan agama manapun. Terorisme bukan islam, kristen, budha. Terorisme tidak ada kaitannya dengan pondok pesantren. Jangan sampai pesantren jadi kambing hitam. Karena dari dulu pesantren sudah terbukti ikut serta memberikan kontribusi demi perjuangan Indonesia. Makanya jangan menuduh islam itu kejam, berbuat kekerasan, tak benar. Islam itu rahmatan lilalamin. Tiga hari kami mengadakan PKMB. Dua hari ini aku berada di Fakultas FMIPA ruang matematika. Fakultas Ceci pujaan hatiku. Setelah itu baru kami disuruh menuju kekampus masing-masing. Di FBS lebih menyenangkan. Bangunannya mencakar langit, lokasi luas sesuka mata memandang. Di kampus ini aku lebih merasa senang. Kami Mahasiswa baru FBS disuruh beryanyi sama-sama. Kepada para mahasiswa Yang merindukan kejayaan Kepada rakyat yang kebingungan Di persimpangan jalan Kepada pewaris peradaban Yang telah menggoreskan Sebuah catatan kebangsaan Di lembah sejarah manusia Wahai kalian yang rindu kemenangan
119
Wahai kalian yang turun kejalan Demi mempersembahkan jiwa dan raga Untuk Negeri tercinta Sungguh menarik. Lirik lagu itu membuat jiwa mahasiswa baru semakin bergelora. Ada satu lagi khusus Anak FBS. Dihamparan rerumputan hijau Bagai altar yang terbentang Disanalah berdirinya kampusku Yang penuh sani Alamnya permai Kampusnya damai Suka derita... Dan tawa renyai... Menambah rasa percaya diri Kampus selatan Disana ku mencari Tuntut ilmu sepenuh hati Demi bangsa dan Negara Indah sekali. Aku yakin penulis lagu itu orang yang dalam pengetahuannya tentang Sastra. Acara kami lanjutkan kembali. Dari jurusan bahasa Inggris
120
penampilan bakat, drama. Seorang pemuda kaya jatuh hati pada Wanita cantik. Dia mau melakukan segalanya demi mata hatinya. Cinta perlu
pengorbanan.,Zainuddin bilang, pujangga berkata, ingin bercinta harus berkorban. Takut berkorban jangan bercinta. Tapi ada sutu hal yang membuatku tidak suka. Laki-laki itu dipeluk sungguh oleh kekasih hatinya. Aku rasa itu keterlaluan. Aku bukan sok suci kawan, masa laki- laki botak itu benar- benar di peluk Wanita yang bukan mahramnya, haram hukumnya. Aku tidak ingin penampilan bakat diperton-tonkan secara tidak manusiawi. Aku takut kawan Tuhan marah pada kita Mahasiswa UNP karena berprilaku buruk. Masih bisa diingat gempa 2009 begitu banyak bangunan yang di luluh lantakkan termasuk sebagian kampus UNP. Aku takut terulang lagi. Kalau saja drama semacam itu di adakan di pesantrenku, di hentikan pelan, dan menjadi buah bibir. Aku masih beruntung pernah duduk di bangku Pesantren. Kemanapun aku pergi, di manapun aku berada, pesantren Mustafawiah selalu ada dihatiku.
121
Harumnya Tercium Juga Hari pertama kuliah kami belajar bahasa Arab. Aku disuruh duduk dibangku paling depan, menggantikan seorang wanita yang baru saja terlambat. Aku belum tahu Wanita yang berkulit putih itu siapa? Sekarang posisi duduknya berhadapan denganku. Sesekali mata mungilnya menatap kearahku. Aku terlambat gara-gara mencari lokal Bi6 sendirian, baru dapat dilantai dua, lokal hijau. KRS kamu mana? Sahut Wanita itu, menyodorkan tangan. Aku langsung memberikan dia selembar kertas. Dia heran kenapa baru hari ini aku masuk, padahal mereka belajar sudah dua kali pertemuan. Dia memeriksa KRS ku penuh kehati-hatian. Mungkin KRS kamu baru diperbaiki, pantas saja baru kali ini kamu masuk, Protesnya. Aku sedikit panik. Pikiranku melayang-layang entah kemana, tidak bisa memusatkan perhatian penuh pada pelajaran. Aku membutuhkan bantuan. Aku memperkenalkan diri, diapun menyebut nama Lidia Purnama Sari, nama yang bagus. Setelah waktu habis, Lidia bersama kawannya turun tangan membantuku. Aku tidak tahu siapa nama wanita itu. Dia lebih tinggi dariku. Alis matanya terurus rapi, tapi matanya merah seperti orang penyakitan. Kukunya yang lentik bergerak-gerak. Dia lumayan cantik, tapi sayang tidak pakai jilbab. Kami bertiga bermaksud menemui ketua PA menandatangani KRS ku. Malang hari ini ketua PA tidak bisa hadir. Aku langsung pulang setelah meminta nomor hape Lidia. Begitu Ceci menghubungi, dia langsung mengerti dimana letak kesalahannya. Waktu menyusun KRS ku, dia mendaptarkanku kejadwal Reguler, salah
masuk. Dan aku belum mengambil MKU. Pantas saja aku yang masuk Reguler mandiri tidak berisi penuh KRS-nya, baru delapan belas SKS. Beda dengan
122
mereka dapat 24 SKS. Setelah itu karena aku belum bisa main komputer, terpaksa Ceci yang harus mengisi KRS-ku lagi. Sekarang aku sudah satu lokal dengan Reguler mandiri. Kami yang laki-laki Cuma empat orang, sedikit. Sering aku perhatikan dibus, ditepian pantai dan dijalanan Wanita selalu lebih banyak dari laki-laki. Apa mungkin ini pertanda hari kiamat? Anda sendiri kawan yang menjawabnya. Di padang setelah aku tinggal beberapa hari dirumah kak Ratni saudara sekampung. Aku memilih kos-kosan bersama dua orang teman. Anwar dan Marwan. Kami bertemu lagi. Kami yang dulu berpisah kini bertemu kembali, menyenangkan sekali. Aku tak menyangka ternyata mereka juga kuliah di UNP, beda jurusan. Dan satu lagi yang tinggal disini, Pak Gito Dosen UNP, Bimbingan Konseling. Dia lulusan dari Unipersitas Negeri Surakarta, solo. S2 di Ikip padang UNP sekarang, serta melanjutkan pendidikan propesi Bimbingan Konseling. Dia sangat pemurah dan baik hati. Di kampus lebih dulu dia mengulurkan tangan bersalaman dengan Maha Siswa. Banyak ilmu yang aku dapat dari beliau. pernah aku catat dibuku harianku. Tujuan kuliah ada lima. 1. Mengubah kehidupan teradisional menjadi modern 2. Mengembalikan biaya yang sudah dikeluarkan 3. Prestise keluarga, (meningkatkan harga diri keluarga) 4. Meningkatkan karir masa depan 5. Mencari jodoh Catatan lain.
123
Tujuan belajar ada lima. 1. Mencari ilmu pengetahuan 2. Mencari pekerjaan 3. Hidup bersama 4. Mengembangkan potensi 5. Mendekatkan diri kepada Allah dalam hidup berkeagamaan Jurus pengendalian diri 3k 2p. 1. Kemoralan 2. Kesadaran 3.Kesabaran 4. Perenungan 5. Pengembangan diri Semua pesan-pesan beliau bagus diamalkan bagi yang ingin berjuang. Aku tidak tahu dari mana sumbernya. Mungkin dari buku yang pernah beliau baca. Atau mungkin saja dia mengutip pendapat orang lain, dan bisa jadi dari imajinasinya sendiri. Tak penting bagiku memikirkan itu. Yang jelas semua pituah yang sudah aku tulis bermanfaat bagiku. Pesan-pesan beliau itu masih terukir dilubuk hatiku. Dan masih ada lagi ilmu lain yang aku dapat dari beliau. Aku menganggap dia itu seperti Ayah kandungku sendiri. Aku tidak bisa membalas semua kebaikannya meskipun dengan emas sebesar gunung. Dia masih kelihatan muda dari umurnya yang sudah 62 tahun. Sebentar lagi mungkin dia akan pensiun. Rambutnya yang disisir kesebelah kanan mulai
124
memutih. Anak dan cucunya ada berhasil. Tapi dia tidak mau menggantungkan hidup kepada anak dan cucunya itu. Dia lebih memilih menjadi seorang dosen menghabiskan masa tuanya dari pada duduk-duduk dikursi goyang. Sekarang dia hidup sendirian. Istrinya meninggal dua tahun yang lalu. Namun Bapak tua itu tetap tabah, pantang menyerah. Dimana-mana dia selalu memberikan ilmu pada setiap orang, di kota dan didesa samasaja. Selama aku hidup aku tetap mengajar, Kata-katanya itu
mengingatkanku pada Pak Jawad, guruku di pesantren. Dia sudah tua renta, jalan membungkuk. Dan aku yakin meskipun dengan jalan merangkak dia tetap datang mengajar ke Musthafawiyah dengan gaji sedikit. Anak dan cucunya juga ada yang berhasil. Tapi dia lebih memilih tinggal dipondok kecil menghabiskan masa tua. Sekarang bapak tua itu sudah memejamkan mata selamanya. Mudah-mudahan saja segala ilmu yang dia berikan bermanfaat. Apa bila mati cucu adam itu maka terputuslah amalnya kecuali 3 perkara, termasuk ilmu yang bermanfaat, Al-hadist. Ya, segala ilmu yang dia berikan berguna dari dunia sampai akhirat kelak, seperti pak Gito. Dia memang tidak pernah menduduki bangku pesantren. Tapi dari cara dia hidup tak obahnya seperti orang lepas dari Pondok Pesantren. Dia benar-benar patut dijadikan contoh. Orang yang selalu dekat dengan beliau, sedikit banyaknya akan mendapatkan ilmu darinya. Seperti kata pepatah, berteman dengan ulama
seperti berada di taman bunga, walaupun tidak bisa menyentuhnya harumnya tercium juga.
125
Belum tentu Tuhan Menerimaku Malam itu cuaca tidak bersahabat. Embun bergumpal-gumpal menutup langit pertanda hujan. Seminggu lagi Ceci akan berangkat kekota Medan, berharap negeri orang nanti dapat mengasihinya. Kawan aku tidak tahu kenapa ini terjadi. Dia meninggalkan UNP memilih kuliah di IAIN Medan, membuatku bingung. Sering kutanya lewat telpon, dia hanya menangis tak ada jawaban. Aku bigung tak menentu. Ada apa dengan dia? Dua hari setelah itu, dia memberi tahuku kenapa dia memilih kuliah di IAIN, medan. Mamaknya yang tinggal disana menawarkan pekerjaan di toko roti dengan gaji yang menggiurkan. Jadi disana selain dia tidak bayar uang kos, dia juga ada masukan perbulan, dan tidak minta sama orang tua. Berarti dia kuliah sambil kerja. Dia tidak bergantung lagi pada orang tua. Jadi mandiri dia sekarang. Di UNP rasanya dia tak mampu lagi, karena sulitnya disana lapangan kerja. Memang pernah sih di Padang dia coba kuliah sambil kerja, gajinya tak mencukupi. Dia cari kerja lain, dapat. Tapi kalau dia kerja disitu wajib meluangkan waktu tujuh jam perhari. Tentu saja dia menolak, merusak jadwal kuliahnya. Waktu perpisahan kini sudah didepan mata. Ketika berangkat ke medan Dia tidak membawa apa-apa, Cuma berbekal semangat. Sebelum berangkat dia sempat menelponku dari kampung. Aku menangis sepuasnya setelah mendengar sebentar lagi dia akan pergi. Hapuslah air matamu jangan menangis untukku! Betapa besar salah yang kuperbuat bila membuatmu menangis, dia tidak ingin mendengarku bersedih. Aku merasa ditinggalkan dan kehilangan sesuatu yang sangat berharga dari dunia ini. Kalau boleh jujur, ketika aku pulang seharusnya bisa bertemu dengannya, saling mengungkapkan
126
perasaan dari hati ke hati. Itukan keinginanku saja, berlebihan. Aku tidak bermaksud melarang dia pergi mencari impiannya, bukan itu maksudku kawan. Sebentar lagi dia akan pergi jauh. Bisa jadi dia tidak meninggalkanku, dia melupakanku selamanya. Ya Tuhan jangan biarkan itu terjadi. Betapa banyak derita yang aku rasa setelah mengenal wanita penyabar itu. Aku seorang pecinta merasa sakit dan senang karena cinta, aku suka semua itu. Aku masih ingat, semasih kelas lima dipesantren. Suatu hari aku pulang ke kampung. Dua minggu dikampung belum bisa bertemu Ceci. Ernani mengharamkan. Ingin sekali aku melihat gadis itu. Bertegur sapa dengannya, adakah dia baik-baik saja? Aku semakin gelisah ditimpa kesedihan. Sehari sebelum aku pergi kepesantren, Aku coba menemuinya kesekolah. Kali ini dia diantar jemput oleh ibunya. Keputusan terakhir, kusuruh dia duduk didekat teras rumahnya. Dari jauh Aku tatap wajah indahnya. Cuma itu yang bisa ku lakukan, sungguh menyakitkan. Dia adalah penerang hidupku disaat mata hatiku buta. Dia bisa menghiburku disaat aku merasa sepi. Pokoknya dia sangat berarti bagiku. Dia wanita yang mengerti tentang cinta. Dia pernah menulis surat untukku, aku masih hapal sebagian isinya. Jangan kau mencintai orang yang tidak mencintaimu. Tetapi cintailah orang yang begitu mencintamu, dan dia tahu apa itu cinta, dan dia suka bermain tentang cinta, menarik dibaca. Hujan berangsur turun. Ernani memeluk erat putri kesayangannya dibawah pohon besar dengan airmata menetes. Seakan-akan Ceci tidak akan kembali lagi, dia juga turut menangis. Agi dan Duen juga menangis bersangatan. Seolah merasa banyak kesalahan kepada kakak kandungnya yang hitam manis itu. Zaki yang paling kecil menangis meronta-ronta dipangkuan
127
sang Ibu bukan karena bersedih hati. Usianya lebih kurang satu tahun, dia belum tahu apa itu perpisahan. Dialah anak pertama Tamin, saudara seibu Ceci. Semasa aku mondok di pesantren pernah mencatat sebuah kata mutiara atau kalam hikmah, Tiadalah pertemuan yang tidak diakhiri dengan perpisahan, akan tetapi perpisahan itu sering mencucurkan air mata, benar. Sekarang ini aku menangis sepuasnya. Aku merasa bersalah. Setiap kali aku meninggalkan kampung, Ceci selalu ada bersamaku. Bahkan meskipun aku sudah melarangnya jangan datang, dia tetap bersikeras menurutku kesimpang jalan, dimana aku menanti sebuah mobil. Ketika mobil berangsur berjalan aku selalu menatap wajah indahnya sampai dia menghilang dari pandanganku, sedih. Selamat tinggal jaga tetap kesetiaanmu! permintaan yang sedikit tapi bermakna. Hari ini aku tidak bisa melakukan seperti yang sering dia lakukan padaku. Betapa lemahnya diriku ini. Maafkanlah aku Ceci, wahai kekasih hatiku, gumamku lirih. Andai saja aku berada disana kedatanganku mengundang petaka, Ibunya pasti tidak membolehkan. Dia lebih jijik melihatku dari pada binatang terhina didunia. Dia mengumpamakan aku ini tak lebih seperti lalat diatas makanan, dia kejam dan sangat membenciku. Tapi anda jangan salah kawan, aku tidak pernah membencinya, sekalipun tak pernah. Apapun yang akan terjadi aku tetap menyayanginya seperti aku menyangi Ibu mertuaku sendiri. Di perjalanan Ceci melihat Pesantren Musthfawiah. Dia tersenyum sendiri seolah dia melihatku ada disana, duduk dipondok kecil termenung seorang diri. Mata bertemu dengan mata dan hati bertemu dengan hati, menyenangkan.
128
Pada pukul 24:00 dia sudah sampai ke tempat yang dituju. Jelas saja tengah malam itu kota Medan suasananya terlihat sepi tak berisik. Toko-toko besar semuanya ditutup, sebagian rumah makan saja yang masih buka. Suara mobil yang lalu lalang di jalanan sedikit terdengar. Tiga hari di Medan dia tes masuk kuliah di IAIN jurusan PGMI, lulus. Dia pindah jurusan. Dulu di UNP pilihan pertamanya bahasa Ingris, gagal. Dia gagal bukan karena tidak banyak menguasai kosa kata kiblat bahasa itu. Nasibnya sendiri yang membuat dia menolak keinginannya. Waktu SMA dia paling hebat bahasa dunia itu. Kelulusan tidak selalu identik dengan kecerdasan. Aku saja yang lulusan dari pondok bisa lulus disalah satu Universitas bergengsi di Padang. Bukan berarti karena aku pintar kawan. Siska, fitrah, dia, eva dan Yosi tidak lulus meskipun mereka sering berprestasi di masa SMA. Mereka tidak lulus barang kali belum rezki. Kalau saja aku di tanya kenapa bisa lulus di UNP. Sebelumnya aku sering bermohon kepada Allah diluluskan. Hampir setiap malam aku melaksanakan shalat tahajjud. Aku berpegang teguh dengan firman Allah. Memintalah kepadaku niscaya akan kuperkenankan. Aku mengakui tidak menguasai ilmu Matematika, Biologi, Fisika, dan bahasa Ingris semuanya sering membuatku kesal. Di Pesantren dulu belajar pak umum paling-paling dua kali seminggu. Setiap guru pak umum masuk kekelas, kami banyak yang permisi bermacam alasan. Kadang-kadang kami nongkrong diluar. Guru pak umum dianggap remeh, aku menyesal sepenuhnya. Anda tahu kan kawan di UNP aku mengambil jurusan Sastra Indosia. Karena sesuai dengan cita-citaku, menjadi penulis terkenal, dan dai berjuta umat. Aku tahu dijurusan Sastra Indonesia kami nanti akan belajar ilmu
129
Retorika. Semoga saja setelah ini aku bisa memperjuangkan agama Allah dalam bentuk tulis dan lisan. Tiga tahun yang lalu waktu mondok dipesantren aku pernah mengirim novel lembayung senja ketujuh penerbit, gagal. Aku ingin meneruskan
karyaku sampai penerbit bisa mengindahkannya. Aku harus bisa menuliskan sebuah kisah cinta diatas kertas pengangguran. Meskipun sekarang aku merasa lemah tak berdaya dengan kepergian Ceci ke kota Medan. Aku yakin suatu saat nanti semangatku tumbuh lagi seperti semula. Aku menerobos kekamar tidur, mengambil sebuah buku Diary pemberian Ceci yang sudah ditulis dari dulu. Pelan-pelan aku buka buku bersampul merah itu. Ku persembahkan buku kecil ini untuk kekasih hatiku Kuawali goresan tanganku dengan kerlipan roman hati penuh cinta. Cinta yang tak pernah ku tahu dari mana datangnya? hinga kini merasuki relung jiwaku yang terdalam. Aku sugguh mencintaim. Tak ingin kuberpaling darimu walaupun beribu aral melintang menghadang hasratku. Engkau telah mewarnai kusamnya hidupku dan telah menjadi penyemangat atas langkahku. Begitu berarti dirimu bagiku. Engkaulah sosok yang sempurna. Kau kan selalu menjadi yang terindah.
130
22 Maret 2011 Kerinduan Kucoba menatap bulan malam ini. Pancarannnya penuh keindahan hingga aku terbuai dalam hayalan dan mimpi- mimpi. Terbayang- bayang wajah kekasih hati nan jauh dimata, tak dapat kubendung air mata sesak dalam hati menahan kerinduan yang tak tertanggungkan. Terbesit dalam palung hati, andai engkau merasakan apa yang kurasakan saat ini. Tidakkah kau tahu betapa kumerindukanmu? Tak pernah engkau lepas dari ingatanku. Setiap langkahku engkau adalah tujuanku, dan dalam tidurku harapan indah selalu muncul dibenakku agar engkau hadir ketika mimpi menjelma. Kekasihku, sungguh aku mencintaimu. Mengenalmu sebuah kebahagiaan terindah untukku. Meski terpisahkan oleh jarak aku takkan gentar dan tetap mencintaimu. Bagiku jarak bukanlah penghalang, namun dialah yang menjadi penumbuh benih kerinduan yang membuatku tak ingin lepas darimu. Kuingin selalu ada disisimu. Menebarkan segenap aura cinta tanpalelah dan jenuh. Karena hasrat jiwaku hanya tertuju akan engkau. Hidupku takkan berarti jika engkau tinggalkan aku. Sepenuhnya cintaku hanya tertuju padamu. Seutuhnya kesetiaanku telah pupus tercurah padamu. Tiada lagi sosok yang dapat menggantikan indahnya dirimu di hatiku, takkan pernah ada. Seperti yang pernah kau utarakan padaku, Setengah hatiku telah ada padamu. Kumohon jaga dengan teguh.
131
27 April 2011 Kisah Cinta Aku tak tahu harus memulai dari mana kisah cinta antara engkau dan aku. Perjalanan yang amat berliku, penuh dengan beribu rintangan serta tantangan yang datang silih berganti. Suka dan duka menjadi bagian terpenting dari itu semua. Namun bagiku bahagia adalah perasaan terbesar yang menghinggapi batinku. Sejak awal pertama engkau berucap perasaan padaku, bahagiakupun tak kepalang. Hingga aku tak kuasa tuk
mengungkapkan bahagiaku. Hari-hari kurasa terasa indah, sangat indah. Namun inilah yang namanya hidup ada suka ada duka. Ada kalanya cuaca cerah adakalanya mendung. Ditengah bahagia, perlahan menyusup tantangan, bukan sekedar nama. Tantangan itu pun tak jarang meneteskan air mata. Orang tua kita tak mengingini hubungan cinta kita berlanjut. Menurut kabar angin, tali kekekerabatan yang mengundang ketidak restuan itu. Namun bukan dari ajaran agama. Engkau pernah berucap padaku, Aku telah melihat dalam Al-Quran mana wanita yang boleh dinikahi dan mana yang tidak. Tak ada pertalian diantara kita yang menyebabkan tidak boleh menikah. Betapa bahagianya aku tatkala kalimat itu kudengar terucap dari bibirmu. Ingin sekali rasanya aku menjawab, Pujaan hatiku! Tahukah engkau bagaimana besar rasa cintaku padamu? Andainya pun didalam adat kau dan aku tak direstui tuk hidup bersama. Bahkan agamapun menganjurkan hal yang sama. Aku tetap tidak bisa melupakanmu. Meski harus terpisah mungkin hidupku kedepan terus merana. Aku hidup tanpa kekuatan. Lemah tak berdaya. Karena semangat hidupku telah kikis. Punah ditelan cintaku yang tak terwujud. Apapun rela kukorbankan demi cinta ini. Rentangan yang datang takkan
132
menyurutkan rasaku. Aku tegar menghadapi semua. Seperti sebuah kalimat di dalam buku Latahzan yang kau beli untukku, kala seorang jelata dalam kesengsaraannya, ringan baginya untuk mendaki gundukan lumpur. Ditengah ketidak restuan kerap kali orang tuaku menghujaniku dengan makian, bahkan pukulan. Dan berujung angkat kaki dari rumah.Semuanya kulalui dengan penuh kesabaran. Aku percaya bisa melewatinya. Bukan hanya aku yang merasakan moment penuh derita itu, engkaupun kekasihku turut merasakan hal yang sama. Berujung angkat kaki jua. Yang lebih mangancam, perihal sekolah engkau dan aku. Aku sungguh takut sekolahmu akan putus ditengah jalan. Andai saja itu terjadi aku telah berdosa Mematahkan cita-citamu dan memutuskan asa-asa indahmu. Akan tetapi aku bersyukur karena yang kutakutkan itu tidak terjadi. Tak berselang lama engkaupun berangkat menuju sekolahmu di Purba, tanpa ada pertemuan terakhir sesaat sebelum berpisah untuk waktu yang cukup lama. Dan tiggallah aku Meratap sendiri. Sungguh berat namunku coba tegar. Lambat laun akupun mulai terbiasa dengan perpisahan. Aku tak lagi bersedih dan menangis setiap saat. Aku menganggap perpisahan adalah bagian dari cintaku yang mampu menjelmakan rindu disanubariku. Dan mengukuhkan cinta suci dihatiku. Inilah aku dengan segenap cintaku yang tercurah hanya padamu. Dan kini aku yakin aku adalah sosok wanita yang tegar dan setia didalam percintaan. Hatiku bagai diiris. Setetes demi setetes airmataku terus mengalir. Aku cukupkan sampai disini. Aku tak tahan lagi, takut karena kesedihan ini menyebabkan aku mati. Padahal aku belum shalat malam. Kalau mati bisa dikirim kejurang neraka. Yang jelas meskipun shalatku aktif belum tentu tuhan
133
besar padamu.
menerimaku dan memasukkanku kedalam sorga, tempat orang-orang yang terpilih menjadi kekasih Tuhan. Apa lagi tidak shalat sama sekali, Nauzubillah.
134
Pantat Berasab Bulan yang ditunggu-tunggu telah tiba, ramadhan. Tadi malam masjid raya Muhammadiyah terisi penuh. Kami masuk berdesak-desakan. Seluruh umat Islam berbangga hati, setan terbelenggu. Pagi harinya disekitar kos kami warung tutup. diluar terlihat sepi tidak berisik seperti biasa. Pak Anton saja yang punya warung kopi, siang malam laris manis tutup. Begitulah cara dia menghormati raja sekalian bulan itu. Kali ini aku kesiangan, shalat subuhku telat. Marwan dan Anwar tidak membangunkanku, malahan mereka menarik kembali selimutnya menambahi tidurnya. Bangun lagi tidur lagi, tak gendong, Mbah Surif, itulah yang mereka amalkan. Dibulan magfirah itu kami tetap kuliah sampai 27 Agustus seminggu menjelang lebaran, baru pulang.
Tiga minggu kemudian, aku dan Marwan naik motor pulang ke kampungku. Rencananya dia istirahat sebentar dirumahku setelah itu dia pulang sendirian kekampungnya, Desa Baru. Dia baru beli motor. Jadi bisa keliling kota Padang kapanpun dia mau, tidak sepertiku. Berbicara tentang motor kecilkan dulu suaranya. Aku belum pernah bermimpi memiliki benda yang kepalanya mirip dengan belalang itu. Waktu berusia 13 tahun banyak teman-temanku memiliki benda mahal itu. Mereka mengenderai ugal-ugalan, jatuh lalu mati. Ayah dan Ibunya tentu saja menangis pilu. Kesal pada anaknya yang tidak ekstra hati-hati mengenderai roda dua itu. Suami Istri itu tidak pernah menyalahkan diri. Itukan salah kami kenapa juga kami membeli Motor buat anak kami yang belum pantas mengenderainya, tidak pernah terbesit dalam hati.
135
Riyan, tetanggaku lebih parah. Dia bilang padaku, kalau saja ayahku tidak mau membelikan pantat berasab itu, akan kubukar rumah kami, durhaka. Kunasehati dia dengan caraku sendiri, tidak didengar. Ayahnya yang lemah langsung mengabulkan permintaan sang anak, menjual sepetak sawah. begitu banyak teman-temanku mati sekolah demi benda yang sering membuat onar dikampung kecilku. Aku tidak bermaksud menuduh temantemanku kejahatannya lebih parah dariku, bukan itu maksudku. Aku merasa lebih hina dari mereka semua. Aku lebih pantas di sebut anak pendurhaka. Bagaimana tidak, aku dan Ceci dipaksa memutuskan hubungan yang sudah terjalin lima tahun lebih oleh kedua pasangan yang serasih itu. Maafkan aku Ibu, aku mencintainya karena dia juga mencintai kalian, meskipun kalian sangat membencinya, begitulah kata maafku. Di dunia ini sulit didapat wanita seperti Ceci. Sore hari 16:20 kami tiba di kampung. Sehari setelah itu aku disuruh tampil pidato diatas pedium kuning sebelum melaksanakan shalat tarawih. Masyarakat bilang, malam ini aku harus memberikan oleh-oleh buat mereka semua yang sudah lama di nanti-nanti. Aku paham maksudnya, menyuruhku tampil didepan. Mereka jauh lebih terhibur cara seperti itu dari pada aku memberikan roti coklat satu bungkus perorang yang tidak mampu aku lakukan. Malam itu aku berbicara kisah Nabi Adam dan Iblis ketika diusir dari surga. Semoga saja mereka terhipnotis dengan apa yang aku sampaikan. Pagi harinya aku melihat orang- orang ramai berkumpul di luar diiringi suara keras tak karuan. Bunuh saja Kepala Jorong itu, dasar pemimpin yang mementingkan diri sendiri, nada mengancam. Aku tidak tahu siapa yang mengatakan itu. Di kampung kecilku lagi ada masalah, mengenai tanah wilayat.
136
Masyarakat tetap merasa ikut serta memiliki tanah yang luas itu, sedangkan di kelompok lain ada yang berminat menjualnya. Tentu saja membuat rakyat kecil tidak di pedulikan, merasa dilukai berdarah-darah. Keadaan semakin resah. Demo ini tak obahnya seperti yang ada di TV. Setelah kejadiaan itu karena masyarakat di kampungku takberpikir kebelakang, mereka mengadakan perjudian ditepian jalan sesuka hati, melampiaskan amarahnya. Orang yang berbuat dosa tidak dihiraukan lagi, untung saja perzinaan belum dianggap hal biasa. Kalau itu terjadi Tuhan akan marah lalu meluluh lantakkan kampung kecil kami. Begitulah kalau pemimpin dianggap salah, bukan saja rakyat yang kebingungan duniapun turut marah. Lima hari kemudian. Kami lebaran lebih awal, Selasa. Ada juga yang berpendapat lebaran jatuh pada hari rabu.Perbedaan itu rahmat, Sabda Rasulullah Saw. Kali ini kami melaksanakan Shalat ID di lapangan, mesjid kami masih direnovasi. Didepan Uztad Tarmizi yang sengaja diundang sedang membacakan khutbah, lama sekali. Membuat jemaah merasa lelah. Pak uztaz itu sudah naik haji tiga kali. Jabatannya jangan ditanya tinggi sekali. Tapi maaf kawan dia tidak begitu pandai menerangkan isi khutbahnya. Retorika tidak teratur, mungkin bukan hobbinya barang kali. Jabatan bukan sebuah jaminan bisa untuk melakukan berbagai hal. Disini aku merasa bahagia bisa bertemu dengan keluarga, dan temantemanku. Namun ada yang membuatku sedih. Ceci tidak bisa pulang. Entah kenapa dihubungi Hapenya ngak aktif. Aku sangat merindukannya. Sejak dia meninggalkan kampung ini lalu berangkat ke Medan, mulai detik itu aku merasa dia membawa hatiku separuh. Hari ini hari yang berbahagia. Hari yang dinanti-nanti oleh umat Islam diseluruh dunia. Hari bersalam-salaman, hari
137
bertegur sapa, dia kekasih hatiku jauh dari pandangan mata. Dimanapun dia berada semoga saja Tuhan menempatkannya ditempat orang yang
mencintainya. Jangan sampai ada orang yang menyinggung perasaannya sehingga dia terluka. Cukuplah dia dilukai Ayah dan Ibuku, perpisahan kami, cinta yang tak direstui karena adat yang berbeda, menyebalkan. Aku khawatir kalau masih ada goresan luka tersimpan dibenaknya, dia tidak bisa mengemban luka itu. Menyebabkan dia mati. Kalau saja dia mati aku pun belum pasti hidup. Aku tidak ingin membuat dia menangis, tidak mau menyinggung perasaannya, dan tidak ingin mematahkan hatinya yang hampir mati. Aku mencintainya seperti cinta kekasih kepada kekasihnya.
138
Perempuan buaya Darat Cinta tidak harus memiliki. Aku dapat berita menyakitkan yang sulit ku percaya. Sebentar lagi Ceci akan menikah dengan pemuda kaya di kota Medan. Aku tahu berita itu setelah membaca surat terakhirnya untukku.
Buat Asnul di kampung. Sejuta kata maaf kuucapkan padamu Asnul. Aku tidak bermaksud menyinggung perasaanmu. Aku yakin sampai saat ini kau tetap menyimpan kesetiaan, tapi maaf aku tidak bisa melakukan hal yang sama. Kau tahu kan keluargaku memandangmu sebelah mata, menganggapmu tak ada. Mereka lebih menyukai laki- laki yangbertubuh manusia tetapi berkepala anjing dari pada kau jadi suamiku kelak. Untuk apa cinta ini ku pertahankan kalau menyakiti jiwa dan membunuh perasaamu. Sebentar lagi aku akan menikah. Ya, menikah dengan laki- laki kaya pilihan hatiku sendiri. Aku yakin dia bisa memberi apa yang aku minta. Dan menutupi semua kekuranganku. Dia jauh berbeda denganmu Nul yang tidak punya apa-apa. Aku mohon carilah wanita lain yang lebih cantik, dan lebih baik dari diriku yang banyak kekurangan. Dalam waktu sebentar Aku yakin kau pasti mendapatkannya. Dari orang yang pernah mencintaimu Ice Ceci Lia. Rupanya selama ini dia berbohong padaku. Tak ada dia kuliah di IAIN, PGMI. Tak betul dia kuliah sambil kerja ditoko roti mamaknya, wanita
139
pengecut. Dia tidak tahu sesakit apa hatiku. Aku merasa dikuliti hidup- hidup. Air mataku jatuh berderai. Lama aku baru perca yang menulis Surat itu Ceci yang pernah kucintai dan mencintaiku dengan jiwa dan raga. Dulu dia menangis menjerit-jerit dihadapanku seperti tangisan seorang bayi yang meminta air susu pada Ibunya, berharap agar aku jangan mengecewakan dia. Padahal dialah yang tidak menepati perjanjian. Cintanya seperti cuaca bisa berubah- ubah. Kadang mendung tiada hujan. Kadang kala matahari menampakkan sinar keemasannya di saat hujan mulai turun, penipu. Sekarang aku tahu buaya darat itu bukan laki- laki saja macamnya, ada perempuan buaya darat.
140
Tempat Kembali Perasaan sakit ini masih saja menusuk hati. Untuk menghilangkannya aku pergi ke Air bangis, berdiri ditepian Pantai sendirian. Ombak laut bergulung-gulung silih berganti menghiasi tepian pantai. Jauh disana, di sekeliling pulau banyak kapal berlayar. Lampunya berkelip-kelip. Suara Azan bersahut-sahutan dari Masjid ke Masjid mengajak shalat. Haiya Alassholah Haiya Alassholah Haiya Alal falah Haiya Alal falah Allahu Akbar Allahuakbar Lailaha Illallah Aku cepat-cepat mengambil air wuduk. Aku ber doa dihadapan Tuhan, semoga diberi ketabahan menghadapi cobaan berat ini. Dan sunguh kami akan beri cobaan kepadamu dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, Al-Quranul karim. Mudah-mudahan aku termasuk golongan orangorang yang sabar dicintai Tuhan. Malam itu Marwan baru datang dari kampungnya kerumahku. Kuajak dia kewarung minum kopi asli. Diatas gelas itu terlihat jelas kopinya tumpah berserakan, tidak seperti dikafe-kafe, teratur. Di dekatku Marwan mendongeng, sekali-sekali air ludahnya keluar berserakan. Pak Darwin seorang Dokt er terkenal dimasa itu, mempunyai pasien 100 orang gila. Siang dan malam dia
141
selalu bekerja keras penuh kesabaran, untuk menyembuhkan semua pasien itu. Tiga hari sesudahnya, ada seorang pasien menurutnya sudah sembuh total. Kenapa? Karena setiap mereka berpapasan orang itu selalu mengucapkan salam dengan sopan. Yang lebih meyakinkan di ajak bicara, nyambung. Berkali-kali Pak Dokter tersenyum lebar. Kerja kerasnya tiga hari ini tidak berakhir sia-sia, akan tetapi membuahkan hasil yang sangat memuaskan. Untuk
memperjelasnya, Pak Dokter mengeringkan sebuah kolam mandi besar. Dan menyuruh mereka semua berenang di dalam kolam yang tidak berair itu. Sebanyak 99 orang melompat, lalu berenang dengan gaya tak waras, dasar orang gila. Melihat itu senyum Pak Darwin mengembang, karena orang yang dia yakini kesembuhannya, tidak ikut melompat. Untuk memperjelas apakah dia benar-benar sembuh atau tidak, pelan-pelan Pak Dokter datang menghampiri, Kamu kenapa tidak mau melompat? Tanya Pak Dokter. Maaf Pak saya tidak bisa berenang, jawab orang gila itu spontan. Rupanya dia sama saja dengan yang lain, gila. Aku tertawa terbahak-bahak setelah mendengar cerita yang lucu itu. Ketika kami lagi asik-asiknya tertawa, aku melihat disudut jalan ada seorang Wanita ditampar berlebihan, dia menjerit kasakitan. Barang kali yang menamparnya itu adalah cowoknya. Aku tidak tahan melihat Wanita disakiti seperti itu, apa lagi Wanita itu belum resmi jadi Istrinya. Bahkan meskipun Wanita itu sudah jadi Istrinya, apa bila ia menampar melalui wajah lalu berbekas, Suami wajib denda, Kifayatul Akhyar. Aku langsung memukul pelan lelaki itu tanpa berpikir. Rupanya dia Jepri temanku waktu kecil dulu, sama-sama jadi tukang buruh disawah. Aku tidak peduli siapapun dia yang jelas dia salah. Dan Wanita yang ada luka di wajahnya Mira, pacar dia. Aku bawa dia pulang. Sesampai dirumahnya. Ibunya
142
marah-marah padaku berpikiran macam-macam, menuduh kami pacaran, aneh. Aku dipermalukannya dituduh yang bukan-bukan. Padahal aku dan Mira
antara langit dan bumi, tidak ada apa apanya. Dia anak konglo merat, sedangkan aku ini belum pernah merasakan jadi Orang kaya, selalu dibalut kesedihan, berkawan dengan penderitaan, setiap hari. Bagaimana mungkin putri semata wayangnya menaruh hati kepada Orang miskin sepertiku. Lagi pula aku tidak mencintainya. Aku tidak mau mencintai tapi tidak dicintai, seperti kisahnya Kahlil Gibran. Cinta terbesar didunia ini adalah cintanya Tuhan, dan kepadanya tempat kembali.
143
Pukulan Yang Tidak Membahayakan Hari ini aku berangkat lagi kepadang meneruskan cita- citaku. Kalau tidak, jadi orang bingung aku disini. Disemester dua ini banyak teman-temanku bilang, mendapatkan semester tiga nanti mereka pindah jurusan, pendidikan bahasa Indonesia. Mereka punya alasan yang sama. Jurusan Sastra Indonesia nonkependidikan tidak menjanjikan, bodoh. Kalau memang ingin pindah kejurusan lain, silahkan. Tapi jangan sampai memandang rendah jurusan Sastra Indonesia. Begitu banyak orang bilang jurusan Satra Indonesia banyak pengangguran, itu tidak benar. Yang banyak pengangguran itu semua jurusan kalau orangnya tidak berbobot. Misalnya orang yang mengambil jurusan Satra Indonesia kalau disuruh cerita kedepan, mimiknya tidak bisa, vokal apa lagi, intonasinya tak jelas, membuat pendengar panas telinga. Dikatakan menulis dia tidak mampu. Disuruh membacakan berita tidak bisa, jelas saja orang macam itu terus pengangguran seumur hidup. Mereka yang ingin pindah jurusan itu berbeda jauh denganku. Aku tetap disini. Sastra Indonesia satu-satunya pilihanku. Berkali-kali aku gagal mengirim novel ke penerbit. Bahasaku masih kacau, belum bisa menyusun kalimat indah yang menarik untuk dibaca. Semoga saja setelah mengambil jurusan Sastra Indonesia novelku bisa diterbitkan, dan mudah- mudahan jadi Bestseller, amin yarobbal alamin. Dua minggu sesudah aku di padang, tidak tinggal dikos lagi yang wajib bayar seratus lima puluh ribu perbulan. Tiga hari saja terlambat terpaksa ibu kos mengusirnya, kejam. Hari ini aku memilih tinggal di masjid Al-Hikmah. Komplek Parupuk raya, tabing. Jadi garin aku disini. Setelah aku tinggal di masjid pekerjaanku makin menumpuk. Jauh beda dengan dikos masih bisa
144
tenang-tenang, dan menyempatkan diri bermain dengan teman-teman. Yang kupikirkan kuliah dan tugas, itu saja. Sekarang disini jauh berbeda. Masjid harus terlihat bersih setiap hari. Jangan sampai aku jelek dimata masyarakat. Setiap malam sabtu aku jadi pembawa acara waktu mengadakan wirid mingguan. Di bulan ramadhan nanti, aku harus siap jadi panitia pesantren ramadhan dari tingkat SD, SMP dan SMA. Enam hari dalam seminggu aku diberi tugas wajib oleh Pak Heri, kepala TPQ disini, mengajar anak-anak yang nakalnya minta ampun. Inilah tugas paling berat bagiku. Banyak ujian disini, percayalah. Tapi masih untung karena aku mengajar kelas satu dan dua. Sedangkan bang Roni yang sedang mengambil S2 di UNP, diberi tugas mengajar kelas tiga dan empat. Keributan anak-anaknya berlebihan sekali. Ketika aku sedang mengajar anak-anakku sering berlari kesana kemari, tak sopan. Berkali-kali kuperingatkan lembut, tidak didengar juga. Aku memukul kakinya pelan. Dia menangis berlebihan mengadu pada ibunya. Aku dimarahi ibunya kasar. Setelah satu bulan aku disini. Ada tiga orang tua datang marah-marah padaku. Bahkan ada yang memfitnahku. Mengatakan aku sering memukul anak-anak dengan tangkai sapu sekeras-kerasnya. Kalau memang ada mana bekasnya? Memang aku sering meletakkan sapu di depan dan berkata, siapa yang ribut ini bagiannya, aku pegang sapu itu. Tapai aku tidak ada memukul keras mereka. Demi Tuhan aku tidak pernah melakukan hal buruk itu. Mereka pikir aku manusia tidak punya perasaan, jahat. Dan wajar dipertanyakan kenapa setiap orang yang datang memarahiku kejam tak pernah ada di masjid. Baik shalat jemaah, wirid mingguan, ataupun waktu rapat. Kalau orangtua anak itu jamaah tetap di masjid ini tak pernah dia marah padaku. Meskipun anaknya sering dapat hukuman. Bahkan seorang ibu jemaah tetap di
145
masjid ini pernah bilang padaku, Anul kalau kau tidak menegur anakku ketika dia salah karena takut menangis mengadu padaku berarti aku kecewa padamu. Aku harap kepada bapak dan ibu dimanapun berada jangan terlalu memanjakan anak. Kalau anakmu sudah berumur tujuh tahun wajib kau suruh shalat. Kalau umurnya genap mencapai sepuluh tahun disuruh shalat tidak mau. Pukul dengan pukulan yang tidak membahayakan.
146
Didikan Shubuh Setiap minggu pagi kami selalu mengadakan didikan shubuh. Anak-anakku tampil kedepan melaksanakan tugasnya. Kali ini sebagai imam sengaja kutunjuk muridku Rizal hamdi. Dia sangat cerdas. Bacaan ayatnya lumayan bagus. Dia pantas jadi imam bagi anak-anakku. Aku senang melihatnya, dan sayang padanya. Apa lagi dia anak laki-laki, dan aku tidak punya adik laki-laki. Namun rasa sayangku itu tidak kuperjelas, takut terjadi fitnah. Dipikir orang nanti aku mengambil muka karena dia anak pengurus masjid. Orang disini banyak yang tidak bisa mengontrol mulut. Acara shalat bersama selesai. Protocol Nurul Aini membacakan susunan acara pada pagi ini. Angelica hamdani murid perempuanku membacakan ikrar santri diikuti peserta. Ikrar santri Kami santri/ santri wati TPQ masjid al-hikmah Demi bakti kami kepada ilahi Dan cinta kami kepada Al-Quran suci Kami berjanji: 1. Rajin shalat sepanjang hayat 2. Tak lupa mengaji setiap hari 3. Berbakti kepada ayah dan ibu 4. Taat dan hormat kepada guru 5. Menuntut ilmu tiada jemu 6. Setia kawan dan suka memaafkan
147
Diiringi tepuk tangan yang meriah. Kini giliran M. Dafa muridku kelas tiga di TPQ yang maju kedepan.
Bismillahirrah manirrahim
Ashadu alla ilaha illallah, waashadu anna muhamma darrasulullah aku bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad itu utusan Allah Roditubillahirobba Wabil islami dina Wabi muhammadin nabiyyau warasula Wabil kuraini imama Aku rela dengan Allah sebagai Tuhan Dan islam sebagai agama Dan Muhammad sebagai Nabi dan Rasul
Kami berjanji
148
Insaallah, akan mengekuti didikan shubuh dengan rajin, patuh dan taat karena Allah.
Melihat itu Ega Prakasa muridku paling putih kulitnya tak mau kalah. Semangatnya terus menjadi-jadi. Dia membacakan pidatonya berapi-api. Aku seorang pendidik tentu senang melihatnya. Perasaanku puas sekali. Tak terbayar dengan apapun. Hari ini penampilan anak-anakku membut orang yang melihatnya terkagum-kagum.
149
Seperti Orang Miskin di Sidang Aku baru saja pulang kuliah, mendapati kamarku berantakan. Lemari yang berisi didalamnya kertas menumpuk, sedikit bergeser. Buku-buku berserekan. Yang lebih parah lagi teriplek yang menutup atap, bolong. Menjadikan lantai terlihat jorok. Pencuri baru masuk. Cepat-cepat kuperiksa barang-barangku. Ada yang hilang, sebuah plesdis. Uang pribadi sebanyak empat ratus ribu rupiah. Uang wirid remaja. Uang wirid mingguan. Dan uang SPP anak-anak TPQ, semuanya hilang. Mati aku disini. Aku tidak tahu harus bilang apa pada pengurus masjid. Kalau aku disuruh mengganti semuanya, dari mana aku mendapatkan uang sebanyak satu juta dua ratus ribu rupiah. Mau tak mau dengan perasaan bersalah terpaksa aku mengadu pada pak Djarijis. Dia mengganti semua uang yang hilang, plesdisku juga. Dia bilang padaku. Di dalam hukum islam orang yang dititipi barang, lalu sipenerima titipan menyimpannya dengan baik, tidak sembrono namun tetap hilang, tidak wajib mengganti. Aku tahu hukum itu. Namun rasa bersalah dihatiku tak bisa kusembunyikan. Setelah kejadian itu satu persatu warga mulai tahu. Sebagian dari mereka ada yang berbaik hati, memberikan uang. Kalau dihitung-hitung jumlah semuanya lebih satu juta lima ratus ribu rupiah, alhamdulillah. Begitulah senangnya hatiku menerima pertolongan dari orang-orang yang peduli denganku. Sebaliknya begitu terluka hatiku bila aku dipandang dengan mata melotot, selalu salah tak pernah benar. Maju kena mundur apa lagi. Contoh kecil saja. Waktu makrib, bila aku hidupkan kipas angin pasti ada yang protes. Asnul matikan kipas anginnya. Kau tidak tahu bisa membuat penyakit paruparu basah. Setelah aku mengikuti perintah bapak tua itu, kipas anginpun berhenti berputar. Ada pula yang merasa keberatan lalu menyalahkanku.
150
Asnul kalau hendak shalat hidupkan kipas angin, panas. Lagian itukan tugasmu. Aku tidak tahu harus mengikuti perintah siapa dari dua orang itu. Atau jangan-jangan berbuat sekehendak saja. Siapa yang ingin kipas hidupkan sendiri. Siapa yang tidak suka kipas malam-malam matikan sendiri. Sama dengan volume mik. Yang merasa terlalu kuat hingga bisa menggagu tidurnya, perkecil sendiri. Dan yang merasa kurang kuat, tidak bisa membangunkannya shalat shubuh perbesar sendiri volumenya. Yang jelas aku menghidupkan tiv pagi, seperempat jam sebelum waktu subuh. Kalau ada yang merasa terganggu, berarti dia malas diajak ibadah pada awal waktunya. Sering kali aku dipandang salah meskipun yang kukerjakan itu benar. Aku tinggal disini tak obahnya, seperti orang miskin disidang. Mengertikan maksudku?
151
Tajamnya Pena Bisa Merubah Keadaan Setelah pencurian itu terjadi. Aku harus lebih berhati-hati menyimpan barang-barangku. Dan selalu membawa uangku kemananapun pergi. Sekarang ini aku tidak mau menyimpan uang apapun kecuali uang peribadi sendiri, takut hilang lagi. Kalau ada wirid mingguan semua infak yang dapat malam itu langsung kusetor kepengurus masjid. Pak Djarijispun mengerti kenapa aku melakukan itu, bukan karena ingin lepas dari tanggung jawab. Aku tak ingin kejadian ini terulang dua kali. Untuk menghindari pencurian itu aku membeli gembok besar. Seandainya pencuri masuk, dia harus dulu mengetok-ngetok pintu kuat, dan membutuhkan waktu lama sekali. Akhirnnya orang disekitar sini menjadi curiga. Dan menangkap penjuri jahat itu. Akhirnya bisa ketahuan, dan maling yang tidak punya perasaan itu bisa diseret kepenjara karena sudah ada bukti yang jelas. Apa lagi yang harus aku lakukan. Aku memandang keatas. Astaga lotengku yang masih bolong tak mungkin kuperbaiki sendirian, susah. Aku hanya menutupnya dengan seng putih, menulis diatasnya, Siapapun yang mencuri disini, aku mohon kasihanilah aku yang miskin ini karena orang tuaku tak mampu lagi menyekolahkanku. Anda tahu kawan tiga hari setelah itu apa yang terjadi. Sepulang dari kampus aku melihat diatas meja kamarku amplop putih berisi uang satu juta dua ratus ribu rupiah. Dan selembar kertas didalamnya. Maafkan aku Asnul. Sekarang semua uang yang pernah kuambil hari ini kukembalikan lagi. Tulisanmu itu menyadarkanku, dan mengingatkanku pada masa lalu. Dimana saat aku putus sekolah karena kemiskinan. Aku harap kau jangan sepertiku lagi. Teruskanlah impianmu. Semoga kau berhasil.
152
Setelah kubaca surat itu aku curiga pada seseorang. Tapi tak enak hati menanyakannya langsung, karena tak ada bukti. Yang jelas maling yang berubah karena tulisanku itu orang yang mengenaliku, dan aku yakin orangnya tinggal dikomplek ini juga. Aku bahagia sekali, karena uang yang pernah hilang kini kembali lagi. Dengan ini aku merasa kesalahanku yang kurang hatihati bisa ditutupi. Benar saja apa yang dikatakan dosenku Bu Sumiati waktu kami belajar ilmu jurnalistik, tajamnya pena bisa merubah keadaan. Aku bersukur sekali. Detik itu juga berita baik itu kuberi tahu Pak Djarijis. Assalamu alaikum, ucapku datar dari luar pagar. Waalaikum salam, jawab Pak Djarijis dari dalam. Silahkan masuk kau tidak usah takut, selalu begitu dibilangnya setiap aku datang. Padahal aku tidak pernah takut pada bapak yang berbadan tinggi itu, meskipun di komplek ini dia termasuk orang kaya. Cuma aku segan. Takut dengan segan beda sekali. Disini kukembalikan lagi uang itu. Andai kata aku diam saja satupun tak ada yang tahu, tak pantas di lakukan. Setelah tulisanku bisa mengetuk hati seorang pencuri, semangatku dalam menulis seperti air mengalir tiada henti. Aku ingin memperjuangkan agama islam yang sedang sekarat ini sampai keakar-akarnya, dengan tajamnya ujung pena yang ku goreskan. Begitu sedih hatiku setelah membaca isi majalah sabili. Aksi pemurtadan semakin nekat. Dilapangan sudah banyak kejadian yang sipatnya manipulasi. Semangatku menjadi-jadi. Ditambah lagi Anwar memberiku gambaran. Imam Gosali terkenal karena kitab Ihya
Ulumuddinnya. Hamka terkenal karena tafsir al-azharnya. Dan kau Asnul harus terkenal karena novelmu sepuluh jari. Semoga saja tujuan baikku tercapai.
153
Hari Istimewa Hari jumat itu aku sibuk sekali. Sengaja tidak mengambil mata kuliah satupun. Dari jam enam pagi masjid Al-Hikmah ini mulai kubersihkan. Selesai baru jam sepuluh. Bayangkan memakum tikar masjid saja memakan waktu lebih dua jam. Belum lagi pekerjaan lain seperti mengepel lantai, membesihkan WC, menyapu halaman. Pekerjaan banyak itu sengaja kuwajibkan atas diriku seminggu sekali. Wajar saja dihari yang mulia itu aku merasa capek. Tapi meskipun begitu setelah urusan masjid selesai aku melaksanakan shalat dhuha, setelah itu membaca surah yasin yang selalu kuamalkan sebelum jumat. Jarum jam berdentang menunjukkan pukul 12:20 wib. Khatib jumat belum juga datang. Mataku bergerak-gerak melirik kiri kanan berharap Ustaz Yon Amri sudah duduk dibelakang menunggu waktu masuk. Asnul kamu saja yang jadi khatib? perintah Pak Djaridjis. Jantungku berdegup kencang. Aku merasa tak pantas. Aku pikir masih banyak disekelilingku orang yang layak menggantikan pak Ustaz Yon Amri yang tidak bisa hadir pada hari ini. Tapi setelah pengurus masjid berdiri di depan meminta kepada jamaah, siapa yang bersedia jadi khatib pada hari ini, satupun tak ada yang menjawab. Terpaksa aku maju kedepan mengucapkan salam dengan suara bergetar. Assalamu alikum wr,wb. Waalaikum salam wr,wb, Jawab jamaah serentak, membuat hatiku semakin deg-degan. Tugasku ini berat sekali. Tidak asal ngomong saja. Karena kalau aku mengajak orang berbuat kebaikan dan mencegah kemungkaran sedangkan aku tidak melakukannya, percuma. Aku hanya pintar ngomong, tidak bisa
154
mengamalkan. Lagi pula khutbah itu ada sarat dan rukunnya, tidak seperti berpidato di atas mimbar. Untung saja aku sudah tahu berapa sarat dan rukun khutbah setelah aku membaca terjemahan, kifayatul akhyar semasa kelas lima di pesantren dulu, sampai sekarang aku masih ingat. Khutbah mempunyai lima macam rukun. Pertama: Memuji Allah Taala. Rukun ini harus menggunakan kata-kata Al-hamdu. Kedua: Membaca selawat keatas rasulullah Saw. Ketiga: Berwasiat agar takwa kepada Allah. Keempat: Mendoakan bagi orang- orang mukmin. Kelima: Membaca sedikit alquran, sekurang-kurangnya satu ayat. Sedangkan syarat khutbah ada enam yang aku temukan juga di dalam kitab yang sama. Pertama: Adalah waktu, yaitu setelah tergelincir mata hari. Kedua: Harus mendahulukan dua khutbah itu dari pada shalat jumat. Ketiga: Berdiri dalam dua khutbah itu apa bila mampu berdiri. Keempat: Duduk diantara dua khutbah. Dalam duduk itu khatib wajib tumakninah. Kelima: Suci dari hadas dan najis pada tubuhnya, pakaiannya dan tempatnya dan juga harus menutup aurat.
155
Keenam: Mengeraskan suara sekira-kira dapat didengar oleh empat puluh orang dari orang-orang yang ahli jumat. Aku yakin bisa menguasai syarat dan rukun khutbah itu. Makanya aku berani tampil kedepan sambil belajar. Inti dari khutbahku. Ini dia. Jamaah jumat rahima khumullah. Rasulullah Saw, bersabda. Ikmal lidunya kaannaka taisu abadan, wakmal liakhiratika kaannaka tamutu godan. Artinya: Bekerjalah engkau untuk duniamu seolah-olah kau hidup selamanya, dan bekerjalah engkau untuk akhiratmu seolah-olah kau mati besok paginya. Kita manusia ini wajib hukumnya berusaha. Kalau masalah berhassil atau tidak serahkan kepada Allah. Kau harus kuat bekerja keras banting tulang, pantang menyerah. Kalau tidak siap-siaplah hidup dibawah garis kemiskinan. Jangan kau kira rezki itu selalu turun dari langit laksana embun yang turun diwaktu malam. Kalau tidak usaha, itu namanya mimpi. Jangan biarkan kekayaan yang ada di negeri tercinta ini dipegang orang-orang kafir. Kalau ini terjadi, saya khawatir sekali. Umat Islam yang ada di indonesia ini terseret ajaran mereka. Dan beramallah engkau untuk akhiratmu, seolah- olah kau mati besok pagi. Tengah malam nanti kita sujud dihadapan Allah. Bercucuran airmata keluar deras dari sumbernya. Karena inilah sujud terakhir kita kepada Allah pencipta, besok mati. Kalu ini bisa kita amalkan saya yakin selain ibadah bertambah khusuk, imanpun semakin mantap. Asnul volume membacamu harus kau tingkatkan, karena saya lihat kau berbakat di dunia dakwah. Saran pak Djaridjis selesai jumat.
156
Dana Insentif Sesudah selesai jumat, semua jamaah sudah meninggalkan masjid. Dengan tergesa-gesa aku menggulung tikar, menyapu lantai bersih. Setelah itu aku makan. Setiap hari aku selalu diantarkan nasi dengan sambalnya.Tapi kali ini aku terpaksa menguraskantongku untuk membeli nasi bungkus. Mungkin ibu angelica yang mengantar hari ini lagi sakit. Dia baik sekali, dan peduli denganku. Tapi ada juga seorang ibu yang benci melihatku. Seharusnya dia yang mengantar pada hari senin, sekarang dia tidak mau lagi, setelah orang itu mendengar berita buruk tentangku yang sering memukul keras anak-anak. Ternyata dia termakan fitnah itu juga. Aku mencicipi makananku sedikit, tak kenyang. Dengan langkah cepat aku menanti oplet menuju air pacah mengambil dana insentif. Di kota Padang, semua guru-guru TPQ mendapat uang enam ratus ribu rupiah sekali enam bulan, dengan syarat ada surat mandat dan dua lembar fotokopi KTP. Persembahan dari Pausi Bahar wali kota padang, aku memuji beliau. Aku bukan kompanye disini.Yang membuatku memujinya karena dia terpikir memberi kepada orang yang benar-benar butuh sepertiku. Apa memang dia orang miskin dulu, atau mungkin dia pernah jadi garin masjid yang menyapu lantai masjid setiap hari, dan sering dicaci seperti posisiku sekarang ini. Tak mungkin. Asnul kau dari mana saja. Tanya Wildan heran setelah aku pulang dari air pacah. Aku baru mengambil dana insentifku. Memangnya ada perlu apa? Ini ada berita bagus untukmu dia menyodorkan tangan memberi selembar kertas.
157
Pelan-pelan aku membuka isi kertas itu melihat isinya. Di atasnya tertulis forum lingkar pena ( FLP) aku tertarik mengikuti organisasi penulisan itu. Dan aku merasa bagi yang ingin menjadi penulis hebat sepertiku wajib mengikuti acara itu.Uangku yang enam ratus ribu tadi berkurang sedikit setelah masuk anggota FLP. Sisanya tetap kubiarkan dikantongku. Aku tak merasa dirugikan sedikitpun malahan beruntung sekali. Di forum lingkar pena sebagai pemateri sengaja ditampilkan penulis senior Sumatra barat, ada Alizar tanjung, Rayig daye dan Siska oktavia. Satu pesan mereka yang tidak bisa aku hilangkan dari benakku. Kalian harus punya alasan kenapa ingin jadi penulis? Waktu itu kami murid-muridnya duduk dengan tenang memikirkan alasan masing-masing. Seandainya aku yang ditanya mudah menjawabnya, karena aku ingin berdakwah melalui tulisan. Sejak kelas tiga di pesantren dulu aku mengagumi sosok buya Hamka setelah membaca, Dibawah lindungan kabah, salalah satu novel karangan beliau yang laris dipasaran. Sejak itu semangatku semakin bertambah, ingin jadi penulis. Tapi karena manusia punya kekurangan, aku belum pernah dengar beliau dipuji karena dakwah lisannya, selain dari almarhum K.H. Zainuddin MZ. Sampai disebut dai berjuta umat. Aku tidak ada maksud membuka kelemahan kedua orang itu. Mereka berdua sangat aku kagumi. Karena itulah aku harus bisa menulis kreatif, dan bisa menjadi singa pedium. Kedua-duanya wajib ada pada diriku. Aku harus bersungguh-sungguh dan lebih giat lagi.
Setelah aku mendapatkan sertifikat dari forum lingkar pena, untuk menambah ilmuku di dunia tulis, aku ikut juga sekolah penulisan di pondok
158
karya. Sebagai pemateri Buk Rodiyah. Lebih sepuluh novelnya sudah diterbitkan. Dia selalu tepat waktu takpernah telat. Aku sebagai murid didiknya tentu malu bila datang terlambat. Pertama belajar kami diajarkan cara tepat menulis sinopsis. Seminggu kemudian. Kami yang berjumlah empat belas orang disuruh menulis cerita, tiga judul. Dibuat sinopsisnya perbab. Aku yang sudah menulis sejak dulu, menghasilkan lebih seratus lembar. Tinggal membuat sinopsis perbab. Dipertemuan selanjutnya pemateri kami yang berbadan kurus itu membaca tugasku. Aku siap dikeritik. Dia bilang didalam sinopsisku banyak penulisan yang salah. Terus dalam novel yang aku tulis tokohnya terlalu banyak, bisa membingungkan pembaca. Aku mengucapkan ribuan terimakasih dan memperbaiki semua kesalahanku nanti. Sebanyak itu dia menyalahkanku, ada juga dia memujiku. Bahasamu lumayan bagus. Dia sarankan padaku, untuk meyakinkan penerbit, aku harus menulis cerpen dulu dikoran. Dia yakin akan dimuat. Aku tidak tahu pasti apa dia benar-benar memujiku atau sekedar memberiku semangat. Yang jelas setelah kalimat itu meluncur keluar dari mulutnya, tak bisa kusembunyikan, mukaku berubah, telingaku melebar. Semangatku semakin bergairah. Aku senang sekali hari ini. Lebih kurang enam bulan aku mengikuti sekolah kepenulisan dengan teman-teman. Semua hasil karyaku dalam enam bulan itu, sebelum dikirim ke penerbit kuserahkan ke Bu Rodiah untuk diedit, aku percaya dia. Dua minggu setelah itu aku tidak ada organisasi lagi. Sekarang aku tertarik masuk PMII, salah satu organisasi yang ada di luar kampus. Sebagai ketua Anwar dari
159
tekhnik teman baikku sendiri. Setiap ada anggota baru. Anwar selalu membuka leptopnya menjelaskan. Kalian lihat sebelah kiri anda, ada dua bintang, dan sebelah kanan anda juga dua bintang dengan warna yang sama. Artinya mashaf yang empat, Safii, Hanafi, Maliki, Hambali. Pengertian semua itu, kita boleh beda tapi perbedaan itu bukan membuat kita pecah. Kami anggota yang baru masuk, mengangguk mengerti.
160
Tidak hanya Bersarang dihatimu Tadi malam Anwar tidur jam dua. Dia mengerjakan tugas-tugasnya yang menumpuk. Pantas saja pagi ini dia bangun kesiangan. Padahal dia ada kuliah jam 08.40 tadi. Tak mungkin lagi bisa dikejarnya. Matanya masih terasa
ngantuk, pandangan tak jelas. Ingin dia menarik selimutnya kembali untuk melajutkan tidur. Namun hati nuraninya yang sehat menolak. Iblis yang ada di sampingnya terus melebarkan tawa. Pagi ini dia bisa menginjak-nginjak pelupuk mata orang yang biasanya taat pada Tuhan. Kemudian dia bersarang didalam hati orang itu. Membuat Anwar tertidur pulas tak sadarkan diri, lama sekali. Sehingga shalat subuhnya bisa tinggal. Dia yang mengerti hukum dan juga mengamalkannya langsung merasa menyesal dengan perbuatan buruk yang tidak di sengaja itu. Cepat-cepat dia mengambil air wudhu kemudian sahlat Qodlo subuh sebelum melaksanakan shlat sunah dhuha yang selalu diamalkannya. Apabila seseorang tertinggal sahlat lantaran suatu halangan, misalnya tidur atau lupa yang benar-benar bukan main-main, maka dalam kewajiban Qodlonya ia disunahkan melakukan dengan segera, tercantum didalam kitab tarjamahan Fathul muin halaman 11 baris ke 23 dari bawah. Sesudah Anwar selesai sahlat dan berdoa kepada Tuhan pencipta dengan tangan menengadah. Dia bangkit dari atas sajadahnya penuh penyesalan atas perbuatan yang tidak disengaja itu. Dia duduk termenung sambil membuka ranselnya memeriksa uang di dalamnya. Sepeserpun uang itu sudah tidak ada lagi didalam tas yang dia tarok dengan penuh kehati-hatian. Saat itu iblis merasuki jiwanya tenggelam disana. Pikiran buruk Anwar bermain-main karena sudah dikuasai setan yang perlu disingkirkan dari hati. Namun dia belum mampu. Akhirnya dia berburuk sangka kepada Marwan teman baiknya sendiri. Kebetulan pada saat itu Marwan tidak ada dikosan, Pikiran
161
buruknyapun makin menjadi-menjadi menjalar mengisi kepalanya. Tak lama kemudian Marwan tiba-tiba saja datang dari kampus. Marwan uangku hilang satu juta lebih dalam tas ini. Anwar menyodorkan tangan, memberikan tas itu. Marwan kelihatan seperti orang bingung, seakan-akan dia tidak bisa berbuat apa-apa. Kau nggak usah berpura-pura, kau yang ngambil kan? Terus terang saja. Kata-kata tajam itu menuduh sembarangan. Marwan tidak bisa menerima begitu saja. Tuduhan yang menyakitkan hati. Dia merasa harga dirinya diinjakinjak. Dia tidak ingin kata-kata itu terulang kedua kali. Kau menuduhku. Kurangajar kau. Marwan terdiam sejenak menggigit bibirnya marah menatap Anwar penuh emosi. Kemudian dia pergi meninggalkan Anwar dengan amarah yang meledak-ledak, menendang pintu keras. Ternyata kebenciannya itu tidak bisa tersimpan dalam hati. Akhirnya dia balik lagi menarik Anwar keluar menendangnya kepojok dekat pagar. Ujungnya seperti tombak. Anwar juga tak mau kalah. Cepat-cepat dia berdiri mengambil sebuah batu menarik nafas panjang mengisi kekuatan penuh. Begitu dia ingin memulai aksinya pak diding yang punya kos-kosan itu tiba-tiba saja datang melunakkan hati mereka. Kalian ini kenapa? Dia menuduhku pencuri pak. Marwan menjelaskan naik darah dengan mata melotot dan menggunakan telunjuk. Sudahlah saya tidak ingin ada keributan disini, lirih pak diding mencoba menenangkan suasana. Pak diding bilang, tadi ada seorang pemuda yang tak dikenal masuk kerumah itu ketika Anwar tertidur pulas, sedangkan Marwan baru saja berangkat kuliah. Pemuda itu keluar seperti ketekutan membuat Pak diding merasa curiga. Siapa tau pemuda itulah pelakunya.
162
Namun ketika itu pak diding tak berkutik. Dia lebih yakin pemuda itu kalau tidak teman Marwan teman Anwar. Anwar diliputi rasa bersalah. Dia memeluk Marwan penuh penyesalan minta maaf dihadapan Pak Diding. Begitulah kawan Anwar yang terkenal baik hati tiba-tiba saja berubah seperti setan gara-gara bangun terlambat tidak disengaja. Bagaimana kalau disengaja? Bisa jadi setan tidak hanya bersarang dihatimu tapi selama kau hidup dia bermukim disana.
163
Ingin berbeda Ember-ember, timbo, baskom, piring-piring, perabot, belanja buk. Marwan dengar suara orang itu mempromosikan dagangannya dari kamarnya yang kumuh. Lihat saja disana buku-bukuku berserakan tak menentu seperti sampah menumpuk. Asal diletak saja disembarang tempat, ceroboh. Jarum jam
berdetak diatas dinding yang penuh dengan tulisan. Waktu sebentar lagi. Hari ini Marwan masuk kuliah 13:20 wib. Tidak boleh terlambat, bahaya. Kalau dia terlambat lagi pasti tidak dibolehkan masuk, disuruh keluar, terpaksa pergi, selalu begitu. Dengan tergesa-gesa dia memakai celana, baju biru, sepatu tak bertali dan kaus kaki, sengaja. Semester tiga ini dia sengaja ingin berbeda dengan teman-temannya yang berpenampilan rapi. Ke kampus dia tidak bawa tas lagi seperti dulu. Cukup sebuah pena dan buku diary yang dia isi puisi-puisi indah dengan tulisan jelek. Soal mencatat ada buku besar khusus dia tinggalkan dikamar. Jadi setelah pulang, pelajaran yang dia tulis hari ini disalin kebuku besar yang dia beli seharga lima belas ribu itu. Di kampus dia selalu memilih duduk dibangku paling belakang. Menurutnya disitulah tempat terbaik bagi orang sepertinya. Dia tidak percaya diri. Sering menomor duakan diri dalam hidup ini. Andai saja David J. Schwartz penulis buku berpikir dan berjiwa besar tau, dia akan marah besar. Beliau bilang penyebab kegagalan seseorang karena dia mememandang rendah diri sendiri. Makanya kawan jangan pernah kau menomorduakan dirimu dalam hidup ini. Kau harus tau kau itu orang penting. Marwan tugas kamu sudah siap? sapa Nola teman perempuannya yang sering membantu membuat tugas-tugas menumpuk. Tak pernah dia berkecil
164
hati ulah wanita gendut itu. Marwan tak berkata sepatahpun, hanya menggelengkan kepala. Membuat Nola mengerti. Kau ini dasar pemalas. Berhenti saja kau kuliah. Dia menghardik didepan banyak orang. Baru kali ini Marwan gelap mata melihatnya. Dan dia yakin nanti hilang lagi. Didepan Nola ada Fitri mengelus-elus rambutnya yang lurus. Wanita itu aneh seperti setan gentayangan. Terkadang muncul, tak lama kemudian hilang lagi. Membuat bingung. Ada apa dengan dia? Marwan tak mengerti. Sudah dua bulan lebih kuliah, baru tiga kali ini Marwan melihat batang hidungnya di kampus. Dasar pemalas. Dia lebih parah dariku. Ibarat penyakit sebentar lagi dia akan menghembuskan napas terakhir, bisik hati Marwan. Meskipun begitu dia pindah dari bangku belakang memilih duduk di dekat wanita yang parpumnya menyengat tercium Marwan. Dia yakin seratus persen Fitri juga belum buat tugas, sama dengannya. Bahkan dia lebih parah. Marwan yakin pelajaran yang tiga SKS ini Fitri bakalan dapat nilai E, wajib diulang. Aku jamin itu. Rasakan Fitri mampus kau. Astaga aku ini terlalu sombong. Aku tidak boleh begitu. Padahal kami sama saja. Kalau tidak paling-paling sebelas dua belas, beda sedikit. Fitri kamu jurusan Sastra, atau pendidikan bahasa indonesia? tanya Marwan sopan menggerakkan tangan. Keduanya ngak ada yang benar, Balasnya langsung. Terus kamu jurusanmu apa? Aku ngak kuliah disini Marwan. Marwan merasa di mempermainkan. dia marah. Ingin meremas bibir Fitri dengan kedua tangannya yang kasar sampai berteriak kesakitan. Aku benci kau Fitri. Pergi saja kau dari sini wanita jelek. Kalau aku jadi rektor UNP kuisir
165
kejam kau dari sini. Wanita tidak tau malu. Tapi setelah rasa marah itu hilang terbawa angin, jujur sebenarnya Marwan merasa senang Fitri ada disini. Seakan-akan bukan dia orang yang marah tadi. Apa lagi setelah dia melihat Fitri tersenyum indah, menyenangkan hati. Wajah indahnya itu seperti maknet menarik perhatian. Marwan merasa ditaburi bunga-bunga indah, lalu disiram dengan air sejuk yang bisa menenangkan jiwa, indah sekali. Sebagai laki-laki biasa Marwan semakin terpesona karenanya. Fitri aku cinta padamu. Ah tak mungkin secepat itu, jangan sampai terjadi. Dia belum tentu mencintaku.
Diakan sudah punya cowok satu kampus denganku. Lagi pula aku bukan tive cowok yang mudah jatuh hati pada seorang gadis. Fitri itukan cewek tomboi. Aku tak mau sakit hati. Cukuplah Asnul yang menderita karena cinta. Hati kecil Marwan menolak. Emangnya kamu kuliah dimana Fit, kalau tidak disini? Fitri terdiam sejenak, mengambil KTM didompetnya yang berisi kertas berlipat-lipat. Ternyata benar dia bukan mahasiawa UNP. Dia datang karena Nola itu teman dekatnya. Lagian sih Ibuk dosen tidak pernah menanyakannya. Sudah diabsen selesai. Makanya tak ketahuan. Fitri bilang pada Marwan besok dia kuliah di UPI, dia ada teman disana. Mungkin kalau dia punya sayap dia akan terbang menduduki bangku kuliah di seluruh Unipersitas yang ada di Indonesia ini. Dia memang aneh dan Marwan suka itu. pelan-pelan Marwan ajak dia bicara. Fitri berasal dari Jogjakarta. Cuma Marwan tidak tau dimananya dia disana. Soalnya kejawa Marwan baru satu kali. Itu pun ke Bandung. Jadi tukang ngantar galon disana. Fitri yang berasal dari jawa paseh bahasa minang. Sedangkan Marwan masih saja terbata-bata menuturkannya. Berarti dia lebih pintar dari temanku itu. Masa dia mau kalah sama wanita. Mulai sekarang kalau seharusnya kalau marwan ngomong dengan teman-teman wajib pakai bahasa minang. Biar cepat
166
bisa menguasai bahasa itu seperti Fitri yang enak diajak bicara, nyambung. Bahkan hari itu dia mengajak Marwan tukaran jam tangan untuk beberapa hari. Apa Marwan harus mengikuti keinginannya. Apa gadis itu tidak terlalu naif berani-beraninya dia mengajak tukaran jam tangan dengan cowok yang tak begitu dekat dengannya. Marwan tidak mau buruk sangka. Tapi yang jadi masalah harga jam tangan temanku itu selangit, lima belas juta. Kamu kaget kawan aku bilang begitu. Masa iya, Marwan punya jam tangan mahal. Keadaannya kan sama saja denganku. Aku saja belum punya. mungkin begitulah terlintas dibenakmu berkali-kali. Memang harganya lima belas juta rupiah, kalau beli segudang. Mengertikan maksudku, murah. Waktu Marwan memberikan jam tangannya. Sebaliknya Fitri juga memberikan jam tangannya pada Marwan, dia tersenyum lagi. Memaksa hati Marwan berteduh dibawah hatinya. Dasar wanita penyihir. Sana kau berkawan dengan Harry Poter, bisik hati lelaki itu. Rupanya Fitri memang suka tersenyum. Seolah dia tahu senyum itu sedekah. Tapi Marwan tidak ingin mendapat sedekah itu. Lagi pula senyumnya seorang gadis yang disengaja pada laki-laki yang bukan mahramnya itukan dilarang, kalau takut terjadi fitnah. Sama kalau seorang wanita cantik mengucapkan salam kepada seorang lakilaki waktu sendirian ditempat sunyi, tidak perlu dijawab, takut terjadi fitnah. Dua hari kemudian Marwan tidak bisa membohongi hatinya, teringat terus pada Fitri. Dia sering tersenyum sendirian seperti orang gila. Kalau malam hari dia merasa Fitri ada bersamanya. Wajah gadis itu terus menyiksa. Tapi Marwan yakin meskipun Fitri Gadis yang suka tersenyum dia sering menangis sendirian. Senyumnya itu penampilan luar saja, bukan wajah asli. Ibarat nilai sekedar formalitas. Seakan-akan kedua mata Marwan bisa menembus hati Fitri. Disana dia melihat ada setitik luka berat tersimpan
167
dibenaknya. Dan dia tidak mau cerita kesembarang orang. Termasuk dirinya yang ingin dekat dengan Gadis berambut lurus itu. Buktinya semester tiga ini dia tinggal dikos sendirian. Pertanyaan besar bagi Marwan. Mungkin saja dulu dia ada teman kakak senior satu kos yang suka ngatur berlebihan, marah-marah setiap hari. Membuat hatinya sakit menangis sesenggukan. Memaksa dia pergi dari tempat itu mencari kos lain. Entahlah. Itukan dugaan Marwan saja. mana tau benar. Marwan juga tidak mengerti kenapa hatinya membatin seperti itu.
168
Berada disisinya Waktu bergulir. Sepertinya semakin hari Marwan terus diserang virus-virus cinta. Dalam waktu sekejab bisa mematikan hati. Taktahan lagi hari ini juga dia ingin bertemu lagi dengan gadis yang banyak teman laki itu, Fitri. Marwan coba ajak dia ketemuan lewat telpon berkali-kali, tidak diangkat. Andai saja Fitri angkat mungkin Marwan langsung mengatakan isi hatinya, tak tahan lagi. Beberapa menit kemudian ada sms masuk. Maaf Nul telad balas baru bangun. Ada apa? pesan singkat dari Fitri . Masasih dia baru meninggalkan tempat tidurnya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 10:30 wib. Orang nomor tiga yang paling aku benci di dunia ini, itulah dia orang yang sengaja bangun tidur setelah waktu subuh habis. Dia merasa tenang saja meninggalkan kewajibannya shalat subuh. Dia tidak berpikir berapa kali Rasulullah naik turun untuk meminta kepada Allah agar shalat wajib itu jangan sampai lima puluh kali pelaksanannya dalam sehari semalam. Permohonan kekasih Tuhan itu terkabul. Sekarang cukup lima waktu saja, diringankan. Dan itupun masih jutaan jumlah umat islam yang tidak mengerjakan shalat. Manusia tidak bersyukur. Fitri juga begitu pagi ini. Untung saja dia tidak menentang shalat itu sebagai kewajiban. Kalau ada orang begitu dicap sebagai orang kafir. Kalau tidak percaya coba lihat didalam kitab Ianatutthalibin jilid 1 halaman 23 baris pertama dari atas. Kalau tidak bisa baca kitab kuning, lihat di dalam Tarjamah Fathul muin karangan DRS.H. AS, AD yang diterjemahkan oleh DR.H. Moh. Tolchah Mansor SH. Wayuk talu kufron, intarokaha jahidan wujubaha. Fala yuksalu, wala yusalla alaihi.
169
Artinya: Orang yang meninggalkan shalat karena menentangnya sebagai kewajiban, adalah dibunuh sebagai orang kafir. Ia tidak usah dimandikan dan tidak pula dishalati. Andai saja Fitri bisa mengerti, dia itu tak pantas bangun tidur ketika matahari hampir berada ditengah-tengah langit. Apa lagi dia seorang gadis, tak pantas bersifat seperti orang pemalas. Dia harus tahu Rasulullah saw pernah bersabda, Akan diberikan rezki khusus kepada orangorang yang bangun pagi-pagi sekali, dan tidak mendapat orang yang terlambat bangun. Setelah mendengar hadist ini aku yakin dia akan berubah. Kalau tidak kukatakan padanya, Fitri mulai sekarang bersiplah kamu hidup dibawah garis kemiskinan. Dan terkadang kemiskinan itu bisa saja membawakan kepada kekafiran bagi orang-orang tak sabar. Sebaliknya kekayaan itupun bisa jadi kekufuran bagi orang tak bersukur, Marwan berucap sendirian, seolah dia menasehati Fitri, dan menyesal mengenal gadis itu. Bicara tentang kemiskinan, aku takut kemiskinan. Aku tidak mau hidup miskin didunia ini. Meskipun sekarang aku menduduki tempat itu. ingin rasanya aku berlari dari kemiskinan seperti anjing mengkong-kong. Sering aku melihat, dimedia masa, lewat TV, bahkan di kampung kecilku sendiri orang-orang miskin dihina, dipermalukan dihadapan banyak orang. Makanya di dalam novel Sepuluh Jari ini ada satu bab sengaja kutulis judul. Seperti orang miskin disidang. Maksudku orang miskin atau diistilahkan orang kecil itu selalu dipandang salah, takpernah benar dimata pengadilan. Almarhum K.H. Zainuddin. M.Z. Dai berjuta umat itu pernah bilang begini, Hukum yang berlaku di indonesia kita seperti hukum piso. Keatas tumpul, kebawah tajam. Artinya, giliran kita yang kecil salah hukum cepat-cepat ditegakkan. Tapi kalau yang besar salah orang diam purapura tidak ngerti apa yang terjadi. Makanya kawan teruslah berusaha kerja
170
keras banting tulang sampai tetes darah penghabisan agar bisa menjadi kaya beriman, nikmat. *** Seusai sahlat zuhur. Marwan sudah tiba dikos Firi datang sendirian. Dia ingin bertemu lagi. Padahal tadi dia kelihatan membencinya. Namun begitulah perbedaan hati yang dimiliki orang yang tidak pendendam. Seperti batu dilempar keatas, secepat itulah kebencian tersingkir dari hati. Aku rindu padamu Fitri, rindu sekali, hatinya berbisik. Fitri mempersilakannya duduk, menunggu. Dia kedatangan tamu, dua orang teman laki-laki. Marwan tidak ada mendengar sedikitpun apa yang mereka bicarakan. Tak penting bagiku. Lebih baik dia memperhatikan dua orang tukang yang sedang memperbaiki pagar kosan Fitri yang banyak teman lelaki itu. Dia melihat dua orang tukang yang berbaju kumuh itu tertawa terpingkal-pingkal. Barang kali ada yang lucu. Yang jelas tawa kedua orang miskin itu belum tentu dimiliki pejabat tinggi Indonesia di kantornya. Lebih dua puluh menit Marwan menunggu disitu. Baru Fitri menyuguhkan segelas air putih tanpa diminta, hebat. Inilah bedanya dia dengan teman wanita Marwan yang dia kenal dekat. Meskipun pacar belum punya, Marwan banyak teman wanita. Setiap dia pergi kekos teman wanitanya itu, selalu ditanya terlebih dulu. Marwan kamu mau minum? selalu dia jawab tidak. Marwan sebagai laki-laki yang punya harga diri tidak suka diperlakukan seperti itu. Dia malu mengatakan ia. Sering temannya yang laki-laki dan perempuan datang kekosan kami dulu. Sekalipun dia tidak pernah bertanya seperti itu. cepat-cepat dia ambil air minum ditungkan kedalam gelas diletak diatas meja. Seperti yang baru saja dilakukan Fitri gadis yang membuatnya kagum. Dia
171
ingin memuji Fitri dengan kata-kata yang manis. Kalau bisa lebih dari itu. tapi setelah Fitri melemparkan senyuman. Marwan terpesona serasa ada yang mengunci mulutnya. Sehingga tidak bisa berkata sepatahpun. Lebih baik diam saja. Dan dia yakin Fitri itu gadis baik hati. Aduh Fit, aku sayang padamu. Dia berbicara di dalam hatinya. Fitri kita keluar sebentar Kemana wan? Kehatimu, mendengar itu Fitri tertawa lepas. seriuslah terserah kamu Fit Terserah kamu saja Wan Yang namanya wanita sering menyerahkan persolan sekecil apapun pada teman lelakinya. Terlebih-lebih kalau sudah jadi suami istri. Pantas Rasulullah saw mengatakan, laki-laki itu pemimpin bagi perempuan. Tapi lelakinya yang benar, bukan penjudi atau pemabuk. Begitu berat ya, tanggung jawab kita yang diciptakan jadi laki. Sekarang Marwan dan Fitri duduk ditepi pantai dekat dari sebuah warung, bicara dari hati kehati. Tiba-tiba saja dari jauh ada seorang anak laki mungkin sudah putus sekolah, berambut gondrong meminta uang parkir. Dek, disini tidak pernah bayar uang parkir, jangan bohong kau, Marwan berucap. Anak laki yang berpenampilan kumuh itu tak mau kalah. Yang diperhitungkan Marwan bukan uang parkir yang dua ribu, tapi anak sekecil itu berani berbohong demi uang. Apa lagi setelah besar nanti bisa
172
tambah parah. Kalau anak indonesia sekecil itu ditenggelamkan uang. Tinggal menunggu paling lambat sepuluh tahun kedepan indonesia makin terpuruk. Siapa lagi yang kita harapkan jadi penerus bangsa. Para pemimpin harus tahu itu. Asnul kita pulang saja yuk, soalnya temanku ada yang datang, Fitri membuat Marwan tersinggung hari ini. Kenapa kau tidak bilang dari tadi kalau temanmu mau datang. Fitri melihat Marwan dengan wajah berseri-seri. Kau wanita bertopeng. Karena sifat manusia itu relatif, ada saatnya dipuji dan ada saatnya dibenci. Marwan berjanji mulai detik ini tidak akan mengajak gadis itu lagi keluar. Ini pertama dan terakhir kalinya. Dan mungkin inilah yang Fitri inginkan. Aku saja yang punya perasaan padanya, sedangkan dia tak ingin jalan bersamaku. Aku laki-laki yang memiliki hati terbuka. Sekarang kutanya dia kenapa mendadak ingin pulang. Apa ada caraku membuat dia tak enak hati. Aku tidak ingin menyinggung hati siapapun di dunia ini, apa lagi dia seorang wanita yang berhati lembut. Aku tahu islam begitu menghormati wanita. Dengan adanya wanitalah nabi Adam merasa tenang disurga. Apa lagi yang tinggal dipinggir kali. Begitu penting ada wanita di dunia ini. Kalau tidak dunia terasa mati. Perlakukan mereka dengan baik. Aku juga seharusnya memperlakukan Fitri dengan baik. Lagi pula aku kan senang melihatnya. Aku yakin hari ini ada caraku yang membuat dia tersinggung. Ah...aku tak peduli. Dia juga membuat sakit hatiku. Barang kali aku merasa sok akrap dengannya. Dia itukan bukan siapa-siapanya aku. Biar saja dia pergi. Astaga aku salah lagi. Seharusnya aku tak boleh emosi begitu. Aku ini temannya. Dia juga teman baikku. Aku ingin hatiku menyatu dengan hatinya. Pokoknya kalau emosiku hilang berada disisinya menyenangkanku.
173
Menggores hati Hari itu musibah menggores hati Anwar memaksa air matanya tertumpah deras. Seolah musibah itu turun dari langit laksana embun yang turun diwaktu malam. Baru saja dia dapat kabar lewat telpon mengatakan ibunya yang selama ini sering sakit-sakitan meninggal dirumah sakit adam malik Medan. Dia sangat bersedih setelah berita duka itu melintas ditelinganya. Menurutku untuk meringankan luka Anwar sebaiknya jangan dulu dikatakan terus terang tentang ibunya yang sudah meninggal. Tapi dibilang sakit dulu. Kalau bisa Anwar secepatnya juga harus pulang. Aku yakin penyampaian seperti itu jauh lebih bersahabat daripada berterus terang seperti tadi. Lihat saja dengan penyampaian yang tidak akurat seperti itu, sekarang dengan tergesa-gesa diliputi hati yang cemas, dia begitu cepat memasukkan sebahagian pakaiannya yang akan dibawa pulang. Marwan turut membantu menghilangkan kesedihan yang menyelimuti hati temannya itu, dan kini dia menyusun barang-barang Anwar sebentar lagi akan dibawa pulang. Mereka masih berdua tinggal dikos kami dulu. Tapi hari ini semua nasehat Marwan seolah tidak didengar temannya yang baru tertimpa musibah itu. Bahkan ketika Marwan berbicara dengan lembut sepertinya Anwar tidak melihatnya lagi. Marwan merasa seperti hantu yang tidak bisa ditatap mata manusia. Sebelum berangkat Anwar memohon padaku agar bersedia menemaninya ikut ke Medan, dimana ibunya meninggal. Dia bilang kurang enak badan, takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan waktu diperjalanan. Sebagai seorang mahasiswa yang tinggal di masjid tentu saja beda dengan mahasiswa kos-kosan, tidak boleh pergi jauh seenaknya begitu saja. Kasihan jemaahku nanti yang kena sasaran. Terutama pada waktu subuh. Sebelum dapat keisinan dari Bapak Djaridjis sebagai pengurus masjid, terus terang aku belum berani melangkah meninggalkan masjid Al-Hikmah. Dan Alhamdulillah
174
setelah aku jelaskan padanya, beliau memberiku keizinan pergi. Bahkan dia memberi uang sebanyak tiga ratus ribu rupiah. Aku tak enak hati jadinya. Dan untuk mengurus masjid beliau siap bertanggung jawab semasa aku masih berada di ibu kota sumatera utara metro politan itu. Aku begitu salut pada beliau kawan. Juga pada pengurus masjid lain, misalnya pada pak Rudi bendahara baru kami yang sering disalahkan cara membuat uang keluar masjid dan uang masuk. Dia pernah bilang padaku. Asnul kalau pengurus masjid jarang orang yang mau, karena selain tidak digaji sepeserpun, ketika kita salah pasti orang protes habis-habisan, bahkan meskipun cara yang kita buat sudah benar, masih ada yang tidak setuju dengan itu. Bagi orang yang bersabar disitulah letak pahala besar dia dapatkan. Aku juga salut pada pak Daslim pengurus kongsi kematian. Kalau ada yang meninggal dikokmplek ini beliau lah yang bertanggung jawab. Maksudku dialah yang akan mencarikan orang yang bersedia diupah untuk menggali kubur mait yang baru saja meninggal itu. Pada malam harinya dia juga bertanggung jawab mengundang ustad membacakan yasin diikuti jemaah yang hadir. Dan setelah itu pak uztad yang sengaja diundang menyampaikan ceramah agama. Biasanya berupa kata-kata kesabaran tujuan melunakkan hati ahli musibah yang masih berduka, baru ditutup dengan membacakan doa. Semua pengurus masjid disini tidak ada digaji sepeserpun. Mereka hanya dapat keritikan pedas dari masyarakat yang bisanya melihat salah orang. Sering keluar dari mulut mereka ucapan yang tidak enak didengar. Dasar pengurus masjid yang tidak becus, begitu misalnya. Namun hati pengurus masjid tetap seperti batu karang yang dihantam gelombang, tidak tergoyahkan. Tidak satupun dari mereka ada yang ingin mengundurkan diri karena kritikan pedas dari masyarakat dikomplek ini. Semua orang tua yang saya kagumi itu terus bekerja dengan ikhlas, mengharap pahala dari Tuhan. Dan mampu berdiri lurus meskipun berada ditengah-tengah
175
manusia yang begitu banyak membenci. Jadi menurutku terlalu bodoh aku ini apa bila mendapat keritikan tajam, kemudian memilih pergi dari tempat ini. Kalau begitu hati macam apa yang aku punya. Mungkin hati yang lemah, mudah dilalap sijago merah. Kalau aku bermental seperti itu, berarti mental kerupuk, begitu jatuh hancur berserakan. Padahal aku yang tinggal di masjid ini diberi tempat tinggal geratis. Selain itu aku dapat gaji setiap bulan, dari masjid limaratus ribu rupiah, dari TPA empat ratus ribu, total semuanya sembilan ratus ribu rupiah. Uang itulah yang ku gunakan untuk keperluan sehari-hari. Kalau kiriman dari kampung tidak boleh berharap lagi. Aku harus betah dan tetap tinggal disini sampai wisuda nanti selama warga masih suka padaku, belum bermaksud mengusirku. Seharusnya aku bisa belajar dari pengurus masjid disini yang memiliki hati tegar. Aku yakin sipat mereka yang tidak dibumbui rasa dendam patut dipuji dan layak dijadikan contoh, seperti pak Djaridjis yang baru saja mengasihku uang, setelah dia tahu sebentar lagi aku akan berangkat ke kota medan dengan seorang teman yang terkena musibah, ibunya baru saja meninggal. Aku danAnwar sudah berada di Baipas duduk dalam mobil ALS biru no.177 bertreik Medan-Padang. Saat itu ongkos kami Rp. 130.000 perkepala, harga BBM belum selangit. Tapi bukan berarti aku mengatakan BBM murah saat itu, empat ribu lima ratus perliter di pertamina, bagiku sudah jumlah yang banyak. Aku yakin lebih dari 40% orang yang tinggal di Indonesia ini setuju dengan pendapatku. Terus bagaimana dengan sekarang yang harganya Rp. 6.500 perliter. Begitu banyak orang-orang kecil merasa keberatan, tidak setuju dengan keputusan itu. Mereka tidak bisa bergerak untuk maju, protesan mereka tidak di pedulikan pemerintah, seperti semut yang berbaris di jalan. Mereka yang duduk di bangku paling bawah terus terdampar, sedangkan yang duduk di
176
singga sananya seolah mendapatkan keabadian dari sifat ketidak pedulian mereka kepada rakyat-rakyat kecil itu. aku mohon para pemimpim kasihanilah kami orang bawahan ini. Selama aku dan Anwar di perjalanan, rasanya ada yang perlu aku ceritan padamu kawan. Waktu kami berada dalam bus besar yang berAC itu. Aku dan Anwar tidak satu tempat duduk, dia memilih duduk di bangku belakang, berempat. Aku lihat di sampingnya seorang bapak tua berjenggot panjang, memakai jubah. Mungkin jemaah Tablikh. Sedangkan aku duduk di bangku bagian tengah dengan seorang nenek yang tubuhnya sudah keriput, giginya hamapir semua berguguran. Tinggal dua lagi. Nafasnya bau sekali. Dia begitu banyak bertanya padaku seperti seorang wartawan. Kamu kuliah dimana nak? Di UNP nek, jawabku datar. Kau harus sungguh-sungguh belajar, jangan malas-malasan, Nasehatnya padaku, seolah dia sudah mengenalku sejak lama. Cita-citamu jadi apa nak? Dia mulai lagi. Apa sehrusnya aku peduli pada nenek tua renta ini, terlalu banyak bertanya. Jadi penulis terkenal nek. Aku juga tidak tahu kenapa tiba-tiba saja jawabanku begitu jujur pada nenek yang nafasnya membuatku ingin memalingkan wajah dan berpindah tempat duduk. kalau begitu kau hebat. Dia memujiku. Tak sedikitpun telingaku melebar. Kau harus tau, anak muda sepertimu wajib hukumnya punya cita-cita tinggi, sebab cita-cita itu perlu. Dengan adanya cita-cita itulah manusia dapat berjalan diatas batu licin. Dan tubuhnya itu berduri tetapi bukan untuk menyakiti
177
melainkan melindungi diri. Orang pintar bilang, orang yang tidak bisa makan masih bisa hidup 1 bulan lebih. Orang yang tidak bisa minum masih bisa hidup tiga hari lebih. Tapi orang yang tidak punya cita-cita satu jam pun dia tidak akan bisa hidup. Aku tau nasehat-nasehat nenek keriput itu baik untuk diamalkan. Cuma nasehatnya yang terakhir tentang orang yang tidak punya cita-cita 1 jam pun dia tidak bisa hidup. Aku pernah mendengar kalimat itu dituturkan almarhum K.H Zainuddin MZ. Mungkin nenek yang banyak cerita itu juga mendengarnya dari kaset almarhum. Dia sama sepertiku suka mendengar dakwah beliau. Kalau boleh tau kamu muslimkan? dia bertanya kesekian kalinya. ya aku muslim nek Dari tadi aku juga sudah yakin kau itu seorang muslim, soalnya wajah kamu bersih, kau pasti rajin sholat Biasa ja nek. Memang saya tinggal di masjid, hampir setiap hari shalat yang lima waktu itu berjamaah. Nenek juga muslimkan? aku bertanya penasaran tertarik bicara dengannya. Aku bukan muslim nak, tapi Kristen Protestan. Terkejutlah aku. Kata katanya begitu manis menyentuh hati, tapi sayang dia bukan seorang muslim. Andai kata nenek itu mengamalkan semua nasehat-nasehat indahnya takdapat ganjaran apa-apa, percuma. Alasannya karena dia bukan seorang muslim. Didalam alquran surah Al-Imran ayat 85 Allah mengingatkan, dan barang siapa mencari agama selain islam , dia tidak akan diterima. Dan diakhirat dia termasuk orang yang merugi. Dalam riwayat lain disebutkan , pernah ditanyakan kepada nabi tentang Abdulllah Bin Jadan. Semasa hidupnya ia
178
dikenal suka menolong orang. Tetapi kata Rasulullah bahwa amalnya itu tidak bermanfaat di sisi Allah karena kekafirannya. Aku lihat keterangan ini didalam terjemahan Al Quran, terjemah dan tafsir perkata, ringkasan tafsir Ibnu Katsir, ringkasan Asbabunnuzul Jalalludin As-Suyuthi, ringkasan hadist Bukhari Muslim, begitulah tertulis dicovernya. kedua orang tuamu masih hidup? Alhamdulillah nek. Aku mengucapkan kalimat Thaibah di depannya. Kau beruntung nak, dibanding diriku yang malang ini. Nenek dulu tidak pernah kenal dengan wajah ibu nenek yang dibilang orang kecantikannya wah. Tiga tahun setelah ibu nenek meninggal ayah nenek yang gagah menikah dengan seorang janda yang kaya. Saat itu kebahagiaanku dirampas sudah. Aku punya ibu yang galak sekali, setiap hari aku dimarahi, bahkan dipukuli dengan sapu, berbekas. Kulitku juga sering terkelupas mengalirkan darah dicubitnya dengan rasa benci. Saat itu ayahku tidak pernah membelaku sekalipun. Matanya sudah dibutakan cinta. Nenek itu bercerita panjang tentang kisahnya, menarik sekali. Air matanya jatuh berderai, seolah rasa sakitnya masih berbekas. Karena dia sudah tahu cita-citaku jadi penulis terkenal dia ingin kisah sedihnya itu dituangkan diatas kertas putih untuk dijadikan sebuah novel. Paling tidak dijadikan cerpen tuk dikirim kekoran. Aku yang mendengar okeoke saja. Malahan aku merasa senang sekali, kalau ada yang bersedia menceritakan kisah sedihnya yang menarik tuk kujadikan sebuah novel, aku merasa beruntung sekali, dan wajib berterima kasih pada orang yang berbaik hati itu.
179
Kalau kedua orang tuamu masih hidup, jagalah mereka baik-baik. Bahagiakan hatinya. Jangan sakiti hati mereka. Karena kalau seorang anak durhaka pada orang tua dia akan hidup sengsara dunia dan akhirat. Ternyata dia percaya juga negeri akhirat itu ada. Disana segala amal perbutan kita akan dipertanggung jawabkan. Kali ini nasehat nenek yang mungkin berumur tujuh puluh limaan itu seperti ujung pedang menancap dihatiku. Aku memang anak pendurhaka, seperti yang barusan dia bilang. Kalau saja dia tahu belangku, bisa saja dia taksuka berbicara denganku, melihatku dia benci. Andai kata semua nasehat-nasehat baiknya itu tertulis dipapan , akan dihapusnya kembali. Atau barangkali berada dikertas kosong mungkin saja kertas itu dirobek-robeknya halus melemparnya kewajahku. Dia benci melihatku. Ah aku tidak boleh berburuk sangka seperti itu. Memang aku ini anak pendurhaka yang sudah membuat orang tuaku panic tujuh keliling. Sering karena kelakuan burukku mereka merasa kaki jadi kepala, kepala jadi kaki. Aku menyesal jadinya. Dulu kedua suami istri itu sering bernasehat padaku agar jangan menyatukan hati dengan Ceci gadis yang kucintai dengan tulus. Kuberikan semua isi hatiku padanya, serasa hatiku bukan milikku lagi tapi sudah jadi miliknya. Akhirnya apa yang terjadi, dia memberiku segenggam penderitaan yang kubawa kemanapun pergi, dan tidak bisa kuusir dari jiwa ini, sampai sekarang. Sepucuk surat yang dulu datang membuat hatiku hancur berkeping-keping. Dia lebih memilih pergi dari sisiku, lalu menyandarkan tubuhnya di pangkuan seorang pemuda yang baru saja dia kenal. Saat itu aku lemah tak berdaya. Bila aku berdiri untuk bangkit, dunia terasa berguncang, pohon-pohon roboh menimpaku. Bila aku menyandarkan tubuh ketembok, runtuh seketika.
Rasanya lebih baik aku mati saja. Benara saja apa yang dikatakan nenek yang berbaju batik biru itu, kalu durhaka pada orang tua akan sengsara.
180
Lebih kurang dua puluh empat jam kami diperjalanan baru nyampai di Medan, tidak pernah sekalipun bus besar itu mogok. Kalau dipadang PT ALS bertempat di Baipas. Kalau di kota Medan ini kami turun di Amplas. Ditempat inilah semua sewa disuruh turun tanpa terkecuali. Aku dan Anwar juga ikut turun. Aku merasa lemas dan pusing. Marwan kelihatan lebih capek. Wajahnya berminyak. Rambutnya yang mengkilat waktu dipadang karena dikasih minyak mahal, sekarang terlihat seperti rumput kering. Penampilanku juga sepert itu. kakiku serasa digigit semut beribu jumlahnya. Perutku memanggil-manggil, gigiku terasa licin. Sudah dua puluh empat jam aku tidak sikat gigi yang disunatkan agama, kalau difiqih bersugi namanya. Mataku merah dan berair. Sebenarnya aku ingin makan dan setelah itu istirahat sebentar. Anwar begitu tergesa-gesa. Seperti orang yang dikejar setan. Dari tempat berisik ini Anwar yang sudah tahu alamat yang akan kami tuju, cepat-cepat mengajakku naik oplet, tidak ada istirahat sebentarpun. Dari padang sampai aku duduk di oplet yang penuh sewa ini, sekalipun takpernah melihatnya tersenyum seperti biasanya. Mungkin karena dia begitu bersedih. Tapi aku tidak melihat setitik airmata pun menetes dipipinya. Sebenarnya begitu kasihan aku melihatnya. Seandainya kalau rasa sakit itu semacam benda bisa disentuh tuk dipakai, aku akan mengambil rasa sakitnya itu, lalu memakainya. Agar kesedihannya bisa berkurang. Tapi itu kan tidak mungkin bisa terjadi. Paling-paling kurang lebih lima belas menit kami duduk berhimpit didalam oblet yang musiknya takkaruan. Kukatakan begitu karena kata-kata didalam lagu itu bisa merusak remaja, yang diharapkan jadi generasi bangsa. Sebagian dari sair lagu itu akan kucatat dibawah ini. Tulis sairnya. Siapapun orang dewasa yang menggunakan otak cerdasnya merasa malu pada dirinya mendengar lagu takmendidik itu. Apa lagi waktu dia berada bersama wanita mahramnya, seperti yang pernah terjadi padaku waktu pulang dari pasar raya. Ingin rasanya aku menutup telinga, atau
181
mematikan musik takjelas itu dari belakang. Atau mungkin memilih pergi. Takutnya apa bila remaja yang tidak ada filter dalam hidupnya jadi pendengar, dan dia menganggap biasa hidup di dunia kebebasan. Aku merasa hawatir sekali bunyi lagu itu membuatnya menganggap hamil diluar nikah hal biasa. Akhirnya terseret kejurang neraka. Ya Tuhan lindungilah kami para remaja ini. Kalau saja imannya seorang remaja itu seperti rumput kering, mudah digoyah dan mudah dibakar dia akan terseret kedunia hitam, dan tidak menomor
satukan agama lagi didalam menjalani kehidupan ini. Kalau saja ini terjadi, tinggal menungngu kira-kira sepuluh tahun kedepan islam itu seperti rambut rontok berjatuhan dari kepala. Islam tingggal namanya saja, alquran tinggal tulisannnya saja. Asnul kamu capek kan? Baru kali ini aku dengar Anwar bicara lagi. sebelumnya dia diam seribu bahasa, seperti orang bisu. Sekarang sesampai di rumah neneknya, rasa sedih yang dirasakannya itu sudah ada tempat berbagi. Dia baru saja memeluk seorang Bapak yang rambur dikepalanya sudah memutih semua. Aku pikir Bapak tua yang gendut dan pendek itu ayahnya. Setelah itu dia juga memeluk seorang gadis, menangis histeris. Gadis itu berkulit putih. Tai lalat yang tumbuh dipipi sebelah kanannya membuat wajahnya menarik dipandang. Bibirnya yang tipis berwarna merah membuat mata pria yang memandangnya bisa berpikiran kotor. Begitu juga dengan diriku, aku harus benar-benar bisa menjaga diri. Aku yakin gadis cantik itu adalah adik perempuannya. Kalau tidak bagaimana mungkin dia berani memeluk seorang gadis yang haram dia sentuh dengan sengaja di depan banyak orang. Kemudian Anwar langsung melihat mait ibunya yang tergeletak, ditengah-tengah orang yang melayat karena ikut berbela sungkawa atas kepergian Bu Halimah. Itulah saat terakhir dia melihat wajah ibunya yang
182
begitu dia cintai. Sekarang ibunya sudah dibalut dengan kain kapan. Sebentar lagi akan dishalatkan. Setelah itu ditutup dengan papan, lalu ditimbun dengan tanah. Hidup di dunia ini seperti jarum jam berputar.
183
Buat judul Setelah Anwar menjadi imam mensohlatkan mayat ibunya yang terbujur kaku di depan, dia mengangkat kedua tangannya diikuti jemaah ramai dibelakang. Mereka sama-sama mendoakan ibunya yang sudah meninggal itu. Dengan harapan semoga saja semua dosa-dosa ibunya yang disengaja ataupun tidak di ampuni Allah SWT, dilapangkan kuburannya, dan diberi tempat yang sebaikbaiknya. Begitu senang perasaan seorang ibu, punya anak seperti Anwar. Andaikan saja, ibunya diberi kehidupan sebentar lagi pasti bibirnya bergerak melebarkan senyum, dia merasa senang. Atau mungkin pada saat itu, kalau ada yang menyentuh hati ibunya, telapak tangan orang yang menyentuhnya itu terasa dingin. Karena dosa yang ada di hatinya sudah berguguran. Seperti daundaun kering beterbanagn dari pohonnya di terpa angin. Doa seorang anak kepada orang tuanya tidak ada dinding pembatas. Semua orang tua muslim pasati menginginkan seorang anak seperti Anwar. Bisa berdiri di depan jadi imam menyolatkan ibunya yang sudah meninggal, sekalian mendoakannya. Dan ini yang paling penting. Tidak seperti Rafli seorang lelaki kaya raya, ditimbuni harta benda, tapi sayang ketika ibunya meninggal dia tidak mampu berdiri sebentar saja di depan jamaah mensahlatkan mayit ibunya. Paling lama memakan waktu sepuluh menit kurang lebih. Seusaikan aku dan Anwar sahlat Magrib berjamaah di masjid Al-Iman, bersebelahan dari rumah neneknya. Sebelum dia mengajakku makan, kami keliling kompleks mamaki motor metik pamannya yang bertugas mengajar di sekolah dasar. Lebih kurang sepuluh menit setelah motor melaju pelan, tibatiba saja ada hal yang mengejutkan sekali di sini kawan. Aku meliahat seorang wanita yang ku kenal. Meskipin dari jauh aku melihat tubuhnya yang montok di tutup dengan baju hitam panjang tangan, kepalanya ditutup jilbab biru.
184
Penampilannya hari itu sangat menarik. Memang dari dulu dia itu gadis yang cantik. Gadis yang dulu ku cintai dengan tulus sepenuh hati. Dia juga merasakn perasaan yang sama. Tapi akhirnya dia memberiku pedang tajam yang kujadikan selimut tiap hari. Begitu kejam dia padaku. Begitu dia melihatku ada disini seolah tak percaya. Aku pun menutup mata, barukubuka kembali menatap wajahnya yang cantik tersimpan di bola mataku. Asnul, kaukah itu? bibirnya bergetar menyebut namaku. ya, Ceci. Ini temanmu yang dulu. Sekarang aku yang menyebut namanya. Mendengar itu, dia mendorong pagar yang melindungi rumah besar mereka dengan suaminya yang tidak memiliki cinta sejati untuknya. Lalu berlari memelukku dengan air mata bercucuran tiada henti membuat basah bajuku. Saat itu aku lemah tak berdaya, seolah aku setuju dan merasa senang dia memeluk tubuhku manja yang haram dia lakukan itu. Anwar yang berdiri di sampingku terlihat ekspresi wajahnya marah. Dengan kelakuan burukku yang mau menerima pelukkan seorang wanita yang bukan istriku. Asnul maafkanlah aku. Asal kau tahu, sekalipun aku tidak pernah merasakan kebahagiaan setelah jauh darimu dan memilih menjadi istri orang kaya. Rasanya lebih baik aku mati saja, daripada tinggal bersama suami yang penipu. Dia bilang akan menjaga persaanku dan tidak membuat aku tersinggung sekalipun. Ternyata di belakngku dia bermain juga dengan wanita lain. Begitu sakit hatiku. Aku mohon Asnul, sekarang juga bawa aku pergi jauh dari rumah terkutuk ini. Sekarang baru aku tau. Ternyata setelah Ceci perpaling dari cinta. Memilih hidup dengan seorang lelaki yang kaya dan sampai saat ini aku belum tau nama lelaki pengecut itu. Sampai kapanpun aku tak ingin tau. Yang jelas
185
Ceci merasa hatinya di tusuk-tusuk dengan ujung tombak, karena suaminya sering berjanji tapi tidak ditepati. Tinggi gunung seribu janji Lain dimulut lain di hati Alhmdulillah selesai, 25 Oktober 2013. 17.17 WIB.
186
187
188
189
190
191