1.1 PRINSIP PERCOBAAN Titrasi asam basa merupakan titrasi langsung dengan melibatkan asam maupun basa sebagai titrat ataupun titran. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya.
1.2 TUJUAN PERCOBAAN Menetapkan konsentrasi HCl oleh larutan standar NaOH, dimana konsentrasi NaOH diketahui sebelumnya dengan larutan H2C2O4.
2.1 DASAR TEORI Analisa volumetri suatu cara untuk menentukan kadar atau konsentrasi dari suatu zat dengan menentukan vulome dari suatu larutan tertentu dengan konsentrasi tertentu yang diperlukan pada suatu reaksi tertentu. Asidi-alkalimetri adalah salah satu analisa volumetri yang bertujuan untuk menentukan kadar suatu asam/basa dengan menggunakan volume dari basa/asam dengan konsentrasi tertentu yang diperlukan pada reaksi asam-basa.
2.2 TEORI TAMBAHAN Teori Asam Basa 1. Teori Arrhenius Menurut Arrhenius, asam adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air berdisosiasi menghasilkan ion hidrogen (H+) sebagai satu-satunya ion positif. HCl H+ + ClBasa adalah suatu zat yang bila dilarutkan dalam air berdisosiasi menghasilkan ion hidroksil (OH-) sebagai satu-satunya ion negatif. NaOH Na+ + OH2. Teori Bronsted Lowry Asam adalah semua zat yang dapat memberikan proton (H+) atau pemberi proton atau donor proton. Basa adalah semua zat yang dapat menerima proton (H+) atau pemberi proton atau aseptor proton.
Yang dimaksudkan dengan zat pada teori ini dapat suatu senyawa yang netral, ion negatif atau ion positif. HCl HCO3NH4+ H+ + ClH+ + CO32H+ + NH3
Karena setiap reaksi adalah reaksi yang dapat balik, berarti hasil reaksi pelepasan proton diatas dapat mengikat kembali proton, maka setiap asam selalu mempunyai basa pasangannya yang dinamakan basa konjugasi. Proton menurut teori atom adalah partikel yang sangat tidak stabil dan tidak dapat berdiri sendiri. Karena itu jika ada pelepasan proton selalu harus di ikuti oleh pengikatan proton tersebut. Dalam larutan asam dengan pelarut air, maka air itulah yang akan berfungsi sebagai pengikat proton. HB + H2O H3O+ + B**
Karena itu berdasar teori Bronsted-Lowry, apa yang dinamakan reaksi ionisasi asam sebenarnya adalah suatu reaksi asam basa. Hal yang sama untuk reaksi ionisasi air, satu molekul air berfungsi sebagai asam dan melepaskan proton dan satu molekul air yang lain berfungsi sebagai basa, penerima proton. H2O H+ + H2O H+ + OH- (basa konjugasi) H3O+ (asam konjugasi)
Kalau reaksi diatas dijumlahkan akan kita dapat : 2H2O H3O+ + OH-
Zat yang dapat bersifat seperti H2O, dapat bersifat asam dan pada saat yang sama juga dapat bersifat sebagai basa dinamakan zat yang amfiprotik.
Secara keseluruhan, teori asam-basa bronsted-lowry ini lebih baik dari teori arrhenius dan juga masih menyangkut konsep H+ atau pH tapi dengan catatanbahwa H+ harus dibaca sebagai H3O+. 3. Teori Lewis Asam adlah semua zat yang dapat menerima pasangan elektron atau aseptor pasangan elektron. Basa adalah semua zat yang dapat memberikan pasangan elektron atau donor pasangan elektron. Semua zat yang memenuhi kriteria asam menurut teori lewis kemudian dinamakan Asam Lewis. Dapat dilihat dari reaksi-reaksi diatas bahwa reaksi akan berhenti apabila jumlah H+ telah ekivalen dengan jumlah OH- dan dimana semua basa tepat bereaksi dengan asam dinamakan titik ekivalen. Pada titik ekivalen akan berlaku : Nasam x Vasam = Nbasa x Vbasa Pada umumnya reaksi asam-basa sukar untuk dapat diamati karena itu diperlukan bantuan indikator untuk dapat melihat perubahan pada reaksi ini. Indikator terutama diperlukan untuk dapat melihat titik akhir dari suatu titrasi, dimana pada titrasi tersebut mulai terjadi perubahan warna. Indikator yang baik adalah indikator yang perubahan warnanya atau titik akhir titrasinya terletak sedekat mungkin dengan titik ekivalen. Pada titik ekivalen, tidak ada lagi kelebihan asam atau basa dan pada saat ini yang kita punya adalah larutan garam, sehingga pH-nya juga sama dengan pH dari larutan garam yang terjadi. Pada saat ini seharusnya penambahan asam atau basa harus dihentikan dan pada saat ini juga warna harus sudah berubah. Dengan kata lain indikator yang harus dipergunakan adalah indikator yang trayek pH-nya sedekat mungkin dengan pH larutan garam yang akan terbentuk
Titrasi asam basa melibatkan asam maupun basa sebagai titer ataupun titrant. Titrasi asam basa berdasarkan reaksi penetralan. Kadar larutan asam ditentukan dengan menggunakan larutan basa dan sebaliknya. Titrant ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai keadaan ekuivalen ( artinya secara stokiometri titrant dan titer tepat habis bereaksi). Keadaan ini disebut sebagai titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen ini maka proses titrasi dihentikan, kemudian kita mencatat volume titer yang diperlukan untuk mencapai keadaan tersebut. Dengan menggunakan data volume titrant, volume dan konsentrasi titer maka kita bisa menghitung kadar titrant. Bobot ekivalen adalah suatu zat pada reaksi asam basa adalah banyaknya mol zat itu yang ekivalen dengan 1 mol H+ atau 1 mol OH-. Cara mengetahui bobot ekivalen ada dua cara yaitu: 1. Memakai pH meter untuk memonitor perubahan pH selama titrasi dilakukan, kemudian membuat plot antara pH dengan volume titrant untuk memperoleh kurva titrasi. Titik tengah dari kurva titrasi tersebut adalah titik ekuivalen. 2. Memakai indikator asam basa. Indikator ditambahkan pada titrant sebelum proses titrasi dilakukan. Indikator ini akan berubah warna ketika titik ekuivalen terjadi, pada saat inilah titrasi kita hentikan. Pada umumnya cara kedua dipilih disebabkan kemudahan pengamatan, tidak diperlukan alat tambahan, dan sangat praktis. Indikator yang dipakai dalam titrasi asam basa adalah indikator yang perbahan warnanya dipengaruhi oleh pH. Penambahan indikator diusahakan sesedikit mungkin dan umumnya adalah dua hingga tiga tetes. Untuk memperoleh ketepatan hasil titrasi maka titik akhir titrasi dipilih sedekat mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan. Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan warna indikator
disebut sebagai titik akhir titrasi atau titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, tidak ada lagi kelebihan asam atau basa, yang ada adalah larutan garam, sehingga pH-nya juga sama dengan pH dari larutan garam yang terjadi. Indikator Asam Basa Indikator asam basa adalah asam atau basa organik lemah yang mempunyai warna molekul (warna asam) berbeda dengan warna ionnya (warna basa). HIn H+ + Inwarna ion
Warna molekul
Pada contoh di atas, warna molekul lebih kuat dalam suasana asam, sedangkan warna ion lebih kuat dalam suasana basa, yaitu bila indikator dinetralkan. Pada pH tertentu, dimana kedua bentuk ada dalam jumlah yang hampir sama, maka akan terjadi warna kombinasi dari warna molekul dan warna ionnya. Daerah transisi dari perubahan warna indikator meliputi lebih kurang 2 unit pH dan daerah ini disebut trayek pH. Beberapa contoh indikator asam basa beserta trayek pH dan perubahan warnanya dapat dilihat pada tabel berikut : Indikator Biru Bromfenol Biru Bromtimol Biru Fenol Biru Timol Fenolftalein Jingga Metal Lakmus Trayek pH 3,0 -4,6 6,0 7,6 1,2 2,8 8,0 9,6 8,3 10,5 3,1 4,4 6,0 8,0 Warna Asam HIn kuning kuning merah kuning tak berwarna merah merah Warna Basa In pKIn biru biru kuning biru merah jambu jingga biru 4,1 7,1 1,7 8,9 9,3 3,7 ----
kuning merah
merah kuning
7,8 5,0
Pemilihan indikator ditentukan oleh pH larutan pada titik ekuivalen. Pada titrasi asam lemah dengan basa kuat, maka pH larutan pada titik ekuivalen diatas 7 (misalkan pH = 9), maka indikator yang dapat dipakai adalah biru timol atau fenolftalein. Indikator ini biasanya digunakan hanya beberapa tetes sebagai larutan dalam air atau alkohol (70 % - 90% h/v) dengan kadar 0,05 0,1 %. Sebaliknya pada titrasi basa lemah dengan asam kuat, maka pH larutan pada titik ekuivalen di bawah 7 (misalkan pH = 4), maka indikator yang dapat digunakan adalah biru bromfenol atau jingga metil. Larutan Baku Dalam analisis ini, harus menggunakan suatu larutan yang disebut larutan baku, yaitu suatu larutan yang dapat dipakai untuk menentukan konsentrasi dari larutan lain. Ada 2 macam larutan baku, yaitu larutan baku primer dan larutan baku sekunder. Larutan baku primer adalah suatu larutan/zat yang dapat dipakai untuk menentukan kadar yang dapat dipakai untuk menentukan kadar atau konsentrasi larutan/zat lain, tetapi harus distandarkan dahulu pada larutan baku primer. Larutan/zat baku primer mempunyai beberapa persyaratan, diantaranya adalah: Stabil, tidak mudah berubah Mudah ditimbang Mudah didapat dalam bentuk yang murni.
Sebagai larutan/zat baku primer asam biasanya dipakai Asam Oksalat (H2C2O4)
Pada saat titik ekivalen maka mol-ekuivalent asam akan sama dengan molekivalen basa, maka hal ini dapat kita tulis sebagai berikut: Mol ekivalen asam = Mol ekivalen basa
Mol ekuivalen diperoleh dari hasil perkalian antara Normalitas dengan volume maka rumus diatas dapat kita tulis sebagai: N x V asam = N x V basa
Normalitas diperoleh dari hasil perkalian antara molaritas (M) dengan jumlah ion H+ pada asam atau jumlah ion OH pada basa, sehingga rumus diatas menjadi: n x M x V asam = n x V x M basa
I.
1. Alat Percobaan a. Erlenmeyer 250 mL b. Buret 50 mL c. Statif d. Klem e. Labu Ukur 100 mL f. Pipet Gondok 10 mL g. Gelas Kimia 250 dan 100 mL h. Botol Semprot
2. Bahan Percobaan a. Larutan NaOH b. Larutan HCl c. Larutan Asam Oksalat d. Indikator Fenolptalien (pp) e. Aquadest
A. Standarisasi Larutan NaOH terhadap Asam Oksalat (H2C2O4) 1. Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan. 2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 3. Tambahkan 2 3 tetes indikator Fenolptalien. 4. Masukan larutan NaOH yang akan distandarisasi ke dalam Buret yang telah diatur posisinya, agar siap dioperasikan. 5. Titrasi larutan Asam Oksalat dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH dari Buret sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Catat volume NaOH yang diperlukan. 6. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume NaOH konstan. 7. Hitung konsentrasi larutan NaOH.
1. Pipet 10 mL larutan HCl, masukan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 2. Tambahkan 2 3 tetes indikator Fenolptalien. 3. Titrasi larutan HCl dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH dari Buret sampai terjadi perubahan warna menjadi merah muda. Catat volume NaOH yang diperlukan. 4. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume NaOH konstan. 5. Hitung konsentrasi larutan HCl.
10
III.
DIAGRAM ALIR
Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 2 3 tetes indikator Fenolptalien.
- Masukan larutan NaOH yang akan distandarisasi ke dalam Buret - Titrasi larutan Asam Oksalat dalam Erlenmeyer dengan larutan
Tambahkan 2 3 tetes indikator Fenolptalien. Titrasi larutan HCl dalam Erlenmeyer dengan larutan NaOH
11
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA NaOH SIFAT FISIKA dan KIMIA : Keadaan fisik dan penampilan: Solid. (Deliquescent padat.) Bau: berbau. Molekul Berat: 40 g / mol Warna: Putih. pH (1% soln / air): [. Dasar] 13,5 Titik Didih: 1388 C (2530,4 F) Melting Point: 323 C (613,4 F) Spesifik Gravity: 2.13 (Air = 1) Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air. Kelarutan: Mudah larut dalam air dingin. HCl Keadaan fisik dan penampilan: Cairan. Bau: pedas. Iritasi (Strong.) Warna: tak berwarna menyala kuning. pH (1% soln / air): Asam. Titik Didih: 108.58 C @ 760 mmHg (untuk 20,22% HCl dalam air) 83 C @ 760 mmHg (untuk 31% HCl dalam air) 50,5 C (untuk 37% HCl dalam air) Melting Point: -62,25 C (-80 F) (20,69% HCl dalam air) -46,2 C (31,24% HCl dalam air) -25,4 C (39,17% HCl dalam air) Spesifik Gravity: 1,1-1,19 (Air = 1) 1.10 (20% dan 22% HCl solusi) 1,12 (24% HCl solusi) 1,15 (29,57% HCl solusi) 1,16 (32% HCl solusi) 1,19 (37% dan 38% HCl solusi) Tekanan Uap: 16 kPa (@ 20 C) rata-rata Kepadatan uap: 1,267 (Air = 1) Bau Threshold: 0,25 sampai 10 ppm Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air, dietil eter. Kelarutan: Larut dalam air dingin, air panas, dietil eter. Stabilitas: Produk ini stabil.
12
4.1 HASILPERCOBAAN A. Standarisasi Larutan NaOH terhadap Asam Oksalat (H2C2O4) Konsentrasi H2C2O4 Konsentrasi awal =1N Volume pemipetan = 10 mL Volume labu ukur = 100 mL 10 mL Asam Oksalat 1 N diencerkan menjadi 100 mL, maka konsentrasi Asam Oksalat menjadi : V1 x N1 = V2 x N2 10 mL x 1N = 100 mL x N2 N2 = (10 mL x 1N) / 100 mL = 0,1 N
Hasil Titrasi No Volume asam oksalat (mL) 1 2 3 10 10 10 Volume NaOH (mL) 9,60 9,55 9,60
13
B. Penentuan Konsentrasi HCl terhadap NaOH Hasil Titrasi No Volume HCl (mL) 1 2 3 10 10 10 Volume NaOH (mL) 8,00 7,95 8,00
Vasam oksalat x Nasam oksalat = V NaOH x N NaOH 10 mL x 0,1 N = 9,60 mL x N NaOH N NaOH = (10 N x 0,1 N) / 9,60 mL N NaOH = 0,1042 N Vasam oksalat x Nasam oksalat = V NaOH x N NaOH 10 mL x 0,1 N = 9,55 mL x N NaOH N NaOH = (10 N x 0,1 N) / 9,55 mL N NaOH = 0,1047 N Vasam oksalat x Nasam oksalat = V NaOH x N NaOH 10 mL x 0,1 N = 9,60 mL x N NaOH N NaOH = (10 N x 0,1 N) / 9,60 mL N NaOH = 0,1042 N
2.
3.
14
VHCl x NHCl = V NaOH x NNaOH 10 mL x NHCl = 8,00 mL x 0,1044 N NHCl = (8,00 mL x 0,1044 N) / 10 mL NHCl = 0,0836 N VHCl x NHCl = V NaOH x NNaOH 10 mL x NHCl = 7,95 mL x 0,1044 N NHCl = (7,95 mL x 0,1044 N) / 10 mL NHCl = 0,0830 N VHCl x NHCl = V NaOH x NNaOH 10 mL x NHCl = 8,00 mL x 0,1044 N NHCl = (8,00 mL x 0,1044 N) / 10 mL NHCl = 0,0836 N
2.
3.
15
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa di atas, maka titrasi Asidi-Alkalimetri, pada dasarnya menggunakan dua macam larutan yaitu larutan pentiter dan larutan dititer. Pada saat titik ekivalen larutan berubah menjadi merah muda dengan pemakaian indikator fenolptalien. Pada percobaan ini didapat konsentrasi NaOH 0,1044 N dan konsentrasi HCl 0,0834 N.
16
MODUL IV ASAM-BASA (Aplikasi titrasi Asam-Basa dalam penentuan angka asam dari minyak goreng)
BAB I PENDAHULUAN
1.1 PRINSIP PERCOBAAN Penentuan seberapa banyak KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terkandung dalam minyak goreng.
17
Minyak goreng berfungsi sebagai penghantar panas, penambah rasa gurih, dan penambah nilai kalori bahan pangan. Mutu minyak goreng ditentukan oleh titim asapnya, yaitu suhu pemanasan minyak sampai terbentuk akrolein yang tidak diinginkan dan dapat menimbulkan rasa gatal pada tenggorokan. Hidrasi gliserol akan membentuk aldehida tidak jenuh. Makin tinggi titik asap, makin baik mutu minyak goreng itu. Titik asap suhu minyak goreng tergantung dari kadar glisero bebas. Lemak yang telah digunakan untuk menggoreng titik asapnya akan turun, karena telah terhidrolisis molekul lemak. Pada suhu ruang minyak berwujud semi padatan dengan kandungan butter yang sudah difraksionasi dengan olein sebanyak 75% dan stearin 25%.
2.2 TEORI TAMBAHAN Lemak dan Minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
HO CH2 3 RCOOH + HO CH HO CH2
Asam lemak Gliserol
18
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang daklam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan minyak dan lemak (Julianty, 2008). Lemak dan minyak merupakan makronutrien penting yang menempati urutan kedua setelah HA sebagai bahan bakar untuk memberikan energi kepada selsel tubuh. Lemak mempunyai fungsi lain yang tidak dimiliki oleh HA seperti pembentukan komponen membran vitamin larut lemak. Berdasarkan bentuknya, lemak dibedakan drngan minyak yaitu lemak berbentuk padat sedangkan minyak berbentuk cair. Lemak atau minyak yang terdapat didalam tubuh disebut pula lipid. Lemak yang ada dalam makanan maupun tubuh dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok utama yaitu:trigliserida, kolesterol dan fosfolipid. Asam lemak dapat dibedakan pula antara asam lemak jenuh dan tidak jenuh. Keduanya dibedakan berdasarkan ada tidaknya ikatan rangkap antara dua atom karbonnya dalam rumus bangunnya. Minyak nabati seperti minyak zaitun, kanola dan kacang lebih banyak mengandung asam lemak omega-9 atau asam oleat sementara minyak kelapa mengandung lebih banyak asam lemak jenuh atau asam palmitat. Karena itu, dua jenis minyak yang disebutkan terakhir ini sering digolongkan kedalam jenis minyak jenuh kendati minyak sawit sendiri dengan pemrosesan dalam industri sudah terolah menjadi jenis minyak yang mengandung cukup banyak asam lemak tak jenuh (Hartono, 2006). Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram minyak atau lemak. Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas (FFA) yang besar yang berasal dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya (Julianty, 2008).
19
Bilangan Asam
% FFA = mL KOH x Norm. KOH x BM Asam Lemak x 100% gram minyak x 1000
Selama pemanasan minyak goreng mengalami perubahan fisik dan kimia dikarenakan terjadinya reaksi oksidasi minyak dan degradasi asam lemak. Pengamatan pada perubahan sifat fisik minyak goreng selama pemanasan telah lama diketahui dan digunakan untuk mengidentifikasi kualitas minyak goreng. Pengukuran kandungan asam lemak bebas pada minyak merupakan salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur kualitas minyak goreng. Weiss (1983) melaporkan bahwa salah satu indikator minyak goreng mencapai batas pemakaian (frying life) adalah dicapainya kosentrasi asam lemak bebas (FFA) sebesar 0,5 % (Budiyanto, 2008).
20
3.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat yang digunakan a. Erlenmeyer 250 mL b. Pendingin Leibig c. Pembakar Bunsen d. Statif dan Klem buret e. Buret 50ml f. Pipet Ukur g. Pipet tetes h. Gelas ukur i. Gelas Kimia j. Pipet Volume k. Botol Semprot
B. Bahan yang digunakan 1. Minyak goreng 2. Alkohol 95% 3. KOH 0,1 N 4. Ind. Phenolptalein
21
3.2 Cara Kerja 1. Timbang 20 gram minyak goreng ke dalam Erlenmeyer 250 mL 2. Tambahkan 50 mL alcohol 3. Pasang pendingin leibig terbalik di atas Erlenmeyer, lakukan pemanasan sampai mendidih dan dikocok kuat-kuat 4. Dinginkan, tambahkan 3 tetes indicator phenolptalein dan titrasi dengan KOH 0,1 N sampai timbul warna merah muda 5. Hitung angka asam
Bilangan Asam = mL KOH x Norm. KOH x 56,1 gram minyak
3.3 DIAGRAM ALIR Timbang 20 gram minyak goreng ke dalam Erlenmeyer 250 mL
Tambahkan 50 mL alcohol Pasang pendingin leibig terbalik di atas Erlenmeyer, lakukan pemanasan sampai mendidih dan dikocok kuat-kuat
Dinginkan, tambahkan 3 tetes indicator phenolptalein dan titrasi dengan KOH 0,1 N
22
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA Bau: tidak berbau Rasa : pahit pH: 13,5 (0,1 M larutan) Titik Didih: 2408 derajat F Pembekuan / Melting Point: 680 derajat F NFPA Rating: (perkiraan) Kesehatan: 3; mudah terbakar: 0; Reaktivitas: 1 Kelarutan: Larut dalam air Spesifik Gravity / Kepadatan: 2,04 Molekul Rumus: KOH Molekul Berat: 56,1047
23
gram minyak untuk data ke-1 = 20,00 gram gram minyak untuk data ke-2 = 20,00 gram gram minyak untuk data ke-2 = 20,00 gram
o VKOH untuk titrasi ke-1 = 16,0 mL o VKOH untuk titrasi ke-2 = 15,9 mL o VKOH untuk titrasi ke-2 = 15,9 mL
4.2 PEMBAHASAN
Bilangan Asam = mL KOH x Norm. KOH x 56,1 gram minyak 16,0 mL x 0,01 N x 56,1 = 0,4488 20 gram 15,9 mL x 0,01 N x 56,1 = 0,4460 20 gram 15,9 mL x 0,01 N x 56,1 = 0,4460 20 gram Angka asam rata-rata : 0,4469
24
Reaksi
R1 COO CH2 R2 COO CH R3 COO CH2
Trigliserida
HO CH2 H
+
H2O
HO CH HO CH2
Gliserol
+ 3 RCOOH
Asam lemak
25
BAB V KESIMPULAN Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data angka asam dari minyak goreng sebagai berikut : 1. 0,4488
26
MODUL V PERMANGANOMETRI
(Penentuan Kadar Besi (Fe) Secara Permanganometri)
I. PRINSIP PERCOBAAN
Titrasi Permanganometri merupakan titrasi langsung yang didasarkan pada reaksi redoks. Dalam reaksi ini ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam, dan dalam suasana basa akan berubah menjadi MnO2.
27
Permanganometri adalah suatu metoda analisa kimia yang didasari atas reaksi reduksi dan oksidasi, dimana kalium permanganate akan megoksidasi berbagai zat bersifat reduktor, dan pada saat itu warna lembayung dari kalium permanganate akan hilang. Oksidasi dalam suasana asam itu paling banyak dipakai dalam analisa volumetric. Kalium permanganat adalah suatu senyawa yang sedikit mantap, penguraian dapat terjadidengan sendirinya oleh panas cahaya, asam dan batu kawi. Penguraian dapat pula tetjadi dibawah pengaruh zat-zat organik pada konsentrasi yang sangat kecil , yang mungkin terdapatdalam air suling atau pada dinding aiat gelas yang tak dibersihkan dengan baik. Begitu pulagabus dan karet dapat bereaksi dengan kalium permanganat.
2.2 TEORI TAMBAHAN Permanganometri merupakan metode titrasi dengan menggunakan kalium permanganat, yang merupakan oksidator kuat sebagai titran. Titrasi ini didasarkan atas titrasi reduksi dan oksidasi atau redoks. Permanganat bereaksi secara beraneka, karena mangan dapat memiliki keadaan oksidasi +2, +3, +4, +6, dan +7. Dalam reaksi ini, ion MnO4- bertindak sebagai oksidator. Ion MnO4- akan berubah menjadi ion Mn2+ dalam suasana asam, dan MnO2 dalam suasana basa. Teknik titrasi ini biasa digunakan untuk menentukan kadar oksalat atau besi dalam suatu sample. Pada Permanganometri, titran yang digunakan adalah Kalium Permanganat. Kalium Permanganat mudah diperoleh dan tidak memerlukan indikator kecuali digunakan larutan yang sangat encer serta telah digunakan secara luas sebagai pereaksi oksidasi selama seratus tahun lebih. Setetes permanganat memberikan
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI 28
suatu warna merah muda yang jelas kepada volume larutan dalam suatu titrasi. Warna ini digunakan untuk menunjukkan kelebihan pereaksi. Dalam suasana asam atau [H+] 0,1 N, ion permanganat mengalami reduksi menjadi ion mangan (II) sesuai reaksi : MnO4- + 8H+ + 5e Mn2+ + 4H2O
Eo = 1,51 Volt
Dalam suasana netral, ion permanganat mengalami reduksi menjadi mangan dioksida seperti reaksi berikut : MnO4- + 4H+ + 3e
MnO2 + 2H2O
Eo = 1,70 Volt
Dan dalam suasana basa atau [OH-] 0,1 N, ion permanganat akan mengalami reduksi sebagai berikut: MnO4- + 2H2O + 3e MnO2 + 4OH-
Eo = 0,56 Volt
Untuk pengasaman sebaiknya dipakai Asam Sulfat, karena asam ini tidak menghasilkan reaksi samping. Sebaliknya jika dipakai Asam Klorida dapat terjadi kemungkinan teroksidasinya ion klorida menjadi gas klor dan reaksi ini mengakibatkan dipakainya larutan Permanganat dalam jumlah berlebih. Meskipun untuk beberapa reaksi dengan Arsen (II) Oksida, Antimoni (II) dan Hidrogen Peroksida, karena pemakaian Asam Sulfat justru akan menghasilkan beberapa tambahan kesulitan. Kalium Pemanganat adalah oksidator kuat, oleh karena itu jika berada dalam HCl akan mengoksidasi ion Cl- yang menyebabkan terbentuknya gas klor dan kestabilan ion ini juga terbatas. Biasanya digunakan pada medium asam 0,1 N. Namun, beberapa zat memerlukan pemanasan atau katalis untuk mempercepat
29
reaksi. Seandainya banyak reaksi itu tidak lambat, akan dijumpai lebih banyak kesulitan dalam menggunakan reagensia ini Sehingga Asam Sulfat adalah asam yang paling sesuai, karena tidak bereaksi terhadap permanganat dalam larutan encer. Dengan Asam Klorida, ada kemungkinan terjadi reaksi : 2MnO4- + 10Cl- + 16H 2Mn2+ + 5Cl2 + 8H2O
Kalium Permanganat distandarisasikan dengan menggunakan Asam Oksalat, Natrium Oksalat atau Arsen (III) Oksida standar-standar primer, yang semuanya dapat dioksidasi oleh Kalium Permanganat. Reaksi yang terjadi pada proses pembakuan Kalium Permanganat menggunakan Asam Oksalat adalah: 5C2O4- + 2MnO4- + 16H+ 10CO2 + 2Mn2+ + 8H2O
Akhir titrasi ditandai dengan timbulnya warna merah muda yang disebabkan kelebihan permanganat. Beberapa ion logam yang tidak dioksidasi dapat dititrasi secara tidak langsung dengan Permanganometri seperti: ion-ion Ca, Ba, Sr, Pb, Zn, dan Hg (I) yang dapat diendapkan sebagai oksalat. Setelah endapan disaring dan dicuci, dilarutkan dalam H2SO4 berlebih sehingga terbentuk Asam Oksalat secara kuantitatif. Asam Oksalat inilah yang akhirnya dititrasi dan hasil titrasi dapat dihitung banyaknya ion logam yang bersangkutan. Ion-ion Ba dan Pb dapat pula diendapkan sebagai garam khromat. Setelah disaring, dicuci, dan dilarutkan dengan asam, ditambahkan pula larutan baku FeSO4 berlebih. Sebagian Fe2+ dioksidasi oleh khromat tersebut dan sisanya dapat ditentukan banyaknya dengan menitrasinya dengan KMnO4.
30
Sumber-sumber kesalahan pada titrasi permanganometri, antara lain terletak pada: 1. Larutan pentiter KMnO4 pada buret. Apabila percobaan dilakukan dalam waktu yang lama, larutan KMnO4 pada buret yang terkena sinar akan terurai menjadi MnO2 sehingga pada titik akhir titrasi akan diperoleh pembentukan presipitat coklat yang seharusnya adalah larutan berwarna merah rosa.
2. Penambahan KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu cepat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan cenderung menyebabkan reaksi antara MnO4- dengan Mn2+. 2MnO4- + 3Mn2+ + 2H2O 5MnO2 + 4H+
3. Penambahan KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan seperti H2C2O4. Pemberian KMnO4 yang terlalu lambat pada larutan H2C2O4 yang telah ditambahkan H2SO4 dan telah dipanaskan mungkin akan terjadi kehilangan oksalat karena membentuk peroksida yang kemudian terurai menjadi air. H2O2 + 2CO2
H2C2O4 + O2
31
3.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat yang digunakan a. Erlenmeyer 250 mL b. Buret 50 mL c. Statif d. Klem e. Labu Ukur 100 mL f. Pipet Volume 10 mL g. Gelas Kimia 250 mL h. Botol Semprot i. Kaki tiga j. Pembakar spirtus k. Kassa asbes l. Corong gelas m. Termometer \
B. Bahan yang digunakan 1. KMnO4 0,1 N 2. FeSO4 3. H2C2O4. 2H2O 1 N 4. H3PO4 pekat 5. H2SO4 4 N 6. Aquadest
32
3.2 CARA KERJA A. Penentuan Konsentrasi Kalium Permanganat terhadap Asam Oksalat (H2C2O4) 1. Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan. 2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 3. Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N. 4. Panaskan larutan tersebut sampai mencapai suhu 70 80 oC. 5. Dalam keadaan panas, tambahkan KMnO4 dari buret tetes demi tetes. 6. Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang. Catat volume KMnO4 yang diperlukan. 7. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume KMnO4 konstan. 8. Hitung konsentrasi larutan KMnO4.
B. Penentuan Konsentrasi Besi (Fe) terhadap Kalium Permanganat (KMnO4) 1. Pipet 10 mL larutan besi (II) ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan. 2. Pipet 10 mL larutan besi (II) dari labu ukur 100 mL, masukan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. 3. Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N dan 1 mL H3PO4 pekat. 4. Panaskan larutan tersebut sampai mencapai suhu 70 80 oC. 5. Dalam keadaan panas, tambahkan KMnO4 dari buret tetes demi tetes. 6. Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang. Catat volume KMnO4 yang diperlukan. 7. Lakukan pengerjaan titrasi secara triplo, agar volume KMnO4 konstan. Hitung konsentrasi larutan besi (II) dengan perbandingan dari konsentrasi KMnO4.
33
3.3 DIAGRAM ALIR A. Pipet 10 mL larutan standar Asam Oksalat 1 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan.
- Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam Erlenmeyer 250 mL. - Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N. - Panaskan larutan tersebut sampai mencapai suhu 70 80 oC. - Dalam keadaan panas, tambahkan KMnO4 dari buret tetes demi tetes. - Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang. Catat volume KMnO4 yang diperlukan. Hitung Konsentrasi KMnO4
Pipet 10 mL larutan besi (II) ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan Pipet 10 mL larutan besi (II) dari labu ukur 100 mL, masukan ke dalam Erlenmeyer 250 mL. Tambahkan 5 mL H2SO4 4 N dan 1 mL H3PO4 pekat. Titrasi dengan KMnO4 Kocok sampai terbentuk warna merah jambu yang tidak hilang. Catat volume KMnO4 yang diperlukan. Hitung Konsentrasi Fe
34
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA KMnO4 Keadaan fisik dan penampilan: Padatan Bau: berbau. Rasanya: manis, astringen. Berat Molekul: 158,03 g / mol Warna: Ungu. (Dark.) Melting Point: terurai. Spesifik Gravity: 2,7 @ 15 C (Air = 1) Properti Dispersi: Lihat kelarutan dalam air, aseton metanol,. kelarutan: Mudah larut dalam metanol, aseton. Sebagian larut dalam air dingin, air panas. Larut dalam Asam Sulfat H2C2O4 Bentuk Bau Warna Massa jenis Titik didih Titik lebur Tekanan uap (20 C) Kelarutan dalam Air (20 C) pH (20 C) : cair : menyengat : bening sampai agak kekuningan : 2.13 : 85 C : -25 C : 20 mbar : terlarut 82,3 g/100m :1
35
A. HASIL PERCOBAAN
Konsentrasi awal
=1N
10 mL Asam Oksalat 1 N diencerkan menjadi 100 mL, maka konsentrasi Asam Oksalat menjadi : V1 x N1 = V2 x N2 10 mL x 1N = 100 mL x N2 N2 = (10 mL x 1 N) / 100 mL = 0,1 N
36
Penentuan Fe (II) dengan KMnO4 0,1159 N Hasil titrasi No 1 2 3 Volume FeSO4 (mL) 10 10 10 Volume KMnO4 (mL) 10 10 10
4.2
PEMBAHASAN
Vasam oksalat x Nasam oksalat = V KMnO4 x N KMnO4 10 mL x 0,1 N = 40 mL x N KMnO4 N KMnO4 = (10 N x 0,1 N) / 40 mL N KMnO4 = 0,025 N
Reaksi : MnO4- + 8H+ + 5e H2C2O4 + H2O Mn2+ + 4H2O C2O42- + 4H+ + 4e
Reduksi : Oksidasi :
x4 x5
4 MnO4- + 12 H+ + 5 H2C2O4
37
VFe (II) x NFe (II) = VKMnO4 x N KMnO4 10 mL x NFe (II) = 10 mL x 0,025 N NFe (II) = (10 mL x 0,025 N) / 10 mL N Fe(II) = 0,025 N
Reduksi Oksidasi
Mn2+ + 4H2O Fe + e
2+ 3+
x1 x5
MnO4 + 8H + 5Fe
Mn + 4 H2O + 5 Fe3+
38
BAB V KESIMPULAN
Permanganometri adalah suatu metode analisa kimia yang didasari atas reaksi reduksi dan reaksi oksidasi (Redoks), dimana Kalium Permanganat akan mengoksidasi berbagai zat yang bersifat reduktor dan pada saat itu warna lembayung dari Kalium Permanganat akan hilang.
Penentuan konsentrasi Fe (II) menggunakan KMnO4 0,025 N volume KMnO4 40 mL, hal ini disebabkan konsentrasi KMnO4 terlalu encer. Seharusnya KMnO4 dipekatkan lagi namun karena keterbatasan waktu dalam praktikum hal ini tidak sempat dilakukan.
Konsentrasi Fe (II) yang didapat dengan menggunakan KMnO4 0,025 N adalah 0,025 N.
39
BAB I PENDAHULUAN 1.1 PRINSIP PERCOBAAN Sejumlah tertentu larutan K2Cr2O7 standar direduksi dengan KI berlebih. I2 yang terbentuk dititrasi dengan larutan Na2S2O3 yang akan ditentukan konsentrasinya pada suasana asam dengan menggunakan indikator amilum. TA ditunjukan dengan warna biru tapat hilang. Pada TE berlaku mEk K2Cr2O7 = mEk I2 = mEK Na2S2O3 sehingga konsentrasi Na2S2O3 dapat dihitung.
2.2 TUJUAN PERCOBAAN - Mengetahui konsentrasi larutan baku Na2S2O4 - Mengetahui konsentrasi larutan CuSO4
40
2.1 TEORI DASAR Metode Iodometri termasuk juga metoda analisa kimia yang didasari reaksi redoks. Dalam pelaksanaannya dapat dibagi atas 2 bagian : 1. Titrasi Iodimetri atau titrasi langsung yaitu suatu titrasi dimana penitrasi ialah larutan baku iodium yang merupakan pengoksid atau oksidator. 2. Titrasi Iodometri merupakan titrasi tidak langsung yaitu suatu titrasi dimana zat yang akan ditentukan direaksikan terlebih dahulu dengan iodide berlebih, dan iodium yang terbentuk kemudian dititer dengan larutan baku tiosulfat. Sebagai indicator dipakai larutan kanji atau amilum. Dalam iodometri terjadi perubahan warna dari tidak berwarna menjadi biru, sedangkan pada iodimetri terjadi sebaliknya. Untuk standarisasi larutan thiosulfat sejumlah zat dapat dipergunakan sebagai standar primer diantaranya larutan kalium dikromat. Dalam hal ini pertama-tama larutan standar dikromat ditambah KI berlebih, kemudian iodium yan terbentuk dititrasi dengan larutan thiosulfat sehingga konsentrasi thiosulfat dapat ditentukan.
41
2.2
TEORI TAMBAHAN Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I2, I2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali. Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena factor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indicator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merubakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodide. Senyawaan iodide umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I2. I2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I2 ditentukan dengan menitrasi I2 dengan larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na2S2O3) dengan indicator amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum-I2 sampai warna ini tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut: IO3- + 5 I- + 6H+ -> 3I2 + H2O I2 + 2 S2O32- -> 2I- + S4O62Setiap mmol IO3- akan menghasilkan 3 mmol I2 dan 3 mmol I2 ini akan tepat bereaksi dengan 6 mmol S2O32- (ingat 1 mmol I2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S2O32-) sehingga mmol IO3- ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S2O32-. Mengapa kita menitrasi langsung antara tiosulfat dengan analit? Beberapa alasan yang dapat dijabarkan adalah karena analit yang bersifat sebagai
42
oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasa kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II). Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai berikut: Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I2 dalam jumlah banyak), alasannya kompleks amilum-I2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I2 yang akan terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodide oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S). S2O32- + 2H+ -> H2SO3 + S Pastikan jumlah iodide yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodide tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan dengan segera maka I- dapat teroksidasi oleh udara menjadi I2.
43
Bagaimana menstandarisasi larutan tiosulfat? Tiosulfat yang dipakai dalam titrasi iodometri dapat distandarisasi dengan menggunakan senyawa oksidator yang memiliki kemurnian tinggi (analytical grade) seperti K2Cr2O7, KIO3, KBrO3, atau senyawaan tembaga(II). Bila digunakan Cu(II) maka pH harus dibuffer pada pH 3 dan dipakai tiosianat untuk masking agent, KSCN ditambahkan pada waktu mendektitik akhir titrasi dengan tujuan untuk menggantikan I2 yang teradsorbsi oleh CuI. Bila pH yang digunakan tinggi maka tembaga(II) akan terhidrolisis dan akan terbentuk hidroksidanya. Jika keasaman larutan sangat tinggi maka cenderung terjadi reaksi I- sebagai akibat adanya Cu(II) dalam larutan yang megkatalis reaksi tersebut. Beberapa contoh reaksi iodometri adalah sebagai berikut 2MnO4- + 10 I- + 16 H+ <-> 2Mn2+ + 5 I2 + 8H2O Cr2O72- + 6I- <-> 14 H+ <-> 2Cr3+ + 3 I2 + 7H2O 2Fe3+ + 2I- <-> 2Fe2+ + I2 2 Ce4+ + 2I- <-> 2Ce3+ + I2 Br2 + 2I- <-> 2Br- + I2
44
3.1 ALAT DAN BAHAN A. Alat yang digunakan a. Buret 50 mL b. Statif dan Klem c. Erlenmeyer d. Labu ukur e. Gelas Ukur f. Corong gelas g. Pipet volume h. Pipet tetes i. Batang pengaduk j. Spatula k. Gelas kimia l. Botol semprot
B. Bahan yang digunakan 1. Na2S2O3 0.1 N 2. K2Cr2O7 1.0 N 3. KI padat (bebas iodat) 4. Amilum / kanji 5. CuSO4
45
3.2 CARA KERJA A. Standarisasi larutan thiosulfat 1. Pipet 10 mL larutan K2Cr2O7 1.0 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas dan homogenkan. 2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo. 3. Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat)dan 1 mL HCl pekat. 4. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning. 5. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru 6. Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang. 7. Hitung konsentrasi thiosulfat.
B. Penentuan konsentrasi tembaga (Cu) 1. Pipet 10 mL larutan CuSO4 ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan. 2. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo. 3. Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat) dan 1 mL HCl pekat 4. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning. 5. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru. 6. Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang. 7. Hitung konsentrasi tembaga (Cu).
46
3.3 DIAGRAM ALIR Pipet 10 mL larutan K2Cr2O7 1.0 N ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas dan homogenkan. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo. Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat)dan 1 mL HCl pekat. Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang. Hitung Konsentrasi Thiosulfat
Pipet 10 mL larutan CuSO4 ke dalam labu ukur 100 mL, encerkan sampai tanda batas, homogenkan. Pipet 10 mL larutan tersebut ke dalam erlenmeyer secara triplo. Tambahkan 1-2 gram KI (bebas iodat) dan 1 mL HCl pekat Titrasi sesegera mungkin dengan larutan thiosulfat sampai warna kuning. Tambahkan 1 mL larutan kanji, sehingga warna akan menjadi biru. Lanjutkan titrasi dengan thiosulfat sampai warna biru tepat hilang.
47
3.4 SIFAT FISIK DAN KIMIA Na2S2O3 Rumus Kimia : Na2S2O3 Bentuk Fisik : Padat (granul atau kristal) Berat Molekul : 158.11 g/mol Bau : Tidak berbau Warna : putih Rasa : pahit pH : 8.6 (larutan 7.5%) Titik Didih : Terdekomposisi pada suhu di atas 1000C Spesific Gravity : 1.667
48
A. Standarisasi Larutan Thiosulfat Konsentrasi Kalium Dikromat Volume Kalium Dikromat Volume Titrasi
: 0,1 N : 10mL :
Titrasi ke1 2 3
Volume 24 mL 23,5 mL 24 mL
B. Penentuan Konsentrasi Tembaga Konsentrasi Natrium Thiosulfat Volume CuSO4 Volume Titrasi : 0,0419 N : 10 mL :
Titrasi ke1 2 3
49
4.2 PEMBAHASAN
A. Standarisasi Thiosulfat
VK2Cr2O7 x Nk2Cr2O7 = VNa2S2O3 x N Na2S2O3 10 mL x 0,1 N = 24,00 mL x N Na2S2O3 N Na2S2O3= (0,1 N x 10 mL) / 24 mL NNaCl = 0,0417 N VK2Cr2O7 x Nk2Cr2O7 = VNa2S2O3 x N Na2S2O3 10 mL x 0,1 N = 23,5 mL x N Na2S2O3 N Na2S2O3= (0,1 N x 10 mL) / 23,5 mL NNaCl = 0,0425 N VK2Cr2O7 x Nk2Cr2O7 = VNa2S2O3 x N Na2S2O3 10 mL x 0,1 N = 24,00 mL x N Na2S2O3 N Na2S2O3= (0,1 N x 10 mL) / 24 mL NNaCl = 0,0417 N
VNa. Tiosulfat x NNa. Tiosulfat = V CuSO4 x N CuSo4 9,60 mL x 0,0419 N = 10 mL x N CuSo4 N CuSo4 = (9,60 x 0,0419) / 10 mL N KMnO4 = 0,0402 N
50
BAB V KESIMPULAN
Berdasarkan hasil percobaan diperoleh data sebagai berikut : Konsentrasi Natrium Thiosulfat : 1. 0,0417 N 2. 0,0425 N 3. 0,0417 N Dengan rata-rata konsentrasi : 0,0419 N Konsentrasi CuSO4 : 0,0402 N
51