Anda di halaman 1dari 15

BAB I PENDAHULUAN Di Indonesia, TB masih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat.

Sampai saat ini, Indonesia merupakan negara dengan pasien TB terbanyak ke-3 di dunia setelah India dan Cina. Diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru tuberkulosis per tahun, sebagian besar berada dalarn usia produktif (15-54 tahun), dengan tingkat sosioekonomi dan pendidikan yang rendah. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia sekitar 10% dari total jumlah pasien TB didunia. Tahun 1995, hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit TB merupakan penyebab kematian nomor tiga (3) setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu (1) dari golongan penyakit infeksi. Sampai tahun 2005, program Penanggulangan TB dengan Strategi DOTS menjangkau 98% Puskesmas, sementara rumah sakit dan BP4 / RSP baru sekitar 30%.1,2. Tuberkulosa (TB) adalah suatu penyakit menular yg dapat berakibat fatal dan dapat mempengaruhi semua bagian tubuh. Hampir 10 % mengenai musculoskeletal, dan 50 % mempunyai lesi di tulang belakang dengan disertai defisit neurologis pada 10 45 % penderita. Kelumpuhan akan terjadi bila infeksi TBC mengenai Corpus Vertebra dan terjadi kompresi pada medula spinalis. Bila terjadi dan menetap (irreversible) akan mengganggu dan membebani tidak saja penderita sendiri, tetapi juga keluarga dan masyarakat. Mengingat pentingnya hal ini, maka penekanan pada topik ini lebih diarahkan ke infeksi TBC pada tulang belakang. Spondilitis tuberkulosis merupakan salah satu kasus penyakit tertua dalam sejarah dengan ditemukan dokumentasi kasusnya pada mummi di Mesir dan Peru-2. Sir Percival Pott (1799) mendeskrispsikan penyakit ini dalam monografnya yang klasik dan sejak saat itu spondilitis tuberkulosa dikenal juga sebagai penyaldt Pott (Ports disease)

Spondilitis Tuberkulosa

Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari infeksi tuberkulosis dengan penyebaran sebagian besar secara hematogen melalui pembuluh darah arteri epifiseal atau melalui plexus vena Batson. Banerjee melaporkan pada 499 pasien dengan spondilitis tuberkulosa, radiologis memperlihatkan 31% fokus primer adalah paru-paru dan dari kelompok tersebut 78% adalah anak-anak, sedangkan 69% sisanya memperlihatkan foto rantgen paru yang normal dan sebagian besar adalah dewasa. Sampai saat ini belum ada suatu ketentuan khusus mengenai penatalaksaan spondilitis TB. Masih terdapat banyak pertentangan apakah diterapi secara konservatif atau operatif, pendekatan anterior posterior ataupun kombinasi, memakai instrumentasi atau tidak. Total treatment merupakan panduan untuk penatalaksanaan spondilitis TB dengan membagi sepuluh alternatif pengobatan yang memudahkan seorang ahli bedah untuk memilih jenis tindakan yang cocok dengan perkembangan penyakitnya dengan tujuan menyembuhkan infeksi, dengan tulang belakang stabil dan bebas rasa sakit, tanpa deformitas dan mengembalikan fungsi, sehingga memungkinkan penderita kembali kekehidupan sosial, keluarga dan lingkungan kerja.

Spondilitis Tuberkulosa

BAB II PEMBAHASAN A. DEFINISI Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pottds disease of the spine atau tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada vertebra T8 L3dan paling jarang pada vertebra C1 2. Spondilitis tuberkulosis biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.

B. EPIDEMIOLOGI

Spondilitis tuberkulosa merupakan 50 % dari seluruh tuberkulosis tulang dan sendi yang terjadi. Spondilitis tuberkulosa terutama ditemukan pada kelompok umur 2 10 tahun dengan perbandingan yang sama antara wanita dan pria. Sering mengenai vertebra 40 50 %, panggul 30% dan sendi lutut dan sendi sendi lainnya. Dapat disertai dengan adanya tuberkulosis paru paru.
Spondilitis Tuberkulosa 3

C. ETIOLOGI Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg bersifatacidfastnon-motile ( tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam (BTA)) dan tidak dapat diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tubuh secara lambat dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu untuk membedakannnya dengan spesies lainSpondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di tempat lain di tubuh, 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik ( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mikobakterium tuberkulosa atipik. Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal bawah dan lumbal atas, sehingga didugaadanya infeksi sekunder dari suatu tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannyamelalui pleksus Batson pada vena paravertebralis.Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah tertularflu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup lama dan intensifdengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic, seseorang yg kesehatanfisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB aktif setidaknya 8 jam sehariselama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara masa inkubasi TB sendiri, yaituwaktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai menjadi sakit, diperkirakan sekitar6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila terkena sinar matahari langsung. Tetapidalam tempat yg lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidupselama beberapa jam. Dalam tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selamabeberapa tahun.

Spondilitis Tuberkulosa

D. PATOFISIOLOGI Kuman yg bangun kembali dari paru-paru akan menyebar mengikuti aliran darah ke pembuluh tulang belakang dekat dengan ginjal. Kuman berkembang biak umumnya di tempat aliran darah yg menyebabkan kuman berkumpul banyak (ujung pembuluh). Terutama di tulang belakang, di sekitar tulang thorakal (dada) dan lumbal (pinggang) kuman bersarang. Kemudian kuman tersebut akan menggerogoti badan tulang belakang, membentuk kantung nanah (abses) yg bisa menyebar sepanjang otot pinggang sampai bisa mencapai daerah lipat paha. Dapat pula memacu terjadinya deformitas. Gejala awalnya adalah perkaratan umumnya disebut pengapuran tulang belakang, sendi-sendi bahu, lutut, panggul.Tulang rawan ini akan terkikis menipis hingga tak lagi berfungsi. Persendian terasa kaku dan nyeri, kerusakan pada tulang rawan sendi, pelapis ujung tulang yg berfungsi sebagai bantalan dan peredam kejut bila dua ruang tulang berbenturan saat sendi digerakkan. Terbentuknya abses dan badan tulang belakang yg hancur, bisa menyebabkan tulang belakang jadi kolaps dan miring kearah depan. Kedua hal ini bisa menyebabkan penekanan saraf.

Spondilitis Tuberkulosa

Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di dalamtubuh. Penyebarannya secara hematogen, diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen dariinfeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan (anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewati ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapiakan mengalami dehidrasi dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis. Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium yaitu: 1. Stadium implantasi Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra. 2. Stadium destruksi awal Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu. 3. Stadium destruksi lanjut, Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat

terbentuksekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk tulang baji terutama di depan (wedginganterior) akibat kerusakan korpus vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus. 4. Stadium gangguan neurologisGangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi tetapi ditentukan oleh tekanan abses kekanalis spinalis. Vertebra torakalis mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga
Spondilitis Tuberkulosa 6

gangguan neurologis lebih mudahterjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu: a) Derajat I : Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadigangguan saraf sensoris. b) Derajat II : Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih dapat melakukan pekerjaannya. c) Derajat III : Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak atau aktivitas penderita disertai denganhipoestesia atau anestesia. d) Derajat IV : Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan defekasi dan miksi.TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau lambat tergantung dari keadaan penyakitnya.Pada penyakit yang masih aktif, paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral ataukerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan. Paraplegia pada penyakit yang tidakaktif atau sembuh terjadi karena tekanan pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosisyang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi secara perlahan dan dapat terjadidestruksi tulang disertai dengan angulasi dan gangguan vaskuler vertebra. 5. Stadium deformitas residua, Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi. Kifosis atau gibbus bersifat permanen karenakerusakan vertebra yang massif di depan.

E. MANIFESTASI KLINIS Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu: Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung. Pada anak-anak sering disertai denganmenangis pada malam hari.

Spondilitis Tuberkulosa

Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang belakang ke garis tengah atas dada melaluiruang interkostal. Hal ini disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.

Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinale. Deformitas pada punggung (gibbus) Pembengkakan setempat (abses) Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena proses destruksi lanjut berupa: Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula spinalis yang menyebabkan kekakuan padagerakan berjalan dan nyeri. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya batas defisit sensorik setinggi tempatgibbus atau lokalisasi nyeri interkostal.

F. DIAGNOSIS Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa bervariasi dan tergantung pada banyak faktor. Biasanya onset Pott' s disease berjalan secara mendadak dan berevolusi lambat. Durasi gejala-gejala sebelum dapat ditegakkannya suatu diagnosa pasti bervariasi dari bulan hingga tahun; sebagian besar kasus didiagnosa sekurangnya dua tahun setelah infeksi tuberkulosa. o Anamnesa dan inspeksi : 1. Gambaran adanya penyakit sistemik : kehilangan berat badan, keringat malam, demam yang berlangsung secara intermitten terutama sore dan malam hari serta cachexia. Pada pasien anak-anak, dapat juga terlihat berkurangnya keinginan bermain di luar rumah. Sering tidak tampak jelas pada pasien yang cukup gizi sementara pada pasien dengan kondisi kurang gizi, maka demam (terkadang demam tinggi), hilangnya berat badan dan berkurangnya nafsu makan akan terlihat dengan jelas. 2. Adanya riwayat batuk lama (lebih dari 3 minggu) berdahak atau berdarah disertai nyeri dada. Pada beberapa kasus di Afrika terjadi pembesaran dari nodus limfatikus, tuberkel di subkutan, dan pembesaran hati dan limpa. Nyeri
Spondilitis Tuberkulosa 8

terlokalisir pada satu regio tulang belakang atau berupa nyeri yang menjalar. Infeksi yang mengenai tulang servikal akan tampak sebagai nyeri di daerah telingan atau nyeri yang menjalar ke tangan. Lesi di torakal atas akan

menampakkan nyeri yang terasa di dada dan intercostal. Pada lesi di bagian torakal bawah maka nyeri dapat berupa nyeri menjalar ke bagian perut. Rasa nyeri ini hanya menghilang dengan beristirahat. Untuk mengurangi nyeri pasien akan menahan punggungnya menjadi kaku. 3. Pola jalan merefleksikan rigiditas protektif dari tulang belakang. Langkah kaki pendek, karena mencoba menghindari nyeri di punggung. 4. Bila infeksi melibatkan area servikal maka pasien tidak dapat menolehkan kepalanya, mempertahankan kepala dalam posisi ekstensi dan duduk dalam posisi dagu disangga oleh satu tangannya, sementara tangan lainnya di oksipital. Rigiditas pada leher dapat bersifat asimetris sehingga menyebabkan timbulnya gejala klinis torticollis. Pasien juga mungkin mengeluhkan rasa nyeri di leher atau bahunya. Jika terdapat abses, maka tampak pembengkakan di kedua sisi leher. Abses yang besar, terutama pada anak, akan mendorong trakhea ke sternal notch sehingga akan menyebabkan kesulitan menelan dan adanya stridor respiratoar, sementara kompresi medulla spinalis pada orang dewasa akan menyebabkan tetraparesis (Hsu dan Leong 1984). Dislokasi atlantoaksial karena tuberkulosa jarang terjadi dan merupakan salah satu penyebab kompresi cervicomedullary di negara yang sedang berkembang. Hal ini perlu diperhatikan karena gambaran klinisnya serupa dengan tuberkulosa di regio servikal. Infeksi di regio torakal akan menyebabkan punggung tampak

menjadi kaku. Bila berbalik ia menggerakkan kakinya, bukan mengayunkan dari sendi panggulnya. Saat mengambil sesuatu dari lantai ia menekuk lututnya sementara tetap mempertahankan punggungnya tetap kaku Jika terdapat abses, maka abses dapat berjalan di bagian kiri atau kanan mengelilingi rongga dada dan tampak sebagai pembengkakan lunak dinding dada. Jika menekan abses ini berjalan ke bagian belakang maka dapat menekan korda spinalis dan menyebabkan paralisis.

Spondilitis Tuberkulosa

5. Di regio lumbar : abses akan tampak sebagai suatu pembengkakan lunak yang terjadi di atas atau di bawah lipat paha. Jarang sekali pus dapat keluar melalui fistel dalam pelvis dan mencapai permukaan di belakang sendi panggul. Pasien tampak berjalan dengan lutut dan hip dalam posisi fleksi dan

menyokong tulang belakangnya dengan meletakkan tangannya diatas paha. Adanya kontraktur otot psoas akan menimbulkan deformitas fleksi sendi panggul. 6. Tampak adanya deformitas, dapat berupa : kifosis (gibbus/angulasi tulang belakang skoliosis, dislokasi. 7. Adanya gejala dan tanda dari kompresi medula spinalis (defisit neurologis). Terjadi pada kurang lebih 10-47% kasus. Insidensi paraplegia pada spondilitis lebih banyak di temukan pada infeksi di area torakal dan servikal. Jika timbul paraplegia akan tampak spastisitas dari alat gerak bawah dengan refleks tendon dalam yang hiperaktif, pola jalan yang spastik dengan kelemahan motorik yang bervariasi. Dapat pula terjadi gangguan fungsi kandung kemih dan anorektal. 8. Pembengkakan di sendi yang berjalan lambat tanpa disertai panas dan nyeri akut seperti pada infeksi septik. Onset yang lambat dari pembengkakan tulang ataupun sendi mendukung bahwa hal tersebut disebabkan karena tuberkulosa. o Palpasi : 1. Bila terdapat abses maka akan teraba massa yang berfluktuasi dan kulit diatasnya terasa sedikit hangat (disebut cold abcess, yang membedakan dengan abses piogenik yang teraba panas). Dapat dipalpasi di daerah lipat paha, fossa iliaka, retropharynx, atau di sisi leher (di belakang otot sternokleidomastoideus), tergantung dari level lesi. Dapat juga teraba di sekitar dinding dada. Perlu diingat bahwa tidak ada hubungan antara ukuran lesi destruktif dan kuantitas pus dalam cold abscess. 2. Spasme otot protektif disertai keterbatasan pergerakan di segmen yang terkena. bayonet deformity, subluksasi, spondilolistesis, dan

Spondilitis Tuberkulosa

10

o Perkusi : 1. Pada perkusi secara halus atau pemberian tekanan diatas prosesus spinosus vertebrae yang terkena, sering tampak tenderness. o Pemeriksaan Penunjang : a. Laboratorium : 1. Laju endap darah meningkat (tidak spesifik), dari 20 sampai lebih dari 100mm/jam. 2. Tuberculin skin test / Mantoux test / Tuberculine Purified Protein

Derivative (PPD) positif. Hasil yang positif dapat timbul pada kondisi pemaparan dahulu maupun yang baru terjadi oleh mycobacterium. Tuberculin skin test ini dikatakan positif jika tampak area berindurasi, kemerahan dengan diameter 10mm di sekitar tempat suntikan 48-72 jam setelah suntikan. Hasil yang negatif tampak pada 20% kasus (Tandon and Pathak1973; Kocen 1977) dengan tuberkulosis berat (tuberkulosis milier) dan pada pasien yang immunitas selulernya tertekan (seperti baru saja terinfeksi, malnutrisi atau disertai penyakit lain) 3. Kultur urin pagi (membantu bila terlihat adanya keterlibatan ginjal), sputum dan bilas lambung (hasil positif bila terdapat keterlibatan paru-paru yang aktif) 4. Apus darah tepi menunjukkan leukositosis dengan limfositosis yang bersifat relatif. 5. Tes darah untuk titer anti-staphylococcal dan anti-streptolysin haemolysins, typhoid, paratyphoid dan brucellosis (pada kasus-kasus yang

b. Radiologisa 1. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru. Abses dingin tampak sebagai suatubayangan yang berbentuk spindle. 2. Pemeriksaan foto dengan zat kontras.

Spondilitis Tuberkulosa

11

3. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus vertebra, penyempitan diskusintervertebralis, dan mungkin ditemukan adanya massa abses paravertebral. 4. Pemeriksaan mielografi. 5. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesiirreguler, skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang belakang serta menunjukkan adanyapenekanan saraf.

G. PENATALAKSANAAN Pada prinsipnya pengobatan tuberkulosis tulang belakang harus dilakukan sesegera mungkin untuk menghentikan progresivitas penyakit serta mencegah paraplegia. Prinsip pengobatan paraplegia Pott sebagai berikut : Pemberian obat antituberkulosis Dekompresi medulla spinalis Menghilangkan/menyingkirkan produk infeksi Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft)

Spondilitis Tuberkulosa

12

Pengobatan terdiri atas : 1. Terapi konservatif berupa: a) Tirah baring (bed rest) b) Memberi korset yang mencegah gerakan vertebra /membatasi gerak vertebra c) Memperbaiki keadaan umum penderita d) Pengobatan antituberkulosa 2. Terapi operatif Indikasi operasi yaitu: Bila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia atau malah semakin berat. Biasanya tiga minggu sebelum tindakan operasi dilakukan, setiap spondilitis tuberkulosa diberikan obat tuberkulostatik. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara terbuka dan sekaligus debrideman serta bone graft. Pada pemeriksaan radiologis baik dengan foto polos, mielografi ataupun pemeriksaan CT dan MRI ditemukan adanya penekanan langsung pada medulla spinalis.

H. KOMPLIKASI Abses, deformitas tulang belakang, defisit neurologis dan paraplegia.

I. PROGNOSIS Prognosis bergantung pada cepatnya dilakukan terapi dan ada tidaknya komplikasi neurologik. Untuk spondilitis dengan paraplegia awal, prognosis untuk kesembuhan sarafnya lebih baik, sedangkan spondilitis dengan paraplegia akhir prognosis biasanya kurang baik.

Spondilitis Tuberkulosa

13

BAB III PENUTUP KESIMPULAN Tuberkulosis tetap menjadi masalah besar bagi negara berkembang dan mulai menjadi masalah bagi negara maju. Tulang belakang merupakan lokasi infeksi yang tersering tuberkulosis osteroartikular dengan risiko defisit neurologis dan defromitas permanen. teknik pencitraan modern sebaiknya digunakan untuk mengidentifikasi lokasi dan luasnya keterlibatan penyakit sehingga penatalaksanaan dapat disesuaikan secara individual. Penatalaksanan konservatif pada yang sesuai indikasi dapat mengatasi kasus spondilitis tuberkulosis secara efektif. Penatalaksanaan spondilitis tuberkulosis ditujukan untuk eradikasi infeksi, memberikan stabilitas pada tulang belakang dan menghentikan atau memperbaiki kifosis.

Spondilitis Tuberkulosa

14

DAFTARPUSTAKA

Harsono. Spondilitis Tuberkulosa dalam Kapita Selekta Neurologi. Ed. II. Yogyakarta: Gajah Mada University Press. 2003. p. 195-197 Rasjad, Chairuddin Prof, MD, Ph.D. 2006. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Jakarta : Yarsif Samsuhidajat, Wim de Jong. Sistem Muskuloskeletal. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC, 2003,hlm 907 910 Apley & Solomon. Apleys System of Orthopaedics and Fractures. Seventh Edition. Great Britain : Bath Press, Avon;1993 Wim de Jong, Spondilitis TBC, Dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Jakarta; EGC. hlm. 12261229 Moon MS. Tuberculosis of the spine: controversies and new challenge. Diunduh dari www.pubmed.com. Tanggal 10 April 2013 Hidalgo JA. Pott disease ( Tuberculous spondylitis). Diunduh dari www.emedicine.com. Tanggal 10 April 2013

Spondilitis Tuberkulosa

15

Anda mungkin juga menyukai