Anda di halaman 1dari 9

MENEJEMEN PENGOLAHAN SAMPAH DI MASYARAKAT

OLEH RAHMI SRI SAYEKTI 12/339660/PPN/03740

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2012

I.

PENDAHULUAN

Sampah merupakan hasil dari aktifitas manusia, keberadaannya tidak dapat dihindari dan harus dikelola. Pengelolaan sampah yang tidak saniter dapat mencemari lingkungan. Kondisi ini mengakibatkan menurunnya kualitas lingkungan hidup dan gangguan pada kesehatan manusia. Dampak negatif pada lingkungan terjadi oleh berbagai bahan berbahaya (beracun) yang ada pada sampah yang terlarut dalam cairan yang disebut lindian (leachate). Lindian ini merupakan hasil proses dekomposisi sampah organik. Bahan berbahaya terbawa oleh aliran lindian sehingga mencemari tanah, badan air dan air tanah. Berdasarkan hasil penelitian Ganefati (2002), pada lindian terdapat BOD sebesar 638,6 mg/l (standar : 50 mg/l), NH3 sebesar 294 mg/l (standar : 1 mg/l), Pb sebesar 0,658 mg/l (standar : 0,1 mg/l), dan mengandung angka kuman yang tinggi. Pada proses dekomposisi sampah organik juga menghasilkan gas-gas yang berbahaya dan dapat mencemari udara. Pembuangan sampah di sungai juga mengakibatkan pengotoran dan pendangkalan, sehingga mengganggu keseimbangan ekologi sungai, sebagai akibat diantaranya terjadinya kematian ikan,

musnahnya biota perairan tertentu dan terjadinya banjir. Dampak negatif pada kesehatan manusia secara langsung terjadinya kecelakaan dan gangguan estetika pada pembuangan sampah sembarangan atau tidak pada tempat yang semestinya. Secara tidak langsung menimbulkan penyakit-penyakit pada manusia akibat pencemaran lingkungan oleh pembuangan sampah yang tidak dikelola dengan baik, diantaranya adalah penyakit diare, ISPA dan penyakit kulit. Upaya mengurangi dampak negatif yang ditimbulkan oleh adanya sampah dapat dilakukan dengan jalan melakukan pengelolaan yang baik, termasuk diantanya adalah pemanfaatan kembali (Recycling). Upaya ini bertujuan untuk meminimalkan jumlah sampah yang harus dikelola oleh pemerintah. Pemecahan masalah sampah memerlukan berbagai macam bidang pengetahuan yang sangat komplek, Seperti bidang teknik, sosial, ekonomi dan politik. Pemahaman unsur-unsur pokok dalam pengelolaan sampah sangat diperlukan, agar dalam memecahkan permasalahan sampah secara efektif dan efisien.

II.

ISI

Terdapat beberapa model dalam pengelolaan sampah di masyarakat, yang akan diuraikan sebagai berikut :

1.

Model Pengelolaan di Pedesaan Model ini memiliki 2 unsur pengelolaan, yaitu penimbulan dan pembuangan /

pemusnahan. Pengelolaan sampah di pedesaan ini biasanya disebut model Konvensional / Tradisional. Masyarakat beranganggapan bahwa sampah merupakan bahan yang tidak berguna dan harus dibuang / dimusnahkan begitu saja tanpa melalui pengelolaan. Masyarakat bertanggung jawab atas pengelolaan sampah yang dihasilkan, tanpa bantuan dari pemerintah. Di Pedesaan, pembuangan sampah dilakukan di sekitar rumah, dengan cara membuat lubang di halaman yang biasanya disebut Pawuhan, kemudian sampah yang terkumpul dibakaran di sungai, saluran irigasi ataupun parit. Kebiasaan ini sudah menjadi perilaku yang mendarah daging dan sangat sulit dilakukan perubahan. Kondisi ini didukung oleh 2 faktor, yaitu faktor kesediaan lahan dan faktor pengetahuan akan pengelolaan sampah dan dampak yang ditimbulkan akibat adanya pembuangan sampah. Misalnya : pada pembakaran sampah dapat menimbulkan asap yang mengganggu, serta bau yang tidak enak akibat pembakaran plastik yang tercampur di dalamnya; sampah yang terbuang di saluran irigasi mengakibatkan penyumbatan dan pendangkalan saluran, serta pencemaran plastik di persawahan sehingga menurunkan produksi pangan. Dampak negatif lain yang sangat merugikan adalah terjadinya banjir saat musim penghujan akibat pendangkalan sungai oleh pembuangan sampah. Pengelolaan sampah model ini tidak layak lagi dan harus dilakukan perubahan. Masyarakat perlu diberikan pembinaan dan peningkatan pengetahuan tentang pengelolaan sampah, dampak yang ditimbulkan akibat pengelolaan yang salah dan manfaat sampah bagi peningkatan ekonomi keluarga.

2.

Model Pengelolaan Perkotaan Berdasarkan SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman terdiri dari

sistem pewadahan, sistem pengumpulan, sistem pemindahan, sistem perangkutan, sistem pembuangan akhir, dan sistem pengolahan sampah. Unsur-unsur dalam pengelolaan sampah dapat dilihat pada gambar berikut.
PENIMBULAN SAMPAH PENYIMPANAN SAMPAH

PENGUMPULAN SAMPAH PENGANGKUTAN PENGOLAHAN DAN PEMANFAATAN KEMBALI

PEMBUANGAN AKHIR

Unsur- unsur dalam Pengelolaan Sampah

Pengelolaan sampah perkotaan dalam model ini pada setiap unsur menjadi tanggung jawab masyarakat dan pemerintah daerah melalui Dinas Kebersihan. Masyarakat bertanggung jawab atas unsur penimbulan dan penyimpanan, sedangkan pemerintah daerah menitik beratkan pada unsur pengumpulan, pengangkutan dan pembuangan akhir sampah. Pembiayaan dalam pengelolaan sampah perkotaan ditanggung oleh masyarakat melalui pungutan retribusi sampah dan pemerintah daerah melalui APBD. Keberhasilalan penanganan sampah, tercermin dalam keberhasilan pengelolaan sampah di setiap unsur. Apabila terdapat satu atau lebih unsur yang tidak berhasil, maka pengelolaan sampah secara keseluruhan dapat dikatakan tidak berhasil pula, termasuk pengelolaan sampah di Tempat pembuangan akhir (TPA). Penanganan sampah di TPA merupakan indikator penting dalam penentuan keberhasilan pengelolaan sampah secara

keseluruhan. TPA dapat menjadi fokus penyebaran lalat dan tikus, karena terdapat sampah organik sebagai makanan yang dibutuhkan lalat dan tikus. Proses dekomposisi sampah organik menghasilkan lindian (leachate), di dalamnya terdapat bahan-bahan berbahaya yang harus dilakukan pengolahan sebelum di buang ke badan air, untuk mencegah terjadinya pencemaran lingkungan, terutama pencemaran badan air. Penanganan sampah perkotaan di Indonesia sudah menjadi masalah yang sangat serius, sebagai contoh antara lain : kasus penumpukan sampah di kota Bandung dan Bogor dengan masalah TPA Bojong. Seiring dengan pesatnya pertumbuhan penduduk di perkotaan yang mengakibatkan peningkatan jumlah sampah, tidak menutup kemungkinan terjadi permasalahan yang sama pada kota-kota lain di Indonesia.

3.

Model Pengelolaan Mandiri dan Produktif Model ini mempunyai 2 (dua) unsur pengelolaan sampah yaitu penimbunan dan

pengolahan. Pengolahan dengan berbagai metode sederhana untuk mendapatkan kembali manfaat dari sampah yang ada. Kegiatan ini dilakukan dari masyarakat, oleh masyarakat dan manfaatnya untuk masyarakat. Metode yang digunakan secara sederhana memanfaatkan sumber daya yang ada di masyarakat (penerapan teknologi tepatguna). Ide pengelolaan sampah mandiri dan produktif ini oleh pencetusnya berawal dari adanya keberadaan pemulung di TPA, bahwa sampah selalu dinanti kedatangannya, serta anggapan bahwa tidak ada barang satupun yang tidak berguna bagi kehidupan manusia termasuk sampah. Pemberdayaan masyarakat akan menentukan keberhasilan pengelolaan sampah model mandiri dan produktif. Model ini di Yogyakarta sudah dilaksanakan, salah satunya di Sukunan, Banyuraden, Gamping, Sleman, Yogyakarta. Berdasarkan hasil studi yang ada di Sukunan, bahwa semua sampah yang dihasilkan dapat dimanfaatkan kembali. Untuk penerapan pengelolaan sampah Model Mandiri dan Produktif ini diawali dengan kegiatan penyampaian permasalahan sampah yang diangkat dari permasalahan yang ada di lokasi, seperti pencemaran sampah plastik di saluran irigasi dan di persawahan, yang digali dari keluhan petani yang ada di Sukunan. Masyarakat diajak berfikir bagaimana cara menangani permasalahan tersebut. Kemudian dibentuk kelompok-kelompok yang

bertanggung jawab terhadap kegiatan dalam pengelolaan sampah yang ada, termasuk didalamnya kelompok pemuda. Hasil dari pemanfaatan sampah dipergunakan untuk pengelola dan peningkatan fasilitas umum yang ada di Sukunan.

Kegiatan yang dilakukan dalam pengelolaan sampah di Sukunan adalah : a. Pemilahan / Pemisahan Masyarakat sudah dibiasakan untuk melakukan pemisahan sampah menjadi 3 komponen atau disebut pemilahan sistem 3 tempat, yaitu : (1) sampah kertas, (2) sampah plastik, dan (3) besi dan kaca. Tempat pengumpulan sementara sampah disediakan oleh swadaya masyarakat dan bantuan pihak luar negeri. Tempat pengumpulan sampah diletakkan pada tempat-tempat yang strategis, pengumpulan. Penjualan sampah kertas, plastik, besi dan kaca dilakukan oleh kelompok pemuda bekerja sama dengan pengusaha pengumpul sampah. Hasil penjualan sampah sebagian untuk pengelola dan sebagian untuk kas masyarakat Sukunan, yang nantinya digunakan untuk kepentingan bersama. b. Pembuatan Kerajinan dari sampah Sebagian sampah seperti sisa kemasan kopi instan dan sampo saset, dapat dibuat kerajinan, seperti berbagai jenis tas oleh kelompok ibu-ibu dan pemuda. Penjualan kerajinan ini digunakan untuk meningkatan penghasilan keluarga. Proses pembuatan kerajinan dari sampah, dilakukan di rumah penduduk pada waktu luang. Adapun bahan didapatkan dari pengelola. Kerajinan yang sudah jadi dikembalikan pada pengelola kemudian masyarakat mendapatkan upah dari pembuatan kerajinan tersebut. c. Pengomposan Sampah Organik Sampah organik merupakan sampah yang paling dominan ( 80%) dari sampah yang ada (sampah domestik). Upaya penanganan sampah organik yang dapat dilakukan salah satunya dengan metode pengomposan. Selain membantu dalam penanganan sampah, pengomposan juga bermanfaat bagi peningkatan penghasilan keluarga dalam penyediaan pupuk organik. Pengomposan sampah organik pada sumber merupakan kegiatan yang paling efektif dan efisien dalam pengelolaan sampah secara umum. Hasil dari pengomposan bermanfaat dalam peningkatan ekonomi keluarga. Pengomposan sampah organik merupakan kegiatan bersifat inovatif, tepat guna dan berhasil guna bagi masyarakat. Pengelolaan sampah organik di Sukunan, langsung dilakukan pada tiap-tiap rumah secara mandiri dengan sistem 2 tempat (komposter). Pembuatan kompos dengan cara sehingga masyarakat mudah dalam pelaksanaan

menampung sampah organik yang berasal dari sampah dapur dalam komposter 1 sampai menjadi penuh ( memerlukan waktu 2 bulan), kemudian ditutup dan dibiarkan. Setelah komposter ke 1 penuh, maka sampah organik dimasukkan dalam komposter ke 2 hingga

penuh ( memerlukan waktu 2 bulan). Saat komposter 2 penuh, maka kompos dalam komposter ke 1 sudah jadi/matang dan dapat dibongkar. Keadaan ini dapat dilakukan secara terus menerus. Kompos yang sudah jadi dikeringkan, dan selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk pemupukan. Kompos yang dihasilkan oleh masyarakat Sukunan dimanfaatkan untuk budidaya tanaman hias, tanaman obat, sayuran dan buah-buahan. Bahkan buah-buahan yang dihasilkan selain untuk memenuhi kebutuhan sendiri, juga dapat dijual pada masyarakat lain yang membutuhkan.

III.

PENUTUP

Sampah dapat menimbulkan permasalahan yang sangat pelik, maka perlu dilakukan pengelolaan secara baik agar tidak menjadi masalah besar dalam masyarakat. Pengelolan sampah harus melibatkan seluruh anggota masyarakat dan pemerintah, baik secara tekhnis maupun dalam pembiayaan. Komponen terbesar pada sampah domestik adalah sampah organik(80%), bila dilakukan pengelolaan dengan metode pengomposan pada sumbernya dapat meningkatkan efisiensi pengelolaan sampah secara umum serta menghasilkan pupuk organik.Sampah anorganik sebagian dapat dimanfaatkan untuk kerajinan dan sisanya dijual pada pengusaha pengumpul sampah. Pengelolaan sampah mandiri dan produktif merupakan model yang paling efektif, bersifat inovatif, tepat guna dan berhasil guna bagi peningkatan ekonomi keluarga. Penerapan model ini perlu disosialisasikan dan diterapkan pada seluruh wilayah di Indonesia untuk menangani permasalah sampah yang ada.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008, SNI 3242:2008 tentang pengelolaan sampah di permukiman, Departemen PU, Jakarta. Ganefati, S. 2002. Pengaruh Pengolahan Lindian (Leachate)TPA Piyungan dengan Tawas dan Kapur terhadap Penurunan TSS, BOD, Timbal, Amoniak Dan Angka Kuman (Upaya Mengurangi Pencemaran Sungai Opak Yogyakata)., Tesis, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai