DAFTAR ISI
PANDUAN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI Landasan Hukum Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi Program Pendidikan Profesi Akuntansi Tata Cara Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi Kurikulum Pendidikan Profesi Akuntansi Silabus Mata Ajar Pendidikan Profesi Akuntansi: Etika Bisnis & Profesi Perpajakan Praktik Audit Lingkungan Bisnis & Hukum Komersial Pasar Modal & Manajemen Keuangan Pelaporan & Akuntansi Keuangan Akuntansi Manajemen & Biaya Persyaratan Peserta Pendidikan Profesi Akuntansi Persyaratan Pengajuan Rekomendasi Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi Ujian Akhir dan Sertifikat PANDUAN PERPANJANGAN IZIN PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI Standar Penilaian Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi Parameter Skor Penilaian Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi PANDUAN PENYUSUNAN BORANG PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI Penyusunan Borang Pengajuan Rekomendasi dan Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi Penyusunan Borang Perpanjangan Izin Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi Borang Aplikasi Pendidikan Profesi Akuntansi Borang Perpanjangan Pendidikan Profesi Akuntansi
1 7 12 13 15 19 27 35 40 46 53 57 57 60
62 64
71 72 74 86
0
LANDASAN HUKUM PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI 1. UU Nomor 34 tahun 1954 tentang pemakaian gelar akuntan. Pasal 1 Dengan tidak mengurangi ketentuan dalam peraturan gaji resmi mengenai berbagai jabatan pada Jawatan Akuntan Negeri dan Jawatan Akuntan Pajak, hak memakai gelar Akuntan (accountant) dengan penjelasan atau tambahan maupun tidak, hanya diberikan kepada mereka yang mempunyai ijazah akuntan sesuai dengan ketentuan dan berdasarkan undang-undang ini. Pasal 2 Dengan ijazah tersebut dalam pasal 1 dimaksud: a. ijazah yang diberikan oleh sesuatu universitas negeri atau badan perguruan tinggi lain yang dibentuk menurut undang-undang atau diakui pemerintah, sebagai tanda bahwa pendidikan untuk akuntan pada badan perguruan tinggi tersebut telah selesai dengan hasil baik; b. ijazah yang diterima sesudah lulus dalam sesuatu ujian lain yang menurut pendapat Panitia Ahli termaksud dalam pasal 3 guna menjalankan pekerjaan akuntan dapat disamakan dengan ijazah tersebut pada huruf a pasal ini. Pasal 3 (1) Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan mengangkat Panitia Ahli yang bertugas mempertimbangkan apakah sesuatu ijazah bagi menjalankan pekerjaan akuntan dapat disamakan dengan ijazah tersebut pada pasal 2 huruf a. (2) Menteri Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan bersama Menteri Keuangan mengatur susunan dan cara kerja panitia itu.
(3) Menteri Keuangan berhak memberi tugas lain kepada panitia tersebut dalam ayat 1 untuk menjamin kesempurnaan urusan akuntansi c.q. untuk mengatur lebih lanjut urusan akuntansi. (4) Tiap-tiap akuntan berijazah mendaftarkan nama untuk dimuat dalam suatu register negara yang diadakan oleh Kementerian Keuangan. 2. Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor 179/U/2001 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi. Pasal 1 Pendidikan profesi akuntansi adalah pendidikan tambahan pada pendidikan tinggi setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi. Pasal 2 (1) Pendidikan profesi akuntansi diselenggarakan di perguruan tinggi sesuai dengan persyaratan, tata cara dan kurikulum yang diatur oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). (2) Penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi di perguruan tinggi dilakukan setelah mendapatkan izin dari Direktur Jenderal Perguruan Tinggi. (3) Izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diberikan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi atas dasar rekomendasi dari Panitia Ahli Pertimbangan Persamaan Ijazah Akuntan. 3. Perjanjian kerja sama antara Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi dan Ketua Umum Ikatan Akuntan Indonesia Nomor 565/D/T2002 dan 2460/MOU/III/02 tentang pengelolaan sistem dan penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi. Pasal 1 1. Maksud perjanjian kerja sama ini adalah untuk menjabarkan pengelolaan akuntansi.
2
sistem
dan
penyelenggaraan
pendidikan
profesi
2. Tujuan perjanjian kerja sama ini adalah untuk mengatur wewenang dan tanggung jawab masing-masing pihak dalam upaya meningkatkan kualitas dan kuantitas pendidikan profesi akuntansi. Pasal 2 Lingkup perjanjian kerja sama meliputi: 1. Penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi. 2. Pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi. 3. Penetapan kurikulum pendidikan profesi akuntansi. 4. Evaluasi dan ujian. 5. Sertifikasi. Pasal 3 Departemen Pendidikan Nasional mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas: 1. Pembinaan akademik penyelenggaraan pendidikan profesi. 2. Pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi atas rekomendasi Panitia Ahli Pertimbangan Ijazah Akuntan atas usul Ikatan Akuntan Indonesia. 3. Penyusunan dan penetapan serta pemutakhiran secara periodik kurikulum pendidikan profesi akuntansi bersama-sama Ikatan Akuntan Indonesia. Pasal 4 Ikatan Akuntan Indonesia mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas: 1. Pengajuan usul pembukaan dan penutupan pendidikan profesi akuntansi. 2. Pelaksanaan evaluasi dan usul penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi.
3. Penyusunan dan usul penetapan kurikulum pendidikan profesi akuntansi. 4. Pemutakhiran kurikulum program pendidikan profesi akuntansi secara periodik selambat-lambatnya 5 tahun dengan memperhatikan masukan dari pihak yang berkepentingan. 5. Pelaksanaan penyelenggara evaluasi kelayakan profesi administratif akuntansi dan secara akademik periodik
pendidikan
selambat-lambatnya 5 tahun dengan memperhatikan masukan dari pihak-pihak yang berkepentingan. 6. Penetapan format sertifikat. 7. Penyusunan petunjuk teknis penyelenggaraan pendidikan profesi akuntansi yang meliputi persyaratan, tata cara dan kurikulum pendidikan profesi akuntansi. Pasal 5 Kewenangan dilaksanakan Akuntansi. 4. International Education Standards yang ditetapkan oleh International Federation of Accountants (IFAC). Statement Membership Obligation 2 mengatur tentang kewajiban anggota IFAC terkait dengan Standar Pendidikan Internasional bagi profesi akuntan. Dalam hal tanggung jawab pengembangan pendidikan dan pelatihan berada pada pihak ketiga, anggota IFAC berkewajiban mendorong pihak tersebut untuk memasukkan/menyelaraskannya dengan elemen yang tercantum dalam pernyataan yang dikeluarkan oleh IFAC. Pernyataan dan standar pendidikan internasional yang dikeluarkan IFAC diterbitkan untuk membangun benchmark global pendidikan dan pengembangan akuntan profesional. Standar ini didesain untuk menjadi dan tanggung Pusat jawab Ikatan Ikatan Akuntan Indonesia yang
Pengurus
Akuntan
Indonesia
panduan utama bagi anggota IFAC yang secara umum bertanggung jawab atas dibangunnya atau diimplementasikannya standar dan persyaratan pendidikan yang berlaku di negaranya. Standar ini memberikan kerangka dasar yang sangat penting bagi semua pihak yang berkepentingan atas tersedianya kinerja yang berkualitas tinggi dari seorang akuntan profesional. Kompetensi dan integritas, merupakan dua komponen utama bagi profesi akuntan dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab profesionalnya. Pendidikan akuntansi memberikan pondasi bagi seorang akuntan profesional untuk mengembangkan kompetensi dan memperkuat integritasnya. Pernyataan yang dikeluarkan oleh komite pendidikan IFAC meliputi: International Education Standards (IESs); Discussion Papers and Studies; International Education Guidelines (IEGs); dan International Education Papers (IEPs). IESs ditujukan untuk memajukan profesi akuntansi dengan menetapkan tolok ukur (benchmark) sebagai persyaratan minimal untuk memperoleh kualifikasi sebagai akuntan profesional yang mencakup pendidikan, pengalaman berkelanjutan. Perlu dipahami bahwa IESs membangun elemen utama (misalnya materi, metode dan teknik) dimana program IEGs pendidikan dan pengembangan diharapkan memiliki potensi untuk diakui, diterima dan diaplikasikan secara internasional. mengintepretasikan, mengilustrasikan dan memperluas materi yang terkait dengan IESs dan memberi masukan dan panduan bagaimana mencapai persyaratan yang diatur dalam IESs. IEPs mengembangkan diskusi atau debat mengenai isu-isu, temuan-temuan terkini, atau menjelaskan situasi yang berhubungan dengan isu pendidikan dan pengembangan yang mempengaruhi profesi akuntansi. praktik dan pengembangan profesional secara
Tujuh IESs yang dikeluarkan oleh IFAC adalah: IES 1, Entry Requirement to a Program of Professional Accounting Education, menguraikan persyaratan untuk masuk pendidikan profesional akuntansi dan pengalaman praktik. IES 2, Content of Professional Accounting Education Programs, merumuskan materi pengetahuan dalam program pendidikan profesional akuntansi yang dibutuhkan oleh para kandidat supaya mempunyai kualifikasi sebagai akuntan profesional. Standar ini merumuskan pengetahuan yang dibutuhkan ke dalam 3 area utama, yaitu: akuntansi, keuangan dan pengetahuan terkait; pengetahuan bisnis dan organisasional, serta pengetahuan teknologi informasi. IES 3, Professional Skills Contents, merumuskan gabungan keahlian yang diperlukan oleh setiap kandidat untuk memenuhi kualifikasi sebagai akuntan profesional. Keahlian tersebut meliputi: intelektual, teknis dan fungsional, personal, interpersonal dan komunikasi, serta organisasional dan manajemen bisnis. IES 4, Professional Values, Ethics and Attitudes, merumuskan nilai profesional, etika dan sikap akuntan profesional yang seharusnya diperoleh selama program pendidikan supaya memenuhi kualifikasi sebagai akuntan profesional. IES 5, Practical Experience Requirements, merumuskan pengalaman praktik yang dimintakan oleh organisasi profesi anggota IFAC kepada anggotanya profesional. IES 6, Assessment of Professional Capabilities and Competence, merumuskan persyaratan sebagai penilaian akhir atas kapabilitas dan kompentensi profesional para kandidat sebelum dinyatakan sesuai dengan kualifikasi sebagai akuntan profesional. IES 7, Continuing Professional Development, merumuskan materi pengetahuan dan berbagai program pendidikan profesional yang supaya memperoleh kualifikasi sebagai akuntan
dibutuhkan profesional.
setelah
mendapatkan
kualifikasi
sebagai
akuntan
Implementasi IES 1 diwujudkan dengan diharuskannya seseorang untuk menempuh pendidikan profesional akuntansi (PPA) di perguruan tinggi yang direkomendasikan oleh IAI untuk menyelenggarakan PPA. Pemberian rekomendasi kepada perguruan tinggi ini pun harus melalui proses tertentu sesuai dengan ketentuan dan persyaratan yang telah ditetapkan.
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI Program Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) tidak terlepas dari adanya ketentuan mengenai penggunaan gelar akuntan sebagaimana diatur pada UU No. 34 Tahun 1954 sebagai landasan hukumnya. Menurut ketentuan tersebut gelar akuntan dapat diperoleh seseorang yang: 1. Memiliki ijazah dari Universitas Negeri atau Badan Perguruan Tinggi Lain yang dibentuk menurut Undang-undang atau diakui pemerintah; atau 2. Lulus dalam suatu ujian yang ijazahnya dapat disamakan dengan ijazah butir 1 di atas. Sebelum berlakunya PPA, gelar akuntan secara langsung hanya diberikan kepada lulusan perguruan tinggi negeri tertentu atau melalui jalur Ujian Nasional Akuntansi (UNA) Dasar dan Profesi untuk perguruan tinggi swasta. Sedangkan lulusan perguruan tinggi negeri yang tidak secara otomatis dapat memberikan gelar akuntan, diharuskan untuk mengikuti UNA Profesi. Artinya, saat itu ada 3 (tiga) model untuk menghasilkan akuntan yaitu: No. 1. Keterangan Perguruan tinggi negeri tertentu Otomatis Gelar Akuntan langsung memperoleh
gelar akuntan 2. 3. Perguruan tinggi swasta Perguruan tinggi negeri baru Mengikuti UNA Dasar dan Profesi Mengikuti UNA Profesi
Pelaksanaan ketentuan tersebut ternyata menimbulkan diskriminasi antara perguruan tinggi yang ijazahnya memenuhi butir 1 dan perguruan tinggi yang ijazahnya dianggap belum memenuhi. Pada kenyataannya banyak perguruan tinggi yang menghasilkan sarjana akuntansi yang kualitas keilmuannya sangat baik, tetapi tidak dapat langsung mendapat gelar akuntan. Perkembangan selanjutnya, lahir UU No.: 2/1989 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Undang-undang ini kemudian dirinci dalam PP No.: 30/1990 mengenai Pendidikan Tinggi dan Kepmendikbud No.: 36/U/1993 tentang Gelar Akademik dan Sebutan Profesi. Dengan adanya peraturan-peraturan ini pendidikan akuntansi berubah secara mendasar. Pertama, UU No.2/1989 mengelompokkan pendidikan akuntan dalam kelompok pendidikan profesi dan memperoleh sebutan di belakang nama lulusannya. Sedangkan UU No.34/1954 memberikan gelar akuntan. Kedua, untuk dapat mengikuti pendidikan profesi yang baru, calon peserta didik harus lulus terlebih dahulu dari pendidikan akademik dengan gelar Sarjana Ekonomi. Hal ini serupa dengan pendidikan profesi untuk dokter, dokter gigi, dokter hewan, psikolog, apoteker, notaris, pengacara, dan arsitek. DIKTI dan IAI selanjutnya mulai merumuskan format pendidikan profesi akuntansi. DIKTI menyerahkan kewenangan kepada profesi untuk melaksanakan pendidikan profesi. Untuk itu, perlu dibuat sebuah standar yang sama bagi seluruh perguruan tinggi dalam menghasilkan akuntan yang berkualitas. Dengan adanya standar tersebut maka diharapkan akuntan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi, baik Perguruan Tinggi Negeri maupun Swasta dapat memenuhi kebutuhan pengguna jasa akuntan. Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi bukanlah merupakan substitusi Program Studi Jurusan Akuntansi. Keduanya merupakan komplementer, saling melengkapi satu dengan yang lain. Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) merupakan pendidikan tambahan pada jalur pendidikan sekolah setelah program sarjana Ilmu Ekonomi pada program studi akuntansi. Pembukaan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) ini dilakukan setelah mempertimbangkan beberapa hal. Pertama,
8
perkembangan kegiatan akuntansi menuntut ketersediaan tenaga ahli yang berkualitas di bidang akuntansi. Kedua, perkembangan pendidikan akuntansi tingkat nasional bagi program sarjana (S1) telah sampai pada tahap yang memungkinkan bagi dibukanya PPA. Tujuan PPA dinyatakan dalam SK tersebut untuk menghasilkan lulusan yang menguasai keahlian bidang profesi akuntansi dan memberikan kompensasi keprofesian akuntansi. Lulusan PPA berhak menyandang sebutan profesi Akuntan. Selain itu, ia juga akan berhak untuk mendapatkan nomor register akuntan dari Departemen Keuangan. Sebelum tahun 2002, kurikulum pendidikan strata satu akuntansi minimal terdiri atas 160 sks. Dengan munculnya Keputusan Mendiknas No. 56 tahun 2000 tentang jumlah sks di strata satu minimum 144 sks, maka selisih sks tersebut disepakati oleh para pakar akuntansi di Indonesia untuk diselenggarakan oleh profesi akuntansi, dalam hal ini adalah Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). IAI sebagai organisasi profesi akuntan di Indonesia menindaklanjuti inisiatif pemerintah yang menyerahkan pengaturan pendidikan profesi kepada organisasi profesi. Sejak tahun 2002, IAI telah membentuk Tim Evaluasi dan Rekomendasi yang bertugas menyusun rancangan Pendidikan Profesi Akuntansi. Namun IAI bukan merupakan lembaga yang menjalankan pendidikan, sehingga IAI menitipkan pendidikan profesi kepada perguruan tinggi yang dipandang kapabel untuk menjalankan tugas tersebut. IAI melalui KERPPA menyeleksi perguruan tinggi yang berminat untuk menyelenggarakan PPA dengan menetapkan kriteria bagi calon penyelenggara. KERPPA yang merupakan komite yang dibentuk oleh IAI berfungsi untuk memberi evaluasi dan rekomendasi tentang penyelenggaraan PPA kepada Panitia Ahli Persamaan Ijasah Akuntan (PAPIA). Atas dasar dari rekomendasi KERPPA, maka PAPIA meminta DIKTI untuk memberi izin penyelenggaraan PPA sesuai dengan kondisi perguruan tinggi pada saat divisitasi oleh KERPPA.
Perguruan tinggi yang hendak menyelenggarakan PPA harus mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Untuk itu perguruan tinggi harus mengajukan usulan penyelenggaraan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Berdasarkan usulan tersebut Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan meminta rekomendasi IAI mengenai kelayakan perguruan tinggi untuk menyelenggarakan PPA. Selanjutnya IAI akan melaksanakan transparan. Dengan demikian, PPA sebenarnya bukan merupakan tambahan yang diciptakan untuk mempersulit seseorang untuk menjadi akuntan. Justru, PPA diarahkan agar calon akuntan yang sebelumnya hanya menerima pendidikan formal strata satu lebih dihadapkan pada dunia profesi/praktik. Diharapkan akuntan lulusan dari PPA akan mempunyai konsep yang kuat dari pendidikan strata satu dan mempunyai keterampilan profesional yang memadai dari PPA. Metode dan proses PPA dirancang untuk mengembangkan kemampuan agar dapat belajar secara berkelanjutan. Pada PPA penekanan diberikan pada aplikasi atas konsep teori yang diperoleh pada jenjang strata satu. Pendidikan ini dapat diselenggarakan di universitas, institut, dan sekolah tinggi setelah mendapat rekomendasi dari KERPPA IAI. Pembukaan Pendidikan Profesi Akuntansi ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi. proses evaluasi berdasarkan kriteria tertentu secara
10
Organizations
Ministry of Finance
IAI
IAI PA Certificate (CPA) Be eligible for MOF registration Be IAI Member Pass USAP Exam
Ministry of Finance
MOF PA Certificate Be registered with MOF Be IAI Member Indonesian domiciled Hold IAI BAP Have relevant practical experience
MOF PA Practice License Hold MOF PA Practice Employ at least three auditors
11
TATA CARA PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI Penyelenggaraan Pendidikan Profesi Akuntansi (PPA) harus memenuhi tata cara yang meliputi: (1) Pengajuan usulan penyelenggaraan (2) Pemberian rekomendasi dari IAI (3) Pemberian izin penyelenggaraan Perguruan tinggi yang hendak menyelenggarakan PPA harus mendapatkan izin dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Untuk itu perguruan tinggi harus mengajukan usulan penyelenggaraan ke Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Berdasarkan usulan tersebut, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi akan meminta rekomendasi IAI mengenai kelayakan perguran tinggi untuk menyelenggarakan PPA. Untuk kebutuhan evaluasi, IAI meminta perguruan tinggi melengkapi Borang Aplikasi dan kelengkapannya. IAI akan menerjunkan tim ke lapangan untuk menguji data yang disampaikan di dalam Borang Aplikasi tersebut. Berdasarkan hasil evaluasi atas Borang Aplikasi dan data di lapangan, IAI akan memberikan atau tidak memberikan rekomendasi dan menyampaikannya kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi selambat-lambatnya dalam waktu 3 (tiga) bulan sejak saat permintaan rekomendasi diterima IAI. Surat rekomendasi dari IAI ditujukan kepada Panitia Ahli Pertimbangan Ijazah Akuntan (PAPIA) untuk selanjutnya diproses oleh PAPIA kepada Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Berdasarkan rekomendasi ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi dapat memberikan izin penyelenggaraan PPA. IAI melakukan evaluasi secara periodik atas perguruan tinggi yang meneyelenggarakan PPA agar terdapat perbaikan yang berkesinambungan. Bentuk evaluasi periodik yang dilakukan IAI adalah: (1) Kunjungan mendadak atas proses penyelenggaraan PPA; (2) Rekomendasi harus diperbaharui secara berkala; dan (3) Kriteria penilaian akan selalu disesuaikan dengan perubahan lingkungan.
12
IAI merasa perlu mengadakan evaluasi periodik dengan maksud agar terdapat perbaikan penyelenggaraan PPA yang berkesinambungan. Selain itu, kriteria penilaian yang menjadi tolok ukur juga senantiasa disesuaikan dengan kebutuhan dan perubahan lingkungan. Dari adanya kunjungan mendadak atas proses, penyelenggara PPA diharapkan senantiasa menjaga standar kualitas penyelenggaraan yang memenuhi kriteria penilaian. Pembaharuan rekomendasi diharapkan akan menghasilkan peningkatan kualitas penyelenggaraan PPA.
KURIKULUM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI Kurikulum dan silabus PPA sebagian besar berisikan materi yang tidak atau belum diberikan pada jenjang strata satu atau berupa aplikasi suatu konsep atau teori. Penyusunan kurikulum dan silabus PPA juga memperhatikan kebutuhan-kebutuhan pengguna jasa akuntan. Kurikulum dan silabus PPA diharapkan tidak statis, namun dapat terus berkembang sesuai dengan perubahan lingkungan. Penyelenggaraan PPA meliputi paling sedikit 21 sks dan paling banyak 40 sks yang ditempuh selama 2 sampai dengan 6 semester. Penyelenggara PPA dapat menambah mata kuliah di luar kurikulum inti PPA sehingga mencapai paling banyak 40 sks. Penambahan tersebut dapat dilakukan selama tidak melampaui batas waktu penyelenggaraan PPA, yaitu paling lama 6 (enam) semester. Kurikulum PPA paling sedikit terdiri dari: Tabel 1. Kurikulum PPA No. 1 2 3 4 5 6 7 Mata Kuliah Etika Bisnis dan Profesi Perpajakan Praktik Audit Lingkungan Bisnis dan Hukum Komersial Pasar Modal dan Manajemen Keuangan Pelaporan dan Akuntansi Keuangan Akuntansi Manajemen dan Biaya Jumlah SKS 3 3 3 3 3 3 3 21
13
14
Deskripsi dan Tujuan Keberadaan mata ajar ini dimaksudkan untuk meningkatkan pengetahuan etika, kesadaran etis dan perilaku etis akuntan. Peningkatan ini diharapkan akan berimplikasi pada meningkatnya kemampuan akuntan dalam pengambilan keputusan etis. Suatu pengambilan keputusan etis tidak hanya melibatkan rasionalitas saja, tetapi juga emosi dan intuisi. Untuk meningkatkan pengetahuan etika, materi meliputi berbagai spektrum pemikiran dalam etika, deskripsi etika bisnis dan profesi, isu-isu etis dalam profesi, serta implementasi dan perkembangannya dalam realitas praktik profesi akuntansi dan bisnis. Sementara untuk meningkatkan kesadaran dan perilaku etis, dianjurkan materi diperkaya dengan mendeskripsikan secara refleksif yaitu sebagai pengungkapan suatu fenomena kehidupan yang melibatkan nilai-nilai diri, pengalaman hidup dan norma suatu fenomena kehidupan di alam semesta. Dengan ini diharapkan peserta didik menemukan hikmah suatu proses kehidupan yang berlangsung dalam suatu sistem yang luas sehingga berkembang suatu pribadi yang toleran, bertenggang rasa, mencintai sesamanya, pribadi yang tawadhu, hatinya tercerahkan, tidak gampang tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan yang menyimpang, berintuisi kuat dan terdorong untuk melakukan tindakan yang bermakna. Dengan demikian maka secara spesifik, setelah mengikuti mata ajar ini diharapkan peserta didik dapat: (1) memiliki pengetahuan yang memadai tentang etika bisnis dan profesi, (2) memiliki kesadaran etis dalam suatu pengambilan keputusan ekonomi, (3) melakukan tindakan yang bermakna dan inspiratif bagi perkembangan profesi dan masyarakat. Metode Pembelajaran Pembelajaran etika harus berlangsung secara integratif dan refleksif. Proses pembelajaran dilakukan baik dalam bentuk transfer pengetahuan maupun pendalaman nilai-nilai, sehingga menambah pengetahuan tentang etika serta memperkuat kecerdasan emosi dan spiritual peserta didik. Dalam praktiknya ini dapat dilakukan dengan berbagai metode, dan sangat tergantung kreativitas dosen. Untuk ini maka metode perkuliahannya meliputi: 1. Ceramah: Dosen menyampaikan ide-ide pokok dari suatu topik perkuliahan. 2. Diskusi: Peserta didik bersumberkan literatur yang disiapkan dan atau pengalaman yang didapatkan berdiskusi dengan peer-nya. Proses diskusi diawali atau diakhiri dengan presentasi hasil ringkasan materi dan atau hasil kajian dari kasus empiris dalam praktik akuntansi dan bisnis.
15
3. Eksplorasi kasus: Peserta didik harus mengekplorasi suatu kasus dalam praktik akuntansi dan bisnis yang menimbulkan dilema etika. Diharapkan eksplorasi dilakukan secara riil di lapangan, yang untuk itu peserta didik harus melakukan diskusi intensif dengan praktisi akuntansi (atau jika mungkin menggali pengalaman sendiri jika sedang atau pernah menjadi praktisi akuntansi dan bisnis). 4. Diskusi kasus yang sintesis-refleksif: Peserta didik mendiskusikan kasus empiris dari suatu kejadian etika yang dieksplorasinya dengan mendasarkan pada rujukan teoritis-konsepsional, kode etik, aturan hukum dan pertimbangan hati nurani serta juga sepenuhnya memperhatikan konteks kejadian tersebut sehingga dapat memberikan solusi yang cerdas dan bermakna. Referensi Wajib Leonard J. Brooks (2004). Business & Professional Ethics for Accountants. South-Western College Publishing. Ronald F. Duska, & B.S. Duska (2005). Accounting Ethics. Blackwell Publishing. IAI, Kode Etik Akuntan Indonesia (1998). Prosiding Kongres VIII IAI beserta aturan etika pada masing-masing kompartemen. IFAC Ethics Committee (2005). IFAC Code of Ethics for Professional Accountants. International Federation of Accountants. Kode Etik Asosiasi-asosiasi Akuntan (IAPI, IAMI dll.).
Referensi Pendukung K. Bertens (2000). Pengantar Etika Bisnis. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Theodorus M. Tuanakotta (2007). Setengah Abad Profesi Akuntansi. Penerbit Salemba Empat. Unti Ludigdo (2007). Paradoks Etika Akuntan. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur profesi akuntansi (mis. PMK 17/2008) dan Peraturan-peraturan Pemerintah lainnya (mis. Bapepam) yang relevan. Sarbanes Oxley Act.
Artikel yang dianjurkan (dapat diganti/ditambah dengan yang lebih relevan) Goslings, J.H.W. (1997). Ethical Behaviour and Securities Trading. Business Ethics: A European Review, Vol. 6 No. 3; 65-71. Jose, A. dan M.S. Thibodeaux (1999). Institutionalization of Ethics: The Perspective of Managers. Journal of Business Ethics 22: 133-143. Kaptein, M. dan J.V. Dalen (2000). The Empirical Assesment of Corporate Ethics: A Case Study. Journal of Business Ethics 24: 95-114.
16
Poulfet, F. (1997). The Ethics of Tax Planning. Business Ethics: A European Review, Vol. 6 No. 4; 213-219. Stainer dkk. (1997). Ethics for Management Consulting. Business Ethics: A European Review, Vol. 6 No. 2; 65-71. White, L.P. dan L.W. Lam (2000). A Proposed Infrastructural Model for the Establishment of Organizational Ethical Systems. Journal of Business Ethics 28; 35-42.
Evaluasi Hasil Pembelajaran Pada dasarnya penilaian dalam suatu perkuliahan tergantung model pembelajaran yang dilakukan oleh masing-masing dosen dan yang sudah disetujui oleh masing-masing penyelenggara program. Komponen penilaian dapat meliputi pemenuhan penugasan rutin, partisipasi dalam diskusi dan ujian (UTS/UAS). Untuk lulus, kehadiran harus > 75 % dari total pertemuan. Presentasi kasus Partisipasi dalam diskusi Penugasan harian Ujian Tengah Semester Ujian Akhir Semester Topik-topik Bahasan Total pertemuan untuk 1 (satu) semester perkuliahan adalah 16 kali pertemuan (termasuk ujian). Setiap sesi berbobot 3 (tiga) sks dengan lama perkuliahan 150 menit. SESI 1. TOPIK BAHASAN Pengantar Perkuliahan: Kontrak Belajar Akuntansi sebagai Profesi dan Kebutuhan atas Etika Teori Etika dan Prinsip Etis dalam Bisnis: Pengertian Etika Relativitas Moral Teori Etika Modern (Kognitivisme) Teori Etika Relijius (Nonkognitivisme) Prinsip-prinsip Etika dalam Bisnis Lingkungan Etika dan Akuntansi: Ekspektasi masyarakat terhadap bisnis dan akuntansi Belajar dari masa lalu profesi akuntansi: Kasus Enron-AA dan Worldcom REFERENSI Silabus dan Duska & Duska, Ch. 4 20% 20% 10% 25% 25%
2.
3.
Brooks, Ch. 1 & 2; Duska & Duska, p. xiii-li.; Tuanakotta pada beberapa bab yang relevan
17
4.
5.
6.
Tata Kelola Etis & Akuntabilitas: Brooks, Ch. 3 & 4 dan artikel dari Murphy yang menyertainya Good governance Pengembangan program etika Brooks, Ch. 5 dan artikel dari Brooks dan Pendekatan dalam Pengambilan Tucker yang menyertai bab ini. Keputusan Etis: Analisis biaya-manfaat Analisis etis untuk pemecahan masalah Berbagai kode etik profesi yang Etika Profesi Akuntansi: dikeluarkan oleh asosiasi-asosiasi profesi IFAC Code of Ethics akuntansi Kode Etik IAI Kode Etik IAPI Kode Etik IAMI Kode Etik IAI KASP Kode Etik Profesi dalam asosiasi akuntansi lainnya Sarbox PMK No. 17/2008 dan peraturan pemerintahan Indonesia lainnya yang relevan. Mengelola Resiko Etika dan Brooks, Ch. 6 dan artikel dari Mitroff, et Manajemen Krisis al. yang menyertai bab ini. Ujian Tengah Semester Etika dalam Praktik Auditing dan Etika Tugas peserta didik dari hasil studi dalam Praktik Konsultan Manajemen lapangan atau sumber dokumentasi lainnya yang relevan. Etika dalam Praktik Akuntansi Manajemen dan Akuntansi Keuangan Etika dalam Praktik Investasi dan Pasar Modal Etika dalam Praktik Akuntansi Sektor Publik Etika dalam Praktik Perpajakan Etika dalam Praktik Bisnis Materi Lokal Materi dan metode perkuliahan diserahkan kepada masing-masing dosen dan penyelenggara program. Ujian Akhir Semester
18
Deskripsi dan Tujuan Mata ajar ini bertujuan untuk membahas berbagai peraturan perpajakan yang berlaku serta pengaruhnya bagi perusahaan dan penyajian kewajaran penyajian laporan keuangan suatu perusahaan. Pembahasan tidak hanya menekankan pada penguasaan peraturan perpajakan namun juga menekankan bagaimana aplikasi peraturan tersebut dalam perusahaan. Peserta diharapkan dapat melakukan analisis terhadap transaksi perusahaan yang terkait dengan perpajakan dan menyajikannya dalam laporan keuangan. Peraturan perpajakan secara langsung akan mempengaruhi kondisi perusahaan, sehingga akan mempengaruhi keputusan bisnis yang diambil perusahaan. Pemahaman tersebut dapat membantu dalam melakukan audit atas transaksi dan akun yang terkait dengan perpajakan. Dalam beberapa pertemuan akan dibahas mengenai aspek etika perpajakan. Tujuan yang berkaitan dengan peningkatan kemampuan kognitif adalah agar peserta didik: 1. Memahami aplikasi pajak, baik dari sisi pelaporan pajak dan penyajian pajak dalam laporan keuangan. 2. Memahami pengaruh pajak dalam penyajian laporan keuangan. 3. Memahami dampak peraturan pajak terhadap keputusan bisnis. 4. Memahami pentingnya etika dalam perpajakan. Metode Pembelajaran Fokus pengajaran adalah pada kemampuan dan kemauan peserta didik untuk belajar secara mandiri dalam memahami konsep-konsep yang ada dalam silabus dan buku referensi yang diberikan dan pengetahuan lainnya. Pengajaran dilakukan dengan pendekatan cases based learning yaitu dengan menjelaskan konsep melalui kasus. Peserta dimotivasi untuk aktif dalam mencari dan menggali Peraturan Perpajakan yang terkait agar terbiasa dalam mendapatkan sumber hukum yang terbaru dalam menyelesaikan kasus pajak. Pengajaran dimulai dengan penyampaian materi pokok seperti yang tercantum dalam sub pokok bahasan. Waktu yang diperlukan untuk penyampaian materi antara 30 60 menit. Sedangkan untuk waktu sisanya digunakan untuk melakukan pembahasan kasus dan kuis. Staf pengajar dapat mencari kasus yang relevan dengan topik yang dibahas. Peserta didik membuat makalah yang berisikan bahasan atas kasus tersebut kemudian mempresentasikan hasil pembahasannya di depan kelas. Kelompok lain harus membahas kasus tersebut dan mengumpulkannya. Dengan demikian seluruh peserta dapat berpartisipasi dalam diskusi.
19
Agar peserta termotivasi untuk membaca materi yang diberikan di setiap pertemuan, akan diselenggarakan kuis di beberapa pertemuan. Terutama untuk materi yang telah diajarkan di S1. Waktu kuis antara 10 15 menit. Referensi Wajib Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Undang-Undang RI Nomor 28 tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. (UU KUP) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak Penghasilan Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan. (UU PPh) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). UndangUndang RI Nomor 18 tahun 2000. (UU PPN & PPnBM) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak Bumi dan Bangunan. Undang-Undang RI Nomor 12 tahun 1985. (UU PBB) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Bea Materai. Undang-Undang RI Nomor 13 tahun 1985. (UU Bea Materai) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan. Undang-Undang RI Nomor 20 tahun 2000. (UU BPHTB) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) atas Penagihan Pajak dengan Surat Paksa. Undang-Undang RI Nomor 19 tahun 2000. (UU Penagihan dengan Surat Paksa) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak. Undang-Undang RI Nomor 17 tahun 1997. (UU Sengketa Pajak) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Dokumen Perusahaan. Undang-Undang RI Nomor 8 tahun 1997. (UU Dokumen) Undang-Undang dan peraturan pelaksanaannya (terbaru) tentang Pajak dan Retribusi Daerah. (UU Pajak & Retribusi Daerah) Buku Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan 26 (Kep. Dir. Jen. Pajak No. KEP-545/PJ/2000, PER15/PJ.2006). (Peraturan Pelaksana PPh 21) Standar Akuntansi Keuangan, Ikatan Akuntan Indonesia. (SAK) Peraturan pelaksana perpajakan dalam bentuk Undang-Undang yang terkait, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri Keuangan, Keputusan Menteri Keuangan, Surat Edaran DJP, dll. CD Tax Guide. Gunadi, Pajak Internasional. Lembaga Penerbit UI. (G1) John Hutagaol, Pemahaman Praktis: Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda. (JH) Waluyo, Perpajakan Indonesia Buku 1 dan 2, Penerbit Salemba Empat, 2007. (W) Zain, Muhammad, Manajemen Perpajakan, Salemba Empat. (Z)
20
Referensi Pendukung Harnanto, Akuntansi Perpajakan. John Hutagaol, Darussalam, Danny Septriadi, Kapita Selekta Perpajakan, Salemba Empat, 2006. (JDD) Mardiasmo, Perpajakan. (M) OECD, Model Tax Convention on Income and on Capital, 2005. (OECD) Rachmanto Surahmat, Bunga Rampai Perpajakan, Penerbit Salemba Empat, 2007. Siti Resmi, Perpajakan buku 1 dan 2, Salemba Empat. (SR) Sukardji, Untung, Pajak Pertambahan Nilai. Jurnal Perpajakan Indonesia. Majalah Berita Pajak. Evaluasi Hasil Pembelajaran Evaluasi hasil pembelajaran lebih menekankan pada aspek proses tidak hanya hasil akhir sehingga proses pemantauan setiap pertemuan, interaksi peserta didik selama di kelas dan pembuatan tugas kelompok merupakan aspek yang penting dalam evaluasi selain penilaian hasil akhir melalui evaluasi. Berikut ini dalah beberapa alat evaluasi yang dapat digunakan yaitu : Diskusi dan Partisipasi Kelas Penyajian dan Penyelesaian Kasus Kuis Ujian Tengah Semester Ujian Akhir Semester Topik-topik Bahasan Materi berikut ini diajarkan dalam 14 kali pertemuan dengan durasi tiap kali pertemuan selama 150 menit.EMUAN TOPIK BAHASABAHAN BACAAN SESI 1. TOPIK BAHASAN Sistem Perpajakan di Indonesia dan Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (I) 1. Kebijakan Definisi Pajak Fungsi Pajak Azas perpajakan 2. Administrasi Stelsel pajak Sistem pemungutan Jenis-jenis pajak W REFERENSI 10% 20% 20% 25% 25%
21
3. Hukum formal dan material 4. Teori Pajak Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan 1. Sistem Self Assesment: Pendaftaran Pelaporan Pembayaran 2. Pembetulan SPT 3. Pembayaran Pajak 4. Pelaporan 5. Pencatatan dan pembukuan 6. Pembetulan SPT Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (II) 1. Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak 2. Ketetapan Pajak 3. Penagihan Pajak dan Penagihan Pajak dengan Surat Pajak 4. Sanksi-sanksi Pajak 5. Restitusi 6. Tata Cara Keberatan 7. Tata Cara Banding 8. Pengadilan Pajak 9. Peninjauan Kembali Pajak Pajak Penghasilan 1. Subyek dan obyek pajak dan pengecualiannya 2. Bentuk Usaha Tetap Pengertian BUT Obyek Pajak Bentuk Usaha Tetap Penghitungan Pajak Terhutang BUT 3. Biaya yang boleh dikurangkan dan pengecualiannya 4. Kompensasi kerugian 5. Penyusutan, amortisasi dan revaluasi aktiva 6. Penentuan harga perolehan 7. Pajak final
UU KUP
2.
UU KUP UU Penagihan dengan Surat Paksa Kasus: Sengketa pajak: Keberatan dan banding Kuis
3.
UU Pajak Penghasilan Peraturan Pelaksana UU PPh Kasus: Identifikasi Obyek dan Subyek Pajak
Kuis
22
4.
5.
6.
8. Norma penghitungan 9. Hubungan istimewa Pajak Penghasilan untuk Transaksi Khusus 1. PPh pasal 4 ayat 2 2. Kredit pajak luar negeri (PPh 24) 3. Ketentuan khusus PPh atas transaksi / industri tertentu misal: Penghasilan modal ventura Transaksi pasar modal Penghasilan yang dibebankan pada keuangan negara/daerah Konstruksi Pajak penghasilan atas dana pensiun Restrukturisasi utang Holding Company, Merger dan Akuisisi Pelayaran, penerbangan, pengeboran dan Dana pensiun Derivatif Rekonsiliasi Fiskal 1. Rekonsiliasi Laba Komersial dengan Laba Fiskal 2. Beda Permanen dan Temporer 3. Perhitungan Pajak Terhutang 4. Kredit Pajak Pajak akhir tahun (PPh 28 dan PPh 29) Penyelesaian Pajak Akhir Tahun, Angsuran Pajak dan Pajak dalam Laporan Keuangan 1. Cicilan pajak (PPh 25) 2. Pencatatan akuntansi: angsuran pajak kredit pajak pajak akhir tahun beban pajak pajak tangguhan 3. Etika dalam pelaporan pajak
UU Pajak Penghasilan Peraturan Pelaksana UU PPh Kasus: Penerapan pajak atas penghasilan, transaksi atau industri khusus
Kuis
UU Pajak Penghasilan Peraturan Pelaksana UU PPh Kasus: Rekonsiliasi Fiskal dan perhitungan pajak akhir tahun Kuis UU Pajak Penghasilan Peraturan Pelaksana UU PPh PSAK 46 Kasus: Perhitungan pajak dan pengisian SPT tahunan PPh badan dan penyajian pajak dalam laporan tahunan
23
7.
8.
UU Pajak Penghasilan Pajak dipotong/dipungut pihak lain (withholding tax) 21, 22, 23, 26 Peraturan pelaksana PPh 1. Pemotong pajak Kasus Perhitungan PPh 21 dan 2. Penerima penghasilan yang dipotong 26 3. Obyek pajak 4. Pengurangan yang diperbolehkan Kuis 5. Penghasilan tidak kena pajak 6. Penghitungan PPh 21, 22, 23 dan 26 7. Penghasilan yang dikenakan PPh Final 8. Pencatatan akuntansi atas pajak dipotong/dipungut Ujian Tengah Semester UU PPN dan PPnBM Konsep Dasar PPN dan PPnBM 1. Karakteristik dan Mekanisme Peraturan Pelaksana UU PPN Pengadaan PPN dan PPnBM dan PPnBM 2. Obyek Pajak dan yang Dikecualikan Kasus: Perhitungan PPN dan penentuan utang PPN akhir 3. Pengusaha Kena Pajak masa 4. Penyerahan dan Bukan Penyerahan 5. 6. 7. 8. 9. 10. Barang dan Jasa Kena Pajak Daerah Pabean dan Kawasan Berikat Saat dan tempat terutang Faktur Pajak, Nota Retur Dasar Pengenaan Pajak Hubungan istimewa dan kaitannya dengan DPP 11. Penghitungan dan pelaporan 12. Kredit Pajak Masukan 13. Pencatatan transaksi PPN dan PPnBM Ketentuan Khusus PPN dan PPnBM 1. Fasilitas khusus di bidang PPN/PPnBM: tidak dipungut, dibebaskan 2. PPN dan PPnBM atas penyerahan kepada pemungut pajak 3. Ketentuan atas Transaksi/ Industri Khusus : Apartemen, real estate dan konstruksi Emas Transaksi syariah
Kuis
9.
UU PPN dan PPnBM Peraturan Pelaksana UU PPN dan PPnBM Kasus: Perhitungan dan pelaporan PPN pada industri khusus Kuis
24
10.
11.
12.
13.