Anda di halaman 1dari 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kemampuan Aktifitas Sehari-hari Pada lansia 1. Pengertian Kemampuan Aktifitas Aktivitas sehari-hari merupakan semua kegiatan yang dilakukan oleh lanjut usia setiap hari. Aktivitas ini dilakukan tidak melalui upaya atau usaha keras. Aktifitas tersebut dapat berupa mandi, berpakaian, makan, atau melakukan mobilisasi (Luekenotte, 2000). Seiring dengan proses penuaan maka terjadi berbagai kemunduruan kemampuan dalam beraktifitas karena adanya kemunduran kemampuan fisik, penglihatan dan pendengaran sehingga terkadang seorang lanjut usia membutuhkan alat bantu untuk mempermudah dalam melakukan berbagai aktivitas seharihari tersebut (Stanley, 2006). Aktifitas dasar sehari-hari bagi anjut usia sebenarnya meliputi tugastugas perawatan pribadi setiap harinya yang berkaitan dengan kebersihan diri, nutrisi dan aktivitas-aktivitas lain yang terbatas. Agar tetap dapat menjaga kebugaran dan dapat melakukan aktivitas dasar maka lanjut usia perlu melakukan latihan fisik seperti olah raga. Latihan aktifitas fisik sangat penting bagi orang lanjut tua untuk menjaga kesehatan, mempertahankan kemampuan untuk melakukan ADL, dan meningkatkan kualitas kehidupan (Luekenotte, 2000).

2. Manfaat Kemampuan Aktifitas Sehari-hari pada Lansia a. Meningkatkan kemampuan dan kemauan seksual lansia. Terdapat banyak faktor yang dapat membatasi dorongan dan kemauan seksual pada lanjut usia khususnya pria. Sejumlah masalah organik dan jantung serta sistem peredaran darah, sistem kelenjar dan hormon serta sistem saraf dapat menurunkan kapasitas dan gairah seks. Efek samping dari berbagai obat-obatan yang digunakan untuk

menyembuhkan beberapa macam penyakit dapat menyebabkan

masalah organik, selain itu masalah psikologis juga berpengaruh terhadap kemampuan untuk mempertahankan gairah seks (Bandiyah, 2009). b. Kulit tidak cepat keriput atau menghambat proses penuaan c. Meningkatkan keelastisan tulang sehingga tulang tidak mudah patah. d. Menghambat pengecilan otot dan mempertahankan atau mengurangi kecepatan penurunan kekuatan otot. Pembatasan atas linkup gerak sendi banyak terjadi pada lanjut usia, yang sering terjadi akibat keketatan/kekakuan otot dan tendon dibanding sebagai akibat kontraktur sendi. Keketatan otot betis sering memperlambat gerak dorso-fleksi dan timbulnya kekuatan otot dorsoflektor sendi lutut yang diperlukan untuk mencegah jatuh ke belakang. e. Self efficacy (keberdayagunaan mandiri) yaitu suatu istilah untuk menggambarkan rasa percaya diri atas keamanan dalam melakukan aktivitas. Hal ini berhubungan dengan ketidaktergantungan terhadap instrumen ADL (IADL). Dengan keberdayagunaan mandiri ini seorang lanjut usia mempunyai keberanian dalam melakukan aktivitas atau olah raga (Darmojo, 2006).

3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Aktifitas Sehari-hari pada Lansia Kemp dan Mitchel (dalam Blackburn dan Dulmus, 2007)

menyebutkan bahwa aktivitas sehari-hari pada lansia dipengaruhi oleh depresi. Kemp dan Mitchel juga menyebutkan kemampuan aktivitas sehari-hari dapat menyebabkan ketakutan, kemarahan, kecemasan, penolakan dan ketidakpastian. Kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan aktifitas sehari-hari pada lansia adalah sebagian berikut (Potter, 2005): a. Faktor-faktor dari dalam diri sendiri 1) Umur Mobilitas dan aktivitas sehari-hari adalah hal yang paling vital bagi kesehatan total lansia. Perubahan normal

muskuloskelatal terkait usia pada lansia termasuk penurunan tinggi badan, redistribusi massa otot dan lemak subkutan, peningkatan porositas tulang, atrofi otot, pergerakan yang lambat, pengurangan kekuatan dan kekakuan sendi-sendi yang

menyebabkan perubahan penampilan, kelemahan dan lambatnya pergerakan yang menyertai penuaan (Stanly dan Beare, 2007).. 2) Kesehatan fisiologis Kesehatan fisiologis seseorang dapat mempengaruhi

kemampuan partisipasi dalam aktifitas sehari-hari, sebagai contoh sistem nervous menggumpulkan dan menghantarkan, dan

mengelola informasi dari lingkungan. Sistem muskuluskoletal mengkoordinasikan dengan sistem nervous sehingga seseorang dapat merespon sensori yang masuk dengan cara melakukan gerakan. Gangguan pada sistem ini misalnya karena penyakit, atau trauma injuri dapat mengganggu pemenuhan aktifitas sehari-hari. Diabetes mellitus (DM) merupakan kumpulan gejala yang timbul pada seseorang akibat tubuh mengalami gangguan dalam mengontrol kadar gula darah. Gangguan tersebut dapat disebabkan oleh sekresi hormon insulin tidak adekuat atau fungsi insulin terganggu (resistensi insulin) atau justru gabungan dari keduanya. DM disebut sebagai penyakit yang kronis sebab bagi DM dapat

menimbulkan

perubahan

permanen

kehidupan

seseorang. Penyakit kronis tersebut memiliki implikasi yang luas bagi lansia maupun keluarganya, terutama munculnya keluhan yang menyertai, penurunan kemandirian lansia dalam melakukan aktivitas keseharian, dan menurunnya partisipasi sosial lansia Dikatakan paling sedikit separuh dari populasi lanjut usia tidak tahu bahwa mereka terkena DM. Keluhan tradisional dari hiperglikemia seperti polidipsi dan poliuria sering tidak jelas, karena penurunan respon haus dan peningkatan nilai ambang ginjal untuk pengeluaran glukosa urin. Penurunan berat badan,

kelelahan dan kencing malam hari dianggap hal yang biasa pada lanjut usia, berakibat tertundanya deteksi adanya DM. Penampilan klinis seperti dehidrasi, konfusio, inkontinentia dan komplikasikomplikasi yang berkaitan DM merupakan gejala-gejala yang tampak (Potter, 2005). Komplikasi mikrovaskuler seperti neuropati dapat berupa kesulitan untuk bangkit dari kursi atau menaiki tangga. Pandangan yang kabur atau diplopia juga dapat dikeluhkan, akibat mononeuropati yang mengenai syaraf kranialis yang mengatur okulomotorik. Proteinuria tanpa adanya infeksi, harus dicari kemungkinan adanya DM (Potter, 2005). Infeksi khusus yang sering berkaitan dengan DM, lebih banyak dijumpai pada lanjut usia antara lain otitis eksterna maligna dan kandidiasis urogenital. Sebaliknya adanya penyakitpenyakit akut seperti bronkopneumoni, infark miokard atau stroke dapat meningkatkan kadar glukosa sehingga berakibat tercapainya kriteria diagnosis DM, pada mereka yang telah ada peningkatan kadar intoleransi glukosa. Beberapa gejala unik yang dapat terjadi pada penderita lanjut usia antara lain adalah: neuropati diabetika dengan kaheksia, neuropati diabetic akut, amiotropi, otitis eksterna maligna, nekrosis papilaris dari ginjal dan osteoporosis (Potter, 2005). Secara garis besar DM dikelompokkan menjadi 2 tipe2 macam diabetes, DM tipe 1 yaitu Insulin Dependent Diabetes Mellitus (IDDM) dan DM tipe 2 yaitu Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM).Pada diabetes mellitus tipe 1 terdapat ketidak mampuan untuk menghasilkan insulin karena sel sel beta pancreas telah dihancurkan oleh proses auto imun/ hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan

10

menimbulkan hiperglikemia posprandial (sudah makan ) jika kosentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut muncul dalam urin (glukosuria). Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan kedalam urin mekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elekrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan dieresis osmotik. Sebagai akibat kehilangan cairan yang berlebihan. Sedangkan pada diabetes mellitus tipe 2, pankreas masih bisa membuat insulin tetapi kualitas insulinnya buruk, tidak dapat berfungsi dengan baik sebagai kunci untuk memasukan glukosa dalam sel. Akibatnya, glukosa dalam darah meningkat, Kemungkinan lain terjadinya diabetes tipe II adalah bahwa sel sel jaringan tubuh otot si pasien tidak peka atau sudah resisten terhadap insulin ( insulin resisten) sehingga glukosa tidak masuk dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Keadaan ini umumnya terjadi pada pasien gemuk dan mengalami obesitas (Potter, 2005). 3) Fungsi kognitif Kognitif adalah kemampuan berfikir dan memberi rasional, termasuk proses mengingat, menilai, orientasi, persepsi dan memperhatikan (Keliat,1995). Tingkat fungsi kognitif dapat mempengaruhi kemampuan seseorang dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Fungi kognitif menunjukkan proses menerima, mengorganisasikan dan menginterpestasikan sensor stimulus untuk berfikir dan menyelesaikan masalah. Proses mental memberikan kontribusi pada fungsi kognitif yang meliputi perhatian memori, dan kecerdasan. Gangguan pada aspek-aspek dari fungsi kognitif dapat mengganggu dalam berfikir logis dan menghambat kemandirian dalam melaksanakan aktifitas seharihari.

11

4) Fungsi psikologis Fungsi psikologis menunjukkan kemampuan seseorang untuk mengingat sesuatu hal yang lalu dan menampilkan informasi pada suatu cara yang realistik. Proses ini meliputi interaksi yang komplek antara perilaku interpersonal dan interpersonal.

Kebutuhan psikologis berhubungan dengan kehidupan emosional seseorang. Meskipun seseorang sudah terpenuhi kebutuhan

materialnya, tetapi bila kebutuhan psikologisnya tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan dirinya merasa tidak senang dengan kehidupanya, sehingga kebutuhan psikologi harus terpenuhi agar kehidupan emosionalnya menjadi stabil (Tamher, 2009). 5) Tingkat stres Stres merupakan respon fisik non spesifik terhadap berbagai macam kebutuhan. Faktor yang menyebabkan stres disebut stressor, dapat timbul dari tubuh atau lingkungan dan dapat mengganggu keseimbangan tubuh. Stres dibutuhkan dalam pertumbuhan dan perkembangan. Stres dapat mempunyai efek negatif atau positif pada kemampuan seseorang memenuhi aktifitas sehari-hari (Miller, 1995). b. Faktor-faktor dari luar meliputi : 1) Lingkungan keluarga Keluarga masih merupakan tempat berlindung yang paling disukai para lanjut usia. Lanjut usia merupakan kelompok lansia yang rentan masalah, baik masalah ekonomi, sosial, budaya, kesehatan maupun psikologis, oleh karenanya agar lansia tetap sehat, sejahtera dan bermanfaat, perlu didukung oleh lingkungan yang konduktif seperti keluarga. Budaya tiga generasi (orang tua, anak dan cucu) di bawah satu atap makin sulit dipertahankan, karena ukuran rumah di daerah perkotaan yang sempit, sehigga kurang memungkinkan para lanjut usia tinggal bersama anak (Hardywinoto, 2005). Sifat

12

dari perubahan sosial yang mengikuti kehilangan orang yang dicintai tergantung pada jenis hubungan dan definisi peran sosial dalam suatu hubungan keluarga. Selain rasa sakit psikologi mendalam, seseorang yang berduka harus sering belajar

keterampilan dan peran baru untuk mengelola tugas hidup yang baru, dengan perubahan sosial ini terjadi pada saat penarikan, kurangnya minat kegiatan, tindakan yang sangat sulit. Sosialisasi dan pola interaksi juga berubah. Tetapi bagi orang lain yang memiliki dukungan keluarga yang kuat dan mapan, pola interaksi independent maka proses perasaan kehilangan atau kesepian akan terjadi lebih cepat, sehingga seseorang tersebut lebih mudah untuk mengurangi rasa kehilangan dan kesepian (Lueckenotte, 2000). 2) Lingkungan tempat kerja Kerja sangat mempengaruhi keadaan diri dalam mereka bekerja, karena setiaap kali seseorang bekerja maka ia memasuki situasi lingkungan tempat yang ia kerjakan. Tempat yang nyaman akan membawa seseorang mendorong untuk bekerja dengan senang dan giat. 3) Ritme biologi Waktu ritme biologi dikenal sebagai irama biologi, yang mempengaruhi fungsi hidup manusia. Irama biologi membantu mahluk hidup mengatur lingkungan fisik disekitarnya. Beberapa faktor yang ikut berperan pada irama sakardia diantaranya faktor lingkungan seperti hari terang dan gelap. Serta cuaca yang

mempengaruhi aktifitas sehar-hari. Faktor-faktor ini menetapkan jatah perkiraan untuk makan dan bekerja.

4. Macam-macam Aktifitas Sehari-hari pada Lansia a. Mandi (spon, pancuran, atau bak) Tidak menerima bantuan (masuk dan keluar bak mandi sendiri jika mandi dengan menjadi kebiasaan), menerima bantuan untuk mandi

13

hanya satu bagian tubuh (seperti punggung atau kaki), menerima bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh (atau tidak dimandikan) b. Berpakaian Mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan, mengambil baju dan memakai baju dengan lengkap tanpa bantuan kecuali mengikat sepatu, menerima bantuan dalam memakai baju, atau membiarkan sebagian tetap tidak berpakaian. c. Ke kamar kecil Pergi kekamar kecil membersihkan diri, dan merapikan baju tanpa bantuan (dapat mengunakan objek untuk menyokong seperti tongkat, walker, atau kursi roda, dan dapat mengatur bedpan malam hari atau bedpan pengosongan pada pagi hari, menerima bantuan kekamar kecil membersihkan diri, atau dalam merapikan pakaian setelah eliminasi, atau mengunakan bedpan atau pispot pada malam hari, tidak ke kamar kecil untuk proses eliminasi. d. Berpindah Berpindah ke dan dari tempat tidur seperti berpindah ke dan dari kursi tanpa bantuan (mungkin mengunakan alat/objek untuk mendukung seperti tempat atau alat bantu jalan), berpindah ke dan dari tempat tidur atau kursi dengan bantuan, bergerak naik atau turun dari tempat tidur. e. Kontinen Mengontrol perkemihan dan defekasi dengan komplit oleh diri sendiri, kadang-kadang mengalami ketidak mampuan untuk mengontrol perkemihan dan defekasi, pengawasan membantu mempertahankan control urin atau defekasi, kateter digunakan atau kontnensa. f. Makan Makan sendiri tanpa bantuan, Makan sendiri kecuali mendapatkan bantuan dalam mengambil makanan sendiri, menerima bantuan dalam makan sebagian atau sepenuhnya dengan menggunakan selang atau cairan intravena.

14

B. Dukungan Keluarga 1. Pengertian Dukungan Keluarga Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan keluarga terhadap penderita yang sakit. Anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan Friedman (1998). Menurut Bondan (2006) bahwa dukungan keluarga merupakan suatu bentuk hubungan interpersonal yang diberikan oleh keluarga kepada pasien berupa perhatian (perasaan suka, cinta dan empati), bantuan instrumental (barang, jasa), informasi dan penilaian (informasi yang berhubungan dengan self evaluation). Keluarga dapat menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai serta dapat juga menentukan tentang program pengobatan yang dapat diterima mereka. Keluarga juga dapat memberi dukungan dan membuat keputusan mengenai perawatan dari anggota keluarga yang sakit (Niven, 2002).

2. Sumber Dukungan Keluarga Dukungan keluarga dapat berupa dukungan keluarga internal, seperti dukungan dari suami/istri, atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan keluarga eksternal bagi keluarga inti (dalam jaringan kerja sosial keluarga). Sebuah jaringan sosial keluarga secara sederhana adalah jaringan kerja sosial keluarga itu sendiri (Friedman, 1998).

3. Fungsi Dukungan Keluarga Caplan (1976) dalam Friedman (1998) mengemukakan bahwa keluarga memiliki fungsi dukungan yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental dan dukungan emosional : a. Dukungan informasional Dukungan informasional adalah dukungan berupa pemberian informasi untuk mengatasi permasalahan yang dialami. Aspek informatif ini terdiri dari pemberian nasehat, pengarahan, dan keterangan lain yang

15

dibutuhkan oleh individu yang bersangkutan (Suparyanto, 2011). Keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia. Menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek-aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi. Dukungan informasi dari keluarga dalam bentuk nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi diharapkan dapat

memberikan perasaan nyaman dan suasana kondusif di lingkungan keluarga sehingga dapat mendukung program pengobatan anggota keluarga yang mederita sakit (Friedman, 1998). b. Dukungan penilaian Dukungan penilaian adalah dukungan berupa penghargaan positif pada individu, pemberian semangat, persetujuan pada pendapat induividu, perbandingan yang positif dengan individu lain. Bentuk dukungan ini membantu individu dalam membangun harga diri dan kompetensi (Suparyanto, 2011). Keluarga bertindak sebagai sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator identitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian. Perhatian anggota keluarga berupa support dan penghargaan diharapkan dapat

memberikan efek spikologis yang positif sehingga Lansia memiliki semangat untuk beraktivitas sehari-hari (Friedman, 1998). c. Dukungan instrumental Dukungan instrumental adalah bentuk dukungan yang berupa penyediaan materi yang dapat memberikan pertolongan langsung seperti pinjaman uang, pemberian barang, makanan serta pelayanan (Suparyanto, 2011). Keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya : kesehatan penderita dalam hal

16

kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya penderita dan kelelahan. Ketersediaan berbagai fasilitas yang nyaman di dekat penderita gagal ginjal harus semaksimal mungkin dapat disediakan oleh keluarga sebagai wujud dukungan instrumental. Kebutuhan asupan gizi yang baik, makanan, minuman dan tempat istirahat yang nyaman merupakan fasilitas yang minimal bisa dirasakan oleh lansia di dalam rumahnya (Friedman, 1998). d. Dukungan emosional Dukungan emosional adalah bentuk dukungan yang membuat individu memiliki perasaan nyaman, yakin, diperdulikan dan dicintai oleh sumber dukungan sosial sehingga individu dapat menghadapi masalah dengan lebih baik (Suparyanto, 2011). Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan. Perhatian terhadap keluhan-keluhan yang dirasakan oleh lansia yang

disampaikan kepada keluarga harus mendapatkan respon yang baik sehingga lansia merasa di perhatikan dan tidak merasa diacuhkan sehingga timbul keyakinan dan semangat untuk menjalani aktivitas kesehariannya (Friedman, 1998).

4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga Menurut Feiring dan Lewis (1984) dalam Friedman (1998), faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga antara lain : a. Bentuk Keluarga Terdapat bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian daripada anak-anak dari keluarga yang besar.

17

b. Umur Dukungan yang diberikan oleh keluarga khususnya orang tua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Ibu yang masih muda cenderung untuk lebih tidak bisa merasakan atau mengenali kebutuhan anaknya dan juga lebih egosentris dibandingkan ibu-ibu yang lebih tua. c. Tingkat sosial ekonomi Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi daripada orang tua dengan kelas sosial bawah.

C. Konsep Lanjut Usia (Lansia) 1. Pengertian dan Batasan Lanjut usia Lanjut usia dibedakan menjadi dua bagian yaitu usia kronologis dan usia biologis. Usia kronologis dihitung berdasarkan tahun kalender. Indonesia melakukan penetapan usia pensiun adalah 56 tahun yang kemungkinan dapat dijadikan sebagai patokan seseorang memasuki usia lanjut. Sementara berdasarkan UU No 13 tahun 1998 dinyatakan usia 60 tahun ke atas sebagai usia lanjut (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Usia biologis adalah usia yang sebenarnya, dimana biasanya diterapkan kondisi pematangan jaringan sebagai indeks usia biologis. Pada usia lanjut ini telah terjadi penurunan kondisi fisik/biologis, kondisi psikologis dan perubahan kondisi sosial (Tamher dan Noorkasiani, 2009). Menurut WHO dan Undang-Undang No 13 tahun 1998

mneyebutkan bahwa lanjut usia (elderly) ialah kelompok usia 60 ke atas. Berdasarkan Smith dan Smith (dalam Tamher dan Noorkasiani, 2009) menggolongkan lanjut usia menjadi 3 yaitu young old (65-74 tahun); midle old (75-84 tahun); dan old (lebih dari 85 tahun).

18

Setyonegoro dalam (Tamher dan Noorkasiani, 2009) menyebutkan bahwa yang disebut lanjut usia adalah orang yang berusia lebih dari 65 tahun, selanjutnya terbagi dalam usia 70-75 tahun (young old), 75-80 tahun (old), dan lebih dari 80 tahun (very old). Bandiyah (2009). Sedangkan menurut pendapat Sumiati (dalam Bandiyah, 2009) membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut: Umur 40 65 tahun : masa setengah umur (prasenium), 65 tahun ke atas : masa lanjut usia (senium).

2. Teori Penuaan Gerontologis tidak setuju tentang adaptasi penuaan. Tidak ada satu teoripun dapat memasukan semua variabel yang menyebabkan penuaan dan respon individu terhadap hal itu. Secara garis besar teori penuaan dibagi menjadi teori biologis, teori psikologis, dan teori sosiokultural (Stanley dan Beare, 2007). a. Teori Biologis Teori biologi mencoba untuk menjelaskan proses fisik penuaan, termasuk perubahan fungsi dan struktur, pengembangan, panjang usia dan kematia. Perubahan-perubahan dalam tubuh termasuk perubahan molekuler dan seluler dalam sistem organ utama dan kemampuan tubuh untuk berfungsi secara adekuat dan melawan penyakit. 1) Teori genetika Teori ini menjelaskan bahwa penuaan terutama dipengaruhi oleh pembentukan gen dan dampak lingkungan pada pembentukan kode genetik. Penuaan adalah suatu proses yang secara tidak sadar diwariskan yang berjalan dari waktu ke waktu untuk mengubah sel atau struktur jaringan. 2) Wear and Tear Theory Teori wear and tear ini menyatakan bahwa perubahan struktur dan fungsi terjadi akibat akumulasi sampah metabolik atau zat nutrisi yang dapat merusak sintesis DNA, sehingga

19

mendorong malfungsi molekuler dan akhirnya malfungsi organ tubuh. Konsep penuaan ini memperlihatkan penerimaan terhadap mitos dan stereotif penuaan. 3) Riwayat lingkungan Faktor-faktor di dalam lingkungan dapat membawa

perubahan dalam proses penuaan, walaupun faktor-faktor ini dapat mempercepat penuaan, dampak dari lingkungan lebih merupakan dampak sekunder dan bukan merupakan faktor utama terhadap terjadinya penuaan. 4) Teori imunitas Teori imunitas menggambarkan suatu kemunduran dalam sistem imun yang berhubungan dengan penuaan. Ketika orang bertambah tua, pertahanan mereka terhadap organisme asing mengalami penurunan, sehingga mereka lebih rentan untuk menderita berbagai penyakit seperti kanker dan infeksi. 5) Teori neuroendokrin Teori-teori biologi penuaan, berhubungan dengan hal-hal seperti yang telah terjadi pada struktur dan perubahan pada tingkat molekul dan sel. b. Teori psikososiologis Teori ini memusatkan perhatian pada perubahan sikap dan perilaku yang menyertai peningkatan usia, sebagai lawan dari implikasi bilogi pada kerusakan anatomis 1) Teori kepribadian Teori kepribadian menyebutkan aspek-aspek pertumbuhan

psikologis tanpa menggambarkan harapan atau tugas spesifik lansia. Tahap akhir kehidupan sebagai waktu ketika orang mengambil suatu inventaris dari hidup mereka, suatu waktu untuk melihat kebelakang dari pada melihat ke depan. Selama proses refleksi ini lansia harus mengahadpi kenyataan hidupya secara retrospektif.

20

2) Teori tugas perkembangan Tugas perkembangan adalah aktivitas dan tantangan yang harus dipenuhi oleh seseorang pada tahap-tahap spesifik dalam hidupnya untuk mencapai penuaan yang sukses. 3) Teori disengagement Teori ini menggambarkan penarikan diri oleh lansia dari peran bermasyarakat dan tanggung jawabnya. Penarikan diri ini dapat diprediksi, sistematis, tidak dapat dihindari dan penting untuk fungsi yang tepat dari masyarakat yang sedang tumbuh. 4) Teori aktivtas Teori ini merupakan jalan menuju penuaan yang sukses yaitu dengan cara tetap aktif. 5) Teori kontinuitas Teori kontibuitas ini juga dikenal sebagai teori perkembangan yang merupakan suatu kelanjutan dari kedua teori sebelumnya dan mencoba untuk menjelaskan dampak kepribadian pada kabutuhan untuk tetap aktif atau memisahkan diri agar mencapai kebahagiaan dan terpenuhinya kebutuhan di masa tua.

3. Proses menua Menurut Constantindes (1994) dalam Nugroho (2000) mengatakan bahwa proses menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahanlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya, sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan memperbaikinya kerusakan yang diderita. Proses menua merupakan proses yang terus-menerus secara alamiah dimulai sejak lahir dan setiap individu tidak sama cepatnya. Menua bukan status penyakit tetapi merupakan proses berkurangnya daya tahan tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh. Dengan begitu manusia secara progresif akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi dan akan menumpuk makin banyak distorsi metabolik

21

dan stuktural yang disebut sebagai penyakit degeneratif seperti, hipertensi, aterosklerosis, diabetes militus dan kanker yang akan menyebabkan kita menghadapi akhir hidup dengan episode terminal yang dramatik seperti strok, infark miokard, koma asidosis, metastasis kanker dan sebagainya (Martono & Darmojo, 2006). Bentuk-bentuk permasalahan yang dihadapi selama proses menua oleh lanjut usia adalah sebagai berikut : a. Demensia Demensia adalah suatu gangguan intelektual / daya ingat yang umumnya progresif dan ireversibel. Biasanya ini sering terjadi pada orang yang berusia > 65 tahun (Stanley, 2006). b. Stres Gangguan stres merupakan hal yang terpenting dalam problem lansia. Usia bukan merupakan faktor untuk menjadi depresi atau stres tetapi suatu keadaan penyakit medis kronis dan masalah-masalah yang dihadapi lansia yang membuat mereka depresi. Gejala depresi pada lansia dengan orang dewasa muda berbeda dimana pada lansia terdapat keluhan somatik. c. Skizofrenia Skizofrenia biasanya dimulai pada masa remaja akhir / dewasa muda dan menetap seumur hidup. Wanita lebih sering menderita skizofrenia lambat dibanding pria. Perbedaan onset lambat dengan awal adalah adanya skizofrenia paranoid pada tipe onset lambat. d. Gangguan Delusi Onset usia pada gangguan delusi adalah 40 55 tahun, tetapi dapat terjadi kapan saja. Pada gangguan delusi terdapat waham yang tersering yaitu : waham kejar dan waham somatik. e. Gangguan Kecemasan Gangguan kecemasan adalah berupa gangguan panik, fobia, gangguan obsesif konfulsif, gangguan kecemasan umum, gangguan stres akut, gangguan stres pasca traumatik. Onset awal gangguan panik pada

22

lansia adalah jarang, tetapi dapat terjadi. Tanda dan gejala fobia pada lansia kurang serius daripada dewasa muda, tetapi efeknya sama, jika tidak lebih dapat menimbulkan debilitasi pada pasien lanjut usia. Teori eksistensial menjelaskan kecemasan tidak terdapat stimulus yang dapat diidentifikasi secara spesifik bagi perasaan yang cemas secara kronis. Kecemasan yang tersering pada lansia adalah tentang

kematiannya. Orang mungkin menghadapi pikiran kematian dengan rasa putus asa dan kecemasan, bukan dengan ketenangan hati dan rasa integritas. Kerapuhan sistem saraf anotomik yang berperan dalam perkembangan kecemasan setelah suatu stresor yang berat. Gangguan stres lebih sering pada lansia terutama jenis stres pasca traumatik karena pada lansia akan mudah terbentuk suatu cacat fisik. f. Gangguan Somatiform Gangguan somatiform ditandai oleh gejala yang sering ditemukan apada pasien > 60 tahun. Gangguan biasanya kronis dan prognosis adalah berhati-hati. Untuk mententramkan pasien perlu dilakukan pemeriksaan fisik ulang sehingga ia yakin bahwa mereka tidak memliki penyakit yang mematikan. Terapi pada gangguan ini adalah dengan pendekatan psikologis dan farmakologis. g. Gangguan penggunaan Alkohol dan Zat lain Riwayat minum / ketergantungan alkohol biasanya memberikan riwayat minum berlebihan yang dimulai pada masa remaja / dewasa. Mereka biasanya memiliki penyakit hati. Sejumlah besar lansia dengan riwayat penggunaan alkohol terdapat penyakit demensia yang kronis seperti ensefalopati wernicke dan sindroma korsakoff. Presentasi klinis pada lansia termasuk terjatuh, konfusi, higienis pribadi yang buruk, malnutrisi dan efek pemaparan. Zat yang dijual bebas seperti kafein dan nikotin sering disalahgunakan. Di sini harus diperhatikan adanya gangguan gastrointestiral kronis pada lansia

23

pengguna alkohol maupun tidak obat-obat sehingga tidak terjadi suatu penyakit medik (Darmojo, 2006). h. Gangguan Tidur / Insomnia Usia lanjut adalah faktor tunggal yang paling sering berhubungan dengan peningkatan prevalensi gangguan tidur atau insomnia. Fenomena yang sering dikeluhkan lansia daripada usia dewasa muda adalah gangguan tidur, ngantuk siang hari dan tidur sejenak di siang hari (Nugorho, 2008). Secara klinis, lansia memiliki gangguan pernafasan yang berhubungan dengan tidur dan gangguan pergerakan akibat medikasi yang lebih tinggi dibanding dewasa muda. Disamping perubahan sistem regulasi dan fisiologis, penyebab gangguan tidur primer pada lansia adalah insomnia. Selain itu gangguan mental lain, kondisi medis umum, faktor sosial dan lingkungan. Gangguan tersering pada lansia pria adalah gangguan rapid eye movement (REM). Hal yang menyebabkan gangguan tidur juga termasuk adanya gejala nyeri, nokturia, sesak napas, nyeri perut (Nugorho, 2008). Keluhan utama pada lansia sebenarnya adalah lebih banyak terbangun pada dini hari dibandingkan dengan gangguan dalam tidur. Perburukan yang terjadi adalah perubahan waktu dan konsolidasi yang menyebabkan gangguan pada kualitas tidur pada lansia (Nugorho, 2008). Berdasarkan The National Old Peoples Welfare Council di Inggris (dalam Nugorho, 2008) menyebutkan bahwa penyakit atau gangguan umum pada lanjut usia meliputi depresi mental, gangguan pendengaran, bronkitis kronis, gangguan pada tungkai/sikap berjalan, gangguan pada koksa/sendi panggul, anemia, demensia, gangguan penglihatan, ansietas/kecemasan, dekompensasi kordis, diabetes mellitus, osteomalasia, hipotiroidisme dan gangguan defekasi.

24

i. Gangguan Aktifitas Dasar Sehari-hari Menurut Nugroho (2008), permasalahan yang sering dialami oleh lansia adalah kemunduran dibidang fisik-biologis yang

berhubungan dengan gangguan aktifitas dasar sehari-hari yang dapat mengakibatkan penurunan peranan-peranan sosialnya terhadap

lingkungan. Hal ini mengakibatkan pula timbulnya gangguan di dalam hal mencukupi kebutuhan hidupnya sehingga dapat mengakibatkan ketergantungan yang memerlukan bantuan orang lain.

D. Kerangka teori Faktor Internal : 1. Umur 2. Kesehatan fisiologis 3. Fungsi kognitif 4. Fungsi psikologis 5. Tingkat stres ADL pada lansia Faktor Eksternal : 1. Dukungan keluarga 2. Lingkungan tempat kerja 3. Ritme biologi

Gambar 2.1 Kerangka Teori Sumber : Potter (2005) dan Friedman (1998)

E. Kerangka Konsep Variabel Independent Dukungan Keluarga Variabel Dependent Kemampuan Aktivitas Dasar Lansia

Gambar 2.2 Kerangka Konsep

25

F. Variabel penelitian 1. Variabel bebas (independent) adalah dukungan keluarga. 2. Variabel terikat (dependent) adalah kemampuan aktivitas dasar lansia

G. Hipotesis Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah terdapat hubungan yang bermakna antara dukungan keluarga dengan kemampuan aktivitas dasar lansia di wilayah kerja Puskesmas Kedungjati Kabupaten Grobogan.

Anda mungkin juga menyukai