Anda di halaman 1dari 75

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru Blk.

) BERDASARKAN PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM PENENTUAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

MUFTI GINANJAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (Sardinella lemuru Blk.) BERDASARKAN PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM PENENTUAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

MUFTI GINANJAR
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Jurusan Biologi Reproduksi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2006

ABSTRAK MUFTI GINANJAR. Kajian Reproduksi Ikan Lemuru (Sardinella Lemuru Blk.) Berdasarkan Perkembangan Gonad dan Ukuran Ikan dalam Penentuan Musim Pemijahan di Perairan Pantai Timur Pulau Siberut. Dibimbing oleh TUTY L YUSUF dan ODANG CARMAN. Sardinella lemuru memiliki nilai ekonomis dan prospek pengembangan yang cukup baik. Pengelolaan sumber daya perikanan lemuru perlu untuk segera dibuat sebagai salah satu antisipasi terhadap meningkatnya interest masyarakat dalam pengolahan ikan lemuru ini. Untuk mendukung adanya aturan pengelolaan perikanan lemuru maka diperlukan data reproduksi ikan lemuru di perairan pantai Pulau Siberut.. Penelitian dilakukan mulai bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut. Materi penelitian adalah ikan lemuru yang diambil setiap bulannya dengan jumlah minimal 50 ekor. Pengambilan data reproduksi dilakukan dalam dua kelompok pengamatan yaitu pengukuran komposisi ukuran panjang berdasarkan tingkat kematangan gonad bulanan selama satu tahun dan kelompok pengamatan analisa hasil preparat histologi gonad. Hasil penelitian tentang ukuran ikan diketahui bahwa pada ukuran panjang ikan dibawah 150 mm ikan lemuru belum dewasa secara kelamin. Secara keseluruhan populasi ikan memiliki rata-rata panjang 1681.43 mm dengan ukuran terkecil 120 mm dan ukuran terbesar 214 mm. Pada ikan betina ukuran panjang rata-rata 172 1.58 mm dan ikan jantan 164 1.20. Nilai GSI tertinggi pada jantan adalah 3,29 dan nilai GSI terendah adalah 0,20 sedangkan ikan betina nilai GSI tertinggi adalah 2,70 dan nilai GSI terendah adalah 0,31. Perbandingan populasi antara jantan dan betina secara keseluruhan adalah 1,12 : 1. Pada ukuran kelas panjang 120-140 mm perbandingannya 0,81: 1, kelas panjang 140 -170 mm perbandingannya 1,9 : 1, dan pada ukuran >170 mm perbandingannya 0,5 : 1. Fekunditas berkisar antara 1.688 21.573 butir dengan rata-rata 7.850 telur/betina dengan diameter telur TKG-4 rataannya berkisar antara 0,28 0,36 mm dan rataan kedua berkisar antara 0,47 - 0,55 mm sedangkan rata-rata ukuran diameter telur pada keseluruhan gonad adalah 0,46 mm. Pada distribusi diameter telur TKG-6, rataan yang pertama berkisar antara 0,25 0,36 mm dan rataan yang kedua berkisar antara 0,48 0,57 mm dengan rata-rata pada keseluruhan gonad adalah 0,41 mm. Berdasarkan hasil analisa histologi diketahui bahwa dalam satu gonad tahapan perkembangan kematangan gonad tidak secara bersamaan. Persamaan linier untuk mengetahui hubungan antara fekunditas dan panjang ikan adalah Y = -7.217 + 7.749X dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,673. Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal (1) Pada ikan jantan ukuran pertama kali memijah adalah pada panjang 153 0.73 mm dan pada ikan betina pada panjang 163 0.62mm. Ukuran minimal ikan yang dapat untuk ditangkap adalah pada ukuran 163 mm, (2) Musim pemijahan ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut terjadi antara bulan Juni hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan September, (3) Musim pemijahan ikan lemuru hanya terjadi satu kali dalam setahun dengan periode pemijahan/ovulasi dapat terjadi beberapa kali dalam rentang waktu musim pemijahan tersebut (partial spawning ).

KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (SARDINELLA LEMURU BLK.) BERDASARKAN PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM MENENTUKAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT (Reproduction study of lemuru(Sardinella lemuru Blk.) based on sexual maturity and fish length to predict spawning season at east coast of Siberut Island) Mufti Ginanjar1 ,Tuty L Yusuf 2 ,Odang Carman3

ABSTRACT The aim of this research is to evaluate reproductive pattern of Sardine (Sardinella lemuru Blk.) in east coast of Siberut Island. The study was focused on observation of reproductive attributes including sexual maturity, fecundity, body length and body weight by collecting =50 samples monthly for one year. A total sampel of 777 fish were caught using gillnet and measured individually before dissecting to analyze sex and gonadal maturity. Gonadal Somatic Index (GSI) and egg diameter were analyzed according Gaughan et al. (2000) to determine body size at first maturity and spawning season that will be useful as important consideration for management policy of Sardinella in Siberut Island. Based on the relationship between sexual maturity and body size, Sardinella lemuru begin to spawn at 163 mm and 153 mm in length for female and male respectively. Female Lemuru can produce 1.688 21.573 egg for each spawning time with average fecundity 7.850 egg. Sexual maturity status that recorded for one year indicated that spawning season take place between September and October. There is no evidence that lemuru spawn more than one time a year and distribution of egg diameter showed that Sardinella lemuru is partial spawner that spawn more than one time during spawning season. Key words : Sardinella lemuru, breeding season, fish length, Siberut Island.

PENDAHULUAN Ikan tamban ( Sardinella lemuru Bleeker 1853) atau lebih dikenal dengan nama lemuru merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang me miliki nilai ekonomis yang cukup menguntungkan. Biasanya hasil tangkapan ikan lemuru dikonsumsi dalam keadaan segar atau dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan dalam bentuk pengalengan, pengeringan, pemindangan dan tepung ikan. Hasil olahan dari ikan lemuru yang potensial untuk dikembangkan dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi adalah minyak ikan lemuru.

Masyarakat di Pulau Siberut memanfaatkan ikan lemuru sebagai kebutuhan pangan secara langsung dalam keadaan segar karena di Siberut belum terdapat usaha pengolahan ikan. Lemuru sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan masyarakat karena ketersediaan protein hewani dari ikan yang hidup di sungai kurang berperan dan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan karena memiliki biomassa yang kecil. Suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya lemuru saat ini perlu untuk segera dibuat di wilayah perairan pantai Siberut. Hal ini berkaitan dengan potensi dan peluang di masa mendatang dalam pemanfaatan sumber daya perikanan lemuru menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Adanya perencanaan pengelolaan sumber daya perikanan lemuru merupakan inti atau dasar dari lahirnya suatu aturan pengelolaan perikanan yang dapat merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kontrol dan tindakan antisipatif terhadap kondisi yang akan dan mungkin terjadi (Elmer, 2001). Salah satu upaya penerapan kebijakan pengelolaan manajemen perikanan adalah dengan melakukan beberapa aturan yang mengikat para nelayan yang dapat dibakukan dalam bentuk peraturan daerah. Atur an tersebut misalnya dalam hal pembatasan jumlah armada tangkap, penggunaan ukuran mata jaring yang digunakan, penggunaan jaring yang selektif dan pengaturan wilayah penangkapan. Data pendukung hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam menyusun suatu kebijakan manajemen pengelolaan ikan lemuru adalah dengan mengetahui data biologi reproduksi ikan lemuru dan ketersediaan ( stock ) ikan lemuru di suatu perairan. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai reproduksi ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut sebagai suatu upaya dalam mendukung adanya kebijakan pengelolaan perikanan di wilayah ini. Tujuan penelitian ini adalah untuk mempelajari pola reproduksi ikan lemuru yang hidup di perairan pantai timur Pulau Siberut yang meliputi hubungan antara ukuran ikan dengan tingkat kematangan gonad dan hubungan antara fekunditas dengan ukuran ikan yang pada akhirnya akan dapat diketahui terjadinya musim pemijahan dalam satu tahun. Hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk menyusun rencana kebijakan pengelolaan lemuru di Pulau Siberut. Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah : 1)Tingkat kematangan gonad ikan lemuru berkorelasi positif dengan musim pemijahan. 2) Dewasa kelamin ikan lemuru berkorelasi positif dengan ukuran/bobot ikan. 3)Fekunditas lemuru ditentukan oleh ukuran tubuh ikan

MATERI DAN METODE Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut propinsi Sumatera Barat. Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua kelompok pengamatan, yaitu pengukuran komposisi ukuran panjang ikan dengan tingkat kematangan gonad (TKG) bulanan dalam satu tahun dan mengetahui tahapan gametogenesis ikan lemuru melalui analisa preparat histologis gonad.

Pengukuran Komposisi Panjang dengan TKG dalam 1 tahun Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel ikan lemuru satu kali setiap bulannya. Jumlah sampel ikan yang diamati jumlahnya berdasarkan hasil tangkapan yang didapat pada saat pengambilan sampel dengan jumlah minimal 50 ekor tanpa membedakan ukuran ikan. Data reproduksi yang diamati meliputi: 1. Panjang dan berat, yang diukur adalah fork length (FL) dan berat ikan diukur dengan neraca analitis. 2. Nisbah Kelamin dan Perkembangan Gonad, data diperoleh dengan cara membedah ikan pada bagian perut kemudian dilihat gonadnya apakah testis atau ovarium. Pengamatan tahap perkembangan gonad secara makroskopis berdasarkan pada (Gaughan dkk., 2000) 3. Fekunditas dan diameter telur, pengukuran dilakukan pada gonad yang memiliki tingkat kematangan gonadnya IVVI. Sampel diawetkan dalam larutan Gibson kemudian telur dihitung denggan menggunakan alat hitung. Untuk pengukuran diameter telur dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dengan jumlah sampel sebanyak 100 butir. Untuk menghitung fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik F/f = B/b dimana : (F) = Fekunditas Total, (f) = jumlah telur dari contoh (B) = Berat gonad, 4. (b) = berat gonad contoh. Gonadal Somatic Indeks (GSI), dilakukan penimbangan berat gonad dan berat ikan pada seluruh sampel pada ikan jantan dan betina. Nilai GSI dihitung dengan menggunakan rumus: GSI = berat gonad x 100 / (Berat total Berat Gonad) 5. Hubungan antara panjang dan fekunditas diukur dianalisa secara regresi mengikuti persamaan : W = aLb dengan menggunakan software SPSS Ver.13.

Perkemba ngan Gametogenesis melalui analisa histologis Untuk pengamatan tingkat perkembangan gonad secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat histologis gonad. Gonad difiltrasi dengan larutan Bouin lalu dilakukan pencucian dengan air dan alkohol mulai 80% sampai 100%. Dilakukan penjernihan dengan xylol dan diinfiltrasi dengan parafinu ntuk embedding. Dilakukan pemotongan dengan mikrotom setebal 6-7 m lalu dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin dan dijernihkan dengan xylol. Referensi yang digunakan untuk mengamati preparat histologis adalah menurut Gaughan dkk. (2000). Analisa Data Analisa data untuk hasil variable-variabel pengukuran yang menggambarkan reproduksi ikan lemuru seluruhnya dianalisa secara deskriptif dan analisa hubungan antara panjang dan fekunditas dilakukan analisis regresi berpangkat.

HASIL DAN PEMBAHASAN Perbandingan Komposisi Ukuran Panjang dengan TKG dalam 1 tahun Lemuru di perairan Selat Mentawai pada ukuran di bawah 140 mm FL berada pada kondisi reproduksi yang belum matang (TKG 1-2). Lemuru mulai mengalami kematangan gonad (di atas TKG 1-2) pada ukuran 140 - 150 mm FL, dan mulai matang gonad pada ukuran 150 mm FL.
100% 90% 80%

TKG9 TKG8 TKG7 TKG6 TKG5 TKG4 TKG3 TKG 2 TKG1

Persentase (%)

70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0% 120 - 130 130 - 140 140 - 150 150 - 160 160 - 170 170 - 180 180 - 190 190 - 200 >200

Kelas Panjang (mm)

Gambar 1. Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemuru dengan ukuran kelas panjang (mm FL) pada pengamatan 1 tahun. Berdasarkan pada data komposisi TKG dan ukuran kelas panjang tersebut di atas maka dapat diperkirakan bahwa pertama kali ikan lemuru di perairan Siberut mulai memijah adalah pada ukuran panjang antara 140 160 mm FL. Pada ikan jantan mulai matang gonad (TKG 3) pada ukuran 153 mm dan pada ikan betina pada ukuran 163 mm. Hal yang serupa terjadi juga pada ikan lemuru di perairan Australia dan Bali (Gaughan dkk., 2000) dan (Whitehead,1985). Struktur Ukuran Panjang Pada penghitungan distribusi kelas panjang (Gambar. 2) terlihat bahwa ukuran kelas panjang antara 170 180 mm mendominasi populasi ikan dengan rata-rata panjang 168 mm. Ukuran terkecil pada kelas panjang 120 130 mm yaitu 120 mm dan ukuran terbesar pada kelas panjang 210 220 yaitu 214 mm.
30 n = 777 25 Frekuensi (%) 20 15 10 5 0
120 - 130 130 - 140 140 - 150 150 - 160 160 - 170 170 - 180 180 - 190 190 - 200 200 - 210 210 - 220

Ukuran Kelas Panjang (mm)

Gambar 2. Distribusi sebaran ukuran kelas panjang ikan lemuru (n = jumlah keseluruhan)

Gonadal Somatic Indeks (GSI) Variasi nilai GSI tiap bulan dalam satu tahun pengamatan sangat bervariasi (Gambar 3), peningkatan nilai GSI yang tinggi pada keseluruhan individu tanpa membedakan kelamin (gabungan) terjadi dimulai pada bulan Juni (1,56) hingga bulan September (2,86). Nilai GSI terendah terjadi antara bulan Oktober (0,39) hingga Desember (0,29).
3.5 3

2.5 Nilai GSI 2 1.5 1 0.5

0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Gambar 3. Grafik nilai GSI ikan lemuru tiap bulan selama satu tahun. (Gabungan nilai keseluruhan sampel jantan dan betina). Hal yang sama juga terjadi pada nilai GSI setelah dilakukan pemisahan antara jantan dan betina (Gambar 4). Nilai GSI tertinggi pada jantan terjadi pada bulan September (3,29) dan nilai GSI terendah terjadi pada bulan Desember (0,20). Pada betina nilai GSI tertinggi juga terjadi pada bulan September (2,70) dan nilai GSI terendah terjadi antara bulan Desember (0,31).
3.5 3 2.5 2 1.5 1 0.5 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

GSI

Betina Jantan

___________________ Periode Pemijahan

Gambar 4. Grafik perubahan nilai GSI tiap bulan selama 1 tahun Berdasarkan pada nilai GSI maka dapat diindikasikan bahwa awal terjadinya proses gametogenesis pada ikan lemuru di Siberut terjadi pada bulan Juni sampai Agustus dan berakhir pada bulan September hingga Oktober. Dilihat dari grafik nilai GSI juga dapat diketahui bahwa musim pemijahan ikan lemuru di Siberut terjadi hanya satu kali dalam satu tahun (Single Spawning ) yaitu antara bulan Juli hingga September dengan puncak musim pemijahan terjadi pada bulan September.

Perubahan Tingkat Kematangan Gonad Bulanan Proporsi tingkat kematangan gonad pada tiap individu yang mendekati proses pemijahan terjadi pada bulan yang sama saat nilai GSI yang tinggi. Dimana komposis TKG 3-5 (Pre Spawning) yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan komposis TKG 1-2,9 (No Spawning) terjadi pada kisaran bulan Juni hingga September. Demikian pula sesuai dengan nilai GSI yang rendah, bahwa pada kisaran bulan Oktober Januari komposisi TKG 1-2,9 (No Spawning) berada pada kisaran yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulan yang lainnya.
100% 90% 80% 70% 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Post Spawning

Pre Spawning

Persentase

No Spawning

Bulan

Gambar 5. Histogram proporsi tingkatan gonad pada individu (>140 mm FL) tiap bulan. Pembagian tahapan gonad dibagi menjadi no spawning (TKG 1,2-9), pre spawning (TKG 3-5) dan post spawning (TKG 6-8). Rasio Jenis Kelamin

1.2 Persentase (%) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 120-140 140-170 >170 Gabungan Ukuran kelas panjang Jantan Betina

. Gambar 6. Histogram rasio kelamin lemuru pada tiap ukuran kelas panjang Jumlah lemuru jantan sebanyak 411 ekor dan lemuru betina sebanyak 366. Perbandingan antara keduanya adalah 1,12 jantan : 1 betina. Bila diklasifikasikan berdasarkan pada ukuran kelas panjang maka pada kelas panjang 120-140 mm perbandingan antara jantan dan betina adalah 0,81: 1. Pada kelas panjang 140 -170 mm perbandingan antara keduannya adalah 1,9 : 1, sedangkan pada kelas panjang di atas 170 mm didapatkan perbandingan antara jantan dan betina adalah 0,5 : 1

100 90 80
Persentase (%)

Betina Jantan

70 60 50 40 30 20 10 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Bulan

Gambar 7.

Histogram rasio kelamin ikan lemuru berdasarkan waktu (---- = ratarata rasio betina, ------ = rata-rata rasio jantan)

Bila rasio jenis kelamin diklasifikasikan berdasarkan pada waktu/bulan (Gambar 7) maka terlihat bahwa rata-rata jumlah jantan (51,7%) lebih banyak dibandingkan dengan jumlah betina (48,3%). Pada bulan Januari ikan jantan sangat mendominasi (93%) dibandingkan dengan ikan betina. Pada saat terjadinya proses pemijahan di bulan September, terlihat bahwa komposisi rasio betina lebih banyak dibandingkan dengan jantan Fekunditas dan Diameter Telur Fekunditas dari seluruh sampel pada TKG 4-6 didapatkan bahwa nilai ratarata jumlah telur setiap 0,1 gram berat sampel telur adalah 449 butir. Fekunditas total dari ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut berkisar antara 1.688 21.573 butir dengan rata-rata fekunditas keseluruhan adalah 7.850 telur/betina. Jumlah sampel keseluruhan pada ikan yang berada pada TKG-4 adalah 20 ekor, pada TKG-5 25 ekor dan pada TKG-6 sebanyak 29 ekor. Ikan yang fekunditasnya paling tinggi adalah ikan yang berukuran 21 cm, berat 120,1 gr pada TKG-4 dengan jumlah telur 21.573 butir sedangkan ikan yang fekunditasnya paling rendah adalah ikan yang berukuran 17 cm, berat 67,2 gr pada TKG-6 dengan jumlah 1.688 butir. Pada pengukuran diameter telur ikan lemuru, distribusi penyebaran ukuran diameter telurnya memiliki dua rataan ukuran diameter telur dalam gonad yang sama. Pada TKG-4 (Gambar 8) rataan ukuran diameter yang pertama berkisar antara 0,28 0,36 mm dan rataan kedua berkisar antara 0,47 - 0,55 mm sedangkan rata-rata ukuran diameter telur pada keseluruhan gonad TKG 4 adalah 0,46 mm. Hal yang sama juga terjadi pada distribusi diameter telur TKG-6 (Gambar 9), rataan yang pertama berkisar antara 0,25 0,36 mm dan rataan yang kedua berkisar antara 0,48 0,57 mm dengan rata-rata pada keseluruhan gonad adalah 0,41 mm. Dilihat pola penyebaran diameter telur maka diketahui bahwa tipe perkembangan telur termasuk tipe yang asinkronous dimana pada dalam satu gonad berkembang lebih dari satu ukuran telur sehingga pemijahan dan ovulasi yang dilakukan oleh lemuru terjadi lebih dari satu kali dalam rentang waktu pemijahan (Murua, 2003)

20 18 16

Jumlah Telur (butir)

14 12 10 8 6 4 2 0
17 20 23 27 30 33 36 40 45 48 51 54 57 62 65 68 72

Diameter Telur (mm) x 10

-2

Gambar 8. Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-4. (n =200)

25 20 15 10 5 0
19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 44 48 50 52 54 56 58

Jumlah Telur (butir)

Diameter telur (mm) x 10

-2

Gambar 9. Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG 6 (n = 200)

Hubungan Panjang dengan Fekunditas Berdasarkan hasil analisa data maka di dapatkan maka persamaan linier Y = -7.217 + 7.749X dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,673.

Histologis Gonad

Gambar 10 (Kiri). Histologi ovarium ikan lemuru pada berbagai tahap kematangan. (A). Tahap 1. Ovari belum berkembang (Ep= Early perinuklear stage, Lp= Late perinuklear stage). (B). Tahap 2. (Ey=Early yolk stage, Ly= Late yolk stage). (C) dan (D). Tahap 3 (Pembentukan kuning telur ) dan Tahap 4 (Tahap pematangan akhir dan migrasi inti) (N = Inti sel , Yg=Yolk globules). Tahap 5 (Post ovulatory folicel) (Tanda panah adalah oosit atresia). Gambar 11 (Kanan). Histologi testis pada berbagai tahap perkembangan. A). Tahap 1 (Immature Stage) ( Sc = Spermatosit, Sd= Spermatid, Sz=Sperma, I= tubulus seminiferus, Tanda panah= Spermatogonium). B). Tahapan Spermatogenesis C) dan D). Tahap pematangan spermatid (I= tubulus seminiferus, Sc dan tanda panah=spermatid)

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal: 1. Pada ikan jantan ukuran pertama kali memijah adalah pada panjang 153 mm dan pada ikan betina pada panjang 163 mm. 2. Musim pemijahan ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut terjadi antara bulan Juli hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan September 3. Perbandingan populasi antara jantan dan betina secara keseluruhan adalah 1,12 : 1. Pada ukuran kelas panjang 120-140 mm perbandingannya adalah 0,81: 1, kelas panjang 140 -170 mm perbandingannya adalah 1,9 : 1, dan pada ukuran >170 mm perbandingannya adalah 0,5 : 1. 4. Tipe pemijahan ikan lemuru termasuk tipe partial spawning.

Saran 1. Untuk mendukung data biologi dan reproduksi agar dapat dimanfaatkan dalam usaha pengelolaan kebijakan perikanan lemuru maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dinamika populasi ikan lemuru di Selat Mentawai. 2. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai larva ikan lemuru dan kondisi lingkungan secara fisik dan biologi untuk mengetahui tempat terjadinya proses pemijahan terjadi di Selat Mentawai DAFTAR PUSTAKA Arukwe, Augustine and Anders Goksyr. 2003. Egg shell and egg yolk proteins in fish:hepatic proteins for the next generation: oogenetic,population,and evolutionary implications of endocrine disruption. Comparative Hepatology 2 : 4. Billard R . 1992. Reproduction in rainbow trout: sex differentiation, dynamics of gametogenesis, biology and preservation of gametes. J. Aquaculture. 100: 35-42. Effendy MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri Gaughan DJ, Mitchell RWD. 2000. The biology and stock assessment of the tropical sardine, Sardinella lemuru, off the mid-west coast of Western Australia. Australia. Final Report, FRDC Project 95/037: FISHERIES RESEARCH REPORT NO. 119. Martosubroto P. 2001. Report on a workshop to refine the draft management plan for the Bali Strait sardine (lemuru) fishery. Fishcode management. Roma : FAO. Merta IGS. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi. IPB. Bogor Merta IGS, Widana K, Yunizal, and R. Basuki. 1999. Status of the lemuru fishery in Bali Strait, Its development and prospects. In Fish Code Management. Rome : FAO. 1-40 p. Murua H, Saborido F. 2003. Female Reproductin Strategi of Marine Fish Species of the North Atlantic. J. Northw. Atl. Fish. Sci, Vol. 33: 23-31 Myers RA, Ottensmeyer CA. 2005. Extinction Risk in Marine Species. In Norse, E.A. and L.B. Crowder, eds. Marine Conservation Biology:The Science of Maintaining the SeasBiodiversity. Washington DC (US A): Island Press. Nagahama Y. 1983. The Functional Morphology of Teleost Gonads. In W.S. Hoar, D.J. Randal, E.M. Donaldson (eds) Fish Physiology, Vol.XIA. Florida: Academic Press. Swan LD.1997. A Fish Farmers Guide to Understanding Water Quality. Aquaculture Extension. Illinois: Indiana Sea Grant Program. Whitehead PJP. (1985). FAO Species Catalogue Vol 7. Clupeoid fishes of the world. Part I. FAO Fisheries Synopsis Rome. 125 (7). WWF, 1980. Penyelamatan Siberut, sebuah Rancangan Induk Konservasi. A World Wildlife Fund Report. Bogor. 134 hal

SEMINAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

NAMA NOMOR POKOK PROGRAM STUDI JUDUL

: MUFTI GINANJAR : B025014011 : BIOLOGI REPRODUKSI : KAJIAN REPRODUKSI IKAN LEMURU (SARDINELLA LEMURU BLK.) BERDASARKAN PERKEMBANGAN GONAD DAN UKURAN IKAN DALAM MENENTUKAN MUSIM PEMIJAHAN DI PERAIRAN PANTAI TIMUR PULAU SIBERUT

KOMISI PEMBIMBING : Dr. Drh. Tuty L. Yusuf , M.S Dr. Odang Carman, M.Sc KELOMPOK/BID.ILMU : HEWAN HARI/ TANGGAL WAKTU TEMPAT : SENIN/ 6 MARET 2006 : 11.00 12.00 WIB : FAPERIKAN IPB DARMAGA

DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL............................................................................................ DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... x xi xii

PENDAHULUAN Latar Belakang........................................................................................ Tujuan Penelitian.................................................................................... Kegunaan Penelitian............................................................................... Hipotesis ................................................................................................. 1 4 4 4

TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lemuru ........................................................................................... Karakteristik ikan lemuru................................................................... Habitat ikan lemuru ........................................................................... Usaha Penangkapan ikan lemuru....................................................... Ikan lemuru di Siberut ....................................................................... Perkembangan Gonad ............................................................................. Perkembangan Testis ........................................................................ Perkembangan Ovarium..................................................................... Keadaan Umum P. Siberut ..................................................................... Parameter Lingkungan............................................................................ Oksigen ............................................................................................. Suhu .................................................................................................. pH....................................................................................................... 5 5 7 8 10 12 13 15 19 21 21 23 24

MATERI DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian................................................................. Bahan dan Alat ...................................................................................... Metode Penelitian................................................................................... Pengukuran Komposisi Panjang dengan TKG selama 1 tahun ........ Perkembangan Gametogenesis melalui Analisa Histologi ............... Analisa Data ........................................................................................... 26 26 26 26 29 29

HASIL DAN PEMBAHASAN Komposisi Ukuran Panjang dengan TKG selama 1 tahun ................... Gonadal Somatic Indeks (GSI) ............................................................... Struktur Ukuran Kelas Panjang .............................................................. Perubahan Bulanan Tingkat Kematangan Gonad .................................. Rasio Jenis Kelamin .............................................................................. Fekunditas dan Diameter Telur ............................................................. Histologi Gonad ..................................................................................... Hubungan Panjang dan Berat ................................................................ 30 32 34 37 38 40 42 44

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan................................................................................................. Saran ....................................................................................................... 45 45

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

46

LAMPIRAN .....................................................................................................

49

DAFTAR TABEL

Halaman 1 2 3 Data morfologi dan morfometri ikan lemuru di P. Siberut ...................... Beberapa strategi reproduksi pada ikan laut ........................................... Parameter kualitas air di perairan P. Siberut............................................ 6 17 20

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Sardinella lemuru yang tertangkap di P.Siberut ...................................... Penyebaran ikan lemuru di dunia............................................................. Jenis lain ikan tamban di P. Siberut ......................................................... Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemuru pada tiap ukuran kelas panj ang pada pengamatan selama 1 tahun ..................................... Grafik nilai GSI ikan lemuru tiap bulan selama 1 tahun (Gabungan nilai keseluruhan sampel jantan dan betina ) ........................................... Grafik nilai GSI lemuru jantan dan betina selama 1 tahun ..................... Distribusi sebaran uk uran kelas panjang ikan lemuru ............................. Distribusi kelas panjang ikan lemuru berdasarkan waktu/bulan.............. Histogram proporsi tingkatan kematangan gonad tiap bulan .................. Histogram rasio kelamin lemuru pada tiap ukuran kelas panjang ......... Histogram rasio kelamin ikan lemuru berdasarkan waktu....................... Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-4 ........................ Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-6 ........................ Pemotongan melintang testis ikan lemuru pada berbagai tahapan perkembangan ......................................................................................... Pemotongan melintang ovarium ikan lemuru pada berbagai tahap kematangan ............................................................................................. 5 7 11 30 33 33 35 36 37 39 39 41 41 43 44

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 2 3 4 5 6 Ukuran pertama kali ikan lemuru jantan memijah di P.Siberut .............. Ukuran pertama kali ikan lemuru betina memijah di P.Siberut ............... Nilai Gonadal Somatic Indeks (GSI) bulanan ikan lemuru ..................... Data parameter pengukuran sampel bulanan ikan lemuru....................... Fekunditas ikan lemuru TKG 4-6 selama satu tahun............................... Analisa data hubungan fekunditas dengan panjang ikan......................... 50 51 52 53 52 54

PENDAHULUAN

Latar Belakang Ikan tamban (Sardinella lemuru Bleeker 1853) atau lebih dikenal dengan nama lemuru merupakan salah satu ikan pelagis kecil yang terdapat di perairan Indonesia. Ikan ini tersebar mulai dari perairan Laut Cina Selatan, perairan pantai selatan Jawa Timur dan Bali juga tersebar sampai wilayah Indo-Pasifik, barat daya Australia dan barat daya Laut Pasifik (Laut Jawa sampai bagian utara Filipina, Hongkong, Taiwan dan Jepang). Awalnya nama lemuru mewakili beberapa jenis ikan yaitu Sardinella longiceps, Sardinella aurita, Sardinella leiogaster dan Sardinella clupeoides, kemudian berdasarkan (Whitehead, 1985) selanjutnya nama ilmiah untuk lemuru hanya untuk satu spesies yaitu Sardinella lemuru yang dalam bahasa Inggris lebih dikenal dengan nama Bali Sardinella. Lemuru termasuk ikan yang memiliki nilai ekonomis yang cukup menguntungkan. Biasanya hasil tangkapan ikan lemuru dikonsumsi dalam keadaan segar atau dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan dalam bentuk pengalengan, pengeringan, pemindangan dan tepung ikan yang disesuaikan dengan kualitas dari ikan hasil tangkapan. Ikan yang memiliki kualitas terbaik dijadikan produk pengalengan sedangkan ikan yang kualitasnya kurang baik dijadikan tepung ikan untuk bahan pakan ternak. Salah satu produk dari ikan lemuru yang potensial untuk dikembangkan dan memiliki nilai ekonomi tinggi di pasaran internasional adalah minyak ikan lemuru. Minyak ikan memiliki kandungan Omega-3 (O-3) yang tinggi yang dapat digunakan dalam dunia pengobatan sebagai pencegahan dari penyakit jantung. Selain itu ikan lemuru juga digunakan sebagai umpan dalam usaha perikanan long line untuk menangkap ikan tuna (Merta, 1992). Masyarakat di Pulau Siberut memanfaatkan ikan lemuru sebagai kebutuhan pangan secara langsung dalam keadaan segar karena di Siberut belum terdapat usaha pengolahan ikan. Pusat penjualan ikan ini terdapat di Muara Siberut yang merupakan kota kecamatan di wilayah Siberut Selatan. Bagi sebagian besar masyarakat Siberut, lemuru sangat berperan penting dalam memenuhi kebutuhan pangan terutama bagi mereka yang tinggal di daerah hulu sungai yang jauh dari

2 pantai. Selain dari harganya yang cukup terjangkau dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya juga disebabkan karena ketersediaan protein hewani dari ikan yang hidup di sungai kurang berperan dan tidak cukup untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat karena memiliki biomassa yang kecil (Hartoto dan Mulyana, 1997). Suatu rencana pengelolaan perikanan khususnya lemuru saat ini perlu untuk segera dibuat di wilayah perairan pantai Siberut. Hal ini berkaitan dengan potensi dan peluang di masa mendatang bila melihat mulai meningkatnya interest lokal, nasional dan internasional dalam pemanfaatan sumber daya perikanan lemuru menjadi produk yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi, terutama bila diolah menjadi produk minyak ikan. Adanya perencanaan pengelolaan sumber daya perikanan lemuru merupakan inti atau dasar dari lahirnya suatu aturan pengelolaan perikanan yang dapat merupakan suatu peluang untuk meningkatkan kontrol dan tindakan antisipatif terhadap kondisi yang akan dan mungkin terjadi (Elmer, 2001). Proses perencanaan dan pembuatan aturan pengelolaan sumber daya perikanan lemuru harus melibatkan banyak pihak yang terkait. Hal ini berkaitan dengan karakteristik sumber daya perikanan yang khas dan berbeda dengan sumber daya lainnya. Sumber daya perikanan selama masih dalam air tidak dimiliki oleh siapapun, selalu bergerak dan berpindah dari satu tempat ke tempat lainnya, memiliki interaksi yang kuat antar spesies dan kondisi perairan yang tidak statis (Martosubroto, 2001). Kegiatan penangkapan sumber daya perikanan yang besar-besaran dapat menyebabkan terjadinya lebih tangkap ( overfishing). Ada dua pengertian lebih tangkap yaitu lebih tangkap pertumbuhan (growth overfishing) dan lebih tangkap rekruitmen (recruitmen overfishing). Lebih tangkap pertumbuhan terjadi bila ikan kecil/muda ditangkap sebelum mencapai ukuran yang bisa untuk dilakukan penangkapan yang dapat menyebabkan berkurangnya induk ikan yang melakukan pemijahan, sedangkan lebih tangkap rekruitmen terjadi bila ikan dewasa yang akan memijah tertangkap sehingga menyebabkan tidak cukupnya induk-induk ikan untuk menghasilkan ikan- ikan yang muda (Froese, 2004). Salah satu bentuk dari penerapan kebijakan pengelolaan perikanan adalah dengan melakukan beberapa aturan yang mengikat para nelayan dan pihak yang terkait dalam bentuk

3 peraturan daerah. Aturan tersebut mengatur dalam hal pembatasan jumlah armada tangkap, penggunaan ukuran mata jaring yang digunakan, penggunaan jaring yang selektif, pengaturan wilayah dan waktu penangkapan serta penerapan selektivitas pasar (Effendy, 1979, Myers dan Ottensmeyer, 2005). Di dalam proses perencanaan pengelo laan perikanan lemuru maka sebelumnya perlu diketahui beberapa data pendukung yang meliputi data biologi ikan lemuru, data keadaan sosial masyarakat di sekitar perairan (jumlah nelayan, jumlah kapal dan usaha pengolahan ikan) serta mekanisme kontrol dan pengawasan dalam pelaksanaan aturan pengelolaan tersebut. Untuk mengetahui data biologi ikan lemuru maka sebelumnya perlu untuk dilakukan penelitian dan pengkajian mengenai ikan lemuru ini. Data penunjang hasil penelitian yang dapat dijadikan acuan dalam menyusun suatu kebijakan manajemen pengelolaan ikan lemuru adalah dengan mengetahui data biologi reproduksi ikan lemuru dan

ketersediaan (stock ) populasi ikan lemuru di suatu perairan. Dari data tersebut maka dapat diketahui waktu/musim ikan tersebut bereproduksi, rasio antara jantan dan betina saat melakukan pemijahan, panjang dan berat ikan saat mencapai tingkat kematangan gonad dan pada ukuran berapa ikan lemuru terkecil yang boleh ditangkap untuk menjamin pemanfaatan yang lestari. Data pendukung

lainnya yang berkaitan dengan pola reproduksi ikan lemuru adalah aspek lingkungan perairan (suhu, oksigen terlarut, pH dan salinitas). Hal ini berkaitan dengan pola reproduksi ikan lemuru yang dipengaruhi oleh faktor internal (hormon) dan faktor eksternal (sinyal lingkungan). Pola reproduksi adalah aktivitas yang berkaitan dengan fungsi perkembangbiakan ikan termasuk proses pematangan gonad, migrasi dan pembuatan sarang ( Nagahama, 1983), dimana berdasarkan pola reproduksi tersebut proses pemijahan hanya akan terjadi pada kondisi lingkungan perairan yang baik/sesuai untuk dilakukannya proses reproduksi. Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai reproduksi ikan lemuru dan analisa faktor lingkungan di perairan pantai timur Pulau Siberut sebagai suatu upaya dalam mendukung adanya kebijakan pengelolaan perikanan di wilayah ini.

4 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk me mpelajari pola reproduksi ikan lemuru yang hidup di perairan pantai timur Pulau Siberut yang meliputi: 1. 2. 3. 4. hubungan antara tingkat kematangan gonad dengan waktu pemijahan. hubungan antara tingkat kematangan gonad dengan ukuran/bobot ikan. hubungan antara panjang dan berat dengan fekunditas. waktu pemijahan ikan lemuru dalam 1 tahun.

Manfaat Penelitian Hasil penelitian dapat menjadi acuan menyusun rencana kebijakan pengelolaan lemuru di Pulau Siberut, dengan diketahuinya musim pemijahan, ukuran pertama kali memijah, dan pola pemijahannya sehingga pemanfaatan sumber daya perikanan ikan lemuru akan selalu lestari.

Hipotesis Hal yang dapat dijadikan hipotesis pada penelitian ini antara lain: 1. Dominasi tingkat kematangan gonad pada populasi ikan lemuru di Pulau Siberut memiliki korelasi positif dengan musim pemijahan. 2. Dewasa kelamin ikan lemuru di Pulau Siberut memiliki korelasi positif dengan ukuran/bobot ikan. 3. Fekunditas ikan lemuru di Pula u Siberut ditentukan oleh bobot/ukuran ikan.

TINJAUAN PUSTAKA
Ikan lemuru (Sardinella lemuru Bleeker , 1853) Karakteristik Ikan Lemuru Menurut Whitehead (1985), sistematika ikan lemuru adalah: Famili Sub.famili Genus Sub.Genus Spesies : Clupeidae : Clupeinae : Sardinella : Sardinella : Sardinella lemuru

Gambar 1.

Sardinella lemuru yang tertangkap di pantai timur Pulau Siberut

Sebelumnya terdapat perbedaan sistematika dari ikan lemuru terutama pada lemuru yang terdapat di Selat Bali. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa lemuru yang tertangkap di selat tersebut adalah Sardinella longiceps dan penelitian lainnya menyebut nya sebagai Sardinella lemuru. Hal ini terjadi karena adanya kemiripan antara dua spesies tersebut. Berdasarkan hasil identifikasi FAO (Whitehead, 1985) maka ditetapkan bahwa lemuru yang terdapat di Selat Bali dan di wilayah Indonesia termasuk pada Sardinella lemuru Bleeker 1853 (Gaughan dkk., 2000). Lemuru memiliki nama yang berbeda di tiap negara yaitu Bali Sardinella (Inggris), Hwang Tseih (Hong Kong), Hwang Sha-tin (Taiwan). Sardinella lemuru memiliki bentuk badan yang memanjang dengan bentuk perut yang membundar. Panjang kepala 25-29% dari panjang baku, dengan tinggi badan sekitar 27-31%, dan panjang baku maksimum 23 cm. Jari-jari sirip punggung berjumlah 14; jari-jari sirip anal 13-15; jari- jari sirip dada 16; jari- jari sirip perut 9; tulang saring insang bagian bawah jumlahnya 146-166, dan ruas

6 tulang belakang 47-48. Pada bagian dalam insang ada bintik keemasan yang berlanjut dengan warna keemasan pada bagian gurat sisinya disertai adanya bintik hitam di bagian tutup insang. Di Laut Hindia bagian timur dan Pasifik bagian barat, lemuru mudah dibedakan dari semua Clupeid lainnya dengan melihat jumlah jari- jari sirip pectoral, dan sirip pelvicnya. Hal yang membedakan Sardinella lemuru dengan S. longicep adalah bagian kepala yang lebih pendek (26 sampai 29% dari panjang standar; S. longicep 29-35%) dan memiliki selaput insang yang lebih sedikit (77 sampai 188 pada ikan ukuran 6,5 sampai 22 cm; pada S. longiceps 150-253 pada ukuran 8 15.5 cm. Badan S. lemuru berwarna keperakan dengan biru gelap pada bagian belakang (posterior); tidak terdapat bercak gelap pada dasar sirip punggung dan pinggiran tepi sirip ekor berwarna gelap (Whitehead,1985). Tabel 1. Data morfologi dan morfometrik ikan lemuru (Sardinella lemuru Blk.) di perairan pantai timur Pulau Siberut. Morfologi - Tipe mulut terminal - Ekor homocercal Morphometrik : - SL : 16,1 cm - BDP : 3,7 cm - CPL : 1,6 cm - CPD : 1,3 cm - Panjang sebelum sirip dorsal : 8,2 cm - Panjang basis sirip dorsal : 2 cm - Panjang basis sirip ekor : 1,5 cm - Tinggi sirip dorsal : 1 cm - Tinggi sirip ekor : 3,5 cm - Panjang sirip dada : 2,8 cm - Panjang sirip pelvic : 1,4 cm - Sirip dorsal terpanjang : 2,7 cm - Panjang kepala : 4,2 cm - Lebar kepala : 1,7 cm - Panjang snout : 1,4 cm - Lebar suborbital : 1,1 cm - Orbit - sudut preoperculum : 1,3 cm - Diameter mata : 1 cm - Panjang maxilla : 1,2 cm - Lebar bawah kepala : 1,5 cm Meristik :

D.18, C.24, P.18, L.l 46, diatas L.l 4, dibawah L.l 3, sisik melintang sepanjang batang ekor 6, baris branchiostegal 3, ? insang I.3, predorsal 16

7 Karakter morfologi dan morfometri ikan Sardinella yang tertangkap di Pulau Siberut (Tabel 1.) memiliki mulut yang letaknya tepat ada di bagian depan kepala (terminal) dengan cabang sirip ekor yang sama bentuk dan panjang (homocercal). Panjang kepala dan lebar badan sekitar 25-30% dari panjang seluruh tubuhnya. Jumlah linear lateralis adalah 46 yang letaknya ada diantara sisik keempat dari bagian atas tubuh dan sisik ketiga dari bagian bawah tubuh ikan. Jumlah jari-jari sirip punggung berjumlah 18, jari-jari sirip perut 24 dan jarijari sirip dada berjumlah 18.

Habitat Ikan Lemuru Penyebaran ikan lemuru di dunia banyak terdapat di sekitar Asia Tenggara, Asia Timur dan Australia Bagian Barat. Di wilayah Samudera Hindia bagian Timur di sekitar daerah Thailand, Jawa Timur dan Bali dan perairan Australia Barat dan di Samudera Pasifik berdapat di daerah utara Jawa sampai Filipina, Hongkong, Taiwan sampai Selatan Jepang (Gambar 2.).

Gambar 2.

Penyebaran lemuru di dunia ( warna merah (Sardinella lemuru), merah muda (Non S. Lemuru ).

Ikan lemuru hidup di sekitar perairan pantai sehingga relatif toleran terhadap salinitas yang rendah (200 /00 ). Ikan lemuru termasuk pada kelompok ikan pelagis kecil dan biasanya melakukan migrasi dan bergerombol serta memakan phytoplankton dan zooplankton (copepoda). Pembentukan kelompok/bergerombol (schooling) yang besar pada ikan lemuru biasanya pada ukuran ikan yang sama dengan kepadatannya yang tinggi. Ini dilakukan sebagai salah satu strategi ikan

8 lemuru untuk menghindari predator, mencari lingkungan yang sesuai dan karena adanya ketersediaan/kelimpahan pakan. Pada siang hari, kelompok ikan ini dekat dasar perairan sementara ketika malam hari kelompok ikan ini bergerak mendekati permukaan air dengan kelompok-kelompok yang terpisah. Terkadang saat siang hari ketika cuaca mendung ikan ini muncul pula berkelompok di dekat permukaan air. Penangkapan ikan ini biasanya dilakukan pada saat malam hari ketika mendekati permukaan air dibantu dengan cahaya lampu. Jumlah yang besar banyak terdapat di perairan pantai terutama di Selat Bali saat terjadi upwelling di waktu tertentu, banyak ditemukan di perairan teluk dan laguna (Merta dkk., 1999). Pemijahan lemuru terjadi di perairan pantai ketika salinitas rendah pada awal musim penghujan walaupun tempat yang pasti terjadinya pemijahan belum dapat diketahui. Tipe pemijahan ikan lemuru termasuk pada tipe pemijahan ikan yang tidak menjaga telurnya (non guard parental) dan eksternal spawning dimana proses pemijahan terjadi di luar tubuh induknya secara berkelompok. Pada tipe ikan yang melakukan eksternal spawning biasanya memiliki jumlah telur yang banyak yang berkaitan dengan strategi dalam menjaga kelangsungan hidup keturunannya.

Usaha Penangkapan Lemuru Penangkapan ikan lemuru di Indonesia semakin lama semakin meningkat dari tahun ke tahun. Berdasarkan pada data FAO (www. FAO.org), pada tahun 1983 jumlah penangkapan ikan lemuru hanya mencapai 59.980 ton kemudian pada tahun 1999 jumlah penangkapan meningkat mencapai 161.470 ton. Peningkatan usaha penangkapan lemuru meningkat sebanding dengan peningkatan usaha pengolahan lemuru dan penggunaan alat tangkap yang digunakan. Sebagai contoh di Selat Bali dimana saat penggunaan dan berkembangnya alat tangkap purse seine pada tahun 1974 secara jelas memperlihatkan adanya usaha penangkapan yang sangat cepat dan diikuti oleh perkembangan usaha pengalengan ikan dan pembuatan tepung ikan sebagai bahan pakan. Peningkatan usaha penangkapan ikan yang cepat ternyata mempengaruhi struktur umur dan ukuran populasi ikan lemuru di Selat Bali. Hal ini

9 menyebabkan di Selat Bali status perikanan lemuru dalam keadaan ya ng lebih tangkap (overfishing ) berdasarkan pada beberapa model yang telah dikembangkan (Merta, 1999). Overfishing terjadi bila satu spesies ikan tertangkap lebih cepat dibandingkan ikan tersebut dapat melakukan pertumbuhan dan reproduksi. Ada beberapa jenis overfishing yaitu growth overfishing, recruit overfishing, economic overfishing, ecosystem overfishing dan malthusian overfishing. Growth

overfishing adalah suatu keadaan dimana ikan ditangkap sebelum mencapai tahap perkembangan untuk mencapai dewasa. Biasanya terjadi pada ikan yang berumur panjang dan lambat dalam mencapai matang gonad sedangkan recruitment overfishing terjadi bila usaha penangkapan yang dilakukan menurunkan jumlah ikan dewasa (breeding stock ) yang dapat menghasilkan larva dan ikan baru biasanya terjadi pada ikan pelagis yang berukuran kecil dan mengalami kematangan gonad lebih cepat seperti ikan sarden dan teri. Jenis overfishing yang lain adalah yang berkaitan dengan nilai ekonomi dari usaha penangkapan yaitu economic overfishing, yang dapat terjadi bila biaya yang dikeluarkan pada setiap unit penangkapan melebihi nilai ekonomi dari jumlah ikan yang didapat. Pada overfishing ecosystem terjadi berkaitan dengan hubungannya antara satu spesies ikan dengan spesies lain dalam ekosistem secara keseluruhan. Dimana perubahan komposisi dari satu populasi jenis ikan tertentu akan menyebabkan berubahnya komposisi spesies lainnya dalam suatu ekosistem secara keseluruhan, karena berkaitan dengan pola rantai makanan yang terjadi dalam ekosistem tersebut sedangkan malthusian overfishing biasa terjadi pada suatu daerah dengan jumlah nelayan dan usaha penangkapan yang tinggi tetapi tidak ada cukup ikan yang dapat ditangkap. Hal ini mengakibatkan penangkapan ikan dilakukan dengan cara yang illegal (bom, penggunaan potas atau listrik). Biasanya terjadi pada daerah yang populasi penduduknya padat, semakin meningkat populasi manusia maka usaha penangkapan dilakukan lebih tinggi intensitasnya (Fisheries Component, 2001). Untuk menanggulangi dan mengurangi dampak terjadinya overfishing maka ada beberapa langkah yang dapat dilakukan. Langkah- langkah tersebut adalah

dengan menurunkan aktivitas usaha penangkapan, pembuatan aturan pengelolaan

10 perikanan dan mengkombinasikan antara kebijakan pasar dengan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Penurunan aktivitas usaha penangkapan dilakukan ketika akan melakukan rehabilitasi stok ikan tertentu yang telah mengalami overfishing di suatu perairan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan jumlah ikan yang dewasa sehingga meningkatkan populasi/stok ikan di suatu perairan dan mengembalikannya pada kondisi yang normal/seimbang. Pembuatan aturan pengelolaan usaha perikanan dilakukan dengan tujuan untuk membangun kembali populasi ikan yang overfishing sekaligus memperbaiki kondis i lingkungan perairan habitat tempat ikan itu hidup. Aturan yang dapat diterapkan misalnya dengan melakukan penutupan daerah penangkapan ikan dan selektivitas alat tangkap. Penggunaan alat tangkap yang selektif adalah dengan menggunakan alat tangkap yang dapat menangkap ikan pada ukuran yang lebih besar sehingga meningkatkan nilai keberlanjutan populasi ikan. Selektivitas alat tangkap dapat dilakukan dengan meningkatkan ukuran mata jaring, dan penerapan alat yang memungkinkan keluarnya ikan kecil yang tertangkap oleh jaring. Penutupan daerah penangkapan dilakukan berkaitan dengan dibatasinya usaha penangkapan di suatu daerah atau wilayah tempat terjadinya pemijahan ikan di suatu daerah. Ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada ikan dewasa dalam melakukan pemijahan dan memberikan kesempatan hidup kepada ikan yang kecil sehingga rekruitmen terhadap populasi ikan akan bertambah. Hal lain yang dapat dilakukan untuk mengurangi dampak dari overfishing adalah dengan mengkombinasikan antara kebijakan pasar dengan pengelolaan perikanan yang berkelanjutan. Dimana kontrol/penerimaan pasar terhadap usaha perdagangan ikan hanya dilakukan berdasarkan pada ukuran/jenis ikan tertentu yang sesuai dengan ukuran minimal ikan yang dapat menjamin populasi ikan pada kondisi yang berkelanjutan (Wallace dan Fletcher, 1996).

Ikan Lemuru di Siberut Saat ini potensi perikanan secara umum di perairan pantai Pulau Siberut masih baik, nelayan masih mudah untuk mendapatkan ikan hanya dengan menggunakan peralatan tradisional. Masyarakat di Pulau Siberut menyebut ikan lemuru sebagai ikan tamban. Terdapat tiga jenis tamban yang dikenal oleh

11 masyarakat Siberut yaitu tamban duyung (Gambar 1.), tamban keru dan tamban bakau (Gambar 3.). Tamban duyung terdapat di perairan pantai yang agak dalam, tamban bakau terdapat di sekitar hutan bakau di tepi pantai dan tamban keru ditangkap di sekitar muara sungai. Tamban bakau dan keru ditangkap oleh nelayan setempat pada sore hari atau pagi hari dengan menggunakan jaring insang. Ikan tamban duyung memiliki harga yang lebih tinggi dibandingkan dengan tamban keru dan tamban bakau. Selain karena ukurannya relatif lebih besar juga rasanya lebih enak, tetapi untuk nelayan pemancing biasanya menggunakan umpan tamban keru atau tamban bakau dibandingkan dengan tamban duyung karena dagingnya relatif lebih tahan di dalam air. Nelayan di perairan pantai Siberut biasanya menangkap ikan tamban duyung (Sardinella lemuru) saat malam hari dengan mempergunakan jala insang (Gill Net ) yang dihanyutkan atau dengan mempergunakan perahu bagan yang menggunakan jaring angkat (Lift Net ) yang dibantu dengan cahaya lampu. Nelayan yang mempergunakan jaring insang untuk menangkap ikan lemuru biasanya me nggunakan sampan dengan mesin di bawah 15 PK atau dayung dan dioperasionalkan tidak lebih dari 2 orang. Daerah penangkapan nelayan ini hanya terbatas di sekitar pantai. Biasanya nelayan ini mencari gerombolan ikan yang kemudian menghanyutkan/memasang jaringnya memutari kelompok ikan ini

Gambar 3.

Jenis lain ikan tamban (keru dan bakau) yang tertangkap oleh nelayan di P. Siberut

Nelayan yang menggunakan perahu bagan memiliki kapasitas kapal yang cukup besar, biasanya awak kapalnya sekitar 5 orang. Untuk menangkap ikan

12 tamban biasanya digunakan cahaya lampu neon untuk menarik ikan- ikan berkumpul, setelah ikan terkumpul lampu bagan mulai dimatikan satu persatu hingga kelompok ikan mengumpul tepat dibawah jaring, kemudian jaring diangkat ketika jumlah ikan yang mengumpul cukup banyak. Perahu bagan daerah tangkapannya lebih luas jauh dari pantai dan hanya menetap di satu tempat. Aktivitas penangkapan ikan oleh kebanyakan nelayan di Siberut biasanya dilakukan di mulut Teluk Saibi Sarabua yang menghadap ke perairan laut bebas. Di wilayah ini terdapat satu pulau yang cukup besar yang dinamakan Pulau Bugei yang memiliki gugusan terumbu karang dan rumput laut serta lamun. Penangkapan ikan biasanya dilakukan pada malam hari saat matahari mulai terbenam sampai pagi hari atau dilanjutkan sampai tengah hari, tetapi tergantung pada keadaan bulan saat itu atau kemunculan kelompok ikan. Nelayan tidak secara khusus melaut untuk mendapatkan ikan tamban karena tergantung pada musim dan kemunculan kelompok ikan ini.

Perkembangan Gonad Perkembangan gonad ikan sangat berkaitan erat dengan pertumbuhan ikan sehingga faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan juga berpengaruh pada perkembangan gonad. Ada dua tahapan perkembangan gonad yaitu tahap perkembangan gonad ikan menjadi dewasa kelamin (sexually mature) dan tahapan pematangan gamet (gamet maturation). Pada hewan vertebrata termasuk ikan, saat terjadinya kematangan gonad adalah merupakan periode dimana ikan yang muda memiliki kemampuan untuk melakukan reproduksi. Hal ini terjadi dengan teraktivasinya axis hipotalamus- pituitary- gonad (Amer dkk., 2001). Mekanisme pengaturan hormon dalam tahapan gametogenesis pada ikan diatur oleh hormon Pituitary Gonadotropin (GtH) dan steroid hormon dari gonad. Kedua hormon tersebut mengatur proses perkembangan gonad dan proses pematangan gonad. Mekanisme kerja dari hormon tersebut diatur/dipicu oleh keadaan lingkungan (suhu, cahaya matahari) yang memberikan sinyal lingkungan kepada sistem syaraf untuk memulai proses pematangan dari gonad. Adanya sinya l lingkungan tersebut maka efeknya adalah hypotalamus mengeluarkan

13 gonadotropin releasing hormon (GnRH) yang dapat menstimulasi keluarnya hormon Pituitary Gonadotropin (GtH). Pada ikan struktur dari GtH ada dua bentuk yaitu GtH I dan GtH 2 dimana memiliki kesamaan struktur dengan FSH (Folikel Stimulating Hormon) dan LH (Luteinising Hormon) pada mamalia. Hormon GtH I berperan dalam proses spermatogenesis dan vitelogenesis pada ikan sedangkan GtH II berperan dalam proses pematangan oosit/spermatid dan proses ovulasi (Collins dkk., 2001). Pada saat proses perkembangan dan pematangan gonad ikan maka sebagian besar energi pertumbuhan akan dialihkan dari perkembangan sel somatis menjadi pertumbuhan sel gamet. Sehingga pada saat ikan sudah matang gonad bobot gonad pada ikan betina beratnya dapat mencapai 10-25% dari berat tubuhnya sedangkan pada ikan jantan antara 5-10% dari berat tubuhnya (Effendi, 1979). Secara kuantitatif tingkat perkembangan gonad ini dapat dihitung dengan mengunakan Gonadal Somatic Index (GSI). Semakin tinggi perkembangan gonad maka perbandingan antara berat tubuh dan gonad semakin besar yang diperlihatkan dengan nilai GSI yang besar, semakin besar nilai GSI maka dapat dijadikan indikator semakin dekatnya waktu pemijahan. Pengaturan sex kelamin pada hewan mama lia dan sebagian besar ikan ditentukan oleh faktor genetik. Adanya kromosom Y merupakan faktor penyebab berkembangnya testis, bila tidak ada kromosom Y maka gonad akan berkembang menjadi ovarium. Sperma secara umum merupakan sel heterozigotik (XY) yang merupakan pasangan genotip yang berbeda sedangkan telur merupakan sel homozigotik (XX). Kromosom yang menentukan dalam pembentukan sex dari keturunan yang dihasilkan ditentukan oleh kromosom dari sperma (Y). Bila kromosom- X dari sperma yang bertemu dengan kromosom-X dari telur maka keturunan yang dihasilkan adalah betina, bila yang bertemu adalah kromosom-Y maka keturunannya adalah jantan (Viveiros dkk., 2001).

Perkembangan Testis Testis adalah organ tempat terjadinya proses produksi spermatozoa. Pada ikan golongan teleost, testis terdiri dari sepasang organ yang terletak pada bagian bawah dari gelembung renang di bagian atas dari usus dan ada di belakang ginjal.

14 Pada induk jantan yang matang anterior testisnya berisi volume dari sperma. Pada bagian belakang dari masing- masing testis terbentuk saluran sperma yang menuju bagian genital papila. Testis terdiri dari seminiferous tubules dan aliran darah. Pada Teleost ada dua tipe dasar struktur testis yaitu tipe lobular dan tipe tubular (Nagahama,1983). Testis terdiri dari banyak lobul yang saling terpisah oleh jaringan penghubung. Pada tiap lobul diselimuti oleh tunica albuginea dengan lapisan otot yang halus. Leydig sel tersebar pada lapisan tubulus seminiferus yang merupakan sel yang memproduksi hormon androgen yang merangsang pertumbuhan karakter seksual sekunder dan melepaskan spermatozoa pada saat musim pemijahan. Sel sertoli terletak antara sel spermatogenik dalam tubulus seminiferus yang merupakan suplai nutrien bagi sperma.. Perkembangan sel dalam testis tidak mengalami perubahan yang berarti, saat terjadi proses spematogenesis tidak memperlihatkan perubahan yang nyata dibandingkan pada proses oogenesis di ovarium. Saat spematogenesis sel dalam testis hanya mengalami perubahan dari bentuk dari sel spermatogonia menjadi spermatozoa. Peningkatan volume terjadi di dalam testis saat proses pematangan sel yang berhubungan dengan tubulus seminiferus yang berisi spermatozoa yang densitasnya meningkat dan biasanya terjadi saat mendekati musim pemijahan. Spermatogenesis terbagi menjadi dua tahapan proses yaitu

spermatositogenesis dan spermiogenesis. Proses ini terjadi di sepanjang tubulus dengan berbagai macam tahapan perkembangan. Spermatogenesis terjadi di lobular atau tubular dalam kista yang berisi sel primer spermatogonia. Kista tersebut dibentuk oleh sel somatik sertoli yang menempel pada sel primer spermatogonia. Ketika proses spermatogenesis berkembang, kista membesar dan akhirnya luluh melepaskan sperma pada lobular lumen dan bergerak ke kantung sperma. Tahap yang berbeda pada proses spermatogenesis ditentukan dari karakter struktural dari germ cell dan keadaan inti selnya. Spermatogonia primer melakukan pembelahan mitosis untuk membentuk spermatogonia sekunder yang berbentuk sel kista. Spermatogonia sekunder kemudian membentuk spermatosit primer yang kemudian melakukan pembelahan miosis I untuk membentuk spermatosit sekunder. Pada tahapan ini terjadi proses spermatositogenesis.

15 Spermatid yang terbentuk dari spermatosit sekunder melalui pembelahan miosis II kemudian berkembang menjadi spermatozoa melalui proses spermiogenesis. Saat proses spermiogenesis ini tidak terjadi pembelahan sel hanya terjadi perubahan struktur sperma sehingga menjadi bagian kepala, leher dan ekor. Pada akhir spermiogenesis, sel kista luluh dan melepaskan spermatozoa pada lumen lobul dalam testis (Billard, 1992). Proses spermatogenesis diatur oleh hormon gonadotropin dan hormon testis (androgen). Gonadotropin menstimulasi pembentukan androgen oleh Leydig sel dan kemudian mengkontrol proses spermatogenesis dan spermiasi. Pada kebanyakan spesies teleost jenis steroid androgennya adalah 11-ketotestosterone, saat spermatogene sis jumlah hormon androgen ini meningkat sampai pada tahap akhir proses spermatogenesis dan proses pemijahan (Amer dkk., 2001). Di dalam testis dan salurannya (seminal vesicle) juga terdapat jenis hormon steroid lain yang dapat membantu proses pemijahan terjadi yaitu jenis hormon steroid glucuronides. Hormon ini berperan sebagai sex pheromon yang dapat menstimulasi perkembangan ovarium pada ikan betina, meningkatkan

responsifitas pemijahan dan membantu terjadinya ovulasi saat terjadinya pemijahan (Viveiros dkk., 2001)

Perkembangan Ovarium Pada ikan dewasa, ovarium secara umum berjumlah sepasang yang

menempel pada rongga tubuh (body cavity). Oosit yang berkembang terletak di tengah dalam lapisan folikel yang dilindungi oleh suatu lapisan sel yang memproduksi steroid. Lapisan folikel terdiri dari lapisan dalam yaitu lapisan granulose dan lapisan luar yang disebut dengan sel theca. Lapisan theca dan sel granulose dipisahkan oleh membran sel. Di antara lapisan luar oosit dan sel granulose dipisahkan oleh lapisan yang disebut dengan zona radiata atau lapisan telur. Selama perkembangan telur, lapisan protein zona r adiata dihasilkan dari plasma darah dan disimpan pada lapisan ini. Saat yang sama maka oosit diisi oleh protein kuning telur (lipovitellin, phosvitin) yang diturunkan dari vitelogenin (Vtg). Kedua protein telur yaitu protein zona radiata dan protein vitelogenin merupakan protein yang penting dalam pembentukan kematangan telur, kedua

16 protein ini disintesa di liver dengan pengaturan dari endokrin melalui axis hypothalamus-pituitary- gonad- liver (Arukwe dkk., 2003). Ikan rata-rata memiliki ukuran dan jumlah telur yang besar bila dibandingkan dengan hewan lain. Hal ini berkaitan dengan strategi ikan dalam menjaga kelangsungan hidup generasi selanjutnya. Proses pembentukan, perkembangan dan maturasi dari gamet betina yang disebut sebagai proses oogenesis merupakan suatu proses yang berkaitan dengan sistem hormon dalam tubuh yang dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Perkembangan oosit dalam

ovarium melewati beberapa tahapan, secara umum dalam kelompok ikan teleost ada 4 tahapan yaitu perkembangan sel primer, cortical alveoli atau pembentukan kuning telur, proses vitelogenesis dan pematangan. Oosit dalam tahapan

perkembangan sel primer tidak mengandung kuning telur. Pada tahapan Cortical alveoli ditandai dengan pembentukan protein telur dalam sitoplasma yang menandai akan berkembanganya telur pada tahap selanjutnya. Dengan berkembangan oosit maka cortical alveoli akan berkembang dalam bentuk dan ukuran dengan melepaskan isinya dalam membran perivitelin di dalam membran telur selama proses pembentukan telur. Pada ikan yang memiliki lipid globule juga akan terkumpul pada tahapan ini dalam sitoplasma. Tahapan vitelogenesis ditandai dengan adanya kuning telur dalam sitoplasma oosit. Oosit berkembang akibat adanya akumulasi kuning telur dalam sitoplasma. Vitelogenesis akan berkembang secara penuh dan kemudian mengalami maturasi dan ovulasi karena adanya pengaruh hormonal. Tahapan pematangan telur ditandai dengan migrasinya inti sel ke daerah lubang mikrofil (animal pole). Ketika nukleus telah bermigrasi maka tahapan pembelahan meiotik pertama terjadi. Tahapan hidrasi akan terjadi saat pematangan akhir ketika mendekati proses ovulasi yang terjadi dengan adanya uptake cairan oleh oosit. Setelah terjadi ovulasi maka selanjutnya akan terjadi proses pembelahan meiotik kedua dan oosit telah menjadi telur secara sempurna dan siap untuk dibuahi (Murua dan Kraus, 2003). Secara histologis perkembangan telur mengalami beberapa tahapan yaitu: 1. Fase previtelogenik dimana pertumbuhan telur berjalan lambat dengan hanya terjadi sedikit perubahan sitoplasma. Nukleus yang mengandung satu

17 nukleolus kemudian berkembang dan terbentuk ribonuklear yang

mengandung inti dari telur (Balbianis vitelline body). 2. Fase vitelogenik ditandai dengan pertumbuan yang cepat dan terjadinya penyimpanan sebagian besar kuning telur dalam ooplasma. Saat akhir proses vitelogenik atau saat awal dari maturasi akhir, germinal vesicle (nukleus) yang saat awal berada di tengah bergerak ke arah tepi mendekati mikrofil. Tabel 2. Beberapa strategi reproduksi pada spesies ikan laut ( Murua dan Sabarido, 2003). STRATEGI REPRODUKSI I. Jumlah Pemijahan a. Semelparous (memijah sekali kemudian mati) b. Itoroparous (pemijahan lebih dari satu kali) II. Tipe Pemijahan a. Total spawner (telur diovulasi seluruhnya pada saat musim pemijahan) b.Partial spawner (telur diovulasi bertahap dalam satu musim pemijahan) III.Sistem perkawinan a.Promiscus (kedua jenis bersamaan dalam satu musim pemijahan/massal) b.Polygamus (1 jantan untuk beberapa betina) IV. Sistem Sex a.Gonochoristic (tidak pernah berubah sex) b.Hermaphrodit (sex berubah saat matang gonad) V. Tempat Pemijahan a.Tidak ada persiapan b.Ada persiapan (pembuatan sarang) VI.Tempat terjadinya Fertilisasi VII. Perkembangan Embrio a.External (di luar tubuh ikan) b.Internal (di dalam tubuh ikan a.Ovipar (berkembang di luar tubuh induk) b.Vivipar (berkembang dalam tubuh induk) VIII. Parental Care a.Non parental care (tidak ada penjagaan telur/embrio/larva oleh induk) b.Parental care (ada penjagaan telur oleh induk)

Pada spesies ikan jumlah oosit (fekunditas), perkembangan oosit dan tipe pemijahan yang berbeda-beda antar spesies merupakan strategi reproduksi yang

18 dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan gen. Tiap spesies ikan memiliki strategi reproduksi yang berbeda-beda (Tabel 2.). Hal ini sangat berhubungan dengan sistem pemijahan, jumlah partner, habitat dan waktu pemijahan. Strategi reproduksi yang dilakukan oleh ikan tujuannya adalah untuk memaksimalkan kelangsungan hidup dari keturunannya yang berhubungan dengan ketersediaan energi dan umur dari induknya. Pada kebanyakan spesies ikan yang hidup di laut jenis strategi yang dikembangkan meliputi tipe pemijahan iteroparous dimana pemijahan dilakukan lebih dari satu kali ovulasi, gonochoristic yang mengambarkan bahwa antara ikan jantan dan betina terpisah organ kelaminnya dan proses terjadinya pemijahan di luar tubuh induknya tanpa adanya penjagaan oleh induk (parental care). Berdasarkan pada perkembangan diameter telur maka ada beberapa jenis tipe perkembangan oosit pada ikan, yaitu: (Murua dan Kraus, 2003) 1. Tipe perkembangan synchronous, semua oosit berkembang dan terovulasi pada saat yang sama. Biasanya terjadi pada ikan yang memijah satu kali kemudian mati, contohnya terjadi pada ikan Salmon dan Sidat. Frekuensi diameter oosit ditandai dengan kurva satu puncak (single bell curve). 2. Tipe perkembangan group-synchronous, ditandai dengan adanya dua

populasi oosit pada satu waktu. Satu populasi ukuran oositnya lebih besar dan homogen dan populasi yang kedua ukurannya lebih lebih heterogen. Populasi telur dengan diameter yang terbesar akan diovulasi pada saat musim pemijahan, sedangkan populasinya akan diovulasi pada musim pemijahan selanjutnya dalam rentang waktu yang cukup lama. Biasanya terjadi pada ikan yang musim pemijahannya pendek. 3. Tipe perkembangan asynchronous, oosit dari setiap tahap perkembangan dan berbagai ukuran diameter ada dalam telur dan tidak ditandai dengan populasi yang dominan. Ketika proses pematangan terjadi maka akan tampak adanya perbedaan ukuran diameter telur terutama telur tahap hidrasi dan pengumpulan kuning telur. Biasanya terjadi pada spesies yang memiliki musim pemijahan relatif panjang/berlanjut dan proses pematangan dan ovulasi sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan.

19 Keadaan Umum P. Siberut Pulau Siberut terletak pada 080-200 lintang selatan dan 9860-9940 lintang timur dengan luas keseluruhan 4.030 km. Pulau ini terletak 150 km dari pantai barat pulau Sumatera dan terletak di Samudera Hindia yang dipisahkan oleh Selat Mentawai. Pulau Siberut merupakan pulau terbesar dari gugusan Kepulauan Mentawai yang masih memiliki potensi flora dan fauna yang masih baik dibandingkan pulau lainnya. Pulau ini memiliki iklim yang panas dan lembab dengan temperatur berkisar antara 220 C-310C dan kelembaban sekitar 81-85%. Sementara kecepatan angin rata-rata 24-34 km per detik dan jumlah sinar matahari tahunan sebanyak 1290 jam per tahun. Perbedaan musim diakibatkan oleh monsoon dan perubahan iklim inter-tropikal. Curah hujan yang tinggi terjadi pada bulan April dan September dengan curah hujan sebesar 643 mm sedangkan curah hujan yang rendah terjadi pada bulan Juni dengan curah hujan sekitar 111 mm (LIPI, 1995). Topografi Pulau Siberut memiliki bentuk yang berbeda pada kedua sisi pantainya. Di bagian pantai timur yang menghadap Pulau Sumatera garis pantainya tidak beraturan dengan arus/gelombang laut yang tidak terlalu besar walaupun terkadang mengalami badai dan gelombang yang cukup besar. Di pantai timur ini banyak terdapat teluk, gugusan terumbu karang dan hampir seluruh pantai timur ditutupi juga oleh hutan bakau yang luas, sedangkan di bagian pantai barat yang menghadap Samudera Hindia memiliki gelombang dan arus laut yang besar, sehingga terbentuk garis pantai yang relatif lurus dengan dinding batu yang terjal atau pantai yang luas serta sedikit sekali terdapat hutan bakau (WWF, 1980). Salah satu teluk yang terdapat di bagian timur Pulau Siberut adalah Teluk Saibi Sarabua yang merupakan bagian dari Kecamatan Siberut Selatan. Perairan Teluk Saibi termasuk pada bagian dari perairan laut Selat Mentawai. Selat ini memiliki kedalaman laut sekitar 1,5 km yang terkadang keadaan angin dan arusnya cukup besar. Luas kawasan teluk ini sekitar 1851 ha dengan dasar perairan berupa lumpur dengan sedikit patahan karang mati serta patahan ranting dan buah dari vegetasi bakau. Berdasarkan penelitian Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan Universitas Bung Hatta (1999) kondisi hutan bakau di Teluk Saibi Sarabua masih cukup baik dengan luas sekitar 698 ha dengan ketebalan 130 sampai 310 meter dengan tumbuhan dominan Rhizopora

20 mucronata dan Rhozopora apiculata. Spesies plankton yang banyak ditemukan antara lain dari kelompok diatom, larva crustacea, Cyanophyceae dan Dinoflagellata. Di kawasan Teluk Saibi Sarabua juga terdapat koloni terumbu karang jenis Acrapora, Montipora, Pavona, dan Porites. Rumput laut juga terdapat di perairan ini terdiri dari tiga kelas yaitu Chlorophyceae (alga hijau) spesies Caulerpa cupressiodes, Halimeda sp, Bornitella nitida. Kelas Phaeophyceae (alga coklat) spesies Padina australis dan kelas Phodophyceae (alga merah) spesies Gracilaria eucheumiodes dan Eucheuma serr. Tabel 3. Parameter kualitas air di perairan P. Siberut (Puslit Bung Hatta (1999) Parameter 1 DO (ppm) CO2 (ppm) pH (unit) Salinitas (ppt) Suhu (0 C) Transparansi(m) Pospat (ppm) Nitrat (ppm) 7,4 2,6 7.5 32 28 7 0.45 6.73 2 7,8 4,4 7.4 32 30 7 0.8 8.8 3 8,2 2,6 7.7 33 30 7.5 0.45 6.34 4 8,4 2,6 7.7 34 31 8 0.35 0.09 Stasiun 5 7,1 4,4 7.6 33 29 7 0.45 7.57 6 8,2 4,4 7.6 33 30 8 0.45 14.2 7 8,4 1,76 7.7 33 30 8 0.45 1.75 8 7,6 2,6 7.5 32 29 7 0.7 0.09 9 8,2 1,76 7.8 34 31 10 2.3 2.58

Bila dilihat dari parameter pengukuran lingkungan (Tabel 3.) maka dapat dikatakan bahwa kondisi perairan di Teluk Saibi Sarabua berada pada kondisi yang normal dan optimal bagi kelangsungan hidup ikan. Batasan kualitas baku air laut yang dapat digunakan dalam kegiatan pengembangbiakan ikan masingmasing untuk Nitrat, Posfat, DO, CO2, dan pH adalah 0-3 ppm, 0.01-3 ppm, 5-7 ppm, 0-10 ppm dan 6-8 (Swan, 1997). Walaupun salinitas berada pada kisaran yang cukup tinggi akan tetapi masih pada batas kondisi yang baik, walaupun terjadinya proses pemijahan tidak terjadi di sekitar perairan ini karena pemijahan ikan lemuru biasanya terjadi pada salinitas yang rendah (Merta, 1992).

21 Parameter Lingkungan Oksigen Oksigen merupakan parameter lingkungan yang paling penting bagi organisme yang hidup di suatu perairan. Organisme perairan memanfaatkan oksigen dalam bentuk oksigen yang terlarut dalam air. Kadar oksigen terlarut

yang rendah atau terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya gangguan fisiologi pada ikan yang pada akhirnya dapat menyebabkan kematian. Konsentrasi oksigen di perairan berada pada kondisi yang baik bila kandungannya berada pada kisaran 6-8 ppm, pada kondisi oksigen yang kurang dari 3 ppm dapat menyebabkan kematian pada ikan. Jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh ikan tergantung pada ukuran ikan, feeding rate, aktivitas ikan dan suhu perairan. Ikan yang kecil (larva) mengkonsumsi oksigen lebih banyak dibandingkan dengan ikan yang lebih besar karena tingkat metabolisme larva ikan lebih tinggi (Swan, 1997). Organisme perairan termasuk ikan menggunakan oksigen terlaruh (O 2 ) yang masuk ke dalam air melalui proses fotosintesis dan atmosfer. Oksigen dari atmosfer masuk ke dalam perairan melalui proses difusi, dimana molekul gas oksigen masuk ke dalam air akibat dari tekanan udara. Alga, plankton dan tumbuhan air menyediakan oksigen terlarut dalam air melalui proses fotosintesis.. Tumbuhan air tersebut menggunakan cahaya ma tahari dan karbondioksida untuk menghasilkan energi untuk proses pertumbuhan dan kemudian melepaskan oksigen dalam perairan. Proses fotosintesis dipengaruhi oleh cahaya matahari yang masuk ke dalam perairan. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus perairan sangat ditentukan oleh kecerahan badan air tersebut. Turbiditas adalah suatu nilai yang dapat digunakan untuk mengetahui berapa banyak cahaya matahari yang dapat menembus lapisan air. Pada suatu perairan yang memiliki nilai turbiditas yang tinggi memyebabkan kemampuan cahaya matahari untuk masuk ke dalam air menjadi rendah. Akibatnya proses fotosintesis yang dilakukan oleh plankton menjadi rendah. Nilai turbiditas yang tinggi tersebut dapat diakibatkan oleh melimpahnya detritus, jasad renik dan tanah yang terlarut dalam air (suspended soil). Konsentrasi Dissolve Oxygen (DO) dalam perairan bervariasi berdasarkan waktu yang dipengaruhi oleh faktor fisika, biologi dan kimia perairan. Faktor fisik

22 yang mengatur DO adalah suhu, tekanan atmosfer dan salinitas. Ketika suhu dan salinitas meningkat kemudian tekanan atmosfer menurun maka DO akan menurun. Ketika suhu perairan meningkat satu derajat celsius maka akan menurunkan oksigen terlarut sekitar 10%. Pada perairan yang memiliki suhu lebih tinggi memiliki kandungan oksigen yang lebih rendah dibandingkan dengan dengan perairan yang suhunya lebih rendah. Bila dihubungan dengan ketinggian daerah (altitude) maka pada daerah yang lebih tinggi kandungan oksigen dalam perairan menjadi lebih rendah. Faktor biologi yang mengatur DO adalah dengan adanya tumbuhan perairan (plankton) yang melakukan proses fotosintesis dan tumbuhan serta hewan yang melakukan proses respirasi sehingga ketersediaan oksigen dalam perairan dipengaruhi oleh intensitas cahaya, dan aktivitas dari organisme yang hidup dalam perairan tersebut (Michael, 1997). Pada konsentasi DO yang rendah dibawah 3 ppm (hypoxia) secara langsung dapat menyebabkan terjadinya gangguan gametogenesis pada ikan. Gangguan terjadi pada sistem kerja hormon gonad yang tidak bekerja akibat terjadinya perubahan kondisi lingkungan perairan. Sistem kerja hormon sangat dipengaruhi oleh kondisi oksigen terlarut sehingga merupakan stressor utama yang mengatur sistem kerja dari h ormon selain itu juga dipengaruhi oleh panas dan luasan dari habitat ikan itu sendiri. Perubahan konsentrasi DO di suatu perairan dapat disebabkan oleh proses eutrofikasi yang disatu sisi memberikan suplai nutrisi bagi plankton tetapi disisi lain menyebabkan perubahan kondisi lingkungan perairan berupa penurunan DO. Penelitian yang dilakukan pada ikan mas dengan menempatkannya pada tempat yang memiliki DO 1 mg/L selama dua bulan menyebabkan hormon estradiol dan testosteron me nurun sebanyak 20% dibandingan dengan ikan yang ditempatkan pada kondisi normal (DO 7 mg/L). Gonadal somatic indeks juga mengalami penurunan 50% pada ikan jantan dan 30% pada ikan betina. Demikian juga terjadi gangguan pada perkembangan sperma dan telur. Telur yang berasal dari induk yang hidup di perairan yang kurang oksigen memiliki kandungan kuning telur yang lebih sedikit dan spermanya mengalami penurunan motilitas (Janssen, 2005).

23 Suhu Suhu merupakan faktor fisik kedua yang penting setelah oksigen. Suhu mengatur pertumbuhan, reproduksi dan kelangsungan hidup ikan. Setiap spesies memiliki batasan optimal suhu untuk melakukan pertumbuhan, pada kisaran suhu yang berfluktuasi terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya gangguan fisiologis pada ikan yang dapat menyebabkan kerentanan terhadap penyakit bahkan kematian. Suhu perairan mengatur proses metabolisme dari organisme yang hidup di dalamnya terutama ikan. Hal ini terkait dengan ikan yang merupakan hewan berdarah dingin dimana proses metabolisme dipengaruhi oleh suhu perairan. Pada ikan yang hidup di perairan dingin maka proses metabolisme berjalan lebih lambat dibandingkan dengan ikan yang hidup di perairan yang lebih panas. Akibatnya proses pertumbuhan dan perkembangan ikan yang hidup di perairan yang dingin berjalan lebih lambat. Suhu juga dapat menjadi faktor pemicu terjadinya pemijahan pada ikan akibat teraktivasinya hormon dalam tubuh ikan. Penentuan tingkat kelarutan gas dalam air juga dipengaruhi oleh suhu dimana pada suhu yang lebih dingin maka kelarutan gas dalam air akan lebih tinggi. Suhu perairan dipengaruhi oleh panas yang berasal dari cahaya matahari dan suhu udara yang ada di sekitar perairan. Suhu perairan lebih stabil dibandingkan dengan suhu udara, dimana panas lebih lama tertahan dalam air dibandingkan dengan udara. Densitas air sangat dipengaruhi oleh suhu, dimana pada suhu 40 C densitas air berada pada nilai maksimum. Pada suhu diatas atau dibawah 40 C maka densitas air akan berkurang, hal ini menyebabkan di suatu perairan terjadi stratifikasi suhu. Di permukaan air saat keadaan cuaca normal suhunya lebih

tinggi dibandingkan denga n suhu di dasar perairan. Adanya stratifikasi suhu memungkinkan terjadinya proses penggabungan antara dua lapisan perairan. Peristiwa terjadinya penggabungan/mixing antara lapisan atas dan lapisan bawah dari suatu perairan disebut dengan peristiwa turn ov er (pada danau) dan up welling (di laut). Peristiwa turnover dan upwelling terjadi karena adanya perubahan suhu yang cepat di permukaan air yang diakibatkan oleh angin atau hujan sehingga permukaan air menjadi lebih dingin dibandingkan dengan dasar perairan. Pada

24 kondisi suhu yang dingin maka kepadatan/densitas air menjadi lebih berat

dibandingkan dengan densitas lapisan air yang ada di dasar perairan. Akibatnya maka terjadi pergerakan lapisan perairan, lapisan permukaan bergerak ke bawah/dasar perairan dan air di dasar perairan menuju ke permukaan air (Florida Lakewatch, 2004). Akibat dari hal tersebut maka ada beberapa kondisi yang terjadi: 1. Lapisan dasar perairan yang bergerak ke arah permukaan memiliki kandungan oksigen terlarut yang kecil. Di perairan danau hal ini dapat menyebabkan terjadi kematian ikan secara massal akibat dari berubahnya kandungan oksigen terlarut pada seluruh lapisan permukaan air. Saat terjadi turn over lapisan dasar perairan juga membawa suspended solid yang banyak mengandung bahan-bahan non organik yang berbahaya bagi mahluk hidup di suatu perairan. 2. Di laut peristiwa terjadi up welling merupakan faktor yang penting bagi ikan, dimana proses terjadinya up welling memberikan kesuburan bagi kondisi perairan. Hal ini terjadi karena dasar perairan yang naik menuju permukaan banyak membawa zat-zat organik yang merupakan bahan yang dibutuhkan dalam proses fotosintesis oleh plankton. Sehingga pada kondisi up welling di laut secara langsung juga terjadi peningkatan densitas dari plankton. Berbeda dengan di perairan danau karena luasan perairan lebih luas maka proses up welling tidak menyebabkan kematian massal pada ikan.

pH (Derajat Keasaman) Adalah ukuran keasaman yang terdapat dalam air. Jumlah ion hidrogen (H+) dalam air akan menentukan apakah air tersebut asam atau basa. Nilai kisaran pH adalah antara 1 hingga 14. Pada kondisi pH yang normal nilainya adalah 7, pada kondisi yang asam nilainya dibawah 7 dan kondisi yang basa nilainnya diatas 7. Kondisi pH yang baik untuk perkembangan ikan antara 6.5 hingga 9. Tingkat pH dalam air berfluktuasi dipengaruhi oleh perolehan dan pengeluaran CO2 selama proses fotosintesis dan respirasi. Tingkat keasaman (pH) perairan akan sangat rendah saat sore hari dan akan tinggi saat tengah hari.

25 Pada kondisi asam (pH 4) merupakan kondisi letal bagi ikan. Pada kondisi tersebut menyebabkan ikan melakukan proses pengaturan kesetimbangan asam dalam tubuhnya agar tubuh tetap pada kondisi pH yang normal. Keseimbangan yang dilakukan oleh ikan adalah dengan mengambil ion bikarbonat (HCO3 ) dari perairan oleh sel klorida yang ada pada sel insang sehingga ion hidrogen ternetralisir. Akibatnya pada proses tersebut maka tubuh ikan menjadi kehilangan ion sodium (Na+) dan Clorida (Cl- ) dan tekanan osmotik dari plasma tubuh juga menurun sehingga bila terjadi terus menerus dapat menyebabkan kematian pada ikan (Ikuta dkk., 2000). Kerusakan sel yang terjadi pada ikan yang matang gonad ketika kondisi perairan berada pada kondisi asam adalah terjadinya malformasi dari embrio yang dihasilkan. Pada level hormon juga terjadi abnormalitas ketika ikan matang gonad hidup di perairan yang pH nya rendah. Hal ini terkait dengan terganggunya proses sistem syaraf endokrin pada saat terjadi proses reproduksi. Beberapa hal yang terjadi pada ikan salmon yang hidup di perairan yang asam adalah sebagai berikut : (Edward dkk, 2005) 1. Pada kondis perairan yang pH-nya 6 maka akan terjadi penuruna n proses terjadinya migrasi, terganggunya pola pemijahan, fungsi kelenjar thyroid ikan, feeding behaviour dan tingkat pertumbuhan dari ikan. 2. Pada kondisi sub- letal (pH 5) menyebabkan terjadinya kegagalan dalam proses ketahanan terhadap penyakit dan reproduksi akibat berubahnya mekanisme fisiologis ikan dari system hormon. Pada ikan yang dewasa juga menyebabkan terjadinya gangguan reproduksi akibat dari terganggunya beberapa proses vitelogenesis selama proses oogenesis. Vitelogenesis yang terjadi di liver mekanisme kerjanya distimulasi ole h hormon estrogen. Ketika hormon estrogen menurun maka proses vitelogenesis juga akan menurun. 3. Pada kondisi pH 4 menyebabkan terjadinya proses regulasi kesetimbangan oleh sel klorida yang ada di insang yang mengakibatkan berubahnya kesetimbangan dan NaCl yang ada dalam tubuh ikan sehingga dapat menyebabkan kematian.

MATERI DAN METODE


Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2004 sampai Mei 2005 di perairan pantai timur Pulau Siberut yang termasuk pada perairan Selat Mentawai yang memisahkan Kepulauan Mentawai dengan Pulau Sumatera di propinsi Sumatera Barat.

Bahan dan Alat Materi penelitian adalah ikan lemuru (Sardinella lemuru Blk.) sebanyak minimal 50 ekor setiap bulannya. Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah larutan Bouin, larutan Gibson, Pikrokarmin, Formalin 5%, Alkohol, Parafin, Xylol, Air, Minyak Imersi, Eosin, Hot Plate, Water Bath, Alat Sexio, Microtom, Neraca Analitis dengan ketelitian 0,1 gr, Mikroskop Stereo Binokuler, Jangka Sorong dengan ketelitian 0,05 mm, kamera, perahu motor, dan jaring ikan.

Metode Penelitian Penelitian dilakukan dalam dua kelompok pengamatan, yaitu pengukuran komposisi ukuran panjang dengan tingkat kematangan gonad (TKG) bulanan dalam satu tahun dan mengetahui tahapan gametogenesis melalui analisa preparat histologis gonad.

Pengukuran Komposisi Panjang dengan TKG bulanan dalam 1 tahun Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel ikan lemuru satu kali setiap bulannya selama satu tahun. Sampel ikan yang diamati jumlahnya berdasarkan hasil tangkapan yang didapat pada saat pengambilan sampel dengan jumlah minimal 50 ekor ikan tanpa membedakan ukuran dan jenis kelamin ikan. Untuk pengamatan nisbah kelamin, panjang dan berat ikan serta tingkat kematangan gonad jumlah sampel yang diukur dan diamati adalah jumlah sampel total setiap bulannya.

27 Parameter pengamatan untuk mendapatkan data reproduksi meliputi: 1. Panjang dan berat ikan. Panjang diukur dengan alat pengukur (jangk a sorong). Pengukuran dilakukan mulai dari ujung mulut ikan sampai pada bagian ujung pangkal sirip ekor (Fork Length 0,1 mm). Hasil pengukuran panjang kemudian dilakukan pengkelasan dengan interval kelas 10 mm. Pengukuran berat ikan dilakukan berdasarkan pada berat basah dan diukur dengan menggunakan neraca analitis ( W 0,1 g). 2. Nisbah Kelamin dan Perkembangan Gonad Data diperoleh dengan cara membedah ikan pada bagian perut kemudian dilihat jenis gonadnya apakah testis atau ovarium. Nisbah kelamin dihitung berdasarkan pada ukuran panjang ikan dan berdasarkan waktu (bulan). Pengamatan tingkat kematangan gonad secara makroskopis didasarkan pada pengamatan TKG menurut (Gaughan dkk., 2000) adalah sebagai berikut: Tahap 1 Dara (Immature ) Gonad kecil, struktur belum jelas dan sulit untuk membedakan jenis kelaminnya disebabkan ukurannya yang kecil dan struktur gonad yang belum jelas. Tahap 2 Istirahat (Inaktif) Gonad sangat kecil tetapi masih bisa ditentukan jenis kelaminnya. Gonadnya lembut dan warnanya merah. Tahap 3 Aktif (Developing) Gonad mengisi sekitar 2/3 dari panjang rongga perut; warnanya kuning-orange. Telur masih sulit untuk dilihat dengan mata. Tahap 4 Siap Mijah I Telur terlihat sangat besar dan mengisi lebih dari 2/3 rongga tubuh. Warnanya menjadi orange-kemerahan dan oosit terlihat oleh mata. Tahap 5 Siap Mijah II Oosit muncul dan mengisi hampir seluruh rongga perut ikan. Telur dapat dengan mudah terlihat dalam gonad dengan melakukan pijatan dengan jari. Tahap 6 Mijah-Salin (Partially-Spent) Gonad memiliki bentuk yang mengeras dan berwarna merah. Masih mengisi setengah sampai 2/3 dari rongga perut. Telur masih dapat terlihat.

28 Tahap 7 Salin I (Recently Spent ) Ukuran gonad mengecil dan oosit tidak terlihat lagi. Gonad sangat lembek dan masih berwarna merah. Ukurannya mengisi setengah rongga perut. Tahap 8 Salin II (Spent) Gonad berwarna merah dengan haemorrhaging terlihat. Sangat lembek dan hanya setengah dari panjang rongga tubuh. Tahap 9 Tidak aktif (Inaktif) Gonad sangat kecil, kurang dari setengah panjang rongga tubuh, berwarna merah dan sangat lembek. 3. Fekunditas dan diameter telur Pengukuran fekunditas dan diameter telur dilakukan pada gonad tahap 4 dan tahap 6. Sampel telur diawetkan dengan larutan Gibson dan kemudian dihitung dengan menggunakan alat hitung. Untuk pengukuran diameter telur dilakukan dengan mikroskop yang dilengkapi mikrometer dengan jumlah sampel sebanyak 200 butir. Untuk menghitung fekunditas dilakukan dengan menggunakan metode gravimetrik (Effendi, 1979) dengan rumus sebagai berikut: F/f = B/b dimana :

(F) = Fekunditas Total, (f) = jumlah telur dari contoh (B) = Berat gonad, 4. (b) = berat gonad contoh.

Gonadal Somatic Indeks (GSI) Data ini diperoleh dengan melakukan penimbangan berat gonad dan berat ikan pada seluruh sampel baik pada ikan jantan dan betina. Pengujian nilai GSI dihitung dengan menggunakan rumus: (Sokolowska, 2002) GSI = berat gonad x 100 / (Berat total Berat Gonad)

5.

Hubungan Panjang Fekunditas Untuk mengetahui hubungan antara panjang dan fekunditas ikan maka data panjang yang diambil adalah data panjang dari sampel ikan yang berada pada TKG 4-6. Data dianalisa dan diolah dengan menggunakan software SPSS Ver. 13.

29 Perkemba ngan Gametogenesis melalui analisa histologis Untuk pengamatan tingkat perkembangan gonad secara mikroskopis dilakukan dengan membuat preparat histologis gonad. Gonad yang telah dilepaskan dari rongga perut ikan kemudian difiksasi dengan larutan Bouin selama 24 jam lalu dilakukan pencucian dengan air mengalir diteruskan dengan alkohol mulai 80% sampai 100%. Dilakukan penjernihan dengan xylol dan diinfiltrasi dengan parafin pada titik didih 600 C dalam oven dan dilakukan embedding. Gonad yang telah tertanam dalam parafin kemudian dilakukan pemotongan dengan mikrotom setebal 6-7 m lalu ditempelkan pada objek glas dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksilin dan eosin. Setelah dijernihkan dengan xylol maka diamati preparat tersebut dengan menggunakan mikroskop. Referensi yang digunakan untuk mengamati preparat histologis adalah menurut Gaughan dkk. (2000) sebagai berikut: Tahap 1 Tahap Tahap Tahap Tahap Tahap Tahap Tahap 2 3 Oosit belum matang dengan oosit primer (oogonia) dalam ovarium. Inaktif gonad ditandai dengan oogonia yang kecil. Ovari berkembang dengan sel primer yang mulai membesar.

4a Perkembangan lanjut denga n kuning telur (yolk) menjadi granular. 4b Yolk seluruhnya menjadi granular dan inti telur bermigrasi. 4c Migrasi inti berlanjut, telur mengeras (hidrasi). 5 6 Tahap hidrasi. Selaput inti bergabung dan oosit siap ovulasi. Folikel pasca ovulasi (setelah terjadi pemijahan).

Analisa data 1. Hasil variabel pengukuran yang menggambarkan reproduksi ikan lemuru seluruhnya dianalisa secara deskriptif (Tabulasi dan Grafik). 2. Hubungan antara panjang total dengan fekunditas dianalisa regresi berpangkat dengan persamaan: F = aLb dimana : (F)= Jumlah telur (fekunditas), (L) = panjang total dan (a dan b) adalah konstanta .

HASIL DAN PEMBAHASAN


Perbandingan Komposisi Ukuran Panjang dengan TKG bulanan dalam 1 tahun Lemuru di perairan Selat Mentawai pada ukuran di bawah 140 mm berada pada kondisi reproduksi yang belum matang (TKG 1-2). Lemuru mulai mengalami kematangan gonad (TKG 3) pada ukuran 140 - 150 mm, dan mulai matang gonad pada ukuran minimal 150 mm (Gambar 4).

Gambar 4.

Histogram tingkat kematangan gonad ikan lemuru dengan ukuran kelas panjang pada pengamatan selama 1 tahun.

Berdasarkan pada komposisi TKG dan ukuran kelas panjang maka pertama kali ikan lemuru di perairan Siberut mulai memijah pada ukuran kelas panjang 150 160 mm. Ikan jantan mulai matang gonad (TKG 3) pada ukuran 1530.73 mm dengan rata-rata panjang pada TKG 3 adalah 170 mm (Lampiran 1) dan pada ikan betina pada ukuran 1630.62 mm dengan rata-rata panjang pada TKG 3 adalah 173 mm (Lampiran 2). Berdasarkan pada ukuran pertama kali memijah baik pada jantan maupun betina maka ukuran minimal ikan lemuru yang bisa dan boleh ditangkap di perairan pantai timur Pulau Siberut adalah pada ukuran 163 mm.

31 Hal yang serupa terjadi juga pada ikan lemuru di perairan Australia dan Bali. Di perairan Australia ikan lemuru pada ukuran di bawah 120 mm belum matang gonad dan ikan mulai mengalami kematangan g onad pada ukuran 140-150 mm (Gaughan dkk., 2000). Di selat Bali, ikan lemuru jantan mulai matang gonad pada saat ukuran tubuhnya 140 mm sedangkan ikan betina pada saat ukuran tubuhnya antara 135 150 mm (Whitehead,1985). Ukuran pertama kali ikan mengala mi kematangan gonad sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan perairan terutama suhu dan ketersediaan

makanan/kesuburan perairan. Ikan yang hidup pada di daerah sub-tropika yang kondisi perairannya lebih dingin memerlukan waktu yang lebih lama untuk menga lami kematangan gonad dan memijah dibandingkan dengan ikan yang hidup di daerah tropik. Hal ini berkaitan dengan sistem metabolisme ikan dimana ikan yang hidup di perairan yang hangat (tropis) proses metabolisme dan perkembangan tubuhnya lebih cepat diband ingkan dengan perairan yang dingin (Florida Lakewatch, 2004). Ketersediaan makanan melalui proses up welling juga merupakan pemicu terjadinya pemijahan. Pemijahan ikan hanya akan terjadi pada saat kondisi lingkungan sesuai bagi ikan dan keturunan yang akan dihasilkan (Freon dkk.,1997). Pengontrolan aktivitas perikanan dapat dilakukan dengan menerapkan sistem penangkapan yang ketat dan melarang dilakukannya penangkapan ikan pada waktu dan tempat tertentu. Hal ini dilakukan untuk memberikan kesempatan kepada ikan untuk berkembang dan melakukan pemijahan sehingga keberadaan stok ikan di suatu perairan berada pada kondisi yang seimbang. Sistem kontrol dalam usaha perikanan dapat dilakukan bila telah ada suatu aturan pengelolaan perikanan di suatu wilayah. Penelitian mengenai dinamika populasi suatu stok ikan perlu untuk diketahui untuk melihat status spesies tersebut, apakah dalam kondisi yang masih baik atau sudah mengalami kondisi overfishing. Sebagai contohnya pada ikan tub gurnad Chelidonichthys lucerna di Turki, ikan mulai matang gonad pada ukuran 20 cm maka dibuat suatu aturan bahwa ukuran minimal ikan yang boleh ditangkap harus berukuran minimal 20 cm dan melarang penggunaan jaring trawl dasar pada saat musim pemijahan yang terjadi pada bulan Mei hingga Desember (Ismen dan Basusta, 2004).

32 Gonadal Somatic Indeks (GSI) Nilai GSI dapat digunakan untuk menentukan terjadinya musim pemijahan pada ikan. Nilai GSI berkaitan dengan peningkatan jumlah kuning telur dan kandungan gonad ikan. Variasi nilai GSI ikan lemuru di P. Siberut setiap bulan dalam satu tahun pengamatan sangat bervariasi (Lampiran 3), peningkatan nilai GSI yang tinggi pada keseluruhan individu tanpa membedakan kelamin (gabungan) terjadi mulai pada bulan Juni (1,56) hingga bulan September (2,86). Nilai GSI terendah terjadi antara bulan Oktober (0,39) hingga Desember (0,29) (Gambar 5). Hal yang sama juga terjadi pada nilai GSI setelah dilakukan pemisahan antara jantan dan betina (Gambar 6). Nilai GSI tertinggi pada jantan terjadi pada bulan September (3,29) dan nilai GSI terendah terjadi pada bulan Desember (0,20). Pada betina nilai GSI tertinggi juga terjadi pada bulan September (2,70) dan nilai GSI terendah terjadi antara bulan Desember (0,31). Berdasarkan pada nilai GSI maka dapat diindikasikan bahwa awal terjadinya proses gametogenesis pada ikan lemuru di Siberut terjadi pada bulan Juni sampai Agustus dan berakhir pada bulan September hingga Oktober. Pada saat gametogenesis, terjadi pembentukan dan pengumpulan sel kuning telur serta peningkatan densitas spermatozoa sehingga berat gonad akan meningkat secara bertahap. Pada kondisi tertentu dimana energi untuk pembentukan sel gamet telah maksimal dan lingkungan perairan mendukung maka akan terjadi proses

pemijahan/ovulasi sehingga volume gonad akan berkurang yang ditandai dengan terjadinya penurunan nilai GSI secara drastis. Dilihat dari grafik nilai GSI juga dapat diketahui bahwa musim pemijahan ikan lemuru di Siberut terjadi hanya satu kali dalam satu tahun (Single Spawning). Musim pemijahan terjadi dalam rentang waktu yang cukup lama yaitu antara bulan Juli hingga September dengan puncak musim pemijahan terjadi pada bulan September. Hal yang sama juga terjadi dengan pemijahan ikan lemuru di Selat Bali yang diperkirakan terjadi pada bulan Juli karena pada bulan Juni banyak tertangkap ikan matang gonad. Pemijahan lemuru di Selat Bali terjadi di perairan pantai ketika salinitas rendah pada awal musim penghujan dan termasuk spesies yang

33 tidak menjaga telurnya sehingga termasuk tipe pemijahan eksternal. Tempat terjadinya proses pemijahan hingga saat ini belum diketahui dengan pasti tapi berhubungan erat dengan keadaan hidrologi perairan laut terutama dengan suhu perairan (Merta, 1992) sedangkan pada ikan Sardinella aurita yang terdapat di Venezuella berdasarkan pada nilai GSI-nya maka puncak terjadinya pemijahan terjadi antara bulan September hingga November (Guzman, 2001).

3.5 3

2.5 Nilai GSI 2 1.5 1

0.5 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Gambar 5.

Grafik nilai GSI ikan lemuru tiap bulan selama satu tahun. (Gabungan nilai keseluruhan sampel jantan dan betina).

3.5 3 2.5 2 GSI 1.5 1 0.5 0 Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des Bulan

Betina Jantan

___________________ Periode Pemijahan

Gambar 6.

Grafik perubahan nilai GSI pada ikan lemuru jantan dan betina setiap bulan selama 1 tahun

34 Di perairan pantai Siberut terjadinya musim pemijahan ikan lemuru berkaitan erat dengan keadaan iklim/cuaca yang terjadi pada bulan tersebut. Hal ini terlihat dari kondisi iklim/curah hujan memiliki pola yang sama dengan peningkatan nilai GSI pada ikan lemuru. Pada bulan Juli hingga September merupakan bulan dimana terjadinya musim penghujan dengan puncaknya terjadi pada bulan September sedangkan pada bulan Juni termasuk pada bulan kemarau (Meyers, 2003). Periode musim pemijahan yang berhubungan dengan peningkatan volume air pada saat musim penghujan juga terjadi pada ikan goby, dimana pada saat musim penghujan terjadi dominasi perkembangan telur tahap maturasi (Rutaisire dan Booth, 2004). Pada ikan Sardinella aurita waktu pemijahan juga terjadi bersamaan dengan saat musim penghujan dan terjadinya upwelling (Freon dkk.,1997). Saat terjadi musim penghujan, pasokan air tawar dari muara sungai dan air hujan menjadi lebih banyak dibandingkan dengan musim kemarau, hal ini menyebabkan salinitas perairan sekitar pantai menjadi lebih rendah. Bahan organik dan non organik yang melimpah dari daratan yang terbawa oleh aliran sungai juga memberikan tingkat kesuburan bagi perairan pantai melalui proses up welling. Pada salinitas yang rendah merupakan kondisi perairan yang sangat optimal untuk pemijahan ikan lemuru sedangkan adanya ketersediaan makanan merupakan salah satu faktor pemicu terjadinya pemijahan terkait dengan strategi ikan dalam menjamin kelangsungan hidup keturunannya.

Struktur Ukuran Kelas Panjang Pada penghitungan distribusi kelas panjang (Gambar 7) terlihat bahwa pada ukuran kelas panjang 150 mm hingga 190 mm merupakan ukuran ikan yang biasa tertangkap oleh nelayan dengan dominasi populasi ikan hasil tangkapan secara keseluruhan pada ukuran kelas antara 170 180 mm. Berdasarkan pada jumlah sampel keseluruhan yang berjumlah 777 ekor, ikan lemuru di Siberut memiliki rata-rata panjang 1681.43 mm. Ukuran terkecil ikan adalah 120 mm dan ukuran terbesar ikan adalah 214 mm. Pada ikan betina ukuran panjang berkisar antara 120 mm 214 mm dengan panjang rata-rata 172 1.58 mm. Pada ikan jantan kisaran panjang antara 128 - 200 mm dengan panjang rata-rata 164 1.20 (Lampiran 4).

35 Melihat ukuran panjang rata-rata ikan hasil tangkapan maka dapat diduga bahwa kondisi perairan dan populasi ikan lemuru yang terdapat di perairan Siberut masih dalam kondisi yang baik dan belum terjadi peristiwa overfishing dan kerusakan lingkungan perairan. Hal ini diperlihatkan dari ukuran panjang rata-rata ikan hasil tangkapan yang nilainya berada diatas ukuran panjang rata-rata ikan ketika pertama kali memijah artinya pada populasi ikan yang tertangkap sebelumnya telah melakukan pemijahan sehingga dapat meningkatkan stok populasi di perairan. Pada ukuran panjang ikan berdasarkan waktu/bulan (Gambar 8), terlihat bahwa pada kisaran bulan dimana terjadinya pemijahan (Juni-September), populasi ikan yang mendominasi adalah pada ukuran panjang antara 170-190 mm. Pada bulan Agustus komposisi ukuran ikan berada pada kisaran yang sangat panjang dimana ikan yang paling kecil (ukuran 120 mm) sampai ukuran terbesar (220 mm) tertangkap pada bulan ini. Pada bulan dimana nilai GSI-nya rendah (Oktober-Desember) ukuran kelas panjang ikan didominasi pada ukuran 150-160 mm dengan rentang panjang mulai dari 120 hingga 180 mm. Pada bulan Desember ukuran terbesar ikan adalah pada ukuran 160-170 dan ukuran terkecil pada ukuran 120-130 dimana pada bulan sebelumnya (Oktober-November) ukuran terkecil ada pada kelas panjang 150-160 mm.
30 n = 777 25 Frekuensi (%) 20 15 10 5 0
120 - 130 130 - 140 140 - 150 150 - 160 160 - 170 170 - 180 180 - 190 190 - 200 200 - 210 210 - 220

Ukuran Kelas Panjang (mm)

Gambar 7.

Distribusi sebaran ukuran kelas panjang ikan lemuru (n= jumlah sampel ikan keseluruhan)

36
50 45 40 Frekuensi (%) 35 30 25 20 15 10 5 0

Januari

n= 52
Frekuensi (%)

40 35 30 25 20 15 10 5 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180

Juli

n = 89

180 190

190 200

40 35 Frekuensi (%) 30 25 20 15 10 5 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180

Februari

n = 50

60 Frekuensi (%) 50 40 30 20 10 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180 180 190 190 200

Agustus

n=61

180 190

190 200

60 Frekuensi (%) 50 40 30 20 10 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180 180 190 190 200

Maret n = 56
Frekuensi (%)

60 50 40 30 20 10 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180

September n= 70

180 190

190 200

60 50 Frekuensi (%) 40 30 20 10 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180 180 190 190 200

April

n = 50
Frekuensi (%)

70 60 50 40 30 20 10 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180

Oktober

n=70

180 190

190 200

30 25 Frekuensi (%) 20 15 10 5 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180 180 190 190 200

60

Mei

n = 50
Frekuensi (%)

50 40 30 20 10 0
120 130 130 140 140 150 150 160 160 170 170 180

November

n = 70

180 190

190 200

35 30 Frekuensi (%) 25 20 15 10 5 0

Juni n = 89
Frekuensi (%)

45 40 35 30 25 20 15 10 5

Desember n =70

120-130 130-140 140-150 150-160 160-170 170-180 180-190 190-200

> 200

0
120-130 130-140 140-150 150-160 160-170 170-180 180-190 190-200 >200

Gambar 8.

Distribusi kelas panjang berdasarkan waktu/bulan

37 Perubahan Tingkat Kematangan Gonad Bulanan Proporsi tingkat kematangan gonad berdasarkan pada waktu/bulan dalam satu tahun memperlihatkan bahwa waktu ikan akan melakukan pemijahan ditandai dengan bulan/waktu yang sama saat nilai GSI- nya tinggi. Demikian pula sebaliknya waktu/bulan dimana tidak ada aktivitas pemijahan ditandai dengan nilai GSI- nya yang rendah. Komposis TKG 3-5 (Pre Spawning ) yang cukup tinggi bila dibandingkan dengan komposis TKG 1-2,9 (No Spawning) terjadi pada kisaran bulan Juni hingga September. Demikian pula sesuai dengan nilai GSI yang rendah, bahwa pada kisaran bulan Oktober Januari komposisi TKG 1-2,9 (No Spawning) berada pada kisaran yang cukup tinggi dibandingkan dengan bulan yang lainnya.

Gambar 9.

Histogram proporsi tingkatan gonad pada individu (>140 mm FL) tiap bulan. Pembagian tahapan gonad dibagi menjadi no spawning (TKG 1,2-9), pre spawning (TKG 3-5) dan post spawning (TKG 6-8).

Ikan pada kondisi TKG 3-5 (pre spawning) ditemukan pada hampir keseluruhan bulan kecuali pada bulan Oktober, November, dan Desember. Distribusi nilai yang cukup besar pada ikan yang mengalami pre spawning berkisar antara bulan Juni hingga September dan antara bulan Februari hingga Mei. Tahapan kematangan gonad 6-8 (post spawning) didominasi pada kisaran

38 antara bulan Juni hingga Oktober. Sedangkan tahapan gonad 1-2,9 (no spawning) didominasi pada kisaran bulan Oktober hingga Januari. Berdasarkan pada distribusi TKG tersebut maka dapat diketahui bahwa musim pemijahan ikan lemuru terjadi pada kisaran antara bulan Juni hingga September. Hal ini ditandai dengan komposisi TKG post spawning pada bulanbulan tersebut dengan puncaknya/komposisi tertinggi terjadi pada bulan September. Walaupun pada Februari hingga Mei memiliki komposisi TKG pre spawning yang cukup tinggi tetapi komposisi TKG post spawning tidak ada yang mendominasi. Periode TKG no spawning terjadi pada kisaran bulan Oktober hingga Januari. Pada kisaran bulan tersebut gonad ikan berada pada tahap istirahat dan tidak ada aktivitas gonad setelah melewati musim pemijahan pada bulanbulan sebelumnya. Hal ini juga memiliki pola yang sama dengan peningkatan nilai GSI dimana pada bulan Juni hingga September merupakan musim

pemijahan dan bulan Oktober-Desember merupakan fase istirahat/tidak ada perkembangan gonad ikan lemuru di P. Siberut. Rasio Jenis Kelamin Perbandingan antara jantan dan betina di perairan pantai timur Pulau Siberut didapatkan data bahwa jumlah lemuru jantan sebanyak 411 ekor dan betina sebanyak 366. Perbandingan antara keduanya adalah 1,12 jantan : 1 betina. Bila diklasifikasikan berdasarkan pada ukuran kelas panjang (Gambar 10) maka pada kelas panjang 120-140 mm perbandingan antara jantan dan betina adalah 0,81: 1. Pada kelas panj ang 140 -170 mm perbandingannya 1,9 : 1, sedangkan pada kelas panjang di atas 170 mm perbandingannya 0,5 : 1. Secara alami rasio kelamin pada keseluruhan populasi tanpa membedakan jenis kelamin mendekati 1:1. Hal ini menunjukkan bahwa secara alami rasio kelamin di alam berada pada kondisi yang seimbang antara jantan dan betina. Pada kondisi ukuran panjang dibawah 140 saat ikan belum mengalami kematangan gonad, jumlah ikan betina lebih banyak dibandingkan dengan ikan jantan sedangkan pada ukuran antara 140-170 mm saat terjadinya kematangan gonad dan pemijahan komposisi jantan lebih banyak dibandingkan dengan betina. Pada ukuran diatas 170 mm komposisi populasi ikan jantan adalah setengah jumlahnya dibandingkan dengan ikan betina.

39

1.2 Persentase (%) 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 120-140 140-170 >170 Gabungan Ukuran kelas panjang (mm) Jantan Betina

Gambar 10. Histogram rasio kelamin lemuru pada tiap ukuran kelas panjang

100 90 80
Persentase (%)

Betina Jantan

70 60 50 40 30 20 10 0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nov Des

Bulan

Gambar 11. Histogram rasio kelamin ikan lemuru berdasarkan waktu (-----) = rata- rata rasio jantan, ( ......) = rata-rata rasio betina Bila rasio jenis kelamin diklasifikasikan berdasarkan pada waktu (Gambar 11) maka terlihat bahwa rata-rata jumlah jantan (51,7%) lebih banyak

dibandingkan dengan jumlah betina (48,3%). Pada bulan Januari ikan jantan sangat mendominasi (93%) dibandingkan dengan ikan betina. Pada saat

terjadinya proses pemijahan di bula n September, terlihat bahwa komposisi rasio betina lebih banyak dibandingkan dengan jantan.

40 Fekunditas dan Diameter Telur Fekunditas dari seluruh sampel pada TKG 4-6 didapatkan bahwa nilai ratarata jumlah telur setiap 0,1 gram berat sampel adalah 449 but ir. Fekunditas total dari ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut berkisar antara 1.688 21.573 butir dengan rata-rata fekunditas keseluruhan adalah 7.850 telur/betina. Jumlah sampel keseluruhan pada ikan yang berada pada TKG-4 adalah 20 ekor, pada TKG-5 sebanyak 25 ekor dan pada TKG-6 sebanyak 29 ekor. Ikan yang fekunditasnya paling tinggi adalah ikan TKG-4 yang berukuran 21 cm, berat 120,1 gr dengan jumlah telur 21.573 butir sedangkan ikan yang fekunditasnya paling rendah adalah ikan TKG-6 yang berukuran 17 cm, berat 67,2 gr dengan jumlah 1.688 butir (Lampiran 5). Fekunditas sangat dipengaruhi oleh ketersediaan makanan di perairan ketika proses oogenesis terjadi. Pada kondisi perairan dengan kelimpahan plankton dan zooplankton yang tinggi maka ikan yang matang gonad akan memaksimalkan proses pembentukan telur. Pada ikan betina yang matang gonad maka berat gonadnya adalah 20% dari berat tubuh sedangkan ikan jantan sekitar 10% dari berat tubuh. Fekunditas dapat juga merupakan suatu regulator dari populasi ikan dimana pada lingkungan yang memiliki tingkat predasi dan mortalitas yang tinggi maka fekunditas ikan yang hidup diperairan tersebut juga tinggi (Baker dan Heidinger, 1994). Pada pengukuran diameter telur ikan lemuru, distribusi penyebaran ukuran diameter telurnya memiliki dua rataan ukuran diameter telur dalam gonad yang sama. Pada TKG-4 rataan ukuran diameter yang pertama berkisar antara 0,28 0,36 mm dan rataan kedua berkisar antara 0,47 - 0,55 mm sedangkan rata-rata ukuran diameter telur pada keseluruhan gonad adalah 0,46 mm (Gambar 12). Hal yang sama juga terjadi pada distribusi diameter telur TKG-6, rataan yang pertama berkisar antara 0,25 - 0,36 mm dan rataan yang kedua berkisar antara 0,48 - 0,57 mm dengan rata-rata pada keseluruhan gonad adalah 0,41 mm (Gambar 13). Dilihat pada pola penyebaran ukuran diameter telur maka dapat diperkirakan bahwa tipe perkembangan telur termasuk tipe yang asinkronous dimana dalam satu gonad berkembang lebih dari satu ukuran dan tahapan perkembangan telur. Ovulasi yang pertama kali terjadi adalah pada rataan ukuran diameter telur yang

41 lebih besar sedangkan pada rataan diameter telur yang lebih kecilnya merupakan telur yang akan diovulasi kemudian, sehingga dapat diduga bahwa pemijahan dan ovulasi yang dilakukan oleh lemuru terjadi lebih dari satu kali dalam waktu yang berbeda walaupun masih dalam rentang musim pemijahan. Rentang waktu terjadinya ovulasi/pemijahan tergantung dari faktor alam dan kondisi lingkungan perairan. Tipe pemijahan ini merupakan salah satu strategi pemijahan karena waktu pemijahan yang berlangsung dalam waktu yang cukup lama ini dapat meningkatkan kelangsungan hidup keturunannya (Murua, 2003).
20 18 16

Jumlah Telur (butir)

14 12 10 8 6 4 2 0
17 20 23 27 30 33 36 40 45 48 51 54 57 62 65 68 72

Diameter Telur (mm) x 10

-2

Gambar 12. Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG-4 (n = 200).

25

Jumlah Telur (butir)

20 15 10 5 0
19 21 23 25 27 29 31 33 35 37 39 44 48 50 52 54 56
-2

Diameter telur (mm) x 10

Gambar 13. Histogram distribusi diameter telur lemuru pada TKG 6 (n= 200)

58

42 Histologis Gonad Pada pengamatan analisa histologis testis (Gambar 14), perubahan bentuk dan struktur gonad tidak banyak mengalami perubahan yang drastis dan berbeda bila dibandingkan dengan perubahan sel pada ovarium. Testis hanya mengalami perubahan dari sel spermatogonia menjadi sel spermatozoa. Pada tahap pertama ditandai dengan adanya sel spermatogonia dan spermatosit primer dengan jumlah spermatid yang sangat kecil. Tahap kedua adalah pembelahan mitosis I spermatosit primer menjadi spermatosit sekunder (Proses Spermatositogenesis). Tahap ketiga adalah terbentuknya spermatid dari spermatosit sekunder melalui pembelahan meiosis II. Tahap keempat adalah proses pembentukan spermatozoa yang telah berbentuk kepala, leher dan ekor (Proses Spermiogenesis) yang ditandai dengan terlepasnya spematozoa dalam lumen lobul sehingga densitasnya meningkat. Berdasarkan pada pengamatan histologis gonad/ovarium (Gambar 15) diketahui beberapa tahapan perkembangan telur. Tahap 1 yaitu tahap

perkembangan sel primer ditandai dengan beberapa anak inti (nukleoli) bergabung dalam lapisan inti. Tahap 2 yaitu tahap cortical alveoli atau pembentukan kuning telur ditandai dengan adanya pembentukan protein telur dan lipid droplet dalam sitoplasma telur dan menebalnya lapisan zona radiata serta munculnya cortical alveoli dalam sitoplasma. Tahap 3 yaitu tahap vitelogenesis ditandai dengan adanya pengumpulan kuning telur dalam sitoplasma telur, ketebalan zona radiata meningkat dan lapisan sel folikel berubah bentuk. Selanjutnya perkembangan telur ditandai dengan meningkatnya akumulasi kuning telur yang mengisi hampir seluruh lapisan dalam sitoplasma dan kemudian diikuti dengan tahap ke 4 yaitu proses pematangan telur ya ng ditandai dengan bermigrasinya inti telur ke lubang mikrofil, terjadinya peleburan inti dan penyerapan air sehingga tekanan telur meningkat serta telah terjadi proses pembelahan inti (meiotik pertama). Tahap selanjutnya adalah tahapan perkembangan telur setelah proses ovulasi (Post ovulatory folicel) yang ditandai dengan terjadinya regresi/atresia dari oosit yang tidak terovulasi. Telur atresia adalah telur yang telah mengalami tahap maturasi akhir akan tetapi tidak diovulasikan karena sistem hormon gonad tidak bekerja

43 akibat kondisi lingkungan tidak mendukung sehingga telur tersebut diserap kembali oleh tubuh ikan. Secara umum ikan yang mengalami proses pematangan telur dan sperma yang kemudian diikuti oleh ovulasi bisa saja terjadi beberapa kali dalam rentang waktu musim pemijahan karena hal ini tergantung dari proses gametogenesis pada setiap spesies. Pada ikan Sardinella ini pembentukan gamet tidak berjalan secara serentak dalam satu tahapan kematangan gonad tetapi bertahap dimana dalam satu gonad terdapat lebih dari satu tahapan kematangan gonad. Sehingga pada telur ataupun sperma yang telah mengalami kematangan akhir bila kondisi perairan sesuai dapat terjadi pemijahan tanpa mempengaruhi perkembangan sel gamet yang lainnya yang belum matang. Bahkan bila ada telur yang telah mengalami tahap maturasi tetapi tidak diovulasikan maka akan mengalami penyerapan materi telur oleh tubuh ikan (telur atresia).

Gambar 14. Pemotongan melintang testis pada berbagai tahap perkembangan. A). Tahap 1 (Immature Stage) ( Sc = Spermatosit, Sd= Spermatid, Sz=Sperma, I= tubulus seminiferus, Tanda panah= Spermatogonium). B). Tahapan Spermatogenesis C) dan D). Tahap pematangan spermatid (I= tubulus seminiferus, Sc dan tanda panah=spermatid)

44

Gambar 15. Pemotongan melintang ovarium ikan lemuru pada berbagai tahap kematangan. (A). Tahap 1. Ovari belum berkembang (Ep= Early perinuklear stage, Lp= Late perinuklear stage). (B). Tahap 2. (Ey=Early yolk stage, Ly= Late yolk stage). (C) dan (D). Tahap 3 (Pembentukan kuning telur ) dan Tahap 4 (Tahap pematangan akhir dan migrasi inti) (N = Inti sel , Yg=Yolk globules). Tahap 5 (Post ovulatory folicel) (Tanda panah adalah oosit atresia).

Hubungan Panjang dengan Fekunditas Hasil analisa data hubungan antara panjang dengan fekunditas maka di dapatkan persamaan linier Y = -7.217 + 7.749X dengan nilai koefisien korelasi (r) 0,673 (Lampiran 5). Berdasarkan persamaan tersebut maka dapat diketahui bahwa setiap pertambahan panjang ikan sepanjang 1 cm maka akan jumlah telur ikan akan bertambah sebanyak 532 butir telur.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan beberapa hal dibawah ini: 1. Pada ikan jantan ukuran pertama kali memijah adalah pada panjang 153 0.73 mm dan pada ikan betina pada panjang 163 0.62mm. Ukuran minimal ikan yang dapat untuk ditangkap adalah pada ukuran 163 mm. 2. Musim pemijahan ikan lemuru di perairan pantai timur Pulau Siberut terjadi antara bulan Juni hingga September dengan puncaknya terjadi pada bulan September 3. Perbandingan populasi antara jantan dan betina secara keseluruhan adalah 1,12 : 1. Pada ukuran kelas panjang 120-140 mm perbandingannya adalah 0,81: 1, kelas panjang 140 -170 mm perbandingannya adalah 1,9 : 1, dan pada ukuran >170 mm perbandingannya adalah 0,5 : 1. 4. Tipe pemijahan ikan lemuru termasuk tipe partial spawning dengan tipe perkembangan telur termasuk asynchronous.

Saran Berdasarkan penelitian ini disarankan beberapa hal berikut ini: 1. Untuk mendukung data biologi dan reproduksi agar dapat dimanfaatkan dalam usaha pengelolaan kebijakan perikanan lemuru maka perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai dinamika populasi ikan lemuru di perairan pantai Pulau Siberut. 2. Diperlukan penelitian lanjutan mengenai larva ikan lemuru dan kondisi lingkungan secara fisik dan biologi untuk mengetahui tempat terjadinya proses pemijahan di Pulau Siberut. 3. Teknologi reproduksi buatan pada ikan lemuru perlu untuk dikembangkan sehingga memungkinkan terjadinya peningkatan produktivitas dari ikan lemuru tanpa tergantung pada musim dan dan faktor lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA

Amer MA, Miura T, Miura C, Yamauchi K. 2001. Involvement of Sex Steroid Hormones in the Early Stages of Spermatogenesis in Japanese Huchen (Hucho perryi). Biology of Reproductio. 65:1057-1066. Arukwe, Augustine and Anders Goksyr. 2003. Egg shell and egg yolk proteins in fish:hepatic proteins for the next generation: oogenetic,population,and evolutionary implications of endocrine disruption. Comparative Hepatology 2 : 1-20. Baker SC, Heidinger RC. 1994. Individual and Relative Fecundity of Black Crappie (Pomoxis nigromaculatus) in Baldwin Cooling Pond. Transactions of the Illinois State Academy of Science. 87: 145-150. Billard R. 1992. Reproduction in rainbow trout: sex differentiation, dynamics of gametogenesis, biology and preservation of gametes. J. Aquaculture. 100: 35-42. Collins PM, ONeil DF, Barron BR, Moore RK, Sherwood NM.2001. Gonadotropin- Releasing Hormone Content in the Brain and Pituitary of Male and Female Grass Rockfish (Sebastes rastelliger) in Relation to Seasonal Changes in Reproductive Status. Biology of Reproductio. 65:173179. Edwards TM, Hilary DM, Guilette LJ. 2005. Water Quality Influences Reproduction in Female Mosquitofish (Gambusia holbrooki) from Eight Florida Springs. Environmental Health Prospectives. Florida. National of Health Institute. Effendy MI. 1979. Metode Biologi Perikanan. Bogor : Yayasan Dewi Sri. Elmer M. 2001. Report on a workshop to refine the draft management plan for the Bali Strait sardine (lemuru) fishery. Fishcode management. Roma : FAO. Fisheries Component. 2001. Fisheries and Aquaculture Development and Environment Impact Review. Cambodia. Technical Paper No. 7. Agriculture Productivity Improvement Project. Florida Lakewatch. 2004. A Beginners Guide to Water Management- Oxygen and Temperature. Florida. Departement of Fisheries and Aquatic Sciences. Freon P, Khattabi ME, Mendoza J,Guzman R.1997. Unexpexted reproductive strategy of Sardinella aurita off the coast of Venezuela. Marine Biology. 128: 363-372.

47 Froese R. 2004. Keep it simple: three indicators to deal with overfishing. Fish and Fisheries.5:89-91. Gaughan DJ, Mitchell RWD. 2000. The biology and stock assessment of the tropical sardine, Sardinella lemuru, off the mid-west coast of Western Australia. Australia. Final Report, FRDC Project 95/037: FISHERIES RESEARCH REPORT NO. 119. Guzman R, Arocha F. 2001. Spawning Pateern of the Sardine (Sardinella aurita Valencinennes, 1874) in northeastern Venezuella. Zootecnia Tropical.19: 173-183. Hartoto DI, Mulyana E. 1997. Kualitas Air dan Kehidupan Ikan di Perairan Darat Pulau Siberut . Pulau Siberut: Potensi, Kendala dan Tantangan Pembangunan. Bogor : Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Ikuta K, Yada T,Kitamura S.2000. Effect of Acidification on Fish Reproduction. UNJR Technical Report No.28. Tokyo. Tokyo University. Ismen AI, Basusta N.2004. Age, Growth and Reproduction of Tub Gurnard (Chelidonichthys lucerna L. 1758) in the Bay of Iskenderun in the Eastern Mediterranean. Turk. J. Vet. Anim. Science. 28: 289-295. Janssen, BM. 2005. Endocrine disrupting chemicals and climate change:A worst case combination for Artic Marine Mammals and Seabirds?. Environmental Health Perspectives. USA. The National Institute of Environmental Health Sciences. LIPI. 1995. Proyek Survey dan Pemetaan Sumberdaya Alam Terpadu Pulau Siberut . PT. Citra Permata Eka Pratama bekerjasama dengan Puslitbang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Laporan Akhir . Bogor. LIPI. Martosubroto P. 2001. Report on a workshop to refine the draft management plan for the Bali Strait sardine (lemuru) fishery. Fishcode management. Roma : FAO. Merta IGS. 1992. Dinamika Populasi Ikan Lemuru (Sardinella lemuru) di perairan Selat Bali dan Alternatif Pengelolaannya. Disertasi. IPB. Bogor. Merta IGS, Widana K, Yunizal, and R. Basuki. 1999. Status of the lemuru fishery in Bali Strait, Its development and prospects. In Fish Code Management. Rome : FAO. 1-40. Meyers KJM. 2003. The changing cultural and ecological roles of Siberut people in the management and c onservation of their natural resources. Tesis M.Sc. Departement Antropology, Antwerpen University. Unpublish. p. 54-78.

48 Michael PM. (1997). Cage Culture Site Selection and Water Quality. Texas: SRAC Publication 161. Murua H, Saborido F. 2003. Female Reproduction Strategi of Marine Fish Species of the North Atlantic. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 32: 23-31. Murua H, Kraus G. 2003. Procedur to Estimate Fecundity of Marine Species in Relation to their Reproductive Stategy. J. Northw. Atl. Fish. Sci. 33: 2332. Myers RA, Ottensmeyer CA. 2005. Extinction Risk in Marine Species. In Norse, E.A. and L.B. Crowder, eds. Marine Conservation Biology:The Science of Maintaining the SeasBiodiversity. Washington. Island Press. Nagahama Y. 1983. The Functional Morphology of Teleost Gonads. In W.S. Hoar, D.J. Randal, E.M. Donaldson (eds) Fish Physiology, Vol.XIA. Florida: Academic Press. Puslit Universitas Bung Hatta. 1999. Penelitian Potensi Sumberdaya Hayati Calon Taman Wisata Laut Teluk Saibi Sarabua. Laporan Akhir. Padang : PHKA. Rutaisire J, Booth AJ. 2004. A histological description of ovarian recrudescence in two Labeo victorianus populations. African Journal of Aquatic Science. 29 (2): 221-228. Sokolowska E, Skora KE. 2002. Reproductive Cycle and the Related Spatial and Distribution of the Ninespine Stivkleback (Pungitius pungitius L.) in Puck Bay. Oceanologia, 44(4): 475-490. Swan LD.1997. A Fish Farmers Guide to Understanding Water Quality. Aquaculture Extension. Illinois: Indiana Sea Grant Program. Viveiros ATM, Eding EH, Komen J. 2001. Effects of 17a- methyltestosterone on seminal vesicle development and semen release response in the African catfish, Clarias gariepinus. Reproduction 122: 817-827. Whitehead PJP. (1985). FAO Species Catalogue Vol 7. Clupeoid fishes of the world. Part I. FAO Fisheries Synopsis Rome. 125 (7). Wallace RK, Fletcher KM. 1996. Understanding Fisheries Management . Mississipi. Auburn and Mississipi University. WWF, 1980. Penyelamatan Siberut, sebuah Rancangan Induk Konservasi. Bogor. A World Wildlife Fund Report.

LAMPIRAN

50 Lampiran 1. Ukuran Pertama Kali Ikan Lemuru Jantan Memijah di Siberut


Statistik Panjang N Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum Valid Missing 94 52 17.0218 .07601 17.0000 17.00 .73695 .543 4.70 15.30 20.00 1600.05

Histogram

30

25

20

Frequency

15

10

5 Mean = 17.0218 Std. Dev. = 0.73695 N = 94 16.00 17.00 18.00 19.00 20.00

0 15.00

Panjang

51 Lampiran 2. Ukuran Pertama Kali Ikan Lemuru Betina Memijah di Siberut


Statistik Panjang N Mean Std. Error of Mean Median Mode Std. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum Valid Missing 23 0 17.3478 .12944 17.3000 17.00 .62075 .385 3.00 16.30 19.30 399.00

Histogram

12

10

Frequency

2 Mean = 17.3478 Std. Dev. = 0.62075 N = 23 17.00 18.00 19.00 20.00

0 16.00

Panjang

52 Lampiran 3. Nilai Gonadal Somatic Indeks (GSI) Bulanan Ikan Lemuru

BULAN Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

GSI Betina 1.0716 1.56218 1.10828 0.8733 1.0242 1.7219 1.6531 2.3837 2.706 0.3819 0.4108 0.31218

GSI Jantan 0.4683 0.8981 0.7328 1.483 0.7638 1.2996 1.2962 2.9207 3.2909 0.4005 0.3637 0.2781

GSI Gabungan 0.51379 1.32983 0.92299 1.24715 0.881654 1.565738 1.519704 2.777979 2.860015 0.392109 0.388511 0.293637

53 Lampiran 4. Data Parameter Pengukuran Sampel Bulanan Ikan Lemuru di Siberut

Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober November Desember

N MSD 52 50 56 50 50 89 89 61 70 70 70 70 1590.82 1771.13 1730.66 1710.64 1681.42 1791.25 1781.04 1691.83 1770.88 1580.85 1590.71 1450.76

FL R 142-181 165-214 160-188 160-184 140-200 153-210 153-200 128-200 150-197 150-190 150-180 120-165 MSD 52.98.68 7816.03 71.37.91 67.78.89 67.119.15 79.316.23 78.614.64 69.915.00 80.412.77 50.511.69 49.27.22 47.36.53

WT R 39-76.4 62.9-143 58.2-86.3 56.4-86.4 35.9-106.8 50.8-131 51-120 27.3-124.5 44.4-109.6 41.8-101.8 43-82 28.1-60

WG MSD 0.270.3 1.020.92 0.650.28 0.830.31 0.50.47 1.220.66 1.170.6 1.890.74 2.230.79 0.20.17 0.190.09 0.140.05 R 0.1-1.6 0.4-5.1 0.3-1.5 0.2-1.5 0.1-2 0.2-2.8 0.3-2.7 0.2-3.6 0.2-4.4 0.1-1.1 0.1-0.6 0.1-0.3

Keterangan : FL = Panjang (mm), WT = Berat Total (gr), WG= Berat Gonad (gr), N = Jumlah Sampel (ekor), MSD =Rata-rata dan R = Kisaran nilai terkecil-terbesar

54 Lampiran 5. Fekunditas Ikan Lemuru pada TKG 4-6

No.

Panjang (cm) 17 17 17 17 18 17.5 17 17.4 17 17 17.4 17 17 18.8 17 17.1 17 19.2 17 18 18.5 19 19.7 17.4 18.3 18.3 18 17.9 17 19 18 19.2 19 19 18.4 18.7 18 18.1 19 18.7

Berat Total (gram) 67.2 68.8 68 69 77.8 77.1 70 74.9 68 68 77 73.6 67.7 89.7 72.5 68.2 68 104 68.2 77.5 90.2 104 105.1 75 82 78.9 85.7 77.5 74.3 84.6 80.7 103.3 84.6 98.8 86 92.4 80.3 87.4 100 86

Berat Gonad (gram) 0.4 0.4 0.4 0.5 0.5 0.6 0.6 0.6 0.6 0.7 0.8 0.8 1 1 1.2 1.2 1.2 1.4 1.3 1.4 1.4 1.4 1.5 1.4 1.5 1.5 1.6 1.5 1.5 1.5 1.5 1.5 1.7 1.7 1.7 1.6 1.8 1.6 1.8 1.7

TKG

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40.

6 4 5 4 5 5 4 4 4 5 4 6 4 6 6 6 5 6 6 4 6 6 6 6 6 4 6 4 5 5 6 6 5 5 5 6 5 4 6 5

Jumlah Telur/0,1 gr 422 456 464 423 453 412 421 432 434 436 436 462 421 464 466 473 475 426 463 432 452 462 432 463 437 448 424 454 464 464 464 474 421 434 436 474 432 488 437 463

Fekunditas (butir) 1,688 1,824 1,856 2,115 2,265 2,472 2,526 2,592 2,604 3,052 3,488 3,696 4,210 4,640 5,592 5,676 5,700 5,964 6,019 6,048 6,328 6,468 6,480 6,482 6,555 6,720 6,784 6,810 6,960 6,960 6,960 7,110 7,157 7,378 7,412 7,584 7,776 7,808 7,866 7,871

55 Lanjutan Fekunditas Lemuru pada TKG 4-6 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 18 17 18 17.8 17.6 20 19 20 18 17 18.7 20 20 18.5 19.4 18.3 18.7 18.5 18.4 18.5 18 19 18 19.5 17.4 18.5 21 21.4 19.6 19 19 21 19.3 21 83 74.4 85 72 83 104.9 120 106.4 83.8 82.4 84.7 103.5 104 87 101.2 91.2 94.4 87.8 89.6 87.8 86 95 88.7 95.8 77.4 83.8 130.1 143 100.6 97.5 98.8 131 110.2 120.1 1.7 1.9 1.8 2 2 1.9 2 2 2 2.2 2.1 2.1 2.4 2.3 2.3 2.2 2.4 2.2 2.3 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.4 2.5 2.5 2.5 2.8 2.7 2.7 2.8 3.4 5.1 6 6 6 4 6 5 6 4 5 5 5 5 6 6 5 4 5 4 6 4 6 6 4 5 6 6 5 4 5 5 4 5 5 4 463 422 454 418 422 463 455 467 473 437 463 473 416 436 437 464 426 475 455 480 467 452 443 433 474 464 467 475 426 462 476 463 422 423 7,871 8,018 8,172 8,360 8,440 8,797 9,100 9,340 9,460 9,614 9,723 9,933 9,984 10,028 10,051 10,208 10,224 10,450 10,465 10,560 10,741 10,848 11,075 11,258 11,376 11,600 11,675 11,875 11,928 12,474 12,852 12,964 14,348 21,573

56 Lampiran 6. Analisa Data Hubungan Fekunditas dengan Panjang Ikan


Dependent variable.. Fekunditas Listwise Deletion of Missing Data Multiple R .67432 R Square .45471 Adjusted R Square .44714 Standard Error 2598.69240 Analysis of Variance: DF Regression Residuals F = 1 72 Sum of Squares 405462537.0 486230559.3 Signif F = Mean Square 405462537.0 6753202.2 .0000 Method.. LOGARITH

60.04004

-------------------- Variables in the Equation -------------------Variable Panjang (Constant) B SE B Beta .674323 T 7.749 -7.219 Sig T .0000 .0000

39697.942868 5123.273168 -107612.294507 14907.68028

Fekunditas

25,000.00

Observed Logarithmic

20,000.00

15,000.00

10,000.00

5,000.00

0.00 17.00 18.00 19.00 20.00 21.00 22.00

Panjang

Anda mungkin juga menyukai