Anda di halaman 1dari 5

Pemikiran Hindu Tentang Negara Oleh admin. Selasa, 18 Juli 2006. Kategori olitik htt !""###.kmhdi.org"inde$.

h %a &artikel' age&read'id&11
Kajian tentang negara merupakan salah satu topik yang tergolong klasik dalam ilmu politik. Pembahasan tentang negara dalam ilmu politik, termasuk pendekatan institusional karena ilmu politik pada awalnya memberikan perhatian pada lembaga-lembaga politik. Dalam sejarah peradaban Barat, jaman Yunani Kuno dianggap sebagai babak awal terhadap kajian-kajian tentang negara. Sebab pada jaman Yunani Kuno (sekitar !! S"# itulah mulai mun$ul pemikiran-pemikiran tentang negara oleh para %ilo%o% seperti Plato dan &ristoteles. 'amun setelah runtuhnya peradaban Yunani dan (omawi, dunia Barat memasuki abad kegelapan (dark ages# sekitar abad ke , dimana pemikiran tentang negara didominasi oleh gagasan Kristiani. Sementara di dunia )imur tepatnya di *ndia, dalam arthasastra yang ditulis kira-kira +,--+!! S" oleh Kautilya, Perdana "enteri kerajaan .handragupta "aurya juga telah mengemukakan pemikirannya tentang negara. Dalam bukunya itu, ia membentangkan teori tentang /ikan besar memakan ikan ke$il0 (%ish law#. "enurut penulis, teori yang dikemukakan Kautilya ini dapat mewakili pemikiran 1indu tentang negara. Berdasarkan teori yang dikemukakan Kautilya, dapat dipahami bahwa alasan adanya negara adalah untuk melindungi kelompok yang lemah dari an$aman kelompok yang lebih kuat. 'egara diperlukan untuk men$egah terjadinya hukum rimba, dimana kelompok yang kuat menindas kelompok yang lemah. Dalam konteks ini pemikiran 1indu tentang negara bersi%at /struktur-%ungsional0. &rtinya, eksistensi negara harus mampu memberikan perlindungan atas seluruh kehidupan sosial (ekonomi, politik, budaya dll# warga negaranya, terlepas dari latar belakang masyarakat yang ikut bergabung ke dalam negara tersebut. Berdasarkan teori Kautilya, dapat diartikan pula tanpa eksistensi negara2dalam bentuk kongkritnya adalah pemerintah--akan menimbulkan keka$auan atau anarki akibat tiadanya otoritas yang bertindak sebagai penengah bila terjadi pertentangan antar kelompok dalam masyarakat. Pendek kata, dalam pandangan 1indu, keberadaan negara merupakan syarat penting bagi kelangsungan hidup bermasyarakat. Di Barat, pandangan tentang eksistensi negara baru mun$ul kembali melalui pemikiran-pemikiran )homas 1obbes sekitar awal abad ke -3 setelah peradaban Barat hampir -!!! tahun mengalami masa kegelapan (dark ages# akibat dominasi paham teokrasi yang dipengaruhi oleh doktrin

Kristiani. 1al ini disebabkan karena ilmu pengetahuan tidak berkembang. Konteks sejarah kelahiran pemikiran 1obbes ini karena di 4ropa saat itu dilanda perang antar kelompok yang berke$amuk tiada hentinya, tak ubahnya seperti anarki sosial. Dalam karyanya 5e6iathan2mahluk laut yang besar dan menakutkan2pada intinya 1obbes membayangkan adanya sebuah penguasa politik yang mampu menertibkan keka$auan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Kritik terhadap Teokrasi, Liberalisme dan Komunisme Sebagaimana diuraikan diatas, %ungsi pokok negara dalam perspekti% 1indu adalah untuk melindungi seluruh warga negara terutama untuk men$egah kesewenang-wenangan dari kelompok yang kuat terhadap kelompok yang lemah. 7ntuk memperjelas pandangan 1indu tentang negara ini, ada baiknya diberikan sedikit perbandingan dari beberapa ideologi dan %akta%akta sejarah yang mendukung. )eokrasi adalah paham yang meyakini agama tertentu sebagai dasar untuk mengatur kehidupan negara. &sumsinya, karena ajaran agama diwahyukan oleh )uhan itu baik, maka ia baik pula menjadi dasar untuk mengatur kehidupan negara. 'amun masalahnya, unsur-unsur masyarakat pembentuk negara itu bersi%at majemuk. Sekalipun dalam suatu negara dimana seluruh penduduknya menganut agama yang sama, maka tak terhindarkan terjadinya perdebatan dalam mena%sirkan ajaran-ajaran agama tersebut. Dalam banyak kasus, di masing-masing agama terdapat perbedaan bahkan pertentangan pamahaman tentang teokrasi ini. Kelompok *slam politik di *ndonesia misalnya, hingga hari ini juga belum menemukan kesepakatan bulat tentang bagaimana operasionalisasi dari konsep syariat *slam itu, meski sebagai tuntutan politik $ukup eksplisit. Disamping itu, sejarah peradaban Barat (sekitar abad 8 - # yang mengadopsi teokrasi

menunjukkan terjadinya kontradiksi antara $ita-$ita dan kenyataan. Bentuk kongkrit teokrasi di 4ropa saat itu adalah kekuasaan negara tunduk pada hukum-hukum gereja. Pemuka-pemuka agama telah berubah %ungsi menjadi penguasa politik. Setiap orang harus tunduk pada peraturan gereja dan tidak ada kebenaran di luar gereja. Dalam prakteknya teokrasi menimbulkan banyak penyimpangan terhadap nilai-nilai agama (Kristiani# oleh para pemuka agama itu sendiri. Sebab itu, dalam sejarah peradaban Barat periode ini disebut dengan masa kegelapan (dark ages#. Pada masa itu, negara tidak ber%ungsi melindungi kehidupan warga negara. Kegagalan bangsa-bangsa Barat dalam menerapkan gagasan teokrasi, merupakan bukti sejarah yang memperkuat alasan mengapa pandangan teokrasi itu harus ditolak.

5iberalisme adalah paham yang menekankan pentingnya hak-hak indi6idu. *stilah liberalisme yang digunakan disini berkonotasi liberalisme-kapitalis bukan liberalisme-politik. Konteks kelahiran liberalisme merupakan reaksi atas absolutisme kekuasaan oleh monarki-monarki di Barat. Pemikir utama liberalisme adalah 9ohn 5o$ke (-:+,--3!;#. 5o$ke menyatakan, untuk membatasi kekuasaan absolut, indi6idu harus diberi hak-hak pribadi terutama menyangkut hak milik. 'amun praktek liberalisme selanjutnya menimbulkan masalah baru yakni eksploitasi kaum buruh oleh kaum borjuis di Barat sendiri sekitar abad -<--=. Perkembangan selanjutnya, liberalisme meyakini mekanisme pasar bebas sebagai instrumen yang paling e%isien dan e%ekti% dalam men$iptakan kesejahteraan masyarakat. Paham ini meyakini perlunya membatasi $ampur tangan negara dalam mengurus soal kesejahteraan masyarakat. "enurut penganutnya, makin sedikit kebijakan yang dibuat pemerintah akan makin baik. Yang patut di$ermati dari pandangan ini adalah, liberalisme beranggapan entitas kekuasaan itu hanya terletak pada sektor politik saja, padahal kenyataannya entitas kekuasaan itu juga melekat pada sektor ekonomi. 5iberalisme mengira bahwa kesewenang-wenangan hanya mungkin timbul dari kekuasaan politik, padahal pemilik modal dan mekanisme pasar bebas tanpa regulasi negara akan menimbulkan kesewenang-wenangan yang setara. "aka bila liberalisme dipraktekkan senyata-nyatanya nis$aya negara akan terbatas kemampuannya untuk melindungi warga negaranya yang lemah se$ara politik dan ekonomi. Dalam konteks ini, dapat dimengerti mengapa para pendiri bangsa *ndonesia menentang liberalisme-kapitalis. Para %ounding %athers meyakini tiada demokrasi politik tanpa demokrasi ekonomi. Setelah mendapat kritik tajam di Barat sendiri, konsep negara liberalisme selanjutnya mengalami trans%ormasi menjadi negara kesejahteraan (wel%are state#. 'egara bertanggung jawab terhadap hak-hak sosial warga negara seperti kesehatan, pendidikan, pengangguran dan lain-lain. "enurut hemat penulis, 1indu kurang sependapat pandangan liberalisme-kapitalis yang membatasi peran negara yang mengakibatkan negara tidak berkutik untuk melindungi warga negaranya yang lemah. Kekuasaan negara yang berlebihan tentu saja harus dibatasi untuk menghidari otoriterisme dan praktek korupsi. 'amun bukan berarti negara dikrangkeng hingga tak berdaya untuk melindungi rakyatnya sendiri. Dalam kehidupan nyata, kuat lemahnya %ungsi negara ini bersi%at dinamis karena dipengaruhi oleh berbagai interaksi kekuatan domestik maupun internasional.

Sebagaimana telah disinggung sedikit diatas bahwa praktek liberalisme di 4ropa telah menimbulkan penderitaan bagi kaum buruh, menjadi inspirasi bagi lahirnya "ar>isme sekitar awal abad ke -=. &ntara mar>isme dan komunisme terdapat beberapa perbedaan. Sebab itu menggunakan kedua istilah itu untuk maksud yang sama akan membingungkan. "embandingkan komunisme2bukan mar>isme2disini dilakukan karena operasionalisasi kongkrit tentang negara hanya dapat diamati dalam rejim-rejim komunis. 'amun usaha untuk mendekonstruksi konsep negara mar>is penting dilakukan agar memudahkan kita untuk melakukan kritik terhadap $ita-$ita dan praktek negara komunis. Karl "ar> berasumsi bahwa negara hanya alat bagi kaum borjuis untuk mengeksploitasi kaum buruh. Sebab itu untuk menghilangkan penindasan oleh kaum borjuis negara harus dihan$urkan. "ar> men$ita-$itakan suatu masyarakat tanpa kelas (komunis#, dimana alat-alat produksi menjadi milik kaum buruh yang direbut melalui sebuah re6olusi. Kekeliruan "ar>isme karena "ar> mengira dengan dihapuskannya negara, penderitaan kaum buruh?manusia akan segera berakhir dengan ter$iptanya masyarakat tanpa kelas. 'yatanya setelah re6olusi Bolshe6ik -=-3 usai, tesis "ar> tentang masyarakat tanpa kelas sama sekali tidak terbukti. Partai komunis bahkan menjelma menjadi kelas baru yang menjalankan monopoli kekuasaan negara. )ragisnya lagi, dibawah rejim komunis terjadi ribuan pembantaian atas warga negaranya sendiri. *ni berarti se$ara %ungsional negara telah gagal untuk melindungi hak hidup bagi warga negaranya sendiri. Kemudian sejarah membuktikan rejim komunis bertumbangan di (usia dan 4ropa )imur awal tahun -==!-an.

Penutup 4ksistensi negara dalam pamikiran 1indu menekankan %ungsionalisasi dari negara itu2dalam bentuk kongkritnya adalah pemerintah--agar mampu melindungi dan mengatur ketertiban masyarakat. *ni berati 1indu mengakui pentingnya kedua entitas, negara dan masyarakat. Pemikiran 1indu tentang negara ini memiliki rele6ansi dengan teori-teori demokrasi yang meyakini pentingnya keberadaan negara dalam hubungannya dengan masyarakat. )iada demokrasi tanpa negara.

"enurut hemat penulis, pemikiran 1indu ini memberikan pandangan negara yang relati% moderat sehingga men$egah kita melompat-lompat dari perspekti% ekstem /kanan0 ke ekstrem /kiri0. 5iberalisme-kapitalis, melulu menekankan hak-hak indi6idu dalam perkembangannya /mempreteli0 kekuasaan negara, sedangkan komunisme semata-mata memberikan kewenangan mutlak pada negara untuk mengatur seluruh aspek kehidupan masyarakat sehingga $enderung menjadi otoriter seperti penah dipraktekkan negara-negara komunis. Boleh jadi kita sedang menuju suatu keadaan dimana negara memiliki suatu derajat otonomi yang relati6e si%atnya. Sekalipun dalam kenyataan hidup bernegara sering dijumpai penindasan oleh kelompok yang kuat terhadap yang lemah, namun negara senantiasa dituntut untuk men$iptakan keadilan dan kesejahteraan warga negara.

Anda mungkin juga menyukai