Anda di halaman 1dari 23

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

1. Definisi Morbus Hansen (Kusta, lepra) merupakan penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh Mycobacterium leprae yang bersifat intraselular obligat serta menyerang syaraf tepi (primer), kulit, mukosa traktus respiratorius bagian atas dan jaringan tubuh lainnya, kecuali susunan syaraf pusat1, .

. !pidemiologi Masalah epidemiologi penyakit kusta meliputi distribusi penyakit kusta menurut geografi, distribusi menurut faktor manusia dan faktor"fakstor yang menentukan terjadinya kusta#. a. Distribusi menurut geografi Distribusi angka penemuan kasus baru kusta di dunia terlapor di $H% pada a&al tahun '1 yaitu sekitar 1(.')*. Dari jumlah tersebut paling banyak terdapat di regional +sia ,enggara (1-'.1# ) diikuti regional +merika (#-..# ), regional +frika (1 .-)#) dan sisanya di regional lain di dunia. b. Distribusi menurut faktor manusia /aktor"faktor yang perlu dipertimbangkan adalah etnik atau suku karena dalam satu negara atau &ilayah yang sama kondisi lingkungannya terdapat faktor etnik yang mempengaruhi distribusi kusta, di Myanmar kejadian kusta llepromatosa lebih sering terjadi pada etnik 0urma dibandingkan dengan etnik 1ndia. /aktor sosial ekonomi juga berperan penting karena penyakit kusta tidakmenular pada orang yang sosial ekonominya tinggi. Kusta diketahui terjadi pada semua umur berkisar antara bayi sampai usia lanjut (# minggu sampai lebih dari )' tahun) namun yang terbanyak pada usia muda dan produktif dan dapat mengenai laki"laki dan perempuan namun di +frika menunjukkan bah&a laki"laki lebih banyak terserang daripada perempuan. 1

c. /aktor"faktor yang menentukan terjadinya kusta 2ampai saat ini hanya manusia satu"satunya yang dianggap sebagai sumber penularan &alaupun kusta dapat hidup pada simpanse dan telapak kaki tikus yang tidak memiliki kelenjar thymus, kuman terbanyak di mukosa hidung karena terbukti bah&a saluran napas bagian atas tipe lepromatosa merupakan sumber kuman. Menurut teori, cara masuknya kuman ke dalam tubuh adalah melalui saluran napas dan melalui kontak kulit. Kuman kusta mempunyai masa inkubasi rata"rata "* tahun. Hanya sedikit orang yang akan terjangkit kusta setelah kontak dengan pasien kusta hal ini dikarenakan adanya sistem kekebalan tubuh seluler.

#. !tiologi Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh 3.+ Hansen pada tahun 1.)4 di 5or&egia yang sampai sekarang belum dapat dibiakkan dalam media artifisial. M. Leprae berbentuk basil dengan ukuran #". 6m 7 ',* 6m, tahan asam dan alkohol serta 3ram positif. Kuman ini hidup intraseluler dan mempunyai afinitas yang besar pada sel saraf (2ch&an 8ell) dan sel dari 9etikulo !ndotelial, &aktu pembelahan sangat lama yaitu "# minggu, diluar tubuh manusia (dalam kondisis tropis) kuman kusta dari sekret nasal dapat bertahan sampai ( hari. :ertumbuhan optimal kuman kusta adalah pada suhu );#'; 8. M. leprae dapat bertahan hidup )"( hari, sedangkan pada temperatur kamar dibuktikan dapat bertahan hidup 4- hari ,

3ambar 1 0asil ,ahan +sam M. Leprae14 2ifat khas dari M. leprae #,4< a. M. Leprae merupakan parasit intra seluler obligat yang tidak dapat dibiakkan dimedia buatan . b. 2ifat tahan asam M. Leprae dapat diektraksi oleh piridin . c. M. leprae merupakan satu" satunya mikobakterium yang mengoksidasi D" Dopa (D"Dihydro7yphenylalanin). d. M. leprae adalah satu"satunya spesies micobakterium yang mengin=asi dan bertumbuh dalam saraf perifer. e. !kstrak terlarut dan preparat M. leprae mengandung komponen antigenik yang stabil dengan akti=itas imunologis yang khas, yaitu uji kulit positif pada penderita tuberculoid dan negatif pada penderita lepromatous

4. :atogenesis 2eseorang yang terinfeksi M. leprae belum tentu akan menderita penyakit kusta. 0akteri harus memenuhi jumlah minimum agar dapat tumbuh dan menimbulkan manifestasi klinis. Manifestasi klinis yang ditimbulkan"pun tergantung dari sistem imunitas seluler yang dimiliki host. :ada dasarnya, M. leprae memiliki patogenitas dan daya in=asi rendah karena penderita yang terinfeksi lebih banyak kuman belum tentu menimbulkan manifestasi klinis yang lebih parah. %leh karena itu, dapat dikatakan bah&a derajat penyakit lebih dipengaruhi oleh reaksi imunitas host dibandingkan derajat infeksinya1.

Ketika M. leprae mengin=asi, sistem imun seluler tubuh akan meresponnya sesuai derajat imunitas. Dikenal dua kutub dalam patogenesis lepra, yaitu kutub tuberkuloid (,,) dan kutub lepromatosa (>>). 2etiap kutub akan dikarakterisasi oleh imunitas yang bersifat cell-mediated atau sistem imun humoral. :ada indi=idu yang sistem imun selulernya baik, respon imun dimediasi oleh sel ,"helper 1. 2el ini akan mengeluarkan sitokin pro"inflamasi seperti 1/5" ?, ,5/, 1>" , 1>"-, 1>"1 serta molekul kemotaktil yang berfungsi memanggil sel makrofag. 2esampainya di kulit, makrofag berubah nama menjadi histiosit. Histiosit akan memfagosit M. leprae sehingga kuman dapat dieliminasi. 0iasanya hal ini terjadi pada kutub tuberkuloid*,2edangkan jika sistem imun selular tidak bekerja secara efektif, makrofag gagal memfagosit M. Leprae seperti pada tipe lepramatosa. ,ipe ini dimediasi oleh sel ,"helper dengan cara mengeluarkan 1>"4 dan 1>"1'. M. leprae menduduki makrofag dan berkembang biak di dalamnya. 2el ini disebut sebagai sel =ircho& atau sel busa atau sel lepra yang dapat ditemukan di subepidermal clear zone. +kumulasi makrofag beserta deri=at"deri=atnya membentuk granuloma yang penuh kuman. 3ranuloma dapat ditemukan tertama pada area tubuh yang suhunya lebih dingin, seperti < cuping telinga, hidung, penonjolan tulang pipi, alis mata, kaki, dll)*,-.

3ambar . :atogenesis >epra dan 9espon 1mun 2elular9espon imun pada penyakit kusta meliputi respon imun humoral atau antibody mediated immunity dan respon imun seluler atau cell mediated immunity (CMI). :ada respon imun humoral, tubuh akan memproduksi antibodi untuk menghancurkan antigen yang masuk. Dengan 8M1, antigen akan memacu produksi sel pertahanan spesifik yang dapat dimobilisasi untuk menghancurkan antigen dan akan memicu terjadinya reaksi kusta. Meskipun respon imun berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri atau antigen, tetapi respon imun yang berlebihan dapat menimbulkan reaksi kusta re=ersal maupun !5>1,4,*,-,.. Mekanisme imunopatologi !5> masih kurang jelas. !5> diduga merupakan manifestasi pengendapan kompleks antigen antibodi pada pembuluh darah. :erlu ditegaskan bah&a pada !5> tidak terjadi perubahan tipe. >ain halnya dengan reaksi re=ersal yang hanya dapat terjadi pada tipe borderline (>i, 0>, 00, 0,, ,i) sehingga dapat disebut reaksi borderline. Diperkirakan reaksi pada !5> ada hubungannya dengan reaksi hipersensiti=itas tipe lambat. 9eaksi peradangan terjadi pada tempat"tempat basil lepra berada, yaitu pada saraf dan kulit, umumnya terjadi pada pengobatan - bulan pertama *. 2ecara ringkasnya fenomena ini berupa kompleks imun akibat reaksi antara antigen M. leprae dengan antibody (1gM, 1g3) serta komplemen menjadi kompleks imun. Komplemen akan bergabung dengan kompleks imun dan akhirnya akan membentuk endapan kompleks imun dan menghasilkan polimorfonuklear leukotaktik factor. 1tulah sebabnya penimbunan kompleks imun pada pembuluh darah dan lesi merupakan karakteristik reaksi !5>*. ,erdapat juga penelitian yang mempelajari peranan tumor nekrosis faktor alfa, (,5/"a) pada patogenesiss !5>. :enderita >> yang menunjukkan reaksi !5> setelah terapi MD, juga menunjukkan kadar ,5/"a yang tinggi diduga akibat sel mononuklear pada darah tepi penderita !5> yang dapat meningkatkan jumlah ,5/. /aktor nekrosis tumor ini bisa menimbulkan kerusakan langsung pada sel dan jaringan, mengaktifkan makrofag, memacu makrofag memproduksi 1>"1 dan 1>"- dan memacu sel hepar menghasilkan protein reaktif 8 (:98)*. Konsentrasi antigen dari bakteri yang tinggi dalam jaringan akan meningkatkan le=el antibodi 1gM dan 1g3 pada penderita tipe *

lepromatosa. /ormasi dan berkurangnya komplek imun serta akti=asi sistem komplemen dengan meningkatnya mediator inflamasi, merupakan mekanisme imunopatologi penting pada !5>. 2elama reaksi !5> terjadi penurunan tingkat 1gM anti :3> "1 (phenol glukolipid) yang berasal dari dinding M. leprae. 2esudah penderita mengalami pemulihan, memacu antibodi 1gM membentuk komplek imun dengan konsentrasi yang berlebihan dari :3> "1 dalam jaringan. 0eratnya !5> disebabkan oleh meningkatnya produksi sitokin oleh limfosit ,h sebagai respon imun tubuh untuk mengatasi peradangan4,*. 9eaksi re=ersal (99) merupakan reaksi hipersensitifitas tipe lambat yang dijumpai pada kusta tipe borderline. +ntigen Mycobacterium leprae muncul pada saraf dan kulit penderita reaksi tipe ini. 1nfeksi Mycobacterium leprae akan meningkatkan ekspresi major histocompatibility complex (MHC) pada permukaan sel makrofag dan memacu limfosit ,h 8D"4 untuk menjadi aktif dalam membunuh Mycobacterium leprae4,*,-,),..

3ambar #. 2pektrum Klinis dan 9espon 1munologi 0erdasarkan ,ipe >epra14

3ambar 4. :atogenesis 9eaksi !5> dan 9eaksi 9e=ersal-

*.

Manifestasi Klinis 3ejala dan keluhan penyakit bergantung pada multiplikasi dan diseminasi

kuman M. >eprae, respons imun penderita terhadap kuman M. >eprae, komplikasi yang diakibatkan oleh kerusakan saraf perifer. 0entuk tipe klinis bergantung pada sistem imunitas seluler (212). 212 baik akan tampak gambaran klinis kearah tuberkuloid, sebaliknya 212 rendah akan memberikan gambaran lepromatosa. ,ipe 1 atau indeterminate tidak termasuk dalam spektrum. ,, adalah tipe tuberkuloid polar, yakni tuberkuloid 1''@, merupakan tipe yang stabil sehingga tidak mungkin berubah tipe. 0egitu juga >> adalah tipe lepromatosa polar merupakan lepromatosa 1''@ yang stabil. 2edangkan tipe antara >i dan ,i

disebut tipe borderline atau campuran, campuran antara tuberkuloid dan lepromatosa. 00 adalah tipe campuran yang terdiri dari *'@ tuberkuloid dan *'@ lepromatosa. 0, dan ,i lebih banyak tuberkuloidnya, sedangkan 0> dan >i lebih banyak lepromatosanya. ,ipe"tipe ini merupakan tipe yang labil, sehingga bisa bebas beralih tipe kearah ,, atau >>1.

3ambar * ,ipe Klinis dari Kusta 1*

3ejala"gejala kerusakan saraf(< 1. 5. ulnaris< anestesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis, clawin kelingking dan jari manis, atrofi hipotenar dan oto interoseus serta kedua otot lumbrikalis medial . 5. medianus< anestesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, tidak mampu aduksi ibu jari, clawin ibu jari, telunjuk, dan jari tengah, ibu jari kontraktur, atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral #. 5. radialis< anestesia dorsum manus, serta ujumg proksimal jari telunjuk, tangan gantung (wrist drop), tak mampu ekstensi jari"jari atau pergelangan tangan 4. 5. poplitea lateralis< anestesia tungkai ba&ah, bagian lateral dan dorsum pedis, kaki gantung (!oot drop), kelemahan otot peroneus.

*. 5. tibialis posterior< anestesia telapak kaki, claw toes, paralisis otot intristik kaki dan kolaps arkus pedis -. 5. fasialis< lagoftalmus ( cabang temporal dan Aigomatik), kehilangan ekspresi &ajah dan kegagalan mengaktupkan bibir (cabang bukal, mandibular dan ser=ikal) ). 5. trigeminus< anestesia kulit &ajah, kornea dan konjungti=a mata. 6ntuk mendiagnosa penyakit kusta perlu dicari kelainan"kelainan yang berhubungan dengan gangguan saraf tepi dan kelainan"kelainan yang tampak pada kulit.6ntuk itu dalam menetapkan diagnosis penyakit kusta perlu mencari tanda" tanda utama atau B8ardinal 2ign,C yaitu #< 1. >esi (kelainan) kulit yang mati rasa, lesi dapat berbentuk bercak keputih" putihan hypopigmentasi) atau kemerah"merahan (!ritemtous ) yang mati rasa (anestesi ). . :enebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf. 3anggguan fungsi saraf ini merupakan akibat dari peradangan kronis saraf tepi (neuritis perifer). 3angguan fungsi saraf ini bisa berupa < a. 3angguan fungsi saraf sensoris < mati rasa. b. 3angguan fungsi motoris <kelemahan(parese) atau kelumpuhan Dparalise). c. 3angguan fungsi saraf otonom< kulit kereing dan retak"retak. #. +danya kuman tahan asam didalam kerokan jaringan kulit (0,+E), pemeriksaan ini hanya dilakukan pada kasus yang meragukan.( 1. 9eaksi kusta tipe 1 (reaksi re=ersal, reaksi up radin ) 3ejala yang terjadi pada reaksi tipe 1 berupa adanya perubahan lesi kulit (lesi hipopigmentasu menjadi eritema, lesi macula menjadi infiltrate) maupun saraf akibat peradangan yang terjadi, onset nya mendadak. Manifestasi lesi pada kulit dapat berupa &arna kemerahan, bengkak, nyeri dan panas, sering muncul lesi kulit yang baru dengan &aktu yang relati=e singkat. :ada saraf dapat terjadi neuritis dan gangguan fungsi saraf. Kadang dapat terjadi gangguan keadaan umum penderita (demam). Hampir tidak terjadi peradangan pada organ lain. 9eaksi kusta tipe 1 dapat berlangsung -"1 minggu atau lebih*,)

1'

9eaksi kusta tipe 11 ("rythema #odosum Leprosum D !5>) 3ejala !5> bisa dilihat pada perubahan lesi kulit berupa nodul kemerahan

yang multiple, mengkilap, tampak berupa nodul atau plakat, ukurannya pada umumnya kecil, terdistribusi bilateral dan simetris, terutama di daerah tungkai ba&ah, &ajah, lengan dan paha, serta dapat pula muncul di hampir seluruh bagian tubuh kecuali daerah kepala yang berambut, aksila, lipatan paha dan daerah perineum. 2elain itu didapatkan nyeri, pustulasi dan ulserasi juga disertai gejala sistematik seperti demam, malaise, nyeri sendi, nyeri otot dan mata, neuritis, gangguan fungsi saraf, gangguan konstitusi dan komplikasi pada organ tubuh lainnya. 0ila mengenai organ lain dapat menimbulkan gejala seperti iridosiklitis, neuritis akut, limfadenitis, arthritis, orkitis, dan nefritis yang akut dengan adanya proteinuria. 1a juga dapat disertai gejala konstitusi dari ringan sampai berat yang dapat diterangkan secara imunologik pula. >ama perjalanan !5> dapat berlangsung # minggu atau lebih, kadang lebih lama*,-,).

5yeri neuritik yang hebat dan perubahan yang cepat dari kerusakan saraf perifer yang menghasilkan claw hand atau drop !oot. Kerusakan mata pada kusta dapat primer dan sekunder. :rimer mengakibatkan alopesia pada alis mata dan bulu mata, juga dapat mendesak jaringan mata lainnya. 2ekunder disebabkan oleh rusaknya. 5.fasialis yang dapat membuat paralisis 5.orbitkularis palpebrarum sebagian atau seluruhnya, mengakibatkan lagoftalmus yang selanjutnya,

11

menyebabkan kerusakan bagianFbagian mata lainnya. 2ecara sendirian atau bersama"sama akan menyebabkan kebutaan11. /enomena lucio merupakan reaksi kusta yang sangat berat yang terjadi pada kusta tipe lepromatosa non nodular difus. 3ambaran klinis berupa plak atau infiltrate difus, ber&arna merah muda, bentuk tidah teratur dan terasa nyeri. >esi terutama di ekstermitas, kemudian meluas keseluruh tubuh. >esi yang berat tampak lebih eritematous disertai purpur, bula kemudian dengan cepat terjadi nekrosis serta ulserasi yang nyeri. >esi lambat menyembuh dan akhirnya terbentuk jaringan parut11. -. 1. 8ara Menegakkan diagnosis < +namnesis a. Keluhan yang adaDkapan timbul bercak b. +pakah ada ri&ayat kontak c. 9i&ayat pengobatan sebelumnya. . :emeriksaan kulit D rasa raba. 6ntuk memeriksa rasa raba dengan memakai ujung kapas yang dilancipkan kemudian disentuhkan secara tegak lurus pada kelainan kulit yang dicurigai, sebaiknya penderita duduk pada &aktu pemeriksaan .,erlebih dulu petugas menerangkan bah&a bilamana merasa disentuh bagian tubuh dengan kapas, ia harus menunjuk kulit yang disentuh dengan jari telunjuknya,menghitung jumlah sentuhan atau dengan menunjukkan jari tangan keatas untuk bagian yang sulit dijangkau, ini dikerjakan dengan mata terbuka bilamana hal ini telah jelas, maka ia diminta menutup matanya. Kelainan"kelainan dikulit diperiksa secara bergantian untuk mengetahui ada tidaknya anestesi . pada telapak tangan dan kaki memakai bolpoin karena pada tempat ini kulit lebih tebal#. #. a. :emeriksaan saraf (ner=us)# 2araf 6lnaris. ,angan kanan pemeriksa memegang lengan kanan ba&ah penderita dengan posisi siku sedikit ditekuk sehingga lengan penderita rileks. Dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kiri pemeriksa mencari sambil meraba saraf ulnaris di dalam sulkus ner=i 6lnaris yaitu lekuken diantara tonjolan tulang siku

dan tonjolan kecil di bagian medial (epicondilus medialis ). Dengan memberi tekanan ringan pada saraf 6lnaris sambil digulirkan dan menelusuri keatas dengan halus sambil melihat mimik D reaksi penderita adakah tampak kesakitan atau tidak. b. 2araf :eroneus 8ommunis (:oplitea >ateralis). 1. :enderita diminta duduk disuatu tempat (kursi dll ) dengan kaki dalam keadaan rilek. . :emeriksa duduk didepan penderita dengan tangan kanan memeriksa kaki kiri penderita dan tangan kiri memeriksa kaki kanan . #. :emeriksa meletakkan jari telunjuk dan jari tengah pada pertengahan betis bagian luar penderita sambil pelan"pelan meraba keatas sampai menemukan benjolan tulang (caput fibula) setelah menemukan tulang tersebut jari pemeriksa meraba saraf peroneus 1 cm kearah belakang . 4. Dengan tekanan yang ringan saraf tersebut digulirkan bergantian kekanan dan kiri sambil melihat mimik D reaksi penderita. c. 2araf ,ibialis :osterior 1. :enderita masih duduk dalam posisi rileks . . Dengan jari telunjuk dan tengah pemeriksa meraba saraf ,ibialis :osterior dibagian belakang ba&ah dari mata kaki sebelah dalam(maleolus medialis)dengan tangan menyilang (tangan kiri memeriksa saraf tibialis kiri dan tangan kanan pemeriksa memeriksa saraf tibialis posteior kanan pasien ) #. Dengan tekanan ringan saraf tersebut digulirkan sambil melihat mimik D reaksi dari penderita.

4.

:emeriksaan 3angguan /ungsi 2araf 6ntuk mengetahui adanya gangguan pada fungsi saraf yang perlu

diperiksa adalah Mata, ,angan, dan Kaki, :emeriksaan /ungsi 9asa 9aba dan Kekuatan %tot. +lat yang diperlukan < ballpoin yang ringan dan kertas serta tempat duduk untuk penderita. *. :emeriksaan bakterioskopik

1#

:emeriksaan bakterioskopik digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis dan pengamatan pengobatan. 2ediaan dibuat dari kerokan jaringan kulit atau usapan dan kerokan mukosa hidung yang di&arnai deng an pe&arnaan
terhadap basil tahan asam, antara lain dengan pe&arnaan Giehl"5eelsen. Humlah tempat yang diambil untuk pemeriksaan ruitn sebaiknya minimal 4"- tempat, yaitu kedua cuping telinga bagian ba&ah dan "4 lesi lain yang paling aktif (yang paling eritematosa dan infiltratif). 8ara pengambilan bahan dengan menggunakan skapel steril. 2etelah lesi tersebut didesinfeksi kemudian dijepit antara ibu jari dan jari telunjuk agar menjadi iskemik, sehingga kerokan jaringan mengandung sedikit mungkin darah. 1risan yang dibuat harus sampai di dermis, melampaui subepidermal clear zone agar mencapai jaringan yang diharapkan banyak mengandung sel Iircho& (sel lepra) yang di dalamnya mengandung basil M.leprae. Kerokan jaringan itu dioleskan di gelas alas, difiksasi di atas api, kemudian di&arnai dengan pe&arnaan Giehl"5eelsen. M. leprae tergolong basil tahan asam (0,+) akan tampak merah pada sediaan. Dibedakan bentuk batang utuh (solid), batang terputus (fragmented), dan butiran (granular). 0entuk solid adalah basil hidup, sedangkan fragmented dan granular merupakan bentuk mati. Kepadatan 0,+ tanpa membedakan solid dan nonsolid pada sebuah sediaan dinyatakan dengan indeks bakteri (10) dengan nilai dari ' sampai -E menurut 9idley, ' bila tidak ada 0,+ dalam 1'' lapang pandang (>:) 1E bila 1"1' 0,+ dalam 1'' >: E bila 1"1' 0,+ dalam 1' >: #E bila 1"1' 0,+ rata"rata dalam 1 >: 4E bila 11"1'' 0,+ rata"rata dalam 1 >: *E bila 1'1"1''' 0,+ rata"rata dalam 1 >: -E bila J1''' 0,+ rata"rata dalam 1 >:. :emeriksaan dengan menggunakan mikroskop cahaya dengan minyak emersi pada pembesaran lensa obyektif 1''7. 10 seseorang adalah 10 rata"rata semua lesi yang dibuat sediaan 2edangkan indeks morfologi merupakan persentase bentuk

basil yang solid dibandingkan dengan jumlah keseluruhan basil (solid E nonsolid).
-. :emeriksaan histopatologik

14

+danya massa epiteloid yang berlebihan dikellingi oleh limfosit yang disebut tuberkel akan menjadi penyebab utama kerusakan jaringan dan cacat. :ada penderita dengan sistem imunitas selular rendah atau lumpuh, histiosit tidak dapat menghancurkan M. leprae yang sudah ada di dalamnya, bahkan dijadikan tempat berkembang biak dan disebut sel Iircho& atau sel lepra atau sel busa. 3ranuloma adalah akumulasi makrofag dan atau deri=at"deri=atnya. 3ambaran histopatologik tipe tuberkuloid adalah tuberkel dan kerusakan saraf yang lebih nyata, tidak ada basil atau hanya sedikit dan nonsolid. :ada tipe lepromatosa terdapat kelim sunyi subepidermal ( subepidermal clear zone), yaitu suatu daerah langsung di ba&ah epidermis yang jarinagnnya tidak patologik. ). :emeriksaan serologik :emeriksaan serologik kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh seseorang yang terinfeksi oleh M. leprae. +ntibodi yang terbentuk dapat bersifat spesifik terhadap M. leprae, yaitu antibodi anti phenolic lycolipid-$ (:3>"1) dan antibodi antiprotein 1- kD serta #* kD. 2edangkan antibodi yang tidak spesifik antara lain antibodi anti"lipoarabinomanan (>+M), yamg juga dihasilkan oleh kuman M. tuberculosis. Macam"macam pemeriksaan serologik kusta ialah< a. 6ji M>:+ (M. leprae %article & lutination) b. 6ji !>12+ c. M> dipstick (M. leprae dipstic') 8ara memeriksa gangguan fungsi saraf dan kelemahan otot adalah dengan teknik (oluntary muscle test ()M*) atau tes kekuatan otot dan untuk memeriksa berkurangnya rasa raba dilakukan s ensiti(ity test (+*) atau tes rasa raba. 6ntuk membantu diagnosis !5> dapat dilakukan penyelidikan tentang abnormalitas konduksi saraf termasuk konduksi yang melambat secara segmental terlihat pada tempat"tempat terperangkap (segmen siku dari saraf ulnaris), latensi distal memanjang, berkurangnya (sensorik atau motorik) =elositas konduksi saraf.

).

Diagnosis 0anding11 makula berbentuk bulat, &arna putih, lokalisasi pada muka dan bila

a. :itiriasis alba terdapat pada anak"anak biasanya menjadi persoalan untuk diagnosis pada daerah

1*

endemik kusta. :enyebaran belum jelas, lesi dapat tunggal atau multiple dan banyak pada pipi. 0iasanya menghilang setelah anak menjadi de&asa. b. Iitiligo Kelihatan lebih depigmentasi (achromia) daripada hipopigmentasi dan pertumbuhan rambut pada daerah macula dapat achromic. >esi multiple, ukuran dan bentuknya ber=ariasi. ,idak didapatkan penebalan saraf dan tes histamine normal. 0ila hipopigmentasi berubah menjadi depigmentasi, maka diagnosis akan menjadi lebih jelas. ,idak ada alopesia, anhidrosis dan gangguan sensasi. c. :itiriasis =ersikolor 0iasanya hipopigmentasi yang asimptomatik, multiple, jarang pada muka, banyak pada badan dan lengan. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan K%H 1' @, didapatkan spora, hifa pada kerokan kulit.
d. Dermatitis seboroik Hipopigmentasi pada dada dan muka yang mirip dengan kusta. +danya gatal, skuama dan ketombe pada kulit kepala menunjukkan suatu dermatitis seboroik. e. :itiriasis rosea :enyebabnya mungkin =irus, lesi hipopigmentasi yang asimptomatik, macula o=al dengan distribusi pada badan dan bagian proksimal anggota badan. f. :ost inflamasi hipopigmentasi Kulit bereaksi terhadap trauma berupa hipo atau hiperpigmentasi. >esi meninggalkan macula yang tegas dan dengan anamnesis dapat membantu menegakkan diagnosis. .. :enatalaksanaan11 ,erdapat beberapa rejimen dalam pengobatan kusta yang ditujukan untuk membunuh kuman m.leprae. :engobatan kusta disarankan memakai program

Multi Drugs ,herapy (MD,), yang direkomendasikan oleh $H% sejak 1(.1. ,ujuan dari program MD, adalah< mengatasi resistensi dapson yang semakin meningkat, menurunkan angka putus obat (drop"out rate) dan ketidaktaatan penderita. 9ejimen pengobatan kombinasi sebagai berikut<
a. :ausibasiler Dapson 1'' mgDhari, makan di rumah 9ifampisin -'' mgDbulan, makan di muka petugas >amanya pengobatan < - bulan, maksimal ( bulan (- dosis rifampisin).

1-

:enderita yang tidak cocok dengan dapson, dapat diganti dengan klofasimin. :enderita yang telah mendapat - dosis MD, dalam - bulan atau maksimal ( bulan dapat langsung dinyatakan 9elease from theraphy (9/,), asal tidak timbul lesi baru atau lesi semula melebar. :enderita yang telah dinyatakan 9/, dikeluarkan dari daftar pengobatan dan dimasukkan dalam kelompok pengamatan (2ur=eillance). :emeriksaan ulangan untuk pengamatan hanya dilakukan 1 7 setahun selama tahun. 0ila penderita yang telah dinyatakan 9/, ternyata timbul lesi baru atau perluasan lesi lama, maka penderita tersebut dianggap relaps (kambuh) dan diklasifikasikan kembali menjadi penderita M0. :engobatan MD, diulangi dengan rejimen M0. 0ila setelah b. Multibasiler tahun berturut"turut tidak timbul gejala aktif, atau tidak datang memeriksakan diri, maka penderita dinyatakan 9elease /rom 8ontrol (9/8) sembuh. Dapson 1'' mgDhari, minum dirumah 9ifampisin -'' mgDbulan, diminum di muka petugas Klofasimin (>ampren) *' mgDhari, diminum di rumah dan #'' mgDbulan, diminum di muka petugas. >ama pengobatan < 1 bulan, maksimal 1. bulan (dengan 1 dosis rifampisin). 0ila ada kontraindikasi dapat diberikan kombinasi -'' mg rifampisin, 4'' mg ofloksasin dan 1'' mg minosiklin selama 4 bulan. :enderita M0 yang telah mendapat MD, 1 dosis dalam &aktu 4 bulan atau maksimum 1. bulan dan 0,+ negati=e (pemeriksaan tiap bulan) dapat dinyatakan 9/,. 0ila masih 0,+ positif, pengobatan diteruskan sampai 0,+ negati=e (pemeriksaan tiap - bulan). :enderita yang tidak cocok dengan rifampisin dapat diberikan *' mg klofasimin tiap hari, 4'' mg ofloksasin dan 1'' mg minosiklin selama - bulan. Dilanjutkan *' mg klofasimin, 1'' mg minosiklin, atau 4'' mg ofloksasin selama kurang lebih 1. bulan. :emeriksaan dilakukan 1 kali setahun selama * tahun untuk pemeriksaan klinis dan bakteriologis. 0ila setelah * tahun tidak timbul lesi baru atau perluasan lesi lama dan tidak menunjukkan gejala aktif, maka penderita dapat dinyatakan 9/8 (sembuh).

(.

:encegahan :enyakit Kusta Mengingat di masyarakat masih banyak yang belum memahami tentang

penyakit kusta yang bisa menjadi hambatan bagi pelaksanaan program 1)

pemberantasan kusta termasuk dalam mengikutsertakan peran serta masyarakat, maka diperlukan upaya"upaya pencegahan untuk dapat mengurangi pre=alensi, insidens dan kecacatan penderita kusta. 6paya"upaya pencegahan diatas dibagi menjadi beberapa tingkatan sesuai dengan perjalanan penyakit yaitu < pencegahan primer, sekunder, dan pencegahan tersier a. :encegahan :rimer :encegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mempertahankan orang yang sehat agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit. 2ecara garis besar, upaya pencegahan ini dapat berupa pencegahan umum dan pencegahan khusus. :encegahan umum dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada masyarakat umum, misalnya personal hygiene, pendidikan kesehatan masyarakat dengan penyuluhan dan kebersihan lingkungan. :encegahan khusus ditujukan pada orang"orang yang mempunyai resiko untuk terkena suatu penyakit, misalnya pemberian immunisasi b. :encegahan 2ekunder ,ingkat pencegahan kedua ini merupakan upaya manusia untuk mencegah orang yang telah sakit agar sembuh dengan pengobatan, menghindarkan komplikasi kecacatan secara fisik. :encegahan sekunder mencakup kegiatan" kegiatan seperti dengan tes penyaringan yang ditujukan untuk pendeteksian dini serta penanganan pengobatan yang cepat dan tepat. ,ujuan utama kegiatan pencegahan sekunder adalah untuk mengidentifikasikan orang"orang tanpa gejala yang telah sakit atau yang jelas berisiko tinggi untuk mengembangkan penyakit. c. :encegahan ,ersier :encegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidak mampuan dan mengadakan rehabilitasi. 6paya pencegahan tingkat tiga ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan fungsi organ tubuh, membuat protesa ekstremitas akibat amputasi dan mendirikan pusat"pusat rehabilitasi medik. d. :encegahan Kecacatan M.leprae menyerang saraf tepi pada tubuh manusia. ,ergantung dari kerusakan urat saraf tepi, maka akan terjadi gangguan fungsi saraf tepi < sensorik, motorik, dan otonom. Menurut $H% tahun 1((- batasan istilah dalam cacat kusta adalah <

1.

a. Impairment < segala kehilangan atau abnormalitas struktur fungsi yang bersifat psikologik, fisiologik, atau anatomik. b. ,issability < segala keterbatasan atau kekurangmampuan (akibat impairment) untuk melakukan kegiatan dalam batas"batas kehidupan yang normal bagi manusia. c Handicap < kemunduran pada seorang indi=idu (akibat impairment dan disability) yang membatasi atau menghalangi penyelesaian tugas normal yang bergantung pada umur, seks, dan faktor sosial budaya. Henis cacat kusta dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu < a. Kelompok cacat primer, adalah kelompok cacat yang disebabkan langsung oleh aktifitas penyakit, terutama kerusakan akibat respons jaringan terhadap M.leprae. yang termasuk cacat primer adalah cacat pada fungsi saraf sensorik, fungsi saraf motorik, dan cacat pada fungsi otonom serta gangguan refleks =asodilatasi. b. Kelompok cacat sekunder, yaitu cacat yang terjadi akibat cacat primer, terutama akibat adanya kerusakan saraf. +nastesi akan memudahkan terjadinya luka akibat trauma mekanis atau termis yang dapat mengalami infeksi sekunder dengan segala akibatnya. Derajat cacat kusta menurut $H% (1(..), di bagi menjadi tiga tingkatan, yaitu < a. 8acat pada tangan dan kaki < ,ingkat ' < tidak ada anestesi dan kelainan anatomis ,ingkat 1 < ada anestesi, tetapi tidak ada kelainan anatomis ,ingkat < terdapat kelainan anatomis

b. 8acat pada mata < ,ingkat ' < tidak ada kelainan pada mata (termasuk =isus) ,ingkat 1 < ada kelainan mata, tetapi tidak terlihat, =isus sedikit berkurang ,ingkat a. < ada lagoftalmos dan =isus sangat terganggu 6paya pencegahan cacat terdiri atas < 6paya pencegahan cacat primer, yang meliputi < " :engobatan secara teratur dan adekuat

1(

" " b. " " " " " " "

Diagnosa dini dan penatalaksanaan neuritis Diagnosa dini dan penatalaksanaan reaksi :era&atan diri sendiri untuk mencegah luka >atihan fisioterapi pada otot yang mengalami kelumpuhan untuk mencegah terjadinya kontraktur 0edah rekonstruksi untuk koreksi otot yang mengalami kelumpuhan agar tidak mendapat tekanan yang berlebihan 0edah plastic untuk menguragi perluasan infeksi :era&atan mata, tangan, dan atau kaki yang anestesi atau mengalami kelumpuhan otot.

6paya pencegahan cacat sekunder, yang meliputi <

1'. Komplikasi Komplikasi umum dari kusta timbul dari cedera saraf perifer, insufisiensi =ena dan timbulnya jaringan parut. Kira"kira seperempat sampai sepertiga dari pasien yang baru didiagnosis kusta memiliki, atau akhirnya akan memiliki, beberapa cacat kronis sekunder sampai dengan cedera saraf yang ire=ersible, biasanya pada tangan atau kaki, atau juga keterlibatan mata. Keratitis mungkin akibat dari berbagai faktor termasuk mata kering, ketidakpekaan kornea dan lagophthalmus. Keratitis dan lesi pada segmen anterior (termasuk keterlibatan iris, sklera atau saraf kornea) dapat mengakibatkan kebutaan. 1nsufisiensi =ena, yang merupakan efek sekunder dari rusaknya endotel katup =ena dalam, menyebabkan dermatitis yang menetap dan berkepanjangn sehingga menimbulkan borok pada kaki. :enghancuran sendi dapat terjadi karena hilangnya sensasi nyeri pelindung. Hasil dari keterlibatan dari saraf simpatik ialah berkurang hidrosis dari kulit, menyebabkan telapak tangan kering dan juga pada telapak kaki. :erubahan bentuk pada hidung pada tipe ll adalah hasil dari jaringan parut, yang menggantikan tulang dan tulang ra&an. Komplikasi yang jarang terjadi adalah fenomena lucio yang meliputi septikemia dari luka yang luas dan kontraktur sekunder dari jaringan parut. 8edera saraf mengarah pada hilangnya iner=asi ke otot"otot dan berakhir pada kelemahan. 2iklus kerusakan yang berulang dan infeksi berat dari bakteri,

'

mengarah kepada hilangnya sensasi nyeri, dan merupakan sumber dari kerusakan jaringan yang berat pada lepra. Kelainan bentuk, kelemahan otot atau jaringan parut merupakan hasil dari deformitas yang lebih lanjut*. 11. :rognosis :rognosis untuk menghentikan penjelekan kerusakan jaringan dan syaraf adalah baik, tetapi penyembuhan kehilangan fungsi sensoris dan motoris ber=ariasi dan biasanya tidak sempurna. Hiperpigmentasi, hipopigmentasi dan kehilangan organ kulit tetap. 2tatus reaksional diantaranya ketaatan yang buruk dan kemunculan resistansi dapson semuanya ini dapat menyebabkan pemburukan klinis atau kumat yang memerlukan pemantauan penderita dengan ketat. 0anyak dari kelemahan kronik akibat dari trauma berulang pada jari"jari tungkai yang anestetik. Menasehati penderita dengan hati"hati dan konsultasi dengan pelayanan terapi fisik dan kerja sangat penting untuk hasil akhir yang optimal1#.

DAFTAR PUSTAKA
1. Kosasih, +, $isnu,M, 2jamsoe,!, dkk. Kusta. 0uku 1lmu :enyakit Kulit dan Kelamin /K61, edisi kelima. ''). Hakarta< /akultas Kedokteran 6ni=ersitas 1ndonesia. Hlm.)#"... . Murtiastutik, D. Dkk. '1 .:enyakit Kulit dan Kelamin. !disi . 2urabaya < :usat :enerbitan dan :encetakan 6nair (+6:). Hlm 41"*4 1

#. Kementrian Kesehatan 91. '1 . 4. :ra&oto. /aktor"faktor risiko yang berpengaruh terhadap terjadinya reaksi (2tudi di &ilayah kerja :uskesmas Kabupaten 0rebes). +=ailable at< http<DDeprints.undip.ac.idD1))4*D D:9+$%,%.pdf. +ccess on < 5o=ember 1 '1#. *. /reedbeg 1M, !iAen +G, $olff K, +usten K/, 3oldsmith >+. /itApatrickKs Dermatology in 3eneral Medicine. -th ed. '1 , 5e& Lork< Mc3ra& Hill. Hlm. *#" - . -. Misch ! + et al. Hournal +merican 2ociety for Microbiology (+2M) < Microbiol. Mol. 0iol. 9e=. '1'M)4<*.("- '. +=ailable from < http<DDmmbr.asm.orgDcontentD)4D4D*.(D/1.e7pansion.html

). Hames, $. et. all. ''-. HansenKs Disease dalam +ndre&Ks Diseseas of the 2kin. 2aunders !l=isier. Hl. ##4"#4#

.. !ndang, ,.$, dkk. '1 . 9e=ersal 9eaction in ,uberculoid >eprosy. 8ase 9eport (. Depkes. ''). 0uku :edoman 5asional :engendalian :enyakit Kusta. Direktorat Hendral :engendalian :enyakit dan Kesehatan >ingkungan 1'. Ielasco, D. '1 . >eprosy diagnosed by bone marro& aspiration. 0ritish Hournal of Haemathology. 11. +mirudin MD. !ritema 5odosum >eprosum. 1lmu :enyakit Kusta. ''#. Makassar < Hassanudin 6ni=ersity :ress. Hlm. .#"((. 1 . McDouglas, 8. ''*. +tlas Kusta. !disi 0ahasa 1ndonesia. ,okyo, Hepang< 2asaka&a Health /oundation 1#. Miller, 9.+. ''-. >epra (:enyakit Hansen) dalam 1lmu Kesehatan +nak 5elson. !disi ke 14. Hakarta< :enerbit 0uku Kedokteran !38. Hlm. 1'4-" 1'4(

14. Montoya D, Moddlin 9>. +d=ance in 1mmunology (Iol. 1'*, '1', 1" 4). >earning from >eprosy < 1nsight into the Hunam 1nnate 1mmune 9esponse. >os +ngeles< !lse=ierM '1'. +=ailable from < http<DD&&&.sciencedirect.comDscienceDarticleDpiiD2''-* ))-1''*''1)

1*. >egendre D:, MuAny 8+, et al. HansenKs Disease (>eprosy). Medscape reference< '1 M# (1)< )"#). +=ailable from < http<DD&&&.medscape.comD=ie&articleD)*)1##N4

Anda mungkin juga menyukai