Anda di halaman 1dari 24

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ............................................................................................................................................ 1 BAB I ....................................................................................................................................................... 2 A. B. C. Identitas ........................................................................................................................................ 2 Autoanamnesis ............................................................................................................................. 2 Pemeriksaan Fisik ........................................................................................................................ 2

BAB II ...................................................................................................................................................... 6 1. 2. 3. 4. 5. d. e. Definisi ......................................................................................................................................... 6 Etiologi ......................................................................................................................................... 6 Cara Penularan ............................................................................................................................. 7 Patogenesis ................................................................................................................................... 8 Klasifikasi .................................................................................................................................. 10 Diagnosis .................................................................................................................................... 11 Penatalaksanaan ......................................................................................................................... 15

BAB III................................................................................................................................................... 20 DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................................... 24

BAB I STATUS PASIEN A. Identitas Nama Umur JK B. Autoanamnesis


1.

: An. D : 3 tahun 6 bulan : Perempuan

Keluhan Utama: Batuk lebih dari 1 bulan.

2.

Riwayat Penyakit Sekarang : 1 bulan SMRS os mengeluhkan batuk, batuk berdahak (+), batuk darah (-), demam (-), sesak(-), nafsu makan-minum (-).

3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD):

Pasien belum pernah dirawat di RS sebelumnya, belum pernah mengalami sakit serupa, belum pernah mengalami penyakit yang serius.
4.

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK): Anggota keluarga ada yang memiliki riwayat batuk lama dan pernah di cek BTA tetapi hasilnya negative.

5. 6.

Riwayat Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap Riwayat Alergi : Alergi obat (-), alergi cuaca (-), alergi makanan (-), debu (-), bulu (-)

C. Pemeriksaan Fisik Kesadaran : Composmentis

Tanda Vital Suhu Nadi RR : 36.5 C : 96 kali/menit : 24 kali/menit

Status Gizi Tinggi Badan Berat badan Status Gizi : 90.5 cm : 14 kg : Baik

STATUS GENERALIS Kepala Bentuk Rambut Mata Hidung Telinga Mulut : Normocephal : Hitam dan tidak rontok : Konjungtiva anemis (-/-), skelra ikterik (-/-) : Konka hiperemis (-/-), keluar sekret (-/-) : Keluar sekret (-/-) : Pharynk hiperemis (-), bibir anemis (-/-), bibir sianosis (-/-)

Leher Kelenjar tiroid : Pembesaran (-)

Kelenjar getah bening : Tidak teraba pembesaran di limfonodi Thorax Inspeksi Palpasi Perkusi : Dinding dada simetris, retraksi sela iga (-), ketinggalan gerak (-) : Vocal fremitus kiri dan kanan sama : Sonor dikedua lapang paru, batas paru-hepar ICS 5

Auskultasi : Bunyi napas, vesicular (+/+), wheezing (-/-) , ronkhi (+/+)

Jantung Inspeksi Palpasi : Ictus cordis tidak terlihat : Ictus cordis teraba di linea midsternal sinistra intercostal 5 midclavicularis sinistra Perkusi : Jantung dalam batas normal

Aukultasi : Bunyi jantung 1&2 murni, tunggal, reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen Inspeksi : distensi (-), massa (-), bekas operasi (-),

Auskultasi : Bising usus (+), 8 x/menit Palpasi Epigastrium Hati Limpa Ginjal : : Nyeri tekan (-) : Tidak teraba pembesaran : Tidak teraba pembesaran : Nyeri ketok (-) : Timpani pada keempat kuadran abdomen

Perkusi

Extremitas Superior Inferior : Akral hangat, RCT<2 detik, edema (-), sianosis (-), : Akral hangat, RCT<2 detik, edema (-), sianosis (-)

D. Pemeriksaan Penunjang 1. Pemeriksaan Radiologi (Foto Thoraks) Para cardia infiltrate sinistra dengan konsolidasi (+) Corakan bronkovaskular kasar, hilus padat dan tebal

Tak tampak gambaran pleural line di hemithoraks Dx/Sn Sinus costofrenikus Dx/Sn lancip dan sinus cardiofrenikus Dx/Sn tumpul Cor CTR < 0.50 Kesan : Proses spesifik

2. Pemeriksaan Laboratorium Jenis pemeriksaan WBC RBC HGB HCT MCV MCH MCHC PLT LED I Jam LED II jam 3. Uji tuberculin : positif Hasil 9.1 4.78 12.0 39.4 82.4 25.1 30.2 245 23 65 Nilai Normal 4.5-11.0 4,5-5,5 12-16 40-54 85-100 28-31 30-35 150-450 L 3-8 P 6-11 L 5-18 P 6-20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 1. Definisi Tuberkulosis paru merupakan penyakit infeksi penting bagi saluran pernapasan. Basil Mycobacterium tersebut masuk ke dalam jaringan paru melalui saluran napas (droplet infection) sampai alveolus dan menetap, maka terjadilah infeksi primer. Infeksi primer ini dimulai saat kuman tuberkulosis paru berhasil berkembang biak dengan cara membelah diri di paru yang mengakibatkan peradangan pada paru. Saluran limfe akan membawa kuman tuberkulosis ke kelenjar limfe di sekitar hilus paru dan ini disebut dengan kompleks primer (Depkes RI, 2001). Tuberkulosis (TB) adalah penyakit akibat infeksi kuman Mycobacterium tuberculosis yang bersifat sistemik sehingga dapat mengenai hampir semua organ tubuh dengan lokasi terbanyak di paru yang biasanya merupakan lokasi infeksi primer (IDAI, 2010). 2. Etiologi Penyebab tuberkulosis adalah Mycobacterium tuberculosis. Ada 2 macam mycobacteria yang menyebabkan penyakit tuberculosis yaitu tipe human (berada dalam bercak ludah dan droplet) dan tipe bovin yang berada dalam susu sapi Agen tuberculosis, Mycobacterium tuberculosa, Mycobacterium bovis, dan Mycobacterium africanum, merupakan anggota ordo Actinomycetes dan famili Mycobacteriaceae. Ciri ciri kuman berbentuk batang lengkung, gram positif lemah, pleiomorfik, tidak bergerak, dengan ukuran panjang 1 4 m dan tebal 0.3 0.6 m, tidak berspora sehingga mudah dibasmi dengan pemanasan sinar matahari dan ultra violet. Dinding sel kaya lipid menimbulkan resistensi terhadap daya bakterisid antibodi dan komplemen.

Berdasarkan sifat metabolisme basil, terdapat 4 jenis populasi basil tuberkulosis, yaitu: a. Populasi A, yang terdiri atas kuman yang secara aktif berkembang biak dengan cepat, kuman ini banyak terdapat pada dinding kavitas atau dalam lesi yang mempunyai pH netral. b. Populasi B, terdiri atas kuman yang tumbuhnya sangat lamban dan berada dalam lingkungan pH yang rendah. Lingkungan asam ini yang melindunginya terhadap obat antituberkulosis tertentu. c. Populasi C, yang terdiri atas kuman tuberkulosis yang berada dalam keadaan dormant hampir sepanjang waktu. Kuman yang terdapat dalam dinding kavitas ini jarang mengadakan metabolisme secara aktif dalam waktu yang singkat. d. Populasi D, terdiri atas kuman-kuman yang sepenuhnya bersifat dormant sehingga sama sekali tidak bisa dipengaruhi oleh obat-obat anti-tuberkulosis. 3. Cara Penularan Penularan tuberculosis primer dapat melalui 4 cara, yaitu: a) Batuk orang dewasa Saat orang dewasa batuk atau bersin, sejumlah tetesan cairan (ludah) tersembur ke udara. Bila orang tersebut menderita tuberculosis paru, maka tetesan tersebut mengandung kuman. Jika disekitar orang tersebut terdapat orang dewasa atau anak-anak yang pada saat itu kekebalan tubuhnya menurun maka dengan mudah akan terinfeksi atau tertular b) Makanan atau susu Anak- anak bisa terinfeksi tuberculosis dari susu atau makanan, dan infeksi bisa terjadi mulai pada mulut atau usus. Susu dapat mengandung tuberkulosi dari sapi (bovine TB),

bila sapi di daerah tersebut menderita tuberculosis dan susu tidak direbus sebelum diminum. Bila hal ini terjadi, infeksi primer terjadi pada usus, atau terkadang pada amandel. c) Faktor Lingkungan Lingkungan yang tidak sehat, gelap dan lembab akan mendukung perkembangbiakan basil Mycobacterium tuberkulosis. Seperti diketahui basil tuberkulosis merupakan BTA (Basil Tahan Asam) yang dapat berkembang biak apabila ada di ruangan yang gelap dan lembab, akan mati jika terkena sinar matahari secara langsung. Jadi kebersihan lingkungan perlu diperhatikan. d) Faktor Ekonomi Faktor ekonomi berkaitan dengan ketersediaan pangan yang kaya zat gizi. Ekonomi juga menjadi faktor pendukung yang mempengaruhi penyebab penularan tuberculosis primer. Seorang ibu dengan perekonomian rendah maka untuk mencukupi makanan bergizi untuk tumbuh kembang anak susah, sehingga mereka hanya memberi makanan apa saja tanpa mengetahui nilai gizinya. Padahal kita tahu bahwa dengan mengkonsumsi makanan sehat dan bergizi akan bermanfaat bagi tumbuh kembang anak dan meningkatkan kekebalan tubuh anak terhadap penyakit. 4. Patogenesis Paru merupakan port dentre lebih dari 98% kasus infeksi TB. Karena ukurannya yang sangat kecil (<5 m), kuman TB dalam percik renik (droplet nuclei) yang terhirup dapat mencapai alveolus. Masuknya kuman TB akan segera diatasi oleh mekanisme imunologik nonspesifik. Makrofag alveolus akan memfagosit kuman TB dan biasanya sanggup menghancurkan sebagian besar kuman TB. Akan tetapi, pada sebagian kecil kasus, makrofag tidak mampu menghancurkan kuman TB dan kuman akan bereplikasi dalam makrofag.

Kuman TB dalam makrofag yang terus berkembang biak akan menyebabkan makrofag lisis dan kuman TB akan membentuk koloni di tempat tersebut. Lokasi pertama koloni kuman TB di jaringan paru disebut focus primer Ghon. Dari fokus primer kuman TB, kuman TB menyebar melalui saluran limfe menuju ke kelenjar limfe regional, yaitu kelenjar limfe yang mempunyai saluran limfe ke lokasi fokus primer. Penyebaran ini menyebabkan terjadinya inflamasi di saluran limfe (limfangitis) dan di kelenjar limfe (limfadenitis) yang terkena. Jika fokus primer terletak di lobus bawah atau tengah, kelenjar limfe yang akan terlibat adalah kelenjar limfe parahilus, sedangkan jika fokus primer terletak di apeks paru, yang akan terlibat adalah kelenjar paratrakeal.Kompleks primer merupakan gabungan antara fokus primer, kelenjar limfe regional yang membesar (limfadenitis), dan saluran limfe yang meradang (limfangitis). Waktu yang diperlukan sejak masuknya kuman TB hingga terbentuknya kompleks primer secara lengkap disebut sebagai masa inkubasi kuman TB. Masa inkubasi TB biasanya berlangsung dalam waktu 4-8 minggu dengan rentang waktu antara 2-12 minggu. Dalam masa inkubasi tersebut, kuman tumbuh hingga mencapai jumlah 103-104, yaitu jumlah yang cukup untuk merangsang respon imunitas seluler. Selama minggu-minggu awal proses infeksi, terjadi pertumbuhan logaritmik kuman TB sehingga jaringan tubuh yang awalnya belum tersensitisasi terhadap tuberkulin, mengalami perkembangan sensitivitas. Pada saat terbentuknya kompleks primer inilah infeksi TB primer dinyatakan telah terjadi. Hal tersebut ditandai oleh terbentuknya hipersensitivitas terhadap tuberkuloprotein, yaitu timbulnya proses respons positif terhadap uji tuberkulin. Selama masa inkubasi uji tuberkulin masih negatife. Setelah kompleks primer terbentuk, imunitas seluler tubuh terhadap TB telah terbentuk. Pada sebagian besar individu dengan

system imun yang berfungsi baik, begitu system imun berkembang, proliferasi kuman TB berhenti. Namun, sejumlah kuman TB dapat tetap hidup dalam granuloma. Bila imunitas seluler telah terbentuk, kuman TB baru yang masuk ke dalam alveoli akan segera dimusnahkan. Setelah imunitas seluler terbentuk, fokus primer di jaringan paru biasanya mengalami resolusi secara sempurna membentuk fibrosis atau kalsifikasi setelah mengalami nekrosis perkejuan dan enkapsulasi. Kelenjar limfe regional juga akan mengalami fibrosis dan enkapsulasi, tetapi penyembuhannya biasanya tidak sesempurna fokus primer di jaringan paru. Kuman TB dapat tetap hidup dan menetap selama bertahun-tahun dalam kelenjar ini. Penularan tuberculosis primer terjadi karena batuk atau percikan ludah yang mengandung basil Mycobacterium Tuuberkulosis bertebaran di udara, kemudian terhirup oleh anak yang pada saat itu sistem imunitas dalam tubuhnya menurun sehingga mudah terinfeksi. Basil tersebut berkembang biak perlahan-lahan dalam paru sehingga menyebabkan kelainan paru. Basil ini bila menetap di jaringan paru, ia akan tumbuh dan berkembang biak dalam sitoplasma makrofag. Basil juga dapat terbawa masuk ke organ tubuh lain yang nantinya bisa menyebabkan tuberculosis hati, ginjal, jantung, kulit dan lain-lain (UKK PP IDAI, 2005). 5. Klasifikasi Klasifikasi dari tuberculosis adalah : 1) Tuberkulosis primer Merupakan infeksi pertama dari tuberculosis, dan dibagi lagi menjadi : a. Tuberkulosis primer yang potensial ( potential primary tuberculosis ) terjadi kontak dengan kasus terbuka, tetapi uji tuberculin masih negative. b. Tuberkulosis primer laten ( latent primary tuberculosis )

Tanda tanda infeksi sudah kelihatan, tetapi luas dan aktivitas penyakit tidak diketahui.

c.

Uji tuberculin masih negative. Radiologis tidak tampak kelainan.

Tuberkulosis primer yang manifest ( manifest primary tuberculosis ) Uji tuberculin positif. Telihat kelainan radiologis

2) Tuberkulosis subprimer : Merupakan komplikasi tuberculosis primer. 3) Tuberkulosis pasca primer : Adalah peradangan paru yang disebabkan oleh basil tuberkulosis pada tubuh yang telah peka tehadap tuberkuloprotein. Dapat berasal dari eksogen dan endogen. Dari luar (eksogen) infeksi ulang pada tubuh yang pernah menderita tuberculosis. Dari dalam (endogen) infeksi berasal dari basil yang sudah berada dalam tubuh, merupakan proses lama yang pada mulanya tenang dan oleh suatu keadaan menjadi aktif kembali. d. Diagnosis Diagnosis pasti TB ditegakkan dengan ditemukannya Mycobacterium tuberculosis pada pemeriksaan sputum atau bilasan lambung, cairan serebrospinal, cairan pleura, atau pada biopsy jaringan. Pada anak, kesulitan menegakkan diagnosis pasti disebabkan oleh 2 hal, yaitu sedikitnya jumlah kuman dan sulitnya pengambilan specimen (sputum). Jumlah kuman TB di secret bronkus pasien anak lebih lebih sedikit daripada dewasa karena lokasi kerusakan jaringan TB paru primer terletak di kelenjar limfe hilus dan parenkim paru bagian perifer. Selain itu, tingkat kerusakan parenkim paru tidak seberat pada orang dewasa. Kuman BTA

baru dapat dilihat dengan mikroskop apabila jumlahnya paling sedikit 5000 kuman dalam 1 ml dahak. Kesulitan kedua, pengambilan specimen atau sputum sulit dilakukan. Pada anak, walaupun batuknya berdahak, biasanya dahak akan ditelan sehingga diperlukan bilasan lambung yang diambil melalui nasogastrik tube (NGT) dan harus dilakukan oleh petugas berpengalaman. Diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberculin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. Seorang anak harus dicurigai menderita tuberkulosis jika: Mempunyai sejarah kontak erat (serumah) dengan penderita TBC BTA positif, Terdapat reaksi kemerahan cepat setelah penyuntikan BCG (dalam 3-7 hari), Terdapat gejala umum TBC, yaitu: Berat badan turun selama 3 bulan berturut-turut tanpa sebab yang jelas, dan tidak naik dalam 1 bulan meskipun sudah mendapatkan penanganan gizi yang baik (failure to thrive). Nafsu makan tidak ada (anorexia) dengan gagal tumbuh dan berat badan tidak naik (failure to thrive) dengan adekuat.

Demam lama/berulang tanpa sebab yang jelas (bukan tifus, malaria atau infeksi saluran nafas akut), dapat disertai keringat malam. Pembesaran kelenjar limfe bawah kulit yang tidak sakit. Biasanya ganda, paling sering di daerah leher, ketiak dan lipatan paha (inguinal). Gejala-gejala dari saluran nafas, misalnya batuk lama lebih dari 30 hari (setelah disingkirkan sebab lain dari batuk), tanda cairan di dada dan nyeri dada. Gejala-gejala dari saluran cerna, misalnya diare berulang yang tidak sembuh dengan pengobatan diare, benjolan (massa) di rongga perut, dan tanda-tanda cairan dalam rongga perut. Gejala spesifik yang biasanya muncul tergantung dari bagian tubuh mana yang terserang,misalnya: TBC kulit/skrofuloderma TBC tulang dan sendi: - tulang punggung (spondilitis): gibbus - tulang panggul (koksitis): pincang, pembengkakan di pinggul - tulang lutut: pincang dan/atau bengkak - tulang kaki dan tangan TBC otak dan saraf: Meningitis: dengan gejala iritabel, kaku kuduk, muntah-muntah dan kesadaran menurun. - Gejala mata: conjunctivitis phlyctenularis, tuberkel koroid (hanya terlihat dengan funduskopi)

Berdasarkan keterangan sebelumnya bahwa mendiagnosis TB anak sulit dilakukan karena gejalanya tidak khas, untuk memudahkan penegakan diagnosis TB anak, IDAI merekomnedasikan diagnosis TB anak dengan menggunakan sistem skoring, yaitu pembobotan terhadap gejala klinis yang dijumpai. Sistem Skoring TB Anak IDAI GEJALA Kontak 0 Tidak jelas 1 2 Laporan keluarga, kontak dgn pasien BTA negative atau tidak tahu, atau BTA tdk jelas 3 Kontak dengan pasien BTA (+) Positif (10 mm, atau 5 mm pd keadaan imumosupresi) -

Tes Tuberkulin

BB

Panas Batuk Pembesaran kelenjar Tulang / Sendi Foto thorax

< 3 mggu

Normal/tdk jelas

Gizi kurang Gizi buruk BB/TB :BB/TB <90 <70 atau BB/U <60 atau BB/U <80 2 minggu 3 minggu > 1 kel 1 cm tdk sakit Ada pembengkakan Sugestif TB TOTAL

CATATAN UNTUK SISTEM SKORING IDAI Diagnosis dengan system skoring ditegakkan oleh dokter. Jika dijumpai skrofuloderma (TB pada kelenjar dan kulit), pasien dapat langsung didiagnosis tuberculosis.

Berat badan dinilai saat pasien datang. Demam dan batuk tidak ada respon terhadap terapi standart. Foto RoThoraks bukan merupakan alat diagnostik yang utama pada TB anak. Semua anak dengan reaksi cepat BCG (rekasi local timbul <7 hari setelah penyuntikan) harus dievaluasi dengan sistem skoring TB anak.

e.

Diagnosis TB anak bila skor 6 (skor maksimal 13). Bila skor 5 dan anak < 5 th dengan dugaan yang kuat, rujuk ke RS Pemberian profilaksis INH bila kontak BTA (+) dg skor < 6 Penatalaksanaan Skor 6

Beri OAT Selama 2 bulan dan di evaluasi

Respon (+) Terapi TB teruskan

Respon (-) Teruskan terapi TB sambil mencari penyebabnya

Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak obat diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai monoterapi. Pemberian gizi yang adekuat, mencari penyakit penyerta dan jika ada ditatalaksana secara simultan. Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB, sedangkan profilaksis diberikan pada anak yang kontak dengan TB profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis sekunder).

Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstra seluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. OAT (obat anti tuberculosis) diberikan pada anak setiap hari, bertujuan untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi jika obat tidak diminum setiap hari. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH. Pada keadaan berat baik TB pulmonal maupun ekstra pulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang dan lain-lain pada fase intensif diberikan minimal macam obat (Rifampisin, INH, Pirazinamid, Etambutol, atau Streptomisin). Sedangkan fase lanjutan diberikan rifampisin dan INH selama 10 bulan. Untuk kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB, TB endobronkhial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan kortikosteroid (prednisone) dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari, dibagi dalam 3 dosis. Lama pemberian kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan tapering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian kortikosteroid adalah untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlengketan jaringan.

Untuk beberapa kasus TB anak, selain OAT perlu juga diberikan steroid berupa prednison dengan dosis 1 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Untuk efusi pleura TB dan peritonitis TB tipe ascites, prednisone diberikan selama 2 minggu dosis penuh, dilanjutkan dengan 2 minggu penurunan dosis bertahap. Untuk meningitis TB, prednisone diberikan selama 4 minggu dosis penuh dan 4 minggu tapering off. Untuk mempermudah pemberian OAT sehinggan meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinak. Satu paket kombinasi dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombinasi untuk anak berisi obat fase

intentensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 550 mg dalam satu paket. Di tempat dengan sarana kesehatan yang lebih memadai, untuk meningkatkan kepatuhan pasien dalam menjalani pengobatan yang relatif lama dengan jumlah obat yang banyak, dalam program penanggulangan TB anak telah dibuat obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination = FDC). FDC dibuat dengan komposis rifampisin, INH, dan pirazinamid, masing-masing 75 mg/50 mg/150 mg untuk 2 bulan pertama, sedangkan untuk fase 4 bulan berikutnya terdiri dari rifampisin dan INH masingmasing 75 mg dan 50 mg. Dosis Kombinasi Pada TB Anak

Pemberian OAT dapat mengakibatkan terjadinya ikterus. Setelah diberi OAT selama 2 bulan, respon pengobatan pasien harus dievaluasi. Respon pengobatan dikatakan baik apabila gejala klinis berkurang, nafsu makan meningkat, berat badan meningkat, demam menghilang, dan batuk berkurang. Apabila respon pengobatan baik maka pemberian OAT

dilanjutkan sampai dengan 6 bulan. Sedangkan apabila respons pengobatan kurang atau tidak baik maka pengobatan TB tetap dilanjutkan tetapi pasien harus dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Sistem skor hanya digunakan untuk diagnosis bukan untuk menilai hasil pengobatan. Setelah pemberian obat selama bulan, OAT dapat dihentikan dengan melakukan evaluasi baik klinis maupun pemeriksaan penunjang lain seperti foto rontgen dada. Meskipun gambaran radiologis tidak menunjukkan perubahan yang berarti, tetapi apabila dijumpai perbaikan klini yang nyata, maka pengobatan dapat dihentikan. Profilaksis primer diberikan pada balita sehat yang memiliki kontak dengan pasien TB dewasa dengan BTA sputum positif (+). Namun, pada evaluasi dengan sistem scoring, didapatkan skor 5. Obat yang diberikan adalah INH dengan dosis 5-10 mg/kgBB/hari selama 6 bulan. Bila anak tersebut belum pernah mendapat imunisasi BCG, perlu diberikan BCG setelah pengobatan profilaksis dengan INH selesai.

BAB III PEMBAHASAN Diagnosis TB anak bergantung pada penemuan klinis dan radiologis, yang keduanya seringkali tidak spesifik. Kadang-kadang TB anak ditemukan karena ditemukannya TB dewasa di sekitarnya. Diagnosis TB anak ditentukan berdasarkan gambaran klinis dan pemeriksaan penunjang seperti uji tuberculin, pemeriksaan laboratorium, dan foto rontgen. Adanya riwayat kontak dengan pasien TB dewasa BTA positif, uji tuberkulin positif, dan foto paru yang mengarah pada TB (sugestif TB) merupakan bukti kuat yang menyatakan anak telah sakit TB. Pada kasus ini mengarah ke TB karena didukung pada penilaian scoring TB anak menurut IDAI : GEJALA Kontak 0 Tidak jelas 1 2 Laporan keluarga, kontak dgn pasien BTA negative atau tidak tahu, atau BTA tdk jelas 3 Kontak dengan pasien BTA (+) Positif (10 mm, atau 5 mm pd keadaan imumosupresi) -

Tes Tuberkulin

BB

Panas Batuk Pembesaran kelenjar Tulang / Sendi Foto thorax

< 3 mggu

Normal/tdk

Gizi kurang Gizi buruk BB/TB :BB/TB <90 <70 atau BB/U <60 atau BB/U <80 2 minggu 3 minggu > 1 kel 1 cm tdk sakit Ada pembengkakan Sugestif TB

jelas TOTAL 7 Berdasarkan system scoring penilain TB menurut IDAI di atas maka pada pasien ini memiliki total skor 7. Dengan penjelasan pasien mendapat nilai 2 untuk kontak karena di dalam keluarga pasien ada yang memiliki riwayat batuk lama dengan hasil BTA (-) dan menjalani pengobatan lama. Untuk tes tuberculin pada pasien ini mendapatkan skor 3 karena hasilnya positif. Untuk status gizi pada pasien ini. Pasien tidak mendapatkan skor untuk demam karena pasien tidak mengalami kenaikan suhu. Pasien mendapatkan skor 1 karena memiliki riwayat batuk 3 minggu. Skor untuk pembesaran kelenjar diperoleh nilai 0 karena tidak didapatkan pembesaran kelenjar. Pada pasien tidak ditemukan bengkak pada sendi dan tulang. Untuk hasil pemeriksaan radiologi mengarah ke diagnosis tbercolosis sehingga mendapatkan skor 1. Berdasarkan IDAI untuk pasien yang memiliki skor 6 maka dapat diberikan terapi OAT. Prinsip dasar terapi TB adalah minimal 3 macam obat dan diberikan dalam waktu relatif lama (6-12 bulan). Pengobatan TB dibagi dalam 2 fase yaitu fase intensif (2 bulan pertama) dan sisanya sebagai fase lanjutan. Pemberian paduan obat ini bertujuan untuk mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman intraseluler dan ekstra seluler. Sedangkan pemberian obat jangka panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kekambuhan. Pada fase intensif diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid, sedangkan pada fase lanjutan hanya diberikan rifampisin dan INH.

Untuk mempermudah pemberian OAT sehinggan meningkatkan keteraturan minum obat, paduan OAT disediakan dalam bentuk paket kombinak. Satu paket kombinasi dibuat untuk satu pasien untuk satu masa pengobatan. Kombinasi untuk anak berisi obat fase intentensif, yaitu rifampisin (R) 75 mg, INH (H) 50 mg, dan pirazinamid (Z) 150 mg, serta obat fase lanjutan, yaitu R 75 mg dan H 550 mg dalam satu paket. Obat TB dalam bentuk kombinasi dosis tetap (Fixed Dose Combination = FDC). Dosis Kombinasi Pada TB Anak

Dari penjelasan terapi tersebut maka pada pasien ini tergolong pada pengobatan intensif yaitu diberikan rifampisin, INH, dan pirazinamid dengan dosis rifampisin 140 mg, INH 140 mg dan pirazinamide 210 mg, atau bias juga memberikan obat tablet kombinasi dengan dosis 2 tablet/hari karena berat badan anak pada kasus ini adalah 14 kg.

DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI. Diagnosis dan Tatalaksana Tuberkulosis Anak. Kelompok Kerja TB Anak. Depkes. Jakarta. 2008 2. IDAI. Pedoman Pelayanan Medis. Jilid I. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta. 2010 3. IKA. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan. Jilid 2. Info Medika. Jakarta. 4. WHO. Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit. 2009.

Anda mungkin juga menyukai