Anda di halaman 1dari 29

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH NASIONAL Se-JAWA BALI BEM FT UNIVERSITAS NEGERI MALANG

JUDUL KARYA TULIS TEKNOLOGI PENGOLAHA PAKAN LELE dari SUBTITUSI BAHAN DASAR BUNGKIL KOPRA, IKAN PETEK dan BUNGKIL KOPRA DENGAN ESTERISASI ISOAMIL ASETAT 92oC SEBAGAI SOLUSI MAHALNYA PAKAN DI KABUPATEN NGANJUK

Diusulkan Oleh : 1. 2. Amrul Choirwathon Asofa (1112100089) I Dewa Gede Agung W. (1112100054) Angkatan 2012 Angkatan 2012

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOVEMBER SURABAYA

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat menyelesaikan dan bimbingan-Nya, karya sehingga kami mampu tulis ilmiah yang berjudul Teknologi

proposal

Pengolahan Pakan Lele dari Subtitusi Bahan Dasar Bungkil Kopra, Ikan Petek Dan Bungkil Kedelai Dengan Esterisasi Isoamil Asetat 92oC Solusi Mahalnya Pakan di Kabupaten Nganjuk tepat pada waktunya. Karya tulis ini dibuat untuk mengikuti LKTI BEM FT Universitas

Negeri Malang dimana pada karya tulis ini bukan hanya tentang penelitian tentang kebutuhan nutrisi pada ikan namun juga gagasan tentang pakan alternatif yang kami buat. Pada karya tulis ini ini, kami susun berdasarkan hasil diskusi kami dengan dosen pembimbing, kepela laboratorium terkait dan

beberapa referensi. kami sangat berterima kasih atas kerja sama dari narasumber,orang tua, kepala laboratorium serta dosen pembimbing kami yang telah membantu kelancaran dalam pembuatan karya tulis ini. Kami sangat berharap karya tulis ini dapat bermanfaat bagi semua

khususnya untuk para petani lele di indonesia dan kami menyadari benar bahwa dalam karya tulis ini mempunyai kekurangan dan keterbatasan. Kami berharap semua pihak dapat memberikan saran dan kritik yang membangun demi

kesempurnaa karya tulis ini. Surabaya, 27 oktober 2013

Penyusun

ii

DAFTAR ISI KATA PENGANTAR ............................................................................................. i DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii ABSTRAK ............................................................................................................. iv PENDAHULUAN....................................................................................................1 A. Latar Belakang ...................................................................................................1 B. Perumusan Masalah .............................................................................................1 C. Tujuan Program ...................................................................................................1 D. Manfaat Program .................................................................................................2 TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................2 E. Analisa Bahan......................................................................................................2 E. 1 Analisis Bahan Ikan Petek.........................................................................2 E.2Analisis Bahan Bungkil Kedelai .................................................................2 E.3 Analisis Bahan Bungkil Kopra ...................................................................4 Metode Penulisan .....................................................................................................5 F. Konsep Pakan Lele .............................................................................................5 F.1 Penentuan Komposis Bahan ......................................................................5 F.2 Teknologi Pengolahan Pakan .....................................................................6 G. Bahan dan Metode Penelitian ............................................................................7 G.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .....................................................................8 G.2 Ikan Eksperimental ....................................................................................8 G.3 Disain Eksperimental .................................................................................8 G.4 Pakan Eksperimental..................................................................................8 G.5 Analisis Kimia ...........................................................................................9 G.6 Pemantauan Kualitas Air ...........................................................................9 G.7 Perhitungan ..............................................................................................10 G.8 Analisa Statistik ......................................................................................10 H. Hasil ..................................................................................................................10 H.1 Komposisi Kimia Bahan Pakan ...............................................................10 H.2 Kinerja Pertumbuhan Dan Pemanfaatan Pakan .......................................10 PEMBAHASAN ....................................................................................................12 PENUTUP ..............................................................................................................15 I. Kesimpulan .........................................................................................................15

iii

J. Saran ...................................................................................................................15 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................16 DAFTAR TABEL Tabel 1 ......................................................................................................................2 Tabel 3 ......................................................................................................................5 Tabel 4 ......................................................................................................................8

iv

ABSTRAK Permasalahan yang dihadapi petani lele pada era ini adalah mahalnya pakan lele yang mengakibatkan turunnya pendapatan mereka. Berangkat dari kondisi ini, dilaksanakan penelitian dimana eksperimen yang dilakukan akan menciptakan pakan lele alternatif sehingga mampu mengentaskan kesejahteraan petani lele. Langkah pertama yang dilakukan dalam penelitian ini adalah menggali informasi dari buku, jurnal dan internet, dan ditemukan pencampuran komposisi bahan yang tepat yaitu dari bungkil kedelai, ikan petek dan bungkil kopra serta bahan tambahan yaitu tetes tebu dan ester isoamil asetat sebagai penguat rasa dan aroma. Diolah pakan untuk lele pada proses pertumbuhan dan pembesaran, pada proses produksi digunakan peralatan teknologi produksi yang dibuat sendiri. Penelitian dilakukan dengan ikan lele dumbo sebagai ikan eksperimental, disain eksperimen menggunaka tiga puluh ikan dengan berat rata-rata 16,3 4,0 g ikan-1 dengan pakan eksperimen terdiri dari 1 pakan referensi dan 4 pakan uji. Kemudian di uji protein kasar, lipid, serat kasar, NDF, mineral, dan energi kotor pada pakan uji. Serta di uji pula seluruh unsur asam amino esensial maupun asam amino non-esensial. Dilakukan pula analisis kimia, pemantauan air dan perhitungan, analisa statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS STATISTIK IBMC versi 19. Kata Kunci : pakan; eksperimen; lele

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Permasalahan yang dihadapi para petani lele saat ini adalah mahalnya pakan lele yang menyebabkan minimnya pendapatan mereka. Sejak krisis ekonomi pada tahun 1998 yang menyebabkan inflasi mata uang rupiah terhadap dolar melemah drastis, hal itu berdampak pula pada ekstrimnya kenaikan harga pakan lele buatan pabrik, namun keadaan ini tidak diiringi oleh naiknya harga ikan lele. Hal ini mengakibatkan penurunan pendapatan petani lele. ( http://foragri.blogsome.com/meramu-pakan-untuk-pembesaran-lele/). Berangkat dari keadaan yang seperti ini, kami teinspirasi untuk mencarikan alternalif lain untuk mengatasi masalah pakan lele ini. Kami mencoba meneliti komposisi apa yang di butuhkan ikan lele untuk memenuhi nutrisi konsumsinya, dimana kami mencoba menganalisis nutrisi apa saja yang dibutuhkan ikan lele dengan mempertimbangkan beberapa aspek, yang pertama kami mempertimbangkan resiko over-nutrien dan under-nutrient pada pakan karena ikan lele cenderung terserang penyakit dan mati bila mengalami over-nutrien dan under-nutrient (Wilson dan Poe, 1988). Dan kami juga mempertimbangkan aspek bahanbahan yang diolah menjadi pakan lele tersebut seperti kandungan nutrisi, daya cerna, ketersediaan, kontinuitas, harga terjangkau, mudah diolah, tidak mengandung racun dll (Sahwan MF., 1999), kemudian kami juga meneliti dan membandingkan beberapa komposisi pakan yang umum digunakan dengan pakan yang kami buat. Setelah kami teliti dan menarik suatu kesimpulan bahwa nutrisi yang diberikan pada ikan lele harus mengacu pada umur dan besarnya. Pada tahap pertumbuhan lele memerlukan pakan yang mengandung kadar protein tinggi, mineral-mineral penting dan vitamin dalam jumlah optimal untuk memacu meningkatkan pertumbuhan dan daya tahan tubuh dimana pada tahap ini rawan terserang penyakit (Olli et al.,1995). Dan pada saat tahap pembesaran ikan lele tidak terlalu membutuhkan kadar nutrisi yang begitu besar namun perlu ditambah kuantitas dan kontinuitas pada pemberiaan pakan. Dari sini kami memilah beberapa jenis pakan dengan perbedaan besar dan umurnya. B. Perumusan Masalah Dari latar belakang diatas dapat ditarik beberapa rumusan masalah, yaitu: 1. Bagaimana cara memproduksi pakan lele dari pengolahan bungkil kopra, ikan petek dan bungkil kedelai berdasarkan umur dan besar lele ? 2. Bagaimana cara mengetahui pakan lele dari pengolahan bungkil kopra, ikan petek dan bungkil kedelai lebih baik dari pakan yang telah ada? C. Tujuan Program

Progam ini dilaksanakan dengan beberapa tujuan, yaitu: 1. Dapat memproduksi pakan lele dari pengolahan bungkil kopra, ikan petek dan bungkil kedelai berdasarkan umur dan besar lele; 2. Mampu mengetahui pakan lele dari pengolahan bungkil kopra,ikan petek dan bungkil kedelai ini lebih baik dari pakan yang telah ada; D. Manfaat Program 1. Mampu mengentaskan petani lele dari permasalahan pakan lele yang mahal; 2. Dengan teknologi yang direncanakan, sehingga nantinya mempu digunakan oleh para petani lele untuk memproduksi pakan lele sendiri.

TINJAUAN PUSTAKA

E. Analisa Bahan Kami mencoba membuat pakan lele alternatif dengan mengolah bungkil kopra, ikan petek dan bungkil kedelai. Kami memiliki alasan mengapa memilih bahan- bahan tersebut. Pertama bungkil kopra, ikan petek dan bungkil kedelai memiliki kandungan nutrisi yang cukup memenuhi kebutuhan ikan lele, daya cerna yang kecil, dan faktor-faktor ketersediaan bahan, kontinuitas, harga terjangkau, mudah diolah, tidak mengandung racun pada bahan yang merupakan kerakteristik bahan- bahan yang baik untuk pengolahan pakan ternak (Sahwan MF., 1999). E. 1 Analisis Bahan Ikan Petek Pemilihan ikan petek sebagai bahan pakan ikan lele alternatif ini adalah harga ikan petek yang sangat murah dibandingkan ikan-ikan laut lainnya yaitu hanya Rp.1.000,-per kg (http://tokoikansegar.blogspot.com/2011/12/ikanpetek.html). Hal ini dikarenakan tekstur daging ikan petek keras sehingga susah untuk mengkonsumsinya, padahal pada ikan petek ini terkandung protein dan asam amino yang cukup tinggi. Seperti budidaya intensif terus berkembang, demikian juga kebutuhan untuk sumber protein kualitas tinggi (Barlow, 1989 dan Hardy,1996). Ikan petek yang kami peroleh nantinya kami akan keringkan dan dijadikan tepung ikan. E.2Analisis Bahan Bungkil Kedelai Pemilihan bungkil kedelai sebagai bahan pakan ikan lele alternatif

dikarenakan bungkil kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi dan profil asam amino yang menguntungkan dan erat memenuhi persyaratan ikan, secara konsisten tersedia dan dilaporkan cocok untuk sebagian besar spesies ikan (Lim dan Akiyama, 1992) selanjutnya adalah pada beberapa ikan, palatabilitas pakan ikan yang mengandung produk bungkil kedelai dapat ditingkatkan dengan menambahkan sumber protein lain, seperti gluten tepung jagung, tepung darah, daging kerang biru ( krill Arndt ., 1999, Salim, agus., 2012 dan Kikuchi, 1999). Banyak penelitian telah menunjukkan keberhasilan yang cukup besar dalam pencampuran tepung ikan dengan bungkil kedelai dalam pakan ikan untuk berbagai spesies ikan (Reinitz, 1980, Mohsen dan Lovell, 1990, Vivyakarn dkk.,1992,Webster et al., 1992b, Webster et al.,1995, Olli et al.,1995,Boonyaratpalin dkk., 1998, dan Quartararo dkk.,1998). Kami memilih bungkil kedelai juga di karenakan dalam salah satu eksperimen sebelumnya yang pernah dilakukan, kebutuhan protein ikan lele remaja untuk menjadi 42% dari pakan (Elangovan dan Shim, 1997). Vivyakarn et al. (1992) melaporkan bahwa substitusi 55% tepung ikan dengan bungkil kedelai (tanpa asam amino kristal) tidak mengganggu pertumbuhan dan efisiensi pakan pada lele. Watanabe et al.(1992) menunjukkan bahwa bungkil kedelai dapat dimasukkan sebagai sumber protein hingga 30% di tempat tepung ikan (substitusi sekitar 55% tepung ikan) di pelet lembut kering. Olli dan Krogdahl (1995) melaporkan bahwa pengganti hingga 20% kualitas tinggi tepung ikan dengan bungkil kedelai dalam pakan ikan cocok tanpa penurunan pertumbuhan. Selanjutnya, beberapa laporan pada substitusi sangat tinggi tepung ikan dengan bungkil kedelai dilengkapi dengan asam amino atau sumber protein lain dalam pakan ikan juga telah didokumentasikan. Mengganti 75% dari tepung ikan dengan bungkil kedelai adalah mungkin dalam pakan ikan dengan suplemen metionin (Gallagher, 1994). McGoogan dan Gatlin (1997) perkambangbiakan ikan red drum berhasil dengan pakan ikan di mana 90% dari tepung ikan digantikan oleh bungkil kedelai dengan penambahan asam amino. Webster et al. (1995) menyarankan bahwa pakan bersuplemen metionin dengan semua tanaman sumber protein (bungkil kedelai) benar-benar bisa menggantikan tepung ikan dalam pakan untuk lele biru, tanpa efek yang merugikan pada berat badan atau komposisi tubuh, ketika tingkat protein 35% dan ikan diberi makan hingga kenyang. Selain itu, Kikuchi (1999) menunjukkan bahwa sekitar 45% dari tepung ikan dapat diganti dengan lemaknya bungkil kedelai dalam kombinasi dengan tepung darah atau gluten tepung jagung dan kerang biru tanpa suplemen asam amino. Namun, pencampuran bungkil kedelai dalam pengolahan pakan lele ini kami juga sangat hati-hati, penggantian tepung ikan dengan bungkil kedelai di pakan ikan memiliki keberhasilan variabel, menunjukkan variasi mungkin dalam nilai gizi bungkil kedelai untuk berbagai jenis ikan. Penelitian sebelumnya pada berbagai jenis ikan telah mengungkapkan bahwa tingkat penggantian tepung

ikan dengan bungkil kedelai dan laju pertumbuhan berbanding terbalik (Pongmaneerat dan Watanabe, 1992, Reigh dan Ellis, 1992 dan Webster et al., 1992b). Beberapa hipotesis telah diusulkan untuk menjelaskan hasil studi tersebut di mana pertumbuhan berkurang, pertama adanya inhibitor tripsin minyak mentah bungkil kedelai dapat menyebabkan pengurangan pertumbuhan (Wilson dan Poe, 1985, Salim, agus., 2012 dan Olli et al., 1994a). Pencantuman tingkat pakan tinggi tripsin inhibitor mentah dari bungkil kedelai mengurangi daya cerna protein di rainbow trout (Krogdahl et al.,1994) dan kecernaan lemak (Olli et al., 1994a). Kedua keseimbangan asam amino Sub-optimal bungkil kedelai dapat menyebabkan efek negatif pada ikan. Dabrowski et al. (1989) melaporkan penurunan penyerapan asam amino pada lele dumbo terutama metionin, jika bungkil kadelai digunakan di atas 50% dari total formulasi pakan. Penggantian sekitar 50% dari tepung ikan oleh bungkil kedelai dalam pakan untuk ikan lele (Kikuchi et al., 1994) dan pengacakan (Reigh dan Ellis,1992) tidak mengurangi pertumbuhan, jika kekurangan asam amino yang benar dilengkapi. Ketiga ketika ikan lele mengkonsumsi pakan dengan perbandingan tepung ikan dan bungkil kedelai 1:1 ikan lele mengalami penurunan pertumbuhan yang signifikan dalam kadar abu dan ini mungkin berhubungan dengan asam fitat di bungkil kedelai, yang memiliki kemampuan untuk mengurangi ketersediaan beberapa mineral seperti kalsium, magnesium, seng, besi, dan fosfor, dibandingkan dengan tepung ikan seluruhnya (NRC, 1993, Lanari dkk., 1998 dan Storebakken et al., 1998). Nilai ketersediaan fosfor jelas untuk bungkil kedelai lebih rendah dibandingkan tepung ikan ketika dievaluasi untuk ikan lele, dan suplemen pada bungkil kedelai dengan enzim phytase meningkat secara signifikan ketersediaan fosfor (Riche dan Brown, 1996 dan Lanari et al., 1998). Penurunan berat badan, efisiensi pakan, dan konten Zink dalam tulang ikan lele diamati ketika tingkat fitat meningkat 1,1-2,2 dalam pakan (Satoh,et,al.,1989). kami juga memilih bungkil kedelai yang berwarna coklat muda atau krem, karena mengandung nutrisi yang lebih tinggi dari pada jenis lain (Webster et al. 1995). Untuk itu kami tidak menggunakan bungkil kedelai lebih dari 50% dari komposisi. E.3 Analisis Bahan Bungkil Kopra Pemilihan bungkil kopra sebagai bahan pakan ikan lele alternatif dikarenakan negara kita adalah penghasil minyak kopra yang cukup besar namun pemanfaatan bungkil kopra di negara ini masih sangatlah minim. Bahkan perusahaan besar di indonesia harus mengekspor bungkil kopra untuk menjualnya, seperti yang dilansir (J.V. ODoherty, dan M.P.McKeon, 2000) dimana dia menggunakan bungkil kopra yang di impor dari indonesia untuk penelitian campuran pakan babi. Thorne et al. (1990) menunjukkan keseimbangan asam amino protein makan kopra menjadi jauh dari ideal dengan lisin menjadi sangat kekurangan. Thorne et al. (1990) menyatakan bahwa kekurangan daya

cerna dan ketidakseimbangan asam amino esensial dalam protein makan kopra mungkin menghasilkan bungkil kopra memberikan kontribusi lebih sedikit untuk kebutuhan protein dari pakan sereal. Thorne et al. (1988) menemukan bahwa ada penurunan linear dalam badan harian sebagai tingkat bungkil kopra dalam pakan meningkat. Namun, memperhatikan keseimbangan asam amino pakan dapat meningkatkan kinerja. Thorne et al. (1992) mempertahankan keseimbangan asam amino yang ideal dengan penggunaan asam amino sintetis pada kopra tingkat inklusi makanan yang berbeda dan menemukan bahwa ada penurunan linear dalam badan harian sebagai tingkat bungkil kopra dalam pakan meningkat dari 0 sampai 200 g kg-1. Namun, perlu dicatat bahwa penelitian ini dilakukan pada 25 C dan ini mungkin mempengaruhi konsumsi pakan terutama ketika lele diberi pakan cukup tinggi serat. Noblet dan Perez (1993) mengamati bahwa tingkat tinggi serat dalam pakan menghasilkan beberapa bahan organik, protein dan energi dalam pakan menjadi tidak tersedia. Hal ini mungkin karena serat menghambat akses enzim pencernaan untuk isi sel (Bach-Knudsen et al., 1993). Serat telah diamati untuk meningkatkan tingkat digesta (Low, 1993) dan ini dapat mengurangi waktu yang tersedia untuk enzim pencernaan untuk bertindak atas substrat lainnya. Noblet et al. (1994) yang menyatakan bahwa pakan berserat yang baik dicerna oleh hewan yang lebih tua seperti menabur karena untuk lebih mengembangkan fermentasi usus belakang mereka dan tingkat makan rendah relatif terhadap pemeliharaan oleh karena itu kami menggunakan bungkil kopra ini pada pakan untuk lele pada proses pembesaran. Hal itu dikarenakan kandungan energi dicerna pada pakan untuk diberikan adalah 4 MJ tinggi untuk serat tinggi dengan-produk dan 0,2-0,5MJ untuk sereal (Noblet dan Bourdon 1997). Dan juga energi dicerna isi bungkil kopra ketika diperkirakan menggunakan 200 g kg1 bungkil kopra dalam pakan uji sangat mirip dengan 15,5 MJ energi dicerna kg-1. energi dicerna ditentukan oleh Thorne (1986) dan Dore (1999) yang memiliki kandungan minyak sisa 91 g kg-1.Oleh karena itu kami meramu bahan-bahan yang tepat agar mendapatkan nutrisi yang tepat untuk ikan lele dan tidak mengikutsertakan bungkil kopra dalam subtitusi bahan dasar pakan pertumbuhan mengingat kandungan seratnya yang sangat besar.

Metode Penulisan

F. Konsep Pakan Lele F.1 Penentuan Komposis Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam pengolahan pakan lele ini adalah bungkil kedelai, ikan petek dan bungkil kopra. Untuk meramu dan mengolah bahan-bahan ini menjadi pakan lele, harus diketahui terlebih dahulu nutrisi yang terkandung dalam bahan-bahan tersebut. Dan hasilnya adalah sebagai berikut. Tabel 1. Data Hasil Penelitian Nutrisi Pada Bahan-Bahan Pakan Lele Bungkil Kopra Ikan Petek Bungkil Kedelai (%) (%) (%) Protein Kering 27,6 53,0 42,6 Lemak Kering 3,7 23,0 11,0 Mineral 13,6 7 12,3 Serat Kering 5,0 11,23 Kadar Air 9,7 10 9,7 Setelah mendapatkan data hasil penelitian nutrisi pada bahan-bahan pakan lele diatas barulah kita dapat menentuka perbandingan komposisi bahan. Pada buku yang ditulis Sahwan MF., (1999) menyatakan bahwa lele dumbo pada proses pembesaran dalam konsumsinya membutuhkan kandungan nutrisi dengan protein kasar 33%, lemak kasar 6-7%, mineral 13% dan serat maksimal 4%. Oleh karena itu, ditentukan perbandingan komposisi bahan dasar pakan yaitu bungkil kopra : iakan petek : bungkil kedelai adalah 30% : 55% : 15% pada pakan lele proses pembesaran (PPb) dan 48% : 52% (tanpa bungkil kopra) pada pakan lele tahap pertumbuhan (PPt). Perbandingan ini telah ditetapkan karena pada penelitian yang dilakukan mendapatkan hasil berikut. . Tabel 2. Data Hasil Penelitan Kandungan Nutrisi Pada Pakan Ikan Nutrisi PPb (%) PPt (%) Proten Kering 42,6 45,2 Lemak Kering 6,24 5,4 Abu 12,6 14,3 Serat kering 3,45 1,77 Kadar Air 9.,8 9,7 Komposisi diatas dianggap paling tepat karena pakan lele dari pengolahan bahan- bahandiatas mimiliki kandungan nutrisi diatas rata-rata kebutuhan ikan lele, namun tidak melampaui batas over-nutrient pada ikan. F.2 Teknologi Pengolahan Pakan Setelah mengetahui komposisi bahan-bahan yang akan diolah, selanjutnya adalah proses pengolahan dan produksi pakan. Alat yang harus disiapkan adalah oven yang digunakan untuk pengeringan ikan, digunakan metode ini agar ikan cepat kering. Kemudian mesin selep digunakan untuk penghancur bungkil Nutrisi

kedelai, ikan petek dan bungkil kopra, lalu mesin blender rakitan yang digunakan untuk mencampur bahan, alat penanak digunakan untuk memasak adonan agar aroma yang diberikan meresap di seluruh adonan. Kemudian alat cetak yang dimodofikasi seperti dua silinder berongga yang saling bersinggungan dimana disetiap silinder dibentuk lubang setengah lingkaran dengan jari-jari 1,21,4 mm. Sehingga ketika dua silinder itu bersinggungan adonan yang ditempatkan dalam putaran silinder ini akan membentuk bulatan kecil mampat dengan

ukuran diameter 2,4-2,8 mm. Dan ketika dalam proses selanjutnya pakan ini memuei setidaknya hingga 3,0-3,2 mm. Dan alat yang terakhir adalah mesin dryer yang dibuat sendiri, alat ini terdiri dari kompor dan lembaran besi yang dibuat melingkar dan penutup alat. Dimana kerja alat ini adalah ketika boiler

dinyalakan dan dipertahankan suhu 62oC, lembaran besidengan panjang 5 meter ini akan berputar 10 cm/s. Suhu yang diberikan oleh kompor akan menjadi udara panas yang akan mengeringkan butiran pakan yang dilewatkan. Proses awal pengolahan pakan lele ini adalah mengeringkan semua pakan hingga kadar air kurang dari 10%. Kemudian bahan-bahan ini dihaluskan menggunakan mesin selep, setelah menjadi tepung dicampurkan bahan-bahan ini dengan perbandingan komposisi yang telah ditetapkan, dan ester (isoamil yang memiliki) air secukupnya. merata, aroma Kemudian merata udang dicampur adonan

asetat yang diambil padasuhu 10ml/100g menggunakan dikukus. pakan mesin ikan

92oC dan

blender hingga

setelah

Pada proses pengukusan waktu dan suhu yang dibutuhkan tergantung coklat tua.

banyaknya bahan, penandanya adalah adonan sudah menjadi

Setelah itu adonan dicetak di alat cetakan yang telah dibuat dan selanjutnya pakan lele yang telah dicetak dikeringkan dengan mesin dryer. Setelah keluar dari mesin dryer pakan ikan sudah siap diberikan. Pemberian pakan sebaiknya pagi sebelum matahari beranjak panas (pukul 07.00-08.00) dan sore pukul 16.00, pemberian pakan pada ikan sebaiknya 6% dari berat ikan atau ketika memberikan pada taburan pakan terakhir adalah lele sudah tidak terlalu ingin lagi makan sebaiknya dihentikan. Karena sisa pakan akan tenggelam dan mengurai menjadi amonia yang bersifat racun pada ikan. G. Bahan dan Metode Penelitian

G.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan pada periode November 2012 Januari 2013 di Laboratorium Pengembangan Nutrisi, Departemen Biologi dan Laboratorium Kimia Pangan Fundamental, Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya Provinsi Jawa Timur, Indonesia. G.2 Ikan Eksperimental Bibit lele dumbo dibeli dari Balai Pengembangan Ikan Lele kota Kediri, Jawa Timur. Bibit lele diobati dengan larutan NaCl 3%selama 15 menit pada saat kedatangan untuk menghilangkan infeksi ektoparasit, dan dipelihara dan dikarantina dalam kolam tertutup selama satu bulan untuk menyesuaikan diri dengan kondisi dalam ruangan. Ikan dipilih secara acak dari kolam, ditimbang dan kemudian ditransfer ke kolam percobaan satu minggu sebelum dimulainya percobaan untuk aklimatisasi dengan kondisi eksperimental. G.3 Disain Eksperimental Percobaan didirikan sebagai desain faktorial dengan empat pakan yang berbeda makan dalam rangkap tiga. Pada awal dan akhir percobaan, masingmasing ikan beraklimasi secara individual ditimbang menggunakan timbangan digital. Tiga puluh ikan homogen dengan berat rata-rata awal badan (BB) dari 16,3 4,0 g ikan-1 dipilih dan didistribusikan ke masingmasing kolam untuk setiap perlakuan. G.4 Pakan Eksperimental Pakan eksperimental atau penelitian terhadap pakan terdiri dari satu pakan referensi dan empat pakan uji, dan diformulasikan untuk memenuhi kebutuhan gizi ikan lele (Hung et al., 2002). Pakan referensi (PR) mengandung tepung ikan sebagai protein kasar utama , sementara di lima pakan uji 20-100% dari protein kasar utama, tepung ikan diganti dengan protein kasar utama dari bahan-bahan lokal alternatif. Dalam penelitian ini yang akan diteliti pakan produksi (PPr), pakan pabrik (PPa) 781-1, tepung kacang tanah (TKt), dan tepung bungkil kedelai (TBk). Tabel 3. Komposisi kimia proksimat (g kg-1 GB), energi bruto (MJ kg1 GB) dan asam amino esensial (g kg-1 GB) isi bahan uji PPr Protein kasar Lipid 452 54 PPa 318 67 TKt 316 100 TBk 426 110

Serat kasar NDF Mineral Energi kotor Asam amino esensial Arginine Histidin Isoleusin Leusin Lisin Metionin Fenilalanin Treonin

34,5 242 143 18.6

56 187 136 17,5

41 342 55 19,5

112 198 123 19,8

38,2 11,1 20,9 37,2 25,5 14,5 19 9

30,1 6,7 20,3 31,6 16,3 12,1 7,6 7,2

27,9 5 19,8 5,2 15,2 4 13,8 6,7

24,9 4,8 18,3 15,1 15,1 6,4 18,6 14,2

Asam amino non-esensial Asam aspartat 22,3 Asam glutamat 65,5 Serin 15,7 Alanin 28,2 Glycine 22,9 Prolin 24,3 Tirosin 16,0

19,3 46,1 14,1 15,6 18,2 23,1 10,2

18,8 59,4 13,9 11,7 11,8 12,3 9,60

32,8 77,6 16,9 16,3 10,9 24,6 15,2

G.5 Analisis Kimia Sampel bahan pakan, pakan dan pellet ikan, hati dan ginjal dianalisis dalam rangkap menggunakan metode standar (AOAC, 1997). Bahan kering ditentukan dengan pengeringan dalam oven pada suhu 105 C selama 24 jam. Nitrogen (N) ditentukan dengan metode Kjeldahl dan protein kasar dihitung sebagai N 6,25. Lemak kasar konten dianalisis menggunakan metode Soxhlet setelah hidrolisis asam sampel. Serat kasar konten ditentukan dengan metode standar (AOAC, 1997) dan serat deterjen netral ditentukan menurut Van Soest et al. (1991). Kadar abu ditentukan dengan insinerasi dalam tungku meredam pada 550 C selama 12 jam. Kandungan asam amino bahan dan pakan dianalisis dengan kromatografi cair kinerja tinggi menurut Vzquez-Ortiz et al. (1995). Energi bruto (MJ kg-1) ditentukan dengan kalorimeter bom (Kalorimeter Parr 6300). G.6 Pemantauan Kualitas Air

10

Setiap hari air dalam di sirkulasi, menjaga agar pH air tetap stabil, pH ini direkam dua kali sebulan dengan pH meter. Suhu (T C) tercatat setiap hari dengan meteran suhu pada jam 8,00 dan 14,00 . Oksigen terlarut (DO mg L-1) diukur dengan titrasi Winkler (Stirling, 1985) dua kali sebulan. Nitrit nitrogen (mg L-1), nitrogen nitrat (mg L-1) dan amoniak total nitrogen (mg L-1) diukur dua kali sebulan dengan menggunakan metode uji Lange kuvet Hach (DR2800 visual yang spektrofotometer, Hach Lange Gmbh, Jerman) . G.7 Perhitungan Perhitungan dibuat sebagai berikut : Laju pertumbuhan spesifik (LPS%) = [(ln Wf - ln Wi) / T] 100 dan berat badan harian (BBh) = (Wf - Wi) / T, di mana Wf dan Wi merujuk pada berat akhir ratarata dan rata-rata berat awal, masing-masing, dan T adalah makan masa percobaan dalam beberapa hari. Sintasan [(SR%) = (TFF / TFI) 100], di mana TFF adalah jumlah ikan di finish (panen) dan TFI adalah jumlah ikan di awal. Jumlah konsumsi pakan per ekor (FI) = [total asupan pakan (g) / jumlah ikan]. Asupan protein (PI) = [konsumsi pakan (g)] [protein dalam pakan (%)]. rasio pakan terkonversi (FCR) = [total asupan pakan (g) / total berat badan basah (g)]. Indeks hepato-somatik (HSI%) = [100 (berat hati (g) / berat badan (g))]. Lemak intra-peritoneal (IPF%) = [100 (berat lemak intra-peritoneal (g) / berat badan (g))]. Berat jeroan-somatik (VSI%) = [100 (berat jeroan-somatik (g / berat badan (g))]. Indeks Ginjal (KI) = [100 (berat ginjal (g) / berat(g)))} badan G.8 Analisa Statistik Semua data pada kinerja pertumbuhan ikan, pemanfaatan pakan dan sifat- sifat karkas dianalisis secara statistik dengan analisis satu arah varians (ANOVA), menggunakan post test ANOVA hoc Tukey untuk perbandingan individu (P 0,05 tingkat signifikansi). Semua analisa statistik dilakukan dengan menggunakan program SPSS STATISTIK IBM, versi 19. H. Hasil H.1 Komposisi Kimia Bahan Pakan Kandungan protein kasar tertinggi terletak di pakan produksi (PPr) yaitu 45%, diikuti oleh tepung bungkil kedelai (TBk) 42,6%, pakan pabrik (PPa)

11

30,8% dan terakhir tepung kacang tanah (TKt) 31,6%. Kandungan lipid tertinggi berada di tepung bungkil kedelai (TBk) 11%,tepung kacang tanah (TKt) 10,0%, kemudian pakan pabrik (PPa) 6,7%, dan pakan produksi (PPr) 3,6%. sementara isi serat kasar dan NDF menunjukkan pola yang berbeda antara empat bahan pakan, Isi serat kasar tertinggi ditemukan pada tepung bungkil kedelai (TBk) 11,2% kemudian pakan pabrik (PPa) 5,6%, tepung kacang tanah (TKt) 4,1% dan pakan produksi (PPr) 3,45%. Sedangkan pada NDF pada paka tertinggi berada pada tepung kacang tanah (TKt) 34,2% selanjutnya pakan pabrik (PPa) 28,7%, pakan produksi (PPr) 24,2% dan terakhir tepung bungkil kedelai (TBk) 19,8%. Kandungan energi bruto bervariasi antara bahan pakan dalam kisaran 17,5-19,5 MJ kg-1, dengan nilai terendah dan tertinggi yang ditemukan pada pakan yaitu pakan pabrik (PPa) dan tepung kacang tanah (TKt). Asam amino esensial bervariasi antara bahan pakan . Secara umum, Asam amino esensial individu yang tertinggi pada pakan produksi (PPr) diikuti tepung bungkil kedelai (TBk), pakan pabrik (PPa) dan tepung kacang tanah (TKt). H.2 Kinerja Pertumbuhan Dan Pemanfaatan Pakan Berat badan akhir (BW) dan total berat badan (WG) yang terendah untuk pakan tepung kacang tanah, sementara tidak ada perbedaan dalam BW dan WG antara pakan lainnya. Selain itu, nilai-nilai untuk akhir BW, WG dan berat badan setiap hari secara numerik tertinggi untuk pakan makan pakan produksi. Laju pertumbuhan spesifik (SGR) berkisar 0,8-1,1%, dengan nilai-nilai numerik terendah untuk pakan tepung kacang tanah dan nilai-nilai numerik tertinggi untuk pakan pakan produksi. Tidak ada perbedaan pada tingkat kelangsungan hidup, FCR, PER dan FI antara pakan referensi (PR) dan pakan uji, tetapi asupan protein berbeda antara tiap pakan. Tabel 4. Tabel 5. Kinerja pertumbuhan ikan diberi pakan referensi pada sebagian pakan uji PR Uji pakan (% tepung ikan protein kasar diganti) PPr PPa TKt TBk SEM P(100%) (100%) (25%) (100%) value Intinial BW (g)16,4 16,3 16,3 16,3 16,3 0,08 0,11 Final BW(g) WG DWG(g) SGR(%) FCR PER PI FI SR(%) 51,9 57,2 35,5 40,9 0,3 0,4 0,9 1,1 1,9 1,8 1,5 2 0,222 0,221 , 98,6 97,3 1 94,4 97,8 5,32 36,9 0,3 0, 91,8 2,0 0,222 96,3 96,7 5,67 40,5 0,3 1,0 1,8 1,4 0,224 97,6 97,2 54,0 37,7 0,3 1,0 1,9 2,2 0,228 97,7 96,7 5,12 0,04 5,15 0,03 0,04 0,23 0,07 0,08 0,20 0,22 0,24 0,13 0,002 0,006 0,77 0,52 0,85 0,61

12

BW (g): berat badan; WG: tambah berat ; DWG: berat badan setiap hari, SGR: laju pertumbuhan spesifik, FCR: rasio konversi pakan, FCE: efisiensi konversi makanan; PER: rasio efisiensi protein, PI: asupan protein; FI: total asupan pakan per ekor, SR: kelangsungan hidup ratio.SEM = Standar error dari mean.

PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa menggantikan protein kasar ikan dengan protein kasar kacang tanah (25% penggantian) dan bungkil kedelai (100% pengganti), begitu pula pakan produksi (PPr) dan pakan pabrik (PPa) yang cukup bagus kandungan nutrisinya, hanya menghasilkan perbedaan kecil dalam asupan protein (PI) antara pakan dan tidak memiliki efek negatif pada konsumsi pakan (FI), pakan pemanfaatan (FCR), pemanfaatan protein ( PER) dan tingkat kelangsungan hidup. Kenaikan berat badan harian (DWG) dan laju pertumbuhan spesifik (SGR) tidak berbeda secara signifikan antara pakan. Secara umum, komposisi kimia dan profil asam amino bahan pakan uji yang diperoleh sama dengan data yang diterbitkan (Hue et al., 2010, Phuc dan Lindberg, 2000, Phuc dan Lindberg, 2001 dan Tram et al., 2011). PR konten (kisaran 22,5-23,4%) dari pakan diteliti adalah dalam kisaran (19-30% PR) yang diperlukan

untuk pertumbuhan normal dalam Pertumbuhan bibit, tetapi lebih rendah dari konten PR diperlukan (27-32% PR) untuk maksimum tingkat pertumbuhan (Hung et al.,2002). Isi pakan arginin (13,2-14,8 g kg-1), histidin (3,2-6,4 g kg1

), leusin (16,0-17,6 g kg-1), metionin (4,0-5,9 g kg-1), dan fenilalanin ( 9,1-10,6

g kg-1) melampaui persyaratan ikan lele (Wilson et al., 1980), sedangkan konten pakan lisin (6,6-9,3 g kg-1), treonin (5,7-7,7 g kg-1) dan isoleusin (9,0-10,2 g kg-1) memenuhi persyaratan ikan lele (Wilson, 1989). Hampir semua profil dalam asam amino esensial pakan diuji dalam penelitian ini yang tinggi dibandingkan dengan rekomendasi asam amino esensial untuk ikan nila (Jackson dan Capper, 1982) dan ikan mas (Schwarz dan Kirchgessner, 1988) Andrews (1979) melaporkan bahwa berat badan ikan lele yang diberi pakan

13

protein 32% pada 90% dari perlakuan kontrol, yang makan memuaskan, tidak secara signifikan berbeda dari kontrol, tetapi ketika ikan diberi makan sampai 50% atau 75 % dari kontrol, ada penurunan yang signifikan dalam berat badan. Li dan Lovell (1992a) menemukan perbedaan antara 26%, 32% dan protein 38% pakan ketika lele yang diumpankan ke kenyang di kolam, tetapi ketika memberi makan tunjangan dibatasi, ikan membutuhkan 38% protein untuk produksi maksimum. Sekitar 32% protein adalah tingkat tradisional protein yang digunakan dalam pakan lele komersial. Namun, berdasarkan studi dari Li dan Lovell (1992a) dan Robinson dan Li (1997), 26% protein cukup tinggi jika ikan diberi makan dengan kenyang. Penelitian ini menunjukkan bahwa ikan lele di kolam bisa diberi makan jauh lebih sedikit dari tingkat kejenuhan ketika tingkat protein dipertahankan pada 32%. Alasan untuk penurunan produksi ikan patin di tingkat protein tertinggi (36%) dalam penelitian ini adalah bukan karena protein merupakan faktor pembatas, karena semua perawatan menerima masukan protein yang sama. Energi mungkin telah kekurangan dalam pemberian pakan, ikan dalam pemberian pakan ini menerima energi 22,2% dalam ransum harian mereka. Namun, energi dalam pemberian pakan sejak energi dicerna meningkat sebanding dengan pemberian protein. Alasan yang mungkin untuk berat badan lebih rendah pada pakan tepung kacang tanah ikan bisa bahwa banyak pakan dicerna (DE) adalah dari lipid, menyebabkan proporsi yang tinggi dari energi makanan untuk disimpan sebagai lemak tubuh, ikan dalam pada pakan tepung kacang tanah memiliki persentase lebih tinggi lemak otot dibanding ikan lainnya. Hal ini akan menunjukkan bahwa energi dalam pakan lebih banyak menjadi lipid, protein cadang untuk pertumbuhan yang sangat efektif. Mungkin ikan lele tidak menggunakan lipid untuk cadangan protein seefisien beberapa ikan lainnya, seperti salmon (NRC, 1993). Tingkat energi dicerna (DE) ini terlihat sangat cocok untuk keuntungan maksimum untuk 28% c protein pakan diberikan hingga kenyang atau pakan protein 32% makan sebesar 12,5% kurang dari kejenuhan. 28% pakan protein dalam pemberian pakan mengandung 11 kkal DE/ g protein kasar, NRC (1993) persyaratan untuk ikan lele adalah 9-10 kkal DE/ g protein dicerna atau 10,6-11,7 kkal DE / g protein kasar. FER meningkat

14

sebagai penyisihan pakan menurun dengan peningkatan tingkat protein, ketika DE/P rasio tetap konstan. Hal ini konsisten dengan penelitian lain Andrews, 1979, Galvao, 1983, Li dan Lovell, 1992a dan Munsiri dan Lovell, 1993, yang menunjukkan bahwa efisiensi pakan meningkat sebagai penyisihan pakan berkurang.FER paling kurang terlihat dalam pakan tepung kacang tanah, protein rendah dan energi rendah diberikan hingga kenyang. Hal ini mungkin disebabkan karena DE pakan rendah karena terlalu tinggi dari nilai DE dari kandungan alfalfa.Pakan alfalfa mengandung 18,6-28,3% serat kasar (NRC, 1977), yang dicerna untuk ikan. Cruz (1975) menentukan DE dari alfalfa makanan untuk ikan lele menjadi 0,6 kkal / g, tetapi menemukan variasi yang besar antara penentu. Pemanfaatan rasio pakan terkonvensi (FCR) nilai pakan dalam penelitian ini adalah serupa dengan yang dilaporkan untuk lele dumbo remaja (Fagbenro, 2004), tapi sedikit lebih tinggi dari yang dilaporkan untuk lele Asian remaja (Hung et al., 2003 Hung et al., 2004 dan Liu et al., 2011) dan Tra lele (Glencrosset al., 2011). Selain itu, pemanfaatan protein (PER) dalam penelitian ini adalah serupa dengan yang dilaporkan untuk remaja lele protein nabati makan Afrika (Fagbenro, 2004 dan Nyina-wamwiza et al., 2007), spesies ikan lele ekor merah (Deng dkk., 2011 ) dan spesies lele Asia remaja (Hung et al., 2004 dan Phumee et al., 2011). Ini menunjukkan bahwa pasokan asam amino dan profil asam amino dalam pakan uji yang memadai dalam kaitannya dengan persyaratan pakan ikan lele Kelembaban, protein dan lipid isi fillet dari ikan percobaan sebanding dengan yang di ekspor fillet ikan lele dari Vietnam (Elena et al., 2008). Kandungan lipid pada hati ikan pada akhir percobaan adalah 3 - 5 kali lipat lebih tinggi dari nilai awal dan kadar lemak dalam fillet ikan dan ginjal. Kandungan lemak tinggi dalam hati dapat dijelaskan oleh hati menjadi situs penyimpanan utama untuk lipid (Guillaume, 2001 dan Segner dan Bohm, 1994). Sekarang simak secara teliti perbandingan antara pakan produksi dan pakan buatan pabrik yang khususnya (781-1). Dari semua komposisi pakan produksi yang diolah sendiri ini lebih baik dari pakan buatan pabrik. Mulai dari kandungan protein yang lebih besar yang berguna untuk peningkatan pertumbuhan lele, serat kering yang lebih kecil, dimana serat yang terlalu besar

15

akan mengganggu proses pencernaan. Lemak kering yang lebih kecil namun mengandung asam amino esensial maupun non esensial yang lebih besar. Hal-hal tersebut yang memebuktikan bahwa pakan yang diteliti ini lebih baik dari pakan pabrik.

PENUTUP I. Kesimpulan Penelitian ini telah menunjukkan kami telah mampu memproduksi pakan lele dari bungkil kopra, ikan petek dan bungkil kedelai yang sesuei dengan umur dan besar ikan lele serta mengetahui pakan produksi ini mengandung nutrisi protein kering 42,6%, lemak kering 6,24%, mineral (abu) 12,6%,serat kering 3,45% yang lebih baik dari pakan yang telah ada, termasuk energi kotor, asam amino (esensial maupun non-esensial) dan presentase hidup yang lebih besar. J. Saran Telah dilakukan penelitian tentang pembuatan pakan lele pengganti yang lebih baik dari pakan yang pernah ada dan juga telah dibuat suatu peralatan teknologi manufaktur sebagai ala produksinya. Semua ini nantinya akan diserahkan kepada petani ikan lele agar mampu mandiri membuat pakan lele untuk kebutuhan budidayanya.

DAFTAR PUSTAKA

Sahwan, M.F., 1999. Pakan Ikan dan Udang (Formulasi Pembuatan dan Analisis Ekonomi). Jakarta : Penebar Swadaya Arndt, R.E., Hardy, R.W., Sugiura, S.H., Dong, F.M., 1999. Efects of heat treatment and substitution level on palatability and nutritional value of soy defatted flour in feeds for coho salmon, Oncorhynchus kisutch. Aquaculture 180, 129 145 Bach-Knudsen, K.E., Jensen, B.B., Hansen, I., 1993. Digestion of polysaccharides and other major components in the small and digestibility of large intestine of pigs fed on diets consisting of oat fractions. rich in beta-D-glucan. Br. J. Nutr. 119, 879 886 Boonyaratpalin, M., Suraneiranat, P., Tunpibal, T., 1998. Replacement of fish meal with various types of soybean products in diets for Asian seabass, Lates calcarifer. Aquaculture 161, 67 78 Dabrowski, K., Poczyczynski, P., Kock, C., Berger, B., 1989. Effect of partially or totally replacing fish meal protein by soybean meal protein on growth, food utilization and proteolytic enzyme activities in rainbow trout Salmo salar .. New in vivo test for exocrine pancreatic secretion. Aquaculture 77, 29 49 Elangovan, A., Shim, K.F., 1997. Growth response of juvenile Barbodes altus fed isocaloric diets with variable protein levels. Aquaculture 158, 321 329 Elena, O., Nevigato, T., Lena, G.D., 2008. New trends in the seafood market. Sutchi catsh (Pangasius hypophthalmus) llets from Vietnam: nutritional quality and safety aspects. Food Chemistry Science Direct 110, 07 Fagbenro, O.A., 2004. Soybean meal replacement by roquette (Eruca sativa Miller) seed meal as protein feedstuff in diets for African catsh (Clarias gariepinus, Burchell1822) ngerlings. Aquaculture Research 35, 917923 Gallagher, M.L., 1994. The use of soybean meal as a replacement of fish meal in diets for hybrid striped bass Morone saxatilis = M. chrysops .. Aquaculture 126, 119 127 Glencross, B., Hien, T., Phuong, N., Cam Tu, T., 2011. A factorial approach to dening the energy and protein requirements of Tra catsh (Pangasianodon hypothalamus). Aquaculture Nutrition 17, 396405. Hardy, R.W., 1982. The use of soybean meal in trout and salmon diets. NOAA Technical Report. NMFS Circular Vol. 477, pp. 1519. Hue, K.T., Van, D.T.T., Ledin, I., Sprndly, E., Wredle, E., 2010. Effect of feeding fresh, wilted and sun-dried foliage from cassava (Manihot esculenta Crantz) on the performance of lambs and their intake of hydrogen cyanide. Livestock Science 131,155161. Hung, L.T., Liem, P.T., Tu, H.T., Mariojouls, C., 2002.Comparing growth and protein requirements for ngerlings of three catshes of the Mekong River (Pangasius Bocourti, Pangagasius Hypothalmus and Pangasius Conchophilus). Journal of Aquaculture in the Tropics 17, 325335. Hung, L.T., Suhenda, N., Slembrouck, J., Lazard, J., Moreau, Y.,2003. Comparison of starchutilization in ngerlings of two Asian catshes

from the Mekong River (Pangasius bocourti Sauvage, 1880, Pangasius hypophthalmus Sauvage, 1878). Aquaculture Nutrition 9, 215222. Hung, L.T., Suhenda, N., Slembrouck,J., Moreau, Y., 2004. Comparison of dietary protein and energy utilization hypophthalmus and P. djambal). Aquaculture Nutrition 10, 317326. Hung, L.T., Truc, L.T.T., Huy, H.P.V., 2007. Case study on the use of farmmade feeds and commercially formulated pellets for pangasiid catsh culture in the Mekong Delta, Vietnam: study and analysis of feeds and fertilizers for sustainable aquaculture development. FAO Fisheries Technical Paper 497, 363377 Jackson, A.J., Capper, B.S., 1982. Investigations into the requirements of the tilapia (Sarotherodon mossambicus) for dietary methionine, lysine and arginine in semi- synthetic diets. Aquaculture 29, 289 297. Kikuchi, K., 1999. Use of defatted soybean meal as a substitute for fish meal in diets of Japanese flounder Paralichthys oliaceus.. Aquaculture 179, 3 11 Lanari, D., DAgro, E., Turri, C., 1998. Use of nonlinear regression to evaluate the effects of phytase enzyme treatment of plant protein diets for rainbow trout Oncorhynchus mykiss .. Aquaculture 161, 345 356 Lim, C., Akiyama, D.M., 1992. Full-fat soybean meal utilization by fish. Asian Fish. Sci. 5, 181 197 Lin,F.D., Knabe, D.A., Tanksley Jr., T.D., 1987. Apparent digestibility of amino acids, gross energy and starch in corn, sorghum, wheat, barley, oat groats and wheat middlings for growing pigs. Journal of Animal Science 64, 16551663. Love, R.M., 1970. The Chemical Biology of Fishes, vol. 1. Academic Press, New York. 547 pp. 134-142 Lovell,R.T., 1978. Dietary phosphorus requirement of channel catsh. Transactions of the American Fisheries Society 107, 617621 Low, A.G., 1993. Role of dietary fibre in pig diets. In: Col D.J.A., Haresign, W., Garnsworthy, P.C. (Eds.). Recent De- velopments in Pig Nutrition, Vol. 2. Nottingham Press, London, pp. 137 161 Mohsen, A.A., Lovell, R.T., 1990. Partial substitution of soybean meal with animal protein sources in diets for channel catfish. Aquaculture 90,303 311 McGoogan, B.B., Gatlin, D.M. III, 1997. Effects of replacing fish meal with soybean meal in diets for red drum Sciaenops ocellatus and potential for palatability enhancement. J. World Aquacult. Soc. 28,374 385 NRC National Research Council., 1993. In: Nutrient Requirements of Warmwater Fishes and Shellfishes.National Academy Press, Washington, DC, p. 114 NRC (National Research Council), 2011. Nutrient Requirements of Fish and Shrimp.National Academy Press, Washington, D.C . 360 pp Noblet, J., Perez, J.M., 1993. Prediction of nutrients and energy values of pig diets from chemical. J Anim. Sci. 71, 3389 3398 Noblet, J., Bourdon, D., 1997. Valeur energetique comparee de onze matieres premieres chez le porc en croissance et la truie adulte. J. Rech. Porc France 29, 221 226. Noblet, J., Shi, X.S., Dubois, S., 1994. Effect of body weight on net energy values of feeds for growing pigs. J. Anim. Sci. 72, 648 657

Olli, J.J., Hjelmeland, K., Krogdahl, A., 1994a. Soybean trypsin inhibitors in diets for Atlantic salmon Salmo salar , L.: effects on nutrient digestibilities and trypsin in pyloric caeca homogenate and intestinal content. Comp. Biochem. Physiol. 109A, 923 928. Olli, J.J., Krogdahl, A., 1994. Nutritive value of four soybean products as protein sources in diets for rainbow trout Oncorhynchus mykiss Walbaum. reared in fresh water. Acta Agric. Scand., Sect. A, Anim. Sci. 44, 185 192. Olli, J.J., Krogdahl, A., 1995. Alcohol soluble components of soybeans seem to reduce fat digestibility in fishmeal-based diets for Atlantic salmon, Salmo salar L. Aquacult. Res. 26, 831 835. Olli, J.J., Krogdahl, A., Vabeno, A., 1995. Dehulled solvent extracted soybean meal as a protein source in diets for Atlantic salmon, Salmo salar L. Aquacult. Res. 26, 167 174. Olli, J.J., Krogdahl, A., Van den Ingh, T.S.G.A.M., Brattis, L.E., 1994b. Nutritive value of soybean products in diets for Atlantic salmon Salmo salar , L... Acta Agric. Scand., Sect. A, Anim. Sci. 44, 50 60 Phumee, P., Wei, W.Y., Ramachandran, S., Hashim, R., 2011. Evaluation of soybean meal in the formulated diets for juvenile Pangasianodon hypophthalmus (Sauvage, 1878). Aquaculture Nutrition 17, 214222 Quartararo, N., Allan, G.L., Bell, J.D., 1998. Replacement of fish meal in diets for Australian snapper, Pagrus auratus. Aquaculture 166, 279 295 Reigh, R.C., Ellis, S.C., 1992. Effects of dietary soybean and fish- protein ratios on growth and body composition of red drum Sciaenops ocellatus. fed isonitrogenous diets. Aquaculture 104, 279 292 Reinitz, G., 1980. Soybean meal as a substitute for herring meal in practical diets for rainbow trout. Prog.Fish-Cult. 42, 103 106 Riche, M., Brown, B.P., 1996. Availability of phosphorus from feedstuffs fed to rainbow trout, Oncorhynchus mykiss. Aquaculture 142, 269 282 Salim, agus., 2012. Pengaruh pengurangan protein pada pakan ikan lele dumbo. Tugas akhir. 13-41. Satoh, S., Poe, W.E., Wilson, R.P., 1989. Effect of supplemental phytate andror tricalcium phosphate on weight gain, feed efficiency and zinc content in vertebrae of channel catfish. Aquaculture 80, 155 161 Storebakken, T., 1985. Binders in fish feeds: I. Effect of alginate and guar gum on growth, digestibility, feed intake and passage through the gastrointestinal tract of rainbow trout. Aquaculture 47, 11 26. S. Barlow, 1989,Fish Meal ,World Outlook to the Year 2000, Fish Farmer,Vol 3, pp. 4043 Thorne, P.J., Wiseman, J., Cole, D.J.A., Machin, D.H., 1988. Use of dietscontaining copra meal for growing / finishing pigs and their supplementation to improve animal performance. Trop Agric.Trinidad 65, 197 201. Thorne, P.J., Wiseman, J., Cole, D.J.A., 1990. Copra meal. In Thacker, P.A., Kirkwood, R.N. (Eds.), Non-Traditional Feed Sources For Use in Swine Production. Butterworth, London, pp. 127 134 Vivyakarn, V., Watanabe, T., Aoki, H., Tsuda, H., Sakamoto, H., Okamoto, N., Iso, N.,

Satoh, S., Takeuchi, T., 1992. Use of soybean meal as a substitute for fish meal in a newly developed soft-dry pellet for yellowtail. Nippon Suisan Gakkaishi 58, 1991 2000 Watanabe, T., Vivyakarn, V., Kimura, H., Ogawa, K., Okamoto, N., Iso, N., 1992. Utilization of soybean meal as a protein source in a newly developed soft-dry pellet for yellowtail. Nippon Suisan Gakkaishi58,1761 1773 Webster, C.D., Goodgame-Tiu, L.S., Tidwell, J.H., 1995. Total replacement of soybean meal, with various percentages of supplemental L- methionine, in diets for blue catfish, Ictalurus furcatus Lesueu.. Aquacult. Res. 26, 299 306 Webster, C.D., Tidwell, J.H., Goodgame, L.S., Yancey, D.H., Mackey, L.,1992a. Use of soybean meal and distillers grains with solubles as partial or total replacement of fish meal in diets for channel catfish, Ictalurus punctatus. Aquaculture 106, 301 309. Webster, C.D., Yancey, D.H., Tidwell, J.H., 1992b. Effect of partially or totally replacing fish meal with soybean meal on growth of blue catfish Ictalurus furcatus.. Aquaculture 103, 141 152 Wilson, R.P., Poe, W.E., 1985. Effects of feeding soybean meal with varying trypsin inhibitor activities on growth of fingerling channel catfish. Aquaculture 46, 19 25 Zhan Zhang, Robert P Wilson . 1999.Reevaluation of the choline requirement of fingerling channel catfish (Ictalurus punctatus) and determination of the availability of choline in common feed ingredients Aquaculture, Volume 180, , Pages 89-98 http://benihikangunungkidul.blogspot.com/2013/03/mempercepatperlumbudanlele.html 28 mei 2013 pukul 19.12 wib http://foragri.blogsome.com/meramu-pakan-untuk-pembesaran-lele/ 28 mei2013 pukul 19.15

DAFTAR RIWAYAT HIDUP KETUA KELOMPOK Nama Jenis Kelamin : Amrul Choirwathon Asofa : Laki - laki

Tempat/Tanggal Lahir : Nganjuk, 11 September 1993 Alamat Asal Hp E-mail Penghargaan Karya ilmiah : Blimbing Rt. 04/01 Tanjunganom, Nganjuk : 083831260704 : amrul.asofa@gmail.com : Juara 1 LKTIN- Penelitian ISRF UPI 2013 : Penerapan Effectiveness Of Water-Stress Method And Planting Organic Fertilizer Pada Bawang Merah Sebagai Solusi Ketergantungan Bangsa Kepada Importir Penulis (Amrul Choirwathon Asofa) NRP. 1121100089 ANGGOTA KELOMPOK 1 Nama Jenis Kelamin : I Dewa Gede Agung Wiradipta : Laki-laki

Tempat/Tanggal Lahir : Surabaya, 14 Desember 1994 Alamat Asal Hp E-mail Penghargaan Karya ilmiah : Surabaya : 085733270912 : wiradipta1@gmail.com : Juara 1 LKTIN- Penelitian ISRF UPI 2013 : Penerapan Effectiveness Of Water-Stress Method And Planting Organic Fertilizer Pada Bawang Merah Sebagai Solusi

Ketergantungan Bangsa Kepada Importir Penulis

(I Dewa Gede Agung W.) NRP. 1111100068

KARTU TANDA MAHASISWA

BUKTI PEMBAYARAN

Anda mungkin juga menyukai