Anda di halaman 1dari 11

1

TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA


PERBANKAN SYARIAH DI PENGADILAN NEGERI SAMARINDA

RIKA LIANITA
rikalianita@gmail.com
Fakultas Hukum Universitas Mulawarman

ABSTRAKSI
Rika Lianita, Tinjauan Yuridis Terhadap Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah di Pengadilan Negeri Samarinda di bawah bimbingan Bapak Deny Slamet
Pribadi, S.H., M.H selaku Pembimbing Utama dan Bapak Nur Arifudin, S.H., M.H
selaku Pembimbing Pendamping.
Undang-undang Perbankan Syariah memberikan kewenangan Pengadilan Agama
dan Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah. Pengadilan Negeri
Samarinda telah menangani dua perkara perbankan syariah sedangkan Pengadilan Agama
Samarinda hingga saat ini belum pernah menangani sengketa perbankan syariah. Hal ini
membuktikan bahwa belum efektifnya penerapan dan pelaksanaan Undang-undang Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, khususnya mengenai penyelesaian sengketa
perbankan syariah di Pengadilan Agama Samarinda. Masuknya sengketa bidang perbankan
syariah dalam lingkungan Peradilan Umum membuat tidak tertutup kemungkinan terjadinya
titik singgung atau persentuhan kewenangan mengadili yang dapat berakibat tidak adanya
ketertiban dan kepastian dalam penegakan hukum dalam penanganan penyelesaian
sengketa perbankan syariah.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi penyelesaian sengketa
perbankan syariah berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah di Pengadilan Negeri Samarinda dan faktor-
faktor yang menyebabkan penyelesaian sengketa perbankan syariah dilaksanakan di
Pengadilan Negeri Samarinda. Sebagai penunjang dalam melakukan penelitian, metode
penelitian yang digunakan adalah Yuridis Empiris. Dengan melakukan kajian riil di
Pengadilan Negeri Samarinda dan Pengadilan Agama Samarinda.
Dari hasil penelitian dan pembahasan dapat diketahui bahwa implementasi Pasal
55 ayat (2) Undang-undang Perbankan Syariah telah diterapkan di Pengadilan Negeri
Samarinda, namun penyelesaian sengketanya tidak sesuai dengan prinsip syariah. Terdapat
beberapa faktor yang membuat sengketa perbankan syariah dapat dilaksanakan di
Pengadilan Negeri Samarinda yaitu faktor choice of forum, hakim tidak boleh menolak
perkara, budaya hukum dan kesadaran hukum, kepercayaan dan pendapat publik, sosialisasi
hukum, SDM Hakim.
Diharapkan bagi hakim di Pengadilan Agama Samarinda agar terus mendalami
pengetahuan tentang perbankan syariah melalui pelatihan-pelatihan. Agar penyelesaian
sengketa perbankan syariah dapat diterapkan sesuai dengan hukum syariah diharapkan
agar hakim Pengadilan Negeri Samarinda untuk dapat menghadirkan saksi ahli dibidang
perbankan syariah. Serta diharapkan peran penegak hukum dan badan legislatif untuk dapat
mensosialisasikan tentang penyelesaian sengketa perbankan syariah khususnya pada pihak
bank syariah dan notaris yang membuat akad bagi para pihak.

Kata Kunci : Penyelesaian sengketa perbankan syariah dan choice of forum sengketa
perbankan syariah.


2


Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Berdasarkan data di Pengadilan Negeri Samarinda, selama tiga tahun terakhir,
periode tahun 2010 sampai 2012 tercatat dua kasus sengketa perbankan syariah yang
masuk di Pengadilan Negeri Samarinda. Pada tahun 2010 tidak ada sengketa perbankan
syariah yang masuk di Pengadilan Negeri Samarinda. Pada tahun 2011 tercatat dua kasus
yang masuk, kemudian pada tahun 2012 tidak ada kasus perbankan syariah yang masuk di
Pengadilan Negeri Samarinda. Untuk Kasus pertama BPD Kaltim Syariah selaku Tergugat
dan Penggugat beragama Islam, penyelesaian sengketa ini sudah tahap putusan dan
putusan dimenangkan oleh Penggugat dan yang kedua, BPD Kaltim Syariah selaku Tergugat
dan Penggugat beragama Kristen, penyelesaian sengketa ini telah sampai pada tahap
putusan dan putusan dimenangkan oleh Tergugat. Kedua kasus tersebut berkaitan dengan
akad Musyarakah atau agunan.
Idealnya Penyelesaian sengketa perbankan syariah dilakukan di Pengadilan Agama
karena berkaitan dengan muamalah Islam (bisnis Islam). Namum berdasarkan data di
Pengadilan Agama Samarinda, sejak tiga tahun terakhir tidak ada sengketa perbankan
syariah yang masuk di Pengadilan Agama Samarinda. Padahal kewenangan untuk
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah telah diberikan undang-undang sejak tahun 2006.
Hal ini membuktikan bahwa belum efektifnya penerapan dan pelaksanaan Undang-
undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, khususnya
mengenai penyelesaian sengketa perbankan syariah di Pengadilan Agama Samarinda yang
kemudian menjadi alasan penulis memilih melakukan penelitian dan mencoba manganalisis
permasalahan-permasalahan yang ada hubungannya dengan penyelesaian sengketa
perbankan syariah. Oleh karena itu maka, penulis mengangkat skripsi dengan judul
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN
SYARIAH DI PENGADILAN NEGERI SAMARINDA.

Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah tersebut diatas, maka dalam penelitian ini penulis
mengangkat permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana implementasi penyelesaian sengketa perbankan syariah berdasarkan Pasal
55 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah di Pengadilan Negeri Samarinda ?
2. Apa faktor-faktor yang menyebabkan penyelesaian sengketa perbankan syariah
dilaksanakan di Pengadilan Negeri Samarinda ?

Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang permasalahan dan perumusan masalah di atas, tujuan
penelitian dalam skripsi ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui implementasi penyelesaian sengketa perbankan syariah berdasarkan
Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Republik Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah di Pengadilan Negeri Samarinda.
2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan penyelesaian sengketa perbankan
syariah dilaksanakan di Pengadilan Negeri Samarinda.
METODE PENELITIAN
Untuk keberhasilan suatu penelitian baik dalam memberikan gambaran dan jawaban
terhadap permasalahan yang diangkat, tujuan serta manfaat penelitian sangat ditentukan
oleh metode yang digunakan dalam penelitian.
3


A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian
hukum yuridis empiris. Dalam penelitian ini bersifat deskriptif yang memaparkan,
menjelaskan, serta menganalisa secara sistematis, faktual, akurat dan lengkap tentang
persoalan dan permasalahan mengenai implementasi penyelesaian sengketa perbankan
syariah berdasarkan Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun
2008 tentang Perbankan Syariah dan faktor-faktor yang menyebabkan penyelesaiaan
sengketa pebankan syariah dilaksanakan di Pengadilan Negeri Samarinda

B. Pendekatan Penelitian
Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis empiris yaitu pendekatan
penelitian dengan cara mengumpulkan bahan melalui data yang diperoleh secara langsung
melalui Pengadilan Negeri Samarinda dan Pengadilan Agama Samarinda.

C. Pendekatan Masalah
Penulisan ini menggunakan metode pendekatan yuridis sosiologis dari studi
penelitian yang dilakukan di Pengadilan Negeri Samarinda dan Pengadilan Agama
Samarinda. Maksudnya adalah pendekatan yang bertujuan untuk memaparkan suatu
pernyataan yang ada di lapangan berdasarkan asas-asas hukum, kaidah-kaidah hukum atau
perundangan yang berlaku dan ada kaitannya dengan permasalahan yang dikaji.
1


D. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian dilakukan di Pengadilan Negeri Samarinda kelas I A Jalan Moch.
Yamin dan Pengadilan Agama Samarinda kelas I A Jalan Ir. H. Juanda Nomor 64, Provinsi
Kalimantan Timur.

E. Waktu dan Jadwal Penelitian
Waktu dan Jadwal Penelitian ini dimanfaatkan selama masa tenggang waktu yang
diberikan dan sampai pada penyelesaian penelitian serta penulisan skripsi ini. Berdasarkan
Surat Persetujuan Judul dan Penunjukkan Dosen Pembimbing Nomor 2396/UN17.7/DT/2012
berlaku selama 6 (enam) bulan, terhitung tanggal 10 September 2012 sampai tanggal 10
Maret 2013.

F. Jenis dan Sumber Data
Sumber data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Data Primer
Data primer yaitu data yang diperoleh dengan melakukan penelitian lapangan (field
research). Penelitian lapangan ini adalah penelitian data yang dilakukan secara langsung
dilapangan terhadap objek lokasi yang telah ditentukan dan yang berhubungan dengan
pembahasan dalam hal ini berupa pengamatan/observasi dan wawancara terhadap
beberapa narasumber di Pengadilan Negeri Samarinda dan Pengadilan Agama Samarinda.
b. Data Sekunder
Data sekunder yaitu data normatif yang diperoleh dari studi kepustakaan guna
mendapatkan landasan teoritis yang bersumber dari perundang-undangan, pendapat-
pendapat atau tulisan-tulisan para ahli atau pihak-pihak lain yang berwenang. Data
sekunder dapat dibedakan menjadi : 1) Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang

1
Ronny Hanitiyo Soemitro, MPN dan Juri Mentri, Ghalia, Jakarta, Halaman 97
4


mengikat yang terdiri dari peraturan perundang-undangan yaitu: a) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945, b) Undang-undang Republik Nomor 48 Tahun 2009
tentang Kekuasaan Kehakiman, c) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1986
tentang Peradilan Umum, d) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, e)
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana
telah diubah dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, f) Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. 2) Bahan
hukum sekunder adalah bahan hukum yang memberi penjelasan terhadap bahan hukum
primer, sumbernya berupa literatur hukum, ajaran atau doktrin hukum, teori hukum,
pendapat hukum dan ulasan hukum. 3) Bahan hukum tertier adalah bahan-bahan yang
menberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum
sekunder, berupa kamus hukum atau kamus lainnya, ensiklopedia, dan sebagainya.

G. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang penulis gunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
a. Penelitian Lapangan
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara menggunakan pertanyaan langsung
ditempat yang menjadi obyek penelitian ini penulis menggunakan cara sebagai berikut: 1)
Observasi (pengamatan), maksudnya adalah cara bagaimana melakukan pengamatan,
artinya mengamati, melihat, meninjau atau mengawasi dalam pengumpulan data-data yang
diperlukan dalam penelitian ilmu hukum sebagai mana juga dalam ilmu-ilmu sosial.
Observasi/pengamatan langsung di lokasi penelitian yaitu, di Pengadilan Negeri Samarinda
dan Pengadilan Agama Samarinda. 2) Interview (wawancara), wawancara adalah suatu
bentuk komunikasi verbal jadi semacam percakapan untuk memperoleh informasi. Disini
penulis mengumpulkan data dengan cara mengadakan tanya jawab secara langsung dengan
responden terutama informan yang banyak mengetahui tentang masalah yang diteliti.
b. Studi Kepustakaan
Yaitu suatu teknik pengumpulan data dengan cara menghimpun data dengan
melakukan penelaahan bahan kepustakaan atau data sekunder yang meliputi bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier. Berupa peraturan perundang-
undangan terkait, buku-buku, artikel-artikel dan lain-lain dalam bentuk tulisan yang terkait
dengan penelitian ini.
c. Studi Dokumentasi
Yaitu teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data-data di Pengadilan
Negeri Samarinda dan Pengadilan Agama Samarinda.

H. Analisis Data
Analisis yang penulis gunakan terhadap data-data yang dipakai dalam penulisan skripsi
ini adalah deskripsi kualitatif artinya menguraikan data dalam bentuk kalimat yang baik dan
benar. Maksudnya data yang diperoleh disajikan secara deskriptif dalam bentuk kalimat
yang benar dan sistematis sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang beragam.
2








2
Abdulkadir Muhammad, Op.Cit, Halaman 172
5


Pembahasan

1. Implementasi Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah Berdasarkan Pasal 55
ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah di Pengadilan Negeri Samarinda
Kedua sengketa perbankan syariah yang masuk di Pengadilan Negeri Samarinda
tersebut merupakan bentuk pelanggaran yang dilakukan para pihak dalam pembiayaan
musyarakah dalam kategori perbuatan melawan hukum. Unsur-unsur pokok suatu
perbuatan melawan hukum adalah; adanya suatu perbuatan mengabaikan sesuatu yang
seharusnya dilakukan, tidak adanya suatu kewajiban kehati-hatian, tidak dijalankannya
kewajiban kehati-hatian, adanya kerugian bagi orang lain, dan adanya hubungan sebab
akibat antara perbuatan dan kerugian yang timbul.
Pada kasus yang pertama dengan Nomor Perkara 104/PDT.G/2011/PN.SMDA. Bahwa
Para Tergugat telah melakukan perbuatan melawan hak (melawan hukum) terhadap Para
Penggugat karena aset-aset agunan kredit milik Para Penggugat maupun atas nama yang
lain yang telah lewat waktu (jatuh tempo). Sehingga Para Penggugat menuntut Para
Tergugat untuk mengembalikan secara hukum aset-aset milik Para Penggugat maupun atas
nama-nama sebagaimana tersebut dalam perkara tersebut.
Pada kasus yang kedua dengan Nomor Perkara 40/PDT.G/2011/PN.SMDA. Bahwa
Penggugat adalah pemilik sah atas sebidang tanah dan bangunan rumah yang tertera dalam
Sertifikat Hak Milik Nomor 581 tertanggal 13-04-2004. Penggugat menyatakan Tergugat I
dan Tergugat II telah melakukan kecurangan dan kecerobohan di dalam melakukan
Transaksi Kredit Bank dengan merugikan Penggugat sebagai pemilik jaminan yang sah.
Penggugat menyatakan perbuatan Tergugat I dan Tergugat II dan Tergugat III tersebut
telah melakukan perbuatan Melawan Hukum dan segala akibat hukumnya. Bahwa
Penggugat menyatakan Batal Demi Hukum segala dokumen-dokumen berupa Akad
Pembiayaan Musyarakah.
Dalam proses persidangan hakim telah menganjurkan untuk dilakukannya mediasi
dan kedua belah pihak yang bersengketa pun menyetujuinya. Kemudian dilakukanlah upaya
mediasi yang di mediator oleh hakim, namun upaya tersebut tidak menemui kata sepakat
dan akhirnya para pihak tetap menempuh jalur Pengadilan Negeri untuk menyelesaikan
permasalahannya.
3

Dalam Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor 21 tahun 2008
tentang Perbankan Syariah disebutkan bahwa dalam hal para pihak telah memperjanjikan
penyelesaian sengketa selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyelesaian sengketa
dilakukan sesuai dengan isi akad sedangkan dalam penjelasan pasal ini salah satu yang
dapat dipilih adalah Pengadilan Negeri. Pasal 55 ayat (3) yang menyatakan bahwa
''penyelesaian sengketa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan
dengan prinsip syariah''. Makna sebaliknya atau dalam bahasa ushul fiqhnya itu adalah
mafhum mukhalafahnya bahwa penyelesaian sengketa yang dilakukan oleh forum manapun
baik itu Pengadilan Negeri atau yang lainnya harus menggunakan hukum syariah atau
Hukum Islam.
4

Berkaitan dengan petugas yang menegakkannya, seorang hakim dituntut bekerja
secara profesional sesuai lingkup pekerjaannya. Oleh karena itu seorang hakim yang
menyelesaikan sengketa perbankan syariah disamping harus memenuhi syarat-syarat umum
sebagaimana lazimnya, juga dipersyaratkan berlatar belakang sarjana syariah dan/atau

3
Berdasarkan hasil Wawancara dengan Panitera Muda Perdata Pengadilan Negerii Samarinda, Bapak
Khalid, S.H, pada tanggal Oktober 2012, pukul 09.00 Wita
4
Akhyar Ari Gayo, 2009, Kesiapan Pengadilan Agama Menerima, Memeriksa dan Menyelesaikan Perkara
Ekonomi Syariah, Badan Pembinaan Hukum Nasional Departemen Hukum dan HAM RI, Jakarta, Halaman 56
6


sarjana hukum yang mengusai hukum Islam.
5
Hal ini dikarenakan tugas yang harus dihadapi
adalah perkara-pekara yang ada sangkut pautnya dengan hukum Islam, termasuk hukum
ekonomi Islam (ekonomi syariah). Persayaratan ''sarjana syariah atau sarjana hukum yang
menguasai hukum Islam'' tersebut juga berlaku bagi seorang Panitera maupun sekretaris
yang mencatat persidangan di perkara perbankan syariah.
6

Namun berdasarkan keterangan dalam wawancara dengan Panitera Muda Hukum
Pengadilan Negeri Samarinda yang mencatat proses jalannya persidangan perkara
perbankan syariah pada tahun 2011, bahwa dalam penyelesaian sengketa perbankan
syariah di Pengadilan Negeri Samarinda, tidak dihadirkan saksi ahli dibidang ekonomi
syariah dan hakim yang memimpin persidangan pun bukan hakim khusus yang menangani
sengketa ekonomi syariah.
7

Dalam hukum Islam, perbuatan melawan hukum dikenal dengan istilah ''Perbuatan
yang Membahayakan'' atau ''Al F'il Al Dharr'''. Dalam kaitan ini Musthafa Ahmad Al Zarqa
menjelaskan bahwa ada 9 ayat Al Quran, 31 Hadist Rasullulah SAW dan 23 pendapat
sahabat yang menjelaskan perbuatan yang membahayakan itu. Ayat-ayat Al Quran yang
dimaksud adalah Al Nisa ayat 30, Al Baqarah ayat 188, Al 'Araf ayat 56, Al Baqarah ayat
205, Yusuf ayat 73, Al Nur ayat 4 dan 23 dan Surat An Nabiya ayat 78-79.
Melihat kepada ayat-ayat di atas, maka bagi seseorang yang melakukan suatu
perbuatan melawan hukum diminta untuk bertanggung jawab atas perbuatannya. Hanya
saja bentuk tanggung-jawabnya berbeda-beda, ada yang bersifat moral (sanksi ukhrawi)
ada pula yang bersifat sanksi duniawi, yakni berbentuk keharusan memberi ganti rugi yang
seimbang dan adil dengan kerugian yang diderita, ada juga yang berbentuk tanggung jawab
dengan menglilangkan dharar (bahaya dan kerugian) dengan cara yang ma'ruf atau bentuk
lain yang dibenarkan oleh Syariat Islam. Namun ganti rugi disini tidak boleh mengandung
unsur-unsur ribawi sebagaimana konsep ganti rugi yang diatur dalam KUHPerdata. Jadi,
dalam hukum Islam bagi pihak Debitur/Kreditur yang melakukan perbuatan melawan hukum
dapat dikenakan ganti rugi dan atau denda dalam ukuran yang wajar dan seimbang dengan
kerugian yang ditimbulkan dan tidak mengandung unsur ribawi.
8

Sedangkan berdasarkan faktanya, hakim di Pengadilan Negeri Samarinda dalam
memutuskan ganti rugi bagi pihak yang kalah dari kedua kasus tersebut tidak menggunakan
analisa ilmu syariah sehingga penentuan ganti rugi yang diputuskan hakim tidak seimbang
dari kerugian yang ditimbulkan.

2. Faktor-Faktor yang Menyebabkan Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah
Dilaksanakan di Pengadilan Negeri Samarinda

a. Faktor Choice of Forum, para pihak dalam hal ini antara nasabah/debitur dengan
BPD Kaltim Syariah di dalam akad antara kedua belah pihak tertuang klausul akad yang
menyatakan, bahwa jika terjadi sengketa kedua belah pihak bersepakat untuk melakukan
musyawarah dahulu, namun apabila hasil musyawarah tidak mencapai kesepakatan maka
akan di tempuh jalur litigasi yaitu melalui Pengadilan Negeri Samarinda sebagai tempat
untuk menyelesaikan masalahnya. Hal ini lah yang menjadi salah satu faktor mengapa
penyelesaian sengketa perbankan syariah dapat dilaksanakan di Pengadilan Negeri

5
Lihat Pasal 13 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Atas
Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
6
Lihat Pasal 27, Pasal 45 Undang-undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama
7
Berdasarkan hasil wawancara dengan Panitera Muda Hukum Pengadilan Negeri Samarinda, Bapak
Khalid, S.H, pada tanggal 16 Oktober 2010, pukul 09.00 Wita
8
Abdul Manan, 2009, Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Sebuah Kewenangan Baru Peradilan
Agama, Mahkamah Agung-RI, Jakarta, Halaman 66-67
7


Samarinda.
9

b. Faktor Hakim Tidak Boleh Menolak Perkara, Pengadilan Negeri Samarinda tidak
dapat menolak perkara yang diajukan kepadanya termasuk sengketa perbankan syariah.
Apabila hakim menolak terhadap perkara yang diajukan kepadanya berarti juga
pengingkaran terhadap rasa keadilan yang hendak ditegakkan. Hakim sebagai salah satu
perangkat pengadilan ditugaskan untuk menetapkan hubungan hukum yang sebenarnya
antar kedua belah pihak yang bersengketa, yang sekaligus melakukan konkretisasi hukum
terhadap perkara-perkara yang belum ada hukumnya.
10

c. Faktor Budaya Hukum dan Kesadaran Hukum, Kesadaran hukum masyarakat
khususnya masyarakat Kota Samarinda merupakan hal yang sangat penting dan
menentukan berlakunya suatu hukum dalam masyarakat. Apabila kesadaran hukum
masyarakat tinggi dalam melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah diatur oleh hukum,
dipatuhi oleh masyarakat, maka hukum tersebut dapat dikatakan efektif berlakunya, tetapi
jika ketentuan hukum tersebut daiabaikan oleh masyarakat, maka aturan hukum itu tidak
efektif berlakunya. Kesadaran hukum masyarakat itu menyangkut faktor-faktor apakah
suatu ketentuan hukum diketahui, dipahami, diakui, dihargai oleh masyarakat sebagai
penggunaan hukum tersbeut. Kesadaran hukum masyarakat merupakan unsur utama yang
harus diperhitungkan dalam berfungsinya hukum secara efektif dalam masyarakat.
11

d. Faktor Kepercayaan dan Pendapat Publik, Masih banyak kalangan yang
meragukan kemampuan Hakim Pengadilan Agama Samarinda dalam memeriksa perkara
ekonomi syariah. Mereka beranggapan hakim di Pengadilan Agama Samarinda tidak
memahami hukum ekonomi konvensional dan perbankan. Sehingga bila menangani perkara
ekonomi syariah dikhawatirkan putusannya tidak berkualitas. Anggapan ini di dasarkan
bahwa ekonomi syariah merupakan bagian dari ilmu ekonomi dan perbankan konvensional,
dimana meskipun prinsipnya berdasarkan syariah, akan tetapi dalam teknis dan operasional
tetap mengacu pada perbankan konvensional. Berdasarkan alasan tersebut para pihak lebih
memilih penyelesaian di Pengadilan Negeri Samarinda.
12

e. Faktor Sosialisasi Hukum, Undang-undang Perbankan Syariah yang diresmikan
pada tanggal 17 Juli 2008 tersebut masih relatif baru dan perlu dilakukannya sosialisasi
hukum secara terus menerus oleh badan legislatif.
13
Sosialisasi khususnya ditujukan untuk
pihak bank syariah dan notaris yang membuat perjanjian perbankan syariah, karena pada
dasarnya yang menentukan pilihan hukum terhadap penyelesaian sengketa adalah pihak
bank syariah sendiri.
14

f. Faktor Sumber Daya Manusia Hakim, Kurangnya Hakim yang menguasai ekonomi
syariah menjadi salah satu faktor penghambat Pengadilan Agama Samarinda dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah. Berdasarkan data
hakim, di Pengadilan Agama Samarinda memiliki 7 Hakim Karir, dan dari ketujuh hakim karir
tersebut hanya terdapat 1 hakim yang lulusan Magister Hukum Islam. Selain itu, kurangnya
pelatihan-pelatihan yang dilaksanakan oleh hakim-hakim Pengadilan Negeri Samarinda

9
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Isnaniah, S.H, Panitera Muda Hukum di Pengadilan Negeri
Samarinda, Tanggal 16 Oktober 2012, pukul 09.00 Wita

10
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Isnaniah, S.H, Panitera Muda Hukum di Pengadilan Negeri
Samarinda, tanggal 16 Oktober 2012, pukul 09.00 Wita

11
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Drs. Hairil Anwar M.H, Panitera Sekretaris di Pengadilan
Agama Samarinda, tanggal 15 Oktober 2012, pukul 09.30 Wita

12
Berdasarkan hasil wawancara dengan Ibu Isnaniah, S.H, Panitera Muda Hukum di Pengadilan Negeri
Samarinda, Tanggal 16 Oktober 2012, pukul 09.00 Wita
13
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Tatang Sutardi S.H,M.Hi, Hakim Pengadilan Agama
Samarinda, pada tanggal 11 Januari 2013, pukul 09.00 Wita
14
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Hatpiadi, Wakil Ketua Pengadilan Agama Samarinda,
pada tanggal 7 Januari 2013, Pukul 09.00 Wita
8


mengenai pengetahuan perbankan syariah juga menjadi kendala yang berarti bagi para
hakim untuk menyelesaikan sengketa perbankan syariah.
15


Penutup
Kesimpulan
Dari uraian-uraian di atas, maka dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai
berikut : 1) Dalam penjelasan Pasal 55 ayat (2) Undang-undang Republik Indonesia Nomor
21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah menyebutkan opsional penyelesaian sengketa
yang dilakukan sesuai dengan isi akad bisa dipilih oleh para pihak diantaranya, a.
Musyawarah; b. Mediasi perbankan; c. Melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional
(Basyarnas) atau lembaga arbitrase lain; dan/atau d. Melalui pengadilan dalam lingkungan
Peradilan Umum.
Sesuai dengan ketentuan huruf d tersebut bahwa, berdasarkan fakta dilapangan,
para pihak mencantumkan klausula penyelesaian sengketa secara litigasi dan memilih
Pengadilan Negeri Samarinda di dalam akadnya jika terjadi sengketa dan perselisihan tidak
dapat menemui upaya damai.
Di dalam Pasal 55 ayat (3) yang menyatakan bahwa ''penyelesaian sengketa
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak boleh bertentangan dengan prinsip syariah''.
Namun, berdasarkan fakta dilapangan jalannya persidangan perkara perbankan syariah
pada tahun 2011, bahwa dalam penyelesaian sengketa perbankan syariah di Pengadilan
Negeri Samarinda, tidak dihadirkan saksi ahli dibidang ekonomi syariah dan hakim yang
memimpin persidangan pun bukan hakim khusus yang menangani sengketa ekonomi
syariah. 2) Belum efektifnya penanganan sengketa perbankan syariah dipengaruhi oleh
beberapa faktor yang kemudian menjadi alasan Pengadilan Negeri Samarinda dapat
menerima sengketa perbankan syariah, yaitu: a) Faktor Choice of Forum, Bahwa BPD Kaltim
Syariah dan Nasabah/Debitur mencantumkan klausula penyelesaian sengketa di Pengadilan
Negeri Samarinda di dalam akadnya.
b) Faktor Hakim Tidak Boleh Menolak Perkara, Bahwa hakim Pengadilan Negeri
Samarinda tidak dapat menolak perkara yang diajukan kepadanya termasuk sengketa
perbankan syariah. Apabila hakim menolak terhadap perkara yang diajukan kepadanya
berarti juga pengingkaran terhadap rasa keadilan yang hendak ditegakkan.
c) Faktor Budaya Hukum dan Kesadaran Hukum, Budaya hukum dan kesadaran
hukum masyarakat merupakan dua hal yang dapat dikembangkan dengan baik secara
terpadu, sehingga pembaruan hukum yang dilaksanakan itu dapat diterima oleh
masyarakat sebagai pedoman tingkah laku yang harus dituruti. Walaupun hukum yang
dibuat itu memenuhi persyaratan yang ditentukan secara filosofis dan yuridis, tetapi jika
kesadaran hukum masyarakat tidak mempunyai respon untuk menaati dan mematuhi
peraturan hukum tidak ada maka peraturan hukum yang dibuat tidak akan efektif
berlakunya dalam kehidupan masyarakat.
d) Faktor Kepercayaan dan Pendapat Publik, Masih banyak kalangan yang meragukan
kemampuan Hakim Pengadilan Agama Samarinda dalam memeriksa perkara ekonomi
syariah. Mereka beranggapan hakim di Pengadilan Agama Samarinda tidak memahami
hukum ekonomi konvensional dan perbankan. Sehingga bila menangani perkara ekonomi
syariah dikhawatirkan putusannya tidak berkualitas. Anggapan ini di dasarkan bahwa
ekonomi syariah merupakan bagian dari ilmu ekonomi dan perbankan konvensional, dimana
meskipun prinsipnya berdasarkan syariah, akan tetapi dalam teknis dan operasional tetap
mengacu pada perbankan konvensional. Berdasarkan alasan tersebut para pihak lebih
memilih penyelesaian di Pengadilan Negeri Samarinda.
e) Faktor Sosialisasi Hukum, Kurangnya sosialisasi hukum membuat terganjalnya

15
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Hatpiadi, Wakil Pengadilan Agama Samarinda, pada
tanggal 7 Januari 2013, pukul 09.00 Wita
9


kewenangan Pengadilan Agama Samarinda dalam menangani sengketa perbankan syariah.
Sosialisasi merupakan salah satu aspek penting dalam proses kontrol sosial sebab untuk
dapat mempengaruhi orang-orang agar bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah hukum
yang berlaku, dibutuhkan suatu kesadaran yang timbul dalam diri seseorang untuk mentaati
dan melaksanakan kaidah-kaidah hukum yang berlaku, yang disebut dengan kesadaran
hukum.
f) Faktor Sumber Daya Manusia Hakim, Kurangnya Hakim yang menguasai ekonomi
syariah menjadi salah satu faktor penghambat Pengadilan Agama Samarinda dalam
menyelesaikan sengketa ekonomi syariah, khususnya perbankan syariah. Berdasarkan data
hakim, di Pengadilan Agama Samarinda memiliki 7 Hakim Karir, dan dari ketujuh hakim karir
tersebut hanya terdapat 1 hakim yang lulusan Magister Hukum Islam.

Saran
Adapun Saran yang dapat dikemukakan sebagai berikut : 1) Diharapkan agar
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah didalam Pasal 55 ayat
(2) lebih diperjelas agar tidak terjadi dualisme penyelesaian sengketa perbankan syariah. 2)
Diharapkan hakim terus mendalami pengetahuan tentang ekonomi syariah dengan
melakukan pelatihan-pelatihan mengenai perbankan syariah. 3) Agar penyelesaian sengketa
perbankan syariah dapat diterapkan sesuai dengan hukum syariah, maka di harapkan bagi
hakim Pengadilan Negeri Samarinda untuk dapat menghadirkan saksi ahli dibidang ekonomi
syariah. 4) Diharapkan kepada para penegak hukum dan badan legislatif untuk
mensosialisasikan Undang-undang Perbankan Syariah khususnya penyelesaian sengketanya,
sosialisasi hukum harus di lakukan secara berkesinambungan khususnya terhadap pihak
bank syariah dan notaris yang membuat akad perbankan syariah bagi para pihak.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Ais, Chatamarrasjid, 2006, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana Prenada
Group, Jakarta.

Ali, Zainuddin, 2008, Hukum Perbankan Syariah, Sinar Grafika, Jakarta.

Anshori, Abdul Gofur, 2009, Perbankan Syariah di Indonesia, Gajah Mada University
Press, Yogyakarta.

Antonio, Muhammad Syafii, 2005, Bank Syariah Dari Teori ke Praktek, Gema Insani,
Jakarta,

Atmasasmita, Romli, 2001, Reformasi Hukum, Hak Asasi Manusia & Penegakan Hukum,
Mandar Maju, Bandung.

AZ, Lukman Santoso 2011, Hak dan Kewajiban Hukum Nasabah dan Bank, Pustaka
Yustisia, Yogyakarta.

Dewi, Gemala, 2004, Aspek-aspek Hukum dalam Perbankan dan Perasuransian Syariah
di Indonesia, Prenada Media Group, Jakarta.

Hartini, Rahayu 2008, Kewenangan Penyelesaian Sengketa Kepailitan Berklausul
Arbitrase, UMM Press, Malang.

10


Harahap, Yahya, 2007, Kedudukan, Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Sinar
Grafika, Jakarta.

____________, 2008, Hukum Acara Perdata, Sinar Grafika, Jakarta.

Hermansyah, 2007, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta.

Kusuma, Hilman Hadi, 1995, Metode Pembuatan Kertas Kerja atau Skripsi Ilmu Hukum,
Mandar Maju, Bandung.

MA, Saifuddin Azwar, 2001, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta.

Muhammad, 2005, Manajemen Pembiayaan Bank Syariah, UUP, Yogyakarta.

Muhammad, Abdulkadir, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, PT. Citra Aditya Bakti,
Bandung.

Musjtari, Dewi Nurul, 2012, Penyelesaian Sengketa Perbankan Syariah, Parama
Publishing, Yogyakarta.
Muttaqien, Dadan dan Fakhrudin Cikman, 2009, Penyelesaian Sengketa Perbankan
Syariah, Total Media, Yogyakarta,

Mertokusumo, Sudikno, 1991, Mengenal Hukum, Suatu Pengantar, Liberty, Jakarta.

Naja, H.R. Daeng, 2011, Akad Bank Syariah, Pustaka Yustisia, Yogyakarta.

Soekanto, Soerjono, 2008, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, PT.
Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Supramono, Gatot, 2009, Perbankan dan Masalah Kredit: Suatu Tinjauan di Bidang
Yuridis, Rhiena Cipta, Jakarta.

Sutiyoso, Bambang, 2006, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Media, Jakarta.

Umam, Khotibul, 2010, Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan, Pustaka Yustisia,
Jakarta.

Usman, Rachmadi, 2012, Aspek Hukum Perbankan Syariah di Indonesia, Sinar Grafika,
Jakarta.

Witanto, D.Y., 2011, Hukum Acara Mediasi, Alfabeta, Bandung.

B. Peraturan Perundang-undangan

Republik Indonesia, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan
Kehakiman.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1986 tentang Peradilan Umum.

Republik Indonesia, Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan Agama.
11



Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perbankan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

C. Skripsi

Indriani, Maya, 2009, Tinjauan Hukum Terhadap Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syariah di Pengadilan Agama Kota Samarinda, Skripsi, Fakultas Hukum,
Universitas Mulawarman, Samarinda.
D. Artikel Jurnal Ilmiah, Artikel Internet, dan Makalah

Abdul Gani Abdullah, 2005, Buletin, Pandangan Yuridis Conflict of Law dan Choice of Law
Dalam Kontrak Bisnis Internasional.

http://www.miftakhulhuda.com/2011/02/ius-curia-novit.html, diakses tanggal 9
November 2012, pukul 15.00 Wita

http://elfamurdiana.blogspot.com/2011/faktor-kepercayaan-dan-pendapat-
publik.html, diakses tanggal 9 November 2012, pukul 09.30 Wita.

http://elfamurdiana.blogspot.com/2009/07/peranan-sosialisasi-hukum-dalam-
proses.html, diakses tanggal 9 November 2012, pukul 09.30 Wita.

Muttaqinhasyim, Konsep Dasar Bank Syariah,
http://muttaqinhasyim.wordpress.com.2009/05/15/konsep-dasar bank-syariah,
diakses tanggal 3 Oktober 2012, pukul 09.00 Wita.

Sunarsip, Menuju Kebangkitan Bank Syariah, Makalah.

Anda mungkin juga menyukai