Anda di halaman 1dari 41

KATA PENGANTAR Komitmen Indonesia dalam Konperensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan (ICPD) di Kairo pada tahun

1994 telah ditindaklanjuti dengan Lokakaryanya Nasional Kesehatan Reproduksi di Jakarta pada tahun 1996. Beberapa kesepakatan telah disetujui dalam forum yang melibatkan sektor terkait, universitas, LSM, organisasi profesi dan agen donor, serta pihak terkait lainnya. Diantaranya, telah disepakati paket pelayanan kesehatan reproduksi prioritas, yang kemudian disebut sebagai paket Priayana Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE). Buku Program Kesehatan Reproduksi dan Pelayanan Integratif di Tingkat Pelayanan Dasar ini merupakan penjabaran dari kesepakatan yang telah dirintis pada Lokakarya tersebut. Komponen Program Kesehatan Reproduksi sebetulnya bukan program-program baru, sehingga upaya yang dilakukan hendaknya dapat melanjutkan upaya yang telah dirintis sebelumnya. Namun demikian, dalam mengelola program dan memberikan pelayanan kesehatan reproduksi perlu diperhatikan adanya perubahan paradigma yang sangat berarti, seperti yang disepakati dalam ICPD. Dalam kesepakatan global itu, fokus perhatian ditunjukan kepada pelayanan yang mengutamakan kesehatan dan hak reproduksi perorangan, baik bagi laki-laki maupun perempuan sepanjang siklus hidupnya. Hal ini berpengaruh besar dalam pengembangan program dan pelayanan kesehatan reproduksi. Satu diantaranya adalah dengan penerapan pelayanan integratif, yang memungkinkan klien memperoleh pelayanan kesehatan reproduksi yang terpadu sesuai dengan kebutuhannya, pada satu kali pelayanan. Hal ini dapat dilakukan dengan memasukkan aspek pelayanan kesehatan reproduksi yang satu ke dalam yang lainnya. Buku ini diharapkan dapat dipakai sebagai acuan tentang kebijaksanaan sektor kesehatan dalam Program Kesehatan Reproduksi dan pelaksanaannya di lapangan. Buku ini ditunjukan kepada para pengelola program sebagai bahan acuan dalam mengembangkan program dan pelayanan kesehatan reproduksi. Dalam semangat desentralisasi dewsa ini, setiap pengelola wilayah dapat secara kreatif mengembangkan program yang sesuai dengan masalah dan kebutuhan setempat, dengan tetap mengacu kepada kebijaksanaan nasional. Kepada pihak-pihak yang telah menyusun dan memungkinkan terbitnya buku ini disampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih. Selanjutnya, saran untuk penyempurnaan buku pedoman ini akan sangat dihargai. Jakarta, Agustus 2001

Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat, Prof. Dr. Azrul Azwar, MPH iii

DAFTAR ISI ` KATA PENGANTAR Direktur Jendral Bina Kesehatan Masyarakat DAFTAR ISI BAB I : PENDAHULUAN A. Latar belakang . B. Perkembangan Program Kesehatan Reproduksi .. ANALISIS SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI 1.Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir 2. Keluarga Berencana 3. Pencegahan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk HIV/AIDS . 4. Kesehatan Reproduksi Remaja 5. Masajah Kesehatan Reproduksi Lainnya . BAB III : KEBIJAKSANAAN, STRATEGI DAN KEGIATAN POKOK Kebijaksnaan Umum. Terget . Strategi Operasional .. Kegiatan Pokok . BAB IV : PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL A. Pendekatan dalam Implementasi . B. Karakteristik Sasaran dan Masalah Tiap Komponen PKRE . C. Pelaksanaan PKRE pada Tiap Tingkat Pelaynan .. PEMANTAUAN DAN EVALUASI PENUTUP iii V 1 1 2 5 5 7 8 9 11 13 13 13 14 15 19 19 20 24 26 27 Halaman

BAB II :

BAB V : BAB VI : Lampiran

I.PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG Kesehatan Reproduksi mendapat perhatian khusus secara global sejak diangkatnya materi tersebut dalam Konperensi Internasional tentang Kependidikan dan Pembangunan (International Conference on Population and Development, ICPD), di Kairo, Mesir, pada tahun 1994. Sekitar 180 negara berpartisipasi dalam Konferensi tersebut. Hal penting dalam Konferensi tersebut adalah disepakatinya perubahan pradigma dalam pengelolaan masalah kependudukan dan pembangunan dari pendekatan pengendalian populasi dan penurunan fertilitas/keluarga bencana menjadi pendekatan yang terfokus pada kesehatan reproduksi. Perubahan paradigma ini menempatkan manusia menjadi subyek, berbda dari sebelumnya yang menempatkan manusia sebagai obyek. Dengan demikian, upaya pengendalian penduduk perlu mempertimbangkan pemenuhan kebutuhan kesehatan reproduksi bagi pria dan wanita sepanjang siklus hidup, termasuk hak-hak reproduksi. Terkandung juga didalamnya isu kesetaraan jender, martabat dan pemberdayaan wanita, serta tanggung jawab pria dalam kaitannya dengan kesehatan reproduksi. Dengan pendekatan ini diharapkan bahwa dalam menjaga kestabilan pertumbuhan penduduk dunia, kebutuhan serta hak reproduksi pria dan wanita sepanjang siklus kehidupan mendapat perhatian khusus. Kestabilan pertumbuhan penduduk akan dapat dicapai secara lebih baik bila kebutuhan kesehatan reproduksi terpenuhi dan hak reproduksi dihargai. ICPD tahun 1994 tersebut bertegas dalam Konferensi Sedunia IV tentang Wanita pada tahun 1995 di Beijing, Cina, ICPD + 5, di Haque, pada tahun 1999, dan Beijing + 5, di New York, pada tahun 2000. Di tingkat internasional tersebut telah disepakati definisi kesehatan reproduksi adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan dalam semua hal yang berkaitan dengan sistem

reproduksi, serta fungsi dan prosesnya. Karenanya setiap individu mempunyai hak untuk mengatur jumlah keluarganya, kapan mempunyai anak, dan memperoleh penjelasan yang lengkap tentang cara-cara kontrasepsi, sehingga dapat memilih cara yang tepat dan disukai. Selain itu, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan reproduksi lainnya, seperti pelayanan atenatal, persalinan, nifas dan pelayanan bagi bayi baru lahir, kesehatan remaja dan lain-lain, perlu dijamin. B. PERKEMBANGAN PROGRAM KESEHATAN REPRODUKSI Indonesia sebagai salah satu negara yang berpartisipasi dalam kesepakatan global tersebut telah menindak lanjuti dengan mengadakan Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi pada bulan Mei 1996 di Jakarta yang melibatkan seluruh sektor terkait, LSM termasuk organisasi wanita, organisasi profesi, universitas dan NGO serta lembaga donor. Dalam Lokakarya tersebut telah disepakati beberapa hal, yaitu: 1. Definisi Kesehatan Reproduksi mengacu kepada kesepakatan ICPD, seperti tersebut di atas. 2. Ruang lingkup Kesehatan Reproduksi secara luas meliputi: Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Keluarga Berencana Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi (ISR), termasuk PMS-HIV/AIDS Pencegahan dan Penanggulangan Komplikasi Aborsi Kesehatan Reproduksi Remaja Pencegahan dan Penanganan Infertilitas Kanker pada Usia Lanjut dan Osteoporosis Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi genital, fistula, dll.

3. Dalam penerapannya, pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan secara integratife. Prioritas diberikan kepada empat komponen kesehatan reproduksi yang menjadi masalah pokok di indonesia, disebut Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial (PKRE), yaitu:

Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Keluarga Berencana Kesehatan Reproduksi Remaja Pencegahan dan penanggulangan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk PMSHIV/AIDS

Selain itu disepakati pula Paket Pelayanan Kesehatan Reproduksi Komprehensif (PKRK), yang terdiri atas PKRE ditambah dengan Kesehatan Reproduksi pada Usia Lanjut. 4. Identifikasi Peran tiap sektor dan pihak terkait dalam upaya Kesehatan Reproduksi sesuai dengan mandat institusi masing-masing perlu dilaksanakan secara integratif dan sinergis. 5. Beberapa rekomendasi Lokakarya sebagai berikut: Perlu dibentuk Komisi Kesehatan Reproduksi sebagai Wadah koordinasi dalam upaya kesehatan reproduksi yang terintegrasi antara instansi pemerintah, non-pemerintah dan swasta. Penerapan Paket Pelayanan Kesehatan reproduksi (PKRE dan PKRK) dilaksanakan melalui pendekatan integrasi fungsional dan dilakukan secara bertahap. Keterlibatan organisasi profesi diperlukan dalam dukungan teknis, informasi dan kepemimpinan untuk pengembangan upaya kesehatan reproduksi. Keterlibatan dan tanggung jawab pria serta anggota keluarga lainnya diperlukan untuk mencapai kemitrasejajaran pria dan wanita dalam konteks kesehatan reproduki. Data kesehatan reproduksi berwawasan jender (disagregasi data menurut jenis kelamin dan umur) perlu dikumpulkan secara rutin dengan keterlibatan berbagai pihak terkait.

Sebagai tindak lanjut dari rekomendasi Lokakarya Nasional Kesehatan Reproduksi melalui pertemuan terhadap lintas program dan sektor, tercapai kesepakatan untuk membentuk Komisi Kesehatan Reproduksi. Melalui Surat Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 433/MENKES/SK/V/1998 tentang Komisi Kesehatan Reproduksi dibentuklah Komisi tesebut yang terdiri atas empat Kelompok Kerja (Pokja) sebagai berikut:

1. Pokja Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir 2. Pokja Keluarga Berencana 3. Pokja Kesehatan Reproduksi Remaja 4. Pokja Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut. Hal yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulanganISR, termasuk PMS, HIV/AIDS dibahas dalam semua Pokja, khususnya Pokja 1 dan 2. Selain itu, secara khusus masalah tersebut dibahas secara khusus dalam Komisi Penanggulangan AIDS (KPA). Dalam Mencari bentuk pelayanan integratif kesehatan reproduksi disepakati untuk lebih berorientasi kepada kebutuhan klien. Adanya perbedaan sasaran dalam tiap komponen kesehatan reproduksi dan perbedaan masalah pada tiap klien, menuntut adanya pelayanan yang komprehensif, namun spesifik, dan sesuai dengan kebutuhan klien. Dengan demikian setiap komponen program kesehatan reproduksi perlu memasukkan unsur komponen kesehatan reproduksi lainnya untuk mendukung terciptanya pelayanan kesehatan reproduksi yang integratif pada klien dan sesuai dengan kebutuhan klien. Perubahan pendekatan dalam menangani program kesehatan reproduksi tersebut ditempatkan pada visi Departemen Kesehatan, yaitu Indonesia Sehat 2010, dengan misi sebagai berikut: 1. Menggerakan pembangunan nasional berwawasan kesehatan. 2. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya. Berdasarkan visi dan misi tersebut, maka upaya kesehatan reproduksi yang dikembangkan akan menekankan pentingnya aspek promotif dan preventif dalam rangka mendukung pencapaian Indonesia Sehat 2010. Selain itu dalam era disentralisasi dewasa ini, penerapan upaya kesehatan reproduksi diarahkan untuk mengatasi masalah kesehatan reproduksi setempat.

II. ANALISIS SITUASI KESEHATAN REPRODUKSI Keadaan kesehatan reproduksi di Indonesia dewasa ini masih belum seperti yang diharapkan. Bila dibandingkan dengan keadaan di negara ASEAN lainnya, Indonesia masih tertinggal dalam banyak aspek kesehatanrepeproduksi. Di bawah ini keadaan dan masalah beberapa komponen kesehatan reproduksi yang dapat memberikan gambaran umum tentang keadaan kesehatan reproduksi. I. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi bila dibandingkan dengan negaranegara sedang berkembang ASEAN lainnya. Pada tahun 1994 (SDKI) AKI di Indonesia adalah 390 per 100.000 kelahiran hidup. Penurunan AKI tersebut sangat lambat, yaitu menjadi 373 per 100.000 pada tahun 1995 (SKRT), sementara pada tahun 2000 ditargetkan menjadi 225 per 100.000 kelahiran hidup. Ada beberapa yang cukup antara AKI di Jawa-Bali dan luar Jawa-Bali (SKRT 1995), MISALNYA DI Provinsi Jawa Tengah 248, Nusa Tenggara Timur 554, Maluku 796 dan Papua 1025 per 100.000 kelahiran hidup. Hal ini mencerminkan adanya perbedaan dalam segi geografis, demografis, akses dan kualitas pelayanan kesehatan serta sumber daya manusia. Penyebab utama kematian ibu masih tetap perdarahan, sepsis dan eklamsia, di samping partus lama dan abortus terkomplikasi. Perdarahan postpartum di banyak wilayah merupakan penyebab kematian ibu terbesar, diperkiraan mencapai sekitar 40-50%. Dalam rangka mempercepat penurunan AKI, sejak tahun 1989/1990 dimulai Program Pendidikan Bidan bagi para lulusan Sekolah Pendidikan Keperawatan (SPK) selama 1 tahun. Lulusan sekolah bidan tersebut kemudian ditempatkan di desa. Sejak itu sampai tahun 1996 telah dihasilkan lebih dari 54.000 bidan, sehingga hampir semua desa di Indonesia mempunyai bidan. Bidan di desa yang semula direkrut sebagai pegawai negeri ini sejak tahun 1994 dipekerjakan berdasarkan kontrak selama 3 tahun,yang dapat diperpanjang selama 3 tahun kedua. Pada tahun 2000, perpanjangan untuk 3 tahun ketiga mulai dilaksanakan, sambil menunggu kesiapan bidan untuk mampu berpraktek secara mandiri atau kesiapan daerah untuk mengangkat bidan sebagai tenaga daerah.

Keberadaan bidan di desa tampak memberikan kontribusi nyata terhadap cakupan pelayanan kebidanan besar. Misalnya, cakupan akses pelayanan atenatal (K1) meningkat dari 74% pada tahun 1993 menjadi 89% pada tahun 1997. Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan meningkat dari 39,6% pada tahun 1993 menjadi 59,8% pada tahun 1997 dan sekitar 66% pada tahun 1999, walaupun sekitar 70% persalinan tetap berlangsung di rumah. Namun, masalah kematian ibu merupakan masalah yang kompleks, yang diwarnai oleh derajat kesehatan, termasuk status kesehatan reproduksi dan status gizi ibu sebelum dan selama kehamilan. Prevalensi anemia pada ibu hamil masih sekitar 50%, sementara prevalensi kurang energi kronis masih lebih dari 30%. Sekitar 60% ibu hamil dalam keadaan yang mempunyai satu atau lebih keadaan 4 terlalu ( terlalu muda: kurang dari 20 tahun;tua; lebih dari 35 tahun; sering: jarak antar-anak kurang dari2 tahun; banyak: lebih dari 3 anak). Prevalensi infeksi saluran reproduksi diperkirakan juga cukup tinggi, karena rendahnya higiene perorangan dan pemaparan terhadap PMS yang meningkat. Kejadian kematian ibu juga berkaitan erat dengan masalah sosiobudaya, ekonomi, tradisi dan kepercayaan masyarakat. Hal ini melatarbelakangi kematian ibu yang mengalami komplikasi obstetric, yaitu dalam bentuk 3 terlambat. 1) terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan di tingkat keluarga, 2) terlambat mencapai tempat pelayanan kesehatan dan 3) terlambat mendapat penanganan medis yang memadai di tempat pelayanan kesehatan. Kejadian komplikasi obstetric terdapat pada sekitar 20% dari seluruh ibu hamil, namun dewasa ini kasus komplikasi obstetric yang tertangani masih kurang dari 10% dari seluruh ibu hamil,yang berarti kurang dari 50& dari perkiraan kasus. Target penanganan kasus komplikasi obstetric yang ditetapkan untuk tahun 2005 adalah minimal 12% dari seluruh ibu hamil ( atau 60% dari total kasus komplikasi obstetric). Permasalahan kesehatan ibu tersebut merupakan refleksi dari masalah yang berkaitan dengan kesehatan bayi baru lahir.Angka

Kematian bayi (AKB) di Indonesia (SDKI, 1997) masih di atas Negara-negara seperti Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam, yaitu 52 per 1000 kelahiran hidup. Walaupun demikian AKB tersebut sudah menurun dari 74 per 1000 kelahiran hidup pada tahun 1991 dan 66 per 1000 kelahiran pada tahun 1994. Sekitar 40% kematian bayi terjadi pada bulan pertama kehidupannya. Penyebab kematian pada masa perintal/neonatal pada umumnya berkaitanndengan kesehatan ibu selama hamil, kesehatan janin selama di dalam kandungan dan proses pertolongan persalinan yang diterima ibu atau bayi, yaitu asfiksia, hipotermia karea prematuritas/BBLR, trauma persalinan dan tetanus neonatorum. 2. Keluarga Berencana Program Keluarga berencana (KB) di Indonesia termasuk yang dianggap berhasil di tingkat internasional. Hal ini terlihat dari kontribusinya terhadap penurunan pertumbuhan penduduk, sebagai akibat dari penurunan angka kesuburan total (total fertility rate, TFR). Menurut SDKI, TFR pada kurun waktu 1967-1970 menurun dari5,6 menjadi hamper setengahnya dalam 25 tahun, yaitu 2.8 pada periode 1995-1997. Cakupan pelayanan KB (contraceptive prevalence rate, CPR) pada tahun 1987 adalah 48%, yang meningkat menjadi 57% pada tahun 1997. dari proporsi tersebut 95% menggunakan cara kontrasepsi modern, yang terdiri dari suntikan KB 21%, pil 15%, IUD 8%, implant 6%, tubektomi 3%, vasektomi 0.1% dan kondom 1%.Dari data ini terlihat bahwa partisipasi pria dalam berKB masih sangat rendah, yaitu kurang dari 2%. Besarnya proporsi peserta KB yang menggunakan suntikan dan KB pada masyarakat yang tingkat sosioekonominya belum memadai memberikan risiko drop out KB yang cukup berarti. Proporsi drop out peserta KB (discontinuation rate) menurut SDKI 1997 adalah 24%. Alasan penghentian antara lain adalah 10% karna efek samping/alas an kesehatan, 6% karena ingin hamil dan 3% karena kegagalan. Data SDKI 1997 menunjukan pula bahwa perempuan berstatus kawin yang tidak ingin punya anak lagi atau ingin menjarangkan kelahiran berikutnya tetapi tidak menggunakan cara kontrasepsi

(unmet need) masih cukup tinggi yaitu 9%, yang terdiri dari 4% berkeinginan memjarangkan kelahiran dan 5% ingin membatasi kelahiran. Angka ini sudah menurun dibandingkan dengan tahun 1994 sebesar 11% dan pada tahun 1991 sebesar 13%. Penyebab masih tingginya angka ini, antara lain kualitas informasi dan pelayanan KB, serta missed opportunity pelayanan KB pada pasca-persalinan. Namun, seperti dikemukakan di atas, sekitar 65% ibu hamil mempuinyai satu atau lebih keadaan 4 terlalu (terlalu muda, tua, sering dan banyak). Hal ini menunjukkan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu dihindari, walaupunangka unmet need hanya 9%, yang juga sekaligusmenunjukkan bahwa kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan pelayanan KB (karena umur istri terlalu muda/tua, masih mempunyai anak kurang dari 2 tahun, atau mempunyai anak lebih dari 3) belum mantap. 3. Pencegahan Infeksi Saluran Reproduksi, termasuk HIV/AIDS Jenis ISR dibagi menjadi 3 kategori : (1) Penyakit Menular Seksual (PMS) meliputi infeksi klamida, gonore, trikomoniasis, sifilis, ulkus mole, herpes kelamin, dan infeksi human immunodeficiency virus (HIV); (2) Infeksi endgen karena prertumbuhan berlebihan kuman yang biasanya ada di saluran reproduksi wanita normal, seperti vaginosis bacterial dan kandidiasis vulvovaginal; (3) Infeksi iatrogenik, yaitu infeksi yang terjadi karena dilakukannya tindakan medis. Dan berbagai penelitian terbatas diketahui angka prevalensi ISR di Indonesia cukup tinggi, misalnya penelitian pada 312 wanita klien KB di Jakarta Utara (1997): angka prevalensi ISR 24,7% dengan infeksi klamida yang tertinggi, yaitu 10.3%, kemudian trikomoniasi 5,4%, dan gonore 0,3%. Penelitian lain di Surabaya pada 599 wanita hamil didapatkan infeksi vius herpes simpleks sebesar 9,9%, klamida 8,2%, trikomoniasis 4,8%,gonore 0.8% dan sifilis 0,7%. Suatu survey di 3 puskesmas di Surabaya (1999) pada 195 wanita pengunjung KIA/BP diperoleh proporsi tertinggi infeksi trikomoniasis 6,2%, kemudian sifilis 4,6%, dan klamidia 3,6%.

Jumlah Kumulatif penderita HIV/AIDS yang dilaporkan sakit sampai juni 2001 mencapai 2150 kasus, dengan jumlah kasus HIV 1572 dan jumlah kumulatif kasus AIDS sebanyak 578, termasuk yang telah meninggal 241 orang. Dari penderita AIDS tersebut,457 kasus (79,1%) adalah pria dan 131 wanita. Dari segi usia penderita AIDS: 20-29 tahun (37.7%);30-39 tahun (34%) dan 40-49 tahun (12,5%).Pada tahun 2000, urutan jumlah kasus terbanyak sebagai berikut: Jakarta (362), Irja (312),Riau (115) dan Jawa Timur (103). Namun Urutan Angka Prevalensi HIV/AIDS tertinggi secara berturut-turut adalah Irja (4,85), Jakarta (1.33), Bali (0.76) dan Riau (0.32) per 100.000 penduduk. Penularan terutama melalui hubungan seksual (70%), yaitu 57% bersifat heteroseksual dan 15% homoseksual, sedangkan 18% melalui penggunaan alat suntik (pada penderita ketergantungan narkotika). Jumlah penderita HIV/AIDS yang sebenarnya diperkirakan 100 kali lipat dari jumlah yang dilaporkan. Upaya pencegahan dan penanggulangan ISR di tingkat pelayanan dasar masih jauh dari yang diharapkan. Upaya tersebut baru dilaksanakan secara terbatas di beberapa provinsi, berupa upaya pencegahan dan penanggulangan PMS dengan pendekatan sindrom melalui pelayanan KIA/KB. Hambatan sosiobudaya sering mengakibatkan ketidak-tuntasan dalam pengobatannya, sehingga menimbulkan komplikasi ISR yang serius seperti kemandulan, keguguran, dan kecacatan pada janin. 5. Kesehatan Reproduksi Remaja Masalah kesehatan reproduksi remaja selain berdampak secara fisik, juga dapat berpengaruh terhadap kesehatan mental dan emosi, keadaan ekonomi dan kesejahteraan social dalam jangka panjang. Dampak jangka panjang tersebut tidak hanya berpengaruh terhadap remaja itu sendiri, tetapi juga terhadap keluarga, masyarakat dan bangsa pada akhirnya. Permasalahan prioritas kesehatan reproduksi pada remaja dapat dikelompokkan sebagai berikut: Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya, Kehamilan dan persalinan usia muda yang menambah risiko kesakitan dan kematian ibu dan bayi,

Masalah PMS, termasuk infeksi HIV/AIDS Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial.

Kehamilan remaja kuran dari 20 tahun memberi resiko kematian ibu dan bayi 2-4 kali lebih tinggi dibandingkan kehamilan pada ibu berusia 20-35 tahun. Beberapapenelitian dalam skala kecil tentang remaja memberikan gambaran tentang prilaku reproduksi kelompok populasi berumur 10-19 tahun yag belum menikah. Pusat PenelitianKesehatan UI mengadakan penelitian di Manado dan Bitung (1997), dan menunjukan bahwa 6% dari 400 pelajar SMU puteri dan 20% dari 400 pelajar SMU putera pernah melakukan hubungan seksual. Survei Depkes (1995/1996) pada remaja usia 13-19 tahun di Jawa Barat (1189) dan di Bali (922) mendapatkan 7% dan 5% remaja puteri di Jawa Barat dan Bali mengakui pernah terlambat haid atau hamil. Di Yogyakarya, menurut data sekunder tahun 1996/1997, dari 10.981 pengunjung klinik KB ditemukan 19,3% yang datang dengan kehamilan tidak dikehendaki dan telah melakukan hubungan seksual tindakan pengangguran disengaja sendiri secara tidak aman. Sekitar 2% diantaranya berusia dibawah 22 tahun. Dari data PKBI Sumbar tahun 1997 ditemukan bahwa remaja yang telah melakukan hubungan seksual sebelum mengakui kebanyakan melakukannya melakukannya pertama kali pada usia antara 15-18 tahun. Keadaan di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa derajat kesehatan fisik remaja belum optimal. Sekitar 35% remaja puteri menderita anemia dan sebagian diantaranya juga menderita kurang energi kronis (KEK). Hal ini menunjukan ketidaksiapan remaja puteri secara fisik untuk menghadapi kehamilan di kemudian hari. Keadaan merisaukan lainnya yang sulit dipisahkan dari kesehatan reproduksi remaja adalah meningkatnya masalah ketergantungan napza (narkotika, psikhotropika dan zat adiktif lainnya, termasuk merokok) pada remaja. Ketergantungan napza ini sering diikuti dengan hubungan seksual diluar nikah, dengan berganti-ganti pasangan, sehingga meningkatkan resiko penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, sementara pemakaian alat suntik secara bergantian juga menimbulkan risiko tersebut. Informasi dan pelayanan kesehatan reproduksi remaja dewasa ini belum memadai, dan kebanyakan baru ditangani oleh lembaga

10

Swadaya masyarakat di kota-kota besar. Fasilitas kesehatan di tingkat pelayanan dasar belum banyak menyediakan pelayanan tersebut, sehingga remaja belum mendapat bekal pengetahuanyang cukup untuk menjalani perilaku reproduksi sehat. Mereka belum sepenuhnya mengetahui cara melakukan kegiatan promotif dan preventif dalam kesehatan reproduksi remaja. 5. Masalah Kesehatan Reproduksi Lainnya Masalah kesehatan reproduksi lainnya masih banyak ditemukan, misalnya masalah kesehatan usia lanjut, aborsi, kanker leher rahim dan payudara, infertilitas, ketimpangan jender,kekerasan perempuan, dll. Namun data yang berkaitan dengan masalah-masalah tersebut masih sulit diperoleh.Keterbatasan data ini bukan berarti bahwa aspek kesehatan reprduksi tersebut tidak bermasalah Masalah kesehatan usia lanjut semakin meningkat bersamaan dengan bertambahnya presentase penduduk usia lanjut. Masalah prioritas pada kelompok ini antara lain meliputi gangguan pada masa menopause, osteoporisis, kanker prostate, dan penyakit kerdiovaskular serta penyakit degeneratif, yang dapat berpengaruh terhadap organ reproduksi. Di samping itu, kekurangan gizi dan gangguan otot serta sendi sering memperburuk keadaan tersebut. Aborsi merupakan isu controversial, karena dalamkesepakatan pada ICPD 1994 di Kairo, dan konferensi internasional lain yang menindaklanjutinya,hak reproduksi antara lain meliputi hak untuk mendapatkan pelayanan aborsi yang aman. Menurut perundangan yang berlaku saat ini, tindakan aborsi diluar indikasimedis adalah legal. Sebagai akibatnya, wanita dengan kehamilan yang tidk diinginkan akibat kegagalan KB, pemerkosaan, atau karena alasan ekonomi, dan kehamilan diluar nikah, cenderung mencari pertolongan aborsi yang tidak aman, sehingga sering mengakibatkan aborsi yang komplikasi, Aborsi terkomplikasi ini diperkirakan memjadi penyebab dari 15% kematian ibu. Kanker leher rahim merupakan kanker tersering yang ditemukan pada wanita usia subur. Kebanyakan kasus disebabkan oleh infeksi virus human papilloma virus (HPV). Kanker ini bila ditemukan pada stadium dini mempunyai prognosis yang cukup

11

Baik. Namun, upaya skrining di kalangan wanita usia subur biasa dewasa ini terbatas, dan belum mencapai kalangan yang tingkat sosioekonominya rendah. Metodeskrining dengan pap smear cukup mahal dan memerlukan teknologi yang canggih. Dewasa ini sekarang dikembangkan metode inspeksi visual dengan menggunakan asam cuka. Kejadian kanker payudara menempati urutan kedua setelah kanker leher rahim. Jenis kanker ini juga mempunyai prognosis yang cukup baik bila ditemukan pada stadium dini. Deteksi kanker ini bias dilakukan sendiri dengan metode periksa payudara sendiri (SADARI). Berbagai masalah kesehatan reproduksi dilatarbelakangi oleh ketimpangan jender. Beberapa contoh misalnya keputusan untuk mencari pelayanan kasehatan bagi perempuan seringkali berada ditangan suami atau mertua. Demikian pula tanggung jawab untuk berKB sering dibebankan kepada perempuan. Perempuan berada dipihak yang lemah ketika menuntut hubungan seksual yang aman dengan paangannya. Adaemikian pula pada hubungan seksual diluar nikah, pihak perempuan selalu dipersalahkan dan dituntut untuk menanggung segala akibatnya. Kekerasan berbasis jender antara lain timbul dalam bentuk kekerasan terhadap perempuan (KtP). KtP yang sering ditemukan adalah kekeran dalam rumah tangga (KDRT), yang seringkali terjadi antara suami-isteri atau pasangan yang mempunyai hubungan dekat. Masalah KDRT ini dikatakan seperti wabah yang tersembunyi, kaerna prevalensinya diduga cukup besar namun tidak mengemuka. Penderita biasanya cenderung menyembunyikannya, karena dipandang sebagai aib keluarga. Efeknya mungkin fatal, atau non-fatal, yang meliputi gangguan system dean fungsi reproduki, di samping gangguan psikhis dan mental yang cukup berat.

12

III. KEBIJAKSANAAN, STRATEGI DAN KEGIATAN POKOK Kebijaksanaan umum yang diterapkan dalam kesehatan reproduksi mengikuti paradigma baru, yaitu sebagai berikut. 1. Menutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan keadilan jender. 2. menggunakan pendekatan siklus kehidupan dalam menangani malah kesehatan reproduksi. 3. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif. 4. Meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas. Strategi yang diterapkan dalam melaksanakan kebijakan umum tersebut sebagai berikut. 1. Meningkatkan upaya advokasi dan komitmen politis di tiap tingkat administrasi untuk menciptakan suasana yang mendukung dalam pelaksanaan program kesehatan reproduksi. 2. Menyediakan pelayanan kesehatan reproduksi terpadu yang merata dan sesuai dengan kewenangan di tiap tingkat pelayanan. 3. Meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi dengan memperhatikan kepuasan klien. 4. Mengenbangkan upaya kesehatan reproduksi dengan prioritas sesuai dengan masalah spesifik daerah, minimal meliputi paket PKRE, sebagai bagian dari proses desentralisasi. 5. Menerapkan program keshatan reproduksi melalui keterlibatan program, sector dan pihak terkait, termasuk organisasi profesi, agen donor, LSM dan masyarakat. 6. Meningkatkan kesetaraan dan keadilan jender, termasuk meningkatkan hak perempuan dalam kesehatan reproduksi. 7. Meningkatkan penelitian dan pengumpulan data berwawasan jender yang berkaitan dengan kesehatan reproduksi dalam rangka mendukung kebijaksanaan program dan peningkatan kualitas pelayanan. Target yang akan dicapai pada tahun 2010 sebagai berikut. 1. Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir. Penurunan AKI dari 373 (1997) menjadi 150 per 100.000 kelahiran hidup.

13

Penurunan AKB dari 52 (1997) menjadi 25 per 1000 kelahiran hidup. Peningkatan cakupan akses pelayanan atenatal (K1) dari 89% (tahun 1998) menjadi 95%. Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan dari 60% (tahun 1998) menjadi 90%. Proporsi penanganan komplikasi/kasus obstetri minimal 12% dqari persalinan total. Cakupan pelayanan nifas bagi ibu dan bayi baru lahir 90%. Penurunan prevalensi anemia pada ibu hamil menjadi 35%. Penurunan prevalensi BBLR dari 7,9% (1995) menjadi 5%.

2. Keluarga Berencana 3. Cakupan pelayanan KB pada PUS 70% Penurunan prevalensi kehamilan 4 terlalu menjadi 50% dari angka pada tahun 1997. Penurunan kejadian komplikasi KB. Penurunan angka drop out.

Penanggulangan PMS/HIV-AIDS Prevalensi gonore dikalangan kelompok berprilaku risiko tinggi menjadi kurang dari 10%. Prevalensi infeksi HIV dikalangan kelompok berperilaku risiko tinggi menjadi kurang dari 1%

4.

Kesehatan Remaja Penurunan prevalensi anemia pada remaja menjadi kurang dari 20%. Cakupan pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah 85%, dan melalui jalur luar sekolah minimal 20%. Prevalensi permasalahan remaja secara umum menurun.

5. Kesehatan Reproduksi Usila Cakup[an pelayanan kepada usia lanjut minimal 60%.

Strategi oprerasional yang diterapkan dalam mencapai target tersebut sebagai berikut. 1. Memantapkan pemanfaatan Komisi Kesehata Reproduksi sebagai forum koordinasi antarsektor/pihak terkait guna mendapat 14

Kesepakatan dan dukungan politis dalam pelaksanaan upaya kesehatan reproduksi. 2. Upaya kesehatan reproduksi didaerah dikembangkan untuk memngatasi masalah setempat dan disesuaikan dengan kebutuhan, namun minimal mencakup paket PKRE. Mengembangkan standar pelayanan tiap jenis pelayanan kesehatan reproduksi yang secara relevan menampung aspek kesehatan reproduksi lainnya. Pelayanan kesehatan reproduksi dilaksanakan secara terpadu di tiap tingkat pelayanan, diberikan sesuai dengan kebutuhan dan mengacu kepada standar pelayanan masing-masing. Upaya kesehatan reproduksi diterapkan dengan pendekatan kesetaraan dan keadilan jender. Mengembangkan mekanisme pemantauan program dan pelayanan kesehatan reproduksi yang berwawasan jender, untuk menilai kemajuan dalammengatasi masalah kesehatan reproduksi setempat. Optimalisasi keterlibatan secara aktif pihak-pihak terkait, misalnya: sector terkait, organisasi profesi, agen donor, LSM dan masyarakat dalam upaya peningkatan kesehatan reproduksi, termasuk penelitian pendukungnya.

3.

4.

5. 6.

7.

Kegiatan pokok yang perlu dilakukan sebagai penjabaran strategi di atas dapat dikategorikan dalam tiga kelompok sebagai berikut. 1. Pemantapan Manajemen Program Kesehatan Reproduksi Penetapan kebijaksanaan dan strategi yang mendukung terlaksannya pelayanan kesehatan reproduksi yang integratif sesuai kebutuhan klien. Penetapan standar pelayanan yang mengacu kepada masing-masing komponen sesuai dengan kebijaksanaan dan strategi program yang telah ada. Pwerluasan dan pemerataan p4elayanan kesehatan reproduksi integrative. Pemantauan dan evaluasi program serta pelayanan kesehatan reproduksi, dengan me3nggunakan instrument (indicator) pemantauan yang disepakati.

2.

Penerapan Pelayanan Kesehatan Reproduksi Agar pelayanan kesehatan reproduksi bersifat responsive terhadap kebutuhan klien, maka setiap pelayanan yang diberikan perlu

15

Bersifat integrative. Dengan demikian, pelayanan kesehatan reproduksi yang dibutuhkan seorang klien perlu menampung aspek pelayanan kesehatan reproduksi lainnya yang relevan, dengan tetap mengikuti standar pelayanan yang berlaku bagi masing masing jenis pelayanan. Beberapa contoh keterpaduan pelayanan sebagai berikut, yang secara skematis juga digambarkan pada Bagan Alur Pelayanan seperti pada Lampiran a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir Pelayanan atenatal, persalinan dan nifas memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS serta melakukan motifasi klien untuk pelayanan KB dan memberikan pelayanan KB postpartum. Dalam pertolongan persalinan dan penanganan bayi baru lahir perlu diperhatikan pencegahan umum terhadap infeksi. Pelayanan pasca abortus memasukkan unsure pelayanan penanggulangan PMS serta konseling/pelayanan KB pasca-abortus. pencegahan dan

b. Pelayanan KB Pelayanan KB memasukkan unsur pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS, HIV/AIDS. Pelayanan KB difokuskan selain kepada sasaran muda-usia paritas-rendah (mupar) yang lebih mengarah kepada kepentingan pengendalian populasi; juga diarahkan untuk sasaran dengan 4 terlalu (terlalu muda,terlalu banyak, terlalu serinh dan terlalu tua untuk hamil).

c. Pencegahn dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS. Pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS dimasukkan kedalam setiap kompone pelayanan kesehatan reproduksi. d. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Remaja Pelayanan kesehatan reproduksi remaja yang bersifat promotif dan preventif terfokus pada pelayanan KIE/konseling, yang memasukkan materi-materi Family Life Education (a.I. meliputi komponen di atas) dan Life Skill Education.

16

Pelayanan kesehatan reproduksi remaja memperhatikan aspek fisik, termasuk kesehatan dan gizi, agar remaja khususnya rwemaja putri-dapat dipersiapkan menjadi calon ibu yang sehat. Pelayanan kesehatan reproduksi remaja secara khusus bagi remaja bermasalah dengan memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan masalahnya, misalnya kehamilan diluar nikah, kehamilan remaja, remaja dengan ketergantungan napza, dll.

e. Kesehatan Reproduksi Usia Lanjut Pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut lebih ditekankan untuk meningkatkan kualitas hidup pada usia lanjut. Selain upaya promotif dan preventif, pengembangan upaya kesehatan reproduksi usia lanjut juga ditujukan untuk mengatasi masalah yang sering ditemukan pada usia lanjut, misalnya masalah menopause/andropouse dan pencegahan osteoporosis serta penyakit degeneratif lainnya. 3. Penerapan Kegiatan Pendukung Kegiatan pendukung meliputi berbagai kegiatan untuk mengatasi masalah yang berkaitan dengan program dan pelayanan kesehatan reproduksi. a. Penanganan masalah social yang berkaitan erat dengan kesehatan reproduksi antara lain: Kesetaraan dan keadilan jender. Kekerasan terhadap perempuan.

Kegiatan untuk mengatasi masalah ini dilaksanakan secara lintas program dan lintas sektor, khususnya Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Bentuk kegiatan yang dapat dilakukan oleh sektor kesehatan antara lain: Meningkatkan pemahaman petugas kesehatan di tiap tingkatan tentang kesetaraan dan keadilan jender serta berbagai bentuk kekerasan terhadap perempuan dan akibatnya terhadap kesehatan. Meningkatkan ketrampilan pengelola program dalam melakukan analisis jenjed serta mengarus-utamakan jender dalam kebijakan dan program kesehatan.

17

Meningkatkan peran serta laki-laki dalam kesehatan reproduksi. Menangani kasus kekerasan terhadap prerempuan, baik dalam aspek medis, maupun KIE/konseling dalam mengatasi masalah klien untuk mendapatkan pelayanan lainnya.

b. Advokasi dan mobilisasi social. Kegiatan advokasi dan mobilisasi sosial diperlukan untuk pemantapan dan perluasan komitmenserta dukungan politis dalam upaya mengatasi masalah kesehatan reproduksi. Instansi pemerintah yang banyak bergerak dalamaspek ini ditingkat nasional a.I. BKKBN dan Kantor Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan. Contoh kegiatan advokasi dan mobilisasisosial antara lain adalah Gerakan Sayang Ibu (GSI). c. Koordinasi lintas sektor. Dalam penanganan masalah kesehatan reproduksi diperlukan koordinasi lintas sektor dan lintas program. Untuk itu di tingkat nasional dicunakan forum Komisi Kesehatan Reproduksi dan forum-forum lain yang bersifat fungsional. d. Pemberdayaan masyarakat. Kegiatan pemberdayaan masyarakat diperlukan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan reproduksi, misalnya pengorganisasian transportasi untuk rujukan ibu hamil/bersalin, arisan peserta KB, tabulin, dsb. e. Pemenuhan kebutuhan logistik. Dalam memberikan pelayanan kesehatan reproduksi yang berkualitas diperlukan dukungan sarana dan prasarana yang memadai. f. Peningkatan ketrampilan. Dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan kesehatan reproduksi antara lain diperlukan kegiatan untuk meningkatkan ketrampilan. Kegiatan ini diupayakan agar terlaksana secara terpadu, efektif dan efisien.

18

IV. PELAKSANAAN PELAYANAN KESEHATAN REPRODUKSI ESENSIAL

A. PENDEKATAN DALAM IMPLETANSI Baik PKRE maupun PKRK sebenarnya merupakan sekumpulan pelayanan yang telah ada, baghkan sebagian telah lama dilaksanakan dan telah jauh berkembang, seperti pelayanan kesehatan ibu dan bayi baru lahir dan pelayanan KB. Di samping itu ada pelayanan yang relative baru atau masih dalam tahap pengembangan, seperti pelayanan kesehatan reproduksi remaja, pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS dan pelayanan kesehatan reproduksi usia lanjut. Selain itu karakteristik sasaran dan masalah dari tiap komponen pelayanan kesehatan reproduksi sangat berbeda, sehingga memerlukan pendekatan yang berbeda pula dalam pengelolanya. Hal yang baru dan perlu diperhatikan dalam implementasi PKRE adalah pelaksanaan paradigma baru,seperti dikemukakan dalam kebijaksanaan kesehatan reproduksi, yaitu: 1) mengutamakan kepentingan klien dengan memperhatikan hak reproduksi, kesetaraan dan keadilan jender, 2) menggunakan pendekatan siklus kehidupan dalam menangani masalah kesehatan reproduksi, 3) memperluas jangkauan pelayanan kesehatan reproduksi secara proaktif dan 4) meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui pelayanan kesehatan reproduksi berkualitas. Implementasi PKRE dikembangkan berdasarkan kebijaksanaan tersebut, disamping memperhatikan tingkat perkembangan program, karakteristik sasaran dan masalah yang berbeda antar-komponen program. PKRE diupayakan agar dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien, sehingga sifatnya mereorganisasikan upaya dan pelayanan yang telah ada namun disesuaikan dengan kebutuhan baru. Dalam penerapannya di suatu wilayah, perlu dikaji pula kebutuhan setempat yang mungkin berbeda disamping tingkat pencapaian program yang berbeda pula. Karenanya, penyusunan rencana implementasi PKRE hendaknya didasarkan atas analisis data dan masalah setenpat.

19

C. KARAKTERISTIK SASARAN DAN MASALAH TIAP KOMPONEN PKRE Seperti dikemukakan diatas, karakteristik sasaran dan masalah tiap komponen PKRE berbeda-beda. Di bawah ini gambaran umum tentang kompleksnya masalah yang saling terkait antar-komponen PKRE tersebut. 1. Kesehatan Ibu Dan Bayi Baru Lahir Karakteristik ibu hamil dilatarbelakangi oleh kenyataan bahwa: Kehamilan merupakan suatu keadaan alamiah, 80%nya berlangsung normal; Perilaku hidup sehat selama kehamilan masih kurang diperhatikan, a.I. kebutuhan gizi, istirahat,pemeriksaan kehamilan, perawatan diri, pertolongan persalinan oleh nakes; Sekitar 20% ibu akan mengalami komplikasi obstetri yang dapat mengancam jiwa ibu dan/atau janin, yang kebanyakan tak dapat diramalkan sebelumnya dan pada umumnya terjadi sekitar persalinan; Kesadaran akan kemungkinan timbulnya dan pengenalan akan komplikasi kehamilan masih rendah; sehingga bila terjadi komplikasi yang memerlukan pertolongan cepat, keluarga tidak siap.

Keadaan ibu hamil, bersalin dan nifas di tingkat nasional dewasa ini adalah bahwa lebih dri 85% telah memeriksakan kehamilannya paling sedikit satu kali selama kehamilannya, nmun hanya sekitar 65% yang persalinannya ditolong oleh tenaga kesehatan. Kondisi kesehatan ketika memasuki kehamilan belum belum separti yang diharapkan, yaitu 65% hamil pada usia terlalu muda (<20 tahun), terlalu tua (>35% tahun), terlalu sering hamil (jarak <2 tahun) dan terlalu banyak anak (>3 anak): lebih dikenal dengan keadaan 4 terlalu. Akibatnya, banyak ibu yang tidak menginginkan kehamilannya yang melakukan upaya aborsi yang tidk aman. Sekitar 50% menangani anemia dan lebih dari 30% menderita kurang energi kronis (KEK). Lebih buruk lagi adalah kenyataan bahwa kurang dari 10% prkiraan kasus yang mengalami komplikasi persalinan mendapat pelayanan obstetri yang mampu

20

Menyelamatkan kehidupan ibu dan/atau janinnya, sehingga tidaklah mengharankan bahwa AKI masih sekitar 375 per 100.000 kelahiran hidup dan 40% kematian bayi terjadi pada bulan pertama kehidupannya. Kesenjangan antar-kalangan sosial cukup lebar, sehingga angka-angka tersebut jauh lebih buruk di lingkungan keluarga miskin dan keluarga tertinggal. Masalah tersebut masih dilatarbelakangi oleh keadaan soaial, tingkat pendidikan yng rendah, marjinalisasi perempuan akibat ketidaksetaraan dan ketidakadilan jender, yang juga mengarah kepada kekerasan terhadap perempuan dan perlakuan yang merendahkan derajat perempuan. Semuanya itu menunjang terjadinya keadaan 3 terlambat, yaitu terlambat mengenali tanda bahaya dan mengambil keputusan di tingkat keluarga, terlambat mendapat pelayanan medis yang memdai di tempat pelayanan kesehatan. 2. Keluarga Berencana Sekitar 57% pasangan usia subur (PUS) telah berKB, yaitu 36% menggunakan metode suntikan (21%) dan pil (15%), yang memberikan tingkat drop out tertinggi. IUD yang tingkat drop outnya lebih rendah, penggunaannya hanya 8%, sedangkan implant yang dalam masa krisis ekonomi dirasakan terlalu mahal 6%. Tingkat drop out keseluruhan mencapai 24%. Partisipasi pria dalam berKB sangat rendah (kurang dari 2%). Hal ini lebih nyata dari perbandingan antara MOP dan MOW (0,1 dan 3%), karena MOP jauh lebih mudah dilaksanakan dan lebih kecil risikonya dibandingkan MOW . Dari gambaran ini tampak bahwa perempuan mendapat beban tambahan untuk pengaturan fertilitasnya, di samping beban yang menjadi kodrat kewanitaannya seperti haid, hamil, m4elahirkan dan menyusui. Seperti dikemukakan di atas, sekitar 65% kehamilan disertai satu atau lebih keadaan 4 terlalu (terlalu muda, tua, sering, dan banyak). Hal ini menunjukan bahwa masih jauh lebih banyak terjadi kehamilan yang perlu dihindari, walaupun angka unmet

21

Need hanya 9%, yang juga sekaligus menunjukan bahwa kesadaran berKB pada pasangan yang paling membutuhkan KB pada pasangan yang paling membutuhkan KB belum cukup mantap. Akibatnya, masih banyak ditemukan kehamilan yang tidak diinginkan dan mengarah kepada tindakan aborsi yang tidak aman. 4. Pencegahan dan Penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS Penderita PMS kebanyakan dari kelompok umur 20-40 tahun, walaupun ada penderitaan pada usia yang lebih muda atau tua. Prwevalensi PMS tinggi pada kelompok dengan berisiko, yang bergantiganti pasangan seksual, yang sering dikaitkan dengan profesi tertentu, misalnya pekerja seks komersial, supir truk, pelaut, dsb. PMS merupakan penyakit yang telah lama dikenal, namun sejak pertengahan tahun 198-an mendapat perhatian besar karena munculnya pandemi HIV/AIDS, yng belum dapat disembuhkan dan akan berakhir dengan kematian. Seseorang yang menderita PMS mempunyai risiko empat kali lebih besar untuk tertulari HIV/AIDS. Metoda diagnosis HIV/AIDS yang sangat mahal menuntut program untuk menggunakan PMS sebagai predictor terhadap risiko penularan HIV/AIDS. Selain itu, penularan HIV/AIDS melalui jarum suntik, terutama pada penderita ketergantungan napza dan antara ibu dan janin/bayi baru lahir makin merisaukan, sehingga perlu perhatian pula. Perwempuan berada pada pihak yang lemah ketika menuntut hubungan seksual yang aman. Hal ini dilatarbelakangi oleh dominasi pria atau subordinasi wanita di masyarakat. Sebagai akibatnya, banyak wanita berisiko tinggi terhadap penularan PMS, bila pasangannya mempunyai partner seksual ganda. Pelayanan pencegahan dan penanggulangan PMS di tingkat pelayanan dasar dewasa ini baru dalam tahap pengembangan, yaitu dengan menggunakan pendekatan sindrom melalui pelayanan KIA/KB dan kewaspadaan umum dalam pencegahan infeksi. Kendala yang ditemukan dalam upaya tersebut antara lain:

22

Terbatasnya kemampuan pelaksana pelayanan ditingkat dasar, Tidak tersedianya obat,alat dan bahan abis pakai, Hambatan sosiobudaya yang sering mengakibatkan pengobatan hanya sepihak saja, karena isteri tidak berani mengajak suaminya berobat, dan ketidak-tuntasan dalam pengobatan.

5. Kesehatan Reproduksi Remaja Karakteristik remaja antara laindilatarbelakangi oleh kenyataan sebagai berikut: Masa remaja merupakan masa yang penuh pencarian identitas dalam proses menuju kedewasaan. Terjadi berbagai perubahan fisik dan psikis, yang sering membingungkan remaja. Keinginan untuk diakui sebagai bagian dari kelompoknya. Lebih mudah berkomunikasi dengan sebayanya atau pihak yang dapat memahami kebutuhan remaja. Pengetahuan tentanh kesehatan reproduksi remaja relative rendah, namun klejadian KEK dan anemia relative masih tinggi, yaitu sekitar 25% dan 35%, yang mrnggambarkan ketidaksiapan remaja puteri secara fisik untuk menghadapi kehamilan dikemudian hari.

Masalah pokok kesehatan reproduksi remaja dapat dikelompokan sebagai berikut: Kehamilan dan persalinan usia muda dengan segala akibatnya, Kehamilan tak dikehendaki, yang seringkali menjurus kepada aborsi yang tidak aman dan komplikasinya, Penularan PMS, termasuk HIV/AIDS, yang sering terkait dengan ketergantungan napza dan hubungan seksual bebas, Tindak kekerasan seksual, seperti pemerkosaan, pelecehan seksual dan transaksi seks komersial.

Dalam menangani masalah kesehatan reproduksi remaja, tak dapat dipisahkan dari penanganan kesehatan remja segara utuh, karena masalah-masalah diatas biasanya diawali oleh sikap dan perilaku yang tidak sehat.

23

D. PELAKSANAAN PKRE PADA TIAP PELAYANAN


Dalam penerapannya, PKRE dilaksanakan di tiap tingkat pelayanan, sesuai dengan kewenangan tiap tingkat. Pada table di bawah ini dapat dilihat PKRE minimal di tiap tingkat pelayanan kesehatan. Tabel 1. Pelayanan Kesehatan Reproduksi Esensial di Tiap Tingkat Pelayanan Kesehatan

Konponen PKRE Kesehatan Ibu dan Bayi Baru Lahir

Pelayanan di Tingkat Desa Pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan, nifas dan kunjungan neonatral) Pertolongan pertama pada kasus obstetri-neonatral dan rujukannya. Konseling kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk KB postpartum. Konseling gizi. Pemberdayaan keluarga dalam kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk pengenalan tanda bahaya dan persiapan keluarga.

Pelayana di Tingkat Puskesmas Pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan, nifasdan kunjungan neonatal) Pertolongan pertama dan penanganan kasus obstetri-neonatal, termasuk pelayanan pasca abortus dan rujukannya. Konseling kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk KB postpartum. Konseling gizi. Pemberdayaan keluarga dalam kesehatan ibu dan bayi baru lahir, termasuk pengenalan tanda bahaya dan persiapan keluarga Pembinaan Pelayanan di tingkat desa.

Pelayanan di Tingkat Rujukan Primer Pelayanan kebidanan dasar (antenatal, persalinan, nifas dan kunjungan neonatal) Penanganan kasus kegawatan obstetrineonatal, termasuk tindakan bedah besar. Penanganan semua kasus rujukan dari puskesmas dan desa. Konseling gizi. Pembinaan pelayanan di tingkat puskesmas.

Keluarga Berencana

Konseling KB Pelayanan KB, sesuai dengan kemampuan, kecuali implant dan metode operatif Pertolongan pertama efek sampng KB. Rujukan pelayanan KB

Konseling KB Pelayanan KB, sesuai dengan kemampuan. Pertolongan pertama pada komplikasi dan kegagalan KB serta penanganan efek samping KB Rujukan pelayanan KB Pembinaan di tingkat desa

Konseling KB Pelayanan semua jenis metoda KB. Penanganan komplikasi dan kegagalan KB serta penanganan efek samping KB. Penganan kasus rujukan pelayanan KB. Pembinaan pelayanan di tingkat puskesmas.

24

Komponen PKRE Pencegahan dan Penanggulngan PMS, termasuk HIV/AIDS

Pelayanan di Tingkat Desa

Pelayanan di Tingkat Puskesmas Konseling tentang pp PMS,termasuk HIV/AIDS Promosi untuk penggunaan kondom untuk perlindungan. Deteksi PMS melalui pelayanan KIA/KB dengan pendekatan sindrom. Merujuk kasus PMS ke RS Kabupaten

Pelayanan di Tingkat Rujukan Primer Konseling tentang pp PMS,termasuk HIV/AIDS Promosi untuk penggunaan kondom untuk perlindungan Diagnosis dan pengobatan kasus PMS. Pemeriksaan laboratorium untujk PMS, bila mungkin juga untuk HIV/AIDS. Konseling dan informasi tentang kesehatan remaja dan reproduksi remaja (Family6 life and life skill Education). Pemeriksaan kesehatan bagi remaja. Pengembangan kerjasama dengan sekolah setingkat SMP/SMU di ibu kota kabupaten Pelayanan komprehensif untuk kesehatan reproduksi remaja.

Konseling tentang pp PMS,termasuk HIV/AIDS Promosi untuk penggunaan kondom untuk perlindungan. Deteksi PMS melalui pelayanan KIA/KB dengan pendekatan sindrom. Merujuk kasus PMS

Kesehatan Reproduksi Remaja

Konseling dan informasi tentang kesehatan remaja dan reproduksi remaja (Family6 life and life skill Education). Pemeriksaan fisik untuk menemuka anemia.KEK dan gangguan lainnya. Merujuk kasus reproduksi remaja.

Konseling dan informasi tentang kesehatan remaja dan reproduksi remaja (Family6 life and life skill Education). Pemeriksaan fisik untuk menemuka anemia.KEK dan gangguan lainnya. Pelayanan kesehatan remaja melalui jalur sekolah. Penanganan kasus reproduksi remaja, sesuai dengan kemampuan, dan rujukannya.

Untuk memperjelas keterpaduan antar-pelayanan tersebut dapat dilihat contoh Bagan Alur Pelayanan seperti pada lampiran 25

V.PEMANTAUAN DAN EVALUASI

Pelaksanaan program dan pelayanan kesehatan reproduksi perlu dipantau dan dievaluasi secra berkala. Banyak indicator yang dapat digunakan dalam memantau kemajuan program kesehatan reproduksi, namun pelu dipilih beberapa indicator yang dipandang strategis dalam menggambarkan keadaan. Di bawah ini adalah contoh beberapa indicator strategis yang dapat digunakan, secara komposit, untuk memantau kemajuan program kesehatan reproduksi (esensial) sebagai berikut. 1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir: Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan. Proporsi penanganan kasus komplikasi obstetric terhadap persalinan total.

2. Keluarga Berencana: Cakupan pelayanan KB (CPR). Presentase kehamilan dengan keadaan 4 terlalu.

3. Pencegahan dan penanggulangan PMS, termasuk HIV/AIDS: Trend prevalensi kasus PMS.

5. Kesehatan Reproduksi Remaja: Trend prevalensi kasus kesehatan rep[roduksi pada remaja.

Pemantauan pelayanan kesehatan reproduksi bersifat lebih teknis dan sangat terkait dengan kualitas pelayanan. Pemantauannya dilaksanakan melalui supervisi teknis, dengan membandingkan pelaksanaan pelayanan terhadap standar pelayanan yang berlaku. Kesenjangan antara keduanya dijadikan masukan untuk penyusunan rencna spesifik dalam upaya peningkatan pelayanan.

26

VI. PENUTUP Sejak ICPD 1994 berbagai penyesuaian dan pergeseran pendekatan, serta pengembangan program perlu dilakukan di aiandonesia. Sejalan dengan era desentralisasi, seyogianya daerah dapat menerjemahkan dan mengembangkan upaya kesehatan reproduksi sesuai dengan prioritas masalah di pripinsi masing-masing, namun minimal meliputi paket pelayanan kesehatan reproduksi esensial. Implementasi PKRE perlu dilaksanakan secara pragmatis, karena selalu ada keterbatasan berbagai sumber sementara upaya yang dilakukan sebenarnya bukan hal yang sama sekali baru. Namun perubahan pendekatan yang dihembuskan sejak ICPD 1994 hendaknya tetap dapat ditangkap esensinya, karena pada akhirnya bertujuan mulia, yaitu untukj meningkatkan kualitas hidup manusia, khususnya dalam aspek kesehatan reproduksi. Msalah kesehatan reproduksi merupakan masalah yang kompleks dan memerlukan penanganan secara lintas program, lintas sektor dan lintas disiplin ilmu dengan memperhatikan kesetaraan dan keadilan jender. Berbagai masalah kesehatan reproduksi berkaitan erat dengan isu tersebut dan hak reroduksi bagi wanita. Keterkaitan yang erat antara masalah kesehatan reproduksi dengan masalah di luar ruang lingkup bidang kesehatan ini menuntut adanya upaya koordinasi yang intensif.

27

BAGAN ALUR PELAYANAN ANTENATAL


KUNJUNGAN PERTAMA IBU

ANA MNESIS
I dentitas St atu s

Ke spro : - Riwa yat KB (cek 4 te rlalu ) - Resiko penularan P MS - riwayat K tP

- Umu r K ehamila n - Umu r ke hamiala n dan HPHT/HTP - Riwayat kehamilan & pe rsa linan

Stat us ke s - Riwayat pen y, yang pernah diderita - Riwayat pen y. yang sedang diderita

K eluh an

sela ma kehamilan

PEMERIKSAAN FISIK :
Umum

: TB, BB, TD, jantun g, paru, kon jun gtiva :

ben gka k pa da tangan/waja h, re fleks lu tut


Kehamilan

- TFU, DJJ - P ayud ara - Vu lva :a.I. tan da PMS

Lab oratoriu m : Hb, Urin e

PELAYAN AN :
TTD

TT Nasehat & Konselin g (sesua i umur keh amilan)

Trimeste r I : - Gizi - Istirahat - Hig iene diri (kebersiha n, gig i & OR) - Tanda-tanda baha ya - Hub. Seks sela ma keh amilan - Ku njun gan berikut nya
Pena nganan

Trimester I I : - Trimester I + - K eutun gan AS I - P ersiapan persalin an - KB post pa rt um

Trimester I II : - Trimester II + - Perawatan ba yi ba ru lahir - Persiapan keluarga da lam me nghadapi persa linan d an kemun gkinan ada nya komplikasi

ga ngg uan yang ditemukan/rujukan

28

BAGAN ALUR PELAYANAN ANTENATAL


HAMIL KUNJUNGAN ULANG

A NAMN ESIS :
Keluhan

- Perkembangan keluhan y.I - Adakah keluhan baru

Perawatan diri : - Makanan yang dikonsumsi - Istirahat & K erja - Higiene diri (kebersihan, gigi & OR) - K tp, PMS

Adanya t anda bahaya : - Perdarahan, per vaginam - Pusing hebat & bengkak pada wajah/tangan - Janin t idak bergerak

Upaya pencegahan : - TTD - Suntik TT

Umur kehamilan menurut perkiraan Ibu Hal-hal yang ingin ditanyakan

PEMERIKSAAN FISIK :
Umum

: TB, BB, TD, konjungtiva bengkak : - Vulva :a.I. tanda PMS - Leopold I-IV

pada tangan/ wajah, refleks lutut


Kehamilan

- TFU, DJJ - Payudara

Laboratorium : Hb, Urine at as indikasi

PELAYANAN :
TTD

TT Nasehat & Konseling (sesuai umur kehamilan)

Trimester I : - G izi - I stirahat - Higiene diri (kebersihan, gigi & OR) - Tanda-tanda bahaya - Hub. Seks selama kehamilan - Kunjungan berikutnya
Penanganan

Trimest er II : - Trimester I + - Keutungan ASI - Persiapan persalinan - KB post partum

Trimest er III : - Trimester II + - Perawatan bayi baru lahir - Persiapan keluarga dalam menghadapi persalinan dan kemungkinan adanya komplikasi

gangguan yang ditemukan/rujukan

29

BAGAN ALUR PELAYANAN PERSALINAN

IBU HAMIL AKAN BERSALIN

ANAMNESIS : (pa da Kead aan mend esak anamne sis dapat dilakukan be rsama den gan pemeriksaan fisik
Identitas

(bila belum pe rnah datang)

Pemeriksaan ke hamilan yang pernah d ila kukan dan o leh siapa Riwayat keh amilan yang dan p ersalinan yang lalu Riwayat keh amilan sekarang Riwayat kesehatan Ibu Adanya tanda-tanda persalinan (HIS, ketuba n dan show) Adanya tanda-tanda komplikasi persa lin an

PEMERIKSAAN FISIK :

Umum : TD, Konjungtiva, b engka k pada ta ngan/wajah, refleks lutut Abdom en : TFU, DJJ, Le opold I-IV, jan tung, paru Inspe ksi Vulva : - Ada/t idak ada perdarahan per vaginam. Bila ada perdarahan pervagnam pe meriksaan d alam h arus dilakukan di kamar ope rasi sehingga perlu diujuk - Tand a-tn da PMS

Pemeriksaan dalam (bila tida k ada perdara hn per vag inam)

PERTOLONGAN PERSALINAN : dengan memperhatikan pence gahan umum terhad ap infe ksi
Pim pin Pantau

pe rsalinan p ersalinan de ngan partograf ibu bayi b aru lahir

Perawatan Perawatan

KONSELING

Perawatan ibu Perawatan ba yi baru lahir T a nda bahaya pada ibu da n pada bayi ba ru lahir KB p ost partum

30

BAGAN ALUR PELAYANAN NIFAS KUNJUNGAN NIFAS

IBU

IBU

AN AMNESIS
Keluhan

ANA MNESIS : (ditanyakan kepada ibu)


Gangguan

yang ditemukan :

- Jumlah pe rdarahan - Ad anya bengkak, pusing, nyeri - Ad anya demam - Gangguan lain Bila persalin an bukan oleh nakes - Riwayat persalinan - Masalah yang dihadapi

- Suhu tubh dingin, sulit dinaikkan kembali - Kulit menjadi biru - Sulit bernafas - Tiba-tiba tidak dapat menyusu - Kulit dan mata bayi menjadi kuning - Tidur terus dan gerak kurang - Mata bengkak dan bernanah

Perawatan diri : - Makanan yang dikonsumsi - Istirahat & kerja - Higiene

Bila persalinan bukan oleh nakes - Gangguan pada saat/segera setelah lahir Perawatan bayi : - Perawatan tali pusat - Pemberian ASI - Cara menjaga suhu tubuh - Gangguan lain (kejang, kuning)

PEMERIKSA AN FISIK :
Umum

: BB, TD, Jantung, paru, Konjuctiva,

beng kak pada tangan/wajah, payudara, reflex lutu t


Abdomen : uterus keras/lunak Vulva : - Banyaknya perdarahan - Warna dan bau lokhia - T anda-tanda PMS/infeksi lainnya

PEMERIKSAAN FISIK :
Keadaan

Umum : BB, suhu tub uh, jantung,

paru, kelainan tubuh, gerak, reflex bayi T anda penularan PMS : - Mata - Cacat Tubuh

Fisik lainnya sesuai standar Pelayanan

PELAYANAN :

Konseling : - Perawatan diri - Perwatan b ayi - KB post partum PELAYANAN :

Pemberia n obat-obatan sesuai d engan kebutuha n, TTD

Konseling kepada ibu tentang perawatan bayi Bila ada kelaina n sege ra d irujuk

*) Pelayanan memperhatikan pencegahan umum terha dap infeksi

31

BA GA N ALUR PELAYANA N KB

KLIEN

Calon Akseptr KB

Akseptor KB

AN AMNESIS :
Identitas

AN AMNESIS :
Statu s

Metode KB yang d iiginkan/yang pernah dipakai Status kesehatan : Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit yang sedang diderita Hamil/tidak hamil, paska-keguguran 4 terlalu resiko penularan PMS Ktp

Status Kespro : -

metode KB sekarang Tujua n datang & keluhan yang ada Status kesehatan Riwayat penyakit yang pernah diderita Penyakit yang sedang diderita Status kes. Reproduksi Hamil/tidak hamil, Paska Keguguran 4 terlalu resiko penularan PMS Ktp

KONSEL IN G PRA PELAYA NAN :


Informasi

KONSELING PRA PELAYANAN :


Penjelasan

ringkas tentang berbagai

tentang penyebab &

metode KB

cara mengatasi keluhan yang dirasakan

Pemantapan pemilihan metode KB sesuai dengan keinginan & kondisi (inform concent )

Membahas dengan klien ttg kecocokan metode KB yang diakai

PEMERIKSAAN FISIK :

PEM ERIKSAAN FISIK :

Um um (tanda-tanda Ktp) Organ reproduksi Gejala PMS

Umum : Sta tus gizi (anemia, KEK) T an da-ta nda Ktp

O r ga n r e pr od u ksi G e ja la -g e ja la P M S

PELAYANAN KONTRASEPS I:

Informasi mengenai hasil pem eri ksaan Kel ayakan metode yang dipilih dikai tkan dengan kondisi kesehatan calon akseptor

PELAY ANAN KONTRASEPSI:

Informasi mengenai hasil pemeriksaan Pemberian/pelayanan ulang Pelayanan penanganan keluhan/ di rujuk

Pem berian pel ayanan + penjel asan tindakan yang dilakukan

KONSE LING PASKA P ELAYANAN

KONSELING PAS KA PELAY ANAN

Informasi lengkap tentang metode KB yang diberkan Jadwal kunjungan ulang

Hal-hal yang perl u di lakukan ol eh klien untuk m engatasi keluhan Jadwal kunjungan ul ang

*) Pelayanan memperhatikan pencegahan umum terha dap infeksi

32

BAGAN ALUR PELAYANAN KESEHATAN REMAJA

KONTAK REMAJA

ANAMNESISI

Id entitas Apa ya ng sud ah dke tahui te ntang kes. reproduksi re maja : Perubah an fisik & psikis Masalah yang m ungkin timbul Cara mengha dapi m asalah Pem elihara an ke sehatan diri (gizi, hygiene) Hal - hal ya ng perlu d ihindari : nap za, termasuk rokok dan minuman keras ; se rta pe rgau lan be bas Hubunga n antara laki-laki & perempu an ke hamilan KB PMS/HIV/AI DS Fisik Psikis Kekerasan Pergaulan antara laki-laki & p erem puan

Apa ya ng sud ah diketahui ttg prilaku hidup sehat bagi rema ja -

Apa ya ng sud ah diketahui tentang p ersiapa n berkeluarga -

M asalah yang dihadapi -

PEM ERIKSAAN FISIK

Umum : T an da-ta nda anem ia T an da-ta nda KEK T an da-ta nda Ktp Semua dengan keluhan dirujuk ke Puskesmas/Petuga s Ke sehatan

Khusus : -

PELAYANAN KONSELING

Keseha ta n Reproduksi Re maja Perilaku hidup sehat bagi remaja Persiapa n berkeluarga Konseling untuk mengatasi ma salah ya ng dih adapi ditangani dirujuk ke fasilitas ke sehatan yang sesuai bila tidak d apat

33

BAGAN ALUR PELAYANAN KESEHATAN REMAJA

REMAJA HAMIL ATAU TERSANGKA HAMIL

ANAMNESIS

Identitas Kapan melakukan hubungan seksual Resiko penularan PMS Perkiraan umur kehamilan Hari Pertama Haid Terakhir (HPHT) Keluhan yang dirasakan Riwayat KtP Dukungan keluarga/orang terdekat Sikap penderita terhadap kehamilan saat ini

PEMERIKSAAN FISIK

Umum : - Penilaian umum fisik & psikis Pemeriksaan fisik kehamilan (sama dengan Bagan Alur Pelayanan Antenatal) Bila perlu dilakukan test kehamilan

PELAYANAN KONSELING

Sama dengan Bagan Alur Pelayanan Antenatal Konseling yang berkaitan dengan kehamilan di luar nikah - Anjuran untuk mempertahankan kehamilan - Membantu mengatasi masalah yang timbul akibat kehamilannya Percobaan pengguguran kandungan Pengaturan kelangsungan pendidikan Hubungan dengan pasangan seksual Hubungan dengan keluarga Persiapan menjadi orang tua

34

KETERANGAN

TD

Tekanan Darah

DJJ

Denyut Jantung Janin

TFY

Tinggi Fundus Uteri

BB

Berat Badan

KB

Keluarga Berencana

ASI

Air Susu Ibu

PMS =

Penyakit Menular Seksual

KtP

Kekerasan terhadap Perempuan

KEK =

Kekurangan Energi Kronis

35

Catatan :

35

Anda mungkin juga menyukai