Anda di halaman 1dari 6

HAK ASASI MANUSIA (HAM)

A. Pengertian Hak Asasi Manusia (HAM)


Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi ini menjadi dasar hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Sebagaimana kita ketahui, disamping hak-hak asasi ada kewajiban-kewajiban asasi, yang dalam hidup kemasyarakatan kita seharusnya mendapat perhatian terlebih dahulu dalam pelaksanaannya. Kita harus memenuhi kewajiban terlebih dahulu, baru menuntut hak. Kemudian pasal 1 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 dijelaskan tentang Hak Asasi Manusia (HAM) sebagai berikut: HAK ASASI MANUSIA ADALAH SEPERANGKAT HAK YANG MELEKAT PADA HAKIKAT DAN KEBERADAAN MANUSIA SEBAGAI MAKHLUK TUHAN YANG MAHA ESA DAN MERUPAKAN ANUGERAHNYA YANG WAJIB DIHORMATI, DIJUNJUNG TINGGI DAN DILINDUNGI OLEH NEGARA, HUKUM, PEMERINTAH, DAN SETIAP ORANG DEMI KEHORMATAN SERTA PERLINDUNGAN HARKAT DAN MARTABAT MANUSIA. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa hak asasi manusia itu ada beberapa jenis yang melekat pada diri manusia sejak dalam kandungan sampai liang lahat. Ia merupakan anugerah Tuhan Yang Maha Esa, memberi manusia kemampuan membedakan yang baik dengan yang buruk (akal budi). Akal budi itu membimbing manusia menjalankan kehidupannya. Hak-hak yang melekat kepada manusia dimaksud diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta (hak-hak yang bersifat kodrati). Oleh karenanya tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Meskipun demikian bukan berarti manusia dengan hak-haknya itu dapat berbuat semau-maunya. Sebab apabila seseorang melakukan sesuatu yang dapat dikategorikan memperkosa hak asasi orang lain, maka ia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Oleh karena itu, pada hakikatnya HAM terdiri atas dua hak dasar yang paling fundamental, yaitu hak persamaan dan hak kebebasan. Dari kedua hak dasar inilah lahir HAM yang lainnya. Hak asasi dimaksud di Indonesia diatur melalui Undang-Undang Dasar 1945, baik dalam pembukaan maupun dalam batang tubuhnya. Namun secara khusus, Hak Asasi Manusia (HAM) diatur dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999. Oleh karena itu, perbuatan-perbuatan

seseorang atau kelompok, termasuk aparat negara baik disengaja maupun tidak sengaja atau kelalaian yang secara melawan hukum mengurangi, menghalangi, membatasi dan/atau mencabut hak asasi manusia baik seseorang ataupun kelompok yang dijamin oleh Undang-Undang dimaksud akan memperoleh penyelesaian hukum yang adil dan benar berdasarkan mekanisme hukum yang berlaku. Berdasarkan hal tersebut, dibentuklah KOMNAS HAM atau suatu lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, atau mediasi hak asasi manusia. Pembentukan KOMNAS HAM ini bertujuan: 1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan pancasila , Undang-Undang Dasar 1945 dan Amandemennya, dan Piagam Perserikatan BangsaBangsa, serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia. 2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan. Untuk mengadili pelanggaran HAM berat dibentuk Pengadilan HAM di lingkungan peradilan umum. Pengadilan HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutuskan perkara pelanggaran HAM berat. Pelanggaran HAM berat adalah kejahatan genosida, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

B. Ruang Lingkup Hak Asasi Manusia (HAM)


Hak asasi manusia yang diuraikan diatas mempunyai ruang lingkup yang luas dan mencakup berbagai aspek kehidupan. Hal itu diungkapkan sebagai berikut: 1. Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, martabat, dan hak miliknya. 2. Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi dimana saja ia berada. 3. Setiap orang berhak atas rasa aman dan tenteram serta perlindungan terhadap ancaman kekuatan untuk berbuat atau tidak berbuat sesuatu. 4. Setiap orang tidak boleh diganggu yang merupakan hak yang berkaitan dengan kehidupan pribadi di dalam tempat kediamannya.

5. Setiap orang berhak atas kemerdekaan dan rahasia dalam hubungan komunikasi melalui sarana elektronik tidak boleh diganggu, kecuali atas perintah hakim atau kekuasaan lain yang sah sesuai dengan undang-undang. 6. Setiap orang berhak untuk bebas dari penyiksaan, penghukuman atau perlakuan yang kejam, tidak manusiawi, penghilangan paksa dan penghilangan nyawa. 7. Setiap orang tidak boleh ditangkap, ditekan, disiksa, dikucilkan, diasingkan, atau dibuang secara sewenang-wenang. 8. Setiap orang berhak hidup dalam tatanan masyarakat dan kenegaraan yang damai, aman dan tenteram, yang menghormati, melindungi dan melaksanakan sepenuhnya hak asasi manusia dan kewajiban dasar manusia sebagaimana diatur dalam undang-undang. Berdasarkan pengertian dan ruang lingkup hak asasi manusia tersebut, dapat diketahui dan dipahami bahwa di Negara Republik Indonesia yang berdasar atas hukum, amat dihormati dan dijunjung tinggi hak asasi manusia sehingga dalam Garis-Garis Besar Haluan NEGARA GBHN Tahun 1999-2004 diungkapkan: (1) meningkatkan pemahaman dan penyadaran, serta meningkatkan perlindungan, penghormatan dan penegakan hak asasi manusia dalam seluruh aspek kehidupan. (2) menyelesaikan berbagai proses peradilan terhadap pelanggaran hukum dan hak asasi manusia yang belum ditangani secara tuntas.

C. Latar Belakang Hak Asasi Manusia (HAM)


Ide hak-hak asasi manusia timbul pada abad ke tujuh belas dan ke delapan belas masehi, kelihatannya sebagai reaksi terhadap keabsolutan raja-raja dan kaum feodal di zaman itu terhadap rakyat yang mereka perintah atau manusia yang mereka pekerjakan. Manusia masyarakat di zaman silam terdiri dari dua lapisan besar, lapisan atas, minoritas, yang mempunyai hak-hak; dan lapisan bawah, mayoritas, yang mempunyai kewajiban-kewajiban. Lapisan bawah itu tidak mempunyai hak-hak. Mereka diperlakukan dengan sewenangwenang oleh pihak yang berkuasa atas diri mereka. Mereka diperlakukan sebagai budak yang dimiliki. Pemilik memang dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap apa yang dmilikinya. Derajat lapisan bawah itu sebagai manusia hilang. Sebagai reaksi terhadap keadaan yang pincang ini, timbullah gagasan supaya lapisan bawah itu, karena mereka adalah manusia juga, diangkat kedudukannya dari kedudukan budak

manjadi sama dengan lapisan atas. Munculah ide persamaan, persaudaraan dan kebebasan, yang ditonjolkan oleh revolusi prancis pada akhir abad kedelapan belas. Semua manusia adalah sama, tidak ada budak yang dimiliki, tetapi semua merdeka dan bersaudara. Kalau demikian halnya yang menjadi asas revolusi prancis, maka dapat disebut sebagai dasar dari hak asasi manusia adalah agama tauhid, agama yang mempunyai ajaran kemahaesaan Allah, tauhid yang kuat dipegang oleh ajaran agama Islam, mengandung arti hanya ada satu pencipta bagi alam semesta. Ajaran dasar pertama dan utama dalam agama Islam adalah la ilahaillallah (tiada Tuhan selain Allah), tiada pencipta selain Allah. Seluruh alam dan semua yang ada, baik diatas bumi, dipermukaan maupun di dalam bumi adalah ciptaan Yang Maha Esa. Semuanya baik manusia, hewan, tumbuh-tumbuhan, maupun benda tak bernyawa berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, yaitu Allah SWT. Dalam tauhid, dengan demikian terkandung ide persamaan dan persaudaraan seluruh Indonesia. Bahkan bukan itu saja, tauhid mencakup ide persamaan dan persatuan semua makhluk, benda tak bernyawa, tumbuh-tumbuhan, hewan dan manusia. Tegasnya dalam agama tauhid terdapat pula ide perikemakhlukan, disamping ide peri kemanusiaan. Ide peri kemakhlukan, yang mempunyai jangkauan lebih luas, mencakup ide peri kemanusiaan yang lingkarannya lebih sempit.

D. Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM)


Meskipun Indonesia menganut prinsip negara hukum dan demokrasi serta memiliki konstitusi yang menyatakan pemihakan pada perlindungan HAM, ternyata di Indonesia senantiasa terjadi pelanggaran HAM yang sangat banyak, diantaranya dilakukan oleh aparat secara massif. Pada saat ini bangsa Indonesia masih bergumul didalam pergulatan yang serius untuk mencari penyelesaian bagi kasus-kasus pelanggaran HAM yang terjadi masa lalu, terutama yang sifatnya massif telah dilakukan oleh aparat yang banyak kasus merupakan pelanggaran HAM berat. Adapun pelanggaran HAM berat menurut pasal 5 Rancangan Undang-Undang pengadilan HAM adalah pelanggaran HAM yang meliputi: a. Setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok kebangsaan, ras, kelompok etnis, kelompok agama, atau kelompok manapun yang berbeda warna kulit, jenis kelamin, umum, atau cacat fisik dan dengan mental, dengan: 1) Membunuh anggota kelompok.

2) Mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota kelompok. 3) Sengaja menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruhnya atau sebagian. 4) Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran di dalam kelompok, dan atau 5) Memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok tertentu ke kelompok lain. b. Membunuh orang atau kelompok orang dengan cara sewenang-wenang di luar batas kemanusiaan dan atau di luar putusan pengadilan. c. Segala bentuk tindakan yang memaksa terjadinya pengungsian atau pemindahan orang atau kelompok orang atas dasar alasan politik. d. Menculik dan atau menghilangkan orang secara paksa. e. Melakukan perbudakan. f. Melakukan diskriminasi terhadap orang atau kelompok orang yang dilakukan secara sistematis. g. Melakukan penyiksaan. h. Merusak, membakar dan atau disertai dengan penjarahan pada instalasi vital, sekolah, tempat ibadah, rumah sakit, pusat kegiatan ekonomi dan perdagangan, atau sarana transportasi atau meracuni objek-objek kepentingan umum dan atau menebarkan bibit penyakit kepada masyarakat yang dilakukan secara missal, atau i. Melakukan pemerkosaan secara massal dan sistematis, termasuk pelecehan seksual yang melanggar norma kesusilaan dan agama yang dilakukan terhadap kelompok atau golongan tertentu. Sebenarnya masalah pelanggaran HAM diindonesia bukan hanya terjadi dalam kasus kasus politik, melainkan terjadi pula dalam penanganan masalah-masalah kriminal yang biasa masih banyak dijumpai dalam praktik penegakan hukum tindakantindakan yang melanggar HAM seperti yang dapat diinventarisasi ke dalam masalah-masalah sebagai berikut: 1. Sering terjadi aparat penegak hukum melanggar HAM dan menangkap atau menahan seorang tersangka pelaku kejahatan dengan melakukan penangkapan tanpa surat perintah. Dalam kenyataannya sering juga terjadi penyitaan barang dari surat perintah dari pejabat yang berwenang atau tanpa putusan hakim bahkan yang sangat mengerikan adalah terjadinya penculikan-penculikan. Tindakan-tindakan semacam ini jelas melanggar hukum tentang HAM sebab menurut pasal 7 UU. No 14 Tahun 1970 (seagaimana telah diubah dengan UU No. 35

Tahun 1999) tentang ketentuan- ketentuan pokok kekuasaan kehakiman setiap tindakan hukum penangkapan, penahanan, penggeledahan dan penyitaan hanya dilakukan berdasarkan perintah tertulis dari pejabat yang diberi wewenang oleh Undang-Undang dan hanya dalam hal dan dengan cara yang diatur dengan Undang-Undang. 2. Tidak jarang pula yang muncul pesakitan yang hanya menjadi kambing hitam dari suatu tindak pidana yang terindikasi kuat dilakukan oleh aparat pemerintah maupun dilakukan oleh orang yang memiliki biaya untuk memunculkan kambing hitam. Penyelidikan terhadap pelanggaran HAM semula diniatkan untuk mencegah campur tangan PBB dan ternyata kemudian malah mengundang campur tangan PBB secara terbuka antara pihak yang diselidiki dengan pihak yang melakukan penyelidikan. Oleh karena itu, kekurangan pengetahuan terhadap suatu peraturan perundang-undangan baik yang tersurat maupun yang tersirat akan melahirkan pemahaman yang kontroversial. Hal itu akan melahirkan ketidakbermaknaan pendidikan hukum dan politik di Negara Republik Indonesia. Saat ini di Indonesia terkadang sulit bagi setiap orang bertanya kepada orang yang tepat, atau memang orang yang dianggap tepat untuk berbicara sudah memudar kejujurannya untuk mengatakan bahwa yang benar itu benar dan salah itu salah. Memang betul bahwa lidah itu tak bertulang, dan yang paling berbahaya adalah lidah penegak hukum dan aparatur hukum yang pandai bersilat lidah yang kemudian melakukan praktek dagang hukum sehingga dapat menyesatkan jutaan rakyat di Negara ini yang memang belum dapat diberdayakan secara optimal sampai saat ini. Esensi pelanggaran HAM bukan semata-mata pelanggaran terhadap peraturan perundangundangan hak asasi manusia yang berlaku, melainkan degradasi terhadap kemanusiaan yang merendahkan martabat dan derajat manusia menjadi serendah binatang. Oleh karena itu, pelanggaran HAM tidak selalu identik dengan pelanggaran hukum pidana dan terlebih lagi dalam setiap pelanggaran HAM terhadap unsur perencanaan, dilakukan secara sistematik dengan cara tertentu yang lebih banyak bersifat kolektif, baik berdasarkan agama, etnis atau ras tertentu.

Anda mungkin juga menyukai