Anda di halaman 1dari 11

Askep Paralisis Otot Pernapasan

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok X Keperawatan Komprehensif Semester V Dosen Pengampu : Ns. Amrih Widiati S.Kep

Di susun oleh Rofiatun. S Septiani N Siti Chotijah (1003073) (1003075) (1003077)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KARYA HUSADA SEMARANG 2012

BAB 1 TINJAUAN TEORI

1. DEFINISI Guillain Bare Syndrom ( SGB/GBS) Adalah syndrom klinis yang ditunjukkan oleh awitan akut dari gejala-gejala yang mengenai saraf perifer dan kranial. Proses penyakit mencakup demielinasi dan degenasi selaput myelin dari saraf perifer dan kranial yang Etiologinya tidak diketahui. ( Hudak & Gallo: 287) Guillain Bare Syndrom adalah Gangguan degeneratif terkomplikasi yang sifatnya dapat akut atau kronis. Etiologi belum jelas, meskipun gangguan ini mempunyai kaitan dengan mekanisme autoimun sel dan humoral beberapa hari sampai 3 minggu setelah infeksi saluaran pernapasan atas ringan. (Lynda Juall C: 298) Guillain Bare Syndrom adalah ganguan kelemahan neuro-muskular akut yang memburuk secara progresif yang dapat mengarah pada kelumpuhan total, tatapi biasanya paralisis sementara. ( Doenges:369)

2. ETIOLOGI Etiologi / Penyebab Guillain Bare Syndrom tidak jelas/ tidak diketahui. Sebagian besar pasien-pasien dengan Sindroma Guillain-Barre (SGB) ini ditimbulkan oleh adanya infeksi (pernapasan atau gastrointestinal) 1-4 minggu sebelum terjadi serangan neurologik.

3. MANIFESTASI KLINIS

a. Manifestasi motorik : Kelemahan otot secara ascending (dari distal ke proksimal) flaccid parolysis tanpa atropi otot Penurunan atau tidak adanya reflek tendon dalam Gangguan pernapasan (dyspnea, penurunan suara napas)

b. Manifestasi sensori : c. Paresthesis (kesemutan) Nyeri (cramping)

Manifestasi pada syaraf kronialis Kelemahan otot muka Disphagia Diplopia

d. Manifestasi pada syaraf otonom : Tekanan darah yang labil Disritmia jantung Takikardia

e. Pada umumnya GBS tidak mempengaruhi tingkat kesadaran, fungsi serebral dan tanda gangguan pada pupil.

4. PATOFISIOLOGI

Kerusakan myelin di antara nodus ranvier adalah patofisiologi utama yang ditemukan pada GBS akibatnya impuls dan nodus ranvier satu ke nodus ranvier lain menjadi terganggu. Sehingga penyebaran impuls terhalang (conduction block) pada tahap lanjut dari penyakit ini.

Terdapat 3 tahap pada keadaan akut GBS yaitu : 1. The initial period (1-3 minggu), dimulai pada onset pertama dari gejala yang nyata dan berakhir ketika tidak terjadi keadaan yang memburuk 2. The plateu period (beberapa hari sampai 2 minggu) 3. The recovery period (4-6 bulan) bersamaan dengan remyelinisasi dan regenerasi aksonal

Klien yang mengalami injury pada akson memerlukan rehabilitasi yang intensive mungkin lebih dari 2 tahun penyembuhan tidak terjadi dengan baik maka disebut sebagai GBS kronik.

5. PATHWAY
Kerusakan myelin diantara nodus Ranvier

Nodus Ranvier mengalami gangguan

Mengalami Penyebaran

Nodus Ranvier Nodus Ranvier

Nodus Ranvier

1-3 Minggu Periode

Kelemahan Otot Penurunan Tendon Gangguan Pernafasan Nyeri

GBS Akut

2 Minggu Periode

Disphasia Diplopia

4-6 Bulan Periode

Distritmia Jantung

Kelumpuhan Total GBS Kronik Lebih dari 2 tahun Gagal Nafas Infeksi Pernafasan

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Anamnesa : - adanya faktor pencetus - perjalanan penyakitnya (nyeri radikuler kemudian diikuti kelumpuhan progresif, > 1 tungkai, simetris, menjalar ke lengan (asenderen)

2. Pemeriksaan Neurologis : - kelumpuhan tipe flacid terutama otot proksimal - simetris - gejala motorik lebih nyata daripada sensorik 3. Pada Lumbal Pungsi - didapatkan kenaikan protein tanpa diikuti kenaikan sel sitoalbumin) pada minggu II (dissosiasi

4. Pemeriksaan laboratorium Gambaran laboratorium yang menonjol adalah peninggian kadar protein dalam cairan otak : > 0,5 mg% tanpa diikuti oleh peninggian jumlah sel dalam cairan otak, hal ini disebut disosiasi sito-albuminik. Peninggian kadar protein dalam cairan otak ini dimulai pada minggu 1-2 dari onset penyakit dan mencapai puncaknya setelah 3-6 minggu . Jumlah sel mononuklear < 10 sel/mm3. Walaupun demikian pada sebagian kecil penderita tidak ditemukan peninggian kadar protein dalam cairan otak. Imunoglobulin serum bisa meningkat. Bisa timbul hiponatremia pada beberapa penderita yang disebabkan oleh SIADH (Sindroma Inapproriate Antidiuretik Hormone). 5. Pemeriksaan elektromyography (EMG) Gambaran elektrodiagnostik yang mendukung diagnosis SGB adalah : a. Kecepatan hantaran saraf motorik dan sensorik melambat b. Distal motor retensi memanjang c. Kecepatan hantaran gelombang-f melambat, menunjukkan perlambatan pada segmen proksimal dan radiks saraf. d. Disamping itu untuk mendukung diagnosis pemeriksaan elektrofisiologis juga berguna untuk menentukan prognosis penyakit : bila ditemukan

potensial denervasi menunjukkan bahwa penyembuhan penyakit lebih lama dan tidak sembuh sempurna . 6. Test Fungsi Paru Menurunnya kapasitas vital, perubahan nilai AGD (penurunan PaO2, meningkatnya PaCO2 atau peningkatan pH).

7. KOMPLIKASI

Kemungkinan komplikasi yang muncul pada pasien dengan guillan barre syndrom, yaitu: 1. Kegagalan jantung Penyimpangan pada kardiovaskuler dapat mengakibatkan distritmia jantung atau perubahan drastis yang mengancam kehidupan dalam tanda vital. 2. Kegagalan pernapasan Gagal pernapasan, melemahnya otot pernapasan membuat pasien beresiko tinggi terhadap hipoventilasi, dan infeksi pernapasan berulang, disfagia juga dapat timbul mengarah pada aspirasi. 3. Infeksi dan sepsisPlasma faresis infeksi mungkin terjadi pada akses vaskuler, hipofolemia, dapat mengakibatkan hipotensi, takikardia pening dan diaforesis. 4. Trombosis vena 5. Emboli paru 6. Syndrome of Inappropriate Secretion of Antidiuretik Hormon (SIADH).

8. PENATALAKSANAAN

Penatalaksaan yang dilakukan pada pasien dengan kasus guillan barre syndrom, yaitu: 1. Perawatan pernapasan seperti antispasi kegagalan pernapasan, persiapan ventilator dan pemeriksaan AGD 2. Monitoring hemodinamik dan kardiovaskuler 3. Management bowel dan bladder 4. Support nutrisi

5. Perawatan immobilisasi 6. Plasmapheresis seperti penggantian plasma untuk meningkatkan kemampuan motorik 7. Pengobatan dengan pemberian kortikosteroid, immunosuppressive dan antikoagulan 8. Pembedahan tracheostomy dan indikasi kegagalan pernapasan

BAB II TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN FOKUS 1. Pengkajian primer a. Airway Adanya tanda-tanda perdarahan jalan napas. adanya rangsangan obstruksi jalan napas resiko kerusakan hipoksia pada otak ginjal dan jantung Spasme laring (sekret/ darah dijalan napas) b. Breathing - Kesulitan bernafas / sesak, - suara nafas berkurang - menurunnya kapasitas vital / paru, - terdengar suara sonor - resiko akumulasi secret. c. circulation - kulit dan jari terlihat pucat - terjadi hipoksia - gangguan kesadaran - denyut jantung lemah - diastolik rendah d. disability - gaslow coma scale (GCS) 12

2. Pegkajian Sekunder a. TTV TD Nadi Suhu RR / Pernafasan : 100/70 mm/hg : 65 x/menit : 35 C :

2. Diagnosa Keperawatan 1. Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot, tirah baring, atau nyeri. 2. Resiko terhadap inefektif pola pernapasan; yang berhubungan dengan kelelahan/peralisis otot skeletal dan diafragma. 3. Resiko tinggi perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Disfungsi saraf autonomik, Hipovolemia., Berhentinya aliran darah ( Trombosis )

3. Intervensi Keperawatan Diagnosa 1 Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan paralisis otot, tirah baring, atau nyeri. Tujuan / Kriteria Hasil :

Pasien dapat terbebas dari komplikasi imobilitas yang dapat di cegah mis; kontraktur, kerusakan kulit, atelektasis, dropfoot, TVD. Intervensi: 1. Pertahankan ROM sendi. 2. Baringkan dengan posisi yang baik di tempat tidur. 3. Dapatkan konsultasi rehabilitas, terapi fisik dan okupasi. 4. Ubah posisi sedikitnya setiap 2 jam. 5. Pertimbangkan pengunaan tempat tidur kinetik. 6. Hindari melatih otot-otot paasien selama terjadi nyeri, karena mungkin dapat menigkatkan demielinasi. 7. Berikan analgesia sebelum sesi terapi atau sesuai advis dokter.Mulai ajarkan pada keluarga latihan untuk ROM.

Diagnosa 2 Resiko terhadap inefektif pola pernapasan; yang berhubungan dengan kelelahan/peralisis otot skeletal dan diafragma. Tujuan / Kriteria Hasil :

Pertukaran gas yang adekuat akan di pertahankan.

Intervensi: 1. Auskultasi bunya napas dengan teratur. 2. Pantau saturasi oksigen dengan oksimetri. 3. Laporkan keluhan subyektif dari kelemahan otot atau kesulitan bernapas. 4. Tetaplah bersama pasien yang mengeluh sesak. 5. sukstion sesuai kebutuhan untuk menjaga patensi jalan napas. 6. Baringka pasien untuk memudahkan pertukaran gas. 7. Cata parimeter pernapasan ( frekwensi, volume, upaya bernapas ) 8. Catat AGD dan perhatikan kecenderungan. 9. Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang intubasi dan ventilator jika hal tersebut akan diperlukan. 10. Pasang alrm ventilator.

Diagnosa 3 Resiko tinggi perubahan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Disfungsi saraf autonomik, Hipovolemia., Berhentinya aliran darah ( Trombosis ) Tujuan / Kriteria Hasil : perfusi dengan tanda vital stabil, disritmia jantung

Mempertahankan terkontrol/takada. Intervensi:

1. Ukur tekanan darah, catat adanya fluktuasi. Observasi adanya hipotensi postural, Berikan latihan ketika sedang melakukan perubahan posisi pasien. 2. Pantau frekwensi jantung dan iramanya. Dokumentasikan adanya disritmia. 3. Pantau suhu tubuh berikan lingkungan suhu yang nyaman. 4. Catat masukan dan haluaran. 5. Tinggikan kaki sedikit dari tempat tidur. 6. kolaborasi pemberian cairan IV dengan hati-hati sesuai indikasi. 7. Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti JDL Hb/Ht, elektrolit serum. 8. Pakailah stiking antiemboli atau pemijat kontinue; lepaskan sesuai jadwal dengan interval tertentu.

DAFTAR PUSTAKA
Doengos.1999. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, Edisi 3. EGC: Jakarta

Long . BC. 1996. Perawatan Medical Bedah. VI APK : Bandung

Underwood. L.C.E. 1999. Patologi Umum dan sistemik. EGC:Jakarta

Wong. DC. 2003. Pedoman klinis Keperawatan Pediatrik, Edisi 4. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai