Anda di halaman 1dari 11

8

BAB II
KAJIAN TEORI
A. Keterampilan Berpikir
Kemampuan berpikir sudah ada pada manusia sejak tahun pertama
kehidupan. Kecenderungan manusia mengerti arti pada berbagai hal dan
kejadian disekitarnya merupakan indikasi dari kemampuan berpikirnya.
Menurut Poespoprodjo dan Gilarso (1985), berpikir adalah suatu kegiatan akal
untuk mengolah pengetahuan yang telah diperoleh melalui indera dan
ditujukan untuk mencapai kebenaran. Purwanto (2004) mengemukakan bahwa
berpikir adalah suatu keaktifan pribadi manusia yang mengakibatkan
penemuan terarah kepada suatu tujuan sedangkan Kizlik dalam Monalisa
(2007) menyatakan bahwa berpikir adalah proses menciptakan rangkaian
transaksi konektif terstruktrur antara unsur-unsur dari informasi yang
dipahami.
Berpikir adalah salah satu proses aktif pribadi manusia yang
mengakibatkan ditemukannya suatu pengetahuan. Sebagai fasilitator dalam
proses mengajar, guru memiliki kemampuan mengajukan pertanyaan yang
merangsang siswa berpikir kritis. Salah satu tujuan pendidik adalah
menjadikan pemikir yang baik bagi siswanya, serta membantu siswa
memahami keterbatasannya. Glathorn dan Baron dalam Hanawasti (2000)
menyebutkan bahwa untuk meningkatkan cara berpikir siswa, seorang
pendidik dapat melatih siswanya dengan cara menunjukkan cara berpikir
9


melalui semua mata pelajaran, memberikan contoh kasus-kasus cara berpikir
yang baik, memberikan masalah yang menuntut siswa dapat memanfaatkan
proses-proses pemecahan masalah dan menerapkan keterampilan siswa untuk
mengambil keputusan.
Johnson (2000), mengemukakan keterampilan berpikir dapat
dibedakan menjadi berpikir kritis dan berpikir kreatif. Kedua jenis berpikir ini
disebut juga sebagai keterampilan berpikir tingkat tinggi (Liliasari,2001).
Berpikir kritis merupakan proses mental yang terorganisasi dengan baik dan
berperan dalam proses pengambilan keputusan untuk memecahkan masalah
dengan menganalisis dan menginterpretasi data dalam kegiatan inkuiri ilmiah.
Sedangkan berpikir kreatif adalah proses berpikir yang menghasilkan gagasan
asli atau orisinal, konstruktif, dan menekankan pada aspek intuitif dan rasional
(Johnson,2000). Pemahaman umum tentang berpikir kritis, seperti apa yang
digagas oleh John Dewey sejak tahun 1916 sebagai inkuiri ilmiah dan
merupakan satu cara untuk membangun pengetahuan (Ibrahim,2007).

B. Pemahaman
Dalam situs www.wikipedia.org pemahaman (comprehension)
diidentifikasi dari kemampuan untuk membaca dan memahami gambaran,
laporan, tabel, diagram, arahan , peraturan, dsb. Sebagai contoh, orang di level
ini bisa memahami apa yang diuraikan dalam finish bone diagram, pareto
chart, dsb. Menurut Kuswana (2007 : 11) memahami digambarkan sebagai
10


susunan dalam artian pesan pembelajaran, mencakup lisan, tulisan, dan
komunikasi grafik.
Sudijono dalam situs www.hadisiswoyo.co.cc/blom.doc mengatakan
bahwa memahami berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya
dari berbagai segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila
ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan menggunakan kata-
katanya sendiri. Pada jenjang ini siswa diharapkan tidak hanya mengetahui
atau mengingat tetapi juga harus mengerti. Sementara Sujono dalam situs
yang sama mengelompokkan pemahaman dalam tiga kategori, yaitu:
a. Pemahaman terendah adalah pemahaman terjemahan.
b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yakni menghubungkan
bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, membedakan
yang pokok dan yang bukan pokok.
c. Pemahaman tingkat ketiga atau tingkat tertinggi adalah pemahaman
ekstrapolasi. Dengan ini seseorang diharapkan mampu melihat di balik
yang tertulis.
Comprehension atau pemahaman ini merupakan salah satu jenjang atau
tingkatan proses berpikir pada ranah kognitif. Benjamin S. Bloom
mengklasifikasi hasil belajar dalam tiga ranah yaitu: kognitif (cognitive
domain), ranah afektif (affective domain), dan ranah psikomotor (psychomotor
domain). Dalam situs www.wikipedia.org tiga ranah tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
11


1. Cognitive Domain (Ranah Kognitif), yang berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek intelektual, seperti pengetahuan, pengertian, dan
keterampilan berpikir.
Dalam ranah kognitif terdapat enam jenjang proses berpikir, tingkat
berpikir yang sederhana ke tingkat intelektual yang lebih kompleks yaitu:
a. Pengetahuan/ingatan/hafalan (Knowledge)
Pengetahuan adalah kemampuan seseorang untuk mengingat
kembali (recall) atau mengenali kembali tentang nama, istilah, atau
rumus, dan sebagainya (Sudjiono, 2001: 50). Dalam hal ini
pengetahuan disebut juga dengan pengetahuan hafalan atau untuk
diingat.
b. Pemahaman (Comprehension)
Pada jenjang ini siswa diharapkan tidak hanya mengetahui,
mengingat tetapi juga harus mengerti. Memahami berarti
mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari berbagai
segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu apabila ia
dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan
menggunakan kata-katnya sendiri (Sudjiono, 2001 : 50)
c. Aplikasi/Penerapan (Application)
Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret.
Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atau
prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan
teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan.
12


d. Analisis (Analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian
yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan
mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-
faktor yang satu dengan faktor-faktor yang satu dengan faktor
lainnya (Sudjiono, 2001 : 51).
e. Sintesis (Synthesis)
Sintesis adalah penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian ke dalam
bentuk menyeluruh atau sintesis merupakan suatu proses yang
memadukan bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis sehingga
menjadi suatu proses yang berstruktur atau berbentuk pola baru
(Sudjiono, 2001 : 51).
f. Penilaian (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan seseorang untuk membuat
pertimbangan terhadap situasi, nilai atau ide. Soal evaluasi adalah
soal yang berhubungan dengan menilai, mengambil kesimpulan,
membandingkan, mengkritik, membedakan, menerangkan,
memutuskan dan menafsirkan.
2. Affective Domain (Ranah Afektif) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek perasaan dan emosi, seperti minat, sikap, apresiasi dan
cara penyesuaian diri.
13


Dalam situs www.hadisiswoyo.co.cc/blom.doc dijelaskan bahwa
ranah afektif berkenaan dengan sikap dan nilai. Tipe hasil belajar afektif
tampak pada siswa dalam berbagai tingkah laku seperti perhatiannya
terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman
sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial. Beberapa jenis kategori
ranah afektif sebagai hasil belajar:
a. Menerima (Receiving)
Menerima artinya kemauan untuk memperlihatkan suatu kegiatan
atau menerima merupakan kepekaan dalam menerima rangsangan dari
luar yang datang pada siswa dalam bentuk situasi. Salah satu yang
termasuk jenjang ini ialah kesadaran dan keinginan untuk menerima
stimulus, kontrol, dan rangsangan dari luar.
b. Menanggapi (Responding)
Menanggapi yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap
stimulus yang datang dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi,
perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang datang
kepada dirinya. Peserta didik cukup berkomitmen untuk menunjukkan
perilaku bahwa ia bersedia untuk merespon bukan karena takut atau
hukuman, namun karena dirinya sendiri atau secara sukarela.
c. Penilaian (Valuing)
Konsep nilai yang abstrak ini sebagian merupakan hasil dari
penilaian (valuing) atau asesmen (assessment) dan juga merupakan
14


hasil sosial yang perlahan-lahan telah terserap dalam diri siswa
(internalized) atau diterima dan digunakan siswa sebagai kriteria untuk
melakukan penilaian. Unsur utama yang terdapat pada perilaku dalam
melakukan penilaian adalah bahwa perilaku tersebut dimotivasi, bukan
oleh keinginan untuk menjadi siswa yang patuh, namun oleh komitmen
terhadap nilai yang mendasari munculnya perilaku.
d. Mengorganisasikan (Organization)
Mengorganisasikan adalah pengembangan dari nilai ke dalam satu
sistem organisasi, termasuk hubungan satu nilai dengan nilai yang lain,
pemantapan dan prioritas nilai yang telah dimilikinya.
e. Karakteristik nilai/menjadikan pola hidup (Characteriszation by a
value)
karakteristik nilai ialah keterpaduan semua sistem nilai yang telah
dimiliki seseorang yang mempengaruhi pola kepribadian dan tingkah
laku.
3. Psychomotor Domain (Domain Psikomotor) berisi perilaku-perilaku yang
menekankan aspek keterampian motorik seperti tulisan tangan, mengetik,
berenang, dan mengoperasikan mesin.

C. Multimedia
Dalam situs www.ilmukomputer.com dijelaskan dengan cukup lengkap
mengenai definisi dan perkembangan multimedia ini. Menurut IBM,
15


Multimedia adalah gabungan video, audio, grafik dan teks dalam suatu
produksi bertingkat berbasis komputer yang dapat dialami secara interaktif
atau menurut McCormick multimedia secara umum merupakan kombinasi tiga
elemen yaitu suara, gambar dan teks atau menurut Robin dan Linda
multimedia merupakan alat yang dapat menciptakan presentasi yang dinamis
dan interaktif yang mengkombinasikan teks, grafik, animasi, audio dan
gambar video.
Dijelaskan dalam situs tersebut, bahwa istilah multimedia berawal dari
teater, bukan komputer. Pertunjukan yang memanfaatkan lebih dari satu
medium sering kali disebut pertunjukan multimedia. Pertunjukan multimedia
mencakup monitor video dan karya seni manusia sebagai bagian dari
pertunjukan. Sistem multimedia dimulai pada akhir 1980-an, sejak permulaan
tersebut hampir setiap pemasok perangkat keras dan lunak melompat ke
multimedia. Pada tahun 1994 diperkirakan ada lebih dari 700 produk dan
sistem multimedia dipasaran.
D. Metode Praktikum dalam Pembelajaran
Metode praktikum adalah cara penyajian pelajaran dengan menggunakan
percobaan. Dengan melakukan praktikum berarti siswa melakukan kegiatan
yang mencakup pengendalian variabel, pengamatan, melibatkan pembanding
atau kontrol, dan penggunaan alat-alat praktikum. Dalam proses belajar
mengajar dengan metode praktikum ini siswa diberi kesempatan untuk
mengalami sendiri atau melakukan sendiri. Dengan melakukan praktikum
16


siswa akan menjadi lebih yakin atas satu hal daripada hanya menerima dari
guru dan buku, dapat memperkaya pengalaman, mengembangkan sikap
ilmiah, dan hasil belajar akan bertahan lebih lama dalam ingatan siswa
(Rustaman,2005). Melalui metode praktikum ini siswa diberi kesempatan
untuk menemukan konsepnya sendiri dan memperoleh pengalaman baik
dalam bidang kognitif, afektif maupun psikomotor.
Praktikum merupakan bagian penting dalam pembelajaran, yaitu berupa
aplikasi dari teori yang dipelajari untuk memecahkan masalah melalui
percobaan di laboratorium. Prinsip-prinsip yang dikemukakan dalam teori
akan dikaji didalam praktikum, demikian pula sebaliknya pengalaman yang
diperoleh dalam praktikum dicari penjelasannya dari teori yang sudah ada.
Menurut Arifin (2000) keuntungan penggunaan metode praktikum adalah:
1. Dapat memberikan gambaran yang kongkret tentang suatu peristiwa.
2. Siswa dapat mengamati proses.
3. Siswa dapat mengembangkan keterampilan inkuiri.
4. Siswa dapat mengembangkan sikap ilmiah.
5. Membantu guru untuk mencapai tujuan pengajaran lebih efektif dan
efisien.
Disamping itu Hodson (dalam Rusdi,2007) mengemukakan bahwa
penggunaan metode praktikum dalam pembelajaran memiliki beberapa
keunggulan diantaranya:
1. Meningkatkan motivasi dan ketertarikan siswa dalam pembelajaran.
17


2. Mengajarkan keterampilan-keterampilan yang harus dilakukan
dilaboratorium
3. Membantu perolehan dan pengembangan konsep.
4. Melatih siswa untuk mengembangkan keahlian dalam melakukan
berbagai penelitian melalui metode ilmiah.
5. Melatih menggunakan metode ilmiah dalam menghadapi masalah,
sehingga tidak mudah percaya pada suatu yang belum pasti.
6. Mengembangkan keterampilan siswa.
Rustaman (2005) mengemukakan bahwa kekurangan metode praktikum
ini adalah menuntut berbagai peralatan yang terkadang tidak mudah diperoleh.
Hal lain yang biasanya menjadi permasalahan diantaranya adalah: (1) tidak
tersedianya laboratorium beserta alat dan bahannya, (2) terbatasnya waktu
yang tersedia mengingat banyaknya materi yang harus diberikan kepada siswa
sesuai tuntutan kurikulum, dan (3) mahalnya alat dan bahan yang dibutuhkan
untuk melakukan eksperimen.
Adanya permasalahan ini mengakibatkan aspek keterampilan berpikir
yang seharusnya ditekankan menjadi terabaikan. Belajar lebih banyak hanya
merupakan transfer pengetahuan yang mungkin akan terlupakan beberapa
waktu kemudian sehingga perlu terus dilakukan berbagai upaya untuk
mendorong berlangsungnya proses pembelajaran yang bermakna melalui
eksperimen, termasuk dalam kondisi yang serba terbatas. Salah satu alternatif
yang dapat dilakukan adalah dengan melakukan praktikum berbasis material
lokal. Pengembangan praktikum ini dilakukan dengan mempertimbangkan
18


beberapa hal, yaitu: percobaan dilakukan tanpa memerlukan laboratorium dan
perlengkapan laboratorium yang khusus, dapat dilakukan dengan biaya yang
relatif murah, alat dan bahan yang digunakan dapat ditemukan dalam
kehidupan sehari-hari dengan relatif murah dan tidak berbahaya, mudah
dilakukan oleh siswa, serta dapat dilakukan baik disekolah maupun di rumah
sehingga tidak menyita waktu belajar di sekolah.

E. Hasil Penelitian yang Berkaitan
Afrianti (2004) dalam skrpisinya yang berjudul Peningkatan Keterampilan
Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas X pada Pembelajaran Praktikum Berbasis
Material Lokal menjelaskan hasil peneltiannya bahwa ada pengaruh yang
signifikan dalam peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa pada SMA
pada pembelajaran praktikum berbasis material lokal.
Begitu juga dengan Hidayat (2005) dengan skripsinya yang berjudul
Analisis Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMA Kelas II pada Pembelajaran
Reaksi Netralisasi Asam Basa melalui Metode Praktikum Skala Mikro
memaparkan adanya peningkatan keterampilan berpikir kritis siswa setelah
mengikuti pembelajaran melalui metode praktikum. Begitu juga dengan
beberapa hasil penelitian lainnya yang mengungkapkan dampak positif
pembelajaran praktikum terhadap peningkatan pemahaman belajar siswa.

Anda mungkin juga menyukai