Bertindak Cerdik, Bukan Licik

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 3

Bertindak Cerdik, Bukan Licik

Written by: Riesa Sulastri

Negara Indonesia merupakan negara demokrasi dengan kedaulatan yang berada ditangan rakyat. Ketika kedaulatan berada ditangan rakyat seharusnya rakyat menjadi pihak yang diberdayakan bukannya malah diperdaya. Pemilu adalah wadah yang memberikan kesempatan kepada rakyat untuk menyuarakan pemimpin yang mereka inginkan. Pemilu yang berjalan dengan selayaknya merupakan wahana pengewajantahan kedaulatan rakyat. Pemilu mengusung semboyan luberjurdil, tentunya dengan harapan pemilu berlangsung secara langsung, bertanggung jawab, jujur dan adil. Sehingga akan membawa dampak positif bagi pemerintahan yang akan dijalankan nantinya. Namun fakta yang ditemukan dilapangan, malah tidak sesuai dengan rule yang seharusnya. Kegiatan ini diwarnai dengan berbagai penyelewengan dan pelanggaran oleh berbagai pihak. Mengambil referensi dari salah satu berita, walaupun sudah tidak up to date, namun dapat menjadi contoh kasus pelanggaran pemilu. Berita yang dimuat dalam sebuah koran online mengatakan bahwa Ketua Badan Pengawasan Pemilihan Umum (Bawaslu) Bambang Eka Cahyo Widodo mengungkapkan sepanjang tahun 2011 pihaknya memperoleh data 1.178 pelanggaran pemilihan umum kepala daerah dari Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu Kada)1. Dari jumlah itu totalnya ada 781 temuan dan atau laporan yang diteruskan kepada KPU atau kepolisian. Pelanggaran yang terjadi meliputi pelanggaran administrasi, politik uang, dan Pegawai Negri Sipil yang terlibat dalam kampanye. Selain itu, pelanggaran juga dilakukan karena ada konflik kepentingan antara beberapa kepala daerah dengan penyelenggara pemilukada dan KPU. Dari berita tersebut dapat disimpulkan penyelewengan yang terjadi tidak sedikit dengan berbagai motif. Sistem demokrasi pada pemilu ini diadopsi oleh berbagai organisasi sektor pendidikan formal, baik itu Sekolah Menengah Pertama (SMP), Sekolah Menengah Atas (SMA), dan Perguruan Tinggi. Hal ini merupakan kabar baik bagi pemerintahan negri ini. Karena pemuda memiliki semangat dalam mengaplikasi secara nyata teori tentang pemilu ini. Tentunya, ini dapat menjadi wadah dalam melatih pemuda, mulai dari pengenalan pemilu itu sendiri kemudian sampai ketahap mengembangkankan pemikiran tentang memilih pemimpin yang diinginkan.
1

Natalia, Maria. (2012, 25 Januari). Bawaslu Terima 1.718 Pelanggaran Pilkada. Diperoleh 18 Desember 2013 dari http://www.kompas.com/.

Dilain pihak, pelanggaran dalam pelaksanaannya seakan sudah setali mata uang, sehingga keduanya merupakan hal yang terjadi berbarengan. Seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan berbanding lurus dengan tingkat keparahan pelanggaran dalam pemilu. Pemilihan ketua OSIS ditingkat SMP biasanya masih berjalan dengan mulus. Namun pemilihan ketua OSIS SMA sudah terlihat intrik politik skala kecil. Dalam pemilihan ketua di tingkat Perguruan Tinggi, baik itu pemilihan presiden mahasiswa atau apapun namanya, terlihat benih-benih politik yang semakin tajam. Apakah itu yang mengarah ke arah positif sekaligus ke arah negatif. Kasus pelanggaran pemilihan ketua suatu organisasi, juga merambah di lingkungan mahasiswa. Sebagai contoh kasus pembakaran dan penghilangan baliho merupakan kasus biasa pada masa pemilihan raya di lingkungan universitas. Masalahnya, ketika menjadi mahasiswa sudah berbuat curang bagaimana nantinya ketika mahasiswa yang bersangkutan mencalonkan diri menjadi wakil rakyat. Tentunya perilaku curang akan menjadi kebiasaan yang akan mengganggu keserasian keselarasan, dan keseimbangan dalam kehidupan berbangsa bernegara. Peningkatan kognitif seakan mendorong tingkat pelanggaran dengan yang lebih tinggi. Ini artinya, semakin tumbuhnya tingkat kognitif seseorang tidak menjamin pelaksanaan sistem dengan sebagaimana mestinya, malah berimbas pada semakin tingginya tingkat penyelewengan. Namun kita sangat paham bahwa pendidikan bukanlah hal yang dapat disalahkan dalam kasus ini. Secara sederhana, kesalahan tidak terdapat pada tingkat pendidikan itu sendiri. Namun menurut hemat saya, masih ada yang perlu ditambahkan dalam sistem pendidikan itu sendiri. Hal yang saya maksud disini adalah pendidikan berkarakter. Program pendidikan berkarakter sudah mulai diusung oleh pemerintah. Mengingat seorang pelajar tak hanya dituntut sekedar cerdas namun juga berkarakter. Pendidikan berkarakter disini dimaksudkan sebagai barrier ketika seseorang akan berindak menyeleweng. Seseorang yang cerdas namun tidak memiliki karakter yang baik bisa menimbulkan kerugian bagi orang lain termasuk diinya sendiri. Seorang anak yang cerdas, namun membuat bom yang digunakan untuk tindakan kejahatan, tentunya akan menimbulkan kerusakan dan kerugian bagi orang-orang disekitarnya. Namun ketika seseorang memiliki kecerdasan sekaligus karakter yang baik, maka tentunya ia akan memanfaatkan ilmunya bagi kemaslahatan umat manusia. Namun sayangnya pendidikan berkarakter ini, belum dilaksanakan secara intensif dan aplikatif. Kedepannya diharapkan andil pemerintah dalam menjembati terwujudnya pendidikan berkarakter dimulai tingkat Taman Kanakkanak hingga Perguruan Tinggi. Kalau perlu ditingkat pemerintahan sendiri perlu diadakan training pendidikan berkarakter. Selain itu, dibutuhkan dukungan oleh berbagai pihak, seperti staff pengajar terutama orang tua dalam hal ini. Pendidikan

karakter itu sendiri berfungsi mengawal berbagai bidang kehidupan, sehingga berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Dan tercipta kehidupan berbangsa yang serasi, selaras, seimbang.

Anda mungkin juga menyukai