Basuki
BATASAN Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh vi rus campak. Penyakit ini sangat infeksius, menular sejak awal masa prodromal sa mpai lebih kurang 4 hari setelah munculnya ruam. Infeksi disebarkan lewat udara (airborne).
PATOFISIOLOGI Virus campak ditularkan lewat infeksi droplet lewat udara, menempel dan berbiak pada epitel nasofaring. Tiga hari setelah invasi, replikasi dan kolonisasi berla njut pada kelenjar limfe regional dan terjadi viremia yang pertama. Virus menyeb ar pada semua sistem retikuloendotelial dan menyusul viremia kedua setelah 5-7 h ari dari infeksi awal. Adanya giant cells dan proses keradangan merupakan dasar patologik ruam dan infiltrat peribronchial paru. Juga terdapat udema, bendungan dan perdarahan yang tersebar pada otak. Kolonisasi dan penyebaran pada epitel da n kulit menyebabkan batuk, pilek, mata merah (3 C : coryza, cough and conjuctiv itis) dan demam yang makin lama makin tinggi. Gejala panas, batuk, pilek makin l ama makin berat dan pada hari ke 10 sejak awal infeksi (pada hari penderita kont ak dengan sumber infeksi) mulai timbul ruam makulopapuler warna kemerahan.Virus dapat berbiak juga pada susunan saraf pusat dan menimbulkan gejala klinik encefa litis. Setelah masa konvelesen pada turun dan hipervaskularisasi mereda dan meny ebabkan ruam menjadi makin gelap, berubah menjadi desquamasi dan hiperpigmentasi . Proses ini disebabkan karena pada awalnya terdapat perdarahan perivaskuler dan infiltrasi limfosit.
GEJALA KLINIK eluar Panas meningkat dan mencapai puncaknya pada hari ke 4-5, pada saat ruam k
Coryza yang terjadi sukar dibedakan dengan common cold yang berat. Membai k dengan cepat pada saat pans menurun. Conjunctivitis ditandai dengan mata merah pada conjunctiva disertai denga n keradangan disertai dengan keluhan fotofobia. Cough merupakan akibat keradangan pada epitel saluran nafas, mencapai pun cak pada saat erupsi dan menghilang setelah beberapa minggu. Munculnya Koplik (hari ke 3-4) dan cepat adalah sekumpulan noktah salt in the sea of red), ampak. s spot umumnya pada sekitar 2 hari sebelum munculnya ruam menghilang setelah beberapa jam atau hari. Koplik s spot putih pada daerah epitel bucal yang merah (a grain of yang merupakan tanda klinik yang pathognomonik untuk c
Ruam makulopapular semula bewarna kemerahan. Ruam ini muncul pertama pada daerah batas rambut dan dahi, serta belakang telinga, menyebar ke arah perifer
sampai pada kaki. Ruam umumnya saling rengkuh sehingga pada muka dan dada menjad i confluent. Ruam ini membedakan dengan rubella yang ruamnya discrete dan tidak mengalami desquamasi. Telapak tangan dan kaki tidak mengalami desquamasi.
LANGKAH DIAGNOSTIK Anamnesis Adanya demam tinggi terus menerus 38,50 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyer i menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam, timbul ruam kulit, didahului oleh suhu yang meni ngkat lebih tinggi dari semula. Pada saat ini anak dapat mengalami kejang demam. Saat ruam timbul, batuk dan diare bertambah parah sehingga anak mengalami sesak nafas atau dehidrasi. Pemeriksaan fisik Gejala klinis terjadi setelah masa tunas 10-12 hari, terdiri dari tiga stadium : Stadium prodromal, berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan demam yang diiku ti dengan batuk, pilek, farings merah, nyeri menelan, stomatitis, dan konjungtiv itis. Tanda patognomonik timbulnya enantema mukosa pipi di depan molar tiga dise but bercak Koplik. Stadium erupsi, ditandai dengan timbulnya ruam makulo-papular yang bertah an selama 5-6 hari. Timbulnya ruam dimulai dari batas rambut di belakang telinga , kemudian menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstrimitas. Stadium penyembuhan (konvalesens), setelah 3 hari ruam berangsur-angsur m enghilang sesuai urutan timbulnya. Ruam kulit menjadi kehitaman dan mengelupas y ang akan menghilang setelah 1-2 minggu. Sangat penting untuk menentukan status gizi penderita, untuk mewaspadai t imbulnya komplikasi. Gizi buruk merupakan risiko komplikasi berat. Pemeriksaan penunjang Laboratorium Darah tepi : jumlah leukosit normal atau meningkat apabila ada komplikasi infeksi bakteri Pemeriksaan antibodi IgM anti campak Pemeriksaan untuk komplikasi :
1. Ensefalopati/ensefalitis : dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis, kadar elektrolit darah dan analisis gas darah 2. 3. . Enteritis : feses lengkap Bronkopneumonia : dilakukan pemeriksaan foto dada dan analisis gas darah
DIAGNOSIS
Ditegakkan berdasarkan adanya : Anamnesis, tanda klinik dan tanda yang patognomonik pemeriksaan serologik atau virologik yang positif DIAGNOSIS BANDING Ruam kulit eksantema akut yang lain seperti : rubela, roseola infantum (eksantema subitum), infeksi mononukleosus, erupsi obat.
KOMPLIKASI ecil Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak yang lebih k Diare dapat diikuti dehidrasi Otitis media Laringotrakeobronkitis (croup) Bronkopneumonia Ensefalitis akut, Reaktifasi tuberkulosis Malnutrisi pasca serangan campak
Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE), suatu proses degeneratif susu nan syaraf pusat dengan gejala karakteristik terjadi deteriorisasi tingkah laku dan intelektual, diikuti kejang. Disebabkan oleh infeksi virus yang menetap, tim bul beberapa tahun setelah infeksi merupakan salah satu komplikasi campak onset lambat.
2. Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kes adaran dan adanya komplikasi 3. 4. Suplemen nutrisi Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder
5. 6.
ii. Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehi drasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi. iii. 1. 2. Campak tanpa komplikasi :
3. Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tia p hari 4. Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaika n dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi iv. 1. Campak dengan komplikasi :
Ensefalopati/ensefalitis
a. Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ens efalitis b. Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis
c. Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terh adap gangguan elektrolit 2. a. b. c. Bronkopneumonia : Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia Oksigen nasal atau dengan masker Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit
3. Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteri tis dehidrasi). 4. Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang per lu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan. 5. Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk. Tatalaksana Epidemiologik
Langkah Preventif 1. Imunisasi campak termasuk dalam program imunisasi nasional sejak tahun 1 982, angka cakupan imunisasi menurun < 80% dalam 3 tahun terakhir sehingga masih dijumpai daerah kantong risiko tinggi transmisi virus campak. 2. a. Strategi reduksi campak terdiri dari : Pengobatan pasien campak dengan memberikan vitamin A
b. .
Imunisasi campak i. PPI : diberikan pada umur 9 bulan Imunisasi campak dapat diberikan b Mass campaign, bersamaan dengan Pe
ii. ersama vaksin MMR pada umur 12-15 bulan iii. kan Imunisasi nasional
iv. Catch-up immunization, diberikan pad a anak sekolah dasar kelas 1-6, disertai dengan keep up dan strengthening. c. Survailans
DAFTAR PUSTAKA 1. Parwati SB. Campak dalam perspektif perkembangan imunisasi dan diagnosis . Pediatri pencegahan mutakhir I, CE IKA Unair, 2000 : 73-92. 2. Katz SL. Measles in Katz SL, Gershon AA, Hotez PJ (eds). Krugman s Infecti ous Diseases of Children, 8th ed, St. Louis, Mosby, 1998 : 247-264. 3. Kristensen I, Aaby P, Jensen H, Routine vaccination and child survival : Follow up study in Guinea-Bissou, West Africa. Br Med J. 2000 ; 321 : 1-8. 4. Joklik WK. Paramyxovirus in Joklik WK, Virology, 3rd ed. London, Prentic e-Hall International Inc., 1988 ; hal. 204-219. 5. Redd SC, Markowitz LE, Katz SL, Measles vaccine in Plotkin and Orenstei n (eds), Vaccines, 3rd ed, Philadelphia, WB Saunders, 1999 : 222-266. 6. Toit DR, Ward KN, Brown DWG, Mirev E. Measles and rubella misdiagnosed a s exanthema subitum (roseola infantum) Br Med J, 1996 ; 312 : 101-2. 7. WHO. Manual for the laboratory diagnosis of measles virus infection. Gen eva, 2000. WHO/V&B/00. 16. 8. Heifand RF, Health JL, Anderson LJ, Gonus D, Bellini WJ. Diagnosis of me asles with an IgM-captured EIA : the optimal timing of specimen collection after rash onset. J Infect Dis, 1997 ; 175 : 195-7. 9. Shann F. Meta analysis of trials of prophylactic antibiotics for childre n with measles : inadequate evidence Br Med J, 1997 ; 314 : 334.