.P Siti ismawati / 1004015253 Standarisasi obat berbahan alam dinilai sangat penting, karena hal ini berkaitan dengan kualitas dan bentuk penerimaan dari pengguna obat berbahan alam tersebut. Oleh karena itu pembuktian harus disejajarkan dengan penggunaan teknik-teknik modern yang dinilai canggih dalam menstandarisasikan obat berbahan alam. Organisasi kesehatan dunia pun (WHO) mendukung program perwatan kesehatan dengan prodak alami, karena obat berbahan alam dinilai mudah didapatkan dialam, aman serta murah. Sehingga semua kalangan mampu mendapatkannya. Adapun standarisasi bahan baku untuk membuat obat dari bahan alam harus meliputi 3 hal besar dimana masing-masing hal besar tersebut dilengkapi juga dengan standarisasi kecil lain. Adapun 3 hal besar tersebut adalah; otentikasi tanaman, studi parameter histologis dan stabilitas parameter formulasi herbal. WHO juga mengatur standarisasi kualitas formulasi obat herbal. Diataranya: 1. Kontrol kualitas obat herbal. Kontrol kualitas ini berkaitan dengan efikasi dari obat herbal, dapat dikatakan status dari kegunaan obat tersebut. Dan secara umum kontrol kualitas ini didasarkan pada; identitas ramuan, kemurnian zat aktif dan uji zat aktif. Hal paling sulit adalah
menentukan zat atau konstituen aktif yang terdapat dalam tumbuhan yang digunakan, terlebih selama ini yang digunakan bukanlah marker yang menjadi standarisasi khasiat melainkan bagian dari tumbuhan saja. Padahal perubahan fisik dapat merubah hasil identifikasi. 2. Stabilitas dan masa simpan. Stabilitas dan masa simpan ini berkaitan dengan prosedur pelaksanaan yang sesuai sehingga dapat meminimalisir kerusakan yang terjadi ketika masa pembuatan. Bahan tanaman mentah juga mempengaruhi stabilitas dan masa simpan karena kontaminasi bahan dengan senyawa-senyawa yg dapat merusak bahan maka akan menurunkan kualitas serta konsistensi senyawa pada bahan baku. Stabilitas juga bisa dipertahankan dengan menyimpan obat jadi dalam ruangan,suhu, kemasan,pH serta kelembaban yang cocok.
3. Kajian keamanan Secara umum kajian keamanan didasarkan atas pemakaian empiris jarang sekali melihat efek penggunaan jangka panjang, oleh karena itu kajian keamanan menjadi penting dengan meliputi evaluasi efek racun obat, toksisitas obat herbal secara farmakologi. Standarisasi obat herbal membutuhkan penerapan GMP (good manufacturing practices) hal ini masuk dalam metode konvesional untuk standarisasi obat herbal. Metode konvensional ini juga membutuhkan penelitian dari berbagai parameter; seperti farmakodinamik, farmakokinetik, dosis, stabilitas, masa simpan, evaluasi toksisitas, profil kimia. Ekstraksi adalah proses penarikan,pelarutan, pemisahan senyawa guna mendapat senyawa murninya. Seiring dengan berkembangnya zaman, maka metode pengekstraksian pun memasuki babak penggunaan teknik modern. Seperti ekstraksi fluida superkritis, SFE telah muncul sebagai teknologi yang sangat menjanjikan untuk produksi obat-obatan herbal dan nutraceuticals dengan potensi tinggi dari bahan aktif. Teknik SFE telah ditemukan berguna dalam mengisolasi phytoconstituents yang diinginkan dari ekstrak tanaman. Selanjutnya ada ekstraksi fase padat Teknik SPE diterapkan untuk isolasi analit dari matriks cair dan ekstrak herbal murni. Teknik ini memiliki banyak keuntungan seperti: pemulihan tinggi analit,
konsentrasi analit, pemurnian ekstrak, kemampuan untuk secara bersamaan mengekstrak analit tinggi rentang polaritas, kemudahan otomatisasi, kompatibilitas dengan analisis instrumental dan pengurangan dalam pelarut organik di bandingan dengan lebih persiapan sampel teknik tradisional. Jika ditarik kesimpulan maka standarisasi obat herbal meliputi; uji invitro, biologi, kimia, fisik serta botani (makroskopik dan mikroskopik). Sedangkan teknik ekstraksi bisa dilakukan dengan; ekstraksi liquid superkritis, ekstraksi fase padat, ekstraksi yg dibantu microwave, counter ekstraksi, ekstraksi tidur. Dan untuk teknik kromatografi dpat dilakukan dengan; kromatografi kertas, kromatografi lapis tipis, k.kolom, k.kapiler, HPLC, NMR, GC-MS dll.
Pertanyaan! 1. Apa yang dimaksud dengan standarisasi? Jawab: standarisasi adalah proses dalam menetapkan atau merumuskan dan merevisi standar yang dilaksanakan secara tertib. Standar adalah sesuatu yang dibakukan dan disusun berdasarkan konsesus semua pihak terkait dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan , keamanan , keselamatan lingkungan berdasarkan pengalaman, perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang sebesar-besarnya. 2. Apa yang dimaksud dengan marker? Senyawa penanda merupakan senyawa yang terdapat dalam bahan alam dan dideteksi untuk keperluan khusus (contoh untuk tujuan identifikasi atau standardisasi) melalui penelitian (Patterson, 2006). Senyawa atau zat penanda juga dapat dipakai untuk menandai atau sebagai senyawa identitas suatu simplisia tanaman tertentu. Untuk memenuhi syarat ini, zat atau senyawa tersebut tidak dimiliki oleh simplisia tanaman lain (Sutrisno, 1986). 3. Bagaimana pengujian standarisasi obat bahan alam? Direktorat Jenderal Pengawasan Obat & Makanan Republik Indonesia telah mengembangkan kerangka tahap pengujian Obat Bahan Alam (OBA) Indonesia (Uji Kemanfaatan), yang meliputi: 1. Tahap pemilihan. 2. Tahap uji penyaringan biologik (efek farmakologi & toksisitas akut). 3. Tahap penelitian farmakodinamik. 4. Tahap uji toksisitas lanjut (uji toksisitas sub-akut, kronik & berbagai uji toksisitas khusus). 5. Tahap pengembangan sediaan & standarisasi. 6. Tahap pengujian klinik pada manusia.
4. Apa saja yang mempengaruhi mutu ekstrak? Mutu ekstrak dipengaruhi oleh bahan asal/simplisia, karenaya sebelum diproses menjadi ekstrak, simplisia/bahan awal yang akan diekstraksi harus pula distandarisasi. Dua faktor yang mempengaruhi mutut simplisia adalah faktor biologi dan kimia. Faktor Biologi meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Identitas jenis (spesies), jenis tumbuhan dari sudut keragaman hayati dapat dikonfirmasikan sampai informasi genetika sebagai faktor internal untuk validasi jenis. 2. Lokasi tumbuhan asal. Lokasi merupakan faktor eksternal, yaitu lingkungan dimana tumbuhan bereaksi bisa berupa energi (cuaca, temperatur, cahaya) dan materi (air, senyawa organik dan anorganik) 3. Periode pemanenan hasil tumbuhan. Pemanenan yang dilakukan tidak pada waktunya bisa mempengaruhi kendungan senyawa. 4. Penyimpanan bahan tumbuhan. Ruang atau wadah yang digunakan untuk menyimpan bisa mempengaruhi mutu senyawa tanaman. 5. Umur tanaman dan bagian yang digunakan. Hal ini sangat menentukan keberadaan senyawa kimia seperti klorofil yang terdapat di daun. Faktor Kimia meliputi beberapa hal, yaitu: 1. Faktor internal seperti jenis, komposisi, kualitatif dan kuantitatif serta kadar total rerata senyawa aktif dalam bahan. 2. Faktor eksternal seperti metode ekstraksi, perbandinga ukuran alat ekstraksi, kekerasan dan kekeringan bahan, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat dan kandungan pestisida.