Anda di halaman 1dari 12

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Nama lengkapnya adalah Abu Ali al-Husyn ibn Abdullah.

Penyebutan nama ini telah menimbulkan pebedaan pendapat di kalangan para ahli sejarah. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa nama tersesut diambil dari bahasa latin, Avin Sina, dan sebagian yang lain mengatakan bahwa nama tersebut diambil dari kata Al-Shin yang dalam bahasa Arab berarti Cina. Selain itu ada juga pendapat yang mengatakan bahwa nama tersebut dihubungkan dengan nama tempat kelahirannya, yaitu Afshana. Tampilnya Ibnu Sina selain sebagai ilmuwan yang terkenal didukung oleh tempat kelahirannya sebagai ibu kota kebudayaan, dan orang tuanya yang dikenal sebagai pejabat tinggi, juga karena kecerdasannya yang luar biasa. Sejarah mencatat, bahwa Ibnu Sina melalui pendidikannya pada usia lima tahun di kota kelahirannya Bukhara. Pengetahuan yang pertama kali ia pelajari ialah membaca al-quran. Setelah itu ia melanjutkan dengan mempelajari ilmu-ilmu agama islam seperti tafsir, fiqh, ushuluddin dan lain-lain. Berkat ketekunan dan kecerdasannya, ia berhasil menghafal al-quran dan menguasai berbagai cabang ilmu keislaman pada usia yang belum genap sepuluh tahun. Bertolak dari latar belakang Ibnu Sina ini, maka penulis tertarik untuk membahas dalam sebuah makalah dengan judul: Ibnu Sina. B. Rumusan Masalah Berdasarkan pembahasan pada latar belakang masalah, maka rumusan masalah dalam makalah ini adalah: 1. Bagaimana riwayat hidup Ibnu Sina? 2. Bagaimana konsep pendidikan menurut Ibnu Sina?

BAB II PEMBAHASAN A. Riwayat Hidup Ibnu Sina Abu Ali al-Husayn bin Abdulllah bin Sina (980-1037 M) atau yang secara umum dikenal dengan nama Ibnu Sina atau Avicenna (bahasa Latin yang terdistorsi dari bahasa Hebrew Aven Sina) adalah seorang ensiklopedis, filsuf, fisiologis, dokter, ahli matematika, astronomer dan sastrawan. Bahkan, di beberapa tempat ia lebih terkenal sebagai sastrawan dari pada seorang filsuf. Dia adalah ilmuwan dan filsuf muslim yang sangat terkenal dan salah seorang ilmuwan dan filsuf terbesar sepanjang masa. Diakui oleh semua orang bahwa pikirannya merepresentasikan puncak filsafat Arab. Dia dipanggil oleh orang Arab dengan sebutan saf-Syaikh ar-Rais.1 Dia dilahirkan di Afsanah, Bukhara, Transoxiana (Persia Utara). Dia mengajar kedokteran dan filsafat di Isfahan, kemudian tinggal di Teheran. Dia adalah seorang dokter ternama, di mana mulai abad ke-12 sampai ke-17, bukunya dalam bidang pengobatan, Qanun fi ath-Thibb, menjadi rukukan berbagai universitas Eropa.2 Ibnu Sina memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ia hafal Al-Quran 30 juz pada usia 10 tahun. Lalu, di usianya yang masih sangat muda, 16 tahun, dia sudah menguasai berbagai cabang ilmu. Di antaranya adalah filsafat, hukum, logika, matematika, fisika, politik, dan kedokteran. Ilmu kedokteran dikuasainya hanya dalam waktu satu setengah tahun tanpa bimbingan guru. Tepat pada usia 18 tahun, ia sudah berpraktik sebagai dokter. Nama Ibnu Sina mulai dikenal luas, sejak ia berhasil menyembuhkan penyakit Raja Nuh bin Mansyur, penguasa Dinasti Samaniah. Sebagai imbalannya, Raja Nuh bin Mansyur menawari Ibnu SIna menjadi dokter Istana dan dijamin hidup mewah, namun Ibnu Sina menolak. Ia hanya minta diperbolehkan untuk membaca buku di perpustakaan istana. Setelah melahab
Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, Pembuka Pintu Gerbang Barat Modern, (Yogyakarta: LKiS, 2004), hal. 89. 2 Ahmad Zainul Hamdi, Opcit, hal. 89-90.
1

habis buku di perpustakaan itu, ilmu Ibnu Sina semakin berkembang. Inilah awal kebakaran dan kekuasaan ilmu Ibnu Sina.3 Buku berjudul Qanun fi ath-Thibb (Canon of Medicine) disebut sebagai buku yang menjadi patokan tentang ilmu kedokteran di Eropa dan Cina. Bahkan sampai sekarang, buku tersebut merupakan dasar dan sumber rujukan bagi ilmu kedokteran modern. Di Eropa, buku itu menjadi rujukan utama dalam pengajaran di fakultas-fakultas kedokteran hingga abad ke tujuh belas, atau terpakai sebagai sebagai rujukan utama hampir enam abad. Sampai-sampai dikatakan buku ini menjadi buku suci kedokteran paling lama dibandingkan dengan buku-buku kedokteran lain.4 Buku tersebut memang menjadi fenomena di dunia kedokteran, tidak hanya di Arab, tapi juga di Eropa ketika mengalami masa renaissance (pencerahan). Teks aslinya dicetak di Roma, Italia pada tahun 1593 M. Pada 30 tahun terakhir abad ke-15, buku ini telah diterjemahkan ke bahasa Latin dan Hebrew, serta mengalami cetak ulang sebanyak 15 kali. Tahun 1150-1187 buku ini diterjemahkan ke bahasa Inggris. Menyusul kemudian Gerrard dan Cremona yang menerjemahkan buku itu ke beberapa bahasa, seperti Prancis, Spanyol, Italia, dan lain sebagainya.5 Pendidikan Ibnu Sina sendiri sebenarnya ditempuh dalam waktu sangat singkat. Mula-mula ia didik oleh ayahnya sendiri. Setelah dirasa cukup umur, ia dibolehkan untuk berguru pada orang lain. Sering kali Ibnu Sina dapat menyelesaikan soal yang tidak dapat diselesaikan oleh gurunya. Saat usianya enam tahun. Ia membantu Abu Bakr al-Khawarizmi, gurunya yang sudah tua untuk menuliskan sebagian isi bukunya. Kehidupan Ibnu Sina banyak dihabiskan untuk mengembara dan menuntut ilmu. Ia merupakan orang yang sangat haus akan ilmu. Yang menarik adalah kebanyakan ilmunya dipelajari secara autodidak, yaitu belajar

Badiatul Muchlisin Asti & Junaidi Abdul Munif, 105 Tokoh Penemu & Perintis Dunia, (Jakarta: Narasi, 2009), hal. 136. 4 Ibid, hal. 135. 5 Ibid.

sendiri tanpa didampingi guru. Selain itu, ia juga mengajar di sekolah kuno yang terletak di Isfahan, Iran. Sina memulai pengembaraannya dari Jurjan. Ini dilakukan setelah kematian ayahnya, dan bertemu dengan sebayanya yang sangat dikenal di masa itu, yakni Abu Raihan Al-Birruni. Lalu ia berpindah ke negeri Rayy dan menuju Hamadan. Di Hamadan ini ia menulis buku fenomenalnya Al-Qanun fi Ath-Thibb. Di kota ini pula, ia menyembuhkan Raja Hamadan, Shams AlDaulah, dari penyakit perut kronis. Dari Hamadan kemudian ia berpindah ke Isfahan (sekarang Iran) yang menjadi tempat untuk menyelesaikan risalahrisalah monumentalnya.6 Ibnu Sina adalah dokter yang pertama kali memperkenalkan tentang hubungan kesehatan dengan makanan, minuman, temperatur, suhu, gerak, tidur, dan kerja. Kalau semua itu tidak seimbang, akan mengakibatkan gangguan kesehatan. Lebih baik mencegah dari pada mengobati, sudah diterapkan Ibnu Sina. Dalam mengobati penyakit pun Ibnu Sina tidak semata menggunakan aspek medis saja, tapi juga spiritual yang akan membantu menyembuhkan penyakit seseorang. Ibnu Sina memperkenalkan metode sterilisasi dengan menyembuhkan luka (disinfection), dan perintis penanganan penyakit syaraf (neurastenia). Ibnu Sina menyerap berbagai ilmu dari beberapa orang guru, antara lain Abu Bakar Ahmad bin Muhammad al-Barqi al-Khawarizmi untuk bahasa, Islamil al-Zahid untuk fikih, Abu Sahl al-Masihi dan Abu Manshur al-Hasan bin Nuh untuk kedokteran, di samping belajar secara autodidak. Ia juga belajar aritmetika dari Ali Natili, seorang sufi Islamaili berkebangsaan India.7 Setidaknya ada tiga julukan yang diberikan orang-orang pada Ibnu Sina, yaitu Guru Para Raja, Pangeran para Dokter, dan Raja Obat. Ia juga menulis buku yang membahas tentang psikologi, pertanian, retorika, dan syair yang berjudul Asy-Syifa. Semuanya ada 18 jilid. Dalam bahasa Latin disebut
RA. Gunadi & M. Shoelhi, Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, (Jakarta: Republika, 2003), hal. 70. 7 Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam, (Jakarta: Narasi, 2008), hal. 150
6

Sanatio atau Sufficients. Naskah aslinya masih tersimpan di perpustakaan Oxford University, London, Inggris. Ibnu Sina merawat banyak pasien tanpa meminta bayaran, karya kedua Ibnu Sina adalah ensiklopedi yang monumental Kitab Asy-Syifa, (The Book of Recovery of The Book of Remedy), atau buku tentang penemuan, atau tentang penyembuhan. 8 Ibnu Sina wafat pada usia 58 tahun, saat dalam perjalanan dengan pemimpin Isfahan. Ia dimakamkan di Hamadhan, Iran. Ada kurang lebih 267 karya tulis yang dihasilkannya. Dalam perayaan seribu tahun kematiannya di Teheran, Iran, ia dinobatkan sebagai Father of Doctor (Bapak para Dokter). Ibnu Sina adalah seorang ilmuwan yang akan terus dikenang sepanjang masa.9 B. Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Sina Ada beberapa konsep pendidikan Ibnu Sina di antaranya adalah: 1. Tujuan Pendidikan Tujuan pendidikan menurut Ibnu Sina, yaitu: a. Diarahkan kepada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki seseorang menuju perkembangan yang sempurna baik perkembangan fisik, intelektual maupun budi pekerti. b. Diarahkan pada upaya dalam rangka mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bersama-sama di masyarakat dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya disesuaikan dengan bakat, kesiapan, kecenderungan dan potensi yang dimilikinya. Sedangkan tujuan pendidikan yang bersifat jasmani yang tidak boleh ditinggalkan yaitu pembinaan fisik dan segala sesuatu yang berkaitan dengannya seperti olah raga, tidur, maka, minum, dan menjaga kebersihan. Dengan pendidikan jasmani diharapkan terbinanya

pertumbuhan fisik siswa anak yang cerdas otaknya. Melalui pendidikan budi pekerti anak diharapkan membiasakan diri berlaku sopan santun
Riyadi, Peran Ajaran dan Pemikiran Islam dalam Bidang Kesehatan, artikel Gizi dan KIA, Departemen Kesehatan RI, 2013, hal. 7-8. 9 Badiatul Muchlisin Asti & Junaidi Abdul Munif, Opcit, hal. 137.
8

dalam pergaulan hidup sehari-hari. Adapun pendidikan kesenian diharapkan seorang anak dapat mempertajam perasaannya dan

meningkatkan daya khayalnya. Kemudian Ibnu Sina mengemukakan tujuan pendidikan yang bersifat keterampilan, yang artinya mencetak tenaga pekerja yang profesional. Dari beberapa tujuan pendidikan tersebut di atas, kalau

dihubungkan antara yang satu dengan yang lainnya menunjukkan bahwa Ibn Sina memiliki pola pemikiran tentang tujuan pendidikan yang bersifat hirarkis-struktural. Maksudnya tujuan pendidikan yang bersifat universal juga bersifat kurikuler (perbidang studi) dan bersifat operasional. Pandangan tentang insan kamil yaitu manusia yang terbina seluruh potensinya secara seimbang dan menyeluruh. Faktor yang mempengarui terhadap tujuan pendidikan pada bidang keahliannya adalah situasi masyarakat yang sudah maju dan terspesialisasi dan pandangan filsafat. 2. Kurikulum Menurut Crow bahwa kurikulum adalah rancangan pengajaran yang isinya sejumlah mata pelajaran yang disusun secara sistematis yang diperlukan sebagai syarat untuk menyelesaikan suatu program pendidikan tertentu. Sedangkan menurut Ibn Sina, kurikulum didasarkan pada tingkat perkembangan usia anak didik, seperti mata pelajaran olah raga, budi pekerti, kebersihan, seni suara dan kesenian, ini semua untuk anak usia 3 sampai 5 tahun. Mengenai mata pelajaran olah raga yang dipengaruhi oleh pandangan psikologis yang dapat diketahui dari perkembangan usia, dan bakat, sehingga dapat diketahui mana yang lebih banyak dilatih olah raga yang memerlukan fisik yang kuat serta keahlian dan mana olah raga yang tergolong ringan, cepat, lambat dan sebagainya. Namun yang dimasukkan

ke dalam keu adalah olah raga adu kekuatan, gulat, meloncat, jalan cepat, memanah, berjalan dengan satu kaki dan mengendarai unta. Selanjutnya kurikulum anak berusia 6 sampai 14 tahun adalah mencakup pelajaran membaca, menghafal Al-Quran, pelajaran agama, syair, dan olah raga. Kurikulum untuk usia 14 tahun ke atas dibagi menjadi mata pelajaran yang bersifat teoritis dan praktis. Adapun yang bersifat teoritis adalah ilmu fisika, ilmu matematika, ilmu ketuhanan. Mata pelajaran yang bersifat praktis adalah ilmu akhlak yang mengkaji tentang cara pengurusan tingkah laku seseorang, baik ilmu pengurusan rumah tangga, ilmu politik, berdagang, dan ilmu keprofesian. Jadi konsep kurikulum Ibn Sina ada 3 ciri, yaitu: a. Kurikulum tidak terbatas pada menyusun jumlah mata pelajaran, melainkan tujuan, kapan mata pelajaran diajarkan, aspek psikologis, dan keahlian yang akan dipilihnya. Sehingga siswa merasa senang mempelajari suatu ilmu. b. Strategi penyusunan yang bersifat pragmatis fungsional (marketting Oriented). Sehingga setiap lulusan pendidikan dapat difungsikan dalam masyarakat. c. Strategi pembentukan kurikulum sebagaimana yang dilakukan dalam mempelajari berbagai ilmu dan keterampilan. 3. Metode Pengajaran Konsep ini dalam setiap pembahasan materi pelajaran selalu membicarakan tentang bagaimana cara mengajarkan kepada anak didik yang disesuaikan dengan psikologis anak. Ibnu Sina berpandangan bahwa suatu materi pelajaran tidak dapat dijelaskan dalam satu cara saja kepada anak didik, tapi harus menggunakan berbagai macam cara berdasarkan pada perkembangan psikologisnya. Sehingga penyampaian materi pelajaran pada anak sesuai baik sifat materi pelajaran maupun metode yang akan diajarkan. Menurut Ibnu Sina ada beberapa metode pengajaran di antaranya:

a. Metode Talqin yaitu metode mengajarkan membaca Al-Qur'an dengan cara

memperdengarkan bacaan Al-Qur'an sebagian demi sebagian, dan menyruh anak untuk mengulangi bacaan dengan perlahan-lahan hingga hafal. Metode ini melibatkan guru dan murid dimana murid diperintah untuk membimbing teman-temannya yang masih tertinggal, istilah sekarang adalah tutor sebaya. b. Metode Demonstrasi Yaitu metode cara mengajar meulis dengan mencontoh tulisan huruf hijaiyah di depan murid, kemudian guru menyuruh murid untuk mendengarkannya yang dilanjutkan dengan mendemonstrasikan cara menulis. c. Metode Pembiasaan dan Teladan Adalah metode pengajaran yang sangat efektif, khususnya

mengajarkan akhlak dengan cara pembiasaan dan teladan yang disesuaikan dengan psikologis anak. d. Metode Diskusi Adalah metode cara penyajian pelajaran dimana siswa diberi pertanyaan yang bersifat problematis untuk dipecahkan bersama. Diharapkan dengan metode ini mendapatkan pengetahuan yang bersifat rasional dan terotis, sehingga tidak hanya mengajarkan metode ceramah saja yang akibatnya para siswa akan tertinggal jauh dari perkembangan ilmu pengetahuan. e. Metode Magang Adalah metode yang menggabungkan antara teori dan praktek yang nantinya akan menimbulkan manfaat ganda yaitu disamping para siswa mahir dalam suatu bidang ilmu tertentu, juga akan mendatangkan keahlian dalam bekerja atau memiliki kemampuan (skill). f. Metode Penugasan Adalah metode cara penyajian bahan pelajaran dimana guru memberikan tugas ajar. Siswa dapat melakukan kegiatan belajar,

sehingga siswa diharapkan dapat memecahkan problem setelah guru menerangkan terlebih dahulu, dalam hal ini sejauh mana siswa dapat memahami materi pelajaran yang telah diajarkan oleh guru. 4. Konsep Guru Konsep ini membicarakan tentang guru yang baik. Menurutnya guru yang baik adalah guru yang berakal cerdas, beragama, tahu cara mendidik akhlak, cakap mendidik, berpenampilan tenang, jauh dari olokolokan muridnya, tidak bermuka masam, sopan, santun, bersih dan suci murni, sebaiknya dari kaum pria yang terhormat dan menonjol budi pekertinya, telaten dalam mendidik anak, sabar dalam membimbing anak, adil, hemat dalam menggunakan waktu, gemar bergaul dengan anak-anak, mengutamakan kepentingan umum dari pada kepentingan pribadi dan lainlain. Dengan demikian yang ditekankan pada guru selain kompetensinya juga berperilaku baik. Hal ini diambil dari kepribadian dari Ibn Sina sendiri. 5. Konsep Hukuman dalam Pengajaran Dalam konsep ini Ibnu Sina sangat hati-hati dalam memberikan hukuman karena ia sangat menghargai martabat manusia, hukuman diperlukan jika dalam keadaan terpaksa. Atas dasar kemanusiaan ia membatasi hukuman tersebut, serta membolehkan pelaksanaan hukuman dengan cara yang ekstra hati-hati hal ini dalam keadaan tidak normal. Sedangkan dalam keadaan normal hukuman tidak boleh dilakukan. 10

Pustaka Azam Blogspot, Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Sina, http://pustakaazham.blogspot.com/2012/05/konsep-pendidikan-menurut-ibnu-sina.html, Diakses pada 12 Maret 2014.

10

10

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan Abu Ali al-Husayn bin Abdulllah bin Sina (980-1037 M) atau yang secara umum dikenal dengan nama Ibnu Sina atau Avicenna (bahasa Latin yang terdistorsi dari bahasa Hebrew Aven Sina) adalah seorang ensiklopedis, filsuf, fisiologis, dokter, ahli matematika, astronomer dan sastrawan. Dia dilahirkan di Afsanah, Bukhara, Transoxiana (Persia Utara). Ibnu Sina memiliki kecerdasan yang luar biasa. Ia hafal Al-Quran 30 juz pada usia 10 tahun. Lalu, di usianya yang masih sangat muda, 16 tahun, dia sudah menguasai berbagai cabang ilmu. Konsep pendidikan menurut Ibnu Sina di antaranya adalah adanya tujuan pendidikan, kurikulum, metode pengajaran, guru yang baik dan yang terakhir adalah konsep hukuman dalam proses pembelajaran.

11

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Zainul Hamdi, Tujuh Filsuf Muslim, Pembuka Pintu Gerbang Barat Modern, Yogyakarta: LKiS, 2004. Badiatul Muchlisin Asti & Junaidi Abdul Munif, 105 Tokoh Penemu & Perintis Dunia, Jakarta: Narasi, 2009. Muhammad Sholikhin, Filsafat dan Metafisika dalam Islam, Jakarta: Narasi, 2008. RA. Gunadi & M. Shoelhi, Dari Penakluk Jerusalem hingga Angka Nol, Jakarta: Republika, 2003. Riyadi, Peran Ajaran dan Pemikiran Islam dalam Bidang Kesehatan, artikel Gizi dan KIA, Departemen Kesehatan RI, 2013. Pustaka Azam Blogspot, Konsep Pendidikan Menurut Ibnu Sina, http://pustakaazham.blogspot.com/2012/05/konsep-pendidikan-menurutibnu-sina.html, Diakses pada 12 Maret 2014.

12

Anda mungkin juga menyukai