Isolasi Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq yang Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi
Sofa Fajriah, Akhmad Darmawan, Andini Sundowo dan Nina Artanti Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahun Indonesia Kawasan Puspitek, Serpong 15314
Abstrak. Benalu adalah tumbuhan semi-parasit. Keunikan benalu adalah di satu pihak dianggap sebagai tumbuhan yang mengganggu karena sifat parasitnya pada tumbuhan komersial seperti teh dan tumbuhan penghasil buah-buahan, tetapi di lain pihak benalu dianggap sebagai tumbuhan yang bermanfaat karena potensinya sebagai tumbuhan obat. Di Indonesia, benalu sudah lama dikenal sebagai obat antikanker tradisional, selain itu benalu juga digunakan untuk obat batuk, diuretik dan perawatan setelah melahirkan. Selain benalu teh, benalu mangga dan benalu dari pohon buah lainnya juga dikenal sebagai obat kanker alternatif. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif sehingga potensi benalu sebagai bahan baku obat dapat lebih dikembangkan. Dalam penelitian ini dilakukan isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak etil asetat daun benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq yang tumbuh pada inang lobi-lobi. Ekstrak etil asetat dipisahkan dengan kromatografi cair vakum menggunakan eluen bergradien n-heksana, etil asetat, dan metanol. Fraksi yang diperoleh dianalisis dengan kromatografi lapis tipis dan disemprot dengan DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidannya. Diperoleh 3 fraksi yang menunjukkan aktivitas antioksidan yang baik, yaitu F1, F10, dan F11. F1 diisolasi lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan menggunakan fasa gerak 100% n-heksana,, n-heksana-etil asetat (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 8%, dan 10% n-heksana dalam etil asetat) diperoleh fraksi F1.1 yang aktif setelah disemprot menggunakan DPPH. Selanjutnya F1 diidentifikasi menggunakan FT-IR, dan GC-MS. Analisis dengan GC-MS menunjukkan bahwa di dalam senyawa tersebut terdapat fragmen neophytadiene. Kata kunci: Benalu, Dendrophtoe, DPPH, anti oksidan
Pendahuluan Indonesia kaya akan berbagai keanekaragaman hayati yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai obat atau bahan baku obat. Survey tentang obat di Amerika Serikat yang diakui oleh Food and Drug Administration AS pada periode 1983-1994 menunjukkan bahwa 157 dari 520 (30%) jenis obat berasal dari bahan alam atau turunannya, dimana 61% senyawa antikanker yang diakui juga berasal dari bahan alam atau turunannya. Di dunia terdapat 119 senyawa yang digunakan sebagai obat yang berasal dari 90 species tumbuhan, dimana 77%-nya ditemukan sebagai hasil penelitian tumbuhan yang didasarkan pemakaiannya secara Hal tersebut tradisional (etnomedikal).1 menunjukkan besarnya peran dan potensi bahan alam/keanekaragaman hayati dalam proses pencarian dan pengembangan bahan obat. Penyakit degeneratif seperti kanker, diabetes dan penyakit jantung dapat diakibatkan oleh adanya radikal bebas yang berlebihan dalam tubuh, dan konsumsi
antioksidan tambahan dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit-penyakit tersebut.2 Antioksidan adalah senyawa yang dapat menghambat laju oksidasi atau menetralisir radikal bebas. Di Indonesia sebenarnya ada berbagai spesies benalu3 tetapi masyarakat umum lebih mengenal benalu berdasarkan tumbuhan inang tempat tumbuhnya seperti benalu teh, benalu duku, benalu mangga dan lain-lain.4 Keunikan benalu adalah di satu pihak dianggap sebagai tumbuhan yang mengganggu karena sifat parasitnya pada tumbuhan komersial seperti teh dan tumbuhan penghasil buah-buahan, tetapi di lain pihak benalu dianggap sebagai tumbuhan yang bermanfaat karena potensinya sebagai tumbuhan obat. Secara tradisional benalu digunakan antara lain sebagai obat batuk, kanker, diuretik, penghilang nyeri dan perawatan setelah persalinan.4,5,6,7 Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian yang lebih intensif sehingga potensi benalu sebagai bahan baku obat dapat lebih dikembangkan.
Dibandingkan dengan benalu teh, belum banyak penelitian dilakukan pada benalu belimbing, mangga, dan benalu pada inang lainnya. Dalam penelitian ini dilakukan isolasi senyawa antioksidan dari ekstrak etil asetat daun benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq yang tumbuh pada inang lobi-lobi. Percobaan Bahan dan peralatan. Bahan uji yang digunakan adalah daun benalu D. pentandra yang tumbuh pada inang lobi-lobi yang diperoleh dari kawasan Puspiptek, Serpong,Tangerang Banten. Material benalu dideterminasi di Herbarium Bogoriense LIPI, Bogor. Ekstraksi daun benalu lobi-lobi D. Pentandra. 461,4 g daun benalu lobi-lobi D. pentandra di maserasi dengan n-heksana, etil asetat, dan metanol. Masing-masing ekstrak dievaporasi sampai diperoleh ekstrak dengan berat konstan. Fraksionasi ekstrak etil asetat. 5 g ekstrak etil asetat dikromatografi cair vakum menggunakan eluen bergradien menggunakan n-heksana, etil asetat, dan metanol. Fraksi yang diperoleh dianalisis dengan kromatografi lapis tipis dan disemprot dengan DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidannya. Fraksi yang aktif dipisahkan lebih lanjut menggunakan kromatografi kolom gravitasi menggunakan eluen 100% nheksana,, n-heksana-etil asetat (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 8%, dan 10% n-heksana dalam etil asetat) hingga diperoleh fraksi yang lebih murni dan aktif. Analisis menggunakan FT-IR dan GC-MS. Fraksi yang lebih murni dan aktif ini dianalisis menggunakan FT-IR dan GC-MS untuk mengetahui senyawa yang terdapat dalam isolat. Uji antioksidan. Uji antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode DPPH free scavenging activity8 yang dimodifikasi.9 Sampel dilarutkan dalam metanol (konsentrasi 10-100 ppm), direaksikan dengan 0,2 mM DPPH, diinkubasi selama 30 menit pada suhu ruang, kemudian diukur absorbansinya pada panjang gelombang 515 nm. Aktivitas antioksidan dihitung sebagai persentase inhibisi terhadap DPPH (persentase scavenging effect), yaitu : % inhibisi = [1-(absorban sampel/absorban blanko)] x 100%. Nilai IC50 adalah konsentrasi sampel yang diperlukan untuk memberikan % inhibisi sebesar 50%. Hasil dan Pembahasan Penelitian ini dilakukan untuk mengisolasi senyawa antioksidan dari ekstrak etil asetat daun
benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq yang tumbuh pada inang lobi-lobi, dan diharapkan diperoleh senyawa selain kuersitrin yang merupakan senyawa marker dalam tumbuhan Loranthaceae. Dari skrining awal uji fitokimia (Tabel 1) diperoleh hasil bahwa untuk ekstrak metanol dan etil asetat mempunyai kandungan senyawa yang sama, sedangkan pada ekstrak heksana, pengujian terhadap kandungan flavonoid, tanin, kuinon, dan saponin sulit diidentifikasi dikarenakan ekstrak heksana tidak larut dalam air. Dari hasil uji antioksidan (Tabel 2) dengan metode DPPH menggunakan spektrometer UV/Vis diperoleh hasil bahwa ekstrak etil asetat benalu lobi-lobi lebih aktif dibandingkan dengan ekstrak metanol, sehingga ekstrak etil asetat ini dipisahkan lebih lanjut, dan diharapkan diperoleh senyawa selain kuersitrin.
Tabel 1. Hasil uji fitokimia ekstrak daun benalu lobilobi Dendrophthoe pentandra L. Miq
Jenis Uji Ekstrak Heksana Benalu Lobi-lobi Ekstrak Etil Asetat Benalu Lobi-lobi Ekstrak Metanol Benalu Lobi-lobi
+ + + + -
+ + + + -
Tabel 2. Uji antioksidan dengan metode DPPH menggunakan spektrometer UV/Vis dari beberapa benalu Jenis benalu IC50 (ppm)*
Vit.C (Standar) 6.89 Benalu Lobi-lobi Ekstrak metanol 25.40 Benalu Lobi-lobi Ekstrak etil asetat 17.60 Benalu Lobi2 Ekstrak heksana >200 Benalu Nangka Macrosolen 33.07 Benalu Srikaya 30.81 Benalu Belimbing 74.34 Saraca Indica Macrosolen 45.28 Benalu Nangka Ranting 35.67 *IC50: konsentrasi sampel yang diperlukan untuk memberikan % inhibisi sebesar 50%. Ekstrak dinyatakan aktif jika IC50<100 ppm
18
Isolasi Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Etil Asetat Daun Benalu Dendrophthoe pentandra L. Miq yang Tumbuh pada Inang Lobi-Lobi
Tabel 3. Eluen bergradien kolom kromatografi cair vakum (KCV) No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 Eluen Perbandingan Keterangan 100% n-heksan 90 : 10 n-heksan : etil asetat 80 : 20 n-heksan : etil asetat 70 : 30 n-heksan : etil asetat 60 : 40 n-heksan : etil asetat 50 : 50 n-heksan : etil asetat 40 : 60 n-heksan : etil asetat 30 : 70 n-heksan : etil asetat 20 : 80 n-heksan : etil asetat 10 : 90 n-heksan : etil asetat 100% etil asetat 97 : 03 etil asetat : metanol 95 : 05 etil asetat : metanol 93 : 07 etil asetat : metanol 90 : 10 etil asetat : metanol 85 : 15 etil asetat : metanol No 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 Eluen Perbandingan Keterangan 80 : 20 etil asetat : metanol 75 : 25 etil asetat : metanol 70 : 30 etil asetat : metanol 65 : 35 etil asetat : metanol 60 : 40 etil asetat : metanol 55 : 45 etil asetat : metanol 50 : 50 etil asetat : metanol 45 : 55 etil asetat : metanol 40 : 60 etil asetat : metanol 35 : 65 etil asetat : metanol 30 : 70 etil asetat : metanol 25 : 75 etil asetat : metanol 15 : 85 etil asetat : metanol 5 : 95 etil asetat : metanol 100 % metanol
Sebanyak 5,009 gram ekstrak etil asetat difraksionasi menggunakan kromatografi cair vakum (KCV) dengan elusi bergradien sebagai berikut:Fraksi hasil kromatografi cair vakum di Kromatografi lapis Tipis dengan menggunakan eluen yang sesuai. Adapun hasilnya sebagai berikut:
Kesebelas fraksi hasil KCV disemprot dengan DPPH untuk mengetahui aktivitas antioksidan, dengan hasil sebagai berikut:
Aktif tinggi: Fraksi 1, 10, 11 Dipisahkan lebih lanjut Aktif sedang: Fraksi 3, 6, 7, 8, 9 Aktif rendah: Fraksi 2, 4, 5
Gambar 1. KLT dari hasil kromatografi cair vakum dengan Penampak bercak 10% asam sulfat pekat dalam etanol dengan pengembang: A = heksan:etil asetat (1:1); B = heksan:etil asetat (3:7); C = etil asetat:metanol (9:1); D = etil asetat:metanol (8:2); E = etil asetat:metanol (7:3); F = etil asetat:metanol (3:7)
Fraksi 1 hasil KCV ini dipisahkan kembali dengan menggunakan kromatografi kolom gravitasi dengan menggunakan e fasa gerak 100% n-heksana,, n-heksana-etil asetat (1%, 2%, 3%, 4%, 5%, 8%, dan 10% n-heksana dalam etil asetat) diperoleh fraksi F1.1 yang aktif setelah disemprot menggunakan DPPH. Selanjutnya F1.1 diidentifikasi menggunakan FT-IR (Gambar 2), dan GC-MS (Gambar 3). Dari interpetasi FT-IR (Tabel 4) diperoleh data bahwa dalam F1.1 terdapat gugus alkana, alkena, dan hidroksil. Analisis dengan GC-MS menunjukkan bahwa di dalam senyawa tersebut terdapat fragmen neophytadiene.
19
Kesimpulan Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa terdapat senyawa lain selain kuersitrin. Berdasarkan hasil analisis FT-IR, dalam fraksi F1.1 terdapat gugus fungsi alkana, alkena, dan hidroksil. Analisis dengan GC-MS menunjukkan bahwa di dalam senyawa tersebut terdapat fragmen neophytadiene dengan berat molekul 278. Untuk memastikan struktur senyawa yang terdapat dalam fraksi F1.1 ini, diperlukan analisis dengan NMR.
Gambar 2. Spektrum Infra merah fraksi F1.1 ekstrak etil asetat benalu lobi-lobi D. Pentandra
Pustaka
1. Cordell, G.A. Biodiversity and drug discoverya symbiotic relationship. Phytochemistry, 2000, 55, 463-380. 2. Yang, J. Lin, H.; Mau J. Antioxidant properties of several commercial mushrooms. Food Chem, 2002, 77, 229-235. 3. Windari, F.I. and Rahajoe, J.S. Keanekaragaman jenis benalu di pulau Jawa. Warta Tumbuhan Obat Indonesia, 1998, 4, 25-29. 4. Pitoyo, S. Mistletoe Horticulture, Control and Utilization. Trubus Agriwidya. 1996 (in Indonesian) 5. PT. EISAI Indonesia. 1995. Indeks Tumbuhtumbuhan obat di Indonesia (Edisi Kedua). 6. Murwani, R.; Subroto, M.A. Modulation of sensitivity of tumor cells (WEHI164) to tumor necrosis factor alpha by Indonesian benalu teh. Indonesia Toray Science Foundation Seminar, Jakarta, 29 January 2001. 7. Ishizu, T., Winarno, H., Tsujno, E., Morita, T. and Shibuya, H. Indonesian Medicinal Plants. XXIV. Stereochemical structure of Perseitol-K+ complex isolated from the leaves of Scurrula fusca (Loranthaceae). Chem. Pharm. Bull, 2002, 50(4), 489-492. 8. Yen G.; Chen, H. Antioxidant activity of various tea extracts in relation to their antimutagenicity. J. Agric. Food Chem.,1995, 43, 27-32. 9. Artanti, N.; Seksiati, R.; Rohman, A.F.; Djamilah; Lotulung, P.D.N.; Hanafi, M.; Kardono,.L.B.S. Study of an Indonesian mistletoe, the Dendrophthoe pentandra(L.) Miq. Grown on Star fruit and Mango as host trees. International Symposium on Biomedicine, Bogor, September 18-19, 2003.
Gambar 3. Spektrum GC-MS F1.1 ekstrak etil asetat benalu lobi-lobi D. Pentandra (atas) dibandingkan dengan data base (bawah). Tabel 4. Interpretasi spektrum infra merah fraksi F1.1 ekstrak etil asetat benalu lobi-lobi D. Pentandra No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Bilangan gelomban g (cm-1) 3319,49 3007.02 2943,37 2833,43 1456,26 1408,04 1332,81 1234,44 1026,13 758,02 Intensi tas Pita lemah lemah lemah lemah lemah lemah lemah lemah sedang kuat Interpretasi Regang -OH (hidroksil) Regang =CH- (CH olifenik) Regang -CH- (CH alifatik) Regang -CH- (CH alifatik) C-H bend (saturated, alkene in-plane) C-H out of plane bend Bending =C-H
20