Anda di halaman 1dari 5

PEMBUBARAN BISNIS Semua Pelaku Bisnis tentu menginginkan bisnis mereka berkembang dengan baik dan berkelanjutan.

Salah satu faktor penting yang menentukan hal tersebut adalah dipatuhi dan dilaksanakannya hukum bisnis dalam suatu perusahaan dengan benar. Pengetahuan tentang hukum bisnis ini tentu tidak hanya monopoli mereka yang memiliki background pendidikan hukum saja, para pelaku bisnis yang tidak memiliki background pendidikan tersebut (non lawyer) juga wajib memiliki pengetahuan hukum bisnis yang memadai sehingga mereka dapat mengambil keputusan-keputusan yang lebih tepat, menjalankan usaha mereka dengan lebih berhati-hati serta menjaga kepentingan perusahaan yang pada akhirnya dapat memberi nilai tambah bagi perusahaan. Akan tetapi, yang juga harus diingat adalah bahwa tidak selamanya bisnis dapat berdiri terus. Ada kalanya suatu bisnis harus dibubarkan. Pembubaran suatu bisnis terjadi karena banyak hal oleh karena itu, dengan mempelajari hukum bisnis kita dapat mengetahui apa penyebab pembubaran bisnis terjadi. Berikut ini adalah contoh pembubaran bisnis pada P.T (Perseroan Terbatas) : Pembubaran P.T. terjadi: Berdasarkan keputusan RUPS. Karena jangka waktu berdirinya yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar telah berakhir. Berdasarkan penetapan pengadilan. Dengan dicabutnya kepailitan berdasarkan putusan pengadilan niaga yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, harta pailit P.T. tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan. Karena harta pailit P.T. yang telah dinyatakan pailit berada dalam keadaan insolvensi sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang. Karena dicabutnya izin usaha P.T. sehingga mewajibkan P.T. melakukan likuidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Dalam hal terjadi pembubaran P.T.: * Wajib diikuti dengan likuidasi yang dilakukan oleh likuidator. * P.T. tidak dapat melakukan perbuatan hukum, kecuali diperlukan untuk membereskan semua urusan P.T. dalam rangka likuidasi. Pembubaran P.T. terjadi karena hukum apabila jangka waktu berdirinya P.T. yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir. Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari setelah jangka waktu berdirinya P.T. berakhir, RUPS menetapkan penunjukan likuidator. Direksi tidak boleh melakukan perbuatan hukum baru atas nama P.T. setelah jangka waktu berdirinya P.T. yang ditetapkan dalam Anggaran Dasar berakhir.

Pengadilan Negeri dapat membubarkan P.T. atas: * Permohonan kejaksaan berdasarkan alasan P.T. kepentingan umum atau P.T. melakukan perbuatan yang peraturan perundang- undangan. melanggar melanggar

* Permohonan pihak yang berkepentingan berdasarkan alasan adanya cacat hukum dalam Akta Pendirian. * Permohonan pemegang saham, Direksi atau Dewan Komisaris berdasarkan alasan P.T. tidak mungkin untuk dilanjutkan. Dalam penetapan pengadilan ditetapkan juga penunjukan likuidator. Pembubaran P.T. tidak mengakibatkan P.T. kehilangan status badan hukum sampai dengan selesainya likuidasi dan pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Sejak saat pembubaran, pada setiap surat keluar P.T. dicantumkan kata dalam likuidasi di belakang nama P.T. Dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pembubaran P.T., likuidator wajib memberitahukan: * Kepada semua kreditor mengenai pembubaran P.T. dengan cara mengumumkan pembubaran P.T. dalam surat kabar dan Berita Negara R.I. * Pembubaran P.T. kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. untuk dicatat dalam Daftar Perseroan bahwa P.T. dalam likuidasi. * Pemberitahuan dalam surat kabar dan Berita Negara R.I. memuat: Pembubaran P.T. dan dasar hukumnya. Nama dan alamat likuidator. Tata cara pengajuan tagihan. Jangka waktu pengajuan tagihan. Jangka waktu pengajuan tagihan adalah 60 hari terhitung sejak tanggal pengumuman Dalam hal pemberitahuan kepada Kreditor dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. belum dilakukan, pembubaran P.T. tidak berlaku bagi pihak ketiga. Dalam hal likuidator lalai melakukan pem- beritahuan kepada Kreditor dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I., likuidator secara tanggung renteng dengan P.T. bertanggung jawab atas kerugian yang diderita oleh pihak ketiga.

*) Kewajiban likuidator dalam melakukan pemberesan harta kekayaan proses likuidasi meliputi pelaksanaan: Pencatatan dan pengumpulan kekayaan dan utang P.T.

P.T.

dalam

Pengumuman dalam surat kabar dan Berita Negara R.I. mengenai rencana pembagian kekayaan hasil likuidasi. Pembayaran kepada para kreditor. Pembayaran sisa kekayaan hasil likuidasi kepada pemegang saham. Tindakan lain yang perlu dilakukan dalam pelaksanaan pemberesan kekayaan.

Likuidator bertanggung jawab kepada RUPS atau pengadilan yang mengangkatnya atas likuidasi P.T. yang dilakukan. Likuidator wajib memberitahukan kepada Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. dan mengumumkan hasil akhir proses likuidasi dalam surat kabar setelah RUPS memberikan pelunasan dan pembebasan kepada likuidator atau setelah pengadilan menerima pertanggungjawaban likuidator yang ditunjuknya. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. mencatat berakhirnya status badan hukum P.T. dan menghapus nama P.T. dari Daftar Perseroan, termasuk karena penggabungan, peleburan atau pemisahan. 1.) Penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu Perseroan atau lebih untuk menggabungkan diri dengan Perseroan lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari Perseroan yang menggabungkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima penggabungan dan selanjutnya status badan hukum Perseroan yang menggabungkan diri berakhir karena hukum. 2.) Peleburan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh 2 Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum. 3.) Pemisahan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh Perseroan untuk memisahkan usaha yang mengakibatkan seluruh aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 2 Perseroan atau lebih atau sebagian aktiva dan pasiva Perseroan beralih karena hukum kepada 1 Perseroan atau lebih.

Pemberitahuan dan pengumuman pengakhiran status badan hukum P.T. tersebut dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 30 hari terhitung sejak tanggal pertanggungjawaban likuidator diterima oleh RUPS atau pengadilan. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia R.I. mengumumkan berakhirnya status badan hukum P.T. dalam Berita Negara R.I.

Contoh Kasus Bentuk Pelanggaran Hukum Bisnis dalam Pembubaran Bisnis :

Pembubaran BP Migas Harus Teguhkan Penguasaan Negara


Mahkamah Konstitusi (MK) Selasa (13/11/2012) mengeluarkan keputusan bahwa Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BP Migas) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dan tidak memiliki hukum mengikat.Keputusan tersebut berdampak pada pembubaran BP Migas. Keputusan ini harus segera direspon oleh Pemerintah baik dari tataran kelembagaan maupun kepastian regulasi, agar iklim investasi migas tetap positif. Pemerintah harus melakukan tindakan cepat dan kebijakan yang tepat terhadap pembubaran BP Migas oleh MK. Bukan hanya masalah pemindahan otoritas dan kewenangan BP Migas kepada Kementerian ESDM semata, namun juga Pemerintah harus memastikan adanya akselerasi kebijakan dan tata kelola migas di sektor hulu yang berpihak kepada kepentingan nasional," ungka[ Anggota Komisi VII DPR RI Rofi munawar dalam pesan tertulis kepada Tribunnews.com. Ia mencontohkan, seperti secara konsisten mendesak audit atas lifting yang sahih dan dikontrol secara ketat melalui real-time monitoring. "Sehingga dapat dilakukan antisipasi secara dini atas kegagalan pemenuhan target, juga meminta Pemerintah lebih serius mengungkap biaya Cost Recovery yang angkanya terus meningkat secara tajam,tambahnya. MK dalam pertimbangannya mengatakan hubungan antara negara dan sumber daya alam Migas sepanjang dikonstruksi dalam bentuk KKS antara BP Migas selaku Badan Hukum Milik Negara sebagai pihak pemerintah atau yang mewakili Pemerintah dengan Badan Usaha atau Bentuk Usaha Tetap sebagaimana diatur dalam UU Migas bertentangan dengan prinsip penguasaan negara yang dimaksud oleh konstitusi. Rofi menjelaskan, BP Migas menggantikan peran Badan Pembinaan Pengusahaan Kontraktor Asing (BPPKA) Pertamina dalam pengawasan pengendalian kontraktor pengusahaan hulu migas. Di banyak negara dunia selain Indonesia, peran pengawasan dan pengendalian hanya dua jenis yaitu berada pada Pemerintah (Kementerian) atau Perusahaan Negara. Jika kewenangan dan otoritas yang dimiliki BP Migas selama ini dipindahkan ke ESDM, maka harus menjamin juga bahwa semangat konstitusi dan penguasaan migas nasional lebih diutamakan. Jika lembaga berganti, namun peran dan fungsinya tidak optimal maka keputusan tersebut menjadi hal yang sia-sia. tegas Rofi.MK menjelaskan fakta BP Migas saat meneken kontrak kerja sama (KKS) telah menghilangkan kebebasan negara untuk membuat regulasi yang bertentangan dengan isi KKS. Dengan demikian, keberadaan BP

Migas membatasi negara untuk mengambil keuntungan sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat sesuai amanat UUD 1945. Legislator dari Jatim VII ini menambahkan, Keputusan MK ini tentu harus menjadi salah satu pijakan dasar bagi pengelolan migas dimasa yang akan datang. Karenanya dibutuhkan keseriusan dari Pemerintah dalam mendorong efisiensi pengelolaan, efektifitas penerimaan negara dan peningkatan produksi migas nasional di sektor hulu. MK menyatakan frasa "dengan Badan Pelaksana" dalam Pasal 11 Ayat (1), frasa "melalui Badan Pelaksana" dalam Pasal 20 Ayat (3), frasa "berdasarkan pertimbangan dari Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 21 ayat (1), frasa "Badan Pelaksana dan" dalam Pasal 49 UU Migas, bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.(*

Anda mungkin juga menyukai