Anda di halaman 1dari 23

Skenario Tn. Fatris BS FP Jenazah Tn.

Fatris, laki-laki, 35 tahun, dibawa ke Departemen Kedokteran Forensik oleh menajemen perusahaan pabrik gula di daerah untuk dilakukan autopsi guna mengetahui penyebab kematian. Dr. BS menganjurkan lapor ke penyidik untuk dibuat permintaan visum et repertum, pihak manajemen

mengatakan tidak usah karena tidak menuntut dan hanya untuk ke pentingan perusahaan. Tn. Fatris meninggal dunia setelah makan siang di pabrik tersebut, 1 jam setelah makan mengalami mual, muntah, kepala pusing, perut terasa sakit, sesak napas, dan badan lemah, lalu dibawa ke emergensi. Dalam perjalanan ke emergensi, sesak napas bertambah. Di emergensi, timbul kejang, dan belum sempat mendapatkan pengobatan apapun di emergensi Tn. Fatris meninggal dunia.

Pemeriksaan luar (PL) Kulit : Sawo matang, sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, terlihat penonjolan pembuluh darah pada leher Mata : Bola mata bening, terdapat bintik perdarahan pada kedua bola mata Lebam mayat : Warna merah keunguan, agak lebih terang, sukar hilang pada penekanan Kaku mayat : Terdapat pada mulut, leher, kedua lengan agak sukar dilawanm kedua tungkai agak mudah dilawan Luka-luka : Tidak ada

Pemeriksaan dalam (PD) 1. Pada pengirisan, darah berwarna merahm agak gelap, kental 2. Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap, pada pengirisan darah berwarna merah gelap dan kental

3. Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung hiperemis 4. Darah dan organ-organ (lambung beserta isinya, usus halus 60 cm, ginjal, limpa, otak) diambil untuk dilakukan pemeriksaan laboratoris guna mengetahui penyebab kematiannya.

Klarifikasi istilah 1. Autopsi pemeriksaan terhadap tubuh jenazah yang meliputi pemeriksaan luar dan dalam dengan tujuan menemukan proses penyakit dan atau adanya cedera, melakukan interpretasi, menerangkan penyebab kematian serta mencari hubungan sebab akibat. 2. Kedokteran forensik Cabang spesialistik ilmu kedokteran yang mempelajari pemanfaatan ilmu kedokteran untuk penegakan hukum keadilan. 3. Penyidik Polisi/ pejabat negara yang diatur oleh undang-undang untuk mencari dan mengumpulkan bukti atas pelaku tindak pidana. 4. Visum et repertum Surat keterangan yang dibuat oleh dokter atas apa yang dilihat dan ditemukan berdasarkan pemintaan dari pihak penyidik, pada barang bukti yang diperiksanya serta memuat pula kesimpulan atas pemeriksaan tersbut guna kepentingan peradilan. 5. Lebam mayat Pengumpulan sel-sel darah (eritrosit) pada pembuluh darah kapiler/ vena karena adanya gaya gravitasi pada bgian tubuh terendah setelah kematian klinis. 6. Kaku mayat Kekakuan pada otot yang kadang-kadang disertai dengan pemendekan serabut otot yang terjadi setelah oeriode pelemasan yang terjadi karena perubahan kimiawi pada protein dalam serabut otot.

7. Pemeriksaan luar 8. Pemeriksaan dalam

Identifikasi masalah 1. Jenazah Tn. Fatris, laki-laki berusia 35 tahun, dibawa ke Departemen Kedokteran Forensik untuk diautopsi tanpa surat permintaan visum et repertum dari penyidik walau dr. BS telah menganjurkan untuk melapor ke penyidik. 2. Kurang lebih satu jam setelah makan di pabrik gula daerah Tn. Fatris mengalami mual, muntah, kepala pusing, perut sakit, sesak nafas, dan badan lemah lalu dibawa ke UGD, mengalami kejang dan meninggal dunia sebelum diberi pengobatan. 3. Hasil pemeriksaan luar a. Kulit : Sawo matang, sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki, terlihat penonjolan pembuluh darah pada leher. b. Mata : Terdapat bintik perdarahan pada kedua bola mata. c. Lebam mayat : Warna merah keunguan, agak lebnih terang, sukar hilang pada penekanan. d. Kaku mayat : Terdapat pada mulut, leher, kedua lengan agak sukar dilawan kedua tungkai agak mudah dilawan 4. Hasil pemeriksaan dalam a. b. Pada pengirisan, darah berwarna merah agak gelap, kental Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap, pada pengirisan darah berwarna merah gelap dan kental c. Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung hiperemis.

d.

Darah dan organ (lambung beserta isinya, usus halus 60 cm, ginjal, limpa, otak) diambil untuk dilakukan pemeriksaan laboratorik guna mengetahui penyebab kematiannya

Analisis Masalah A. 1. 2. Bagaimana prosedur pembuatan visum et repertum? Siapa yang berwenang mengajukan permintaan pembuatan visum et repertum? 3. 4. Apa tujuan visum et repertum? Apa boleh membuat visum et repertum tanpa surat permintaan penyidik? Apa landasan Undang-Undangnya? 5. B. 1. Apa pembagian visum et repertum?Apa jenis visum et repertum? Apakah gejala yang dialami Tn. Fatris berhubungan dengan makanan yang dimakan satu jam sebelumnya?Apa kemungkinan penyebab gejala? 2. 3. 4. C. 1. 2. Apa kemungkinan penyebab gejala? Bagaimana mekanisme gejala? Apa perkiraan waktu kematian Tn. Fatris? Apa interpretasi hasil pemeriksaan luar Tn. Fatris? Bagaimana mekanisme muncul tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan luar Tn. Fatris? 3. D. 1. 2. Bagaimana cara melakukan pemeriksaan luar? Apa interpretasi hasil pemeriksaan dalam Tn. Fatris? Bagaimana mekanisme muncul tanda-tanda yang ditemukan pada pemeriksaan dalam Tn. Fatris? 3. 4. Bagaiman cara melakukan pemeriksaan dalam? Apa jenis pemeriksaan laboratorik yang perlu dilakukan pada darah dan organ Tn. Fatris?

Hipotesis Tn Fatris, laki-laki 35 tahun, meninggal dunia akibat keracunan makanan setelah makan siang di pabrik gula.

Sintesis 1. Bagaimana prosedur pembuatan visum et repertum?


Korban / Keluarga Korban Penyidik/Pembantu Penyidik Membuat Surat Permintaan Visum

Dokter Ahli

Pemeriksaan Luar dan/atau Dalam

Pembuatan Visum et Repertum

Penyidik/Peradilan

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR korban hidup, yaitu: 1. 2. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. Langsung menyerahkannya kepada dokter, tidak boleh dititip melalui korban atau keluarganya. Juga tidak boleh melalui jasa pos. 3. Bukan kejadian yang sudah lewat sebab termasuk rahasia jabatan dokter. 4. 5. 6. 7. 8. Ada alasan mengapa korban dibawa kepada dokter. Ada identitas korban. Ada identitas pemintanya. Mencantumkan tanggal permintaan. Korban diantar oleh polisi atau jaksa.

Ada 8 hal yang harus diperhatikan saat pihak berwenang meminta dokter untuk membuat VeR jenazah, yaitu: 1. 2. 3. 4. 5. Harus tertulis, tidak boleh secara lisan. Harus sedini mungkin Tidak bisa permintaannya hanya untuk pemeriksaan luar. Ada keterangan terjadinya kejahatan. Memberikan label dan segel pada salah satu ibu jari kaki.

2.

Siapa yang berwenang mengajukan permintaan pembuatan visum et repertum? Menurut KUHAP pasal 133 ayat (1) menyatakan bahwa yang berwenang dalam pembuata visum adalah ahli dalam hal ini adalah penyedik. Namun, dalam pasal 11 KUHAP diterang juga bahwa penyidik pembantu juga memiliki wewenang yang sama.

Pembahasan sekarang mengarah kepada siapa yang dimaksud dengan penyidik dan pembantu penyidik tersebut. Menurut KUHAP pasal 6 ayat (1) jo PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (1) adalah pejabat Polisi Negara Republik Indonesia yang diberi wewenang khusus oleh undang-undang dengan pangkat serendah-rendahnya adalah Pembantu Letnan Dua. Sedangkan Pembantu Penyidik berpangkat serendah-rendahnya adalah sersan dua.

Dalam PP yang sama juga dikatakann bahwa bila penyidik tersebut adalah pegawai negeri sipil, maka kepangkatannya adalah serendah-rendahnya adalah golongan II/b untuk penyidik dan II/a untuk pembantu penyidik. Permasalahan yang muncul dalam benak kita sekarang adalah bagaimana jika apa yang disebutkan tersebut tidak tersedia di suatu daerah. Dalam menyikapi hal ini maka dapat dikenal penyidik karena jabatannya yakni pejabat dengan kepangakatan bintara di bawah Pembantu Letnan Dua. Hal ini disebutkan dalam PP 27 tahun 1983 pasal 2 ayat (2).

Dalam lingkup kewenangan militer / juridiksi militer, sesuai dengan Surat Keputusan Pangab No: Kep/04/P/II/1983 tentang Penyelenggaraan Fungsi Kepolisian Militer. Pasal 4 huruf c mengatur fungsi polisi militer sebagai penyidik, sedangkan pada pasal 6 ayat c mengatur fungsi Provost dalam membantu komandan / Ankum ( Atasan yang berhak menghukum) dalam penyidikan perkara pidana di lingkungan yang bersangkutan, tetapi penyelesaian selanjutnya diserahkan kepada POM atai POLRI.

3.

Apa tujuan Visum et Repertum? Peranan dan Fungsi Visum et Repertum dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Sebagai alat bukti yang sah, sebagai mana disebutkan dalam pasal 184 KUHAP. 2. Berperan dalam proses pembuktian suatu perkara pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia. 3. Sebagai pengganti benda bukti. Visum et Repertum menguraikan hasil pemeriksaan medik yang didapat saat pemeriksaa berlangsung agar apapun yang didapat saat pemeriksaan dilakukan tidak berubah akibat bertambahnya waktu. 4. Sebagai keterangan yang memuat keterangan atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik sebagaimana tercantum dalam bagian kesimpulan.

4.

Apa boleh membuat visum et repertum tanpa surat permintaan penyidik? Apa landasan Undang-Undangnya? Berdasarkan Pasal 133 ayat (1) menyatakan bahwa visum et repertum dibuat atas permintaan penyidik kepada ahli (dokter). Jelas disini tidak dibenarkan membuat visum tersebut tanpa permintaan.

5.

Apa pembagian visum et repertum?Apa jenis visum et repertum? Ada 3 jenis visum et repertum, yaitu: 1 . VeR hidup VeR hidup dibagi lagi menjadi 3, yaitu: a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka golongan C. b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan. Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu 1. Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak

2. Mengarahkan penyelidikan 3. Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap terdakwa 4. Menentukan tuntutan jaksa c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal, maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian kesimpulan VeR.

2. VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.

3. Ekspertise, yaitu VeR khusus yang melaporkan keadaan benda atau bagian tubuh korban, misalnya darah, mani, liur, jaringan tubuh, tulang, rambut, dan lain-lain. Ada sebagian pihak yang menyatakan bahwa ekspertise bukan merupakan VeR.

6.

Apakah gejala yang dialami Tn. Fatris berhubungan dengan makanan yang dimakan satu jam sebelumnya? Apa kemungkinan penyebab gejala? Kemungkinan gejala yang dialami Tn. Fatris berhubungan dengan makanan yang dimakan satu jam sebelumnya. Dilihat dari gejala yang dialami olehnya, kemungkinan Tn. Fatris mengalami keracunan sianida.

7.

Bagaimana mekanisme gejala? Dari gejala-gejala yang disebutkan pada sekenario, maka diduga telah terjadi keracunan suatu zat yang diduga merupakan zat sianida atau zat pestisida.

Sianida mengikat trivalen Fe

Enzim tidak aktif

Enzim cytochrom oksidase (cytochrom a-a3komplek) + sistem transport elektron Transport elektron dari cytochrom a3 diblok

Oksigen sel menurun Penurunan respirasi aerobik sel Sel mengikat PO2 (racun) sel cukup oksigen ttp tdk dapat digunakan

Hipoksia

Sianida menghasilkan gejala-gejala meliputi pusing, lemah, gangguan motorik, gangguan mental, perut sakit dan kerongkongan seperti terbakar,

hipersalivasi, tinitus, fotofobia, sesak napas daan gejala gastrointestinal lain seperti mual dan muntah. Sianida merupakan suatu racun yang poten dan berkerja cepat. Sianida bekerja dengan cara menonaktifkan enzim cytocrome oksidase sehingga terjadi penurunan respirasi aerobik sel dan berujung pada kejadian hipoksia.

Tanda dan gejala keracunan bergantung pada beberapa faktor. Faktor-faktor ini antara lain meliputi: 1. Bentukan Faktor ini meliputi: a. Dosis Hal ini merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan berat ringannya akibat yang ditimbulkan racun tersebut ke tubuh korban. Semakin besar dosis maka semakin cepat terjadinya proses kematian. b. Konsentrasi Konsentrasi merupakan suatu hal yang lebih penting bila dibandingkan dengan dosis pada bentuk keracunan yang bersifat lokal (zat korosif). Hal ini berbanding terbalik dengan keracunan yang bersifat sistemik dimana dosisilah yang berperan dalam menentukan berat ringannya gejala keracunan tersebut. c. Bentukdan kombinasi fisik bentukan cair akan relatif lebih cepat menimbulkan efek bila dibandingkan dengan bentuk padatan. 2. Cara pemberian atau rute eksposur Pada umumnya racun akan lebih cepat bekerja pada tubuh jika masuk melalui inhalasi, disusul kemudian apabila diberikan melalui injeksi, dan ingesti 3. Keadaan tubuh Keadaan tubuh yang dapat memepengauhi kerja racun antara lain meliputi:

10

a.

Umur pada umunya anak-anak dan orang tua lebih sensitif terhadap racun bila dibandingkan dengan orang dewasa, tetapi pada

beberapa jenis racun, seperti barbiturat dan belladonna, justru anak-anak lebih tahan keadaan umum b. Kesehatan Pada orang-orang yang menderita penyakit hati atau penyakit ginjal biasanya akan lebih mudah keracunan bila dibandingkan dengan orang yang sehat. Pada mereka yang menderita penyakit yang disertai dengan peningkatan suhu atau penyakit pada saluran pencernaan, penyerapan racun biasanya jelek, sehingga jika pada penderita tersebut terjadi kematian, kita tidak boleh terburu-buru mengambil kesimpulan bahwa kematian penderita diakibatkan oleh racun c. Kebiasaan Faktor ini berpengaruh dalam hal dosis racun yang dapat menimbulkan gejala-gejala keracunan atau kematian, yaitu karena terjadinya toleransi. d. Hipersensitifitas. Korban sangat rentan terhadap pajanan racun, sehingga racun dalam jumlah kecil saja sudah dapat menimbulkan efek yang menyerupai jumlah yang relatif besar pada orang-orang yang tidak hipersensitif. 4. Durasi terpapar. Dosis minimum yang dapat menyebabkan kematian pada orang dewasa adalah 100 mg dalam bentuk asam hidrosianik dan 200 mg dalam bentuk potasium sianida. Gas CN 200-400 ppm akan menyebabkan kematian dalam 30 menit sedangkan gas CN 20000 ppm akan menyebabkan meninggal seketika.

11

Pemeriksaan forensik klinis dapat dilakukan dengan alloanamnesis maupun autoanamnesis baik terhadap penyidik atau terhadap keluarga korban. Hal berikut ini penting dalam anamnesis: 1. 2. 3. 4. 5. 6. Jenis racun Cara masuk racun Kebiasaan dan kepribadian korban Keadaan psikiatri korban Kondisi fisik korban Faktor-faktor yang dapat meningkatkan efek letal zat

8.

Apa perkiraan waktu kematian Tn. Fatris? Perkiraan waktu kematian merupakan suatu yang sangat ditentukan oleh banyak faktor, baik dari pengaruh luar tubuh ( iklim, suhu, kelembaban, ruang terbuka/tertutup, aliran udara) maupun dari tubuh korban (jenis kelamin, umur, perawakan, gizi, penyakit, sebab kematian, dan lain-lain). Maka dari itu, perkiraan waktu kematian itu akan didapat waktu yang tidak tepat. Sehingga kita hanya dapat menentukan perkiraan lama kematian. Pada kasus sangat minim sekali diperoleh data mengenai tanda-tanda yang dapat memperbesar perkiraan dalam menentukan lama kematian korban.

Perkiraan lama kematian pada Tn. Fatris ini dapat diperkirakan melalui: 1. Bola mata bening mengindikasikan belum terjadi pengeruhan lapis kornea. Diperkirakan lama kematian pada korban masih di bawah 6 jam. Namun, masih tidak diketahui bagaimana keadaan retina, diskus optikus, dan pembuluh darahnya yang dapat mempersempit perkiraan lama kematian 2. Lebam mayat yang sukar hilang pada penekanan mengindikasikan zat warna darah telah masuk ke dalam jaringan. Namun, penggunaan

katra-kata sukar hilang dalam penekanan mengindikasikan bahwa lebam mayat tersebut kemungkinan masih dapat hilang (kembali seperti

12

semula, namun sukar). Hal ini dapat ditarik perkiraan lama kematian adalah kurang dari 6 jam. 3. Kaku mayat yang sukar dilawan pada lengan dan agak mudah dilawan pada tungkai. Kaku mayat ini terjadi akibat reaksi biokimiawi serentak dari jaringan tubuh. Bagian tubuh yang lebih dahulu mengalami kekakuan adalah kumpulan otot-otot yang memiliki cadangan glikogen yang relatif sedikit. Jadi kekakuan bergerak dari Rigor mortis biasanya mulai setelah 2 3 jam sesudah kematian. 4. Lambung berisi makanan yang dicerna. Perrnyataan ini sangat minim sekali untuk dapat dipakai sebagai perkiraan lama kematian. Namun, dari pernyataan ini dapat ditarik kesimpulan kasar bahwa kematian telah berlangsung kurang dari 4 jam dimana makanan telah sepenuhnya dicerna dan keluar dari lambung. Pada pemeriksaan ini tidak dibahas mengenai keadaan lambung yang mencakup tonus dan fungsi pilorus yang dapat memengaruhi gerakan pencernaan.

Dari data-data diatas maka dapat ditarik suatu kesimpulan kasar bahwa Tn. Fatri telah meninggal sekitar 2-3 jam.

9.

Apa interpretasi hasil pemeriksaan luar Tn. Fatris? 1. Kulit: a. Sianosis pada ujung-ujung jari tangan dan kaki Hal ini terjadi akibat bagian tubuh tersebut kekurangan oksigen atau dengan kata lain terjadi keadan hipoksia atau anoksia. b. Terlihat penonjolan pembuluh darah pada leher. Hal ini mengindikasikan terjadi bendungan pada pembuluh vena. 2. Mata: Terdapat bintik perdarahan pada kedua bola mata

13

Hal ini mengindikasikan adanya kerusakan pada endotel kapiler akibat peningkatan mendadak pada tekanan darah sehingga dinding kapiler mudah pecah dan terbentuklah bintik-bintik perdarahan.\ 3. Lebam mayat: a. Warna merah keunguan, hal ini terjadi akibat cairan tubuh terutama darah berkumpul akibat dipengaruhi oleh adanya gravitasi karena berhentinya sirkulasi. b. Berwarna agak terang Hal ini dapat dipakai untuk mengidentifikasi jenis keracunan yang terjadi pada Tn. Fatris. Adapun perubahan warna akibat keracuan dapat dijelaskan seperti pada tabel berikut:

Bahan Peracun Carbon monoxida (CO) Cyanida Potasium Klorat Phosphorus

Warna Cherry red Merah terang Chocolate Brown

c.

Sukar hilang pada penekanan Telah dibahas sebelumnya.

4.

Kaku Mayat: Hal ini terjadi akibat tidak berfungsi siklus aktin-myosin-ATP, sehingga terjadilah pemecahan glikogen otot. Bila glikogen otot telah dipergunakan semua sampai habis sehingga tidak terdapat energi yang diproduksi, maka serabut-serabut aktin dan miosin akan berubah menjadi seperti jeli yang kaku.

Pada kasus-kasus keracunan sianida seringkali didapati suatu tanda khas pada pemeriksaan luar yakni adanya bau amandel, busa keluar dari mulut, dan lebam mayat berwarna merah terang.

14

10.

Bagaimana cara melakukan pemeriksaan luar?


Sistematika Pemeriksaan 1. Label Mayat a. Label dari kepolisian b. Pada ibu jari kaki c. Label ini disimpan pemeriksa d. Catat warna, bahan label dan tulisan

2.

Tutup Mayat a. Catat : Jenis bahan, corak dan lain lain b. Penutup mayat

3. 4.

Bungkus Mayat Pakaian Dicatat satu persatu dari atas sampai kebawah, antara lain bahan, warna dasar, corak, dll.

5. 6. 7.

Perhiasan : Bahan, Warna, Merk, Inisial, dll. Benda benda disamping mayat. Tanda tanda kematian a. Lebam mayat b. Kaku mayat c. Suhu tubuh mayat d. Pembusukan e. Lain lain.

8.

Identifikasi umum a. Jenis kelamin b. Bangsa/keturunan c. Umur d. Warna kulit e. Keadaan gizi f. Tinggi/panjang badan

g. Berat badan h. Zakar sirkumsisi i. 9. Striae albicantes

Identifikasi Khusus

15

a. Rajah/tato b. Jaringan parut c. Kapalan ( callus ) d. Kelainan kulit e. Anomali/cacat tubuh 10. Pemeriksaan Rambut 11. Pemeriksaan mata a. Terbuka/tertutup b. Tanda kekerasan c. Lendir d. Bola mata e. Mata palsu f. Cornea

g. Iris h. Pupil ( ukurannya ) 12. Pemeriksaan daun telinga 13. Mulut/Rongga mulut a. Data gigi geligi b. Penting untuk identifikasi 14. Alat kelamin/anus 15. Lain lain a. Cyanose b. Ikterus c. Edema d. Bekas suntikan e. Tracheotomi f. Bercak bercak lumpur

g. Cat h. Pecahan kaca, dll. 16. Pemeriksaan terhadap luka/kekerasan. a. Letak luka b. Jenis luka c. Arah luka d. Tepi luka

16

e. Sudut luka f. Dasar luka

g. Sekitar luka h. Ukuran luka i. j. Saluran luka Lain lain

17. Pemeriksaan terhadap patah tulang

Pada pemeriksaan luar untuk kasus keracunan, maka dapat diketahui dari beberapa tanda dan gejala, seperti: 1. 2. Mengeluarkan bau aroma yang khas Ditemukan bercak-bercak di permukaan tubuh korban, seperti muntahan, feses, dan kadang jenis racun itu sendiri. 3. 4. Perubahan warna kulit Keadaan pupil mata dan jari tangan yang lemas dan mengepal.

11.

Apa interpretasi hasil pemeriksaan dalam Tn. Fatris? a. Pada pengirisan, darah berwarna merah agak gelap, kental Darah berwarna merah agak gelap diakibatkan oleh proses kematian yang diakibatkan oleh asfiksia, dan biasanya ditemukan dalam bentuk lebih cair, namun pada kasus ini darah yang ditemukan kental. b. Alat-alat dalam (paru-paru, limpa, ginjal) distended, warna merah agak gelap Hal ini merupakan tanda yang lebih tidak spesifik dibandingkan dengan ptekie. Kongesti adalah terbendungnya pembuluh darah, sehingga terjadi akumulasi darah dalam organ yang diakibatkan adanya gangguan sirkulasi pada pembuluh darah. Pada kondisi vena yang terbendung, terjadi peningkatan tekanan hidrostatik intravaskular (tekanan yang mendorong darah mengalir di dalam vaskular oleh kerja pompa jantung) menimbulkan perembesan cairan plasma ke dalam ruang interstitium. Cairan plasma ini akan mengisi pada sela-sela jaringan ikat longgar dan rongga badan (terjadi oedema).

17

c.

Lambung berisi makanan yang dicerna dan permukaan dalam dinding lambung hiperemis Lambung berisi makanan telah dibahas sebelumnya. Sedangkan permukaan dalam lambung hiperemis menandakan adanya sesuatu yang tertelan dan mengiritasi lambung.

Pada

umumnya

tanda-tanda

keracunan

tampak

pada

traktus

gastrointestinal, terutama jika keracunan akibat zat korosif atau iritan. Perubahan yang terjadi adalah: 1. Hiperemia Warna kemerahan pada membran mukosa paling jelas terlihat pada bagian cardiac lambung dan pada bagian curvatura major. Warnanya adalah merah gelap dan hiperemia ini bentuknya bisa merata atau bercak, misalnya pada keracunan arsen hiperemia adalah merah merata. Perubahan warna juga bisa muncul karena berbagai unsur lainnya seperti sari buah. Asam nitrat menyebabkan warna kuning pada usus. Hiperemia harus dibedakan dengan kongesti vena secara menyeluruh yang terjadi pda kematian akibat asfiksia. Gambaran yang membedakan dengan hiperemia yang disebabkan oleh penyakit adalah pada hiperemia karena penyakit sifatnya merata dan terdapat pada seluruh permukaan serta tidak berupa bercak, selain itu gambaran membran mukosa lebih banyak terkena pada kasus keracunan. 2. Perlunakan Keadaan ini terjadi pada keracunan korosif, lebih sering terlihat pada kardiak lambung, kurvatura mayor, mulut, tenggorokan dan esofagus. Jika disebabkan karena penyakit, gambaran ini hanya tampak pada lambung. Juga harus dibedakan dengan perlunakan post mortem yang terdapat pada bagian yang lebih rendah dan mengenai seluruh lapisan dinding lambung. Pada bagian yang mengalami perlunakan tidak ada tanda-tanda inflamasi.

18

3. Ulserasi Paling sering ditemukan ditemukan pada curvatura major lambung dan harus dibedakan dengan tukak peptik yang paling sering terdapat di curvatura minor lambung dan ditandai dengan adanya hiperemia di sekitar tukak tersebut.

4. Perforasi Sangat jarang terjadi, kecuali pada kasus keracunan asam sulfat. Perforasi juga bisa terjadi akibat tukak kronis, tetapi bentuk perforasi pada kasus ini biasannya lonjong atau bulat, pinggirnya melekuk ke arah luar dan lambung menunjukkan tanda-tanda perlekatan dengan jaringan sekitar.

Pada pemeriksaan dalam keracunan sianida, perut dapat berisi darah ataupun rembesan darah akibat erosi maupun perdarahan dinding perut Jika sianida berada dalam larutan encer, mungkin ada sedikit kerusakan pada perut, terpisah dari warna merah muda pada mukosa dan mungkin beberapa pendarahan berupa petechiae.

Esofagus dapat mengalami kerusakan akibat adanya regurgitasi isi perut melalui relaksasi sphinchter jantung setelah mati. Hal ini terutama mengenai mukosa esofagus yang lebih bawah.

12.

Bagaiman cara melakukan pemeriksaan dalam? Adapun sistematika pemeriksaan dalam antara lain adalah: a. Kepala Pada pemeriksaan kepala ini dinilai beberapa aspek, antara lain: 1. Keadaan kulit kepala: adanya luka pada permukaan luar, warna lapiasan dalam kulit dan ada tidaknya resapan darah. 2. Keadaan tulang kepala: dinilai mengenai warna tulang kepala itu sendiri dan dilihat apabila terjadi retak paa korban.

19

3.

Selaput keras otak: dilihat apakah warnanya dan apakah terdapat resapan darah pada permukaan.

4.

Otak: dinilai mengenai ada/tidaknya pelebaran pembuluh darah, ada/tidaknya bintik-bintik perdarahan

5.

Tulang dasar tengkorak: dinilai bagaimana keadaan tulangnya apakah utuh atau tidak dan terdapat retak atau tidak.

b.

Leher Pada pemeriksaan leher dinilai beberapa hal antara lain: 1. Dinding leher; dinilai mengenai warna otot-otot dinding leher dan apakah terdapat resapan darah atau tidak. 2. Tulang-tulang rawan: dinilai mengenai warna, keutuhan tulang dan ada atau tidaknya keretakan tulang pada tulang-tulang berikut: a. b. c. d. Tulang-tulang rawan membentuk saluran pernapasan. Tulang jakun Tulang Cricoid Trakhea bagian atas.

c.

Dada Pada pemeriksaan dada dinilai: 1. Dinding dada; dinilai warna otot dan ada/tidaknya resapan perdarahan. 2. Tulang-tulang iga, tulang ulu hati, dan ruas-ruas tulang belakang: dinilai utuh atau tidaknya tulang dan ada tidaknya keretakan pada tulang.

d.

Isi Rongga Dada Pada pemeriksaan isi rongga dada, dinilai beberapa hal yakni: 1. Paru Dinilai bagaimana keadaan paru kanan dan kiri. Adapun yang dinilai antara lain adalah apakah paru mengembang pada pelepasan dinding dada atau tidak, warna organ, sensasi pada

20

saat perabaan, warna darah pada saat pengirisan, ada atau tidaknya buih dan warnanya, dan berat dari paru tersebut. 2. Jantung Dinilai ukuran dan berat jantung, warna permukaan luar jantung, keadaan pembuluh darah balik jantung, ada/tidaknya bintik perdarahan pada permukaan jantung, dan dilihat bagaimana keadaan pembuluh darah jantung apakah terdapat sumbatan atau tidak. 3. Saluran pencernaan: dinilai apakah dinding utuh/tidak,

ada/tidaknya resapan darah, ada/tidaknya benda asing. e. Perut Dinilai bagaimana keadaan dan warna otot-otot perut bagian luar, keadaan selaput dinding perut, dinilai pula isi perut yang mencakup: 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. f. Tirai usus Usus halus Usus besar Limpa Hati Pancreas Lambung Ginjal

Pinggul Dinilai bagaimana keadaan kantung kencing baik dari segi keutuhan dinding luar, ada/tidaknya resapan darah dan ada tidaknya air seni. Dan dinilai pula keadaan ureter yang pemeriksaannya sedikit menyerupai

Pemeriksaan laboratoris toksikologi mutlak diperlukan pada kasus keracunan untuk dapat melihat dengan pasti zat apa yang menyebabkan terjadinya keracunan. Adapun organ tubuh dan bahan tubuh lain yang dapat diperiksa antara lain adalah:\

21

1. Urin dan feses 2. Darah 3. Lambung dan isinya 4. Bagian dari usus halus (duodenum dan jejunum) 5. Hati 6. Setengah bagian dari masing-masing ginjal 7. Otak dan medulla spinalis, terutama pada keracunan striknin 8. Uterus dan organ-organ yang berkaitan dengan uterus, jika ada kecurigaan abortus kriminalis 9. Paru-paru 10. Tulang, rambut, gigi dan kuku 11. Organ tubuh lainnya yang dicurigai mengandung racun

Pada kematian akibat sianida, perlu dilakukan pemeriksaan toksikologi darah, isi perut, urin, dan muntahan. Organ paru harus dikirm utuh dan dibungkus dalam kantung yang terbuat dari nilon bukan dari bahan yang terbentuk dari polivinil klorida.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Amir, Amri. Rangkaian Ilmu Kedokteran Forensik. Ed2. Ramadhan, Medan, 2008 2. Idries, Abdul Munim, , Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik, Binarupa Aksara, Jakarta, 1997 3. Budiyanto, A., dkk, 1997, Ilmu Kedokteran Forensik, Bagian Kedokteran Forensik,FK UI 4. Anonim. Tanatologi Dan Identifikasi Kematian Menda dak (Khususnya Pada Kasus Penggantungan). Available at http://fkuii.org/tiki-

download_wiki_attachment.php?attId=14 5. Andrew O, Caplan MJ, Catanese CA, Lucas J, Bollinger BK, Gilson O. Color Atlas of Forensic Medicine and Pathology. CRC press. Londong, 2010 6. Dix J and Calaluce R. Forensic Pathology. CRC press. London. 1999 7. Ahmed Nisar. Forensic Medicine and Toxicology. UOD college of medicine.

23

Anda mungkin juga menyukai