Anda di halaman 1dari 8

Pemeriksaan IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat)

PENDAHULUAN Di negara maju, skrining secara luas dengan metode pemeriksaan sitologi tes Pap telah menunjukkan hasil yang efektif dalam menurunkan insidens kanker leher rahim. Namun di negara-negara berkembang yang hanya memiliki sumber daya terbatas, skrining hanya menjangkau sebagian kecil perempuan saja, terutama di daerah perkotaan. Ada beberapa kelemahan tes Pap diantaranya keterbatasan jumlah laboratorium sitologi dan tenaga sitoteknologi terlatih, sehingga menyebabkan hasil tes Pap baru didapat dalam rentang waktu yang relatif lama (berkisar 1 hari- 1 bulan). Skrining dengan metode tes Pap memerlukan tenaga ahli, sistem transportasi, komunikasi dan tindak lanjut (follow-up) yang belum dapat dipenuhi oleh negara-negara berkembang. Hanya sebagian kecil dari perempuan yang menjalani dan mendapatkan hasil tes Pap juga menjalani evaluasi dan pengobatan yang semestinya bila ditemukan abnormalitas. Sebagai konsekuensinya, angka insidens kanker leher rahim tetap tinggi dan kebanyakan pasien datang pada stadium lanjut. Masalah yang berkembang akibat keterbatasan metode tes Pap inilah yang mendorong banyak penelitian untuk mencari metode alternatif skrining kanker leher rahim. Salah satu metode yang dianggap dapat dijadikan alternatif adalah metode inspeksi visual dengan asam asetat (IVA). Efektivitas IVA sudah di teliti oleh banyak peneliti. Walaupun demikian perbandingan masing-masing penelitian tentang IVA agak sulit dievaluasi karena perbedaan protokol dan populasi. Secara umum dapat dikatakan bahwa sensitivitas IVA untuk mendeteksi High Grade SIL berkisar 60-90 %. sehingga dapat dikatakan bahwa sensitifitas IVA setara dengan sitologi walaupun spesifisitasnya lebih rendah. Metode IVA memberi peluang dilakukannya skrining secara luas di tempattempat yang memiliki sumberdaya terbatas, karena metode ini memungkinkan diketahuinya hasil dengan segera dan terutama karena hasil skrining dapat segera ditindaklanjuti. Metode satu kali kunjungan (single visit approach) dengan melakukan skrining metode IVA dan tindakan bedah krio untuk temuan lesi

prakanker (see and treat) memberikan peluang untuk peningkatan cakupan deteksi dini kanker leher rahim, sekaligus mengobati lesi prakanker.

II.1 Definisi Pemeriksaan inspeksi visual dengan asam asetat (IVA) adalah

pemeriksaan yang dilakukan untuk mengamati leher rahim yang telah diberi asam asetat/asam cuka 3-5% secara inspekulo dan dilihat dengan penglihatan mata telanjang. Pemeriksaan IVA pertama kali diperkenalkan oleh Hinselman (1925) dengan cara memulas leher rahim dengan kapas yang telah dicelupkan dalam asam asetat 3-5%.

II.2 Cara Kerja Asam Asetat Pemberian asam asetat itu akan mempengaruhi epitel abnormal, bahkan juga akan meningkatkan osmolaritas cairan ekstraseluler. Cairan ekstraseluler yang bersifat hipertonik ini akan menarik cairan dari intraseluler sehingga membran akan kolaps dan jarak antar sel akan semakin dekat. Sebagai akibatnya, jika permukaan epitel mendapat sinar, sinar tersebut tidak akan diteruskan ke stroma, tetapi dipantulkan keluar sehingga permukaan epitel abnormal akan berwarna putih, disebut juga epitel putih (acetowhite). Daerah metaplasia yang merupakan daerah peralihan akan berwarna putih juga setelah pemulasan dengan asam asetat tetapi dengan intensitas yang kurang dan cepat menghilang. Hal ini membedakannya dengan proses prakanker yang epitel putihnya lebih tajam dan lebih lama menghilang karena asam asetat berpenetrasi lebih dalam sehingga terjadi koagulasi protein lebih banyak. Jika makin putih dan makin jelas, main tinggi derajat kelainan jaringannya. Dibutuhkan 1-2 menit untuk dapat melihat perubahan-perubahan pada epitel. Leher rahim yang diberi 5% larutan asam asetat akan berespons lebih cepat daripada 3% larutan tersebut. Efek akan menghilang sekitar 50-60 detik sehingga dengan pemberian asam asetat akan didapatkan hasil gambaran leher rahim yang normal (merah homogen) dan bercak putih (mencurigakan displasia). Lesi yang

tampak sebelum aplikasi larutan asam asetat bukan merupakan epitel putih, tetapi disebut leukoplakia; biasanya disebabkan oleh proses keratosis.

II.3 Tujuan Pemeriksaan IVA - Untuk mengurangi morbiditas atau mortalitas dari penyakit dengan pengobatan dini terhadap kasus-kasus yang ditemukan Untuk mengetahui kelainan yang terjadi pada leher rahim.

II.4 Keuntungan Metode IVA

Menurut (Nugroho. 2010:65) keuntungan IVA dibandingkan tes-tes diagnosa lainnya adalah : - Mudah, praktis, mampu laksana - Dapat dilaksanakan oleh seluruh tenaga kesehatan - Alat-alat yang dibutuhkan sederhana - Sesuai untuk pusat pelayanan sederhana II.5 Jadwal Penatalaksanaan IVA Program Skrining yang dianjurkan oleh WHO : 1. Skrining pada setiap wanita minimal 1 kali pada usia 35-40 tahun 2. Jika fasilitas memungkinkan lakukan tiap 10 tahun pada usia 35-55 tahun 3. Kalau fasilitas tersedia lebih lakukan tiap 5 tahun pada usia 35-55 tahun 4. Ideal dan optimal pemeriksaan dilakukan setiap 3 tahun pada wanita usia 25-60 tahun. 5. Skrining yang dilakukan sekali dalam 10 tahun atau sekali seumur hidup memiliki dampak yang cukup signifikan. 6. Di Indonesia, anjuran untuk melakukan IVA bila : hasil positif (+) adalah 1 tahun dan, bila hasil negatif (-) adalah 5 tahun

II.6 Syarat Mengikuti Test IVA Sudah pernah melakukan hubungan seksual Tidak sedang datang bulan/haid Tidak sedang hamil 24 jam sebelumnya tidak melakukan hubungan seksual

II.7 Bahan dan Alat Untuk melaksanakan skrining dengan metode IVA, dibutuhkan tempat dan alat sebagai berikut: a. Ruangan tertutup, karena pasien diperiksa dengan posisi litotomi. b. Meja/tempat tidur periksa yang memungkinkan pasien berada pada posisi litotomi. c. Spekulum vagina d. Asam asetat (3-5%) e. Swab-lidi berkapas f. Sarung tangan

Bahan dan alat pemeriksaan IVA

II.8 Teknik Pemeriksaan IVA dan Interpretasi Pasien yang siap diperiksa ditempatkan pada meja gynekologi dengan posisi lithotomi. Dengan spekulum, pemeriksa melihat leher rahim yang dipulas dengan kapas yang dibasahi dengan asam asetat 3-5%. Tunggu selama 1-2 menit kemudian melihat hasil pemeriksaan. Pada lesi prakanker akan menampilkan warna bercak putih yang disebut aceto white epithelum. Prinsip metode IVA adalah melihat perubahan warna menjadi putih (acetowhite) pada lesi prakanker jaringan ektoserviks rahim yang diolesi larutan asam asetoasetat (asam cuka). Bila ditemukan lesi makroskopis yang dicurigai kanker, pengolesan asam asetat tidak dilakukan namun segera dirujuk ke sarana yang lebih lengkap. Perempuan yang sudah menopause tidak direkomendasikan

menjalani skrining dengan metode IVA karena zona transisional leher rahim pada kelompok ini biasanya berada pada endoserviks rahim dalam kanalis servikalis sehingga tidak bisa dilihat dengan inspeksi spekulum. Perempuan yang akan diskrining berada dalam posisi litotomi, kemudian dengan spekulum dan penerangan yang cukup, dilakukan inspeksi terhadap kondisi leher rahimnya. Setiap abnormalitas yang ditemukan, bila ada, dicatat. Leher rahim yang normal akan tetap berwarna merah muda, sementara hasil positif bila ditemukan area, plak atau ulkus yang berwarna putih. Lesi prakanker ringan/jinak (NIS 1) menunjukkan lesi putih pucat yang bisa berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar. Lesi yang lebih parah (NIS 2-3 seterusnya) menunjukkan lesi putih tebal dengan batas yang tegas, dimana salah satu tepinya selalu berbatasan dengan sambungan skuamokolumnar (SSK) . Beberapa kategori temuan IVA tampak seperti tabel berikut :

Kategori Temuan IVA Normal Infeksi Licin, merah muda, bentuk portio normal Servisitis (inflamasi, hiperemis) Banyak fluor Ektropion Polip Positif IVA Plak putih Epitel acetowhite (bercak putih) Kanker leher rahim Pertumbuhan seperti bunga kol Mudah berdarah

Temuan Negatif

Interpretasi tak ada lesi bercak putih (acetowhite lesion) bercak putih pada polip endoservikal atau kista nabothi garis putih mirip lesi acetowhite pada sambungan skuamokolumnar

Positif 1 (+)

samar, transparan, tidak jelas, terdapat lesi bercak putih yang ireguler pada serviks

lesi bercak putih yang tegas, membentuk sudut (angular), geographic acetowhite lessions yang terletak jauh dari sambungan skuamokolumnar

Positif 2 (++)

lesi acetowhite yang buram, padat dan berbatas jelas sampai ke sambungan skuamokolumnar

lesi acetowhite yang luas, circumorificial, berbatas tegas, tebal dan padat

pertumbuhan pada leher rahim menjadi acetowhite

Deskripsi VIA positif. Berwarna keputihan agak tebal, berbatas tegas, pada pewarnaan acetowhite sekitar os serviks sampai skuamokolumnar junction. Terdapat acetowhite ringan pada epitel metaplastic imatur meluas sampai ke endoserviks.

Baku emas untuk penegakan diagnosis lesi prakanker leher rahim adalah biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Apabila hasil skrining positif, perempuan yang diskrining menjalani prosedur selanjutnya yaitu konfirmasi untuk penegakan diagnosis melalui biopsi yang dipandu oleh kolposkopi. Setelah itu baru dilakukan pengobatan lesi prakanker. Ada beberapa cara yang dapat digunakan yaitu kuretase endoservikal, krioterapi, atau loop electrosurgical excision procedure (LEEP)1, laser, konisasi, sampai histerektomi simpel.

II.9 Akurasi Pemeriksaan dengan Metode IVA Beberapa penelitian terdahulu menyebutkan bahwa metode IVA berpotensi menjadi alternatif metode skrining kanker leher rahim di daerah-daerah yang memiliki sumber daya terbatas. Namun demikian, akurasi metode ini dalam penerapan klinis masih terus dikaji di berbagai negara berkembang. Sensitivitas IVA dibanding pemeriksaan sitologi (Tes Pap) berturut-turut adalah 76,7% dan 44,3%. Meskipun begitu, dilaporkan juga bahwa metode IVA ini kurang spesifik, angka spesifisitas IVA hanya 64,1% dibanding sitologi 90,6%.48 Penelitian lainnya mengambil sampel 1997 perempuan di daerah pedesaan di Cina, dilakukan oleh Belinson JL dan kawan-kawan untuk menilai sensitivitas metode IVA pada lesi prakanker tahap NIS 2 atau yang lebih tinggi, dikonfirmasi dengan kolposkopi dan biopsi leher rahim. Hasil penelitian menunjukkan bahwa angka sensitivitas IVA untuk NIS 2 atau yang lebih tinggi adalah 71%, sementara angka spesifisitas 74%.2 Beberapa penelitian

menunjukkan sensitivitas IVA lebih baik daripada sitologi. Claey et al.3 melaporkan penelitiannya di Nikaragua, bahwa metode IVA dapat mendeteksi kasus LDT (Lesi Derajat Tinggi) dan kanker invasif 2 kali lebih banyak daripada Tes Pap. Berbagai penelitian telah menyatakan bahwa skrining dengan metode IVA lebih mudah, praktis dan lebih sederhana, mudah, nyaman, praktis dan murah. Pada tabel dibawah ini dapat dilihat perbandingkan antara pap smear dan IVA dalam berbagai aspek pelayanan.

II.10 Penatalaksanaan IVA

Pemeriksaan IVA dilakukan dengan spekulum melihat langsung leher rahim yang telah dipulas dengan larutan asam asetat 3-5%, jika ada perubahan warna atau tidak muncul plak putih, maka hasil pemeriksaan dinyatakan negative. Sebaliknya jika leher rahim berubah warna menjadi merah dan timbul plak putih, maka dinyatakan positif lesi atau kelainan pra kanker.

Namun jika masih tahap lesi, pengobatan cukup mudah, bisa langsung diobati dengan metode Krioterapi atau gas dingin yang menyemprotkan gas CO2 atau N2 ke leher rahim. Sensivitasnya lebih dari 90% dan spesifitasinya sekitar 40% dengan metode diagnosis yang hanya membutuhkan waktu sekitar dua menit tersebut, lesi prakanker bisa dideteksi sejak dini. Dengan demikian, bisa segera ditangani dan tidak berkembang menjadi kanker stadium lanjut.

Metode krioterapi adalah membekukan serviks yang terdapat lesi prakanker pada suhu yang amat dingin (dengan gas CO2) sehingga sel-sel pada area tersebut mati dan luruh, dan selanjutnya akan tumbuh sel-sel baru yang sehat (Samadi Priyanto. H, 2010)

Kalau hasil dari test IVA dideteksi adanya lesi prakanker, yang terlihat dari adanya perubahan dinding leher rahim dari merah muda menjadi putih, artinya perubahan sel akibat infeksi tersebut baru terjadi di sekitar epitel. Itu bisa dimatikan atau dihilangkan dengan dibakar atau dibekukan. Dengan demikian, penyakit kanker yang disebabkan human

papillomavirus (HPV) itu tidak jadi berkembang dan merusak organ tubuh yang lain.

Anda mungkin juga menyukai