Anda di halaman 1dari 19

Kamis, 12 April 2012 13:35 Badan Penanggulangan Bencana Riau Kelola Rp 26,3 Miliar Penanggulangan resiko bencana di Riau

mendapat porsi anggaran cukup besar. Total dana yang tersedia Rp 26,3 miliar untuk Badan Penanggulangan Bencana Daerah. Riauterkini - PEKANBARU - Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau mendapat dana anggaran dari pemerintah Provinsi Riau sebesar Rp10,4 miliar, dan 15, 9 miliar dari bantuan pemerintah pusat guna melaksnakan program BPBD ke depan. Dimana tugas pokok dan fungsinya adalah mengurangi resiko bencana dengan sistem preventif untuk melaksanakan perencanaan rehabilitasi kontruksi pasca bencana. Hal ini diungkapkan kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Riau, Syasulrizal kepada Riauterkini, Kamis (12/4) di kantornya jalan Sutan Syarif Kasim, Pekanbaru. Katanya, guna melaksankan program yang akan dilaksanakan badan yang dia pimpin. Dimana saat ini masih tergolong baru, karena berdiir mulai tahun 2011. Untuk itulah, katanya BPBD Riau mendapat bantuan dari pemerintah Provinsi Riau yang berasal dari APBD sebesar Rp10,4 miliar, dan dari pusat sebesar 15,9 miliar. "Untuk mendukung program yang kita buat, dalam menanggulangi resiko bencana. Pemerintah Provinsi Riau memberikan bantuan dengan total Rp10,4 miliar, dan ditambah bantuan dari pemerintah Pusat sebesar Rp15,9 miliar. Dimana yang Rp15,9 miliar ini langsung disalurkan oleh pusat ke daerah yang membutuhkan, seperti Kampar mendapat Rp8,9 miliar dan Inhil Rp7 miliar," katanya. ,br> Syamsulrizal juga memaparkan program-program dari BPBD untuk kedepannya, di antaranya, melakukan pelatihan dalam rangka tanggap bencana dengan tim reaksi cepat, perencanaan rehabilitasi pasca bencana, pembangunan kantor dan gedung BPBD Riau, membentuk pusat pengendalian operasional, gedung logistik dan membantu mensukseskan PON nanti. "Dan masih banyak lagi yang harus kita benahi bersama, mengingat kita baru beroperasi kurang lebih satu tahun. Maka dibutuhkan anggaran yang lebih banyak, dan kebetulan kita didukung oleh Pemprov dan Pusat," ujarnya. Sampai saat ini, lanjut Syamsulrizal sudah ada enam Kabupaten/kota yang sudah mempunyai BPBD, di antaranya, Kabupaten Kampar, Inhu, Inhil, Pelelawan, Dumai dan Rohul. Dan tambahnya, saat ini pihanya sedang melakukan sosialisasi kepada semua Kabupaten/kota yang belum membentuk BPBD daerah masing-masing untuk secepatnya dibentuk.

"Untuk saat ini baru ada enam Kabupaten dan kota yang sudah terbentuk BPBD. Di antaranya, Kampar, Inhu, Inhil, Pelelawan, Dumai danb Rohul. Dan untuk enam Kabupaten dan kota lainnya saat ini kita sudah melakukan sosialisasi untuk secepatnya membentuk BPBD daerah masing-masing," ungkapnya. Syamsulrizal menambahkan, pemerintah Pusat dan Pemprov Riau selain membantu lewat anggaran juga memberikan bantuan berupa peralatan. Seperti mobil, motor, dan bahan logistik lainya.***(jor)

BPBD Gelar Sosialisasi Pengurangan Resiko Bencana


Wednesday, 01 August 2012 12:10 Hits: 64

PASIR PENGARAIAN-Badan Penanggulangan Bencana Daerah Rokan Hulu menggelar sosialisasi pengurangan resiko bencana di Provinsi Riau, Selasa (31/7). Bupati diwakili Sekretaris Daerah, Damri, ketika membuka sosialisasi tersebut mengatakan, di Provinsi Riau hampir setiap tahun terjadi bencana kebakaran hutan dan lahan. Kejadian ini sudah menjadi isu penting dan menjadi sebuah rutinitas yang menghabiskan APBN dan APBD yang cukup besar untuk pemadaman kebakaran tersebut. Belum lagi dampak kesehatan terhadap jutaan masyarakat yang terkena dari asap yang ditimbulkan, seperti meningkatnya jumlah penderita penyakit ISPA, kanker paru-paru dan menambah parahnya penyakit penderita TBC/asma. Sampai saat ini penanggulangan kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau baru sebatas upaya pemadaman api pada saat kebakaran terjadi. Berdasarkan data dari satelit NOAA 18 di lihat pada Januari 2012 hingga Juli 2012 hampir setiap hari ditemukan titik api (hot spot) di 12 kabupaten dan kota di Provinsi Riau. Dari data tersebut, kebakaran hutan dan lahan terjadi hampir setiap tahun berulang di tempat yang sama, terutama pada kawasan yang bergambut. Tentu saja, ini menjadi sebuah permasalahan dan menjadi issu penting yang harus dicarikan jalan keluarnya, sehingga masalah kebakaran hutan dan lahan di Provinsi Riau dapat diminimalisir. Konsep penanggulangan bencana mengalami pergeseran paradigma dari konvensional menuju ke holistic. Pandangan Konvensional menganggap bencana itu suatu peristiwa yang tak terelakkan dan korban harus segera mendapat pertolongan. Sesuai dengan hal tersebut Pemkab Rohul menggelar Sosialisasi Pengurangan Resiko Bencana Provinsi Riau, untuk meningkatkan komitmen pemerintah serta kepedulian masyarakat terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh bencana. (yus)

Written by Administrator Created on Tuesday, 14 August 2012 04:00 Last Updated on Friday, 17 May 2013 12:04 Hits: 446

PAPARAN KA. UPT HB DI HADAPAN GUBERNUR PROVINSI RIAU

Sejumlah prediksi iklim dunia memberikan peringatan bahwa ancaman El Nino kemungkinan muncul di wilayah Indonesia dengan puncaknya terjadi pada bulan Oktober, November dan Desember 2012 mendatang. Peringatan ini diperkuat oleh pernyataan Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang menyatakan bahwa memasuki bulan Juli 2012 wilayah Indonesia sudah memasuki fase El Nino lemah dan hingga akhir tahun diprediksikan akan meningkat sampai moderat sehingga dapat menimbulkan ancaman kekeringan di sejumlah daerah. Pada kenyataannya, dampak El Nino di Indonesia sudah mulai dirasakan di wilayah Sumatera, Jawa dan Kalimantan sejak bulan Juli 2012 lalu, ditandai dengan kemunculan titik panas (hotspot) yang cukup tinggi intensitasnya.

KUNJUNGAN GUBERNUR RIAU H. M. RUSLI ZAENAL KE POSKO TMC SAAT ACARA PEMBUKAAN OPERASI TMC UNTUK PENANGGULANGAN BENCANA ASAP AKIBAT KEBAKARAN LAHAN DAN HUTAN DI PROVINSI RIAU

Berdasarkan pantauan Singapore Weather Information Portal, intensitas hotspot di Pulau Sumatera dan Kalimantan mulai meningkat sejak pertengahan bulan Juni 2012. Bahkan untuk wilayah Sumatera, pada akhir Juli 2012 lalu jumlah hotspot sempat mendekati angka 700 titik, yang secara historis lebih tinggi dibandingkan dengan jumlah hotspot sejak tahun 2006. Berdasarkan pemantauan hotspot kebakaran lahan dan hutan yang bersumber dari data satelit NOOA 18 yang dilaksanakan oleh Direktorat Pengendalian Kebakaran Hutan, Direktorat Jenderal PHKA Kementerian Kehutanan, terhitung sejak tanggal 1 Januari 2012 sampai dengan tanggal 9 Agustus 2012 telah terpantau hotspot sebanyak 15.392 titik yang sebarannya terkonsentrasi di wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi (91%). Kemunculan hotspot terbanyak berada di Provinsi Riau (3.486 titik), Sumatera Selatan (2.359 titik), Kalimantan Barat (2.105 titik), Jambi (1.341 titik) dan Kalimantan Tengah (978 titik). Kondisi hotspot terkini di Provinsi Riau (tanggal 11 Agustus 2012) terpantau sebanyak 167 titik.

Mengantisipasi kondisi tersebut dan dengan memperhatikan pola historis kejadian hotspot di wilayah Sumatera dan Kalimantan yang biasanya akan mencapai puncaknya selama bulan Agustus, September dan Oktober, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) bekerjasama dengan Unit Pelaksana Teknis Hujan Buatan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (UPTHB BPPT) mengambil langkah antisipasi dengan melakukan operasi pemadaman kebakaran lahan dan hutan dari udara melalui pelaksanaan operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) atau yang sering dikenal dengan istilah hujan buatan. Secara regulasi, peranan TMC untuk mitigasi bencana kebakaran lahan dan hutan telah tertuang dalam Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2011 tentang Peningkatan Pengendalian Kebakaran Hutan dan Lahan, dimana Presiden RI memberikan instruksi kepada Menteri Riset dan Teknologi untuk melakukan koordinasi dalam pemberian bantuan penanganan kebakaran hutan dan lahan dengan menggunakan teknologi pembuatan hujan buatan.

PAPARAN KA. UPT HB. F. HERU WIDODO, M.SI. DI HADAPAN GUBERNUR RIAU

Pelaksanaan operasi TMC di wilayah Sumatera dipusatkan di Provinsi Riau, dengan Posko bertempat di Bandara Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru. Rencananya operasi TMC akan dilakukan selama 40 hari yang terbagi dalam 2 tahap, Tahap I dilaksanakan selama tanggal 12-16 Agustus 2012, dan dilanjutkan kembali setelah libur lebaran nanti sekitar tanggal 24 Agustus 2012 sampai dengan bulan September 2012 mendatang. Pelaksanaan operasi TMC di Provinsi Riau pada Tahap I yang sudah berjalan saat ini didukung oleh 1 unit pesawat jenis CASA 212-200 versi rain maker dengan nomor registrasi PK-TLE milik BPPT yang dioperasikan oleh PT Nusantara Buana Air (NBA). Bahan semai yang digunakan adalah garam (NaCl) berbentuk powder dengan ukuran butir yang sangat halus (dalam orde mikron). Untuk membantu pengamatan cuaca dan kondisi awan di wilayah target, telah ditempatkan sejumlah personil di 4 lokasi Pos Pengamatan Meteorologi (Posmet), yaitu di daerah Dumai, Siak, Pelalawan dan Rengat. Pelaksanaan TMC dengan Posko di Pekanbaru ini merupakan salah satu upaya pengurangan resiko bencana asap akibat kebakaran lahan dan hutan yang dilakukan dari udara, khususnya untuk wilayah Provinsi Riau dan sekitarnya. Operasional kegiatan ini mendapat dukungan penuh dari Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau. Kepala BPBD Provinsi Riau, Syamsurizal mengatakan bahwa pihaknya selaku perwakilan elemen Pemerintah Daerah Provinsi Riau akan mengerahkan segala sumberdaya yang ada guna mendukung pelaksanaan kegiatan ini

sekaligus menjembatani koordinasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dalam hal pelaksanaan operasi udara ini. Pada hari Senin, 13 Agustus 2012, Posko TMC di Bandara SSK II Pekanbaru dikunjungi oleh Gubernur Riau, Rusli Zaenal, yang datang bersama rombongan selepas memimpin rapat koordinasi bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah se-Provinsi Riau. Turut hadir dalam rombongan tersebut Wakil Gubernur dan Sekretaris Daerah Provinsi Riau, Walikota Pekanbaru dan seluruh jajaran Muspida se-Provinsi Riau seusai melaksanakan rapat koordinasi bersama Gubernur di Kantor Gubernur. Kunjungan rombongan Pemerintah Daerah Provinsi Riau ke Posko TMC diterima oleh Kepala UPT Hujan Buatan BPPT, F. Heru Widodo dengan didampingi oleh Direktur Tanggap Darurat dan Kesiapsiagaan Bencana BNPB, Tri Budiarto dan Koordinator Lapangan Operasi TMC, Sutrisno.

Dalam sambutannya, Gubernur Riau menyampaikan ucapan terimakasih kepada Pemerintah Pusat atas bantuan yang diberikan dalam hal penanganan resiko bencana kabut asap akibat kebakaran lahan dan hutan yang terjadi di Provinsi Riau.Dengan adanya operasi TMC ini, selain sasaran yang bernuansa politis untuk menurunkan tingkat bencana gangguan asap kebakaran lahan dan hutan di Provinsi Riau yang berpotensi mengganggu hubungan antar provinsi dan antar negara, sasaran lain yang bernuansa strategis adalah juga untuk mengurangi resiko bencana gangguan asap menjelang dan selama pelaksanaan penyelenggaraan Pekan Olah Raga Nasional (PON) XVIII yang akan diselenggarakan di Provinsi Riau, 9-22 September 2012 mendatang tutup Rusli Zaenal. (BDH/HAB-UPTHB).

Kurangi Resiko Bencana di Rohul, BPBD Lakukan Pemetaan


Pasirpengaraian (Cakra FM) - Badan Penanggulangan Bencana Alam Daerah (BPBD) Kabupaten Rokan Hulu (Rohul) lakukan koordinasi dengan BPBD Provinsi Riau terkait Focus Group Discussion (FGD) pemetaan survay, pencegahan dan pengurangan pontensi bencana di Hotel Sapadia, Selasa (16/10).

Kepala BPBD Provinsi Riau diwakili Kasi Bidang Percegahan dan Kesiapsiagaan Mitra Adhi Mukti, untuk menangulangi bencana alam, kinerja harus link sektor dengan intansi terkait, pihaknya hanya mampu mengurangi resiko dan memberikan pemahaman agar kewaspadaan terhadap bencana dapat diketahui.

Umpanya Kebakaran Lahan dan Huta (Karlahut) dan banjir kordinasi dengan dinas Kehutanan dan Perkebunan, sebab kemungkinan maraknya penebangan hutan, lonsgor dengan intasni cipta karya,sebutnya.

Bupati Rohul Drs. Achmad, Msi diwakili Asisten II Setdakab H. Syaiful Bahri, membukan secara resmi kegiatan itu, agar bisa mengidentifikasi potensi bencana di Rohul, pihak tetap komit dalam membentuk tim koordansi dengan solid sehingga pelayanan masyarakat dapat tercapai dengan baik.

Komitmen dan konsitensi dalam memberikan pelayanan, khusus mengatasi kendala bencana baik itu banjir, longsor, angin puting beliung harus dikerjakan secara kompleksitas,ucapnya.

Kepala BPBD Rohul Aceng Herdiana, tugas fungsi pokok BPBD memang bisa melakukan pekerjaan sifatnya, pra bencana, dalam kondisi bencana dan pasca bencana, ke depan akan membetuk komunikasi efektif dengan berbagai sektor, termasuk perusahaan, masyarakat sesuai dengan moto BPBD.

Masyarakat sangat diutamakan dalam memberikan pelayanan terbaik, sesuai arahan danh anjuran Bupati Rohul, namun dalam waktu dekat pihak akan membuat Memorandum Of Undrestanding (MoU) dengan pihak Mapolda Riau.katanya.

Pantaun, puluhan peserta dari berbagai link sektor hadir dalam kegiatan itu, seperti Anggota TNI, Gegana, Pengusaha Swasta, Polri, Pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dan lainnya, diskusi belangsung sangat alot, karena Rohul memang sangat resiko bencana alam.

Navigasi: Berita|Riau Siapkan Peta Resiko Bencana Alam

Riau Siapkan Peta Resiko Bencana Alam


Sabtu, 26 November 2011 13:59

Pekanbaru, 26/11 (SIGAP) - Pemerintah Provinsi Riau tengah amerancang dan menyiapkan peta resiko bencana alam berisikan wilayah-wilayah rawan banjir, tanah longsor, kebakaran hutan serta bencana lainnya di setiap kabupaten maupun kota di provisi berjuluk 'Bumi Lancang Kuning' ini. "Peta risiko bencana diperlukan, sebab setiap kabupaten dan kota di Riau memiliki ancaman atau bahaya bencana tersendiri. Peta bencana penting untuk antisipasi tanggap darurat," kata Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau, Junedi, Sabtu. Ditemui ANTARA di lokasi bencana banjir di kawasan Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, Junedi mencontohkan, beberapa daerah memiliki tabiat khas yang rawan dilanda bencana banjir. Yakni, selain Kabupaten Kampar, juga Kota Dumai, dan Kabupaten Bengkalis. Banjir di Kabupaten Kampar tepatnya di Kecamatan Kampar Kiri Hulu itu sendiri, sejauh ini telah merenggut korban jiwa dan menghancurkan sejumlah rumah serta merusak fasilitas umum. Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Kampar, Basrul, secara terpisah menyatakan, untuk wilayah Kampar, sepanjang tahun 2011 ini saja telah lebih delapan kali dilanda bencana banjir cukup besar. "Setiap banjir melanda sejumlah wilayah Kampar, seperti yang saat ini terjadi di Kecamatan Kampar Kiri Hulu, berakibat banyak kerugian yang diderita warga dan pemerintah setempat," katanya. Menanggapi rencana penyusunan peta resiko bencana, Basrul mengaku sangat mendukungnya dan berharap hal itu segera terealisasi. "Dengan adanya peta bencana ini, diharapkan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Pusat dapat lebih tanggap terhadap bencana seperti yang terjadi di Kampar Kiri Hulu," ujarnya. Data Pemerintah Kecamatan Kampar Kiri Hulu, Kabupaten Kampar, menyebutkan, setakat ini banjir bandang masih merendam ribuan rumah di sejumlah desa. Disebutkan, banjir itu melanda Desa Tanjung Belit, Tanjung Belit Selatan, Batusanggan, Tanjung Beringin, Gajah Bertalut, Aur Kuning, Pangkalan Serai, dan Desa Sebangang Jaya serta Desa Muaro Biong. Banjir bandang atau yang juga dikenal dengan banjir 'Air Bah' oleh warga tempatan, sebelumnya juga dikhabarkan menyapu lebih dari sepuluh rumah dan menghanyutkan dua orang warga. Satu di antaranya telah ditemukan tewas, sementara seorang lainnya masih dinyatakan hilang. Pencarian atas korban yang masih hilang berlanjut hari ini (Sabtu 26/11). Sementara dari pantauan ANTARA di Desa Gema, Kecamatan Kampar Kiri Hulu, atau berjarak sekitar 20 kilometer dari lokasi banjir terparah, sejumlah tim penyelamatan dan evakuasi korban banjir sedang berusaha mengamankan lokasi. Tim tersebut terdiri dari Satuan Tagana, Badan SAR Nasional dan Pemerintah Kabupaten Kampar serta Pemerintah Provinsi Riau. Mereka semua siaga menuju lokasi korban banjir. (lap har/ant)

LETAK GEOGRAFIS

Provinsi Riau terdiri dari daerah daratan dan perairan, dengan luas lebih kurang 8.915.016 Ha (89.150 Km2), Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai dengan Selat Malaka terletak antara 01 05 00 Lintang Selatan - 02 25 00 Lintang Utara atau antara 100 00 00 105 05 00 Bujur Timur. Disamping itu sesuai Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 terdapat wilayah lautan sejauh 12 mil dari garis pantai. Di daratan terdapat 15 sungai, diantaranya ada 4 sungai besar yang mempunyai arti penting sebagai sarana perhubungan seperti Sungai Siak (300 Km) dengan kedalaman 8 -12 m, Sungai

Rokan (400 Km) dengan kedalaman 6-8 m, Sungai Kampar (400 Km) dengan kedalaman lebih kurang 6 m dan Sungai Indragiri (500 Km) dengan kedalaman 6-8 m. Ke 4 sungai yang membelah dari pegunungan daratan tinggi Bukit Barisan Bermuara di Selat Malaka dan Laut Cina Selatan itu dipengaruhi pasang surut laut.

Adapun batas-batas Provinsi Riau bila dilihat posisinya dengan negara tetangga dan provinsi lainnya a. b. c. d. Sebelah Sebelah Sebelah Sebelah adalah Utara Selatan Timur Barat : : : : Selat Provinsi Provinsi Provinsi sebagai Malaka Jambi Sumatera dan dan Barat Provinsi Provinsi Riau dan dan berikut Sumatera Sumatera Selat Sumatera : Utara Barat Malaka Utara.

Kepulauan

Kota dan Kabupaten


Kota Pekanbaru Kota Dumai Kabupaten kampar Kabupaten Pelalawan Kabupaten Indragiri Hulu Kabupaten Indragiri Hilir Kabupaten Bengkalis Kabupaten Siak Kabupaten Kuantan singngi Kabupaten Rokan hulu Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Meranti

Propinsi Riau
Contents
[hide]

1 Geografi 2 Demografi 3 Sejarah

o o o

3.1 Periode 5 Maret 1958 - 6 Januari 1960 3.2 Pemindahan Ibukota 3.3 Periode 6 Januari 1960 - 15 Nopember 1966

4 Sosial Budaya

o o o o

4.1 Seni Teater Khas Kesenian Riau 4.2 Seni Tari Khas Kesenian Riau 4.3 Seni Musik Khas Kesenian Riau 4.4 Seni Sastra Khas Kesenian Riau

5 Potensi Daerah

o o o

5.1 Pertambangan 5.2 Perkebunan 5.3 Pariwisata

6 Wilayah 7 Pesantren 8 Pengurus Nahdlatul Ulama 9 Tokoh

Geografi
Luas wilayah Provinsi Riau adalah 111.228,65 kilometer persegi (luas sesudah pemekaran Provinsi Kepulauan Riau) yang terdiri dari pulau-pulau dan laut-laut. Keberadaannya membentang dari lereng Bukit Barisan sampai Laut Cina Selatan, terletak antara 115 Lintang Selatan sampai 445 Lintang Utara atau antara 1000310919 Bujur Timur Greenwich dan 650-145 Bujur Barat Jakarta. Batas wilayah Provinsi Riau adalah sebagai berikut : sebelah utara berbatasan dengan Kepulauan Riau dan Selat Melaka; di sebelah selatan dengan Provinsi Jambi dan Selat Berhala; di sebelah timur berbatasan dengan Laut Cina Selatan (Provinsi Kepulauan Riau), di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Sumatera Barat dan Provinsi Sumatera Utara

Demografi
Jumlah penduduk Kabupaten/Kota di wilayah perbatasan tahun 2005 berjumlah 1,3 juta jiwa atau 28,5% dari total penduduk Provinsi Riau. Jumlah penduduk di wilayah perbatasan terbesar dimiliki Kabupaten Bengkalis

dan terendah dimiliki Kabupaten Dumai. Kondisi pendidikan berdasarkan indikator Angka Melek Huruf diantaar kabupaten/kota wilayah perbatasan, AMH terendah berada Kabupaten Rokan Hilir (88,8%), dan merupakan AMH terendah pula diantara kabupaten/kota di Provinsi Riau. Kondisi AMH terbaik diwilayah perbatasan berada di Kota Dumai (99,10%). Berdasarkan indikator Rata-rata lama sekolah di kabupaten yang berada diwilayah perbatasan, Kota Dumai memiliki angka Rata-rata lama sekolah tertinggi sebesar 9,7 tahun, dan terendah berada di Kabupaten Rokan Hilir sebesar 7 tahun. Kondisi kesehatan penduduk kabupaten/kota yang menempati wilayah perbatasan berdasarkan indikator Angka Harapan Hidup, terendah berada di Kabupaten Rokan Hilir 66,6 tahun, sementara Kota Dumai memiliki angka harapan hidup sebesar 70,3 tahun. Sementara berdasarkan penyebaran penduduk miskin diantara kabupaten/kota di wilayah perbatasan, jumlah dan persentase penduduk miskin tertinggi berada di Kabupaten Bengkalis sebanyak 70,56 Ribu jiwa (11%), dan kemiskinan terendah berada di Kota Dumai sebanyak 21,35 ribu jiwa (10%).

Sejarah
Periode 5 Maret 1958 - 6 Januari 1960
Pembentukan Provinsi Riau ditetapkan dengan Undang-undang Darurat Nomor 19 Tahun 1957. Kemudian diundangkan dalam Undang-undang Nomor 61 tahun 1958. Sama halnya dengan Provinsi lain yang ada di Indoensia, untuk berdirinya Provinsi Riau memakan waktu dan perjuangan yang cukup panjang, yaitu hampir 6 tahun (17 Nopember 1952 s/d 5 Maret 1958). Dalam Undang-undang pembentukan daerah swatantra tingkat I Sumatera Barat, Jambi dan Riau, Jo Lembaran Negara No 75 tahun 1957, daerah swatantra Tingkat I Riau meliputi wilayah daerah swatantra tingkat II : 1. Bengkalis 2. Kampar 3. Indragiri 4. Kepulauan Riau, termaktub dalam UU No. 12 tahun 1956 (L. Negara tahun 1956 No.25) 5. Kotaparaja Pekanbaru, termaktub dalam Undang-undang No. 8 tahun 1956 No. 19 Dengan surat keputusan Presiden tertanggal 27 Februari 1958 No. 258/M/1958 telah diangkat Mr. S.M. Amin, Gubernur KDH Provinsi Riau di lakukan pada tanggal 5 Maret 1958 di Tanjungpinang oleh Menteri Dalam Negeri yang diwakili oleh Sekjen Mr. Sumarman. Pelantikan tersebut dilakukan ditengah-tengah klimaksnya pemberontakan PRRI di Sumatera Tengah yang melibatkan secara langsung daerah Riau. Dengan demikian, Pemerintah Daerah Riau yang baru terbentuk harus mencurahkan perhatian dan kegiatannya untuk memulihkan keamanan di daerahnya sendiri.

Seiring dengan terjadinya pemberontakan PRRI, telah menyebabkan kondisi perekonomian di Provinsi Riau yang baru terbentuk semakin tidak menentu. Untuk mengatasi kekurangan akan makanan, maka diambil tindakan darurat, para pedagang yang mampu dikerahkan untuk mengadakan persediaan bahan makanan yang luas. Dengan demikian dalam waktu singkat arus lalu lintas barang yang diperlukan rakyat berangsurangsur dapat dipulihkan kembali. Di Riau Daratan yang baru dibebaskan dari pengaruh PRRI, pemerintahan di Kabupaten mulai ditertibkan. Sebagai Bupati Inderagiri di Rengat ditunjuk Tengku Bay, di Bengkalis Abdullah Syafei. Di Pekanbaru dibentuk filial Kantor Gubernur yang pimpinannya didatangkan dari kantor Gubernur Tanjungpinang, yaitu Bupati Dt. Wan Abdurrachman dibantu oleh Wedana T. Kamaruzzaman.

Pemindahan Ibukota
Karena situasi daerah telah mulai aman, maka oleh pemerintah (Menteri Dalam Negeri) telah mulai difikirkan untuk menetapkan ibukota Provinsi Riau secara sungguh-sungguh, karena penetapan Tanjungpinang sebagai ibukota provinsi hanya bersifat sementara. Dalam hal ini Menteri Dalam Negeri telah mengirim kawat kepada Gubernur Riau tanggal 30 Agustus 1958 No. Sekr. 15/15/6. Untuk menanggapi maksud kawat tersebut secara sungguh-sungguh dan penuh pertimbangan yang cukup dapat dipertanggung jawabkan, maka Badan Penasehat meminta kepada Gubernur supaya membentuk suatu Panitia khusus. Dengan Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Swatantra tingkat I Riau tanggal 22 September 1958 No.21/0/3-D/58 dibentuk panitia Penyelidik Penetapan Ibukota Daerah Swatantra Tingkat I Riau. Panitia ini telah berkeliling ke seluruh Daerah Riau untuk mendengar pendapat-pendapat pemuka-pemuka masyarakat, penguasa Perang Riau Daratan dan Penguasa Perang Riau Kepulauan. Dari angket langsung yang diadakan panitia tersebut, maka diambillah ketetapan, bahwa sebagai ibukota terpilih Kota Pekanbaru. Pendapatan ini langsung disampaikan kepada Menteri Dalam Negeri. Akhirnya tanggal 20 Januari 1959 dikeluarkan Surat Keputusan dengan No. Des.52/1/44-25 yang menetapkan Pekanbaru sebagai ibukota Provinsi Riau. Untuk merealisir ketetapan tersebut, dibentuklah dipusat suatu panitia interdepartemental, karena pemindahan ibukota dari Tanjungpinang ke Pekanbaru menyangkut kepentingan semua Departemen. Sebagai pelaksana di daerah dibentuk pula suatu badan di Pekanbaru yang diketuai oleh Penguasa Perang Riau Daratan Letkol. Kaharuddin Nasution. Sejak itulah mulai dibangun Kota Pekanbaru dan untuk tahap pertama mempersiapkan bangunan-bangunan yang dalam waktu singkat dapat menampung pemindahan kantor-kantor dan pegawai-pegawai dari Tanjung Pinang ke Pekanbaru. Sementara persiapan pemindahan secara simultan terus dilaksanakan, perubahan struktur pemerintahan daerah berdasarkan Penpres No.6/1959 sekaligus direalisir. Gubernur Mr. S.M. Amin digantikan oleh Letkol Kaharuddin Nasution yang dilantik digedung Sekolah Pei Ing Pekanbaru tanggal 6 Januari 1960. Karena Kota Pekanbaru belum mempunyai gedung yang representatif, maka dipakailah gedung sekolah Pei Ing untuk tempat upacara.

Periode 6 Januari 1960 - 15 Nopember 1966

Dengan di lantiknya Letkol Kaharuddin Nasution sebagai Gubernur, maka struktur Pemerintahan Daerah Tingkat I Riau dengan sendirinya mengalami pula perubahan. Badan Penasehat Gubernur Kepala Daerah dibubarkan dan pelaksanaan pemindahan ibukota dimulai. Rombongan pemindahan pertama dari Tanjungpinang ke Pekanbaru dimulai pada awal Januari 1960 dan mulai saat itu resmilah Pekanbaru menjadi ibukota. Aparatur pemerintahan daerah, sesuai dengan Penpres No.6 tahun 1959 mulai dilengkapi dan sebagai langkah pertama dengan Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanggal 14 April 1960 No. PD6/2/12-10 telah dilantik Badan Pemerintah Harian bertempat di gedung Pei Ing Pekanbaru dengan anggota-anggota terdiri dari : 1. Wan Ghalib 2. Soeman Hs 3. A. Muin Sadjoko Anggota-anggota Badan Pemerintahan Harian tersebut merupakan pembantu-pembantu Gubernur Kepala Daerah untuk menjalankan pemerintahan sehari-hari. Di dalam rapat Gubernur, Badan Pemerintah Harian dan Staff Residen Mr. Sis Tjakraningrat, disusunlah program kerje Pemerintah Daerah, yang dititik beratkan pada : 1. Pemulihan perhubungan lalu lintas untuk kemakmuran rakyat. 2. Menggali sumber-sumber penghasilan daerah 3. Menyempurnakan aparatur. Program tersebut dilaksanakan secara konsekwen sehingga dalam waktu singkat jalan raya antara Pekanbaru sampai batas Sumatera Barat siap dikerjakan. Jalan tersebut merupakan kebanggaan Provinsi Riau. Pemasukan keuangan daerah mulai kelihatan nyata, sehingga Kas Daerah yang pada mulanya kosong sama sekali, mulai berisi. Anggaran Belanja yang diperbuat kemudian tidak lagi merupakan anggaran khayalan tetapi betul-betul dapat dipenuhi dengan sumber-sumber penghasilan sendiri sebagai suatu daerah otonom. Disamping itu atas prakarsa Gubernur Kaharuddin Nasution diusahakan pula pengumpulan dana disamping keuangan daerah yang sifatnya inkonvensional. Dana ini diperdapat dari sumber-sumber di luar anggaran daerah, dan hasilnya dimanfaatkan untuk pembangunan, diantaranya pembangunan pelabuhan baru beserta gudangnya, gedung pertemuan umum (Gedung Trikora), gedung Universitas Riau, Wisma Riau Mesjid Agung, Asrama Pelajar Riau untuk Putera dan Putri di Yogyakarta dan lain-lain. Untuk penyempurnaan pemerintahan daerah, disusunlah DPRD-GR. Untuk itu ditugaskan anggota BPH Wan Ghalib dengan dibantu Bupati Dt. Mangkuto Ameh untuk mengadakan hearing dengan partai-partai politik dan organisasi-organisasi massa dalam menyusun komposisi. Sesuai dengan itu diajukan sebanyak 38 calon anggota yang disampaikan kepada menteri dalam negeri Ipik Gandamana. Usaha untuk menyempurnakan Pemerintah Daerah terus ditingkatkan, disamping Gubernur Kepala Daerah, pada tanggal 25 April 1962 diangkat seorang Wakil Gubernur kepala Daerah, yaitu Dt. Wan Abdurrahman yang semula menjabat Walikota Pekanbaru, jabatan Walikota dipegang oleh Tengku Bay.

Masuknya unsur-unsur Nasional dan Komunis dalam tubuh BPH disebabkan saat itu sudah merupakan ketentuan yang tidak tertulis, bahwa semua aparat pemerintahan harus berintikan "NASAKOM". Kemudian Penpres No. 6 tahun 1959 diganti dan disempurnakan dengan Undang-undang No. 18 tahun 1965 tentang pokok-pokok Pemerintahan Daerah. Nasakomisasi diterapkan tidak melalui ketentuan perundang-undangan tetapi tekanan-tekanan dari atas. Sejalan dengan itu dibentuk pula pula apa yang dinamakan Front Nasional Daerah Tingkat I Riau, yang pimpinan hariannya terdiri dari unsur Nasakom. Front Nasional ini mengkoordinir semua potensi parta-partai politik dan organisasi-organisasi massa. Dengan sendirinya di dalam Front Nasional ini bertarung ideologi yang bertentangan, yang menurut cita-cita haruslah dipersatukan. Kedudukan pimpinan harian Front Nasional ini merupakan kedudukan penting, karena mereka menguasai massa rakyat. Karena itu pulalah Pimpinanan Harian tersebut didudukkan di samping Gubernur Kepala Daerah, yang merupakan anggota Panca Tunggal. Atas dasar Nasakomisasi ini, maka golongan komunis telah dapat merebut posisi yang kuat. Ditambah pula dengan tekanan-tekanan pihak yang berkuasa, maka peranan komunis dalam Front Nasional tersebut sangat menonjol. Disamping penyempurnaan aparatur pemerintahan, oleh Pemerintah Daerah dirasakan pula bahwa luasnya daerah-daerah kabupaten yang ada dan batas-batasnya kurang sempurna, sehingga sering menimbulkan stagnasi dalam kelancaran jalannya roda pemerintahan. Ditambah lagi adanya hasrat rakyat dari beberapa daerah seperti Indragiri Hilir, Rokan, Bagan Siapi-api dan lain-lain yang menginginkan supaya daerah-daerah tersebut dijadikan Kabupaten. Untuk itu maka oleh Pemerintah Daerah Provinsi Riau pada tanggal 15 Desember 1962 dengan SK. No.615 tahun 1962 di bentuklah suatu panitia. Hasil kerja dari pantia tersebut menjadikan Provinsi Riau 5 (lima) buah daerah tingkat II dan satu buah Kotamadya. 1. Kotamadya Pekanbaru : Walikota KDH Kotamadya Tengku Bay. 2. Kabupaten Kampar : Bupati KDH R. Subrantas 3. Kabupaten Indragiri Hulu : Bupati KDH. H. Masnoer 4. Kabupaten Indragiri Hilir : Bupati KDH Drs. Baharuddin Yusuf 5. Kabupaten Kepulauan Riau : Bupati KDH Adnan Kasim 6. Kabupaten Bengkalis : Bupati KDH H. Zalik Aris Sewaktu pemerintah pusat memutuskan hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura, serta ditingkatkan dengan konfrontasi fisik dengan keputusan Presiden Republik Indonesia tahun 1963, maka yang paling dahulu menampung konsekwensi-konsekwensinya adalah daerah Riau. Daerah ini yang berbatasan langsung dengan kedua negara tetangga tersebut dan orientasi ekonominya sejak berabad-abad tergantung dari Malaysia dan Singapura sekaligus menjadi kacau. Untuk menghadapi keadaan yang sangat mengacaukan kehidupan rakyat tersebut, dalam rapat kilat yang diadakan Gubernur beserta anggota-anggota BPH, Catur Tunggal dan Instansi-instansi yang bertanggung

jawab, telah dibahas situasi yang gawat tersebut serta dicarikan jalan keluar untuk bisa mengatasi keadaan. Kepada salah seorang anggota BPH ditugaskan untuk menyusun suatu konsep program yang meliputi semua bidang kecuali bidang pertanahan, dengan diberi waktu satu malam. Dalam rapat yang diadakan besok paginya konsep yang telah disusun tersebut diterima secara mutatis mutandis. Tetapi nyatanya pemeritah pusat waktu itu tidak dapat melaksanakan program tersebut sebagaimana yang diharapkan terutama tindakan-tindakan yang diperlukan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi langsung oleh rakyat, seperti pengiriman bahan pokok untuk daerah-daerah Kepulauan dan penyaluran hasil produksi rakyat. Dalam bidang moneter diambil pula tindakan-tindakan drastis dengan menghapuskan berlakunya mata uang dollar Singapura/Malaysia di Kepulauan Riau, serta menggantinya dengan KRRP (Rupiah Kepualaun Riau) yang berlaku mulai tanggal 15 Oktober 1963. Untuk melaksanakan pengrupiahan Kepualauan Riau tersebut, diberikan tugas kepada Team Task Force II dibawah pimpinan Mr. Djuana dari Bank Indonesia. Dengan perubahan-perubahan pola ekonomi secara mendadak dan menyeluruh dengan sendirinya terjadi stagnasi. Perekonomian jadi tidak menentu. Arus barang terhenti, baik keluar maupun masuk. Daerah Riau yang pada dasarnya adalah penghasil barang ekspor, akhirnya menjadi kekeringan. Barang-barang produksi rakyat, terutama karet menjadi menumpuk dan tak dapat di alirkan, barang-barang kebutuhan rakyat tidak masuk kecuali yang didatangkan oleh pemerintah sendiri yang tebatas hanya di kota-kota pelabuhan. Kebijaksanaan yang diambil pemerintah kemudian tidak meredakan keadaan, malahan menambah kesengsarahan rakyat, terutama di bidang ekonomi dan keamanan. Untuk menanggulangi bidang ekonomi, di pusat dibentuk Komando Tertinggi Urusan Ekonomi (Kotoe) yang dipimpin oleh Wakil Perdana Menteri I Dr. Subandrio. Di Riau di tunjuk Gubernur Kaharuddin Nasution sebagai pembantu Kotoe tersebut. Oleh Kotoe di tunjuk PT. Karkam dengan hak monopoli untuk menampung seluruh karet rakyat dan mengekspor keluar negeri. Kondisi ini justru semakin memperburuk perekonomian rakyat. Pada tahun-tahun terakhir masa jabatan Gubernur Kaharuddin Nasution terjadi ketegangan dengan pemukapemuka masyarakat Riau. Dari segi politis, ketegangan dengan tokoh-tokoh masyarakat Riau telah berjalan beberapa tahun yang berpangkal pada politik kepegawaian. Pemuka-pemuka daerah berpendapat bahwa Gubernur Kaharuddin Nasution terlalu banyak memberikan kedudukan-kedudukan kunci kepada orang-orang yang dianggap tidak mempunyai iktikad baik terhadap daerah Riau. Hal ini ditambah pula dengan ditangkapnya Wakil Gubernur Dt. Wan Abdul Rachman yang difitnah ikut dalam gerakan membentuk negara RPI (Republik Persatuan Indonesia), fitnahan ini dilansir oleh PKI. Akibatnya Dt. Wan Abdurrachman diberhentikan dari jabatannya dengan hak pensiun. Kebangkitan Angkatan 66 dalam memperjuangkan keadilan dan kebenaran di Riau bukanlah suatu gerakan spontanitas tanpa sadar. Kebangkitan Angkatan 66 timbul dari suatu embrio proses sejarah yang melanda Tanah Air. Konsep Nasakom Orde Lama menimbulkan penyelewengan-penyelewengan dalam segala aspek kehidupan nasional. Lembaga-lembaga Negara tidak

berfungsi sebagaimana yang diatur dalam UUD 1945. Penetrasi proses Nasakomisasi ke dalam masyarakat Pancasilais menimbulkan keretakan sosial dan menggoncangkan sistem-sistem nilai yang menimbulkan situasi konflik. Di tambah lagi adanya konfrontasi dengan Malaysia yang menyebabkan rakyat Riau sangat menderita karena kehidupan perekonomian antara Riau dengan Malaysia menjadi terputus. Demikianlah penderitaan, konfrontasi dan kemelut berlangsung terus dan suasana semakin panas di Riau. Menjelang meletusnya G 30 S/PKI kegiatan tokoh-tokoh PKI di Riau makin meningkat. Mereka dengan berani secara langsung menyerang lawan-lawan politiknya. Tokoh-tokoh PKI Riau Alihami Cs mempergunakan kesempatan dalam berbagai forum untuk menghantam lawan-lawannya dan menonjolkan diri sebagai pihak yang revolusioner. Begitu juga masyarakat Cina yang berkewargaan negara RRC memperlihatkan kegiatankegiatan yang luar biasa. Malam tanggal 30 September 1965 mereka yang tergabung dalam Baperki bersamasama dengan PKI Riau mengadakan konsolidasi dan Show of force dalam memperingati Hari Angkatan Perang Republik Indonesia, jadi sehari mendahului waktu peringatan yang sebenarnya. Tindakan selanjutnya; PKI beserta ormas-ormasnya memboikot sidang pleno lengkap Front Nasional Riau yang langsung dipimpin oleh Gubernur Kaharuddin Nasution pada tanggal 30 September 1965. Ternyata kegiatan dan pergerakan PKI beserta ormas-ormasnya adalah untuk merebut pemerintahan yang syah. Kondisi ini akhirnya bisa di akhiri, perjuangan generasi muda Riau tidak sia-sia, rezim Orde Lama di Riau tamat sejarahnya dan Kolonel Arifin Achmad diangkat sebagai care taker Gubernur/KDH Riau pada tanggal 16 Nopember 1966. Mulai saat itu tertancaplah tonggak kemenangan Orde Baru di Riau.

Sosial Budaya
Penduduk provinsi Riau terdiri dari bermacam-macam suku bangsa. Mereka terdiri dari Jawa (25,05%), Minangkabau (11,26%), Batak (7,31%), Banjar (3,78%), Tionghoa (3,72%), dan Bugis (2,27%). Suku Melayu merupakan masyarakat terbesar dengan komposisi 37,74% dari seluruh penduduk Riau. Mereka umumnya berasal dari daerah pesisir di Rokan Hilir, Dumai, Bengkalis, Kepulauan Meranti, hingga ke Pelalawan, Siak, Inderagiri Hulu dan Inderagiri Hilir. Namun begitu, ada juga masyarakat asli bersuku rumpun Minangkabau terutama yang berasal dari daerah Rokan Hulu, Kampar, Kuantan Singingi, dan sebagian Inderagiri Hulu. Juga masyarakat Mandailing di Rokan Hulu, yang lebih mengaku sebagai Melayu daripada sebagai Minangkabau ataupun Batak. Abad ke-19, masyarakat Banjar dari Kalimantan Selatan dan Bugis dari Sulawesi Selatan, juga mulai berdatangan ke Riau. Mereka banyak bermukim di Kabupaten Indragiri Hilir khususnya Tembilahan.[14] Di bukanya perusahaan pertambangan minyak Caltex pada tahun 1940-an di Rumbai, Pekanbaru, mendorong orang-orang dari seluruh Nusantara untuk mengadu nasib di Riau. Suku Jawa dan Sunda pada umumnya banyak berada pada kawasan transmigran. Sementara etnis Minangkabau umumnya menjadi pedagang dan banyak bermukim pada kawasan perkotaan seperti Pekanbaru, Bangkinang, Duri, dan Dumai. Begitu juga orang Tionghoa pada umumnya sama dengan etnis Minangkabau yaitu menjadi pedagang dan bermukim pada

kawasan perkotaan, serta banyak juga terdapat pada kawasan pesisir timur seperti di Bagansiapiapi, Selatpanjang, Pulau Rupat dan Bengkalis. Selain itu di provinsi ini masih terdapat sekumpulan masyarakat asli yang tinggal di pedalaman dan pinggir sungai, seperti Orang Sakai, Suku Akit, Suku Talang Mamak, dan Suku Laut. Kesenian Riau adalah merupakan kesenian yang terdapat di wilayah Riau. Salah satu kesenian nusantara ini paling kental dengan budaya Melayu, sehingga layak kiranya jika kesenian Riau disebut sebagai pusat budaya Melayu dunia, dan menjadi tujuan utama pelacakan sumber budaya Melayu. Letak geografis Riau sebagai markas besar dari kesenian Riau yang berada pada jantung perlintasan bahari membuat wilayah ini telah ramai dikunjungi masyarakat asing sejak zaman dulu. Kondisi ini bisa disikapi sebagai beban sekaligus berkah. Di satu sisi, Riau menjadi ladang perhimpunan berbagai potensi kesenian dengan pengaruh budaya asing, dan di sisi lain muncul pula potensi korosi terhadap nilai-nilai budaya setempat oleh budaya asing yang kurang selaras. Dari zaman ke zaman, budaya Melayu dengan ciri sosiologis semacam itu, telah menjadi sistem scanning dalam interaksi antarbudaya yang saling berakulturasi. Dalam perkembangannya, kesenian Riau adalah bagian dari nilai keindahan yang tertata apik namun tak lepas dari tuntunan nilai norma Melayu yang bercorak Islam. Riau sangat kaya dengan ragam bentuk kesenian, baik seni pertunjukan seperti teater, tari, musik, dan nyanyian; maupun sastra. Dalam perkembangannya, kesenian Riau tersebut memiliki kaitan erat dengan kegiatan adat, tradisi, maupun keagamaan yang terwarisi turun temurun. Pulau Sumatera memang satusatunya pulau di Indonesia yang masih kental memiliki kesenian bernuansa melayu. Nuansa melayu nyatanya bukan hanya dimiliki oleh kesenian Riau, kesenian di daerah lain yang masih berada di wilayah Sumatera pun memiliki nuansa yang sama. Maka janganlah heran jika ada beberapa bagian dari kesenian Riau yang mengingatkan kita akan kebudayaan melayu yang cukup kental. Sebagai salah satu kesenian yang dimiliki oleh Indonesia, kesenian Riau berbeda dengan kesenian yang dimiliki oleh wilayah Indonesia lainnya. Hal yang membedakan adalah tentu saja nuansa melayu yang sangat kental. Jika mau melihat ke belakang, sejarah atau identitas bangsa Indonesia sesungguhnya memang tidak jauh dari kebudayaan melayu. Rumpun bahasa yang kita pakai sehari-hari pun merupakan rumpun bahasa melayu. Pengaruh melayu masih sangat kental terasa di sepanjang Pulau Sumatera. Tidak mengherankan jika kesenian Riau yang memang berada di Pulau Sumatera memiliki nuansa melayu yang cukup kental. Pengaruh kebudayan rumpun melayu yang ada di kawasan Pulau Sumatera memang tidak bisa dihindari. Kebiasaan dan kehidupan masyarakat yang memang tinggal di kawasan Sumatera itulah yang melatarbelakangi kesenian khas Pulau Sumatera, salah satunya kesenian Riau. Kesenian Riau pada dasarnya memiliki cabang-cabang kesenian yang hampir sama dengan jenis kesenian yang terdapat didaerah lain. Berikut ini adalah beberapa jenis kesenian Riau yang ikut meramaikan kesenian yang ada di Indonesia.

Seni Teater Khas Kesenian Riau


Teater adalah bentuk kesenian Riau yang kompleks karena memadukan unsur-unsur seni lain seperti musik, rupa, dan sastra. Teater khas Riau memiliki ciri istana karena perkembangan kesenian ini berawal dari dalam tembok Kesultanan Riau. Tersebutlah di antaranya adalah teater Makyong, teater Mendu, teater Mamanda, dan teater Bangsawan.

Seni Tari Khas Kesenian Riau


Dalam budaya kesenian Riau, seni tari berkembang secara integral dengan seni teater. Misalnya tari Ladun, tari Jalan Kunon, dan tari Lemak Lamun yang menjadi bagian dari teater Mendu. Atau tari Selendang Awang, tari Timang Welo, tari Berjalan Jauh, dan tari Cik Milik yang merupakan bagian penyusun teater Makyong.

Seni Musik Khas Kesenian Riau


Tak beda dengan seni tari, kesenian Riau inipun menjadi bagian integral seni teater. Maka tersebutlah teater Mendu memanggungkan lagu Lakau, Ladun, Madah, Tala Satu, Ayuhai, dan lain-lain. Sedangkan teater Makyong memanggungkan lagu Timang Bunga, Selendang Awang, Awang Nak Beradu, Puteri Nak Beradu, dan sebagainya. Seperti disebutkan di muka, kesenian Riau tersebut merupakan bagian dari upacara yang bersifat ritual seperti buka tanah dan semah, di mana di dalamnya digunakan mantra dan serapah.

Seni Sastra Khas Kesenian Riau


Seni Sastra Khas Kesenian Riau Seni Sastra berkembang terpisah dari seni teater, walaupun tidak sepenuhnya lepas. Warisan kesusastraan Riau yang paling menonjol adalah Gurindam Dua Belas karya cipta Raja Ali Haji. Namanya sebagai sastrawan, ahli bahasa, penulis sejarah sekaligus ulama, amat disegani di dunia. Jejaknya dijadikan rintisan bagi sastrawan sesudahnya seperti Raja Ali Kelana, Raja Zaleha, Aisyah Sulaiman, dan lain-lain. Kesenian Riau yang satu ini lahir dari pemikiran seorang pintar. Seni Rupa Khas Kesenian Riau Kesenian Riau yang satu ini sangat khas. Seni rupa khas Riau teraplikasi dalam motif hias seni rupa terapan, di antaranya pada seni bangunan, kerajinan, dan kain adat seperti kain tenun Siak, sutera lintang Siantan, serta sutera petak catur dan kain mastuli Daik Lingga. Dalam kesenian Riau, motif Riau menghindari gambar binatang dan manusia, dan sebagai gantinya, mengeksplorasi motif geometri dan tumbuh-tumbuhan, serta kaligrafi. Motif yang terkenal misalnya: bunga cengkih, pucuk rebung, awan larat, sayap layang-layang, siku keluang, dan lain-lain.

Potensi Daerah
Pertambangan

Beberapa hasil pertambangan pada Provinsi Riau adalah a) Minyak Bumi b) Gas Bumi c) Batubara

Perkebunan
Saat ini terdapat 2,3 juta hektar kebun kelapa sawit di Riau atau 38 persen dari total kelapa sawit di Indonesia. Selain itu, membentang luas kebun karet, kelapa dan sagu. Dengan kebun kelapa sawit yang begitu luas, kini terdapat 3 perusahaan penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia yang beroperasi di Riau, yakni PT Astra Agro Lestari, Sinar Mas dan Musi Mas. Ada 145 pabrik pengolahan kelapa sawit. Sayangnya, sawit yang begitu luas belum diiringi dengan perkembangan industri hilirnya. Padahal, pembangunan industri hilir kelapa sawit akan memberikan nilai tambah (added value) bagi perkembangan ekonomi masyarakat, selain tentu saja bisa menyerap tenaga kerja yang sangat banyak. Saat ini, jutsru negeri jiran Malaysia yang diuntungkan oleh kelapa sawit dari Riau, karena Malaysia yang mampu membangun industri hilirnya hingga 60-an turunan. Komoditas perkebunan yang sangat dominan adalah Karet dan Kelapa Sawit, Selain itu, kopi juga banyak dibudidayakan terutama di daerah Pagaralam.

Pariwisata
Objek wisata yang terkenal di Provinsi Riau adalah Masjid Raya Senapelan, Istana Siak Sri Indrapura, Candi Muara Takus, Pantai Selat Baru, Air terjun Tujuh Tingkat Batang Koban dan masih banyak yang lain.

Wilayah

Kabupaten Kampar Kabupaten Indragiri Hulu Kabupaten Bengkalis Kabupaten Indragiri Hilir Kabupaten Pelalawan Kabupaten Rokan Hulu Kabupaten Rokan Hilir Kabupaten Siak Kabupaten Kuantan Singingi Kota Pekanbaru

Kota Dumai Kabupaten Meranti

Anda mungkin juga menyukai