Anda di halaman 1dari 6

Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris lumbricoides.

Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. HOSPES DAN DISTRIBUSI Hospes atau inang dari Askariasis adalah manusia. Di manusia, larva Ascaris akan berkembang menjadi dewasa dan mengadakan kopulasi serta akhirnya bertelur. Penyakit ini sifatnya kosmopolit, terdapat hampir di seluruh dunia. Prevalensi askariasis sekitar 70-80%.

Morfologi
Cacing jantan memiliki panjang sekitar 10-31 cm dan berdiameter 2-4 mm, sedangkan betina memiliki panjang 20-35 cm dan berdiameter 3-6 mm. Pada cacing jantan ditemukan spikula atau bagian seperti untaian rambut di ujung ekornya (posterior). Pada cacing betina, pada sepertiga depan terdapat bagian yang disebut cincin atau gelang kopulasi. Cacing betina memiliki tubulus dan duktus sepanjang kurang lebih 12 cm dan kapasitas sampai 27 juta telur. Cacing dewasa hidup pada usus halus manusia. Seekor cacing betina dapat bertelur hingga sekitar 200.000 telur per harinya. Telur yang telah dibuahi berukuran 50-70 x 40-50 mikron. Sedangkan telur yang tak dibuahi, bentuknya lebih besar sekitar 90 x 40 mikron. Telur yang telah dibuahi inilah yang dapat menginfeksi manusia. Telur cacing A. lumbricoides dilapisi lapisan albumin dan tampak berbenjol-benjol.[1]

Siklus hidup

Siklus hidup Ascaris Siklus hidup A. lumbricoides dimulai dari keluarnya telur bersama dengan feses, yang kemudian mencemari tanah. Telur ini akan menjadi bentuk infektif dengan lingkungan yang mendukung, seperti kelembaban yang tinggi dan suhu yang hangat.[2] Telur bentuk infektif ini akan menginfeksi manusia jika tanpa sengaja tertelan manusia. Telur akan masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran darah, dimulai dari pembuluh darah vena, vena portal, vena cava inferior dan akan masuk ke jantung dan ke pembuluh darah di paru-paru. Pada paru-paru akan terjadi siklus paru dimana cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring dan memicu batuk. Dengan terjadinya batuk larva akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa. Cacing akan menetap di usus dan kemudian berkopulasi dan bertelur. Telur ini pada akhirnya akan keluar kembali bersama tinja. Siklus pun akan terulang kembali bila penderita baru ini membuang tinjanya tidak pada tempatnya.[3]

Patologi klinik

Askariasis
Klasifikasi dan rujukan eksternal ICD-10 ICD-9 DiseasesDB B77. 127.0 934

Gejala klinis akan ditunjukkan pada stadium larva maupun dewasa. Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak napas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Cara diagnosis

Telur Ascaris yang berisi embrio Diagnosis askariasis dilakukan dengan menemukan telur pada tinja pasien atau ditemukan cacing dewasa pada anus, hidung, atau mulut.

Tata Laksana
Tata laksana dari askariasis ini bisa dibagi menjadi dua, yaitu terapi obat dan tindakan operasi. Terapi obat yang dapat digunakan antara lain adalah albendazole (400 mg) dan mebendazole (500 mg) dosis tunggal. Bisa juga digunakan levamisole (2,5 mg/kgBB) ataupun pirantel pamoat (10 mg/kgBB), selain itu bisa diberikan nitazoxanide (500 mg per hari selama tiga hari)

Tindakan operasi yang dapat dilakukan adalah laparotomi. Tindakan operasi diberikan pada keadaan dimana pasien tidak merespon pengobatan.[4]

Prognosis
Pada umumnya, askariasis memiliki prognosis yang baik. Kesembuhan askariasis mencapai 70% hingga 99%.

Epidemiologi
Di Indonesia, prevalensi askariasis tinggi, terutama pada anak-anak. Penyakit ini dapat dicegah di indonesia dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan yang baik. Pemakaian jamban keluarga dapat memutus rantai siklus hidup Ascaris lumbricoides ini.
Gejala Klinis, Diagnosis, Pengobatan, dan Pencegahan Askariasis Askariasis adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh Nemathelminthes Ascaris Lumbricoides. Askariasis adalah penyakit kedua terbesar yang disebabkan oleh makhluk parasit. Walaupun infeksi Soil Transmitted Helminths jarang mengakibatkan kematian langsung namun lebih menimbulkan adanya morbiditas yang dapat berhubungan dengan infeksi berat, seperti pada cacing tambang, menyebabkan kehilangan darah dari dinding usus, kekurangan besi dan gizi protein,

Manusia dapat terinfeksi cacing ini jika tertelan telur infektif yaitu telur yang keluar bersama tinja penderita yang di tanah yang sesuai maka telur cacing ini dapat berkembang menjadi telur infektif. Di dalam usus halus bagian atas dinding telur akan pecah kemudian larva keluar menembus dinding usus halus dan memasuki vena portal hati. Dengan aliran darah vena, larva beredar menuju jantung, paruparu lalu menembus dinding kapiler masuk ke dalam alveoli. Masa migrasi larva ini berlangsung sekitar 15 hari lamanya. Sesudah itu larva cacing merambat ke bronki, trakea dan laring untuk selanjutnya masuk ke faring, usofagus lalu turun ke lambung dan akhirnya sampai ke usus halus. Selanjutnya larva

berganti kulit dan tumbuh menjadi cacing dewasa. Migrasi larva cacing dalam darah yang mencapai organ paru tersebut dinamakan lung migration atau yang sering disebut dengan siklus paru. Menurut (argono & Hadidjaja (2011), adanya siklus cacing yang melewati paru menyebabkan perdarahan kecil pada dinding usus dan alveolus. Cacing dewasa di dalam usus menyebabkan gesekan mekanik pada dinding sehingga dapat menyebabkan kelainan mukosa. Kelainan mukosa menyebabkan penyerapan zat gizi seperti protein, hidrat arang dan vitamin berkurang. Selain itu juga menyebabkan sakit perut dan mual sehingga akhirnya menyebabkan masukan (intake) zat gizi berkurang, jika terjadi demikian berjalan menahun maka akhirnya terjadi kekurangan gizi atau malnutrisi. Sementara menurut Soedarto (2011), jika terjadi infeksi askariasis yang berat (hiperinfeksi) terutama pada anak-anak dapat terjadi gangguan pencernaan dan penyerapan protein sehingga penderita akan mengalami gangguan pertumbuhan dan anemia akibat kurang gizi. Cacing Ascaris juga dapat mengeluarkan cairan toksik yang dapat menimbulkan gej ala klinis mirip demam tifoid disertai tandatanda alergi misalnya urtikaria, edema pada wajah, konjungtivitis dan iritasi pernafasan bagian atas. Diagnosis Askariasis Diagnosis askariasis ditegakkan dengan menemukan Ascaris dewasa atau telur Ascaris pada pemeriksaan tinja, dengan melakukan pemeriksaan makroskopis terhadap tinja atau muntahan penderita untuk menemukan cacing dewasa. Pada pemeriksaan mikroskopis atas tinja penderita dapat ditemukan telur cacing yang khas bentuknya di dalam tinja atau cairan empedu. Sementara pada pemeriksaan foto rontgen perut kadang-kadang terlihat adanya cacing dewasa. Pemeriksaan ultrasonografi dan tomografi komputer dapat membantu diagnosis askariasis saluran empedu, hati dan pankreas. Pemeriksaan serologi yang spesifik dapat bermanfaat untuk menentukan diagnosis dini ascariasis. Pengobatan Askariasis Dalam beberapa kasus, ascariasis akan sembuh dengan sendirinya. Pengobatan terhadap ascariasis dengan memberikan anti-parasit seperti: 1. Albendazole (Albenza) 2. Ivermectin (Stromectol) 3. Mebendazole Obat-obat ini bekerja dengan membunuh cacing dewasa. Semua obat dapat diambil sebagai dosis tunggal. Pada ascariasis berat diperlukan operasi untuk memperbaiki kerusakan yang telah disebabkan oleh cacing dan untuk menghilangkan cacing. Obstruksi usus, obstruksi saluran empedu dan usus buntu adalah komplikasi yang mungkin memerlukan operasi. Menurut Soedarto (2009), obat-obat cacing yang baru, efektif dan hanya menimbulkan sedikit efek samping adalah mebendazol, pirantel pamoat, albendazol dan levamisol. Piperasin dan berbagai obat cacing lain masih dapat digunakan untuk mengobati penderita askariasis. Sedangkan pada komplikasi usus misalnya obstruksi usus diatasi dengan tindakan konservatif atau operatif. Pneumonitis karena larva askaris diobati dengan obat cacing dan prednisone. Pencegahan Askariasis Cara efektif pencegahan ascariasis dengan menerapkan sanitasi yang baik, hygiene keluarga dan hygiene pribadi, antara lain dengan berperilaku hanya buang air besar di jamban, sebelum melakukan persiapan makanan dan hendak makan, tangan dicuci terlebih dahulu dengan menggunakan sabun dan air

mengalir. Bagi yang mengkonsumsi sayuran segar (mentah) sebagai lalapan, hendaklah dicuci bersih dan disiram lagi dengan air hangat. Selain upaya tersebut, juga dilakukan dengan mengobati penderita melalui pengobatan massal pada penduduk menggunakan obat cacing berspektrum lebar di daerah endemis dapat memutuskan rantai daur hidup cacing Ascaris lumbricoides dan nematoda usus lainnya serta adanya pemberian pendidikan kesehatan pada penduduk juga perlu dilakukan untuk menunjang upaya pemberantasan dan pencegahan askariasis.

Anda mungkin juga menyukai