Anda di halaman 1dari 20

SEJARAH PERKEMBANGAN AKUNTANSI SYARIAH DIKALANGAN MUSLIM DAN NON MUSLIM & PRINSIP DAN KAIDAH AKUNTANSI MENURUT

PERSPEKTIF ISLAM

Disusun Oleh : NAJIBUL FUAD AGUSTIAN MEGA TIARA CECARIA ANTHUSIAN INDRA K MUHAMMAD FAUZAN 12030111130092 12030111130095 12030111130108 12030111130110

DEPARTEMEN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2014

SEJARAH PPERKEMBANNGAN AKUNTANSI DI KALANGAN MUSLIM DAN DIKALANGAN NON MUSLIM 1. Sejarah Akuntansi dikalangan Non Muslim Seperti yang tercatat dalam sejarah, kita ketahui bahwa bapak

akuntansi yang kita kenal adalah Luca Paciolli yang merupakan seorang ilmuan dan pengajar di berberapa universitas yang lahir di Tuscany-Italia pada tahun 1445, merupakan orang yang dianggap menemukan persamaan akuntansi untuk pertama kali pada tahun 1494 dengan bukunya summa de arithmetica geometria et proportionalita (review of arithmetic, geometry and proportions) dalam buku tersebut beliau menerangkan mengenai double entry book keeping sebagai dasar perhitungan akuntansi modern, bahkan juga hampir seluruh kegiatan rutin akuntansi yang kita kenal saat ini seperti penggunaan jurnal, buku besar dan memorandum. Sebenarnya, Luca Paciolli bukanlah orang yang menemukan double entry book keeping system, mengingat sistem tersebut telah dilakukan sejak adanya perdagangan antara venis dan genoa pada awal abad ke 13 M setelah terbukanya jalur perdagangan antara timur tengah dan kawasan medeterinia. Bahkan, pada tahun 1340 bendahara kota Massri telah melakukan pencatatan dalam bentuk double entry. Hal ini pun diakui oleh Luca Paciolli bahwa apa yang dituliskannya berdasarkan apa yang telah terjadi di venis sejak satu abad sebelumnya. Sedangkan menurut Peragallo, orang yang menuliskan double entry pertama kali adalah seorang pedagang yang bernama Benedeto cot rugli dalam buku Della mercatua e del mercate perfeto pada tahun 1458 namun baru diterbitkan tahun 1573. Menurut Vernon Kam pada tahun 1990, ilmu akutansi diperkenalkan pada zaman Feodalisme Barat. Tetapi setelah dilakukan penelitian sejarah dan arkeologi ternyata banyak data yang membuktikan bahwa jauh sebelum penulisan ini sudah dikenal akutansi, matematika dan sistem angka sudah dikenal Islam sejak abad ke 9M. Dalam buku Accounting Theory, Vernon Kam menulis: Menurut sejarahnya, kita mengetahui bahwa sistem pembukuan doubke entry muncul di Italia pada abad ke 13. Itulah catatan yang paling tua yang kita miliki mengenai

sistem akutansi double entry sejak akhir abad ke 13 itu. Namun mungkin sistem double entry sudah ada sebelumnya Hendriksen, dalam buku Accounting Theory menulis: ... The Introduction Of Arabic Numerical Greatly Facilitated the Growth Of Accounting. (penemuan angka arab sangat membantu perkembangan akutansi). Dari kutipan-kutipan diatas menandakan bahwa sumbangan Arab terhadap pengembangan akutansi sangat besar dan penggunaan angka Arab mempunyai andil besar dalam perkembangan ilmu akutansi. Bangsa Arab pada waktu itu sudah memiliki administrasi yang cukup maju, praktik pembukuan telah menggunakan buku besar umum, jurnal umum, buku kas, laporan periodik dan penutupan buku. Majunya peradaban sosial budaya masyarakat Arab waktu itu tidak hanya pada aspek ekonomi atau perdagangan saja, tetapi juga pda proses transformasi ilmu pengetahuan yang berjalan dengan baik. Menurut Littleton pada tahun 1993, perkembangan akutansi disutau lokasi tidak hanya disebabkan oleh masyrakat di lokasi itu sendiri, melainkan juga dipengaruhi oleh perkembangan pada saat atau periode waktu tersebut dan dari masyarakat lainnya. Meningat bahwa Paciolli sendiri telah mengakui bahwa akutansi telah dilakukan 1 abad sebelumnya dan Venice sendiri telah menjadi salah satu pusat perdagangan terbuka, maka sangat mungkin bahwa telah terjadi pertukaran informasi dengan para pedagang muslim yang telah mengembangkan hasil pemikiran ilmuwan muslim. 2. Perkembangan Akuntansi Syariah Perkembangan akutansi syraiah terdiri atas zaman awal perkembangan Islam dan zaman empat khalifah. a. Zaman Awal Perkembangan Islam Pendeklarasian Negara Islam di Madinah tahun 622M atau bertepatan dengan tahun 1H. Didasari oleh konsep bahwa seluruh muslim adalah bersaudara tanpa memandang ras, suku, warna kulit dan golongan, sehingga seluruhkegiatan kenegaraan dilakukan secara bersama dengan gotong royong dikalangan para

muslim. Ini dimungkinkan karena negara yang baru saja berdiri tersebut hampir tidak memiliki pemasukan maupun pengeluaran. Bentuk kesekretariat Negara masih sangat sederhana dan baru didirikan pada akhir tahuk ke- 6 H. Telah menjadi tradisi, bahwa bangsa Arab melakukan dua kali perjalanan khalifah perdagangan. Perdagangan tersebut pada akhirnya bekembang hingga ke eropa terutama setelah penakhlukan Mekah. Dalam perkembangan selanjutnya, ketika ada kewajiban zakat dan ushr, perliasan wilayah sehingga dikenal dengan adanya jizyah, dan kharaj, maka rasul mendirikan baitul mall pada awal abad ke-7. Walaupun penglolaan baitul mall masih sederhana, tetapi Nabi telah menunjuk petugas qadi, ditambah para sekertaris dan pencatat atministrasi pemerintahan.

Akutansi di Kalangan Bangsa Arab Sebelum Islam Dari sejarah peradaban Arab, tampak sekali betapa besarnya perhatian Bangsa Arab terhadap akutansi. Hal ini terlihat pada usaha tiap pedagang Arab untuk mengetahui dan menghitung barang dagangannya, sejak mulai berangkat berdagang sampai pulang kembali. Hitungan ini dilakukan untuk mengetahui perubahan-perubahab pada keuangannya, baik keuntungan maupun kerugian. Hal ini biasa dilakukan karena saudagar-saudagar Arab itu biasanya mengadakan 2 kali perjalanan dagang dalam 1tahun, yaitu dimusim dingin dan musim panas, seperti yang digambaarkan pada firman Allah dalam surat AlQuraisy ayat 1-4 yang artinya : 1. 2. karena kebiasaan orang-orang Quraisy, (yaitu) kebiasaan mereka bepergian pada musim dingin dan musim panas[1602]. 3. 4. Maka hendaklah mereka menyembah Tuhan Pemilik rumah ini (Ka'bah). yang telah memberi makanan kepada mereka untuk menghilangkan lapar dan mengamankan mereka dari ketakutan. [1602] Orang Quraisy biasa Mengadakan perjalanan terutama untuk berdagang ke negeri Syam pada musim panas dan ke negeri Yaman pada musim dingin. dalam perjalanan itu mereka mendapat jaminan keamanan dari penguasa-

penguasa dari negeri-negeri yang dilaluinya. ini adalah suatu nikmat yang Amat besar dari Tuhan mereka. oleh karena itu sewajarnyalah mereka menyembah Allah yang telah memberikan nikmat itu kepada mereka.

Surat ini menunjukkan bahwa bangsa Quraisy lebih mengandalkan perdagangan untuk mencari nafkah. Karena itu, mau tidak mau mereka harus mengetahui dasar-dasar perhitungan (akutansi) dalam setiap transaksi. Setelah berkembangnya negri, bertambahnya kabilah-kabilah atau kelomppok suku, masuknya imigran dari Negara tetangga dan berkembangnya perdagangan serta timbulnya usaha-usaha intervensi perdagangan, semakin kuatlah perhatian bangsa Arab terhadap pembukuan dagang untuk menjelaskan utang-piutang. Orang-prang Yahudi pun (pada waktu itu) sudah biasa menyimpan daftardaftar (faktur) dagang. Adapun tujuan akutansi dikalangan bangsa Arab (yang berdagang keliling) pada waktu itu adalah untuk mengetahui perubahab-perubahan dari jumlah asset, seperti untung dan rugi. Adapun untuk pedagang yang menetap yang mayoritas orang Yahudi akutansi mereka gunakan sebagai sarana untuk mengetahui utang-utang dan piutang. Jadi, konsep akutansi pada waktu itu dapat dilihat pada pembukuan yang berdasarkan metode penjumlahan statistic yang sesuai dengan aturan-aturan penjumlahan dan pengurangan. Pada waktu itu seorang akuntan disebut Katibul amwal (pencatat keuangan) atau penanggung jawab keuangan. Istilah itu di ambil dari fungsi akuntan itu sendiri, yaitu untuk membantu menjaga keuangan. Diantara undang-undang akuntansi yang terpenting waktu itu ialah undangundang akuntansi perseorangan dan undang-undang akuntansi kelompok (syirkah). Bahkan, pada waktu itu, pada muamalh mereka sudah ada peraturanperaturan riba yang dalam hukum islam disebut riba jahiliyah.

Sejarah Gagasan Akuntansi Islam Ideologi akuntansi islam dibagi menjadi dua periode waktu : 1. Ideologi akuntansi islam sejak munculnya islam sampai abad ke 13 H

2.

Ideologi akuntansi islam setelah runtuhnya khalifah islamiyah, dan dominasi imperialisme ribawi terhdap negeri-negeri islam hingga pertngahan abad ke 14 H.

Berikut ini adalah beberapa penjelasan tentang ciri-ciri konsep akuntansi islam, yaitu : 1. Ciri-ciri konsep akuntansi pada awal munculnya islam Setelah munculnya islam disemananjung Arab dibawah pimpinan Rosulullah SAW serta telah terbentuknya daulah islamiyah di Madinah, mulailah perhatian Rosulullah untuk membersihkan muamalah maaliah (keuangan) dari unsur-unsur riba dan dari segala bentuk penipuan, pembodohan, perjudian, pemerasan, monopoli dan segala usaha untuk mengambil harta orang lain secara batil. Bahkan, Rosulullah lebih menekankan pada pencatatan keungan. Adapun tujuan pembukuan bagi mereka diwaktu itu adalah untuk mengetahui utang-utang dan piutang serta [1]keterangan perputaran uang, seperti pemasukan dan pengeluaran. Juga, difungsikan untuk merinci dan menghitung keuntungan atau kerugian, serta menghitung harta keseluruhan untuk menentukan kadar zakat yang harus dikeluarkan oleh masing-masing individu. Diantara undang-undang akuntansi yang telah ditetapkan waktu itu ialah undang-undang akuntansi untuk perorangan, perserikatan (syarikah) atau perusahaan, akuntansi wakaf, hak-hak pelarangan penggunaan harta (hijir), dan anggaran negara. Dari sejarah peradaban islam diatas, jelaslah bahwa ulama-ulama fiqih mengkhususkan masalah keuangan dalam pembahasan khusus yang meliputi kaidah, hukum, dan prosedur yang diikuti. Konsep akuntnsi mempunyai karakteristik khusus yang dapat membantu menata urusan negara yang signifikan. 2. Karakteristik Konsep Akuntansi Pada awal Abad ke-14 H ( setelah runtuhnya khalifah ) Runtuhnya khalifah islamiah serta ridak adanya perhatian dari pemimpin islam untuk mensosialisasikan hukum islam, ditmbah lagi dengan

dijajahnya kebanyakan negara islam oleh Negara- negara kuat sperti Inggris dan prancis, telah menimbulkn perubahan yang sangat mendasar disemua segi kehidupan termasuk pada muamalah keuangan. Kemudia dipakailah undang- undang ekonomi kapaitalis dan sosialis yang menggantikan undang- undang ekonomi islam, serta masuknya aturan perserikatan asing dan lembaga perdagangan yang berdiri diatas asas riba. Maka yang diimplementasikan adalah aturan- aturan auntansi yang berasal dari Eropa. Kebanyakan sistem akuntansi perusahaan sekarang memakai bahasa Inggris atau Prancis, meski dinegara islam itu sendiri. Sistem akuntansi ini dinamai dengan nama- nama negaranya. Para Akuntan asing sekarang sudah menguasai semua segi Akuntansi, baik dibidang idiologi, aplikasi maupun dibidang pengajaran. Sampai hari ini, Akuntansi masih dikuasai oleh pihak nonmuslim. Hal serupa juga dilakukan oleh perguruan tinggi Negara Muslim, yaitu dengan mengirim tenaga-tanaga profesional keluar negeri untuk mempelajari pokok- pokok pikiran akuntansi barat. Konsekuensinya, perguruan tinggi yang

bersangkutan, akan menghasilkan generasi yang hanya cocok bekerja dilingkungan barat, bukan dilingkungan islam. Sebab, idiologi dan bukubuku pegangannya didatangkan dari luar Negeri (Barat.)

b.

Zaman empat khalifah Pada pemerintahan Abu Bakar, pengelolaan baitul mall masih sangat fleksibel dimana penerimaan dan pengeluaran dilakukan secara seimbang sehingga hampir tidak pernah ada sisa. Perubahan sistem atministrasi yang cukup siknifikan dilakukan diera kepemimpinan khalifah Umar bin Khatab dengan memperkenalkan istilah diwan oleh saad bin Abi Waqqas ( 636 M). Khalifah Umar menunjuk beberapa orang pengelola dan pencatat dari persia utuk mengawasi pembukuan baitul mall. Pendirian ini berasal dari usulan Homozon seorang tahanan persia dan menerima islam dengan menjelaskan tentang sistem atministrasi yang dilakukan oleh raja Sasanian. Ini terjadi setelah peperangan Al- Qadisiyyah- Persia dengan panglima perang Saad bin

abi Waqqas, yang juga sahabat Nabi Al- Walid bin Mughirah yang menguslkan agar ada pencatatan untuk penerimaan dan pengeluaran Negara. Hal ini menunjukkan bahwa akutansi berkembang dari suatu lokasi ke lokasi lain sebagai akibat dari hubungan antar masyarakat. Pada diwan yang dibentuk oleh khalifah Umar terdapat 14 departmen dan 17 kelompok, dimana pembagian departmen tersebut menunjukkan adanya pembagian tugas dalam sistem keuangan dan pelaporan keuangan yang baik. Pada masa itu istilah awal pembukuan dikenal dengan jarridah atau menjadi istilah journal dalam bahasa inggris yang berarti berita. Sedangkan di Venice dikenal dengan sebutan zournal. Fungsi akutansi telah dilakukan oleh berbagai pihak dalam Islam seperti alamel, mubashor, al-kateb, namun yang paling terkenal adalah al-kateb. Yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab untuk menuliskan dan mencatat informasi baik keuangan maupun nonkeuangan. Sedangkan untuk khusus akuntan dikenal dengan nama Muhasabah/Muhtasib yang menunjukkan orang yang bertanggung jawab melakukan perhitungan. Muhtasib juga bisa menyangkut pengawasan pasar. Sedangkan menurut Ibnu Taimiyah, Muhtasib adalah kewajiban publik. Bertugas menjelaskan berbagai tindakan yang tidak pantas dilakukan dalam berbagai bidang kehidupan. Selain itu Muhtasib juga memiliki kekuasaan yang luas, termasuk pengawasan harta, kepentingan sosial, pelaksanaan ibadah pribadi dan pemerikasaan transaksi bisnis. Menurut Akram Khan, kewajiban Muhtasib dibagi menjadi 3, yaitu: 1. Pelaksanaan hak Allah termasuk kegiatan ibadah: semua jenis sholat, pemeliharaan masjid. 2. Pelaksanaan hak-hak masyarakat: perilaku dipasar, kebenaran timbangan, kejujuran bisnis. 3. Pelaksaan yang berkaitan dengan keduanya: menjaga kebersihan jalan, lampu jalan , bangunan yang menggangu masyarakat.

PRINSIP DAN KAIDAH AKUNTANSI DALAM PERSPEKTIF ISLAM 1. Prinsip akuntansi dalam perspektif islam Akuntansi merupakan salah satu alat yang dapat digunakan oleh suatu entitas untuk membuat sebuah informasi. Informasi yang dihasilkan oleh proses akuntansi sebuah entitas adalah sebuah laporan keuangan. Dalam penggunaan akuntansi dalam proses pembuatan informasi, tentunya dibutuhkan patokan atau dasar nilai (prinsip) untuk membatasi proses tersebut agar sesuai dengan tujuan pembuatan informasi. Secara umum akuntansi memiliki prinsip-prinsip yang mendasari penggunaan alat akuntansi dalam pembuatan informasi berupa laporan keuangan. Sama halnya dengan akuntansi konvensional, akuntansi syariah juga memiliki prinsip dasar yang melandasinya dalam praktik. Prinsip dasar yang dimiliki akuntansi syariah bersumber dari dasar-dasar hukum yaitu Al Quran, Al Hadits, Ijma dan Qiyas. Berikut ini prinsip-prinsip yang digunakan dalam akuntansi syariah. Dalam Al Quran surat Al Baqarah ayat 282 yang berbunyi :

Yang artinya : Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu menjalankan sesuatu urusan dengan hutang piutang yang diberi tempoh hingga ke suatu masa yang tertentu, maka hendaklah kamu menulis (hutang dan masa bayarannya) itu. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menulisnya dengan adil (benar). Dan janganlah seseorang penulis enggan menulis sebagaimana Allah telah mengajarkannya. Oleh itu, hendaklah ia menulis dan hendaklah orang yang berhutang itu merencanakan (isi surat hutang itu dengan jelas). Dan hendaklah ia bertaqwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangkan sesuatu pun dari hutang itu. Kemudian jika orang yang berhutang itu bodoh atau lemah atau ia sendiri tidak dapat hendak merencanakan (isi surat itu), maka hendaklah di rencanakan oleh walinya dengan adil (benar) dan hendaklah kamu mengadakan dua orang saksi lelaki dari kalangan kamu. Kemudian kalau tidak ada saksi dua orang lelaki, maka bolehlah, seorang lelaki dan dua orang perempuan dari orang-orang yang

kamu setujui menjadi saksi, supaya jika yang seorang lupa dari saksi-saksi perempuan yang berdua itu maka dapat diingatkan oleh yang seorang lagi. Dan janganlah saksi-saksi itu enggan apabila mereka dipanggil menjadi saksi. Dan janganlah kamu jemu menulis perkara hutang yang bertempoh masanya itu, sama ada kecil atau besar jumlahnya. Yang demikian itu, lebih adil disisi Allah dan lebih membetulkan (menguatkan) keterangan saksi, dan juga lebih hampir kepada tidak menimbulkan keraguan kamu. Kecuali perkara itu mengenai perniagaan tunai yang kamu edarkan sesama sendiri, maka tiadalah salah jika kamu tidak menulisnya. Dan adakanlah saksi apabila kamu berjualbeli. Dan janganlah mana-mana jurutulis dan saksi itu disusahkan. Dan kalau kamu melakukan (apa yang dilarang itu), maka sesungguhnya yang demikian adalah perbuatan fasik (derhaka) yang ada pada kamu. Oleh itu hendaklah kamu bertaqwa kepada Allah dan (ingatlah), Allah (dengan keterangan ini) mengajar kamu dan Allah sentiasa Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu. Dari ayat tersebut yang menjelaskna mengenai tata cara dalam melakukan hutang, dapat diambil beberapa prinsip dasar dalam akuntansi syariah yaitu : 1. Prinsip pertanggungjawaban Prinsip pertanggungjawaban (accountability) merupakan konsep yang tidak asing lagi dikalangan masyarakat muslim.Pertanggungjawaban selalu berkaitan dengan konsep amanah. Bagi kaum muslim, persoalan amanah merupakan hasil transaksi manusia dengan sang Khaliq mulai dari alam kandungan. Manusia diciptakan oleh Allah sebagai khalifah dimuka bumi. Manusia dibebani amanah oleh Allah untuk menjalankan fungsi-fungsi kekhalifahannya. Inti kekhalifahan adalah menjalankan atau menunaikan amanah. Banyak ayat Al-quran yang menjelaskan tentang proses pertanggungjawaban manusia sebagai pelaku amanah Allah di muka bumi. Implikasi dalam bisnis dan akuntansi adalah bahwa individu yang terlibat dalam praktik bisnis harus selalu melakukan pertanggungjawaban apa yang telah diamanatkan dan

diperbuat kepada pihak-pihak yang terkait. Wujud pertanggungjawabannya biasanya dalam bentuk laporan akuntansi. 2. Prinsip keadilan Jika ditafsirkan lebih lanjut, ayat 282 surat Al-Baqarah mengandung prinsip keadilan dalam melakukan transaksi. Prinsip keadilan ini tidak saja merupakan nilai yang sangat penting dalam etika kehidupan sosial dan bisnis, tetapi juga merupakan nilai yang secara inheren melekat dalam fitrah manusia. Hal ini berarti bahwa manusia itu pada dasarnya memiliki kapasitas dan energi untuk berbuat adil dalam setiap aspek kehidupannya. Dalam konteks akuntansi, menegaskan, kata adil dalam ayat 282 surat AlBaqarah, secara sederhana dapat berarti bahwa setiap transaksi yang dilakukan oleh perusahaan dicatat dengan benar Dengan demikian, kata keadilan dalam konteks aplikasi akuntansi mengandung dua pengertian, yaitu: Pertama adalah berkaitan dengan praktik moral, yaitu kejujuran, yang merupakan faktor yang sangat dominan. Tanpa kejujuran ini, informasi akuntansi yang disajikan akan menyesatkan dan sangat merugikan masyarakat. Kedua, kata adil bersifat lebih fundamental (dan tetap berpijak pada nilai-nilai etika/syariah dan moral). Pengertian kedua inilah yang lebih merupakan sebagai pendorong untuk melakukan upaya-upaya dekonstruksi terhadap bangun akuntansi modern menuju pada bangun akuntansi (alternatif) yang lebih baik. 3. Prinsip kebenaran Prinsip kebenaran ini sebenarnya tidak dapat dilepaskan dengan prinsip keadilan. Sebagai contoh misalnya, dalam akuntansi kita akan selalu dihadapkan pada masalah pengakuan, pengukuran dan pelaporan. Aktivitas ini akan dapat dilakukan dengan baik apabila dilandaskan pada nilai kebenaran. Kebenaran ini akan dapat menciptakan keadilan dalam mengakui, mengukur, dan melaporkan transaksi-transaksi ekonomi. Kebenaran dalam Al-Quran tidak diperbolehkan untuk dicampur adukkan dengan kelebathilan. Namun, barangkali ada pertanyaan dalam diri kita, siapakah yang berhak menentukan kebenaran? Untuk hal ini tampaknya kita

masih terkendala, namun sebagian muslim, selayaknya kita tidak risau atas hal tersebut. Sebab Al-Qurantelah menggariskan, bahwa ukuran, alat atau instrumen untuk menetapkan kebenaran tidaklah berdasarkan nafsu. Dasar hukum dalam Akuntansi Syariah bersumber dari Al Quran, Sunah Nabwiyyah, Ijma (kespakatan para ulama), Qiyas (persamaan suatu peristiwa tertentu, dan Uruf (adat kebiasaan) yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah, memiliki karakteristik khusus yang membedakan dari kaidah Akuntansi Konvensional. Kaidah-kaidah Akuntansi Syariah sesuai dengan norma-norma masyarakat islami, dan termasuk disiplin ilmu sosial yang berfungsi sebagai pelayan masyarakat pada tempat penerapan Akuntansi tersebut. Menurut Syafii Antonio prinsip akuntansi dalam perspektif islam meliputi : 1. Prinsip Legitimasi Muamalat Sesungguhnya yang dimaksud legitimasi muaamalat adalah sasaran atau sasaran aktifitas itu sah menurut syariat; transaksi-transaksi, tindakantindakan dan keputusa-keputusan yang terkait dengan sasaran kegiatan itu juga sah menurut syariat; dan sarana yang digunakan untuk

menyempurnakan muaamalat itu guna merealisirkan sasaran-sasaran kegiatan itu juga sah menurut syariat Prinsip legitimasi muamalat itu haruslah tidak dipahami secara sempit, yaitu hanya dari sisi hubungannya dengan masalah syarat transaksi keuangan tersebut. Sesungguhnya penerapan prinsip legitimasi muaamalat itu tidak ada batasannya dalam hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan akuntansi. Hal itu karena wajib bagi orang-orang yang melakukan kegiatan akuntansi untuk menolak penyajian setiap informasi keuangan, apabila diketahui atau timbul keraguan bahwa tujuan dari penggunaannya adalah untuk menyempurnakan transaksi atau perdagangan yang tidak sah menurut syariat. Demikian pula, diwajibkan bagi mereka untuk tidak membenarkan transaksi keuangan atau tindakan keuangan atau administrasi, apabila transaksi atau tindakan tersebut menyalahi nash(keterangan-keterangan)syariat, baik secara eksplisit

maupun implisit, atau apabila ada keraguan karena transaksi atau tindakan tersebut mengandung penyimpanan terhadap tuntutan-tuntutan syariat islam. Apabila orang yang bekerja di bidang akuntansi itu menjumpai dirinya, karena suatu sebab, harus menyajikan suatu analisa atau penafsiran atau penyediaan informasi keuangan yang mengandung penyimpangan dari syariat islam, baik secara samar maupun terang-terangan, bagaimanapun juga volumenya, maka minimal dia harus memberikan isyarat atau tanda pada uraian atau tafsirannya terhadap informasi tersebut. Isyarat tersebut yakni : a. Hakikat penyimpangan-penyimpangan itu b. Volumenya c. pengaruhnya terhadap informasi itu secara umum d. Cara pencabutan penghilangan informasi yang menyalahi tuntuta-tuntuta syariat islam tersebut e. Hasil terakhir dari informasi yang telah digantu tersebut Sesungguhnya legitimasi muaamalat itu tidaklah terbatas ruang lingkupnya. Mencangkup pihak-pihak yang bermuaalat, disamping segi-segi kegiatan akuntansi. Pihak-pihak yang bermuaalat itu adalah kedua belah pihak yang bermuaalat. Pihak pertama adalah para sekutu yang membentuk perusahaan itu, atau para pemegang saham. Yang kedua adalah orang-orang yang bemualaat dengan mereka. Apabila kita telah sepakat bahwa muamalah itu pada dasarnya telah sah menurut syariah, seperti kegitan jual-beli makanan yang bersih dari segala yang diharamkan oleh Allah SWT maka para sekutu itu diharuskan pula dari kalangan kaum muslimin. Tanggung jawab yang paling utama dan paling besar yang berada di pundak akuntan muslimin itu tercermin pada penerapan prinsip pertama yaitu legitimasi muaamalat. Yakni dia wajib memastikan akan kebenaran dan keselamatan transaksi-transaksi tersebut sejak dari dasarnya dan termasuk juga pengilustrasian dan analisa hasil-hasil, kemudian penafsirannya. 2. Prinsip Badan Hukum Terdapat 3 prinsip badan hukum pada akuntansi dalam perspektif islam :

a. Syakhshiyyah Itibariyyah ( Entitas Spiritual ) Sesungguhnya yang dimaksud dengan entitas spiritual ini adalah adanya pemisahan kegiatan investasi dari pribadi yang melakukan kegiatn pendanaan terhadap kegiatan investasi tersebut. Contoh dalam hal ini adalah apabila sekelompok pribadi

menginvestasikan bagian tertentu dari harta yang Allah SWT titipkan kepada mereka untuk pendirian suatu lembaga perdagangan, maka lembaga ini menjadi terpisah dari para pendirinya, dan memiliki legalitas pribadi yang khusus baginya dan dikenal bahwa dia memiliki Syakhshiyyah Itibariyyah. Sesungguhnya penerjemahan pencerminan konsep Syakhshiyyah Itibariyyah ini terhadap penerapan praktis dari konsep tersebut haruslah mempengaruhi dan berpengaruh secara langsung dan otomatis terhadap hak-hak dan kewajiban-kewajiban para pemilik perusahaan. Disini kita harus membedakan jenis-jenis hubungan yang menyatukan para pemilik perusahaan yang telah menginvestasikan sebagian dari harta mereka. Ada individu yang memilki secara lahiriah suatu perusahaan atau kegiatan investasi, yang tidak ada sekutu bersamanya pada kepemilikan yang lahiriah ini. Ada lagi suatu kepemilikan lahiriah, yang besekutu padanya dua orang atau lebih dalam pendanaan investasi tersebut, dan mungkin juga ini yang sering kali terjadi dalm manajemennya. Disamping kedua bentuk kepemilikan yang lahiriah ini ada lagi jenis ketiga dari jenis-jenis investasi, yakni persekutuan beberapa individu, dan pada umumnya tidak saling mengenal satu dengan yang lain dalam pendanaan suatu kegiatan investasi tertentu. b. Syakhshiyyah Qanuniyyah ( Legal Entity ) Adalah suatu ungkapan mengenai entitas yang terpisah, yang memungkinkannya untuk menuntut pihak lain secara langsung dalam sifatnya sebagai suatu pribadi, sebagaimana dimungkinkan pula bagi pihak lain untuk menuntutnya secara langsung pula, dalam sifatnya sebagai suatu pribadi.

c. Wahdah Muhasabiyyah ( Kesatuan Akuntansi ) Adalah kerangka dasar yang menentukan ruang lingkup kegiatan akuntansi ditinjau dari sisi apa yang harus dimuat oleh buku-buku akuntansi dan apa yang harus diangkat oleh laporan keuangan baik berbentuk data keuangan yang sudah dikenal ataupun yang lain. Oleh karena itu, permasalahan yang harus dikaji untuk menentukan wahdah muhasabiyyah itu adalah masalah kebutuhan terhadap informasi keuangan. Kebutuhan informasi keuangan itulah yang akan terealisir pada akhirnya, yang diungkapkan dalam laporan keuangan. 3. Prinsip Istimrariyyah ( Kontinuitas ) Istimrariyyah adalah prinsip yang keberadaannya dapat memberi pandangan bahwa perusahaan itu akan terus menjalankan kegiatannya sampai waktu yang tidak diketahui, dan likuidasinya merupakan masalah pengecualian, kecuali jika terdapat indikasi mengarah kepada kebalikannya. berdasarkan pendefinisian terhadap prinsip ini maka dapat disimpulkan beberapa hal berikut ini: a. umur perusahaan tersebut tidak tergantung pada umur para pemiliknya b. prinsip ini merupakan bagian dari fitrah dari manusia yang Allah SWT ciptakan manusia atas dasar fitrah tersebut c. prinsip ini dalam kaitannya dengan usaha investasi, merupakan suatu kaidah yang umum d. sebagai akibat dari prinsip ini, maka seluruh transaksi-transaksi,dan tindakan-tindakan manajemen, baik intern maupun ekstern, haruslah menjadikan prinsip ini sebagai pelajaran, mulai dari penentuan asas pendanaan kegiatan investasi sampai pengukuran hasil-hasil akhir dan pengilustrasian hasil-hasil kegiatan dan neraca yang menentukan hak-hak dan kewajiban-kewajiban e. sesungguhnya penerapan prinsip ini haruslah memperhatikan faktorfaktor pasar, baik segi penambahan, pengurangan, perluasan, dan penyempitan dari faktor-faktor yang mempunyai hubungan secara langsung dengan kelangsungan kegiatan

4. Prinsip Muqabalah ( Matching ) prinsip muqabalah itu adalah suatu cermin yang memantulkan hubungan sebab akibat antar dua sisi, dari satu segi, dan mencerminkan juga hasil atau dari hubungan tersebut dari segi lainnya. Prinsip muqabalah ini juga mencerminkan hubungan sebab akibat yakni keberadaan salah satu dari keduanya itu merupakan akbat dari yang satunya, atau terjadinya sesuatu itu disebabkan oleh adanya tindakan yang sebelumnnya. Prinsip muqabalah ini juga memantulkan hasil atau akibat dari hubungan-hubungan antara

perbuatan-perbuatan dan tindakan-tindakan sesuai dengan tujuan yang telah digariskan. Prinsip muqabalah ini sebenarnya dikategorikan sebagai prinsip-prinsip yang paling sulit diterapkan. Hal ini pada dasarnya kembali pada kaidah-kaidah penting yang wajib diikuti, dari satu sisi, dan dari sisi lain kembali kepada standar-standar khusus yang wajib diperhatikan guna terwujudnya manfaat yang diharapkan dalam hal pengambilan manfaat dari informasi keuangan. Disamping pentingnya bersikap cermat dalam penentuan dan perhitungan pengeluaran-pengeluaran maka wajib juga bersikap cermat dalam penentuan dan perhitungan pemasukan. Prinsip-prinsip akuntansi syariah pada modal pokok. Diantara tujuan syariat Islam ialah menjaga dan mengembangkannya melalui jalur-jalur yang syari, untuk merealisasikan fungsinya dalam kehidupan perekonomian serta membantu memakmurkan bumi dan pengabdian kepada Allah SWT. Sumber-sumber hukum Islam telah mencukup kaidah-kaidah yang mengatur pemeliharaan terhadap modal pokok (kapital) di dalam peranannya. Yang terpenting diantaranya sebagai berikut. 1. Tamwil dan Syumul (Mengandung Nilai dan Universal) Modal itu harus dapat memberikan nilai, yaitu mempunyai nilai tukar di pasar bebas. Bisa saja, modal beda dalam naungan sebuah perusahaan dalam bentuk uang, barang milik, atau barang dagangan selama harta itu masih bisa

dinilai dengan uang oleh pakar-pakar yang ahli di bidang itu serta disepakati oleh mitra usaha. Rasul-maal (modal awal) juga bisa berbentuk manfaat , yang dalam konsep akuntansi positif disebut ushul manawiah (modal nonmateri), seperti halnya sesorang yang terkenal maupun nama baik dan hak-hak istimewa. Oleh karena itu dalam konsep akuntasi Islam, kapital mempunyai makna universal dan luas, yang meliputi uang, benda, atau yang nonmateri. 2. Mutaqawwim (Bernilai) Modal itu harus bernilai, artinya dapat dimanfaatkan secara syari. Jadi, harta-harta yang tidak mengandung nilai tidak termasuk dalam wilayah akuntansi yang sedang dibicarakan, seperti khamar, daging babi, dan alatalat perjudian. Di suatu negara yang berhukum kepada hukum Islam, tidak boleh masuk kedalam keuangannya atau keuangan masyarakatnya yang muslim jenis-jenis harta yang tidak boleh dimafaatkan secara syari. Jika didapati, harus disita dan menghukum orang-orang Islam yang memilikinya. 3. Penguasaan dan Pemilikan yang Berharga Mal atau harta itu harus dimilki secara sempurna dan dikuasainya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara bebas dalam bermuamalah atau bertransaksi. Sebagai contoh, tidak boleh bagi seseorang untuk memulai dengan pihak lain kerja sama dalam uang dan pekerjaan dengan janji membayarkan uang tersebut dikemudian hari atau uang itu masih bersifat utang (dalam jaminan), seperti yang ditegaskan oleh ulama fiqih dalam fiqih syarikah.

2. Kaidah akuntansi dalam perspektif islam Kaidah adalah sejumlah hukum-hukum pelaksanaan yang bersifat rinci dan saling terkait, yang berkaitan dengan cara penerapan petunjuk-petunjuk pelaksanaan yang bersifat umum. Kaidah-kaidah akuntansi dalam perspektif islam merupakan hasil perumusan dari prinsip-prinsip dasar yang digunakan dalam akuntansi syariah.berikut ini adalah kaidah-kaidah yang terdapat pada akuntansi syariah :

1.

Kaidah Objektivitas , sikap objektivitas akuntan dalam mencerminkan datadata akuntansi sesuai dengan kenyataan dan objektif. Kaidah ini juga berarti bahwa seorang akuntan harus bersifat independen sehingga dapat membuat informasi sebagaimana adanya tanpa terpengaruh oleh apapun.

2.

Kaidah Accrual, suatu kaidah yang menangani tentang penjadwalan, erimbangan, pemasukkan dan pengeluarannya baik yang diterima atau dibayarkan maupun yang belum diterima atau dibayarkan.

3.

Kaidah Pengukuran, suatu kaidah yang menjelaskan suatu karakter jumlah sesuatu menurut dasar-dasar yang telah disepakati sebelumnya tanpa melihat pada karakter dari sesuatu tersebut atau substansinya.

4.

Kaidah Konsistensi, yaitu kaidah yang menuntut suatu komitmen untuk mengikuti prosedurnya itu sendiri, dalam mengakui pengeluaran,

pemasukan, hak-hak milik, serta menuntut kontinuitas penggunaan prosedur, prinsip, kaidah-kaidah, dan standar-standar itu sendiri dalam mencatat data akuntansi, mengikhtisarkan dan menyajikannya. 5. Kaidah Hauliyah, yaitu memberi kesempatan kepada kita untuk mengetahui realitas perusahaan melalui penggambaran posisi keuangan perusahaan pada akhir periode penghitungan, dan perbandingan hasil-hasil pekerjaan serta posisi keuangan dan periode ini dengan periode-periode sebelumnya, atau dengan target yang di tetapkan, atau dengan keduanya, atau juga dibandingkan dengan perusahaan-perusahaan lain, terutama para pesaing. 6. Kaidah Pencatatan Sistematis, yaitu pencatatan dalam buku dengan angka atau kalimat untuk transaksi-transaksi, tindakan-tindakan, keputusankeputusan yang telah berlangsung pada saat kejadiannya, secara sistematis dan sesuai dengan karakter perusahaan serta kebutuhan manajemennya. 7. Kaidah Transparasi, yaitu penggambaran data-data akuntansi secara amanah tanpa menyembunyikan satu bagian pun darinya serta tidak

menampakannya dalam bentuk yang tidak sesungguhanya, atau yang menimbulkan kesan yang melebihi makna data-data akuntansi tersebut.

3. Perbedaan

prinsip

yang

melandasi

akuntansi

syariah

dan

akuntansi

konvensional Akuntansi Syariah Entitas didasarkan pada bagi hasil

Akuntansi Konvensional Postulat Entitas Pemisahan antara bisnis dan pemilik

Postulat going Kelangsungan hidup secara terus concern menerus,yaitu didasarkan pada realisasi keberadaan aset

Kelangsungan usaha bergantung pada persetujuan kontrak pada kelompok yang ter libat dalam aktivitas bagi hasil

Postulat periode akuntansi

Tidak dapat menunggu sampai akhhir kehidupan perusahaan dengan mengukur keberhasilan aktivvitas perusahaan

Setiap tahun dikenakan zakat kecuali untuk produk pertanian yang dihitung setiap panen

Postulat unit pengukuran

Nilai uang

Kuantitas nilai pasar digunakan untuk menentukan zakat binatang ,hasil pertanian dan emas

Prinsip

Bertujuan untuk mengambil

Menunjukkan pemenuhan hak dan kewajiban kepada Allah ,masyarakat, dan individu

penyingkapan keputusan penuh Prinsip obyektifitas Reliabelitas pengukuran digunakan dengan dasar bias personal

Berhubungan dengan konsep ketakwaaan, yaitu pengeluaran materi dan non materi untuk memenuhi kewajiban

Prinsip materi Dihubungkan dengan

Berhubungan dengan pengukuran

kepentnngan relatif mengenai informasi pembuatan keputusan

dan pemenuhan tugas/ kewajiban kepada Allah , masyarakat dan individu

Prinsip konsistensi

Dicatat dan dilaporkan menurut pola GAAP

Dicatat dan dilaporkan secara konsisten sesuai dengan prinsip yang dijabarkan oleh syariah

Prindip

Pemilihan tehnik akuntansi ysng

Pemilihan tehnik akuntansi dengan memperhatikan dampak baiknya terhadap mayarakat

konservatisme sedikit pengaruhnya terhadap pemilik

4. Persamaan antara akuntansi konvensional dan akuntansi syariah Terdapat beberapa peraturan, prinsip dan kaidah yang sama antara akuntansi syariah dan akuntansi konvensional, diantaranya adalah : 1. 2. Prinsip pemisahan jaminan keuangan dengan prinsip unit ekonomi; Prinsip penahunan (hauliyah) dengan prinsip periode waktu atau tahun pembukuan keuangan; 3. 4. 5. Prinsip pembukuan langsung dengan pencatatan bertanggal; Prinsip kesaksian dalam pembukuan dengan prinsip penentuan barang; Prinsip perbandingan (muqabalah) dengan prinsip perbandingan income dengan cost (biaya); 6. 7. Prinsip kontinuitas (istimrariah) dengan kesinambungan perusahaan; Prinsip keterangan (idhah) dengan penjelasan atau pemberitahuan

Anda mungkin juga menyukai