Anda di halaman 1dari 201

LAPORAN TUGAS AKHIR PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM

Disusun Oleh :

Nama No. Mhs Jurusan Program studi

: Rachmana Sandi : 00.03.2239 : Teknik Mesin : Strata 1 (S-1)

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2008

PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM

Tugas Akhir / Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Jurusan Teknik Mesin

Disusun oleh : Nama No Mhs Jurusan : Rachmana Sandi : 00.03.2239 : Teknik Mesin

Program Studi : Strata 1

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI AKPRIND YOGYAKARTA 2008

PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tugas akhir dengan judul :

PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM

Yang dibuat guna melengkapi salah satu persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Jenjang Strata-1 (S-1) Program Studi Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Sains Teknologi AKPRIND Yogyakarta. Sejauh yang saya ketahui bukan tiruan atau duplikasi dari tugas akhir yang sudah dipublikasikan dan atau pernah dipakai untuk mendapatkan gelar Sarjana Teknik di lingkungan Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta maupun di perguruan tinggi atau instansi manapun, kecuali sumber informasinya dicantumkan sebagaimana mestinya.

Dibuat di

: Yogyakarta

Pada tanggal : 2 April 2008 Penulis

Rachmana Sandi 00032239

ii

LEMBAR PENGESAHAN

PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM

Dipersiapkan dan ditulis oleh: Nama : RACHMANA SANDI

No. Mhs : 00.03.2239

Telah Diterima dan Disetujui Sebagai Salah Satu Syarat Kelengkapan Program Studi Teknik Mesin Srata-1 (S-1), Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Instintut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Mengetahui Pembimbing I Pembimbing II

(Ir. H. SAIFUL HUDA, MT)

(AGOES DUNIAWAN, ST)

Mengetahui

Dekan Fakultas Teknologi Industri

Ketua Jurusan Teknik Mesin

(Ir. JOKO WALUYO, MT)

(Ir. TOTO RUSIANTO, MT)

iii

LEMBAR PENGUJI

PERANCANGAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM

Tugas akhir/Skripsi

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Sidang Pendadaran Tugas Akhir Strata-1 (S-1) Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri Institut Sains dan Teknologi AKPRIND Yogyakarta

Pada hari/tanggal Jam Tempat

: Rabu, 02 April 2008 : 14.00 WIB : Ruang Sidang Jurusan Mesin

Tim Pengunji 1. Ir. H. SAIFUL HUDA, MT 2. AGOES DUNIAWAN, ST. 3. Ir. HARY WIBOWO, MT.

Tanda Tangan .

iv

4.

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN KEPADA : Ibunda dan Ayahanda tercinta yang selalu mendidik dan memberi pengertian dengan penuh kesabaran, penuh kasih sayang, serta ikhlas dalam harap dan doa selalu dipanjatkan kehadiarat allah SWT. Artiyati yang selalu memotifasi dan menyertai terselesaikannya karya ini serta kepercayaan dalam penantiannya yang panjang. Krue JMC dan JEEP D-ONE You are the best brother I have Thanks for gives more chalanges

HALAMAN MOTTO

PERJUANGKAN SAMPAI HEMBUS NAFAS TERAKHIRMU APAKAH BENAR ITU NASIB MU (The Last Samurai)

TERUS BERUSAHA ADALAH KEWAJIBAN KITA, KEPADA ALLAH KITA MEMINTA, DAN JANJINYA MEMANG NYATA

SESAL MEMANG DATANG KEMUDIAN, TAPI BUKAN UNTUK DITANGISI DAN DIRATAPI LEBIH BAIK DIMENGERTI DAN DIPAHAMI

INGATLAH KITA TERCIPTA DARI CAIRAN HINA, YANG BERASAL DARI SARI PATI TANAH DAN AKAN KEMBALI KETANAH. TAPI DENGAN TAKWA KITA AKAN BAHAGIA

vi

CARILAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CINA, TAPI APALAH ARTINYA ILMU TANPA NORMA DAN AGAMA
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan segala puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, barokah dan hidayah-Nya dan sholawat serta salam saya haturkan kepada Nabi Muhammad SAW. Sehingga penyusun dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul PERENCANAAN POMPA PENGISI AIR KETEL UAP DENGAN KAPASITAS 20 TON/JAM DAN TEKANAN 9 ATM. Laporan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu (SI) pada jurusan Teknik Mesin Institut Sains & Teknology AKPRIND Yogyakarta. Pada kesempatan ini dengan kerendahan hati penyusun mengucapkan terima kasih kapada semua pihak yang telah dengan ikhlas dan keringan hati membantu penyusunan laporan ini, dan penyususn mengucapkan terima kasih kapada : 1. Ibunda dan Ayahanda tercinta serta Ibu dan Bapak mertua tercinta yang dengan tulus telah mendidik,membiayai dan tanpa henti-hentinya selalu berdoa untuk kelancaran dan keberhasilan dalam segala hal. 2. Bapak Prof. Dr Bambang Soedijonju Wiriaatmadja, selaku Rektor Institut Sains & Teknologi Akprid 3. Bapak Ir. Toto Rusianto,MT, selaku Ketua Jurusan Teknik Mesin.

vii

4. Bapak Ir. Saiful Huda, MT, selaku Dosen Pembimbing Pertama Tugas Akhir yang telah bersedia melungkan waktunya dan dengan sabar memberikan bimbingannya. 5. Bapak Agas Duniawan, ST selaku Dosen Pembimbing Kedua yang selalu sabar membimbing hingga terselesaikannya laporan skripsi ini. 6. Bapak Ir. Hary Wibowo, MT , selaku Dosen Penguji,saya ucapkan terimah kasih 7. Adik-adik saya yang tercinta : Komala Dewi (Skripsinya cepat diselesaikan ya sayang), Indri maryani selalu jadi pertimbangan dan semangat aa dalam perjuangan hidup. 8. Artiyati kekasih kk tercinta, selangkah kedepan sudah terlampaui, langkah selanjutnya kk akan berusaha dan terus berusaha menuju kepastian hidup dengan mu yang kk damba. 9. Kakak ku : Utis Sutisna (pengalaman dan petuahnya begitu berharga dalam hidupku), jangan bosan untuk perhatiin aku ya. 10. Ponakan-ponakan ku yang ganteng dan jail (lamba ade) 11. Krue JMC (thanks for all brothers, keep save anyone) 12. Krue JEEP D-wan (dontt worry be driver, cos N-SOBI give your freedom) 13. Sahabat sejatiku : Awing WIDI(cepet diurus skripsimu, sayangi duit mu), Tatang ABAH(beuteng kuruan tah meh maco), CIUT (terima kasih atas bantuannya), Tri Bikers cilacap (makasih banyak bro, tapi motor

viii

mu minta naik piston mobil tuh biar bisa ngalahin gua), Raden Bikers Jatim (rawat terus motor mu tapi ingat skripsimu cepat diselesaikan Bro). Penyusun menyadari masih banyak kekurangan dalam penyususnan skripsi ini dan bahkan masih sangat jauh dari sempurna. Untuk itu segala kritik dan saran demi sempurnanya penyusunan tugas akhir ini sangatlah penyusun harapkan. Akhirnya penyusun mohon maaf apabila selama penyusunan skripsi ini ada hal-hal yang kurang berkenan baik yang disengaja maupun yang tidak disengaja. Semoga tugas akhir ini berguna bagi semua pihak, terima kasih.

Yogyakarta, 2 April 2008 Penyusun

(RACHMANA SANDI)

ix

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL PERNYATAAN KEASLIAN TUGAS AKHIR

i ii iii iv v .vi vii

LEMBAR PENGESAHAN LEMBAR PENGUJI

LEMBAR PENETAPAN JUDUL LEMBAR BIMBINGAN

LEMBAR PERSEMBAHAN MOTTO

viii ix xii

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR xvii DAFTAR TABEL xx

ABSTRAKSI xxi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 Latar belakang

............................................................................ ........

1 1 2

Tujuan perencanaan

1.3 1.4 1.5 1.6 1.7

Rumusan masalah Batasan masalah Tinjauan pustaka

3 3 4 6 7 9 9 9 15 26 28 28 29 33 35 37 41 42 43 44 44 56 57

Metode pengumpulan data

Sistematika penulisan

BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Pengertian dasar pompa 2.1.1 2.1.2 2.2 2.3

Pompa perpindahan positif

Pompa perpindahan dinamis

Spesifikasi pompa

Head (kapasitas aliran) 2.3.1 2.3.2 Head total pompa Head losses

2.4 2.5

Air ketel Kavitasi 2.5.1

NPSH

BAB III PEMILIHAN JENIS POMPA 3.1 Kapasitas pompa 3.1.1

Head total pompa 3.1.1.1 Head statis

3.1.1.2 Head dinamis 3.2 3.3 Penentuan jenis pompa Penentuan penggerak mula

xi

3.4 3.5 3.6

Penentuan jumlah tingkat Daya poros

60 64 66

NPSH

BAB IV PERENCANAAN BAGIAN-BAGIAN POMPA 4.1 4.2 Pengertian umum Dimensi impeller 4.2.1 4.2.2 4.2.3 4.2.4 4.2.5 4.2.6 4.2.7 4.2.8

71 71 72 72 75 79 81 83 85 87 88 89 90 94 97 99

Diameter poros

Diameter sisi masuk Sudut sisi masuk Lebar sisi masuk

Diameter sisi keluar impeller Lebar sisi keluat impeller ....

Koreksi terhadap jumlah sudu Segitiga kecepatan

4.2.8.1 Segitiga kecepatan sisi masuk impeller 4.2.8.2 Segitiga kecepatan sisi keluar impeller 4.3 Perencanan sudu impeller 4.3.1 4.3.2 4.4

Rangkaian hasil perhitungan impeller Lebar impeller untuk tiap titik

Perencanaan diffuser dan return channel 4.4.1 4.4.2 Diffuser

100

101 105

Return channel

xii

BAB V PERENCANAAN POROS DAN BANTALAN 5.1 Poros pompa 5.1.1 5.1.2

108

109 109 111 114 116

Pengimbangan gaya aksial Perhitungan gaya aksial 5.1.2.1 Cincin penahan aus

5.1.3 5.1.4 5.1.5 5.1.6 5.1.7 5.1.8 5.1.9

Perhitungan gaya radial Bentuk impeller Bentuk kopling Kontruksi poros

117 118 121 123

Tinjauan poros terhadap bidang momen Pemeriksaan terhadap sudut puntir

129

Kontruksi tegangan yang terjadi pada poros 129 132

5.1.10 Kntruksi tegangan yang terjadi pada alur pasak

5.1.11 Kotak packing 137 5.1.12 Tinjauan poros terhadap defleksi 5.2 139

Perencanaan bantalan 141 5.2.1 Pelumasan bantalan 146

BAB VI EFISIENSI, KAVITASI DAN KARAKTERISTIK POMPA 148 6.1 Efisiensi 6.1.1 6.1.2 6.1.3 148

Efisiensi volumetric 148 Efisiensi hidrolik Efisiensi mekanis 149 150

xiii

6.2

Kavitasi 6.2.1 6.2.2

152

NPSH 153 NPSH yang dibutuhkan 155

6.3

Karakteristik pompa 157 6.3.1 Karakterisrik hubungan antara head dengan kapasitas... 158 164

6.3..2 Kurva head kapasitas pompa dan system 6.3.2.1 Fluida horse power(FHP)

167 167 168

6.3.2.2 Daya untuk mengatasi kebocoran (HPL) 6.3.2.3 Daya untuk mengatasi gesekan (HPDF)

6.3.2.4 Daya untuk mengatasi kerugian hidrolis (HPHV). 168 6.3.2.5 Daya untuk mengatasi kerugian mekanis (HPM). 169 6.3.2.6 Brake horse power (BHP) 6.3.2.7 Efisiensi pompa BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 7.2 Kesimpulan 169

169

172

172

Saran 175

xiv

DAFTAR GAMBAR

2.1 2.2 2.3 2.4 2.5 2.6 2.7 2.8 2.9 2.10 2.11 2.12 2.13 2.14 2.15 2.16 2.17 2.18 2.19 2.20 2.21

External-gear rotary pump Internal-gear rotary pump Single-screw pump Two-screw pump Three-screw pump

12 12 13 13 13 14 14 14 14 16 17 18 20 20 21 21 22 23 24 24 24

Swinging-vane pump Sliding-vane pump

Two-lobe rotary pump Four-lobe rotary pump

Pompa aliran campur Pompa aliran aksial

Impeler jenis radial, hisapan ganda dan francis Impeler jenis aliran campur dan jenis propeller

Pompa volute isapan tunggal Pompa diffuser isapan tunggal Pompa aliran campur jenis volute Pompa volute jenis isapan ganda Pompa sentrifugal tingkat banyak Pompa aliran campur mendatar

Pompa aliran aksial mendatar Pompa aliran campur tegak

xv

2.22 2.23 3.1 3.2 3.3 3.4 3.5 4.1 4.2 4.3 4.4 4.5 4.6 4.7 4.8 4.9 4.10 4.11 5.1 5.2 5.3 5.4 5.5

Gelembung akibat kavitasi

36 39 41 48 57 66 70 76 79 82 86 89 89 90 94 95 97 99

NPSH, bila tekanan atmosfir bekerja pada permukaan air Instalasi pompa

Bentuk ujung masuk pipa

Grafik daerah operasional pompa Efisiensi standar pompa Bstas-batas kavitasi pompa

Grafik koefisien kecepatan kcm1 dan kcm2 Profil impeller pompa sentrifugal Bentuk sudu sisi masuk Sudu sisi keluar

Diagram segitiga kecepatan pada sudu-sudu Segitiga kecepatan sisi masuk Segitiga kecepatan sisi keluar Bentuk haluan impeller, sudut inlet dan sudut outlet Metode point by point Profil impeller Desain sudu impeller

Lubang pengimbang 110 Dimensi berat impeller Bentuk kopling flens luwes Konstruksi poros 117 118

122 124

Gaya beban yang menumpu poros

xvi

5.6 5.7 5.8 5.9 6.1 6.2 6.3 6.4

Diagram momen lengkung

127

Faktor konsentrasi tegangan ( ) untuk pembebanan puntir statis 131 Faktor konsentrasi tegangan ( ) untuk pembebanan puntir statis Dimensi bantalan bola alur dalam 133

144

Batas-batas kavitasi operasi pompa 157 Kurva karakteristik pompa hubungan antara H t , Htz, dan Hakt Kurva karakteristik hubungan antara Hakt dengan Hsistem Grafik Whp dan Bhp dari kapasitas bervariasi 163

165

171

xvii

DAFTAR TABEL

2.1 2.2 3.1 3.2 4.1 4.2 5.1 5.2 6.1 6.2

Data pemilihan pompa Sifat-sifat fisik air

27 34 54 59 98

Koefisien kerugian belokan pipa

Putaran sinkron motor listrik Harga dan berbagai titik

Lebar laluan tiap titik 100 Ukuran kopling flens 119 Bantalan untuk permesinan 143 163

Karakteristik pompa hubungan antara H t , Htz dan Hakt

Hubungan antara jumlah kerugian head isap, tekan dan statis dengan Head system 164

6.3

Harga dari Bhp dan op pada setiap kapasitas 170

xviii

ABSTRAKSI

Pompa yang dirancang merupakan pompa untuk memindahkan air dari Daerator ke ketel uap. Didalam pemilihan perancangan pompa ini dengan menganalisis kondisi dilapangan dan paktor fluida serta kapasitas pemompaan, maka dipilih pompa sentrifugal dengan aliran radial, karena listrik telah tersedia maka penggerak menggunakan motor listrik dengan putaran 2950 rpm. Dengan konstruksi pipa sederhana yang telah ada dilapangan maka pompa ini bekerja untuk kebutuhan air minum dengan kapasitas 20 ton/jam dan head total pompa sebesar 86 m. Dari kapasitas tersebut maka pompa dirancang menggunakan enam tingkat (neka-tingkat) dengan enam impeller dilengkapi diffuser. Untuk menghindari dari kavitasi maka pompa harus mempunyai Net Positive Suction Head (NPSH) yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan. Dari perancangan pompa ini NPSH yang tersedia sebesar = 6,9547 m dan NPSH yang dibutuhkan sebesar = 1,909 m kavitasi. sehingga pompa yang dirancang aman dari

xix

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Dalam kehidupan moderen sekarang ini, kecanggihan teknologi sangat diperlukan dan dilakukan riset-riset untuk inovasi baru dalam efisiensi kerja alat, manusia dituntut untuk mencari jalan yang praktis dan efisien dalam penggunaan peralatan untuk membantu kelancaran kegiatan kerjanya. Salah satu contohnya adalah pada pompa sebagai alat untuk memindahkan fluida yang penggunaanya meliputi berbagai bidang, baik untuk kebutuhan rumah tangga maupun untuk kebutuhan industri. Dalam dunia industri pompa merupakan salah satu alat pendukung dari mesin-mesin konversi. Salah satunya adalah pendukung pada ketel uap pipa air, dimana pompa berfungsi untuk mensirkulasikan air kedalam pipa-pipa ketel untuk nantinya dijadikan uap keringbertekanan yang berguna sebagai tenaga penggerak turbin atau mesin-mesin penggerak mula. Dalam sirkulasi ketel uap (Steam Boiler), fluida (zat cair) yang akan masuk merupakan hal yang sangat penting untuk mendapatkan produk uap yang diinginkan. Dimana untuk memasukan air ketelkedalam ketel digunakan sebuah instalasi pompa yang biasanya kita sebut dengan pompa pengisi air ketel uap. Pada suatu instalasi ketel uap dibutuhkan pompa air yang dapat bekerja dengan baik selama ketel uap beroperasi yaitu untuk memindahakan air 1

kondensat bertekanan tinggi dan biasanya bekerja dengan tekanan yang cukup besar dan hasil kerja system ini biasanya dinyatakan dalam bentuk kecepatan spesifik (ns) dari pompa, oleh karena itu dibutuhkan pompa sentrifugal bertingkat. Karena itu penyusun tertarik untuk mengangkat topik tersebut dalam sebuah tugas akhir dengan judul Perancangan Pompa Suplai Air Ketel Uap Pada Tekanan 9 Atm dan Kapasitas 20 Ton /jam , disini penyusun mengkususkan pada perancanaan pompa pengisi air ketel uap pada pabrik gula dengan kapasias 20 ton/jam dan tekanan 9 atm. Fluida yang digunakan adalah air hasil kondensasi dari proses masakan gula dan evaporator yang kemudian diproses kembali, supaya air yang nantinya digunakan untuk mengisi ketel tidak mengandung glukosa yang dapat menyebabkan kerusakan pada pipapipa ketel. 1.2. Tujuan Perencanaan Dalam tugas akhir ini yang dibahas adalah perancangan ulang pompa pensuplai air untuk ketel uap (Boiler) yang sangat dibutuhkan efisiensi kerjanya untuk mendukung kerja ketel uap dalam suatu perusahaan/instansi yang menggunakan ketel uap sebagai tenaga penggerak. Serta perancangan ini mempunyai tujuan agar penulis mampu menerapkan ilmu dan pengetahuan yang diperoleh dibangku kuliah sesuai bidangnya sehingga siap menghadapi dunia kerja. Adapun tujuan lain yaitu : a. Untuk mengetahui dimensi pompa pengisi air ketel pada suatu industri

b. Untuk merencanakan pompa yang dapat melayani pengisian air ketel uap dengan tekanan kerja 9 atm dan kapasitas 20 ton/jam 1.3. Rumusan Masalah Dalam perencanaan ini permasalahan yang dibahas adalah kontruksi dari pompa yang digunakan untuk mengisi kebutuhan air dalam ketel uap selama ketel tersebut beroperasi. Dengan mengetahui data-data yang diperoleh dari survey lapangan diharapkan penyusun dapat mengembangkan dan menggali lebih dalam tentang pompa pengisi air ketel, data-data tersebut adalah sebagai berikut : a. Tekanan kerja ketel b. Kapasitas ketel ( dalam hal ini uap jenuh) c. Suhu masuk ketel d. Blow down e. Putaran motor penggerak 1.4. Batasan Masalah Masalah pokok dari TA ini adalah merancang pompa untuk mensuplai air kedalam ketel sehingga efisien dalam memenuhi kebutuhan ketel , Adapun batasan-batasan yang dimaksud yaitu perencanaan dimensi utama pompa meliputi perencanaan : a. Impeller dan sudu b. Difuser c. Rumah pompa d. Poros : 9 atm : 20 ton/jam : 1100C : 10% : 2950 rpm

e. Bantalan 1.5. Tinjauan Pustaka Budianto, 2003, Tugas Akhir, Perencanaan pompa untuk melayani pengisian air ketel (Boiler) dengan tekanan kerja 19 Atm dan kapasitas 60 ton/jam . Jurusan Teknik Mesin, IST Akprind, Yogyakarta. Menyimpulkan pompa yang dirancang adalah pompa pengisi air ketel uap dengan spesifikasi sebagai berikut : Jenis pompa Jenis impeller Jumlah tingkat Putaran Head pompa : Sentrifugal : Impeller radial : 5 tingkat : 2950 rpm : 2235 m

Kapasitas pompa : 68 ton/jam Tekanan pompa Daya poros : 23.5 atm : 73 Hp

Nyoman, 2006, Tugas Akhir, Perancangan pompa sentrifugal untuk mensuplai air pada ketel uap di PG. Mojo Sragen menyimpulkan pompa yang dirancang adalah pompa pengisi air ketel uap dengan spesifikasi sebagai berikut : Jenis pompa Jenis impeller Jumlah tingkat Putaran : Sentrifugal : Impeller radial : 4 tingkat : 2950 rpm

Head pompa

: 185 m

Kapasitas pompa : 40 ton/jam Tekanan pompa Daya poros : 17 kg/cm2 : 37 Hp

Widhi A, 2003, Tugas Akhir, Perancangan ulang pompa sentrifugal untuk air pendingin kilang minyak dengan kapasitas 5900 m3/jam di area Utilities PT. Pertamina (PERSERO) UP IV Cilacap, Jurusan Teknik Mesin IST Akprind, Yogyakarta, menyimpulkan bahwa : Jenis Pompa Jenis impeller Jumlah tingkat Putaran Head pompa : Sentrifugal : Impeller radial : 1 tingkat : 1000 rpm : 38.1 m

Kapasitas pompa : 5900 m3/jam Tekanan discharge : 4.4 kg/cm2 Tekanan suction : 1.77 kg/cm

Jajang J, 2006, Tugas Akhir, Perencanaan pompa distribusi air bersih PDAM di Kabupaten Cirebon, Jurusan Teknik Mesin IST Akprind, Yogyakarta, menyimpulkan bahwa : Jenis pompa Jenis impeller Jumlah tingkat Putaran : Sentrifugal : Impeller radial (tertutup) : 1 tingkat : 2950 rpm

Head pompa

: 33 m

Kapasitas pompa : 38 m3/jam NPSH : 7.1 m

1.6. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penyusunan laporan tugas akhir ini melalui beberapa metode, yaitu : 1. Metode Observasi Melakukan pengamatan dan pencatatan dengan meninjau langsung kelapangan serta melhiat secara lansung objek yang diteliti, sehingga akan diperoleh data yang sistematis dan sesuai dengan tujuan yang diharapkan. 2. Riset pustaka Pengumpulan data-data yang diperoleh dari buku-buku referensi diberbagai tempat dan sumber-sumber yang ada kaitanya dengan objek yang diteliti, yang nantinya berguna untuk mengembangkan hasil interview dan observasi. 3. Metode Interview Suatu metode pengumpulan data, melalui wawancara dengan pihak instansi/perusahaan yang bersangkutan untuk memperoleh data-data yang diperlukan. 1.7. Sistematika Penulisan Agar tugas akhir yang disusun dan dapat di mengerti dengan baik oleh semua pihak,maka sistematika PERANCANGAN POMPA SUPLAI AIR

KETEL UAP PADA TEKANAN 9 ATM DAN KAPASITAS 20 TON/JAM adalah sebagai berikut : BAB I PENDAHULUAN Bab ini menjelaskan secara singkat mengenai latar belakang masalah, tujuan, pembatasan masalah, metode penelitian, sistematika penulisan. BAB II LANDASAN TEORI Berisi tentang pengertian / pandangan pengetahuan umum tentang pompa BAB III PERHITUNGAN HEAD TOTAL DAN KAPASITAS POMPA Berisi tentang perhitungan perencanaan pompa untuk menghandle kebutuhan ketel uap (Boiler) yang memiliki kapasitas 20 ton/jam dan tekanan 9 atm. BAB IV PERENCANAAN BAGIAN-BAGIAN POMPA Berisi tentang perhitungan head loss pada pipa yang terjadi akibat panjang pipa, perhitungan head loss yang terjadi akibat gate valve, perhitungan head loss yang diakibatkan oleh kontraksi dari reservoir ke pipa ,perhitungan penurunan tekanan pada gate valve, elbow dan tee, kerugian gesek dan penurunan tekanan pada reducer. BAB V PEMILIHAN POMPA Berisi tentang pengertian pompa dan fungsinya, perhitungan NPSH ( Head Isap Positif Neto), efisiensi pompa, pemilihan pompa.

BAB VI PENUTUP DAN KESIMPULAN Berisi tentang data spesifikasi dari penelitian baik data dari buku pedoman maupun dari data yang terdapat dilapangan, serta kesimpulan dari PERANCANGAN POMPA UNTUK MENSUPLAI AIR KETEL UAP DENGAN KAPASITAS 20 TON/JAM DAN TEKANAN 9 ATM.

BAB II LANDASAN TEORI

2.1. Pengertian Dasar Pompa Pompa merupakan suatu alat konversi energi yang digunakan untuk memindahkan fluida dari satu tempat ketempat lain. Untuk memindahakn fluida tersebut digunakan pipa-pipa sebagai saluran , energi aliran fluida itu sendiri terdiri dari energi potensial, energi tekan dan energi kinetik (gerak). Pompa beroperasi dengan mengadakan perbedaan tekanan antara bagian masukan dan bagian keluaran. Fungsi pompa adalah mengubah atau meneruskan tenaga mekanis suatu sumber tenaga menjadi tenaga fluidadan mengatasi gesekan yang ada. Untuk menggerakan pompa perlu suatu sumber tenaga yang dapat berupa motor listrik atau turbin uap. Berdasarkan cara kerja, pompa dapat dibedakan menjadi : 2.1.1. Pompa Perpindahan Positif (Positive Displacement pumps) a. Pompa Resiprokating Pompa resiprokating adalah pompa yang mekanis kerjanya menggunakan perantara elemen yang bergerak secara bolak balik waktu memindahkan fluida kerja. Pompa resiprokating dapat diklasifikasikan sebagai berikut : 1) Menurut cara kerjanya (action) Pompa yang bekerja tunggal (single action pumps) Pompa yang bekerja ganda (double action pumps) 9

10

2) Menurut tekanan yang ditimbulkan Pompa tekanan rendah ( 0 -5 kg/cm2 ) Pompa tekanan menengah ( 5-50 kg/cm2 ) Pompa tekenan tinggi ( > 50 kg/cm2 )

3) Menurut kapasitasnya Pompa kapasitas rendah ( 0 20 m3/jam ) Pompa kapasitas menengah ( 20 60 m3/jam ) Pompa kapasitas tinggi ( > 60 m3/jam )

4) Menurut putaranya (Rpm) Pompa putaran rendah ( 0 80 ) Pompa putaran menengah ( 80 150 ) Pompa putaran tinggi ( > 150 )

5) Berdasar kontruksinya Pompa torak piston Pompa torak plunyer Pompa duplex, triplex Pompa horizontal dan vertical

Keuntungan pompa reciprocating : 1. Tekanan yang dihasilkan biasa tinggi, tergantung pada daya penggerak pompa dan kekuatan bagian-bagian pompa. 2. Tekanan yang dihasilkan tidak tergantung pada kapasitas pompa. 3. Menghasilkan tekanan tertentu pada setiap putaran atau langkah per menit.

11

4. Pompa dapat bekerja pada pengisapan kering. Kerugian pompa reciprocating : 1. Gaya inersia yang timbul karena gerak bolak balik dari piston mengakibatkan gerakan yang tidak mantap dari cairan didalam pipa isap dan tekan. 2. Kerja pompa membutuhkan katup-katup, sehingga menambah biaya pompa dan sering menimbulkan masalah. 3. Karena pompa jenis ini bekerja pada putaran rendah, sehingga untuk mendapatkan kapasitas yang tinggi diperlukan ukuran yang besar. 4. Pompa ini tidak sesuai untuk memompa cairan yang bercampur zat padat. b. Pompa Rotary Pompa rotary adalah pompa perpindahan positif dimana energi ditransmisikan dari mesin penggerak ke cairan dengan menggunakan elemen yang berputar (rotor) didalam rumah (Casing). Pada waktu elemen berputar didalam rumah pompa terbentuk kantong- kantong yang mula-mula volumenya besar (pada sisi pemasukan) kemudian volumenya berkurang (Pada sisi tekan/out let). Karena putaran tadi konstan, maka cairan zat cair yang dihasilkan hampir merata (uniform),. Ruang pemasukan pada pompa rotary harus dipisahkan dengan ruang pengeluaran untuk mencegah aliran balik cairan dari ruang pengeluaran ke ruang pemasukan. Pompa rotary banyak

12

dijumpai pada pemompaan zat cair yang viskositasnya lebih tinggi dari air. Beberapa contoh pompa rotary yaitu : 1. Pompa roda gigi Pompa ini mempunyai dua buah roda gigi/lebih dengan pengisian luar (external) atau dalam (internal), salah satu dari poros yang dipasang digerakan dan menggerakan poros dengan roda gigi lainya. Zat cair mengalir antara gigi-gigi karena mata roda gigi saling bebaskan rongga atau mata gigi lainya, sehingga zat cair dibawa atau terbawa bergeraknya roda gigi. Untuk pengisian atau bentuk gigi dapat kita gunakan provil-provil gigi involut, hiposiklida, spiral logaritmis, busur lingkaran dan lengkung lainya. Pompa ini baik digunakan sebagai pompa pelumas.

Gambar 2.1. External-gear rotary pump

Gambar 2.2. Internal-gear rotary pump

(Tyler G dan Edwards 1971 :33) 2. Pompa sekrup (ulir) Prinsip sederhana pompa ini adalah pompa ulir poros tunggal oleh gerak putar poros ulir. Pada sisi kempa terjadi tekanan letih, zat cair

13

akan mengalir sepanjang saluran yang dibentuk oleh ulir. Pada tekanan yang lebih tinggi pada sisi kempa dan pada viskositas zat cair yamg rendah kerugian yang terjadi dalam arus volume dapat menjadi lebih besar, oleh sebab itu pompa ini hanya dapat dipergunakan untuk tekanan lawan yang rendah. Pompa ini terdiri dari beberapa buah poros ulir yang berputar saling menangkap dan terkurung oleh rumah pompa, biasanya hanya digerakan oleh satu poros sekrup.

Gambar 2.3. Single-screw pump

Gambar 2.4. Two-screw pump

Gambar 2.5. Three-screw pump (Tyler G dan Edwards 1971 : 33) 3. Pompa Vane Pompa berporos tunggal ini digerakan oleh sebuah rotor bentuk silinder yang diberi aliran-aliran lurus disekelilingnya. Dalam aliranaliran ini dimasukan sudu-sudu lurus (dinding) yang dapat bergerak secara radial karena gaya sentrifugal akibat perputaran rotor, maka

14

sudu-sudu akan tertekan kedinding dari rumah pompa dan timbulah kincir-kincir yang terpisah satu sama lainya.

Gambar 2.6. Swinging-vane pump

Gambar 2.7. Sliding-vane pump

(Tyler G dan Edwards 1971 : 34) 4. Pompa Lobe Prinsipnya pompa ini menyerupai pompa roda gigi dalam mekanis kerjanya dan memiliki dua atau lebih roda gigi yang terdiri dari dua atau lebih lobe (cuping) pada tiap-tiap roda gigi, roda gigi berputar serentak dengan perputaran positif dari roda gigi luar.

Gambar 2.8. Two-lobe rotary pump

Gambar 2.9. Four-lobe rotary pump

(Tyler G dan Edwards 1971 :32) Keuntungan pompa rotary : 1. Ukuran keseluruhan lebih kecil

15

2. Lebih ringan 3. Aliran yang dihasilkan lebih merata 4. Putaran pompa bisa lebih tinggi, sehingga dapat dihubungkan langsung dengan penggeraknya. 5. Bisa menghasilkan tekanan yang cukup tinggi. 6. Bisa bekerja pada pengisapan kering. 7. Bisa dipasang atau bekerja pada macam-macam posisi. 8. Randemen mekanisnya tinggi. 2.1.2. Pompa Perpindahan Dinamis (Non Positive Displacement Pumps) Pompa perpindahan dinamik adalah jenis pompa yang dapat memberikan energi secara terus menerus pada fluida kerjanya, diantaranya a. Pompa Sentrifugal Pompa digerakan oleh motor, daya motor diberikan pada poros pompa untuk memutar impeler yang dipasangkan pada poros tersebut, zat cair yang ada didalam impeler akan berputar karena dorongan sudu-sudu. Karena timbul gaya sentrifugal, maka zat cair mengalir dari tengah impeler keluar melalui saluran diantara sudu-sudu dan meninggalkan impeler dengan kecepatan yang tinggi. Zat cair yang keluar dari impeler kemudian melalui saluran yang penampangnya makin membesar (volut/diffuser) sehingga terjadi perubahan dari head kecepatan menjadi head tekanan. Maka zat cair yang keluar dari flens keluar head totalnya bertambah besar. Pengisapan terjadi karena setelah zat cair dilemparkan oleh impeller

16

ruang diantara sudu-sudu menjadi vakum, sehingga zat cair akan terhisap masuk. Selisih energi per satuan berat atau hed total dari zat cair pada flens keluar (tekan) dan Flens masuk (isap) disebut head total pompa. Pompa sentrifugal dapat diklasifikasikan menurut beberapa cara, yaitu: a) Menurut jenis aliran dalam impeler 1. Pompa aliran radial (radial flow) Pompa ini mempunyai kontruksi sedemikian rupa sehingga zat cair yang keluar dari impeller akan tegak lurus pada poros pompa (arah radial). 2. Pompa aliran campur (mexed flow) Aliran zat cair didalam pompa waktu meninggalkan impeller akan bergerak sepanjang permukaan kerucut (miring), sehingga komponen kecepatannya berarah radial dan aksial (campur).

Gambar 2.10. Pompa aliran campur (Sularso, 2000 : 8)

17

3. Pompa aliran aksial (axial flow) Aliran zat cair yang meninggalkan impeler akan bergerak sepanjang permukaan silinder (arah aksial).

Gambar 2.11. Pompa aliran aksial (Sularso,2000 : 8) b) Menurut jenis impeler 1. Impeler Jenis radial Tinggi tekan umumnya sebagian besar disebabkan oleh gaya sentrifugal. Impeller yang ditunjukkan pada gambar 2.5.(a) adalah impeller yang dipakai untuk tinggi-tekan medium (menengah) dan yang tinggi (kira-kira di atas 150 ft). impeler ini adalah jenis impeler konvensional, dan secara praktis dipakai pada semua mesin-mesin yang bertingkat banyak. Daerah kecepatan

spesifiknya pada umumnya adalah dari 500 sampai 3000. perbandingan diameter buang (discharge) dengan diameter mata sisi masuk (inlet eye diameter) adalah 2. Bila jumlah yang lebih besar harus dipompakan, impeler hisapan ganda, seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.5.(b) dapat

18

dipakai. Daerah kecepatan spesifik adalah kira-kira sama dengan impeller hisapan tunggal. Impeller ini mempunyai keuntungan yaitu dalam hal keseimbangan hidraulisnya, yakni gaya-gaya aksial saling berlawanan dan saling menghilangkan. 2. Impeler Jenis Francis Impeller jenis FrancisUntuk tinggi-tekan yang lebih rendah sering dipakai impeller pembuangan radial, hisapan aksial (aksial inlet radial discharge impeller) seperti yang ditunjukkan gambar 2.5.(c) perbandingan diameter buang (discharge) dengan diameter mata masuk biasanya lebih kecil dari jenis pertama. Untuk kapasitas dan tinggi-tekan yang ditentukan jenis impeller ini beroperasi pada kecepatan yang lebih tinggi dari impeller yang konvensional. Kecepatan spesifik adalah dari 1500 sampai 4500. Sudut sudu sisi masuk harus berkurang sesuai dengan jari-jarinya atau kecepatan keliling impeller, untuk menjamin masuknya fluida secar mulus sehingga bentuknya menyerupai turbin Francis. Jenis impeller ini dapat juga dipakai untuk impeller hisapan ganda.

Gambar 2.12.

Impeler jenis radial, hisapan ganda, Impeler jenis Francis.

(Austin H.Church, 2000 : 53)

19

3. Impeler Jenis Aliran Campur Tinggi tekan yang dihasilkan pada impeller jenis ini sebagian adalah disebabkan oleh gaya sentrifugal dan sebagian lagi oleh tolakan impeller. Aliran buangnya sebagian radial dan sebagian lagi aksial, inilah sebabnya jenis impeller ini disebut jenis aliran campur. Diameter buang rata-rata biasanya kira-kira sama dengan diameter mata sisi masuknya, walaupun dapat juga lebih. Impeller dibuat berbentuk sekrup (dibengkokkan 2 kali) untuk alas an yang sama dengan impeller jenis Francis yang ditunjukkan pada gambar 2.5. Daerah kecepatan spesifiknya biasanya adalah antara 4500 sampai 8000. 4. Impeller Jenis Propeler Praktis semua tinggi-tekan yang dihasilkan adalah akibat tolakan sudu-sudu, aliran hampir seluruhnya seperti ditunjukkan pada gambar 2.7. impeller ini mempunyai kecepatan spesifik yang tertinggi (diatas 8000) dan kapasitas besar, disebabkan oleh pengarahan yang sedikit diberikan pada fluida, impeller ini tidak sesuai untuk tinggi hisap yang besar. 5. Tingkat yang Banyak Impeler-impeler yang dijelaskan sebelumnya adalah impellerimpeler yang digunakan untuk satu tingkat. Bila tinggi tekan yang harus dihasilkan menjadi terlalu besar untuk impeller satu tingkat, beberapa impeller dipasangkan pada satu poros secara seri Impeler

20

ini biasanya adalah impeller jenis radial seperti ditunjukan pada gambar 2.5.(a) karena jenis impeller radial dapat menghasilkan tinggi-tekan yang lebih besar daripada impeller-impeler jenis lainya :

(a)

(b)

Gambar 2.13. (a) Impeler jenis aliran-campur. (b) Impeler jenis propeller (Austin H.Church, 2000 : 54) c) Menurut bentuk rumah 1. Pompa Volut Sebuah pompa sentrifugal, dimana zat cair dari impeller secara langsung dibawa kwrumah volut.

Gambar 2.14. Pompa volute isapan tunggal (Sularso , 2000 : 7)

21

2. pompa Difuser Pompa ini adalah pompa sentrifugal yang dilengkapi sudu diffuser dikeliling luar impelernya.

Gambar 2.15. Pompa diffuser (Sularso , 2000 : 8) 3. pompa aliran campur jenis volut Pompa ini memiliki impeller jenis aliran campuran dan sebuah rumah volut, disini tidak digunakan sudu-sudu diffuser melainkan dipakai saluran yang lebar untuk mengalirkan fluida.

Gambar 2.16. Pompa aliran campur jenis volute (Sularso , 2000 : 77)

d) Menurut sisi masuk impeler

22

1. Pompa isap tunggal Pada pompa ini zat cair masuk dari satu sisi impeler saja, kontruksinya sangat sederhana. Namun tekanan yang bekerja pada masing-masing sisi impeler tidak sama, sehingga akan timbul gaya axial kearah sisi isap.. gaya ini dapat ditahan oleh bantalan axial untuk pompa ukuran kecil, sedangkan untuk pompa besar harus dicari cara untuk mengurangi atau meniadakan gaya axial ini. 2. Pompa isap ganda Pompa ini memasukan air dari kedua sisi impeler. Impeler ini pada dasarnya sama dengan dua buah impeler pompa isapan tunggal yang dipasang secara bertolak belakang. Dengan demikian gaya axial yang timbul akan saling mengimbangi (menjadi nol).

Gambar 2.17. Pompa volute jenis isapan ganda (Sularso , 2000 : 8) e) Menurut jumlah tingkat

23

1. Pompa satu tingkat Pompa ini memiliki satu impeler, head total yang timbul hanya bersal dari satu impeler saja. 2. Pompa bertingkat banyak Pompa ini menggunakan beberapa impeler yang dipasang secara seri pada satu poros. Zat cair yang keluar dari impeller pertama, dimasukan keimpeler berikutnyadan seterusnya hingga impeller yang terakhir dan head total yang timbul relative tinggi.

Gambar 2.18. Pompa sentrifugal bertingkat banyak (Sularso , 2000 : 78)

f) Menurut letak poros 1. Pompa jenis poros mendatar Pompa ini mempunyai poros dengan posisi mendatar.

24

Gambar 2.19. Pompa aliran campur mendatar (Sularso, 2000 : 8)

Gambar 2.20. Pompa aliran aksial mendatar (Sularso, 2000 : 8) 2. Pompa jenis poros tegak

Gambar 2.21. Pompa aliran campur tegak (Sularso , 2000 : 27)

25

Pompa ini mempunyai poros dengan posisi tegak. Jenis poros ini sering digunakan pada pompa aliran campur dan pompa axial. Pompa yang digunakan dalam perencanaan ini adalah pompa sentrifugal, berdasarkan beberapa pertimbangan. Adapun keuntungan dari pompa sentrifugal yaitu : Pada aliran volume yang sama, harga pembelian lebih murah Tidak banyak bagian-bagian yang bergerak jadi biaya pemeliharaan rendah Lebih sedikit memerlukan tempat Jumlah putaran yang tinggi sehingga memberi kemungkinan untuk pergerakan oleh sebuah electromotor Jalan operasionalnya tenang sehingga pondasi dapat dibuat ringan Aliran zat cair tidak terputus-putus

Dan kerugian-kerugian dari pompa sentrifugal yaitu : Rendemen lebih rendah terutama pada aliran volume yang kecil dan daya dorong yang besar Dalam pelaksanaan normal (kondisi tertentu) tidak dapat menghisap sendiri Kurang cocok untuk mengerjakan zat cair kental terutama pada aliran volume kecil.

26

2.2. Spesifikasi Pompa Dalam memilih suatu pompa untuk suatu maksud tertentu, terlebih dahulu harus dimengetahui kapasitas aliran serta head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair yang akan dipompa. Selain dari pada itu, agar pompa dapat bekerja tanpa mengalami kavitasi, perlu ditaksir berapa tekanan minimum yang tersedia pada sisi masuk pompa yang terpasang pada instalasinya. Atas dasar tekanan isap ini maka putaran pompa dapat ditentukan. Kapasitas aliran, head, dan putaran pompa dapat ditentukan seperti tersebut di atas. Tetapi apabila perubahan kondisi operasi sangat besar

(khususnya perubahan kapasitas dan head) maka putaran dan ukuran pompa yang akan dipilih harus ditentukan dengan memperhitungkan hal tersebut. Selanjutnya, untuk menentukan penggerak mula yang akan dipakai, harus lebih dahulu dilakukan penyelidikan tentang jenis sumber tenaga yang dapat digunakan di tempat yang bersangkutan. Kapasitas pompa (Qp) dapat dicari dengan rumus : Qp= Kapasitas air isian ketel + (10% x kapasitas air isian ketel) m3/jam(2.1) Suhu air isian (T) T = 1100C Y = 0.5906 kg/l (1/1000 m3) = 950.6 kg/m3

Kapasitas total dari pompa (Qtp) Qtp =


Qp ....(2.2) Y = (1 m/s = 103 liter/s)

27

= (1 liter/s = 0.264 gallon/s) = ton/jam = (1 gpm = 264.2 m3/menit) Dimana : Qtp = Kapasitas total dari pompa Qp = Kapasitas pompa (ton/jam) Y = Berat persatuan volume zat cair yang dipompa (kgf/I) Contoh data yang umumnya diperlukan untuk memilih pompa disajikan dalam Tabel 2.1. Table 2.1. Data yang diperlukan untuk pemilihan pompa.
No 1 Data yang diperlukan Kapasitas Keterangan Diperlukan juga keterangan mengenai kapasitas maksimum dan minimum. Tinggi isap dari permukaan air isap ke level pompa. Tinggi fluktuasi permukaan air isap. 2 Kondisi isap Tekanan yang bekerja pada permukaan air isap. Kondisi pipa isap. Tinggi permukaan air keluar ke level pompa. Tinggi fluktuasi permukaan air keluar. 3 Kondisi keluar Besarnya tekanan pada air permukaan keluar. Kondisi air pipa keluar 4 Head total pompa Harus di tentukan berdasarkan kondisi-kondisi di atas Air tawar, air laut, minyak, zat cair khusus (zat 5 Jenis zat cair kimia), temperature, berat jenis, viskositas, kandungan zat padat, dll.

28

6 7 8

Jumlah pompa Kondisi kerja Penggerak Kerja terus menerus, terputus-putus, jumlah jam kerja seluruhnya dalam setahun Motor listrik, motor bakar torak, turbin uap Hal ini kadang-kadang ditentukan oleh pabrik

Poros tegak atau mendatar

pompa

yang

bersangkutan

bberdasarkan

instalasinya. 10 11 Tempat instalai Lain-lain


(Sularso dan Tahara, 2000 : 14)

Pembatasan-pembatasan pada ruang instalasi

2.3. Head 2.3.1. Head total pompa Head total pompa merupakan pertambahan energi fluida antara sisi inlet dan sisi outlet (head statis dan head dinamis). Head statis adalah head yang besarnya tidak dipengaruhi oleh kecepatan aliran (perbedaan tinggi permukaan air antara permukaan air disisi keluar dan permukaan air disisi isap). Dan head dinamis besarnya dipengaruhi kecepatan aliran fluida, head ini digunakan untuk mengatasi kerugian-kerugian. Untuk dapat menyediakan head total pompa agar mampu mengalirkan jumlah air yang direncanakan, dapat ditentukan dari kondisi instalasi yang akan dilayani pompa. Head total pomp adapt dihitung menggunakan rumus : H = ha + hp + h1 + Dimana :
Vd2 2g

....(2.3)

29

H = Head total pompa (m) Ha = Head statis total (m) Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air disisi keluar : tanda positif (+) dipakai apabila muka air disisi keluar lebih tinggi dari pada sisi isap. hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m) hp = hp2 hp2 H1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, dan lainya (m) H1 = h1d + hls Vd = Head kecepatan keluar (m) g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s2) 2.3.2. Head Losses Head loss adalah suatu aliran fluida dalam pipa yang akan menyebabkan gesekan antara fluida dengan permukaan dalam pipa. Gesekan-gesekan tersebut merupakan kerugian-kerugian head, bisa juga disebabkan oleh peralatan-peralatan yang ada disepanjang pipa yang dilaluioleh fluida seperti Valve, Elbow, Tee dan lain-lain. Head loss bias dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu : 1. Head statis Head statis adalah head yang besarnya tidak dipengaruhi oleh kecepatan aliran fluida, head ini merupakan perbedaan tinggi antara muka air disisi keluar dan sisi isap; (positif (+) apabila muka air disisi keluar

30

lebih tinggi dari pada sisi isap dan negative (-) apabila muka air disisi keluar lebih rendah dari sisi isap. Untuk menghitung head ini digunakan rumus : Hst = (Hs + Hd) m Dimana : Hst = Head statis Hs = Tinggi permukaan (m) Hd = Tinggi saluran pipa kebak penampung (m) 2. Head dinamis Head ini besarnya sangat dipengaruhi oleh kecepatan aliran fluida, head ini digunakan untuk mengatasi kerugian-kerugian gesek sepanjang pipa dan kerugian-kerugian karena perubahan momentum selama cairan mengalir. Dengan rumus : Hdn = hp + h1 + Dimana : Hdn hp = Head dinamis = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m) h1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, dan lainlain (m) Vd g = Head kecepatan keluar = Percepatan gravitasi (9.8 m/s2)
2 vd ....(2.5) 2g

(2.4)

Untuk kecepatan aliran pada sisi isap digunakan rumus :

31

V1 =

Q (m/s) ....(2.6) A

V1 =

D2 4

(m/s)

Dimana : V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s) Q = Kapasitas pompa (m3/jam) D = Diameter pipa (m) Kemudian untuk menentukan jenis aliran, dipakai bilangan Reynold,. Yaitu : Re = V .D v
....(2.7)

Dimana : Re = Bilangan reynold V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s) D = Diameter pipa (m)

= Viskositas kinematik zat cair (m2/s)


Untuk mencari head loss pipa hisap ditentukan diameter pipa, diameter pipa bias standar atau dicari menggunakan rumus : Ds =
4 xQtpx144 (Inch) xVs

........(2.8)

Dimana : Vs = Kecepatan rata-rata sisi isap (ft/det) Qtp = Kapasitas total pompa (ft3/det)

32

= (1 m3/det = 35.3134 ft3/det) Kerugian head pada pipa hisap Head loss mayor disebabkan karena adanya gesekan fluida dengan permukaan dalam pipa yang tersentuh fluida. Gesekan fluida itu sendiri disebabkan oleh kekasaran permukaan dalam pipa. Hf1 = x

L Vs 2 x (m) D 2 xg

....(2.9)

Dimana :

= Koefisien kerugian gesek


L = Panjang pipa hisap (m) Vs = Kecepatan aliran sisi isap (m/s) g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s2) D = Diameter pipa isap (m) Head loss minor Saat fluida mengalir dalam pipa akan terjadi kerugian-kerugian akibat adanya peralatan-peralatan sepanjang jalur pipa (distribusi air) head losss tersebut bermacam-macam dinamakan head loss minor. Untuk menghitung head loss minor digunakan rumus : Hf2 = x Dimana : Hf2 = Kerugian head untuk orifis (m)
Vs 2 (m) 2 xg

......(2.10)

= Koefisien kerugian gesek


Vs = Kecepatan aliran sisi isap (m/s) g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s)

33

2.4. Air Ketel

Umpan untuk membuat uap lazim disebut dengan air ketel, dalam hal ini ketel harus bersih agar tidak menyulitkan operasi ketel. Air ketel biasanya memiliki temperature yang cukup tinggi yaitu 70-110 0C, hal ini dilakukan untuk menjaga agar jangan terjadi perbedaan suhu yang cukup besar antara air pengisi ketel dengan air didalm ketel. Perbedaan suhu yang cukup besar dapat menimbulkan tegangan-tegangan pada plat maupun sambungan ketel. Dalam tugas akhir ini pompa yang direncanakan akan memompa air dengansuhu 110 0C dari daerator ke ketel uap. Pada temperature yang cukup tinggi akan menyebabkan besar kemungkinan terjadinya kavitasi pada pompa, hal ini terjadi karena air isian akan lebih cepat mendidih pada tekanan rendah. Performansi sebuah pompa dapat berubah-ubah tergantung pada karakteristik zat cair yang dialirkan. Jadi, dalam menentukan spesifikasi

pompa, karakteristik ini harus diperhatikan. Sifat-sifat air dan beberapa fluida penting diberikan dibawah ini Berat per satuan volume, viskositas kinematik, dan tekanan uap air untuk berbagai temperature diberikan didalam table 2.2.

34

Tabel.2.2. Sifat-sifat fisik air (air di bawah 1 atm, dan air jenuh di atas 1000C)

Temperature ( 0C ) 0 5 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 120 140 160 180 200 220 240 260 280 300

Kerapatan (kg/) 0,9998 1,0000 0,9998 0,9983 0,9957 0,9923 0,9880 0,9832 0,9777 0,9716 0,9652 0,9581 0,9431 0,9261 0,9073 0,8869 0,8647 0,8403 0.814 0,784 0,751 0,17

Viscosias Kinematik (m2/s) 1,792 x10-9 1,520 1,307 1,004 0,801 0,658 0,554 0,475 0,413 0,365 0,326 0,295 0,244 0,211 0,186 0,168 0,155 0,150 0,136 0,131 0,128 0,127

Tekanan Uap jenuh (kgf/cm2) 0,00623 0,00889 0,01251 0,02383 0,04325 0,07520 0,12578 0,20313 0,3178 0,4829 0,7149 1,0332 2,0246 3,685 6,303 10,224 15,855 23,656 34,138 47,869 65,468 87,621

(Sularso dan Tahara, 2000 : 24 )

Konversi Head ke pressure Pressure (p) = Head (H) x Specific weight ( ) Atau H = p

Jadi Pressure (psi) =

xhead ( feet ) 144

Atau Pressure (psi) = 0.434 x head x specific gravity

35

Head (feet) = 2.31 x pressure (psi) x specific gravity 1 atmosfer (atm) = 14.696 lb

Inc 2

)
2

= 1.01325 x105 N
= 2116 lbf 2 ft

( m)

= 760 (mmhg)
N 1 bar = 105 2 = 100 Kpa = 14.504 psi m

1 N

m2
m2

lbf = 1 Pascal (Pa) = 1.45038 x 10-4 2 in

1 KN

= 1 kpa = 0.145 psi; 1 mmHg 0.0394 in.Hg = 133.3 Pa

1 mm H2O = 9.807 Pa; 101.325 Kpa = 760 mmHg = 29.92 in.Hg = 14.7 psi
3 Specific volume : 1 m 3 = 515.5 ft

kg

slug

2.5. Kavitasi

Mengingat kavitasi adalah persoalan paling dalam pada masalah pompa, maka dalam perencanaan ini akan dibahas beberapa hal mengenai kavitasi. Bila tekanan dalam suatu titik dalam pompa turun menjadi lebih rendah dari tekanan uap pada temperature cairnya, maka fluida ini akan menguap dan membentuk suatu rongga uap. Gelembung-gelembung uap ini akan mengalir bersam dengan aliran cairan sampai pada daerah yang lebih tinggi, dimana pada daerah ini gelembung-gelembung akan mengecil dan pecah secara tiba-

36

tiba kearah dalam yang akan mengakibatkan suatu kejutan besar pada dinding didekatnya, peristiwa ini disebut kavitasi.

Gambar 2.22. Gelembung akibat kavitasi

Peristiwa pecahnya gelembung-gelembung itulah yang menyebabkan kerugian pada mesin-mesin fluida sehingga dengan adanya kavitasi, menimbulakn pengaruh kurang baik pada daerah operasi pemompaan baik pada pompa itu sendiri maupun pada instalasi ketel uap, pengaruh tersebut antara lain : a. Korosi Apabila gelembung-gelembung uap tersebut mengalir sampai pada satu daerah yang tekananya lebih besar dan sisanya adalah gas, reaksi kimia antara gas-gas tersebut dengan logam akan menyebabkan terjadinya korosi. b. Erosi Masuknya fluida secara tiba-tiba kedalam ruangan yang terjadi akibat gelembung-gelembung uap akan menyebabkan lubang-lubang pada sudu

impeller dan pada dinding rumah pompa yang disebut dengan erosi. c. Suara dan getaran Pada operasi pompa dengan kavitasi yang berlebihan akan menimbulkan suara berisik dan menyebabkan timbulnya getaran pada pompa.

37

d. Penurunan kapasitas Karena volume fluida yang berubah menjadi uap, maka pompa yang mengalami kavitasi akan mengalami penurunan kapasitas pemompaan. Hal ini disebabkan oleh bagian yang harusnya terisi oleh fluida ditempati gelembung-gelembung uap. e. Penurunan head dan efisiensi Dimana energi yang timbul untuk melakukan percepatan pada fluida untuk mendapat kecepatan yang tinggi dalam pengisian yang tiba-tiba menimbulkan adnya ruang kosong, ruang kosong itu adalah suatu kerugian.
2.5.1. NPSH (Net Positif Suction Head)

Terjadinya kavitasi berkaitan dengan kondisi pompa pada sisi isap. Tekanan isap minimum yang dimiliki pompa sehingga mampu memasukan cairan kepompa disebut NPSH. NPSH dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Tekanan absolute pada permukaan cairan yang dipompa 2. Tekanan uap jenuhnya pada permukaan cairan yang dipompa 3. Ketinggian permukaan cairan pada poros pompa 4. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa. NPSH dibedakan menjadi NPSH yang tersedia yang ditentukan oleh system atau instalasi pemompaan serta NPSH yang dibutuhkan oleh pompa yang ditentukan oleh pembuat pompa. Agar dapat bekerja tanpa

38

terjadinya gangguan kavitasi; maka pemompaan harus beroperasi pada kondisi dimana: NPSH yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan a). NPSH yang dibutuhkan Tekanan terendah dalam pompa biasanya terjadi pada titik-titik disekitar sisi masuk sudu impeller. Tekanan pada titik ini lebih rendah dari tekanan pada lubang isap pompa karena adanya kerugian head pada nozel isap serta kenaikan kecepatan aliran karena luas penampang yang mengecil. Selanjutnya pennguapan cairan tidak akan terjadi jika tekanan masuk pompa dikurangi dengan penurunan tekanan didalam pompa lebih besar dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur operasi. Besarnya penurunan head dalam pompa yang disebut dengan NPSH yang dibutuhkan pompa yang besarnya ditentukan oleh pabrik pembuat pompa melalui pengujian pompa sebenarnya. Meskipun demikian kita memperkirakan besarnya NPSH yang dibutuhkan (NPSHR) dengan persamaan: NPSHR = x H (m) Dimana : = koefisien kavitasi thoma H = head total pompa (m) Untuk mengetahui besarnya koefisien kavitasi thoma dapat dicari dengan gambar berikut: ..(2.11)

39

Gambar 2.23. NPSH, bila tekanan atmosfir bekerja pada permukaan air yang diisap

( Sularso dan tahara, 2000 : 44) ns = n


Qn Hn
1 3 2 4

(rpm) ......(2.12)

Dimana: n = putaran (rpm) QN = kapasitas (m3/detik) HN = head total pompa (m) b). NPSH yang tersedia NPSHA = Dimana : Pa = tekanan atmosfer (kgf/m2) Pv = tekanan uap jenuh pada temperatur (kgf/cm2)
Pa

Pv

Hs Hls (m)

..(2.13)

40

= (1 kgf/cm2 = 98.1 kpa) Hs = kerugian permukaan yang diisap (m) Hls = kerugian head dalam pipa isap (m)

= Berat zat cair yang dipompa (kgf/m3)

41

BAB III PEMILIHAN JENIS POMPA

Dalam memilih suatu pompa untuk digunakan pada suatu instalasi ketel uap terlebih dahulu harus diketahui kapasitas dari aliran dan head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair yang akan dipompakan. Gambaran instalasi pompa ke ketel uap seperti pada gambar (3.1). Selain itu agar pompa dapat bekerja tanpa mengalami kavitasi, perlu diketahui tekanan yang ada pada sisi masuk pompa. Adapun sistem instalasi pompa sebagai berikut :

Gambar. 3.1. Instalasi Pompa

41

42

Berikut ini adalah data-data untuk perencanaan pompa : Teakanan daerator : 1.5 atm Blow down : 10% Tinggi elevasi pipa isap : 7 m Tinggi elevasi pipa tekan : 12 m Diameter pipa isap : 4 inch Diameter pipa tekan : 3 inch Panjang pipa isap : 10 m Panjang pipa tekan : 17 m 3.1. Kapasitas Pompa (Q) Debit air efektif (Qp) dari kapasitas air sebanyak 20 ton/jam dapat diketahui dari : Qp = Kapasitas air isian ketel + (10% x kapasitas air isian ketel) = 20 ton/jam + (10 % x 20 ton/jam) = 22 ton/jam = 6.1 kg/s Suhu air isian (T) Karena fluida yang dialirkan kedalam boiler memiliki temperature 1100C untuk mengurangi perbedaan temperature didalam ketel dengan fluida yang akan suplai ke ketel. Dan pada perancangan ini temperature fluida keluar daerator adalah 1100C. T = 1100C Y = 0.9506 kg/L(1/1000 m3) = 950.6 kg/m3 (3.1)

43

Qtp =

Qp Y

(3.2)

6.1(kg / s) 950.6(kg / m 3 )

= 0.0064 m3/s = 6.4 liter/s (1 m3/s = 103 liter/s) = 1.69 gallon/s (1 liter/s = 0.264 gallon/s)
3.1.1. Head Total Pompa

Head total pompa adalah sama dengan pertambahan energi fluida antara sisi inlet dan ujung sisi outlet. Head total adalah penjumlahan dari dua head yaitu: head statis dan head dinamis. Maka head total pompa dapat dirumuskan (Sularso dan Tahara, 2000 : 26) sebagai berikut: Ht = hst+ hp + h1 + Dimana : Ht = Head total pompa (m) Hst = Head statis total (m) Head ini adalah perbedaan tinggi antara muka air disisi keluar : tanda positif (+) dipakai apabila muka air disisi keluar lebih tinggi dari pada sisi isap. hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m), hp = hp2 - hp2
2 d

2g

.......................(3.3)

44

h1 = Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, sambungan, dll (m) h1 = hld + hls 2d/2g = Head kecepatan keluar (m) g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)
3.1.1.1. Head Statis

Pada perancangan ini pompa yang dirancang termasuk pompa positif sehingga head statisnya sebesar : Hst = ( Hs + Hd ) Dimana : Hst = Head statis (m) Hs = Tinggi permukaan (m) Hd = Tinggi saluran pipa kebak penampung (m) Hst = Hs + Hd = - 7 m + 12 m =5m
3.1.1.2. Head Dinamis

... (3.4)

Head ini digunakan untuk mengatasi kerugian-kerugian karena perubahan momentum selama cairan mengalir, seperti telah dijelaskan pada bab sebelumnya. Yang dirumuskan : Hdn = hp + h1 + Dimana : Hdn = Head dinamis
2 vd 2g

(3.5)

45

hp = Perbedaan head tekanan yang bekerja pada kedua permukaan air (m) Hp = h1
p

; hp = hp2 hp1

= Berbagai kerugian head di pipa, katup, belokan, dan lain-lain (m)

Vd = Head kecepatan keluar (m) g = Percepatan gravitasi (9.81 m/s2) Untuk kecepatan aliran pada sisi isap digunakan rumus : V1 =
Q (m/s) A
Q

(3.6)

V1 =

D2 4

(m/s)

Dimana : V = Kecepatan aliran dalam pipa (m/s) Q = Kapasitas pompa (m3/jam) = (0.0064 m3/det = 23 m3/jam) D = Diameter dalam pipa (m) = (4 inch = 101.6 mm = 0.1016 m) Sehingga diperoleh : V1 = 0.0064

x(0.1016) 2 4

; V1 = 0.79 m/s

Jadi kecepatan aliran dalam pipa isap = 0.79 m/s

46

Selanjutnya kita menetukan jenis dari aliran pipa isap, karena untuk aliran laminar dan turbulen terdapat rumus koefisien kerugian gesek yang berbeda. Sehingga untuk menetukan aliran dipakai bilangan reynold yang dirumuskan (Sularso dan Tahara, 2000 : 28) sebagai berikut : Re =
V1 .D v

... (3.7)

Dimana : Re V1 D = Bilangan reynold = Kecepatan aliran dalam pipa, = (0.79 m/s) = Diameter dalam pipa, = (0,1016 m) = Viskositas kinematik zat cair (m2/s) = 0,269 x 10-6 (cairan pada suhu 1100 C) Re = 0.79 x0.1016 0,269 x10 6

= 297826 Re > 4000, maka aliran bersifat turbulen, untuk menghitung kerugian gesek aliran turbulen dalam pipa dengan menggunakan rumus Darcy & Hazen-Williams. = 0,020 +

0,0005 D 0,0005 0,1016

....(3.8)

= 0,020 + = 0,02492

47

a. Kerugian head pada sisi isap (hi) 1. Rugi-rugi hulu (pipa lurus) Dihitung dengan persamaan darcy yang dirumuskan (Sularso dan Tahara, 2000 : 26) sebagai berikut: hfs = L V1 D 2g
2

....(3.9)

Dimana : hs = Head kerugian gesek dalam pipa isap(m) = Koefisien kerugian gesek = (0,02492) g = Percepatan gravitasi (9,81m/s2) L = Panjang pipa (m) = 10 m D = Diameter dalam pipa = 0,1016 (m) V1 = Kecepatan aliran dalam pipa, = (0.79 m/s) hs = 0,02492 x hs = 0,078 m 2. Kerugian ujung masuk pipa: h1 =
V1 ......................................................(3.10) 2g
2

10 (0.79) 2 x 0.1016 2 x9.81

Dimana : V1= Kecepatan aliran didalam pipa (m/s) = Koefisien kerugian g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2) h = Kerugian head (m)

48

Gambar. 3.2. Berbagai bentuk ujung masuk pipa.

(Sularso dan Tahara, 23 : 2000) (i). = 0,5 (ii). = 0,25 (iii) = 0,06 (untuk r kecil) sampai 0,005 ( untuk r besar ) (iv) = 0,56 (v) = 3,0 (untuk sudut tajam) sampai 1,3 (untuk sudut 450) (vi) = 1 + 0,3 cos + 0,2 cos 2 dimana 1 adalah koefisien bentuk dari ujung masuk dan mengambil harga (i) sampai (v) sesuai bentuk yang dipakai. diambil gambar (iii) sehingga diperoleh: h1 = 0,6
(0.79) 2 2 x9,81

h1 = 0.019 m 3. Rerugi kecil (katup) Rerugi kecil pada pipa isap disebabkan oleh adanya 2 buah katup isap dengan saringan dan 1 buah bwlokan (elbow 900),

rerugi kecil tersebut dapat dihitung dengan persamaan : a) 2 buah katup isap dengan saringan h2 = v V1 ............................................(3.11) 2g
2

49

Dimana : V1 = Kecepatan rata-rata didalam pipa = (0.79 m/s) v = Koefisien kerugian = (1,91) (terdapat 2 katup isap dengan saringan pada diameter > 100 mm) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) h2 = Kerugian head katup (m) Sehingga diperoleh: h2 = 2 x 1,91 x h2 = 0,12 m b) Rerugi belokan (elbow 900) V h3 = 1 .(3.12) 2g Dimana : V1 = Kecepatan rata-rata didalam pipa = (0.79 m/s) = Koefisien kerugian = (1,129) (terdapat 1 elbow 900) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) h3 = Kerugian head pada belokan pipa (m) Sehingga diperoleh: h3 = 1,129 x h3 = 0,036 m
(0.79) 2 2 x9,81
2

(0.79) 2 2 x9,81

50

kerugian (head loss) posisi isap (hs): hs = hfs + hf1 + hf2 + hf3 hs = 0,078 m + 0.019 m + 0,12 m + 0.036 m = 0.253 m Untuk kecepatan aliran pada sisi keluar diameter pipa keluar (tekan) sebesar (D) = 3 inch = 0.0762 m dengan pertimbangan bahwa diameter pipa isap diameter pipa keluar. Maka untuk kecepatan aliran pada sisi keluar (tekan) adalah : V2 =

D2 4
0,0064

..............................................................(3.13)

V2 =

(0,0762) 2 4

= 1,4 m/s Dan bilangan reynold aliran pada posisi keluar (tekan) adalah: Re =
V 2 .D v

..........................................................(3.14)

Dimana : v = Viskositas kinematik zat cair (m2/s) lihat tabel 2.2 ( 0.269 x 10-6 pada suhu 1100 C ) Re = 1,4 x0,0762 0,269 x10 6

Re = 395844 Re > 4000, mka aliran bersifat turbulen, untuk menghitung kerugian gesek aliran turbulen dalam pipa dengan menggunakan rumus Darcy& Hazen-Williams (Sularso dan Tahara, 2000 : 29).

51

= 0,020 +
Dimana :

0,0005 .......................................(3.15) D

D = diameter dalam pipa = (0,0762 m); dengan pipa baru dari besi cor: sehingga ():

= 0.020 +

0.00055 0.0762

= 0.02656
1. Rerugi hulu (pipa lurus) pada sisi keluar (tekan) Dihitung dengan persamaan (Sularso dan Tahara, 2000 : 28) sebagai berikut : hfs =

L V2 ..............................................................(3.16) D 2g

Dimana : hs = head kerugian gesek dalam pipa tekan(m) = koefisien kerugian gesek = (0,02656) g = percepatan gravitasi = (9,81m/s2) Ls = panjang pipa tekan (m) = (17 m) D = diameter dalam pipa tekan = (0,0762 m) V2 = kecepatan aliran dalam pipa tekan = (1,4 m/s) hfs = 0,02656 x = 0.59 m
17 x(1,4) 2 0,0762 x 2(9,81)

52

2. Kerugian pada ujung keluar pipa hf1 = f

V2 ..(3.17) 2.g

Dimana :

f = koefisien kerugian = (1.0)


V2 = kecepatan rata-rata pipa keluar = (1.4 m/s) g = percepatan gravitasi = (9.81 m/s2) hf1 = Kerugian ujung keluar pipa (m) hf1 = 1.0 x

(1.4) 2 2 x9.81

= 0.099 m = 0.1 m 3. Rerugi kecil Rerugi kecil pada pipa tekan ini di sebabkan a) 2 buah katup cegah angkat bebas h2 =
V2 ...........................................................................(3.18) 2. g
2

Dimana : V2 = Kecepatan rata-rata didalam pipa = (1.4 m/s) = Koefisien kerugian = (1,44) (terdapat 2 katup cegah angkat bebas pada diameter <100 mm) g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2) h2 = Kerugian pada katup cegah (m)

53

hf2 = 2 x 1.44 x = 0.287 m

(1.4) 2 2(9.81)

b) 1 buah katup sorong Perhitungan menggunakan rumus sama dengan katup cegah, hanya pada koefisien kerugian (f) katup sorong besarnya 0.14 pada diameter < 100 mm, sehingga : hf3 = 0.14 x
(1.4) 2 2(9.81)

= 0.0139 m c) 1 belokan 900 (elbow 900)


V hf4 = f 2 2.g
2

..(3.19)

Dimana : V2 = Kecepatan rata-rata didalam pipa (1.4 m/s) g = Percepatan gravitasi (9,8 m/s2) h4 = Kerugian pada elbow (m) = Koefisien kerugian (1,129) Nilai f juga dapat dicari dengan menggunakan rumus Fuller dengan R/D = 1 :
3. 5 0.5 D f = 0.131 + 1.847 2.R 90

.......................(3.20)

Dimana : D = Diameter dalam pipa (m)

54

R = Jari-jari lengkung sumbu belokan (m)

= Sudut belokan (derajat)


f = Koefisien kerugian
Tabel.3.1. Koefisien kerugian belokan pipa
Halus kasar 0,024 0,44 0,062 0,154 0,165 0,322 0,654 1,165 5 0,016 10 0,034 15 0,042 22,5 0,066 30 0,130 45 0,236 60 0,471 90 1,129

( Sularso dan Tahara, 2000 : 34)

Karena nilai koefisien kerugian telah diketahui dari tabel, maka : hf4 = 1.129 x (1.4) 2 2(9.81)

= 0.1127 m Kerugian head (head loss) pada sisi keluar ( hd) hd = hfs + hf1 + hf2 + hf3 + hf4 = 0.592 m + 0.0713 m + 0.287 m + 0.0139 m + 0.1127 m = 1.0769 m Total head loss (HL) = ( hs ) + ( hd ) = 0.253 m + 1.0769 m = 1.3299 m Tekanan (P) yang bekerja pada kedua permukaan Tekanan (P1) pada sisi isap (daerator) = 1.5 atm = 15000 kg/m2 Tekanan (P2) pada sisi keluar = 9 atm = 90000 kg/m2
hp = hp2 hp1

55

Hp =

(m)

..(3.21)

Dimana : P = Tekanan yang bekerja (kg/m2)

= Berat zat cair per satuan volume (kgf/m3)


= ( 0.9506 kg/l (1/1000 m3) = 950.6 kg/m3 ) Hp1 =

P1

15000kg / m 2 950.6kg / m 3

= 15.78 m Hp2 =
P2

90000kg / m 2 950.6kg / m 3

= 94.677 m

hp = 94.677 m 15.78 m
= 78.9 m Head total pompa
Vd2 H = ha + hp + h1 + 2. g

..(3.22)

Dimana : H = Head total pompa (m) ha = Head statis total (5 m)


hp = Perbedaan head tekanan (78.9 m)

56

h1 = Berbagai kerugian head di pipa (1.3299 m = 1.33 m)


Vd2 (1.4) 2 = Head kecepatan keluar ( = 0.099 m = 0.1 m) 2.g 2(9.81)

g = Percepatan gravitasi (9.8 m/s2) H = 5 m + 78.9 m + 1.33 m + 0.1 m = 85.33 m = 86 m = 279.96 ft = 280 ft ( 1 m = 3.281 ft) Qtp = 0.0064 m3/s = 0.384 m3/s = 101.4 gpm ( 1 m = 3.281 ft)
3.2. Penentuan Jenis Pompa

Pemilihan jenis pompa air ketel uap dapat diketahui dari data-data pompa , adapun pemilihanya dapat dilihat dari kapasitas dan head pompa sebagai berikut : Kapasitas pompa (Qtp) = 0.0064 m3/s = 0.384 m3/menit = 6.4 liter /s (1 m3/s = 103 liter/s) = 1.69 gallon/s (1 liter/s = 0.264 gallon/s) = 101.45 gpm (1 gpm = 264.2 m3/menit) Head total pompa (H) = 85.33 m = 86 m = 280 ft (1 m = 3.281 ft) Secara sederhana pemilihan jenis pompa dapat dibantu menggunakan gambar grafik berikut :

57

Gambar 3.3. Grafik daerah operasional berbagai jenis pompa

Dari gambar 3.3. Tampak bahwa pompa memiliki kapasitas sebesar 101.4 gpm, dan head pompa 325.90 ft,adalah pompa jenis Radial (sentrifugal)
3.3. Penentuan Penggerak Mula

Pemilihan penggerak mula pompa harus mempertimbangkan kondisi kerja pompa serta ketersediaan tenaga di lokasi dimana pompa bekerja. Macam penggerak mula pompa yang dipakai antara lain: motor listrik, motor baker (torak), turbin gas maupun turbin uap. Adapun yang paling sering adalah motor listrik, sedangkan turbin gas dan turbin uap hanya dipakai pada kondisi khusus dalam industri. Motor listrik mempunyai keuntungan dan kekurangan dalam pemakaiannya. Berikut keuntungan dan kerugian yang dimiliki oleh motor listrik antara lain:

58

a. Motor listrik Keuntungan : Motor listrik dapat dibuat dalam berbagai ukuran daya Kecepatan putar range yang cukup luas Pengoperasian dan perawatan mudah Ringan dan hampir tidak menimbulkan suara Jika tersedia jaringan listrik PLN maka ongkos akan lebih murah. Kerugian: Jika listrik padam pompa akan mati/tidak dapat beroperasi Jika jarang di pakai maka biaya operasional akan mahal Jika tidak tersedia jaringan listrik maka biaya penyambungan akan mahal b. Motor torak Keuntungan : Operasi tidak bergantung pada tenaga listrik dari PLN Biaya fasilitas tambahan bisa lebih rendah dari pada motor listrik Kerugian : operasi lebih berat dari motor listrik dan memerlukan air dingin cukup banyak jumlahnya. Getaran dan suara mesin sangat besar

59

Maka dalam perencanaan pompa ini penulis memilih motor listrik sebagai penggerak mula pompa yang kita akan rancang, karena selain memiliki kelebihan diatas motor listrik induksi ini memiliki kelebihan lain: Konstruksi sederhana Easy handling Lebih murah dibandingkan tenaga penggerak lain

Kecepatan putar motor listrik induksi dirumuskan (Sularso dan Suga, 20002 : 15) sebagai berikut: Nm = 120 Dimana : Nm S
P F (1 s ) p

..(3.23)

= Actual speed of motor (rpm) = Slip = Jumlah kutub = Frekuensi (Hz)

Tabel 3.2. Putaran sinkron motor listrik

Jumlah kutub 2 4 6 8 10 12

Putaran sinkron 3000 rpm 1500 rpm 1000 rpm 750 rpm 600 rpm 500 rpm
(Sularso dan Tahara, 2000 : 50)

60

nsyn =

120.F (rpm) p

Dimana : F = 50 Hz P=2 nsyn = 120 x50 2

= 3000 rpm Sedangkan slip pada motor sinkron tergantung dari besar kecilnya beban motor, slip yaitu perbedaan antara kecepatan sinkron (nsyn) dan kecepatan yang sebenarnya (nactual). Persentasi slip berkisar 1-2 %, diasumsikan slip sebesar 1.7 %, maka: Np = nsyn (1 - 1.7%) = 3000 (1 1.7%) = 2949 rpm = 2950 rpm Nslip = nsyn - np
.(3.25)

......(3.24)

= 3000 2950 = 50 rpm


3.4. Penentuan Jumlah Tingkat

Untuk pompa pengisian air ketel dengan head pompa yang tinggi, maka pompa harus dibuat bertingkat dengan menggunakan rumus
n sp i= 3 n sq ...(3.26)
4

61

Dimana : i = Jumlah tingkat nsp = Kecepatan spesifik dinamik nsq = Kecepatan spesifik kinematik Kecepatan spesifik pompa (ns) dengan head total yang tinggi dan kapasitas aliran yang kecil cenderung mempunyai harga (ns) kecil, kecepatan spesifik pompa ini adalah bukan bilangan tak bereliminasi jadi untuk bentuk impeler yang sama harga (ns) dapat berbeda bergantug pada satuan yang dipakai untuk menyatakan putaran penggerak pompa (n), kapasitas (H) dan head (H). Penggerak yang digunakan yaitu motor 3 fase dengan (n) 2950 rpm, 50 Hz dan tegangan 380 V. Kecepatan spesifik kinematik Kecepatan spesifik kinematik di definisikan sebagai kecepatan dari impeller yang secara geometris sama dengan diameter tertentu apabila ukurannya di ubah secara proposional agar dapat memberikan kapasitas 1 m3/detik pada tinggi tekan (head) 1 meter. Kecepatan spesifik kinematik (nsq) dirumuskan (Lazarkiewics, 1965 : 49) sebagai berikut: nsq =
n Qtp H 3/ 4

(rpm)

..(3.27)

Dimana : n = Putaran pompa ( 2950 rpm)

Qtp = Kapasitas total pompa (0.0064 m3/s) H = Head total pompa ( 86 m)

62

nsq =

2950 0.0064 86 3 / 4

= 8.357 rpm Kecepatan spesifik dinamik Kecepatan spesifik dinamik di definisikan sebagai kecepatan dari impeller yang secara geometris sama, dimana untuk mengangkat cairan setinggi 1 meter membutuhkan daya sebesar satu hp dan kapasitasnya 0,075 m3/s. Kecepatan spesifik dinamik dinyatakan dengan persamaan (Lazarkiewics, 1965 : 108) sebagai berikut: nsp = C x nsq (rpm) ..(3.28) = 3.65 x 8.357 = 30.5 rpm Bilangan bentuk Selain besaran di atas, dikenal juga kecepatan spesifik yang menyatakan bilangan bentuk (shape number) bilangan bentuk (nsf) dinyatakan dalam persamaan (Lazarkiewics, 1965 : 120) sebagai berikut: nsf = 1000.n. Q 60.(g .H )
3/ 4

.....(3.29)

1000.2950. 0.0064 60.(9,81.86) 3 / 4

= 25 rpm Dari perhitungan di atas nampak bahwa nsq < 30 nsp < 110

63

nsf < 90 Berdasarkan hal ini maka perencanaan impeller ini akan di gunakan impeller dengan sudut single curvature. Karena nsq sangat kecil dibandingkan dengan kecepatan spesifik nsp, maka pompa dibuat bertingkat.

i =

n sp n sq

...(3.30)

30.5 8.356

= 5.62 = 6 Tingkat Head tiap tingkat (Ht) Ht =


H (m) i

....(3.31)

Dimana : H = Head total pompa (86 m)


i = Jumlah tingkat (6 tingkat)

Ht =

86 6

= 14.33 m = 15 m = 47 ft Kecepatan spesifik dinamik tiap tingkat (nsp1) nsp1 = 3,65

2950 0.0064 ....(3.32) 15 3 / 4

= 113 rpm

64

Kecepatan spesifik kinematik tiap tingkat (nsq1) nsq1 = 2950. 0.0064 153 / 4 ..(3.33)

= 31 rpm
3.5. Daya Poros

Daya poros sebuah pompa adalah sama dengan daya air ditambah dengan kerugian yang terjadi pada pompa. Daya air merupakan energi yang secara efektif diterima oleh air dari pompa persatuan waktu. Pw = 0.163 x x Qtp x H ..(3.34) Dimana : Pw = Daya air (kw)

= Berat air persatuan volume ( 0.9506 kgf/l)

Qtp = Kapasitas (0.384 m3/m) H = Head total pompa (86 m)

Pw = 0.163 x 0.9506 x 0.384 x 86 = 6.86 hp = 7 hp Daya poros yang digunakan untuk menggerakan pompa P=
Pw

(kw)

..(3.35)

Dimana : P = Daya poros (kw) Pw = Daya air (kw)

p = Efisiensi pompa (pecahan)

65

P=

6,86 0,7

= 9,8 hp = 10 hp = 7.3 KW Efisiensi pompa bergantung pada kapasitas, tinggi tekan dan kecepatan putaran penggerak pompa. Secara keseluruhan termasuk dalam kecepatan spesifik, nilai kecepatan spesifik dapat ditentukan dengan rumus Austin .H churc sebagi berikut : ns =
n Qtp H 3/ 4

(rpm)

......(3.36)

Dimana : ns = Kecepatan spesifik (rpm)


n

= Putaran pompa (2950 rpm)

Qtp = Kapasitas total (101.4 gpm) H ns = = Head pertingkat (47 ft)

2950 101.4 47 3 / 4

= 1655.3 rpm

66

Gambar . 3.4. Efisiensi standar pompa

(Lazarkiewics, 1965 : 129) Kecepatan spesifik di ketahui sebesar 1655.3 Rpm, kemudian untuk harga kecepatan spesifik yang berkisar antara 500 - 1800 Rpm, maka didapat bentuk impeller radial.
3.6. NPSH (Net positif suction head)

kavitasi akan terjadi apabila tekanan statis suatu aliran zat cair turun sampai dibawah tekanan uap jenuhnya, untuk menghindari kavitasi, harus diusahakan agar tidak ada suatu bagian pun dari aliran di dalam pompa yang mempunyai tekanan statis lebih rendah dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur yang bersangkutan.

67

Terjadinya kavitasi berkaitan dengan kondisi pompa pada sisi isap. Tekanan isap minimum yang dimiliki pompa sehingga mampu memasukan cairan kepompa disebut NPSH. NPSH dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Tekanan absolute pada permukaan cairan yang dipompa 2. Tekanan uap jenuhnya pada permukaan cairan yang dipompa 3. Ketinggian permukaan cairan pada poros pompa 4. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa. NPSH dibedakan menjadi NPSH yang tersedia yang ditentukan oleh system atau instalasi pemompaan serta NPSH yang dibutuhkan oleh pompa yang ditentukan oleh pembuat pompa. Agar dapat bekerja tanpa terjadinya gangguan kavitasi; maka pemompaan harus beroperasi pada kondisi dimana: NPSH yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan 1. NPSH yan tersedia NPSHA = Dimana : Pa = Tekanan mutlak dalam daerator = 1.5 atm = 151.95 kpa (1 atm = 101,3 kpa) = 15498 kgf/m2 (1 atm = 10332,3 kgf/m2) Pv = Tekanan uap jenuh pada temperatur 1100 = 1,5289 kgf/cm2 = 15289 kgf/m2
Pa

Pv

Hs Hls

..(3.37)

= 0,9506 kg/l = 950,6 kg/m3

68

Hs = Kerugian permukaan yang diisap (7 m) Hls = hs (Kerugian yang di sebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa = 0,253 m) NPSHA =

15489 15289 - (-7) 0.253 950.6 950.6

= 6,9574 m = 22,82 ft 2. NPSH yang diperlukan Tekanan terendah dalam pompa biasanya terjadi pada titik-titik disekitar sisi masuk sudu impeller. Tekanan pada titik ini lebih rendah dari tekanan pada lubang isap pompa karena adanya kerugian head pada nozel isap serta kenaikan kecepatan aliran karena luas penampang yang mengecil. Selanjutnya pennguapan cairan tidak akan terjadi jika tekanan masuk pompa dikurangi dengan penurunan tekanan didalam pompa lebih besar dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur operasi. Besarnya penurunan head dalam pompa yang disebut dengan NPSH yang dibutuhkan pompa yang besarnya ditentukan oleh pabrik pembuat pompa melalui pengujian pompa sebenarnya. Meskipun demikian kita memperkirakan besarnya NPSH yang dibutuhkan (NPSHR) dengan persamaan: NPSHR = x H ......(3.38)

69

Dimana : = koefisien kavitasi thoma H = head total pompa (282.2 ft) Untuk menghitung nilai koefisien kavitasi thoma dapat

menggunakan bilangan kecepatan spesifik isap (S). Untuk pompa bertingkat banyak tekanan tinggi (hisapan tunggal) harga S berkisar 5500 sampai 7500 (Austin H. Churc, 1944 : 82) diambil 7500, sehingga nilai koefisien kafitasi Thoma :
n = s S
4/3

..(3.39)

Dimana : S Ns = Kecepatan spesifik hisap 7500 rpm = Kecepatan spesifik pompa Ns =


n Qtp H
3 4

Dimana : N = Putaran motor (2950 rpm) Qtp = Kapasitas (0,0064 m3/s = 101,4 gpm) H = Head total pompa (86 m = 282,2 ft) = 2950 101,4 282,2
3 4

= 431,4 rpm

Sehingga nilai koefisien kavitasi thoma adalah :


431,4 = 7500
4/3

= 0.022

70

Koefisien kavitasi thoma juga dapat dicari dengan gambar berikut :

Gambar. 3.5. Batas batas kavitasi operasi pompa


(Austin H. Churc, 1994 :82) Sehingga NPSHR = x H = 0.022 x 282.2 = 6,2084 ft = 1,909 m Maka didapatkan NPSHA > NPSHR yaitu 22,82 ft > 6,2 ft, pada perencanaan ini pompa bekerja dengan baik tanpa mengalami kavitasi.

71

71

BAB IV PERENCANAAN BAGIAN-BAGIAN UTAMA POMPA

4.1. Pengertian Umum Impeller merupakan saluran zat cair yang dilengkapi sudu-sudu yang berfungsi untuk memberikan kerja pada cairan, sehingga energi yang dikandung cairan akan bertambah. Cairan akan ikut berputar akibat dari putaran impeller, maka akan timbul gaya sentrifugal sehingga cairan akan mengalir dari sisi masuk impeller kesisi lainya melalui panjang sudu keseluruhan dan head kecepatan cairan menjadi lebih besar. Energi kecepatan didalam pompa dirubah menjadi head tekanan (H). Impeller biasanya dicor dalam satu kesatuan untuk memperoleh efisiensi yang tinggi juga permukaan impeller dibuat sehalus mungkin. Bentuk impeller dan sudu harus disesuaikan dengan jenis zat cair, tekanan pembawa naik (head tekan / H), kapasitas (Q), putaran (n), dan lain sebagai nya. Bentuk ukuran dan kecepatan impeller, demikian juga jumlah sudu mempunyai pengaruh besar terhadap tekanan naik dan aliran volume. Maka semakin besar garis tengah impeller makin tinggi kecepatan, makin besar pula tekanan naik yang dapat dicapai. Lengkungan sudu sedikit berpengaruh terhadap tekanan naik yang akan dicapai akan tetapi sudu yang tepat lebih penting untuk rendemen atau efisiensi dari pada tekanan aliran volume, dan zat cair yang akan dipompakan sangat bergantung pada lubang impeller, laluan lubang masuk dan lebar sudu harus memiliki ukuran yang tepat. 71

72

Tekanan naik pompa sentrifugal dapat diperbesar dengan menggunakan lebih banyak impeller (bertingkat). Disini zat cair mula-mula melalui sebuah impeller yang memberikan sebuah takanan tertentu. Sesudah itu zat cair yang berada dibawah tekanan ini dibawa ke impeller berikutnya dan seterusnya sampai tingkat terakhir. 4.2. Dimensi Impeller Untuk merancang sebuah impeller, kita harus menghitung dimensidimensi utama impeller yang meliputi ukuran diameter poros, diameter mulut isap, diameter awal sisi masuk (ujung permulaan sudu), lebar roda, diameter luar dan sudut sudu. 4.2.1. Diaemeter Poros Diameter poros akan sangat di tentukan oleh besar dan jenis beban poros yang di terima poros serta kekuatan dari bahan yang dipakai sebagai poros. Diameter poros di desain sedemikian rupa sehingga

mampu menahan beban-beban dan gaya-gaya yang diterimanya. Sebuah poros biasanya menahan beban-beban berikut: 1. Beban torsi (torsional force) Beban ini disebabkan oleh putaran motor penggerak sehingga besar kecilnya sangat tergantung dari daya yang ditransmisikan dan kecepan putar motor penggerak. 2. Beban lengkung (handling force) Beban ini terdiri dari beban mati dari poros itu sendiri, berat impeller, serta bagian lain yang membebani poros. Selain itu juga

73

ditimbulkan oleh gaya radial lain yang membebani poros. Selain itu juga ditimbulkan oleh gaya radial lain seperti gaya yang di timbul akibat ketidak seimbangan massa yang berputar. 3. Gaya aksial Beban ini diakibatkan oleh berat poros itu sendiri jika poros dipasang vertikal serta dorongan dari arah aksial dari fluida yang di pompakan akibat dari perbedaan tekanan fluida yang ada, pada beban ini umumnya relative kecil. Perhitungan awal, kita menentukan momen puntir yang dapat dihitung dari persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 8) sebagai berikut : T = 9,74 x 105 Dimana : Pd = Daya rencana (dari hasil perhitungan pada bab sebelumnya didapatkan 10 hp = 7.3 KW) n = Kecepatan putaran penggerak (2950 rpm)

Pd (4.1) n

T = 9,74x 105

10 2950

= 3301,695 kg.mm = 3302 kg.mm Selanjutnya poros pompa dipilih bahan dari baja karbon S55C dengan kekuatan tarik b = 66 kg/mm2 yang menggunakan standar industri jepang JIS G 4501. Besarnya tegangan geser yang di ijinkan (a) dapat di hitung dengan menggunakan persamaan.

74

a=

B
S f 1. S f 2

(4.2)

Dimana :
2 B = Kekuatan tarik poros (66 kg/m )

Sf1 = Faktor keamanan kelelahan puntir diambil = 5 Sf2 = 1,3 sampai 3,0 (faktor keamanan, jika poros diberi alur pasak diambil 3,0)

a=

66 5.3,0

= 4,4 kg/mm2 Diameter poros (ds) dapat di hitung dengan persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 8) sebagai berikut:
5,1 ds = kt.Cb.T a Dimana : ds = Diameter poros (mm) Kt = Faktor koreksi pembebanan punter tumbukan Cb = Faktor koreksi pembebanan lentur T = Momen puntir (3302 kg.mm)
1 3

(4.3)

a = Tegangan geser (4,4 kg/mm2)


Faktor koreksi beban kejut yang di anjurkan oleh ASME adalah : Kt = 1 jika beban di kenakan secara halus = 1,0 1,5 jika terjadi sedikit kejutan/tumbukan

75

= 1,5 3,0 jika beban yang dikenakan terjadi kejutan besar (dalam perencanaan diambil = 3.0) Sedangkan faktor koreksi beban lentur (Cb) adalah : Cb = 1,2 2,3 jika di perkirakan terjadi beban lentur = 1,0 jika diperkirakan tidak terjadi beban lentur Diasumsikan terjadi beban lentur, sehingga diambil Cb = 2.0 sehingga di dapat diameter poros sebesar
5,1 .3,0.2,0.3302 ds = 4,4
1/ 3

= 28,4 mm Diameter poros minimal adalah 28,4 mm. Selanjutnya diambil poros dengan diameter 30 mm. Ukuran poros diperbesar untuk mengantisipasi beban lengkung.
4.2.2. Diameter Sisi Masuk

Pada saat impeller berputar, fluida kerja mendapatkan tambahan energi sehingga keluar impeller dengan kecepatan tinggi. Namun tidak seluruh fluida mengalami hal yang sama. Ada bagian lagi yang dialirkan kesisi isap, jumlah total fluida yang melewati impeller adalah jumlah fluida yang keluar dari discharge pompa di tambah dengan fluida yang kembali lagi kesisi isap. Meskipun kebocoran ini tidak di pengaruhi head pompa, namun sangat berpengaruh terhadap kapasitas fluida yang melewati impeller. Sehingga pada perhitungan kapasitas fluida perlu di masukan harga efisiensi Volumetric (v)

76

Kecepatan meredian pada sisi masuk (Cm1) dihitung dengan persamaan ( Lazarkiewics, 1965 : 133) sebagai berikut : Cm1 = Kcm1 2.g .H Dimana : H g = Head pertingkat (15 m) = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2) (4.4)

Kcm1 = Koefisien kecepatan pada sisi isap (dari grafik)

Gambar. 4.1. Grafik koefisien kecepatan kcm1 & kcm2

Dari grafik diatas dapat dicari besarnya Kcm1, berdasarkan kecepatan spesifiknya. Untuk nsq = 30,9 diperoleh harga kcm1 = 0,17 Cm1 = 0,17
2.9,81.15

= 2,91637 m/s Harga kecepatan aksial air masuk (Co) untuk pompa dengan end suction adalah : Co = (0,9 1,0) Cm1 ........(4.5)

77

Besar kecepatan aksial air masuk impeller biasanya sebesar 1,5 m/s hingga 6 m/s, namun untuk kasus tertentu bisa mencapai 12 m/s. Jika kita ambil asumsi bahan besarnya kecepatan aksial cairan untuk impeller sebesar 0,97 maka : Co = 0,97 x 2,91637 = 2,8288 m/s Kapasitas pompa dengan kerugian kebocoran (Q1) merupakan hasil dari kapasitas total dibagi efisiensi volumetric, dan diperoleh nilai seperti dibawah ini : Q1 =
Q

(4.6)

Dimana : Q = Kapasitas total pompa (0,0064 m3/s = 101,4 gpm) = Efisiensi volumetric ( 0,90)
0,0064 0,90

v
Q1 =

= 0,0071 m/s = 112,5 gpm Sehingga kita cari luas penampang masuk impeller (Ao) dengan menggunakan persamaan : Ao =

Q1 Co

(4.7)

0,0071 2,8288

78

= 0,002509891 m2 = 2509,9 mm2 Selanjutnya kita hitung diameter hubungan (dh) dengan

menggunakan persamaan ( Lazarkiewics, 1965 : 132) sebagai berikut: dh = (1,3-1,4).dsh (4.8) = 1,3 x 30 = 39 mm Luas penampang hubungan (Ah) adalah : Ah =

dh2

........(4.9)

3,14 (39)2 4

= 1193,98 mm2 Diameter hubungan belakang (dh1) dicari dengan persamaan: dh1 = (1,35-1,5) dsh = 1,45 x 30 = 43,5 mm Selanjutnya kita cari luas penampang masuk total (AO,) yang merupakan penjumlahan dari luas penampang sisi masuk impeller (AO) dari luas penampang hubungan (Ah) : Ao1 = Ao + Ah ..(4.11) ..(4.10)

= (2509,89 + 1193,98) mm2 = 3703,87 mm2

79

Kemudian kita cari diameter inlet impeller (do) dengan menggunakan persamaan : do =

4. Ao1

4.3703,87 3,14

..(4.12)

= 68,69 mm

Gambar. 4.2. Profil Impeller pompa sentrifugal


(Lazarkiewics, 1965 : 126)

4.2.3. Sudut Sisi Masuk ( 1 )


Pada perencanaan ini, sudu direncanakan adalah sudu dengan kelengkungan tunggal (single curvature). Sebelum mencari sudut sisi

80

masuk, terlebih dahulu kita cari besarnya kecepatan keliling posisi inlet impeller, yaitu dengan menggunakan persamaan (Lazarkiewics, 1965: 133) sebagai beikut: u1 =

d1 .n
60

..(4.13)

Dimana : d1 = do = Diameter sisi masuk impeller (68,69 mm = 0,06869 m) n = Kecepatan putar poros (2950 rpm) Pada perencanan pompa ini mempunyai nilai nsf = 25 rpm sehingga sudu akan dirancang lurus dan d1 dibuat sama dengan do sehingga diperoleh : u1 =

3,14.0,06869.2950 60

= 10,6 m/s Dengan mengasumsikan bahwa sudut 1 adalah 900, maka arah aliran memasuki sudu impeller dalam arah radial (tegak lurus sumbu poros impeller) dan harga 1 berkisar antara 150- 300, mka sudut sisi masuk sudu (1) adalah : tg 1 =
Cm1 ..(4.14) U1

= arc tg

2,91637 10,6

= 15,3760 Penyelidikian yang telah kita lakukan pada pompa sentrifugal menunjukan bahwa debit optimal pada kondisi efisiensi maksimum

81

adalah lebih kecil dari yang seharusnya dimiliki agar dapat mencapai debit yang di inginkan maka sudut 1 harus diperbesar seharga 1

berkisar antara 20 60 ( ibid hal 135). Pada perancangan ini diambil harga 1 = 2,50, sehingga diperoleh: 1 1 = 1 + 1 = 15,376 + 2,5 = 17,8760 = 180 Sehingga untuk harga meredian ( Cm11) adalah sebesar: Cm11 = u1 tg 11 = 10,6 tg 180 = 3,44 m/s
4.2.4. Lebar Sisi Masuk

..(4.15)

..(4.16)

Lebar sisi masuk impeller (b1) dirumuskan : b1 =


A1 .d1

..(4.17)

Dimana : A1 = Luas penampang sisi masuk (mm2) d1 = Diameter sisi masuk impeller (mm) Dengan mengasumsikan bahwa jumlah sudu impeller (z) adalah 7 buah, maka panjang lingkar antar sudu atau panjang pitch pada posisi masuk impeller (t1) adalah : t1 =

.d1
z

..(4.18)

82

3,14.68,69 7

= 30,8 mm

Gambar. 4.3. Bentuk sudu sisi masuk inlet

(Lazarkiewics, 1965 : 84) Tebal pada posisi dan arah keliling (Su1) ditentukan dengan persamaan : Su1 =
S1 sin 1 ..(4.19)

Dimana : S1 = Tebal sudu sisi masuk (diambil 2,5 mm) Su1 = 2,5 sin 18 0

= 8,09 mm Selanjutnya kita cari, besar koefisien penyempitan pada sisi masuk (), yaitu dengan menggunakan persamaan:

t1 t1 s u1

..(4.20)

30,8 30,8 8,09

= 1,356

83

Luas penampang sisi masuk impeller (A1) ditentukan dengan menggunakan persamaan : A1 = Q1 C ml ..(4.21) 0,0071 2,91637

= 1,356

= 0,003301227 m2 = 3301,227 mm2 Lebar sisi masuk impeller (b1) adalah : b1 = 3301,227 3,14.68,69

= 14,56 mm = 15 mm
4.2.5. Diameter Sisi Keluar Impeller

Sebelum menghitung diameter sisi keluar impeller, perlu terlebih dahulu di hitung keliling pada sisi keluar impeller, yang dirumuskan ( Lazarkiewics, 1965 : 138) sebagai berikut: u2 =
C Cm2 + m 2 + g .H th .(1 + C p ) ......(4.22) 2.tg 2.tg 2

Dimana : Cm2 2 = Kecepatan meridian pada sisi keluar (m/s) = Sudut sisi keluar sudu, dibatasi 100 - 400 diambil sudut 2 = 230 g Hth = Percepatan gravitasi ( 9,81 m/s2) = Head teoritis untuk impeller dengan jumlah sudu

84

terbatas (m) 1+Cp = Koreksi pfielderer untuk impeller dengan jumlah terbatas antara 1,25-1,35. Besarnya head teoritis (Hth) dihitung dengan menggunakan persamaan : Hth =

..(4.23)

Dimana : H = Head pompa pertingkat (15 m)

h = Efisiensi hidrolis ( 0,65)


Hth = 15 0,65

= 23,076 m Besarnya kecepatan meridian pada sisi keluar (Cm2) ditentukan dengan persamaan : Cm2 = Kcm2
2.g .H ..(4.24)

Dari grafik koefisien kecepatan terhadap kecepatan spesifik untuk nsq, dan H pertingkat = 15 m. Diperoleh harga Kcm2 = 0,125 Cm2 = 0,125
2.9,81.15

= 2,14439 m/s Selanjutnya kita periksa harga Cm2 dan Cm1 :


Cm2 C m1

= antara 0,7-0,75

85

2,14439 2,91637

= 0,735 (memenuhi syarat)

Selanjutnya kita hitung besar kecepatan keliling pada sisi keluar : u2 = 2,14439 + 2.tg 23

2,14439 2.tg 23 + 9,81.23,076.(1,35)

= 20,079 m/s Selanjutnya kita hitung besar diameter luar impeller dengan kecepatan putaran penggerak (n) 2950 rpm : d2 =
60.u 2 .n 60.20,079 3,14.2950 ..(4.25)

= 0,130 m = 130 mm
4.2.6. Lebar Sisi Keluar Impeller

Jika kecepatam meredian (Cm2) konstan sepanjang sisi outlet dan koefisien desak di asumsikan berkisar antara 1,05 1,1 maka lebar sisi keluar impeler (b2) dapat dihitung dengan persamaan: b2 =
A2 .d 2

..(4.26)

Dimana : A2 = Luas penampang sisi keluar impeller (mm2) d2 = Diameter sisi keluar impeller (mm) Kita cari lebar pitch pada sisi keluar sudu (t2), dengan persamaan : t2 =

.d 2
z

......(4.27)

86

Dimana : z = Jumlah sudu (7)

d2 = Diameter impeller (130 mm) t2 = 3,14.130 7

= 58,31 mm

Gambar. 4.4. Sudu sisi outlet

(Lazarkiewics, 1965 : 85) Ketebalan sudu pada sisi keluar dalam arah keliling (S2) dihitung dengan persamaan : Su2 =
S2 sin 2

..(4.28)

Dimana : S2 = S1 = 2,5 mm = 230

2
Su2 = 2,5 sin 23

= 6,398 mm

87

Koefisien desak ( 2 ) disisi outlet dihitung dengan persamaan :

t2 t2 Su2

..(4.29)

58,31 58,31 6,398

= 1,123 Besarnya 2 dibatasi antara 1,05 1,1 (ibid hal 139), sehingga harga perhitungan dapat diterima. Luas penampang sisi outlet (A2) dihitung dengan persamaan : A2 = Q1 Cm2 ..(4.30) 0,0071 2,14439

= 1,123

= 0,0037182135 m2 = 3718,213 mm2 Selanjutnya kita hitung lebar outlet impeller (b2) : b2 = A2 .d 2 3781,213 3,14.130 ..(4.31)

= 9,108 mm
4.2.7. Koreksi Terhadap Jumlah Sudu

Penetapan asumsi untuk jumlah sudu sebanyak 7 buah pada impeller perlu dicek ulang dengan menggunakan rumus persaman (Lazarkiewics, 1965: 138) sebagi berikut:

88

z = 6,5

d 2 + d1 sin m d 2 d1

..(4.32)

Dimana : D1 = Diameter ujung sisi masuk impeller (68,69 mm) D2 = Diameter ujung sisi keluar impeller (130 mm)

m =
z = 6,5

1 + 2
2

; 1 = 180, 2 = 230

130 + 68,69 18 + 23 sin 130 68,69 2

= 7,3 = 7 sudu Dengan demikian asumsi bahwa jumlah sudu sebanyak 7 buah dapat diterima.
4.2.8. Segitiga Kecepatan

Lintasan dan kecepatan partikel-partikel fluida melalui suatu impeler akan berbeda menurut pengamat yang sedang berdiri di tanah, dengan pengamat lain yang ditempatkan di dalam impeler yang berputar. kecepatan partikel relatif terhadap tanah disebut kecepatan absolut; kecepatan yang relatif terhadap impeler di sebut kecepatan relatif. untuk fluida yang mengalir melalui impeler yang sedang berputar, u adalah kecepatan suatu titik pada impeler tersebut relatif terhadap tanah, adalah kecepatan absolut partikel fluida yang mengalir melalui impeler terhadap tanah, dan w adalah kecepatan partikel fluida relatif terhadap impeler.

89

Gambar. 4.5. Gambar diagram segi tiga kecepatan pada sudu-sudu

(Lazarkiewics, 1965 : 76)


4.2.8.1. Segitiga Kecepatan Sisi Masuk Impeller

Pada pompa sentrifugal, kecepatan fluida bisa dilukiskan dalam tiga vector kecepatan yang membentuk segitiga. segitiga sisi masuk dapat di gambarkan sebagai berikut Untuk

Gambar. 4.6. Segitiga kecepatan sisi masuk

(Lazarkiewics, 1965 : 91) Pada gambar nampak bahwa sudut datang sebesar 900, artinya fluida datang memasuki impeller dalam arah radial atau tegak lurus dengan pompa.

90

Dari perhitungan sebelumnya maka diperoleh hasil sebagai berikut : u1 Cm1 Cm1 = 10,6 m/s = 2,91637 m/s = 3,444 m/s = 180

1 1

Dengan menggunakan persamaan segitiga maka didapat kecepatan relative fluida disisi masuk adalah : W1 =
C m1
1 1

sin 1

..(4.33)

2,91637 sin 18

= 9,437 m/s
4.2.8.2. Segitiga Kecepatan Sisi Keluar Impeller

Segitiga kecepatan sisi keluar menunjukan penomena yang berbeda dengan kecepatan disisi masuk, seperti tampak pada gambar berikut:

Gambar.4.7. Segitiga Kecepatan Sisi Keluar.

(Lazarkiewics, 1965 : 91)

91

Dari perhitungan sebelumnya, didapat : u2 Cm2 = 20,079 m/s = 2,14439 m/s = 230 = 1,123

Kecepatan meridian dekat outlet : Cm21 =


Cm2

..(4.34)

2,14439 1,123

= 1,909 m/s Selanjutnya kita dapat menetukan kecepatan absolute dalam arah tangensial di sisi outlet impeller dengan menggunakan persamaan: Cu2 = U2 Wu2 ..(4.35)

Dimana : Wu2 =
Cm2 tan 2

..(4.36)

2,14439 tg 23

= 5,0518 m/s Sehingga diperoleh Cu2 = 20,079 5,0518 = 15,0272 m/s

92

Penyimpangan aliran fluida yang terjadi saat air mengalir melewati laluan sudu yang mengakibatkan turunnya kecepatan absolut dalam komponen tangensial. Hal ini menyebabkan air

meninggalkan impeller dengan sudut yang lebih kecil dari sudut 2. fenomena ini disebut slip, besarnya slip ( ) yang terjadi di peroleh dengan persamaan:

=1-

sin 2
z

..(4.37)

=1-

3,14. sin 23 7

= 0,825 Besarnya kecepatan meridian dalam komponen tangensial : Cu21 = .Cu2 ..(4.38)

= 0,825 . 15,0272 = 12,397 m/s

21

C m 21 = arc tan 1 u 2 Cu 2

1,909 = arc tan 20,079 12,397 = arc tan 0,248 = 13,90 W2 =


Cm2 sin 2

..(4.39)

2,14439 sin 23

93

= 5,488 m/s Dari persamaan segitiga diperoleh : 2


C = arc tan m 2 Cu 2

..(4.40)

2,14439 = arc tan 15,0272

= arc tan 0,1427 = 8,120 21


C 1 = arc tan m 21 Cu 2 1,909 = arc tan 12,397

..(4.41)

= arc tan 0,1539 = 8,7490 Dari perhitungan diatas nampak bahwa terjadi pembesaran sudu d2. hal ini karena disebabkan adanya pengaruh jumlah sudu serta adanya aliran pusar yang mengakibatkan turunnya kecepatan absolut dalam arah tangensial.

94

4.3. Perencana Sudu Impeller

Gambarr 4.8. Bentuk haluan impeller, sudut inlet1, sudut outlet 2.

(Lazarkiewics, 1965 : 131) Dalam perencanaan sudu impeller ini banyak hal yang harus diperhatikan antara lain mengenai bentuk sudu yang akan dipilih, karena hal ini sangat mempengaruhi unjuk kerja pompa yang dirancang. Laluan sudu gerak yang berurutan, panjang sudu gerak dalam hal ini panjang laluan dapat berbeda untuk d1, d2, sudut 1, 2, serta jumlah sudu yang sama. Dalam melukis laluan sudu harus benar-benar memperhatikan factor geometri lengkungan sudu terhadap fluida kerja. Pada laluan yang pendek (sudut over lapping kecil), perubahan sudut lengkungan atau divergensi sangatlah besar. Hal ini harus dihindari karena akan menyebabkan kerugian pemisahan dan pusaran (turbulensi). Impeller dengan laluan yamg sangat panjang dan dengan sudu divergensi yang juga kecil tidak baik bagi unjuk kerja pompa. Meskipun kerugian akibat separasi

95

dan turbulensi dapat ditekan, namun akan timbul pula kerugian yang cukup besar akibat gesekan antara sudu dengan fluida. Untuk itu dipilih model alur yang biasa memberikan unjuk kerja yang optimal. Untuk impeller dengan jumlah sudu antara 5-9 buah, disyaratkan memiliki sudut over lapping berkisar antara 300 450. Ada tiga metode yang biasa digunakan untuk menggambar sudu impeller yaitu: 1. Circular arc method
2. 3.

Point by point method Compormal representation method

Gambar. 4.9. Metode point by point

(Lazarkiewics, 1965 : 143) Pada perencanaan kali ini digunakan metode point by point. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh pfleiderer dengan mendasarkan pada suatu asumsi bahwa pergeseran sudut sudu dari 1 sehingga 2 merupakan fungsi dari jari-jari ( r ). Besarnya sudut suatu titik didapat setelah kita mengetahui besarnya jari jari ( r ) dan sudut di titik tersebut. Nilai r dan suatu titik akan memberikan gambaran dimana pada sisi titik tersebut dalam suatu bidang

96

koordinat polar.

Selanjutnya setelah kita dapatkan rangkaian titik titik

tersebut kita apat menghubungkan titik titik itu sehingga membentuk sudut gerak. Dari gambar. 4.11. terlihat bahwa segitiga PP,T dengan sisi PT terletak diantara dua jari jari serta memilih sudut yang sangat kecil, sehingga : PT =
P ,T tan

..(4.42)

Karena PT menggambarkan suatu pertambahan yang sangat kecil dalam radius dr, maka kedua persamaan dapat ditulis dalam persamaan: R .d = Sehingga: D =
dr r tan dr ..(4.43) tan

Dengan pengintegralan antara r1 hingga r serta mengalikannya dengan 180

, maka akan diperoleh suatu rumus untuk sudut yang dinyatakan dalam

derajat yaitu:

180

r tan
n

dr

..(4.44)

Bentuk integrasi ini akan dapat diselesaikan secara numeris dengan menggunakan data yang didapat dengan cara membagi antara r1 dan r2 menjadi beberapa bagian yang selanjutnya disusun dalam satu tabel.

97

4.3.1. Rangkaian Hasil Perhitungan Impeller

Gambar.4.10. Profil impeler

(Lazarkiewics, 1965 : 132) Dari hasil perhitungan yang telah dilakukan diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Diameter lubang poros (ds) 2. Diameter lubang impeller (dh) 3. Diameter hubungan impeller bagian belakang (dh1) 4. Diameter sisi masuk (d1) 5. Sudut sisi masuk (1) 6. Sudut jatuh () 7. Lebar sisi masuk (b1) 8. Diameter sisi keluar (d2) 9. Sudut sisi keluar (2) 10. Lebar sisi keluar impeller (b2) 11. Tebal sudu (s) 12. Tebal dinding / tutup impeller 13. Jumlah sudu (z) = 30 = 39 mm mm

= 43,5 mm = 68,69 mm = 180 = 2,50 = 15 mm

= 130 mm = 230 = 9,108 mm = 2,5 = 2,5 mm mm

= 7 buah

98

Tabel. 4.1. Harga dan berbagai titik


Titik A1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2 R (m) 0,0343 0,0374 0,0405 0,0436 0,0467 0,0498 0,0529 0,0560 0,0591 0,0622 0,0650 r (m) 0 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 0,0031 Cml. (m/s) 2,916 2,838 2,761 2,684 2,607 2,530 2,452 2,375 2,298 2,221 2,144 W (m/s) 9,436 8,944 8,480 8,040 7,622 7,224 6,842 6,480 6,134 5,804 5,487 0 18 18,5 19 19,5 20 20,5 21 21,5 22 22,5 23

a = Titik R tan B=

1 r tan
89,766 79,936 71,736 64,767 56,251 53,706 49,237 45,331 41,876 38,819 36,245

Bn + Bn 1 2
0 0,2630 0,2351 0,2116 0,1876 0,1704 0,1596 0,1466 0,1352 0,1251 0,1163

180

A1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 A2

0,01114 0,01251 0,01394 0,01544 0,01689 0,01862 0,02031 0,02206 0,02388 0,02576 0,02759

0 0,2630 0,4981 0,7097 0,8973 1,0677 1,2273 1,3739 1,5901 1,6342 1,7505

15,076 28,553 40,683 51,437 61,206 70,355 78,758 86,509 93,680 100,347

99

Gambar 4.11 .Desain sudu impeller

4.3.2. Lebar Impeller Untuk Tiap Titik

Lebar impeller sepanjang laluan sudu dari sisi inlet hingga ke outlet tidaklah sama, namun variasi untuk setiap titiknya untuk mengetahui lebar impeller (b) pada setiap titik maka digunakan rumus persamaan (Church, 1989:106) sebagai berikut: b=
Q1 .D. .C m

..(4.45)

Dimana : Q1 = Kapasitas fluida yang di pompakan (m/s) Cm = Kecepatan meridian untuk tiap - tiap titik (m/s)

= Faktor penyempitan (faktor kontraksi)


D = Diameter titik yang ditinjau (m)

100

Hanya faktor kontraksi untuk tiap titik berbeda, hal ini tergantung pada diameter titik yang ditinjau, sudut serta jumlah sudu. Harga kontraksi dirumuskan () sebagai berikut:

D
=

z.t sin .D

..(4.46)

Dimana : z = Jumlah sudu t = Tebal sudu yang ditinjau (mm) = Sudut yang dtinjau Selanjutnya hasil perhitungan lebar sudu untuk setiap titik dapat dilihat pada table berikut ini :
Tabel. 4.2. Lebar laluan untuk setiap titik
Titik A1 1 2 3 4 5 6 A2 r (m) 0,0343 0,03869 0,04307 0,04746 0,05184 0,05623 0,06062 0,0650 r (m) 0 0,004386 0,004386 0,004386 0,004386 0,004386 0,004386 0,004386 Cm (m/s) 2,916 2,8057 2,6954 2,5851 2,4748
2,3645 2,2543 2,144

1,290 1,2661 1,2423 1,2184 1,1946 1,707 1,1469 1,123

b 15 14,158 13,317 12,475 11,634 10,792 9,951 9,11

101

4.4. Perencanaan Diffuser dan Return Channel

Untuk memperbaiki efisiensi pompa, maka pada pompa ini dilengkapi dengan sudu diffuser yang terbuat dari besi cord an ditempatkan dibagian luar keliling impeller. Fungsi dari diffuser ini adalah untuk membuat velocity head menjadi pressure head, selain itu juga menggerakan fluida ketingkat berikutnya dengan perantara U-turn dan Return Channel
4.4.1. Diffuser

1. Jari-jari lingkaran dalam diffuser Untuk menjamin kesamaan kecepatan fluida meninggalkan impeler serta untuk memberikan ruang bebas yang cukup antara impeler dan diffuser ring, besarnya jari-jari dalam diffuser (r3) dinyatakan dengan persamaan (Khetagurov M. hal 244) r3 = (1,02-1,05) r2 Dimana : r2 = Jari-jari sisi luar impeller (0,0650 m = 65 mm) Sehingga jari-jari lidah adalah : r3 = 1,03 x 65 = 66,95 mm 2. Ruang bebas radial antara impeler dengan ujung-ujung sudu difuser lingkaran dalam (R) R = r3 r2 ......................................................................................(4.48) = 66,95 - 65 = 1,95 mm . ....(4,47)

102

3. Jari-jari luar diffuser r4 = (1,4 1,8) r3 ..........................................................................(4.49) = 1,5 x 66,95 = 100,425 mm = 3,957 inch 4. Lebar saluran masuk dari diffuser b3 = b2 + (0,025 r2) ..(4.50)

Dimana : b2 = Lebar sisi keluar impeller (9,11 mm) Sehingga lebar celah saluran volut : b3 = 9,11 + (0,025 x 65) = 10,735 mm = 0,423 inch 5. Lebar saluran keluar sudu diffuser b4 = (1,2 2) b2 = 1,5 x 9,11 = 13,665 mm = 0,538 inch 6. Sudut masuk sudu diffuser Arc tan 3 = ..........................................................................(4.51)

tan 2 k 2 cu

..............................................................(4.52)

Dimana :

21 = sudut sisi keluar aktual impeler (8,7490)

103

K2cu = Faktor sirkulasi (0,6 0,8, diambil 0,7) Arc tan 3 = 8,749 0,7

3 = 12,40
7. Sudut sudu diffuser sisi keluar Arc tan 4 =
b3 tan 3 ..............................................................(4.53) b4

Arc tan 4 =

10,735 x tan 12,4 13,665

Arc tan 4 = 0,173

4 = 9,80
8. Kecepatan air masuk sudu diffuser V3 = b2 d2 x x V2 1 b3 d 3 ..............................................................(4.54)

Dimana : d3 = Diameter dalam diffuser (r3 x 2) = 133,25 mm = 0,13 m V21 = Cu21 = 12,397 m/s V3 = 9,11 130 x x 12,397 10,735 133,25

= 10,26 m/s = 33,66 ft/s Luas leher total yang dibutuhkan (A3) : A3 =

144.Q V3

..........................................................................(4.55)

104

Dimana : Q = Kapasitas pompa (0,0064 m3/s = 0,226 ft3/s) A3 = 144.x0,226 33,66

= 0,967 In2 9. Jumlah sudu-sudu diffuser Zvd = Z 1 =7 1 = 8 sudu Jumlah sudu diffuser dibuat tidak sama dengan jumlah sudu dari impeler, hal ini untuk mengurangi terjadinya getaran yang lebih besar. Pada perancangan ini dibuat 8 buah sudu diffuser dengan tinggi leher diffuser (h3). h3 =
A3 ......................................................................................(4.57) Zxb3

..........................................................................(4.56)

0,967 8 x0,423

= 0,2857 inch = 7,253 mm 10. Kecepatan air keluar sudu diffuser V4 =


b3 d 3 x x V3 ..........................................................................(4.58) b4 d 4

Dimana : d4 = Diameter luar diffuser (r4 x 2)

105

= 200,85 mm = 7,91 inch V4 = 10,735 133,25 x x 10,26 13,665 200,85

= 5,347 m/s = 17,542 ft/s Luas mulut total yang dibutuhkan (A4) A4 = 144 xQ V4 144 x0,226 17,542 ..........................................................................(4.59)

= 1,855 In2 = 1196,8 mm2 Tinggi leher diffuser (h4) h4 = A4 Z vd xb4 1,855 8 x0,538 ..........................................................................(4.60)

= 0,4309 inch = 10,94 mm


4.4.2. Return Channel

Fluida yang keluar dari diffuser dengan melalui U-turn dialihkan ke Return Channel yang arahnya radial dan kemudian masuk ke impeler tingkat berikutnya dengan arah aksial. Dari tiap-tiap ujung saluran diffuser dihubungkan langsung dengan U-turn dan Return Channel. Dalam perhitungan selanjutnya ditinjau dari titik tertentu:

106

1. kondisi kecepatan aliran pada U-turn adalah sama dengan kecepatan aliran fluida meninggalkan diffuser (V4) yaitu 17,542 ft/s dan diteruskan ke return channel. 2. Kecepatan aliran (V5) Karena adanya kerugian dalam U-turn atau masuk return channel sedikit lebih kecil, sehingga dalam perencanaan ini kecepatan aliran return channel diambil sebesar 17 ft/s. 3. Lebar masuk return channel Untuk mencari lebar sisi return channel digunakan persamaan b5 = 144 xQ xd 5 xxV5 x sin ..................................................(4.61)

Dimana : Q = Kapasitas pompa (0,0064 m/s = 0,226 ft/s) d5 = Diameter luar return channel = diameter luar diffuser (7,9 In)

= Faktor kontraksi (0,85)


V5 = Kecepatan aliran 17 ft/s

= Sudut masuk retun channel dibuat = sudut aktual sisi


keluar impeler (8,7490) b5 =
144 x0,266 3,14 x7,9 x0,85 x17 x sin 8,749

= 0,7025 inch = 17,79 mm

107

4. Kondisi pada sisi keluar return channel a. Sudut keluar return channel ( 6 ) Telah diutarakn didepan, bahwa air yang keluar dari return channel pada posisi radial, masuk ke mata impeler secara aksial sehingga untuk menghindari terjadinya pra rotasi, maka sudut keluar return channel dibuat sebesar 900 b. Diameter dalam return channel (d6) Dalam perencanaan ini dibuat = diameter dalam impeler (d1= 68,69 mm = 2,71 inch) c. Kecepatan aliran keluar return channel (V6) lebih kecil dari kecepatan aliran sisi masuk (V5) sebesar 16,85 ft/s d. Leher saluran sisi keluar pada return channel (b6) 144 xQ xd 6 xxV6 x sin

b6 =

......................................(4.62)

144 x0,266 3,14 x 2,71x0,85 x16,85 x sin 90

= 0,314 inch = 7,98 mm

108

108

BAB V PERENCANAAN POROS DAN BANTALAN

5.1. Poros Pompa Poros pompa berfungsi untuk memindahkan tenaga mekanik yang dibangkitkan oleh penggerak mula ke impeller pompa yang dipasang pada poros. Melihat dari fungsinya maka dapat dikatakan bahwa poros pompa adalah sebuah poros yang akan menerima beban puntir gabungan dan beban lengkung. Dalam perencanaan poros harus dipilih bahan yang sesuai dengan persyaratan dan ketentuan-ketentuan untuk sebuah poros pompa diantaranya adalah kekuatan poros terhadap tegangan-tegangan yang terjadi, perhitungan terhadap putaran kritis, perhitungan terhadap moment puntir dan beban lengkung. Sebelum menghitung kekuatan poros terlebih dahulu ditentukan kondisi kerja poros yang direncanakan. Kondisi kerja poros ini ditekankan pada pembebanan terhadap poros tersebut. Sedangakan beban yang diterima poros adalah beban dinamis dan beban statis. Beban statis dipengaruhi oleh beban/berat impeller dan berat poros itu sendiri. Sedangkan untuk beban dinamis dipengaruhi oleh momen puntir/torsi. Poros pompa biasanya dibuat bertingkat dengan diameter terbeban berada didekat pertengahannya, sehingga konstruksi seperti ini akan membantu perencanaan pompa. Sebelum merencanakan konstruksi poros pompa, mulamula akan ditentukan bahan yang sesuai untuk poros pompa. Untuk bahan 108

109

poros yang direncanakan adalah bahan dari baja karbon konstruksi mesin ( S 55 C) yang menggunakan standar industri Jepang JIS G 4501 yang mempunyai unsur-unsur kimia sebagai berikut: a. kadar karbon (c) b. silisium (si) c. mangan d. posfor (p) e. sulfur (s) = 0,52 0,58 % = 0,15 0,35 % = 0,6 0,9 % = 0,030 % = 0,035 %

Sedangkan untuk sifat-sifat mekanis baja karbon untuk konstruksi mesin (S 55 C) adalah sebagai berikut: Kekuatan tarik (B) Batas mulur = 66 kg/mm2 = 40 kg/mm2

Kekuatan brinnell (hb) = 185 255 Pada Bab sebelumnya telah diketahui besar diameter poros (ds) yang didasarkan pada harga momen torsi yang ditransmisikan, kemudian dalam perencanaan ini akan ditinjau pengaruh gaya-gaya lain terhadap diameter poros yang direncanakan. 5.1.1. Pengimbangan Gaya Aksial Pada pompa dengan jenis isap tunggal akan terjadi gaya aksial yang mendorong impeller kearah sisi isap. Gaya ini cenderung menggerakkan impeller menjauhi sisi isap pompa. Untuk mengatasi hal ini terdapat beberapa cara pengimbang, yaitu : a. Torak pengimbang

110

b. Lubang pengimbang c. Susunan berimbang d. Bantalan aksial e. Cakram pengimbang Adapun prinsip elemen pengimbang adalah untuk membuat tekanan didepan dan di belakang impeller adalah sama. Dari berbagai macam alat pengimbang gaya aksial tersebut diatas, dalam merancang pompa sentrifugal ini untuk mengalirkan air di gunakan lubang pengimbang. Cara ini menggunakan impeller yang mempergunakan cincin pengikat di dinding. Belakang impeller untuk membentuk ruang pengimbang seperti pada gambar 5.2. Ruang ini di hubungkan dengan sisi isap oleh lubang pengimbang.

Gambar 5.1. Lubang Pengimbang (Sularso dan Tahara, 1983 ; 89)

111

5.1.2. Perhitungan Gaya Aksial Tekanan air yang bekerja pada impeller memberikan konstruksi yang cukup besar terhadap gaya aksial, terutama pada pompa sentrifugal isapan tunggal. Gaya geser aksial terjadi akibat adanya fluida bertekanan yang masuk kedalam ruang utama yaitu antara impeller dan rumah pompa. Hal ini menyebabkan adanya perbedaan tekanan dari fluida yang berada di belakang impeller dengan tekanan pada saat masuk impeller. Karena tekanan dibelakang impeller lebih besar dari tekanan fluida zat cair yang masuk ke impeller, sehingga gaya aksial yang cenderung menggerakan impeller kearah isap. Untuk menghitung perbedaan tekanan yang terjadi pada gaya aksial pompa dapat dihitung dengan rumus persamaan (Church, 1989 : 156) Po Pt Dimana : HL = Beda tinggi tekan sisi-sisi cincin (m) = Berat jenis fluida (950,6 kg/m3) = HL x (5.1)

Untuk menentukan beda tinggi tekan antara sisi-sisi cincin digunakan persamaan : HL =

3 (u 2 ) 2 (u1 ) 2 2. g 4

(5.2)

Dimana :

112

u2 = 20,079 m/s (65,88 ft/s) u1 = 10,6 m/s (34,78 ft/s) g HL = = 9,81 m/s (32,2 ft/s)

3 (65,88) 2 (34,78) 2 4 2.32,2

= 36,46 ft =11,112 m Kemudian kita hitung perbedaan tekanan yang terjadi : Po Pt = 11,112 x 950,6 = 10563,07 kg/m2 = 1,06 kg/cm2 Karena pompa dirancang dengan 7 tingkat, maka : Po Pt = 1,06 x 6 = 6,36 kg/cm2 Dalam menentukan besarnya gaya aksial secara teoritis dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Fth = (Pt - Po)

(Do2 - Dh2)

(5.3)

Dimana : Do = Diameter mata impeller (68,69 mm = 6,869 cm) Dh = Diameter leher impeller (39 mm = 3,9 cm) Fth = (1,06) 3,14 (6,8692 3,92) 4

= 27,9 kg = 28 kg

113

Karena pompa dirancang dengan 6 tingkat, maka : Fth = 28 x 6 = 168 kg Pada saat fluida masuk mata impeller mempunyai kecepatan sebesar Co dalam m/s. Maka pada kecepatan ini mengakibatkan perubahan momentum yaitu: Fm =
w .Co (5.4) g

Dimana : W = Berat fluida yang mengalir = Q,. Q, = Kapasitas theoritis ( 0,0071m3/s) = Berat jenis fluida (950,6 kg/m3)

w = 0,0071 x 950,6 = 6,75 kg/s Co = Kecepatan fluida pada mulut isap digunakan (2,83) untuk 38 m3/jam dan putaran 2950 rpm g Fm = = Percepatan gravitasi (9,81 m/s)

6,75 x 2,83 9,81

= 1,95 kg Gaya aksial yang terjadi akibat perubahan yang berlawanan arah dengan gaya aksial yang terjadi sesungguhnya :

114

Fa

= Fth Fm = 28 1,95 = 26,05 kg

(5.5)

Gaya aksial yang terjadi sesungguhnya pada tiap tingkat sebesar 26,05 kg

5.1.2.1. Cincin Penahan Aus


Cicin penahan aus (wearing ring) berfungsi untuk menghindari kemungkinan terjadi gerakan langsung antara impeller dan rumah pompa. Cincin penahan aus ini terdiri dari dua buah bagian yaitu bagian pertama terpasang pada impeller dan bagian kedua terpasang pada rumah pompa. Kedua bagian itu berbeda, dengan tujuan untuk mencegah gerakan antara cincin, akiabat perbedaan temperatur getaran dan lain-lain. Dalam perencanaan ini bahan cincin penahan aus untuk rumah pompa adalah besi coran untuk cincin penahan pada impeller dengan penahan aus pada impeller dengan bahan dari bronze. Untuk menghitung jumlah kebocoran yang terjadi dengan persamaan rumus (Stepanoff, 1957 : 187) sebagai berikut: QL = C.A. 2.g .H L Dimana : QL = Jumlah kebocoran (m3/s) (5.6)

115

C = Koefisien aliran tergantung pada cincin yang digunakan (0,344) A = Luas penampang daerah kebocoran (m3) g = Percepatan gravitasi (9,81 m/s)

HL = Beda tinggi tekan antara cincin-cincin (m) Besarnya celah pada wearing ring ini adalah (s) = 0,25 = 0,645 in. Dengan demikian diameter clearance rata-rata dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut: S D = 0,01 + (D-6) x 0,001 = 0,006 + 0,01 0,01 0,001 (5.7)

= 6 inc = 15,2 cm Dengan demikian kebocoran yang terjadi pada cincin penahan aus dapat ditentukan dengan menggunakan persamaan : A = 1 . .D.S 2 ....(5.8)

1 .3,14.6.0,01 2

= 0,094 inc2 = 0,0024 m2 Sehingga volume kebocoran adalah :


QL = C. A. 2.g .H L (5.9)

= 0,344 x 0,000654

2.32,2.36,46

116

= 0,0109 ft3/s Persentasi kebocoran yang terjadi : QL1 =

QL x 100 % ..(5.10) Q

Dimana : Q = gpm x 0,134 = 101,4 x 0,134 = 13,58 cfm = 0,2263 ft3/s (1ft3/s = 60 cfm) QL1 = 0,0109 x 100 % 0,2263

= 4,82 % Kerugian akibat kebocoran berkisar antara 2 sampai 10% dari kapasitas pompa sehingga persentase kebocoran yang terjadi pada cincin penahan aus masih dalam batas yang ditentukan.

5.1.3. Perhitungan Gaya Radial


Di dalam rumah pompa energi kecepatan diubah menjadi tekanan, sehingga terjadi suatu gaya resultante radial yang mengakibatkan momen lengkung terhadap peroses pompa. Untuk menentukan besarnya gaya radial impeller yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Fri = kr..P.d2.b2 Dimana : Fri = Gaya radial impeller ..(5.11)

117

Kr = Koefisien berdasarkan putaran yang direncanakan = 0,17 pada kapasitas 101,4 gpm dengan nsq = 30,9 rpm;

Q =0 Qn
P = Tekanan yang dihasilkan pompa (86 m) = Berat jenis fluida (air) = 950,6 kg/m3 d2 = Diameter sisi keluar (0,13 m = 133 mm) b2 = Lebar sudu impeller pada sisi keluar (0,009108 m = 9,108 mm) Fri = 0,17 x 950,6 x 86 x 0,13 x 0,009108 = 16,45 kg

5.1.4. Berat Impeler

Gambar. 5.2. Dimensi berat Impeller.


(Lazarkiewics, 1965 : 132) Dari gambar tersebut maka dapat diketahui berat impeller dengan menggunakan persaman berikut:

118

Wip =

(d 4

2 2

ds 2

) b2
i

..(5.12)

Dimana : ds = Diameter poros (30 mm = 3 cm) d2 = Diameter sisi luar (130 mm = 13 cm) i = Berat jenis bahan impeller (bronze) = 8,5254 .10-3 kg/cm3 Wip = 3,14 2 1,5 13 3 2 .8,5254 x10 3 4 2

= 1,606 kg Jadi berat impeller sebesar 1,606 kg. Karena pompa dirancang dengan 6 tingkat maka berat impeller menjadi 9,636 kg.

5.1.5. Bentuk Kopling


Ukuran-ukuran kopling flens luwes dengan menetapkan diameter poros kopling 34,5 serta ditentukn suatu normalisasi JIS B 1451 1962 (lihat gambar) berikut:

Gambar .5.3. Bentuk kopling flens luwes


(Sularso dan Suga 1994 : 31)

119

Keterangan : A = Diameter luar kopling flens luwes (112 mm) B = Diameter baut (75 mm) D = Diameter poros kopling minimal ( 20 mm) Diameter poros kopling maksimal (25 mm) C = Diameter hubungan (45 mm) F = Total flens (11,2 mm) G = 100 mm H = Lebar tepi flens (22,4 mm) K = Total tepi flens (4 mm) L = Panjang setengah kopling (40 mm) n = Jumlah baut kopling flens luwes (4 buah)

Tabel. 5.1. Ukuran kopling flens


(Sularso dan Suga, 1994 : 31)

120

Untuk menentukan berat kopling flens luwes (Wk), kita hitung terlebih dahulu voume lubang kopling total (VkT) dengan menggunakan persamaan berikut : Volume kopling Vk1 =

(A2 G2) . H

..(5.13)

3,14 (1122 1002) x 22,4 4

= 44733,696 mm3 Vk2 =

(G2 C2) . F

..(5.14)

3,14 (1002 452) x 11,2 4

= 70116,2 mm3 Vk3 =

(C2 D2) . L

..(5.15)

3,14 (452 202) x 40 4

= 51025 mm3 Volume lubang baut VkL =

(D)2 . F . K

..(5.16)

3,14 (20)2 x 11,2 x 4 4

= 14067,2 mm3 Volume lubang kopling total

121

VkT = (Vk1 + Vk2 + Vk3) - VkL = 165874,896 14067,2 = 151807,696 mm3

..................................................(5.17)

Berat kopling dapat dihitung dengan mengalikan VkT dengan berat jenis bahan kopling (7,85.10-6). Seperti dibawah ini : Wk = VkT x 7,85 .10-6 ..(5.18)

= 151807,696 x 7,85.10-6 = 1,192 kg

5.1.6. Kontruksi Poros


Poros yang direncanakan dibuat bertingkat, dengan tujuan mempertahankan kekuatan poros serta mencegah bergesernya

komponen-komponen pompa yang terpasang pada poros. Konstruksi poros yang direncanakan dapat dilihat pada gambar (5.4). Sedangkan untuk menghitung berat poros dapat diperoleh dengan cara membagi poros menjadi beberapa bagian untuk berat masing-masing bagian, dapat dihitung dengan menggunakan persamaan: Wpi =

.d1 .Li.
2

..(5.19)

Dimana : Wpi di Li = Berat poros masing-masing bagian (kg) = Diameter poros bagian masing-masing bagian (mm) = Panjang poros masing-masing bagian (mm) = Berat jenis poros (baja karbon) = 7,85x10-3 kg/cm3 = 7,85.10-6 kg/mm3

122

Gambar 5.4. Kontruksi poros


Dengan diketahuinya ukuran-ukuran dan bahan poros, maka masing-masing bagian dapat dihitung : Wp1 =

.(da)2.La.

..(5.20)

3,14 (20)2.60.7,85.10-6 4

= 0,15 kg Wp2 =

.(db)2.Lb.

..(5.21)

3,14 .(20)2.24.7,85.10-6 4

= 0,06 kg Wp3 =

.(d c ) 2 .Lc .

..(5.22)

3,14 .(25)2.117.7,85.10-6 4

= 0,45 kg

123

Wp4 =

.(d d ) 2 .Ld .

..(5.23)

3,14 .(30)2.366.7,85.10-6 4

= 2.03 kg Wp5 =

.(d e ) 2 .Le .

..(5.24)

3,14 .(25)2.117.7,85.10-6 4

= 0,45 kg Wp6 =

.(d f ) 2 .L f .

..(5.25)

3,14 .(20)2.24.7,85.10-6 4

= 0,06 kg Sehingga berat total : Wptotal = Wp1 + Wp2 + Wp3 + Wp4 + Wp5 + Wp6 ..(5.26)

= 0,15 kg + 0,06 kg + 0,45 kg + 2 kg + 0,45 kg + 0,06 kg = 3.,2 kg

5.1.7. Tinjauan Poros Terhadap Bidang Momen


Di dalam perhitungan proses terhadap bidang momen digunakan untuk menghitung besarnya momen lengkung, yang disebabkan oleh adanya poros, impeller dan kopling serta gaya dorong radial yang tidak seimbang yang bekerja pada impeller tersebut. Dengan menganggap beban benda ditengah-tengah poros yang ditinju, maka yang timbul pada kedua bantalan dapat dihitung dari poros untuk masing-masing bagian.

124

Gambar. 5.5. Gaya (beban) yang menumpu pada poros


Keterangan : P1 = Gaya akibat poros (WP1) & kopling = 0,15 kg + 1,192 kg = 1,342 kg P2 = Gaya akibat berat poros (WP2) = 0,45 kg P3 = Gaya akibat berat poros (Wp3) & impeller = 2,03 kg + 1,606 kg = 3,636 kg P4 = Gaya akibat berat poros (Wp4) & impeller = 3,636 kg P5 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg P6 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg P7 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg P8 = Gaya akibat berat poros (Wp5) & impeller = 3,636 kg P9 = Gaya akibat berat poros & cakram penyeimbang = 0,45 kg + 1,45 kg = 1,9 kg

125

Menentukan reaksi pada tumpuan poros :

MB

=0
= - P9 (122) P8 (162,5) P7(223,5) P6(284,5) P5(345,5) P4(406,5) P3(467,5) P2(605) + RA(624) P1(684)

624 RA

= 1,9 (122) + 3,636 (162,5) + 3,636 (223,5)+ 3,636 (284,5) 3,636 (345,5) + 3,636 (406,5) + 3,636 (467,5) + 0,45 (605) + 1,342 (684) = 8294,018 kg 624

= 13,292 kg
MA

=0 = RA + RB P1 P2 P3 P4 P5 P6 P7 P8 P9

Jadi ; RB

= 25,508 kg 13,292 kg = 12,216 kg

Momen lengkung pada poros : MB = MC = 0 MA = - P1 (60) = - 1,342 kg x 60 mm = - 80,52 kg.mm MD = - P1 (83,5) + RA (40) = -(1,342 x 83,5) + (13,292 x 19) = 140,491 kg.mm

126

ME = - P1 (216,5) + RA (156,5) P2 (137,5) = -(1,342 x 216,5) + (13,292 x 156,5) (0,45 x 137,5) = 1727,78 kg.mm MF = - P1 (277,5) + RA (217,5) P2 (198,5) P3 (61) = -(1,342 x 277,5) + (13,292 x 217,5) (0,45 x 198,5) (3,636 x 61) = 2207,484 kg.mm MG = - P1 (338,5) + RA (278,5) P2 (259,5) P3 (122) P4 (61) = -(1,342 x 338,5) + (13,292 x 278,5) (0,45 x 259,5) ((3,636 x 122) (3,636 x 61) = 2465,392 kg.mm MH = - P1 (399,5) + RA (339,5) P2 (320,5) P3 (183) P4 (122) P5 (61) = -(1,342 x 399,5) + (13,292 x 339,5) (0,45 x 320,5) (3,636 x 183) (3,636 x 122) (3,636 x 61) = 2501,504 kg.mm MI = - P1 (460,5) + RA (400,5) P2 (381,5) P3 (244) P4 (183) P5 (122) P6 (61) = -(1,342 x 460,5) + (13,292 x400,5) (0,45 x 381,5) (3,636 x 244) (3,636 x 183) (3,636 x 122) (3,636 x 61) = 2315,82 kg.mm MJ = -P1 (521,5) + RA (461,5) P2 (442,5) P3 (305) P4 (244) P5 (183) P6 (122) P7 (61)

127

= -(1,342 x 521,5) + (13,292 x 461,5) (0,45 x 442,5) (3,636 x 305) (3,636 x 244) (3,636 x 183) (3,636 x 122) (3,636 x 61) = 1908,34 kg.mm MK = RB (122) = 12,216 kg x 122 mm = 1490,352 kg.mm

Gambar. 5.6. Diagram momen lengkung

128

Untuk perhitungan diameter poros dengan mempertimbangkan momen lengkung dan momen puntir dapat ditentukan dengan menggunakan rumus persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 18) sebagai berikut berikut:

5,1 2 2 ds > . (km.M ) + (kt.T ) a


Dimana : ds = Diameter poros

..(5.27)

a = Tegangan geser poros yang diijinkan


= 4,4 kg/mm2 km = Factor koreksi momen lengkung berkisar antara (1,5-2,0) untuk perencanaan diambil = 1,75 M = Momen lengkungan maksimal (MH) = 2501,504 kg.mm kt = Factor koreksi antara (1,0-1,5), diambil 1,25 T = Momen puntir poros (3302 kg.mm)

5,1 2 2 ds . (1,75 x 2501,504) + (1,25 x3302) 4,4 ds 19,105 mm 30 mm 19,105 mm

Dengan demikian harga diameter poros sebesar 30 mm dapat diterima, karena lebih besar dari diameter poros dengan pertimbangan momen lengkung dan momen puntir 19,105 mm.

129

5.1.8. Pemeriksaan Terhadap Sudut Puntir

Untuk pemeriksaan poros terhadap sudut puntir yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan rumus persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 18) sebagai berikut: 0 = 584. Dimana : 0 = Defleksi puntiran T = Momen torsi (3302 kg.mm) G = Modulus geser untuk bahan poros dari baja = 8,3.103 kg/mm2 ds = Diameter poros (30 mm) L = Panjang poros (708 mm) 0 = 584. 3302 x708 8,3.103 x304 TL G.ds 4 ..(5.28)

= 0,20310 Sehingga sudut poros masih dibawah batas harga yang di perbolehkan yaitu lebih kecil dari 0,250 untuk setiap meter panjang poros.
5.1.9. Konsentrasi Tegangan Yang Terjadi Pada Poros

Untuk menentukan tegangan yang terjadi pada poros dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:

130

16 2 . (Cm.M ) + (Ct.T ) 2 ..(5.29) 3 .ds

Dimana : ds = Tegangan geser yang terjadi pada poros (kg/mm2) = Diameter poros (30 mm)

Cm = Factor pembebanan momen lengkung untuk proses yang berputar antara 1,5 sampai 2,0 (diambil 1,75) M = Momen lengkung maksimal yang terjadi pada poros (2501,504 kg mm) Ct = Faktor koreksi beban torsi berkisar antara 1 sampai 1,5 (diambil 1,25) T = = Momen torsi yang bekerja pada poros (3302 kg mm)

16 2 . (1,75 x 2501,504) + (1,25 x3302) 2 3,14.(30)3

= 1,1355 kg/mm2 Kemudian diameter poros dimana impeller terpasang telah diketahui sebesar 30 mm, sedangkan untuk diameter poros fillet besarnya direncanakan dibuat sebesar 25 mm. Untuk harga faktor konsentrasi tegangan pada poros

berongga/bertingkat dengan pengecilan diameter yang diberi jari-jari filet dapat diperoleh dari diagram R.E. Peterson (Sularso dan Suga, 1994 : 11).

131

Gambar. 5.7. Faktor konsentrasi tegangan () untuk pembebanan puntir statis dari suatu poros bulat dengan pengecilan diameter yang diberi filet.

Dan untuk harga jari-jari filetnya adalah : r = D ds ..(5.30) 2 30 25 2

= 2,5 mm Serta untuk perbandingan jari-jari filet (r) dengan diameter poros impeller (dr) adalah : r 2,5 = = 0,0833 ds 30 Selanjutnya kita telah mengetahui untuk perbandingan antara diameter poros bertangga atau bertingkat dengan diameter poros impeller (ds) adalah : 0,0833.

132

Dengan diketahuinya harga-harga perbandingan diatas, maka dapat ditentukan konsentrasi tegangan () adalah 1,35 dari gambar konsentrasi tegangan (Sularso & Suga : 11) Syarat aman yang harus dipenuhi untuk harga konsentrasi tegangan pada poros adalah :

.a =

Sf

. .cb.kt. ..(5.31)

Dimana : a = Tegangan geser yang diijinkan ( 4,4 kg/mm2) Sf2 = Factor korelasi keamanan, (diambil 3) = Konsentrasi tegangan (1,35) = Tegangan geser yang terjadi pada poros (1,1355 kg/mm2)

Cb = Faktor lenturan (1,2-2,3 diambil 1,5) Kt = Faktor korelasi tumbukan (1,5-2,3 diambil 2,3) 4,4 3 1,5 . 2,3 . 1,1355 1,35

9,78 3,1975 (Sularso & Suga : 139) Sehingga poros yang direncanakan untuk poros bertingkat lebih besar dari poros yang mengalami tegangan poros.
5.1.10. Konsentrasi Tegangan Pada Alur Pasak

Untuk menentukan besarnya faktor konsentrasi tegangan yang terjadi pada poros karena adanya alur pasak dapat dilihat pada gambar brikut:

133

Gambar. 5.8. factor konsentrasi tegangan () untuk pembebanan puntir statis suatu poros bulat dengan alur pasak persegi yang diberi filet.

(Sularso dan Suga, 1994 : 9) Impeller dan kopling akan ditetapkan pada poros dengan menggunakan pasak. Oleh karena itu perlu ditinjau juga untuk konsentrasi tegangan yang terjadi karena alur pasak pada poros. Disini akan ditinjau konsentrasi tegangan pada poros dimana impeller tersebut ditempatkan yaitu pada poros yang berdiameter 30 mm. Jari-jari filet untuk alur pasak diambil 0,3 dari referensi poros dan pasak dengan diameter antara 30-38 mm (dapat dilihat pada lampiran untuk ukuran dan alur pasak). impeller adalah: r 0,3 = 0,01 = ds 30 Maka besarnya perbandingan poros

134

Dan akan diperoleh harga faktor konsentrasi tegangan () adalah = 3,2 (dengan > ). Syarat aman yang harus dipenuhi untuk harga konsentrasi tegangan yang terjadi pada alur pasak adalah :

.a =

Sf 2

. .cb.kt.

..(5.32)

Dimana : = 3,2 a = Tegangan geser yang diijinkan (4,4 kg/mm2) Sf2 = Factor korelasi keamanan, dinyatakan dengan harga sebesar (1,3 - 3,0 diambil 3) = tegangan geser terjadi pada poros (1,1355 kg/mm2)

Cb = Factor lenturan (1,2-2,3 diambil 1,5) Kt = Factor korelasi tumbukan (1,5-2,3 diambil 2,3) 4,4 3 1,5 . 2,3 . 1,1355 3,2
3,9175 (Sularso & Suga )

4,125

Sehingga poros yang direncanakan lebih besar dari poros dengan konsentrasi tegangan yang terjadi pada alur pasak. Pasak untuk impeller dan kopling. 1. Pasak impeller Besar gaya tangensial (Ft) pada permukaan poros impeler dapat dihitung menggunakan persamaan : Ft = T (ds / 2) ..(5.33)

135

Dimana : T = Momen rencana dari poros (3302 kg.mm) ds = Diameter poros (30 mm) Ft = 3302 (30 / 2)

= 220,13 kg Ukuran penampang mendatar b x l (mm2) direncanakan = 8 x 7 Ukuran standar alur pasak pada poros (t1) = 4,0 mm Ukuran standar alur pasak pada naf (t2) pasak tirus = 2,4 mm Karena adanya gaya geser tangensial yang bekerja pada permukaan poros, maka harga panjang panjang pasak dapat dicari dengan ketentuan panjang pasak (l) tidak lebih 1,3 dari diameter poros (diambil 30 mm) dengan bahan S55C : l1 30 F bxa 220,13 8 x 4,4 ..(5.34)

30 mm 6,25 mm Koreksi lebar pasak sebaiknya antara 25 35 % dari diameter poros. b 8 = 0,266 = 30 ds 0,25 < 0,266 < 0,35 Koreksi panjang pasak sebaiknya antara 0,75 1,5 dari diameter poros, direncanakan 35 mm.

136

l1 35 = 1,17 = ds 30 0,75 < 1,17 < 1,5 2. Pasak kopling Besar gaya tangensial (Ft) pada permukaan poros kopling dapat dihitung menggunakan persamaan : Ft = T (ds / 2) ..(5.35)

Dimana : T = Momen rencana dari poros (3302 kg.mm) ds = Diameter poros (20 mm) Ft = 3302 (20 / 2)

= 330,2 kg Ukuran penampang mendatar b x l (mm2) direncanakan = 7 x 7 Ukuran standar alur pasak pada poros (t1) = 4,0 mm Ukuran standar alur pasak pada naf (t2) pasak tirus = 3,0 mm Karena adanya gaya geser tangensial yang bekerja pada permukaan poros, maka harga panjang panjang pasak dapat dicari dengan ketentuan panjang pasak (l) tidak lebih 1,3 dari diameter poros (diambil 20 mm) dengan bahan S55C l1 20 F bxa 330,2 7 x 4,4 ..(5.36)

137

20 mm 10,72 mm Koreksi lebar pasak sebaiknya antara 25 35 % dari diameter poros. b 7 = = 0,34 ds 20 0,25 < 0,34 < 0,35 Koreksi panjang pasak sebaiknya antara 0,75 1,5 dari diameter poros, direncanakan 35 mm.
l1 24 = 1,2 = ds 20

0,75 < 1,2 < 1,5


5.1.11. Kotak Paking (Stuffing Box)

Pertama, kita hitung tebal paking dengan persamaan :


S =
ds 2 D ..(5.37) ds , (ds) merupakan diameter poros =

Direncanakan tebal paking 1,5 25 mm S = 1,5 = 1,5

ds
25

= 7,5 mm Kemudian dicari panjang paking dengan persamaan :

h = (4 8) S ..(5.38)
Dalam perencanaan ini panjang paking dipilih 5. S sehingga :

h=5.S

138

= 5 x 7,5 = 37,5 mm Jarak antara penekan paking dengan kotak paking dihitung dengan persamaan :

h1 = 3 x S
= 3 x 7,5

..(5.39)

= 22,5 mm
Diameter kotak paking dihitung dengan persamaan : Dp = ds + (2 . S) = 25 + (2 x 7,5) = 40 mm Dengan menggunakan factor jenis paking a =1 (untuk menset yang tidak perlu ditekan), dan a = 3 (untuk cincin paking yang perlu dipres dengan tekanan letih (P) karena h = 5 . S , maka P = 16 bar = 0,163 kg/mm2. Maka dapat dicari gaya yang diperlukan menekan paking dengan persamaan : Fp = ..(5.40)

(D2 ds2) x P x a

..(5.41)

Dimana : D = Dp (Diameter kotak paking 40 mm) ds = Diameter poros (25 mm) P = Tekanan letih (0,163 kg/mm2) a = Faktor jenis paking (3)

139

Fp =

3,14 (402 252) x 0,163 x 3 4

= 374,27 kg

5.1.12. Tinjauan Poros Terhadap Defleksi


Defleksi (lendutan) pada poros dapat ditentukan secara analitis maupun secara grafis. Dalam perencanaan ini defleksi (lendutan) dapat dihitung dengan cara analitis defleksi (lendutan) pada poros dapat dihitung dengan rumus persamaan (Sularso dan Suga, 1994 : 18) sebagai berikut: Momen inersia pada masing-masing bagian poros : I=

.d 4
64

..(5.42)

IC =

.2 4
64

= 0,785 cm4

ID =

.2,5 4
64

= 1,9165 cm4

IE =

.3 4
64

= 3,974 cm4

IE = IF = IG = IH = II = IJ IK =

.2,5 4
64

= 1,9165 cm4

Defleksi yang terjadi pada poros Y=

P.L2 3..I

..(5.43)

Dimana : P = Beban yang diterima poros (kg)

140

L = Panjang poros (cm) = Modulus elastisitas (2,1 x 106 kg/cm2) I = Momen inersia (cm4) YC = 1,342 x6 2 = 9,77 x 10-6 6 3.x(2,1.10 ) x0,785 0,451x11,7 2 = 5,11 x 10-6 6 3.x(2,1.10 ) x1,9165

YD =

Y E = YF = Y G = YH = Y I = Y J YE =

21,816 x36,6 2 = 1,945 x 10-4 6 3.x(2,1.10 ) x 23,844 1,9 x11,7 2 = 2,154 x 10-5 3.x(2,1.10 6 ) x1,9165
W (kg) 1,342 0,451 21,816 1,9 (cm) 9,77.10-6 5,11.10-6 1,945.10-4 2,154.10-5 W 1,31.10-5 2,306.10-6 4,24.10-3 4,09.10-5 4,3005.10-3 W2 1,28.10-10 1,179.10-11 8,26.10-7 8,82.10-10 8,2669.10-7

YK =
Titik C D E K Jumlah ()

Tinjauan terhadap putaran kritis poros Untuk menghitung putaran kritis poros dapat ditentukan dengan persamaan : NC =

60 981 2

WY WY 2

..(5.44)

Dimana :

141

NC = Putaran kritis poros pompa (Rpm) g = Percepatan gravitasi (981 cm/s)

W = Wp gaya yang menumpu poros (kg) Y NC = = Defleksi pada bagian-bagian poros (cm)
4,3005 x10 3 8,2669 x10 7

60 981 2

= 21539,6158 Rpm Kecepatan operasi poros harusnya minimal 20 % dari harga putaran kritis : NC = NC x 0,2 = 21539,6158 x 02 = 4307,8 Rpm Dengan demikian poros haruslah tidak beroperasi lebih dari 4307,8 rpm. Sehingga dalam perencanaan pompa ini dengan kecepatan operasinya 2950 rpm adalah aman.
5.2. Perencanaan Bantalan

Bantalan adalah suatu elemen mesin yang fungsinya untuk menumpu poros terbeban, sehingga putaran atau gerakan dapat berlangsung secara halus, aman dan berumur panjang. Bantalan harus cukup kokoh untuk menumpu poros atau elemen mesin lainya. Jika bantalan tidak berfungsi dengan baik maka kerja seluruh sisitem akan menurun atau tidak dapat bekerja dengan baik.

142

Bantalan yang dugunakan harus mampu menahan beban aksial dan beban radial, maka dalam perencanaan ini dipilih bantalan gelinding. Dan dalam perencanaan ini jenis bantalan yang digunakan adalah bantalan gelinding peluru dengan sudut kontak.dipilihnya bantalan selain dapat beroperasi pada putaran tinggi, juga mampu menahan potensial dan gaya radial yang besar dengan gesekan yang kecil.bantalan ini termasuk roling kontak bearing yang menggunakan bola-bola speris atau bermacam-macam tipe roller yang di letakan diantara elemen yang diam.bantalan jenios ini mempunyai beberapa keuntungan diantara nya : 1. rugi-rugi gesekan kecil 2. ukuran nya lebih kecil 3. konsumsi minyak rendah 4. pengoperasian nya lebih mudah 5. umurnya lebih lama jika pemilihan ukuran dan tipe bantalan dilakukan secara benar

Tabel. 5.2. Bantalan Untuk Permesinan Serta Umurnya

143

(Sularso dan Suga, 1994 : 137) Dengan memperhatikan table 5.2. maka bantalan di rencanakan berumur antara 40000 60000 jam. Dan untuk pemilihan jenis bantalan, bantalan yang direncanakan adalah jenis bantalan gelinding atau bantalan bola maupun sendiri batas ganda.dengan ketentuan pemilihan disarankan atas diameter poros untuk tempat bantalan. Untuk bantalan dengan diameter poros sebesar 20 mm, maka bantalan yang di pilih adalah bantalan bola sudut no 6004 04ZZ (Sularso dan Suga, 1994 : 145) dengan ukuran-ukuran sebagai berikut : D = diameter luar bantalan = 42 mm d = diameter dalam bantalan = 20 mm B = lebar bantalan =12 mm C = kapasitas nominal dinamis spesifik = 735 kg C0 = kapasitas nominal dinamis spesifik =465 kg X = paktor beban radial; untuk baris tunggal = 0,56 Y = faktor beban aksial baris tunggal = 1,49

144

Jadi untuk menentukan beban equivalen dinamis bantalan radial dapat di tentukan dengan menggunakan rumus (Sularso dan Suga, 1994 :135) sebagai berikut:

Gambar. 5.9. Dimensi Bantalan Bola Alur Dalam

Pr = X.V.Fr + Y.Fa Dimana :

..(5.45)

Pr = Beban ekuivalen dinamis X = Faktor beban radial untuk baris tunggal = 0,56 V = Beban datar pada cermin dalam (1) Fr = Gaya radial pada bantalan = 16,45 kg Y = Faktor beban aksial untuk baris tunggal = 1,49 Fa = Gaya aksial pompa = 26,05 kg Sehingga : Pr = 0,56. 1 . 16,45 + 1,49 . 26,05 = 48,03 kg

145

Untuk menentukan faktor kecepatan bantalan dapat di tentukan dengan menggunakan persamaan berikut ini :
33,3 fn = n Dimana : fn = Factor kecepatan bantalan n = Putaran poros pompa (2950 rpm)
33,3 fn = 2950
1 3 1 3

..(5.46)

= 0,224

Dan untuk menentukan factor umur bantalan dapat ditentukan dengan menggunakan persaman: fh = fn. C P ..(5.47)

Dimana : fh = Factor umur bantalan fn = Factor kecepatam bantalan (0,227) C = Kapasitas normal dinamis spesifik (735 kg) P = Pr (Beban ekuivalen dinamis 48,03 kg) fh = 0,227. = 3,47 Jadi untuk menentukan umur nominal bantalan dapat ditentukan dengan persamaan : Lh = 500 fh3 ..(5.48) 735 48,03

146

= 500 x (3,47)3 = 20890,96 jam Dengan perbaikan besaran dalam mutu bantalan karena tuntutan keandalan yang lebih maka bantalan modern direncanakan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan : Ln = a1.a2.a3.Lh Dimana : Ln = Keandalan umur a1 = Faktor keandalan = 90 % (a1 = 1) a2 = Faktor bahan (baja tempa) =3 a3 = Faktor kerja (kondisi normal) =1 Lh = umur nominal bantalan (20890,96 jam) Ln = 1 x 3 x 1 x 20890,96 = 62672,88 jam Dimana bantalan untuk pompa, umur bantalan berkisar antara 40.00060.000 jam.
Pelumasan Bantalan

..(5.49)

rendah. Penggunaan gemuk sebagai pelumas karena lebih mudah dalam Dalam berbagai posisi bantalan, terutama posisi banataln yang miring atau tegak. Tujuan dari pelumasan adalah untuk menghindari

147

kontak langsung antara permukaan-permukaan yang berputar. Kontak langsung ini dapat dihindari karena adanya lapisan tipis dari pelumas pada pada permukaan tersebut. Dengan demikian laju keausan dapat diperlambat serta timbulnya korosi dapat dicegah. Selain tiu

pelumasan juga dapat mencegah masuknya kotoran atau debu. Cara pelumasan yang biasa digunakan untuk semua jenis bantalan bola dan bantalan roll adalah pelumasan gemuk dan pelumasan minyak. Pelumasan gemuk biasanya digunakan pada kecepatan

perencanaan ini dipilih pelumasan gemuk.

148

149

148

BAB VI EFISIENSI, KAVITASI DAN KARAKTERISTIK POMPA

6.1. EFISIENSI Setiap rugi-rugi yang timbul pada pompa aakan selalu berdampak pada turunnya efisiensi pompa. Rugi-rugi yang terjadi pada pompa sentrifugal biasanya disebabkan adanya kebocoran, turbulensi aliran, gesekan pada bantalan, gesekan pada impeller, serta bagian lainnya yang berputar. Sehingga besarnya efisiensi pompa dipengaruhi oleh hal-hal berikut: 1. Rugi-rugi hidroulis akibat adanya rugi-rugi dalam aliran turbulen dan gesekan. 2. Rugi-rugi mekanis akibat gedekan pada bantalan dan paking 3. Rugi-rugi gesekan pada impeller 4. Rugi-rugi kebocoran Jumlah kerugian secara total dapat dilihat pada efisiensi totalnya. Efisiensi total pompa (over all efisiensi) adalah hasil kali dari efisiensi mekanis , efisiensi hidolis dan efisiensi volumetric. 6.1.1. Efisiensi volumetric Efisiensi volumetric sangat dipengaruhi oleh besarnya kebocoran yang terjadi dalam pompa. Kebocoran ini dapat berupa fluida yang sudah mengalami pemompaan namun kembali lagi ke sisi isap melewati celah antara komponen yang berputar dengan komponen yang diam dari pompa yang akhirnya terpompa lagi. 148

149

Kerugian volumetric dapat dilihat dari harga volumetrisnya yang merupakan perbandingan antara kapasitas pemompaan dengan kapasitas aliran yang melalui impeller. Besarnya efisiensi volumetric (v) dicari dengan menggunakan persamaan rumus (Stepanoff, 1957 : 37):sebagai berikut

v =

Q Q1

(6.1)

Dimana : Q = kapasitas (0,0064 m3/s)

Q1 = kapasitas aliran fluida dengan kebocoran ( 0,0071 m3/s) Sehingga diperoleh :

v =

0,0064 0,0071

= 0,902
6.1.2. Efisiensi hidrolis

Kerugian hidrolis disebabkan adanya rugi-rugi aliran dalam pompa akibat adanya turbulensi atau karena adanya gesekan. Jumlah kerugian hidrolis dapat dilihat dari besarnya efisiensi hidrolis yang merupakan perbandingan antara head total pompa sesungguhnya dengan head teorotis. Efisiensi hidrolis (h) dirumuskan:

h =

H Hth

....(6.2)

Hth = head teoritis pompa (m )

150

U 2 .C u 2 C1 .Cu1 g

1,

; sudut = 900 sehingga Cu1 = 0

U 2 .C u 2 g

20,079.12,397 9,81

= 23,134 Karena head yang digunakan adalah head pertingkat H =15 m = 47 ft Sehingga diperoleh:

h =

15 23,134

= 0,65
6.1.3. Efisiensi mekanis

Rugi-rugi mekanis meliputi rugi-rugi gesekan pada bantalan serta gesekan pada kotak packing. Sulit untuk menentukan besarnya rugi-rugi mekanis secara tepat. Sehingga daya yang digunakan untuk mengatasi rugi-rugi ini di ambil 2% - 4% dari daya kuda. Jika kita ambil daya yang digunakan untuk mengatasi rugi-rugi pada bantalan packing adalah 2%, maka besarnya daya ini (hpm) adalah: Hpm = 0,02 x 10 = 0,2 Besarnya daya yang digunakan untuk mengatasi gesekan pada impeller dirumuskan dengan persaman:

151

n 5 Hpdf = 0,16. . ( .d ....(6.3) 1000 Dimana :

= Berat jenis fluida (950,6 kg/m3)


n = Putaran poros (2950 rpm) d2 = Diameter luar impeller (0,130 m) Sehingga diperoleh : 2950 5 Hpdf = 0,16.950,6. .0,130 1000

= 0,145 Hp Efisiensi mekanis dirumuskan:

m =

bhp H pdf hpm bhp

....(6.4)

Dimana : bhp = Daya kuda rem (10 hp) hpdf = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan pada impeller (0,70 Hp) hpm = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan pada bantalan ( 0,2 Hp) Sehingga diperoleh:

10 0,145 0,2 10

= 0,96

152

Efisiensi total pompa di peroleh dengan mengalikan evisiensi volumetric, efisiensi hidrolis dan efisiensi mekanis:

t = v x h x m

....(6.5)

= 0,902 x 0,65 x 0,96 = 0,56


6.2. KAVITASI

Kavitasi adalah gejala menguapnya zat cair yang sedang mengalir, karena tekanan berkurang dibawah uap jenuh. Misalnya air pada tekanan atmosfer akan mendidih dan menjadi uap pada temperature 1000 c. Tetapi jika tekanan direndahkan , maka air akan mendidih pada temperatur yang lebih rendah. Jika tekanannya cukup rendah, pada temperetur kamar pun air dapat mendidih. Apabila zat cair mendidih, maka akan timbul gelembung-gelembung uap zat cair. Hal ini dapat terjadi pada zat cair yang sedang mengalir di alam pompa maupun didalam pipa. Tempat-tempat yang bertekanan rendah atau berkecepatan tinggi didalam aliran, sangat rawan terhadap terjadi kavitasi pada pompa misalnya, bagian yang mengalir kapitasi adalah pada sisi isap, kavitasi akan timbul bila tekanan isap terlalu rendah. Jika pompa mengalami kavitasi, maka akan timbul berisik dan getaran. Selain itu performansi pompa akan menurun secara tiba-tiba, sehingga pompa tidak dapat bekerja dengan baik. Bila pompa dijalankan dalam keadaan

kavitasi secara terus menerus maka permukaan dinding saluran sekitar aliaran akan mengalami kerusakan.

153

Kavitasi merupakan peristiwa perubahan fase dari zat cair menjadi uap yang disebabkan turunnya tekanan absolut zat cair sampai dibawah tekanan uap jenuhnya. diantaranya: 1. Jarak isap dengan zat cair yang dihisap dibuat sedekat mungkin. 2. Mengusahakan agar permukaan impeller sehalus mungkin terutama pada daerah dekat dengan sisi zat cair. 3. NPSH yang tersedia harus lebih besar dari NPSH yang dibutuhkan 4. Harus diusahakan membuat sudu yang mencukupi agar dapat memberikan pengaruh zat baik dan menjaga tekanan cairan pada sudu-sudu tetap rendah
6.2.1. (NPSH) Net Positif Suction Head

Untuk itu ada bebebrapa cara untuk pencegahan kavitasi,

Seperti telah duiraikan didepan bahwa kavitasi akan terjadi apabila tekanan statis suatu aliran zat cair turun sampai dibawah tekanan uap jenuhnya, untuk menghindari kavitasi, harus diusahakan agar tidak ada suatu bagian pun dari aliran di dalam pompa yang mempunyai tekanan statis lebih rendah dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur yang bersangkutan. Terjadinya kavitasi berkaitan dengan kondisi pompa pada sisi isap. Tekanan isap minimum yang dimiliki pompa sehingga mampu memasukan cairan kepompa disebut NPSH. NPSH dipengaruhi oleh hal-hal sebagai berikut: 1. Tekanan absolute pada permukaan cairan yang dipompa

154

2. Tekanan uap jenuhnya pada permukaan cairan yang dipompa 3. Ketinggian permukaan cairan pada poros pompa 4. Kerugian yang disebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa. NPSH dibedakan menjadi NPSH yang tersedia yang ditentukan oleh system atau instalasi pemompaan serta NPSH yang dibutuhkan oleh pompa yang ditentukan oleh pembuat pompa. Agar dapat bekerja tanpa terjadinya gangguan kavitasi; maka pemompaan harus beroperasi pada kondisi dimana: NPSH yang tersedia > NPSH yang dibutuhkan 1. NPSH yan tersedia NPSHA = Dimana : Pa = Tekanan mutlak dalam daerator = 1.5 atm = 151.95 kpa (1 atm = 101,3 kpa) = 15498 kgf/m2 (1 atm = 10332,3 kgf/m2) Pv = Tekanan uap jenuh pada temperatur 1100 = 1,5289 kgf/cm2 = 15289 kgf/m2 Pa

Pv

Hs Hls

....(6.6)

= 0,9506 kg/l = 950,6 kg/m3

Hs = Kerugian permukaan yang diisap (7 m)

155

Hls = hs (Kerugian yang di sebabkan oleh gesekan atau turbulensi aliran dalam pipa isap, antara permukaan cairan hingga kepompa = 0,253 m) NPSHA = 15489 15289 - (-7) 0.253 950.6 950.6

= 6,9574 m = 22,82 ft
6.2.2. NPSH yang dibutuhkan

Tekanan terendah dalam pompa biasanya terjadi pada titik-titik disekitar sisi masuk sudu impeller. Tekanan pada titik ini lebih rendah dari tekanan pada lubang isap pompa karena adanya kerugian head pada nozel isap serta kenaikan kecepatan aliran karena luas penampang yang mengecil. Selanjutnya pennguapan cairan tidak akan terjadi jika tekanan masuk pompa dikurangi dengan penurunan tekanan didalam pompa lebih besar dari tekanan uap jenuh cairan pada temperatur operasi. Besarnya penurunan head dalam pompa yang disebut dengan NPSH yang dibutuhkan pompa yang besarnya ditentukan oleh pabrik pembuat pompa melalui pengujian pompa sebenarnya. Meskipun demikian kita memperkirakan besarnya NPSH yang dibutuhkan (NPSHR) dengan persamaan: NPSHR = x H Dimana : = koefisien kavitasi thoma ........(6.7)

156

H = head total pompa (282.2 ft) Untuk menghitung nilai koefisien kavitasi thoma dapat

menggunakan bilangan kecepatan spesifik isap (S). Untuk pompa bertingkat banyak tekanan tinggi (hisapan tunggal) harga S berkisar 5500 sampai 7500 (Austin H. Churc, 1944 : 82) diambil 7500, sehingga nilai koefisien kafitasi Thoma :
n = s S
4/3

....(6.8)

Dimana : S = Kecepatan spesifik hisap 7500 rpm Ns = Kecepatan spesifik pompa Ns =


n Qtp H
3 4

Dimana : N = Putaran motor (2950 rpm)

Qtp = Kapasitas (0,0064 m3/s = 101,4 gpm) H = Head total pompa (86 m = 282,2 ft) Ns =

2950 101,4 282,2


3 4

= 431,4 rpm

Sehingga nilai koefisien kvitasi thoma adalah :


431,4 = 7500
4/3

= 0.022

Koefisien kavitasi thoma juga dapat dicari dengan gambar berikut :

157

Gambar. 6.1. Batas batas kavitasi operasi pompa (Austin H. Churc, 1994 :82)

Sehingga NPSHR = x H = 0.022 x 282.2 = 6,2084 ft = 1,909 m Maka didapatkan NPSHA > NPSHR yaitu 22,82 ft > 6,2 ft, pada perencanaan ini pompa bekerja dengan baik tanpa mengalami kavitasi.
6.3. KARAKTERISTIK POMPA

Karakteristik pompa yaitu grafik yang menunjukan hubungan antara head (H), Brake Horse Power (BHP) dan efisiensi () terhadap kapasitas pompa (Q) pada putaran kerja yang konstan. Pada kenyataanya karakteristik pompa hanya dapat diperoleh dari percobaan yang dilakkan pada pompa tersebut, akan tetapi secara teoritis karakteristik pompa dapat diperoleh dengan perhitungan sesuai dengan persamaan dan dapat dipakai sebagai karakteristik pompa yang diperoleh dari hasil percobaan.

158

6.3.1. Karakteristik Pompa Hubungan Antara Head Dengan Kapasitas

1. Head Eulers (Ht) dengan kapasitas Dalam hubungan dengan head yang menggambarkan pompa ideal dengan mengabaikan kerugian-kerugian pada pompa tersebut, dengan asumsi sebagai berikut : a. Jumlah sudu tidak terbatas b. Tebal sudu diabaikan c. Aliran fluida merata dan gesekan relative kecil Head Eulers disebut juga head ideal, dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut: (Fritz Dietzel, hal 311)
H t = U2 Q Cotg 2 U 2 ....................................................(6.9) g d 2 b2

Dimana: U2 = Kecepatan sisi keluar tangensial (20,079 m/s) = 2 = Sudut keluar sudu 230 = Diameter sisi keluar impeller (130 mm = 0,13 m) = Lebar sudu keluar (0,009108 m) = Percepatan gravitasi (9,81 m/s2)

d2 b2 g Maka:
H t

20,079

Qv 2,3558 20,079 9,81 0,13 3,14 0,009108

= 41,097 1296,9 Qv Untuk:

159

Qs = o m3/s maka didapat H t = 41,097 m Qs = 0,0064 m3/s maka didapat H t = 32,797 m 2. Head teoritis (Htz) dengan kapasitas Head teoritis merupakan head yang telah dipengaruhi oleh fenomena sirkulasi aliran yang belum dimasukkan dalam asumsi ideal head Eulers. Head teoritis ini dinyatakan dengan rumus : (Khetagurov
M, Marine Auxiliary Machine And System, 1968 ; 267 ) H tz = H t K 2Cu ..(6.10)

Dimana: K2Cu = factor koefisien sirkulasi (0,6 - 0,8 diambil 0,8) Htz = 0,8 (41,097 1296,9 Qv) = 32,88 1037,52 Qv Qs Qs = 0 m3/s maka didapat Htz = 32,88 m = 0,0064 m3/s maka didapat Htz = 26,24 m

3. Head aktual (Hakt) dengan kapasitas Head aktual merupakan head yang dihasilkan oleh pompa. Head ini dapat ditentukan dengan head teoritis (Ht) dan kerugian hidrolis (Hh). Kerugian hidrolis meliputi kerugian kejut (shock lossed), kerugian turbulensi, kerugian gesekan. Head aktual dapat dinyatakan dengan rumus: (B. Nekrasov, hal 193) Hakt Dimana: Htz = Head teoritis (26,24 m) = Htz h ..(6.11)

160

Hakt= Head actual (15 m pertingkat) h = hfd + hsh (kerugian hidrolis)

Kerugian hidrolis yang meliputi kerugian kejut, kerugian turbulensi dan kerugian gesek dinyatakan dengan rumus: h = hfd + hsh Dimana: hsh = Kerugian kejut turbulensi (m) hfd = Kerugian gesek (m)

Maka: Hakt 15 = Htz h = 26,24 (hfd + hsh)

(hfd + hsh) = 26,24 15 = 11,24 m Kondisi terbaik dari suatu pompa adalah pada saat kerugian hidrolis minimum, kondisi ini disebut Best Efficiency Point (BEP). Suatu pompa dalam keadaan BEP apabila pompa tersebut beroperasi pada efisiensi yang tinggi dan keadaan tersebut dicapai apabila hfd = hsh karena kondisi ini kerugian hidrolis minimum, menjadi: hfd = hsh = 11,24 = 5,62 m 2

Sehingga kerugian head akibat gesekan dan putaran (hfd) pada kapasitas (Qs), adalah: (M. Khetagurov, hal 267)

161

Q hfd = (1 - hm ) Hn Q n

2 =K.Q

..(6.12)

Dimana: K = Konstanta gesekan Q = Kapasitas pompa (0,0064 m3/s) Maka: hfd = K . Q2 K = 5,62 (0,0064)2

= 137207,03 Untuk kapasitas pompa yang bervariasi, kerugian head karena gesekan menjadi hfd = 137207,03 Kerugian head karena kejutan (hsh) adalah: (M. Khetagurov, hal 267) hsh =
d K sh U 2 .K 2 C u . 2 U 1+ 2.g d3 Dimana: Ksh = Faktor rugi kejutan sisi masuk (0,6 0,8 diambil 0,7) hsh = Kerugian head karena kejutan (5,62 m) U1 = Kecepatan sisi masuk impeller (10,6 m/s) U2 = Kecepatan sisi keluar impeller (20,079 m/s) K2Cu= Koefisien sirkulasi (0,6 0,8 diambil 0,8) d2 = Diameter sisi keluar impeller (130 mm = 0,13 m) d3 = Diameter lidah volut (2 x Rt); dimana Rt = 66,95 mm Q 1 Q x n
2

..(6.13)

162

= 2 x 66,95 mm = 0,1339 m Q = Kapasitas aliran pompa (0,0064 m3/s) Qn = Kapasitas aliran saat hsh (saat terjadi kejutan m3/s) Maka: 5,62
2 2 0,7 0,13 0,0064 2 = x (0,6 ) + 20,079 x0,8 x 1 Q 2.9,81 0,1339 n 2

5,62

0,0064 = 12,68 1 Q n

5,62 0,0064 = 1 12,68 Qn 0,68 = 1 0,0064 Qn

0,0064 = 1 0,68 Qn Qn = 0,020 m3/s

Dengan demikian untuk kapasitas yang bervariasi, kerugian head karena kejutan adalah:

Q hs = 12,68 1 var iasi 0,020

besarnya kerugian head karena kejutan dengan kapasitas yang bervariasi ditentukan dengan menggunakan tabel dibawah ini.

163

Tabel 6.1. Karakteristik pompa hubungan antara head eullers, head teoritis, head actual dengan kapasitas aliran bervariasi Q (m3/dt) Ht (m) Htz (m) hfd (m) hsh (m) h (m) HAkt (m)

0 0.00167 0.00214 0.00321 0.00428 0.00535 0.00640 0.00747 0.00854 0.00961

41.097 40.403 39.709 39.015 38.321 37.628 36.947 36.253 35.559 34.865

32.88 32.325 31.769 31.215 30.659 30.104 29.56 29.005 28.449 27.894

0 0.203 0.814 1.831 3.256 5.087 7.3 9.92 12.962 16.414

9.13 8.796 8.469 8.147 7.832 7.523 7.23 6.929 6.639 6.355

9.13 8.999 9.283 9.978 11.088 12.61 14.53 16.847 19.601 22.769

23.75 23.326 22.486 21.237 19.571 17.494 15.03 12.158 8.848 5.125

45 40 35 Head (M) 30 25 20 15 10 5 0 0 0.002 0.004 0.006 Kapsitas M^/s Ht (m) Htz (m) HAkt (m) 0.008 0.01 0.012

Gambar 6.2. Kurva karakteristik pompa hubungan antara head actual, head teoritis, head eullers dengan aliran kapasitas bervariasi

164

6.3.2 Kurva Head Kapasitas Pompa & Sistem

Kurva head kapasitas dari pompa menyatakan kemampuan untuk menentukan head (H) yang besarnya tergantung kapasitas laju aliran. Pada kurva head kapasitas ini merupakan head actual pompa, sedangkan head system yaitu head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair melalui system pipa yang besarnya sama dengan head untuk mengatasi kerugian gesek ditambah dengan hal statis system. Nilai kerugian head pompa pipa diambil dari persamaan aliran (V) yang bervariasi terhadap kapasitas laju aliran dalam pipa. Besarnya kerugian head sepanjang pipa hisap, pipa tekan dan head system seperti terlihat dalam table 6.2.
Tabel 6.2. Hubungan antara jumlah head isap, head tekan dan head statis dengan head system.

Kerugian head isap & tekan hs (m) 0 0.0506 0.1012 0.1518 0.2024 0.2530 0.3036 0.3542 0.4048 hd (m) 0 0.2154 0.4307 0.6461 0.8615 1.0769 1.2923 1.5077 1.7230

Jumlah kerugian head isap & tekan (m) 0 0.2659 0.5319 0.7979 1.0639 1.3299 1.5959 1.8619 2.1278

165

Kerugian head isap & tekan (m) 0 0.2695 0.5319 0.7979 1.0639 1.3299 1.5959 1.8619 2.1278

Head statis ha (m) 5 5 5 5 5 5 5 5 5

hp
(m) 78.9 78.9 78.9 78.9 78.9 78.9 78.9 78.9 78.9

Head system hsis (m) 83.9 84.2 84.4 84.7 84.9 85.2 85.5 85.8 86

H (m) 142.5 139.21 132.3 121.8 107.8 90 69.3 44.6 16.4

160 140 120 100 80 60 40 20 0 0 0.002 0.004 0.006 0.008 0.01 Kapasitas (M^3/s) Head system hsis (m) H (m)

Gambar 6.3. Kurva karakteristik hubungan antara head actual dengan head system

Head (m)

166

6.3.3. Kurva karakteristik BHP dan kapasitas

Karakteristik brake horse power terjadap kapasitas (BHP dan Q) dan efisiensi terhadap kapasitas ( dan Q) dalam perhitungan ini diambil contoh, yaitu untuk harga kapasitas (Q) = 0,0064 m3/s, maka akan diperoleh besaran-besaran sebagai berikut:
Ht = 221.682 m

Htz = 177.36 m H = 86 m Apabila pompa dioperasikan pada putaran konstan dan kapasitas pompa yng diubah-ubah, maka akan di ikuti oleh perubahan daya (bhp) dan efisiensi (op). untuk menghitung harga BHP dapat ditentukan
dengan rumus:

BHP = FHP + HPL +HPDF +HPHV +HPM

..................(6.14)

(Church, Pompa dan Blower Sentifugal, 1993 ; 35)


Dimana: BHP = Brake Horse Power (Hp) FHP = WHP = Fluida Horse Power (Hp) HPL = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi kebocoran (Hp) HPDF= Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi gesekan air antara impeler dan rumah pompa Hp) HPHV = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi kerugian hidrolis (Hp)

167

HPM = Daya yang dibutuhkan untuk mengatasi kerugian mekanis (HP)


6.3.3.1. Fluida Horse Power (FHP)

FHF = WHP =
Dimana:

.Qs.H
75

..(6.15)

Qs = kapasitas yang dapat di ubah-ubah = Berat jenis air = 950,6 kg/m3 H = Head untuk karakteristik pompa = 86 m Untuk : Kapasitas (Q) = 0,0064 m3/s Maka : FHP = 950,6 x0,0064 x86 75

= 6,976 Hp

6.3.3.2. Daya untuk mengatasi kebocoran (HPL)

H PL =

QlxH L 75

..(6.16)

Dimana: QL = Kapsitas kebocoran = (2% - 10% x 0,0064 m3/s) Htz = Head teoritis = 29,56 m

168

= Berat jenis air = 950,6 kg/m3

Maka : HPL = 0,00032 x950,6 x177,36 = 0,72 Hp 75

6.3.3.3. Daya Untuk Mengatasi Ggesekan HPDF

U D HPdf = 1,83 x 2 x 2 ..(6.17) 100 10 (Church: 34) Dimana: U2 = 20,079 m/dt = 65,87 ft/dt (1 m/dt = 3,2808 ft/dt) d2 = 0,13 m = 5,12 in (1 meter = 39,37 in) 65,87 HPDF = 1,83 100
3

5,12 = 0,14 Hp 10

6.3.3.4. Daya Untuk Mengatasi Kerugian Hidrolis (HPHV)

HPHV =

Qsx (h fd + hsh ) 75

..(6.18)

Dimana: Qs = Kapasitas pompa yang bervariasi = Berat jenis air = 950,6 kg/m3 hfd = kerugian head akibat adanya gesekan dan terjadinya pusaran (6,4614 m) hsh = kerugian head akibat kejutan/shick (1,518 m) Untuk:

169

Qs = 0,0064 m3/s Maka : HPHV = 0,0064 x950,6 x(6,4614 + 1,518) 75

= 0,65 Hp
6.3.3.5. Daya Untuk Mengatasi Kerugian Mekanis (HPM)

Besarnya daya untuk mengatasi kerugian mekanis berkisar antara 2% - 4% dari Brake Horse Power (BHP) (Austin H Church, hal 32). Sehingga dalam perencanaan ini diambil 2,1% dari harga BHp. HPM =2,1% x BHP
6.3.3.6. Brake Horse Power (BHP)

Besarnya Brake Horse Power (BHP) pada kapasitas Qs = 0,0064 m3/dt, dihitung menggunakan persamaan (6.9) BHP = FHP + HPL + HPDF HPHV + HPM ..(6.19) = 6,976 +0,72 + 0,65 + 0,14 + 0,021 (BHP) 0,979 BHP = 8,507 BHP = 8,689 Hp Sehingga kerugian daya untuk mengatasi rugi-rugi mekanis (HPM) dengan menggunakan persamaan (7.14) HPM = 0,021 x 8,689 = 0,1825 Hp = 2 Hp

170

6.3.3.7. Efisiensi Pompa

Efisiensi pompa yang terjadi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:


op =

Fhp BHP

x100%

..(6.20)

Dimana: FHP = 6,976 Hp BHP = 8,689 Hp Maka :


op =

6,976 x100% 8,689

= 80,55 %
Tabel 6.3. Harga dari BHP dan op pada setiap kapasitas

Qs (m
3/s)

Whp (Hp) 0 2.616 3.706 4.792 5.886 6.976 8.066

HPL
(Hp)

HPDF (Hp) 0.137 0.137 0.137 0.137 0.137 0.137 0.137

HPHV (Hp) 0 0.243 0.344 0.445 0.546 0.65 0.748

Bhp (Hp) 0.137 3.336 4.667 5.998 7.33 8.69 9.99

op

0. 0.0024 0.0034 0.0044 0.0054 0.0064 0.0074

0 0.2697 0.382 0.494 0.6069 0.72 0.83

0 0.7842 0.7941 0.7993 0.803 0.8055 0.815

171

Gambar 6.4. Grafik Whp dan BHP dari kapasitas bervariasi


12 10 8 Hp 6 4 2 0 0 0.005 Q M^3/s 0.01 Whp (Hp) Bhp (Hp)

172

BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN

7.1. Kesimpulan Dalam setiap pemilihan suatu pompa haruslah terlebih dahulu diketahui jenis fluida yang akan dialirkan, kapasitas aliran dan head yang diperlukan untuk mengalirkan zat cair yang akan dipompa. Dengan ketepatan pemilihan pompa yang sesuai dengan penggunaan tentunya dapat diberikan efisiensi dalam segala hal, baik dari segi ekonomi, waktu maupun kelancaran pemompaan. Selain dengan ketepatan pemilihan pompa, hal yang perlu diperhatikan agar pompa dapat bekerja dengan baik, perlu diperhatikan pula tentang instalasi pompa. Instalasi pompa yang dimaksud disini adalah meliputi letak pompa, perpipaan, katup dan tangki tekan. Untuk itu diharapkan dalam perancangan pompa sentrifugal untuk memindahkan air dari bak sterilisasi ke bak pengisian pada Tugas Akhir ini biar menghasilkan sebuah perancangan pompa yang dapat bekerja dengan baik dan efisien. Dalam kesimpulan ini disajikan hasil perhitungan perhitungan pokok pada perancangan pompa sebagai berikut : Spesifikasi pompa: Jenis pompa Fluida kerja Head total Kapasitas = Pompa sentrifugal enam tingkat = Air tawar = 86 m = 20 ton/jam 172

173

Putaran Daya motor penggerak Efisiensi Volumetris Efisiensi Hidrolis Efisiensi Mekanis Efisiensi Total Komponen pompa sentrifugal ; 1. Impeller Bahan Diameter poros (ds) Diameter masuk (d1) Diameter keluar (d2) Lebar sisi masuk (b1) Lebar sisi keluar (b2) Sudut sisi masuk (1) Sudut sisi keluar (2) Jumlah sudu Tebal sudu (s) Type sudu 2. Poros Bahan Kekuatan tarik (t) Tegangan lentur

= 2950 rpm = 10 hp = 90.2 % = 65 % = 96 % = 56 %

= Bronze = 30 mm = 68.69 mm = 130 mm = 15 mm = 9.108 mm = 18o = 23o = 7 buah = 2,5 mm = Singel curvature

= Baja karbon (S 55 C), JIS G 4501) = 66 kg/mm2 = 4.4 kg/mm2

174

Diameter (da) Diameter (db) Diameter (dc) Diameter (dd) Diameter (de) Diameter (df) Panjang 3. Kopling Jenis

= 20 mm = 20 mm = 25 mm = 30 mm = 25 mm = 20 mm = 708 mm

= JIS G 5101 (SC42) = Kopling flens luwes

Bahan Diameter luar kopling Diameter poros kopling

= Baja karbon cor = 112 mm = Minimal 20 mm = Maksimal 25 mm

Jumlah baut Diameter baut 4. Bantalan Nomor bantalan Jenis Diameter dalam Diameter luar (D) Lebar bantalan (B)

= 4 buah = 10 mm

= 6004 (SUJ5) = Bantalan gelinding alur dalam = 20 mm = 42 mm = 12 mm

175

5. Pasak Pasak kopling Jenis = JIS G 4501 (S55C) = Baja karbon Kekuatan tarik Ukuran nominal Ukuran standar Pasak impeller Jenis = JIS G 4501 (S55C) = Baja karbon Kekuatan tarik Ukuran nominal Ukuran standar 6. Kavitasi NPSH yang diperlukan NPSH yang tersedia = 1.909 m = 6.9574 m = 66 kg/mm2 = 7 x 7 mm = 7 mm = 66 kg/mm2 = 8 x 7 mm = 8 mm

7.2. Saran Dalam pemasangan dan pengoperasian pompa sentrifugal, harus diperhatikan hal hal sebagai berikut : 1. Sumber listrik Data terperinci dari tegangan (volt), fasa dan frekuensi terdapat pada data teknis motor. Data ini harus sesuai dengan sumber listrik yang digunakan.

176

2. Kabel Lindungi kabel dari benda-benda yang dapat merusak kabel (terkelupas). Kabel sebaiknya diletakkan pada kolom dengan plastik diatas dan dibawah flens atau socket. 3. Pemasangan pompa Pompa harus diletakkan sedekat mungkin dengan tadah isap, posisinya harus sedimikian rupa hingga tidak memerlukan terlalu basnyak belokan pada pipa isap.

Anda mungkin juga menyukai