Anda di halaman 1dari 24

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta. Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Padilla CD, Therrell BL. Newborn Screening in the Asia Pacific Region. J. Inherit Metab Dis. 2007

Interrnational Atomic Energy Agency (IAEA). Screening of newborns for congenital hypothyrodism.. Guidance for developing programmes. IAEA Sales and Promotion Unit, Publishing Section, Vienna, Austria, 2005 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI Magang, April 2014 Rizka Rohman Ningsih, NIM: 1110101000062 Gambaran Pelaksanaan Skrining Hipotiroid Kongenital di Direktorat Bina Kesehatan Anak Kementerian Kesehatan RI Tahun 2014. Xi + halaman, .. tabel, gambar, grafik .. lampiran. ABSTRAK

1) Sub pokja skrining bayi baru lahir Secara umum kegiatan Pertemuan sub pokja SBBL ini dilaksanakan dengan tujuan agar program skrining Bayi Baru Lahir di Indonesia dapat berkembang secara optimal melalui forum diskusi dan curah pendapat mengenai isu terkini yang berkembang a. Pertemuan 1 tanggal 27-28 Februari 2013

i. Kegiatan ini meliputi pertemuan sub pokja skrining bayi baru lahir dengan pembahasan persiapan TOT petugas pengambilan sampel, pemagangan Labkesda Provinsi Sumatera barat di RSCM dan revisi SK Pokjanas SBBL. ii. Materi yang disampaikan dalam kegiatan ini meliputi penjelasan tentang pelaksanaan magang labkesda Provinsi Sumatra Barat di RSCM, persiapan TOT petugas pengambil sampel dan penyampaian draft revisi SK Pokjanas SBBL. Peserta kegiatan: perwakilan Lab. Patologi Klinik RSCM, anggota pokjanas, tim Subdit bina kewaspadaan penanganan balita berisiko. iii. Maksud kegiatan ini adalah untuk membangun koordinasi dalam pengembangan program skrining bayi baru lahir. Dalam hal ini utamanya terkait dengan TOT petugas pengambil sampel, proses magang Labkesda Provinsi Sumatera Barat dan revisi SK Pokjanas SBBL. b. Pertemuan 2 tanggal 10-11 Juli 2013 i. Kegiatan ini meliputi pertemuan sub pokja skrining bayi baru lahir dengan pembahasan unit cost pemeriksaan laboratorium SHK, jejaring dan

pengorganisasian terkait SHK dan upaya mendapatkan dukungan JKN. ii. Membahas mengenai kebutuhan cost yang harus dikeluarkan oleh laboratorium, mekanisme penetapan harga. iii. Pembahasan dilakukan untuk memperkuat jejaring dan pengorganisasian SHK serta langkah-langkah yang perlu diambil dalam upaya mendapatkan dukungan JKN. Peserta kegiatan: perwakilan Lab. Patologi Klinik RSCM, anggota

pokjanas, UNICEF, P2JK, biro hukor dan tim subdit wasbal. iv. Maksud kegiatan ini adalah untuk membangun koordinasi dalam pengembangan program skrining bayi baru lahir. Dalam hal ini utamanya terkait penetapan unit cost, penguatan jejaring, upaya untuk mendapatkan dukungan JKN. c. Pertemuan 3 tanggal 17-18 September 2013 i. Kegiatan ini meliputi pertemuan subpokja SBBL dengan pembahasan tentang upaya pembiayaan dan standarisasi biaya pemeriksaan SHK, standarisasi pemeriksaan dan penetapan laboratorium rujukan, pengelolaan data SHK, serta rekomendasi Health Technology Assessment (HTA) untuk SHK.

ii.

Berisis penjelasan mengenai upaya pembiayaan dan standarisasi biaya pemeriksaan SHK, standarisasi pemeriksaan dan penetapan laboratorium rujukan, pengelolaan data SHK, serta rekomendasi Health Technology Assessment (HTA) untuk SHK dalam bentuk diskusi dan curah pendapat. Peserta kegiatan: perwakilan Lab. Patologi Klinik RSCM, anggota pokjanas, UNICEF, WHO, P2JK, Hukormas Ditjen GiKIA, narasumber lain dan tim subdit wasbal.

iii.

Maksud kegiatan ini adalah untuk mendapatkan dukungan JKN dan standarisasi biaya pemeriksaan, mendapatkan informasi tentang langkah-langkah penetapan laboratorium rujukan dan standarisasinya, menyusun sistem pengelolaan dan pemanfaatan data hasil pengambilan sampel serta mengarah pada keluarnya rekomendasi HTA.

2) Pertemuan Pokjanas Skrining SHK (Bogor, 21-22 Oktober 2013) Manfaat kegiatan: Tersedianya rekomendasi HTA pada pengembangan program skrining bayi baru lahir di Indonesia, khususnya SHK Didapatkannya rencana kerja dalam rangka pengembangan program skrining BBL di Indonesia Metode pelaksanaan Kegiatan pertemuan pokjanas skrining BBL dilaksanakan melalui diskusi interaktif dan diskusi kelompok dengan narasumber dari ketua HTA, PP, IDAI, PDS PATLIN dan kementerian kesehatan. 3) Peningkatan kapasitas pengelola program dan tenaga kesehatan dalam pelaksanaan skrining hipotiroid congenital (Bandung, 26-28 Maret 2013) Manfaat: a. Meningkatnya keterampilan dan kemampuan tenaga kesehatan sebagai fasilitator dalam pelatihan skrining bayi baru lahir b. Pengelola program kesehatan anak yang terlatih mampu melaksanakan SHK c. Tersedianya SDM yang ditingkatkan kapasitas teknis dan atau manajemen SHK tingkat provinsi. 4) Pertemuan penyusunan KIE skrining SHK

Indikator kinerja kegiatan: tersusunnya media KIE skrining hipotiroid kongenital a. Pertemuan 1 tanggal 23-24 April 2013 Manfaat kegiatan: Diperolehnya draf media KIE SHK. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan masyarakat akan pelaksanaan pemeriksaan SHK. b. Pertemuan 2 tanggal 4-5 Juni 2013 Manfaat kegiatan: Diperolehnya draf media KIE SHK. Meningkatkan pemahaman tenaga kesehatan dan masyarakat akan pelaksanaan pemeriksaan SHK.

1.1.1 Komunikasi, Informasi Dan Edukasi 1. Profesi Kesehatan KIE merupakan komponen yang penting terutama pada awal pelaksanaan skrining neonatal. Tenaga kesehatan yang berhubungan Iangsung dengan BBL dan orangtuanya yaitu dokter kebidanan, dokter anak, dokter umum, bidan dan perawat bayi harus menyadari peranannya di dalam setiap langkah skrining neonatal. Dimulai dari penyuluhan kepada orangtua, tindak lanjut hasil diagnosis, dan pengobatan. 2. Orangtua dan masyarakat Penyuluhan terhadap orangtua tentang pentingnya skrining bayi baru lahir dan kepatuhan untuk melakukan uji diagnostic sangat berarti dalam kegiatan ini. Informasi dapat diberikan dalam berbagai media cetak sebagai sarana pendukung dalam penyuluhan. Media ini (salah satunya leaflet) dapat dibagikan saat pemeriksa kehamilan, sebelum proses pengambilan darah, atau setelah melahirkan. Seluruh tenaga kesehatan yang bertugas untuk menolong persalinan bayi dan pelaksanaan asuhan perinatal bertanggung jawab untuk memberikan informasi kepada orangtua bayi tentang skrining BBL. Penjelasan tentang skrining bayi baru lahir dapat dilaksanakan pada saat

a. Konseling sebelum pernikahan b. Saat pemeriksaan kehamilan c. Kunjungan posyandu dan di fasilitas kesehatan d. Kunjungan rumah oleh tenaga kesehatan Topik yang dibahas antara lain: a. Apa arti Skrining BBL dan kelainan apa yang harus ditapis (skrining) b. Mengapa skrining BBL penting c. Keuntungan dan kerugian bila skrining BBL dilaksanakan/ tidak dilaksan kan. d. Kapan perlu dilaksanakan skrining e. Bagaimana skrining BBL dilakukan f. Berapa biaya skrining BBL Materi penjelasan disampaikan dengan memberikan leaflet yang disediakan. Makin dini para orangtua mendapatkan penjelasan dan termotivasi, makin besar kemungkinan skrining BBL dapat dilaksanakan.

3. Pengambil Kebijakan (Policy Makers) Advokasi dan sosialisasi terhadap para pengambil kebijakan (policy maker) mutlak diperlukan. Perlu penyampaian dengan data terkini, contoh nyata, dan perbandingan antara biaya pelaksanaan skrining neonatal dengan kerugian yang diakibatkan dampak HK yang tidak ditangan, baik secara materiil maupun non materiil yang akan menurunkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Indonesia yang berkualitas.

1.1.2 Proses Skrining Secara garis besar Skrining BBL meliputi proses: 1) Persiapan Memotivasi keluarga ayah/ ibu BBL sangat penting. Penjelasan kepada orangtua tentang skrining pada bayi baru lahir dengan pengambilan tetes darah tumit bayi dan keuntungan skrining ini bagi masa depan bayi akan mendorong orangtua untuk mau melakukan skrining bagi bayinya. a. Persetujuan (informed consent)

Persetujuan (informed consent) tidak perlu tertulis khusus, tetapi dicantumkan bersama-sama dengan persetujuan tindakan medis lain pada saat bayi masuk ke ruang perawatan bayi. b. Penolakan (dissent consent/refusal consent) Bila tindakan pengambilan darah pada BBL ditolak, maka orangtua harus menandatangani formulir penolakan. Hal ini dilakukan agar jika di kemudian hari didapati bayi yang bersangkutan menderita HK, orangtua tidak akan menuntut atau menyalahkan rumah sakit. Formulir harus disimpan pada rekam medis bayi. Bila kelahiran dilakukan di rumah, bidan/penolong persalinan harus tetap meminta orangtua menandatangani atau membubuhkan cap jempol pada formulir "Penolakan" yang dibawa dan harus disimpan dalam arsip di fasilitas kesehatan tempatnya bekerja. Jumlah penolakan tindakan pengambilan sampel darah dan formulirnya harus dilaporkan pada koordinator Skrining BBL tingkat kabupaten/kota, melalui koordinator tingkat puskesmas setempat pada bulan berikutnya.

2) Pengambila Spesimen Hal yang penting diperhatikan pada pemeriksaan specimen ialah: a. Waktu pengambilan (timing) b. Data demografi bayi c. Metode pengambilan d. Pengiriman/ transportasi e. Proses skrining di laboratorium f. Kesalahan pada pengambilan specimen

a. Waktu (timing) Pengambilan Darah Pengambilan spesimen darah yang paling ideal adalah ketika umur bayi 48 sampai 72 jam. Oleh karenanya perlu kerjasama dengan dokter Spesialis Anak (Sp.A), dokter umum dan bidan yang menolong persalinan untuk melakukan pengambilan spesimen darah bayi yang baru dilahirkan pada hari ketiga. Ini berarti ibu dapat dipulangkan setelah 48 jam pasca melahirkan (perlu koordinasi dengan penolong persalinan).

namun, pada keadaan tertentu pengambilan darah masih bisa ditolerir antara 24-48 jam. Sebaiknya darah tidak diambil dalam 24 jam pertama setelah lahir karena pada saat itu kadar TSH masih tinggi, sehingga akan memberikan sejumlah hasil positif palsu (false positive). Jika bayi sudah dipulangkan sebelum 24 jam, maka spesimen perlu diambil pada Kunjungan Neonatal ke-2 (KN2) melalui kunjugan rumah atau pemanggilan pasien. b. Data / Identitas Bayi Isi kartu identitas bayi dengan lengkap dan benar dalam kartu inform isi. Data yang kurang lengkap akan memperlambat penyampaian hasil tes. Petunjuk umum pengisian kartu informasi: 1) Pastikan tangan pengisi data/pengambil sampel darah bersih dan kering sebelum mengambil kartu informasi/kertas saring. Gunakan sarung tangan. Usahakan tangan tidak menyentuh bulatan pada kertas saring 2) Hindari pencemaran pada kertas saring. Seperti air, air teh, air kopi, minyak, susu, cairan antiseptik, bedak dan/atau kotoran lain 3) Jangan salah dalam menulis label (data pasien, dsb) 4) Pastikan data ditulis lengkap dan hindari kesalahan menulis data. Bila data tidak lengkap dan salah, akan menghambat atau menunda kecepatan dalam pemberian hasil tes dan kesalahan interpretasi 5) Isi data pasien dengan ballpoint warna hitam/biru. Jangan gunakan tinta atau pensil tinta yang dapat luntur 6) Jangan menempel kartu informasi/kertas saring di dalam map rekam medis bayi karena kertas rekam medis akan mengotori kertas saring atau merusak tetes darah yang ada. Usahakan kertas saring tidak banyak disentuh petugas lain. 7) Tuliskan seluruh data dengan jelas dan lengkap. Gunakan huruf kapital.

Petunjuk pengisian data demografi bayi dalam kartu informasi. Harap diisi : a. Nama rumah sakit/rumah bersalin/puskesmas/klinik bidan b. Nomor rekam medis bayi c. Nama ibu, suku bangsa/etnis, dan nama bayi bila sudah ada

d. Nama ayah, suku bangsa/etnis e. Alamat dengan jelas (nomor rumah, jalan/gang/blok/ RT/ RW, kode pos) f. Nomor telepon dan telepon genggam, atau nomor telepon yang dapat dihubungi g. Dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) beserta no telepon / no telepon genggam h. Umur kehamilan dalam minggu i. Jenis kelamin, beri tanda pada kotak yang disediakan j. Berat badan dalam gram. Pilih prematur atau tidak k. Data lahir: Tanggal 2 digit (contoh tanggal 2 02) Bulan 2 digit (contoh bulan Maret 03, Desember 12) Tahun 2 digit (contoh tahun 2006 06, 2012 12) Data jam bayi lahir : jam : menit (contoh: 10:15) Data spesimen: Tanggal/bulan/tahun, 2 digit (contoh: 8 Februari 2006 08/02/ 06) Keterangan lain, bila ada bisa ditambahkan.

3) Metode dan Tempat Pengambilan Darah I. Metode Pengambilan Darah dari Tumit Bayi (heel prick) Teknik pengambilan darah melalui tumit bayi (heel prick) adalah cara yang sangat dianjurkan dan paling banyak dilakukan di seluruh dunia. Darah yang keluar diteteskan ke atas kertas saring khusus sampai bulatan kertas terisi darah, kemudian setelah kering dikirim ke laboratorium. Perlu diperhatikan dengan seksama, pengambilan spesimen dari tumit bayi harus dilakukan sesuai dengan tatacara pengambilan spesimen tetes darah kering. Petugas kesehatan yang bisa mengambil darah: dokter, petugas laboratorium, perawat dan bidan yang telah dilatih Persiapan alat Alat yang akan dipergunakan adalah sarung tangan, lancet, kartu-kertas saring, kapas, alkohol 70%, kasa steril, rak pengering. a. Kertas Saring Spesifikasi Kertas Saring Kertas saring yang digunakan untuk pengambilan specimen pada skrining BBL diproduksi oleh Schleicher & Schuell, Inc (S&S grade 903) atau Whatman 903.

Ukuran dan Jumlah bulatan spesimen darah Kertas saving dengan bercak darah yang akan dilakukan pemeriksaan TSH berdiameter 3 mm. Sedikitnya perlu diambil 2 lingkaran spesimen darah.

4) Pengiriman/ Transportasi Spesimen Setelah kering spesimen siap dikirim. Ketika spesimen akan dikirim, susun berselangseling untuk menghindari agar bercak darah tidak saling bersinggungan, atau taruh kertas diantara bercak darah . Bisa juga tiap spesimen dimasukkan ke dalam kantong khusus Masukkan ke dalam amplop dan sertakan daftar specimen yang dikirim. Pengiriman dapat dilakukan oleh petugas pengumpul spesimen atau langsung dikirim melalui jasa layanan PT. POS Indonesia (Pos Express) maupun jasa pengiriman swasta. Pengiriman tidak boleh lebih dari 7 (tujuh) hari sejak spesimen ambil. Perjalanan pengiriman tidak boleh lebih dari 3 hari.

5) Proses Skrining di Laboratorium Karena pada dasarnya orientasi skrining HK adalah untuk mendeteksi hipotiroid primer (permanen maupun transien) dan sesuai dengan rekomendasi American Thyroid Association, pemeriksaan primer TSH merupakan uji fungsi tiroid yang paling sensitif. Peningkatan kadar TSH sebagai marka hormonal cukup akurat digunakan untuk menapis HK primer. Nilai potong (cut-off) adalah 20 lU/ml (WHO) untuk dugaan HK (presumptive classification). Khusus untuk Negara yang masih menghadapi masalah gangguan akibat kekurangan lodium (GAKI) seperti Indonesia, International Council for Control of Iodine Deficiency Disorders (ICCIDD) menyatakan bahwa pemeriksaan primer TSH untuk skrining HK akibat kekurangan iodium pada IN hamil, merupakan indikator yang sensitif dalam menentukan derajat kekurangan iodium. Juga merupakan cara yang baik untuk memantau hasil program penanggulangan GAKI. Pokjanas Skrining BBL Kementerian Kesehatan merekomendasikan laboratorium dengan pemeriksaan primer TSH dan pemeriksaan konfirmasi TSH + FT4/T4 yang sudah terakreditasi sebagai pelaksana uji skrining HK.

Seperti halnya di negara yang telah secara rutin melaksanakan Skrining BBL, pemeriksaan disentralisir di laboratorium tertentu (Iihat lampiran 8) dengan tujuan: Menekan biaya penyelenggaraan (Cost effectiveness) Memudahkan pencatatan dan pelaporan untuk memperoleh angka kejadian (Incidence) nasional dan hasil program (outcome) Menjamin kualitas (Quality Assurance/QA) internal maupun eksternal. lai QA akan tinggi bila laboratorium skrining bayi baru lahir melakukan 30.000 sampai 50.000 tes per tahun Memudahkan koordinasi antara Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) di Kementerian Kesehatan dengan Kelompok Kerja Daerah (Pokjada) di tingkat provinsi dan kabupaten/ kota. Pokjada bertugas sebagai coordinator sistem pelaksanaan Skrining BBL

6) Pencatatan dan Pelaporan Pada persalinan di rumah sakit, yang perlu dicatat dalam registrasi skrining bayi baru lahir adalah nomor registrasi bayi, nama ibu dan ayah bayi, alamat, nomor telpon yang bisa dihubungi, tanggal, waktu dan kondisi bayi saat pengambilan sampel, serta tindakan dan obat-obatan yang diberikan pada bayi. Registrasi ini dilakukan untuk keperluan administrasi rumah sakit. Pada persalinan di klinik bidan praktek swasta (BPS) atau rumah bersalin, yang perlu dicatat dalam registrasi klinik adalah nama dukun/bidan yang menangani persalinan, nama ibu dan ayah bayi, alamat dan nomor telpon yang dapat dihubungi, tanggal dan waktu sampel darah diambil, dan data lain sesuai pada kartu/kertas saring. Data yang diperoleh dari rumah bersalin dan BPS, dilaporkan kepada koordinator skrining BBL tingkat puskesmas di wilayah setempat. Koordinator puskesmas akan melaporkan kepada koordinator di tingkat kabupaten kota setempat. Laporan koordinator tingkat puskesmas berupa rekapitulasi jumlah bayi baru lahir yang telah diambil sampel darahnya dan jumlah bayi dengan penolakan pengambilan sampel selama satu bulan. Laporan disampaikan pada setiap bulan.

1.1.3 Tindak Lanjut Hasil Skrining Tujuan Skrining Hipotiroid Kongenital (SHK) adalah menghilangkan atau menurunkan mortalitas, morbiditas dan kecacatan akibat penyakit hipotiroid kongenital. Dengan demikian upaya ini harus bisa menjamin bahwa bayi yang menderita hipotiroid kongenital secepatnya didiagnosis dan mendapatkan pengobatan yang optimal. 1) Koordinasi kegiatan Skrining Agar koordinasi lancar, di tiap fasilitas yang melayani persalinan harus memiliki koordinator kegiatan SHK. Petugas yang dapat ditunjuk menjadi koordinator yaitu dokter spesialis anak (di RS, bisa dikaitkan dengan kegiatan PERISTI/ PONEK), dokter umum (di Puskesmas), dan bidan/perawat. Koordinasi kegiatan ini dibantu oleh kepala ruang bayi yang bertanggung jawab terhadap kelancaran pengambilan dan pengiriman sampel, serta penanggulangan dan kembali bayi untuk tes diagnostik bila diperlukan. Nama dan data koordinator fasilitas kesehatan, beserta nama kepala ruang bayi, disampaikan kepada coordinator laboratorium rujukan dan berlaku sebagai orang kontak (contact person) bagi fasilitas kesehatan bersangkutan. Data koordinator/ wakil koordinator yang dikirimkan ke laboratorium adalah sebagai berikut: Koordinator Nama Alamat surat No Hp Nomor telepon kantor Nomor telepon rumah Alamat E-mail Fax. Dan telepon RS/ Klinik Alur koordinator specimen: Koordinator/ Wakil Koordinator Fasilitas Kesehatan Koordinator Laboratorium Koordinator/ Wakil Koordinator Fasilitas Kesehatan. Alur Koordinator Pelaporan: Koordinator/ Wakil Koordinator Fasilitas Kesehatan Koordinator Kabupaten/ Kota Pokjada Pokjanas. Wakil Koordinator (Kepala R. Bayi) Nama Alamat surat No. Hp Nomor telepon kantor Nomor telepon rumah Alamat E-mail Fax. Dan telepon RS/ Klinik

2) Hasil Tes Hal pertama yang harus dilakukan ketika mendapatkan hasil tes positif adalah sesegera mungkin menghubungi orang tua bayi yang bersangkutan. Tugas dari tim tindak lanjut bayi dengan hasil tes positif ialah mencari tempat tinggal bayi tersebut dan memfasilitasi pemeriksaan lanjutan untuk menegakkan diagnosis. Bila perlu , dilakukan tes konfirmasi berupa pemeriksaan TSH, dan T4 bebas (FT4) serum terhadap bayi tersebut. Beberapa kemunakinan hasil TSH a. Kadar TSH 5 20 mU/L Bila tes konfirmasi mendapatkan hasil kadar TSH kurang dari 20 mU/L, maka hasil dianggap normal dan akan disampaikan kepada pengirim spesimen dalam waktu 7 hari. b. Kadar TSH antara >20 -:5 40 mU/L Nilai TSH yang demikian menunjukkan hasil yang meragukan. Sehingga perlu pengambilan specimen ulang (resample). Bila pada hasil pengambilan ulang didapatkan: Kadar TSH 5 20 mU/L, maka hasil tersebut dianggap normal Kadar TS > 20 mU/L, maka perlu dilakukan pemeriksaan TSH dan 4 serum

c. Kadar TSH 40 mU/L Jika hasil meriksaan menunjukkan nilai yang demikian, maka perlu ilakukan pemeriksaan konfirmasi TSH dan FT4 serum. Hasil pemeriksaa disampaikan kepada koordinator fasilitas kesehatan seseger mungkin oleh laboratorium SHK.

3) Pencatatan dan Dokumentasi Dokumentasi merupakan fungsi yang sangat penting dari komponen tindak lanjut. Dokumentasi harus menggambarkan proses kegiatan penelusuran pasien (tempat tinggal pasien, tempat dilahirkan), hasil sknning dan tes diagnostik, tanggal dimulainya penbuatan, dosis, dokter penanggung jawab, dsb. Harus diupayakan agar hasil uji saring dicantumkan di dalam rekam medis bayi. 4) Hal Lain yang Perlu Diperhatikan

Perlu diperhatikan bahwa terdapat beberapa hal pada ibu yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan TSH : a. Keadaan dimana kondisi atau pengobatan pada ibu bisa menghasilkan positif palsu atau negatif palsu. b. Kondisi disfungsi tiroid yang sering ditemukan pada wanita. Ibu hamil y ng menderita hipotiroidisme dapat melahirkan bayi yang sehat dengan fungsi tiroid normal bila mendapat pengobatan yang cukup selama masa kehamilan. Sebaliknya, ibu hamil yang menderita hipertiroidisme dan mendapat pengobatan PTU selama kehamilan, dapat menyebabkan hipotiroid transien pada bayinya Bila PTU di tubuh bayi sudah habis, maka timbul gejala hipertiroid sebagai akibat masuknya thyroid stimulating immunoglobulin melalui plasenta. Bila setelah umur kehamilan 8 minggu ibu menerima sodium radioaktif (131I), maka HK
131

I akan ditangkap oleh tiroid janin clan kemudian dapat mengakibatkan

1.1.4 Diagnosis Dan Pengobatan 1) Diagnosis Penegakan diagnosis dilakukan dengan pemerksaan konfirmasi TSH dan T4/FT4 dengan metode ELISA, EIA, FEIA bisa dilakukan di: Laboratorium Rujukan Skrining Hipotiroid Kongenital Laboratorium RS setempat Laboratorium Kesehatan Daerah (LABKESDA) Laboratorium swasta

2) Tindakan Setelah Diagnosis Setelah diagnosis ditegakan, tindakan selanjutnya adalah : a. Re-anamnesis Re-anamnesis pada ibu untuk penilaian ulang dan mencoba mencari latar belakang penyebab, antara lain: Apakah ada penyakit tiroid pada ibu atau keluarga

Ibu mengkonsumsi obat antitiroid Geografi tempat tinggal ibu Paparan iodium pada bayi (kompres iodium untuk tali pusat) Re-anamnesis tentang bayi, adakah kelainan bawaan lain

b. Pemeriksaan fisik Melakukan pemenksaan fisik dan mencari tanda dan gejala HK: Pemeriksaan Fisik pada Hipotiroid Kongenital Gejala Letargi Ikterus Ya Tidak Tanda Kulit burik, kering Perut buncit Hernia umbrikalis Konstipasi Hipotonia Kesulitan minum Fontanel posterior melebar Lidah besar Edema Tangisan serak Refleks lambat Goiter Ya Tidak

(sering tersedak) Kulit teraba dingin

c. Pemeriksaan penunjang Bila memungkinkan, lakukan pemeriksaan penunjang: Sidik tiroid (dengan 123I atau TC99m) Pencitraan, pemeriksaan pertumbuhan tulang (sendi lulut dan psnggul). Tidak tampaknya epifisis pada lutut menunjukkan derajat hipotiroid dalam kandungan. Pemeriksaan anti tiroid antibodi bayi dan ibu, bila ada riwayat penyakit autoimun tiroid. Konsul kepada tim ahli (dokter spesialis anak konsultan endokrin) di Kelompok Kerja (Pokja) SHK tingkat provinsi, jika diperlukan.

3) Pengobatan Tabel Dosis umum Hormon Timid yang diberikan Usia 0 - 3 bulan 10 -15 3 - 6 bulan 8-10 6 - 12 bulan 6-8 1 - 5 tahun 5-6 6-12tahun 4-5 >12 tahun 2-3 Na L-T4 (microgram/kg BB) 10-15 8-10 6-8 5-6 4-5 2-3

Dosis harus selalu disesuaikan dengan keadaan klinis dan biokimiawi serum tiroksin dan TSH menurut umur (age reference range). Pemberian Pil Tiroksin dengan cara digerus/ dihancurkan dan bisa dicampur dengan ASI atau air putih. Pemberian obat jangan bersamaan dengan senyawa di bawah ini karena akan mengganggu penyerapan obat: Produk kacang kedele Zat besi konsentrat Kalsium Aluminium hydroxide Cholestyramine dan resin lain Suplemen tinggi serat Sucralfate

4) Penjelasan Terapi sulih hormon dengan pil tiroksin (L-thyroxine) harus secepatnya diberikan begitu diagnosis ditegakkan. IDAI menganjurkan pemberian dosis permulaan 10-15 g/kg. Pada bayi cukup bulan diberikan rata-rata 37,5 - 50 g per hari. Besarnya dosis hormon tergantung berat ringannya kelainan. Bayi dengan hipotiroid kongenital berat, yaitu dengan kadar T4 kurang dari 5 g, sebaiknya diberikan 50 g. Pemberian 50 g lebih cepat menormalisir kadar T4 dan TSH. Hasil pengobatan sangat dipengaruhi oleh usia pasien saat terapi dimulai dan jumlah dosis. Pada HK berat, perlu pemberian dosis yang lebih tinggi.

Pengobatan optimal bisa tercapai antara lain dengan kerjasama oragtua /keluarga. Oleh karena itu penting diberikan pendidikan mengenai: Penyebab HK dari bayi mereka Pentingnya diagnosis dan terapi dini guna mencegah hambatan tumbuh kembang bayi Cara pemberian obat tiroksin, pentingnya mematuhi pengobatan Pentingnya pemeriksaan secara teratur sesuai jadwal yang dianjurkan dokter Tidak boleh menghentikan pengobatan kecuali atas perintah dokter Tanda/ gejala kekurangan dan kelebihan dosis tiroksin, yaitu: Tanda/ gejala hipotiroid (dosis kurang): Hipoaktif Edema (berat badan naik) Obstipasi Kulit kering, teraba dingin, tidak berkeringat Tanda/ gejala hipotiroid (kelebihan dosis) Gelisah Kulit panas , lembab, banyak keringat Berat badan menurun Sering buang air besar

1.1.5 Pemantauan Tujuan umum pengobatan HK adalah menjamin agar anak tumbuh dan berkembang, baik fisik maupun mentalnya, sedekat mungkin dengan potensi genetiknya. Yaitu dengan mengembalikan FT4 dan TSH dalam rentang normal dan mempertahankan status klinis dan biokimiawi dalam keadaan eutiroid. Keadaan ini bisa dicapai dengan pemantauan fungsi tiroid secara teratur. 1) Jadwal Pemantauan TSH dan T4/FT4, Dalam rangka nyesuaian dosis, perlu dilakukan pemeriksaan ulang kadar TSF dan T4/FT4 dengan jadwal sebagai berikut: Setelah 2 minggu dan 4 minggu sejak pengobatan Tiroksin Pada 6 bulan pertama, tiap 1 atau 2 bulan

Umur 6 bulan sampai 3 tahun, tiap 3 atau 4 bulan Umur 3 tahun sampai 18 tahun, pemeriksaan dilakukan tiap 6 sampai 12 bulan. Pemeriksaan sebaiknya dilakukan Iebih sering bila kepatuhan meragukan, atau ada perubahan dosis.

FT4 dan TSH harus diulangi 4 minggu setelah perubahan dosis tiroksin.

2) Target Nilai TSH, T4 dan FT4 Target nilai TSH, T4 dan FT4 selama pengobatan tahun pertama: Nilai T4 serum,130-206 nmol/L ( 10-16 g/dl ) FT4 18-30 pmol/L (1,4-2,3 g/dl) kadar FT4 ini dipertahankan pada nilai di atas 1,7 g/dl (75% dari kisaran nilai normal). Kadar ini merupakan kadar optimal. Kadar TSH serum, sebaiknya dipertahankan di bawah 5 mU/L

3) Pemantauan Lainnya Selain itu pemantauan TSH dan T4/FT4, dilakukan pemantauan: Pertumbuhan/antropometri, sesuai dengan petunjuk SDIDTK Perkembangan, sesuai dengan petunjuk SDIDTK Fungsi mental dan kognitif, sesuai dengan petunjuk SDIDTK Tes pendengaran, sesuai dengan petunjuk SDIDTK Umur tulang (tiap tahun) Apabila diagnosis etiologik belum ditegakkan, maka pada umur 3 tahun dilakukan evaluasi ulang untuk menentukan apakah pengobatan harus seumur hidup (pada kelainan disgenesis tiroid) atau dihentikan (kelainan tiroid karena antibodi antitiroid). Jika perlu evaluasi ulang: konsul dokter spesialis anak konsultan endokrin. Tindak lanjut jangka pendek dimulai dari hasil laboratorium (hasil positif) dan berakhir dengan pemberian terapi hormon tiroid (tiroksin). Tindak lanjut jangka panjang diawali sejak pemberian obat dan berlangsung seumur hidup pada kelainan yang permanen. Harus diupayakan agar hasil uji saving dicantumkan di dalam rekam medis bayi.

1.1.6 Skrining BBL Sakit Pada Bayi Prematur, BBLR Dan Bayi Perawatan pada bayi kurang bulan, bayi berat badan lahir rendah dan bayi sakit NICU akan mempengaruhi upaya skrining neonatal. Bayi-bayi tersebut biasanya mendapatkan transfuse komponen darah dan obat-obatan. Pengaruh bahan-bahan tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel . Pengobat yang mempengaruhi hasil SHK Pengobatan Dopamin Pengaruh terhadap SHK Lama Pengaruh

Hasil negatif palsu karena Samapi obat dihentikan supresi TSH

Steroid

Menekan

TSH

dan

T4; Tidak diketahui-tergantung akan dosis dan golongan steroid

kemungkinan menyebabkan palsu Transfusi darah hasil

negatif yang

digunakan;

diperkirakan 1-2 minggu

Mempengaruhi validitas hasil 120 transfusi darah analitik

Paparan preparat povidone/ Hipotiroid transien; kadar T4 Setelah iodine randah, TSH tinggi

paparan

terhadap

iodium topikal dihentikan, membutuhkan waktu sekitar 2-6 minggu untuk kembali normal.

1) Status Endokrin Pada Bayi Prematur Setelah lahir, bayi kurang bulan mengalami perubahan fungsi tiroid ya sama dengan bayi cukup bulan. Hanya saja, lonjakan TSH pasca lahir menurun, sehingga mengakibatkan kenaikan T4 lebih kecil. Bahkan bayi prematur dengan umur kehamilan 23 ampai 27 minggu pun mengalami penurunan kadar serum T4. Hal ini disebabkan karena belum matangnya jaras stimulasi hipotalamus-hipofisis-kelenjar tiroid (HPT) serta pada setiap tahap proses sintesis hormon tiroid. Ditambah lagi pasokan T4 dari ibu terputus dan bayi yang hanya mendapatkan nutrisi IV sehingga tidak mendapatkan cukup iodium. Selain itu, beberapa obat yang diberikan pada bayi akan mempengaruhi jaras HPT. Dopamin dapat menghambat sekresi TSH, sementara steroid dapat menghambat sekresi hormon

tiroid. Sedangkan pada bayi-bayi sakit lebih sering terpapar dengan antiseptik yang mengandung iodium. Bayi yang sakit (baik bayi prematur maupun cukup bulan) akan memperlihatkan "non thyroidal illness", dengan kadar T4 rendah dan TSH tinggi, meskipun sementara. Beberapa kondisi bayi yang mempengaruhi hasil SHK bisa dilihat di tabel di bawah ini. Tabel . Kondisi bayi yang berpengaruh pada hash skrining Kondisi bayi Imaturitas aksis HPT Pengaruh terhadap SHK Lama Pengaruh

T4 rendah, TSH normal, Sampai usia 6 minggu bayi dengan Hk bisa tidak terdiagnosis

Hipotiroksinemia pada bayi Hipotiroid premature

transien,

T4 Sampai usia 6 minggu

rendah, TSH normal diikuti dengan peningkatan TSH

Defisiensi iodium

Hipotiroid

transien,

T4 Sampai iodium tercukupi

rendah, TSH meningkat Penyakit akut Hipotiroid transien, T4 Bila sembuh penyakit sudah

rendah, TSH meningkat

2) Rekomendasi Terhadap bayi kurang bulan, BBLR dan bayi sakit sebaiknya dilakukan pengambilan spesimen secara serial yaitu: pada saat masuk ruang perawatan intensif, umur bayi antara 48 - 72 jam, saat pulang atau umur 28 hari. a. Pengambilan spesimen pada saat masuk ruang perawatan intensif BBL Sebagian besar bayi kurang bulan dan BBLR dirawat di ruang NIC segera setelah lahir, atau pada umur 1 - 2 jam, atau sebelum usia bayi 24 jam (bayi rujukan). Pada bayi yang sakit umumnya dirawat di ruang NICU setelah 24 jam. Bayi sakit ini mungkin cukup bulan dengan berat normal. Pengambilan spesimen pertama ini sebaiknya dilakukan sebelum transfusi, nutrisi parenteral ataupun pemberian antibiotika.

Kemungkinan untuk mendapatkan hasil yang positif palsu maupun negatif palsu sangat tinggi pada pengambilan spesimen pada jangka waktu ini. Karenanya, setiap hasil yang abnormal harus ditindakanjuti. b. Pengambilan spesimen antara 48-72 jam umur bayi Spesimen kedua ini diambil bila pengambilan specimen pertama dilakukan saat usia bayi kurang dari 24 jam. Data yang diperoleh lebih dapat dipercaya terutama pada HK berat. Sedangkan pada bayi dengan peningkatan TSH lambat (delayed rise in TSH), gangguan HK tidak dapat terdiagnosis. c. Pengambilan spesimen pada bayi umur 28 hari Pengambilan spesimen ketiga sebaiknya dilakukan pada usia bayi 28 hari atau sebelum bayi dipulangkan. Pengambilan spesimen ini terutama dilakukan pada bayibayi yang lahir dengan umur kehamilan kurang dari 34 minggu atau berat lahir kurang dari 2000 gram. Pada bayi kurang bulan, pematangan fungsi tiroid bisa memakan waktu kurang lebih 1 bulan. Oleh karena itu, spesimen ketiga ini diharapkan dapat mendeteksi hipotiroid kongenital pada bayi kurang bulan maupun bayi dengan peningkatan TSH lambat.

1.1.7 Pengorganisasian Skrining Bayi Baru Lahir Di Provinsi, Kabupaten Dan Kota 1) Kepesertaan Kegiatan skrining BBL, yang saat ini masih terpusat pada skrining HK tidak dapat dilakukan hanya oleh Kementerian Kesehatan saja. Peran aktif dari berbagai pihak sangat diperlukan. Tidak hanya dalam sosialisasinya, namun juga pada dukungan kebijakan, peraturan, serta pendanaan. Semua pihak dapat terlibat dan berpartisipasi pada kegiatan skrining hipotiroid kongenital ini. Pihak tersebut antara lain Pemda beserta perangkatnya Bappeda Dinas Kesehatan RS, puskesmas, fasilitas pelayanan kesehatan Iainnya Laboratorium, balk pemerintah maupun swasta Organisasi Profesi (IDAI, POGI, PDUI, PPNI, IBI, Patklin)

Organisasi kemasyarakatan (PKK, LSM, organisasi keagamaan) Kementerian/ lembaga terkait Pihak swasta

2) Peran Provinsi Di tingkat pusat, telah terbentuk Kelompok Kerja Nasional (Pokjanas) Skrining bayi baru lahir. Kelompok kerja ini tidak dapat bekerja sendiri hingga ke tiap daerah dan provinsi di Indonesia. Karenanya perlu dibentuk Kelompok Kerja Daerah (Pokjada) di tingkat provinsi yang menjadi alat koordinasi bagi kegiatan ini. Ketua Pokjada bertugas sebagai koordinator kegiatan skrining BBL dengan melibatkan organisasi dan pihak-pihak terkait, serta merekapitulasi laporan hasil skrining di tingkat provinsi dan mengoordinasikannya dengan pokjanas. Selain pembentukan pokjada, dukungan pemda pertu bagi kelancaran koordinasi kegiatan SHK. Dukungan ini dapat berupa kebijakan, perda, pembiayaan, promosi dan mobilisasi, dan sebagainya. 3) Peran Kabupaten/Kota Dalam dukungannya terhadap kegiatan skrining bayi baru lahir, kabupaten dan kota berfungsi sebagai koordinator fasilitas kesehatan. Dimulai dari penyediaan kertas saring hingga penelusuran spesimen dengan hasil positif dan tindak lanjutnya Fasilitas kesehatan yang diharapkan dapat berperan serta dalam kegiatan ini terutama adalah milik pemerintah, dari tingkat puskesmas hingga RS. Namun tidak menutup kemungkinan keikutsertaan fasilitas kesehatan swasta. Organisasi profesi dan kemasyarakatan dapat menjadi alat sosialisasi dan koordinasi bagi anggotanya. Laporan rekapitulasi pengambilan spesimen dan hasilnya disampaikan oleh fasilitas kesehatan yang bersangkutan kepada Koordinator kabupaten/kota. Selanjutnya

rekapitulasi laporan dari kabupaten/kota di sampaikan ke pokjada. 4) Pelaporan Dan Evaluasi Setelah sampel yang dikirim ke laboratorium rujukan diperiksa, hasilnya akan disampaikan kepada koordinator fasilitas pelayanan kesehatan yang bersangkutan. Hasil negatif/ normal akan disampaikan secara kolektif. Jika didapat hasil yang positif, koordinator fasilitas pelayanan kesehatan akan dihubungi langsungoleh pihak laboratorium. Selanjutnya, bersama pihak laboratorium rujukan, koordinator fasilitas

pelayanan kesehatan melakukan penelusuran terhadap pasien yang bersangkutan agar mendapatkan penanganan lebih anjut. Koordinat fasilitas pelayanan kesehatan juga berkoordinasi dengan koordinator dinas kabupaten dan kota dalam hal pelaporan dan kebijakan. Selanjutnya laporan akan diteruskan ke pokjada melalui dinas kesehatan provinsi. Karenanya, keterlibatan kepala dinas kesehatan tingkat provinsi dalam pokjada akan sangat membantu. Dari pokjada, laporan dilanjutkan ke pokjanas, dan kemudian direkapitulasi sebagai data di tingkat nasional. Data ini akan menjadi dasar pengambilan kebijakan selanjutnya.

Bagan Organisasi tim skrining SHK


KEMENKES POKJA-NAS

DINKES PROV

POKJA-PROV

DINKES KAB/ KOTA

KOORDINATOR RS/PKM/RB/KL. BIDAN

PENGAMBILAN SAMPEL RS/RB/PKM/KL. BIDAN

HASIL

SAMPEL

LAB. SHK

: Koordinasi : Alur Sampel dan Hasil

Algoritma kerja tim skrining Hipotiroid Kongenital

KEMENKES KEMENKES DINKES PROVINSI PROVINSI DINKES Pencatatan Pencatatan dan dan Pelaporan Pelaporan LABORATORUM LABORATORUM SHK SHK TIM TIM FOLLOW FOLLOW UP UP HASIL UJI SARING SARING HASIL UJI Hasil Hasil TSH TSH positif positif

POKJANAS POKJANAS POKJA PROVINSI POKJA PROVINSI Monitoring Monitoring dan dan Evaluasi Evaluasi

Hasil Hasil TSH TSH negatif negatif Beritahu Beritahu coordinator coordinator RS/RB/PKM/KL. RS/RB/PKM/KL. Bidan Bidan

Umpan Umpan balik balik segera segera kpd kpd koordiantor koordiantor RS/RB/PKM/ RS/RB/PKM/ Perawat/Bidan Perawat/Bidan pengirim pengirim sampel sampel

Hubungi/ Hubungi/ cari/ cari/ kunjungi kunjungi orang orang tua bayi, beri penjelasan tua bayi, beri penjelasan

Ambil Ambil darah/ darah/ serum serum untuk untuk pemeriksaan TSH dan pemeriksaan TSH dan T4 T4
TSH tinggi, T4 Rendah: beri tiroksin TSH tinggi, T4 Rendah: beri tiroksin

Pencatatan Pencatatan dan dan pelaporan pelaporan (rekam (rekam medis) medis)

Bila memungkinkan, pemeriksaan Bila memungkinkan, pemeriksaan diagnostik lain: scanning tiroid, diagnostik lain: scanning tiroid, pencitraan sendi lutut dan panggul pencitraan sendi lutut dan panggul serta pemeriksaan lain atas indikasi serta pemeriksaan lain atas indikasi

Anda mungkin juga menyukai