Anda di halaman 1dari 16

TUGAS KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MASYARAKAT

LAPORAN KASUS INDIVIDU

CAMPAK

ERNI HIDAYATI H1A 005 017

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM/PUSKESMAS KEDIRI 2011

BAB I PENDAHULUAN

Landasan idil pembangunan nasional adalah Pancasila, dan landasan konstitusionalnya adalah Undang-undang Dasar 1945. Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Oleh karenanya pembangunan kesehatan diselenggarakan pula dengan berlandaskan pada Pancasila dan Undang-undang Dasar 1945. Sesuai dengan dasar dan landasan Negara Indonesia tersebut, tersirat bahwa salah satu faktor utama dalam suksesnya pembangunan nasional suatu negara adalah dapat dilihat dari derajat kesehatan masyarakat negara itu sendiri. Kesehatan yang merupakan hak bagi setiap individu masyarakat sebuah negara sangat

dibutuhkan untuk dapat membentuk insan-insan yang berkualitas sehingga siap untuk menghadapi segala tantangan yang akan dihadapi pada pembangunan negara Indonesia. Bertolak dari uraian tersebut di atas, maka pembangunan kesehatan dalam Pembangunan Nasional dalam hal ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. Oleh karena itu untuk mewujudkan derajat kesehatan bagi masyarakat, diselenggarakan upaya kesehatan dengan pendekatan pemeliharaan, peningkatan kesehatan (Promotif), pencegahan penyakit (Preventif), penyembuhan penyakit (Kuratif) dan pemulihan kesehatan (Rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh, terpadu, dan berkesinambungan. Upaya kesehatan ditingkatkan dengan tujuan agar dapat menyelenggarakan upaya kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat, terutama yang berpenghasilan rendah dengan peran serta aktif dari masyarakat. Penyakit campak merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit campak sangat berbahaya karena dapat menyebabkan cacat dan kematian yang diakibatkan oleh komplikasi seperti radang paru (pneumonia), berak-berak (diare), radang telinga (otitis media) dan radang otak (ensefalitis), terutama pada anak dengan gizi buruk. Di dunia diperkirakan setiap tahun terdapat 30 juta orang yang menderita campak. Pada tahun 2002 dilaporkan kematian campak di dunia sebanyak 777.000 dan 202.000 diantaranya berasal dari negara ASEAN serta 15% dari kematian campak tersebut dari Indonesia. Tahun 2005 diperkirakan 345.000 kematian diseluruh dunia, yang terbanyak terjadi pada anak-anak

(Depkes RI,2006). Insidens campak di Indonesia masih tinggi, lebih dari 30.000 ribu anak meninggal setiap tahun karena campak atau dengan kata lain setiap 20 menit terjadi 1 kematian. Pada tahun 2003 WHO membuat rencana dalam penanggulangan campak dengan tujuan utama menurunkan angka kematian campak sebanyak 50% pada tahun 2005 dibandingkan dengan angka kematian pada tahun 1999. Strategi tersebut berupa akselerasi surveilans campak, akselerasi respon KLB, cakupan rutin imunisasi campak tinggi (cakupan 90%) dan pemberian dosis kedua campak (Depkes RI,2006). Kejadian penyakit campak sangat berkaitan dengan keberhasilan program imunisasi campak. Indikator yang bermakna untuk menilai ukuran kesehatan masyarakat di negara berkembang adalah imunisasi campak. Bila cakupan imunisasi mencapai 90% maka dapat berkontribusi menurunkan angka kesakitan dan angka kematian sebesar 80-90%. Amerika Serikat mencapai eradikasi campak pada tingkatan cakupan sekitar 90% (Depkes RI,2004). Indonesia pada saat ini berada pada tahap reduksi dengan pengendalian dan pencegahan Kejadian Luar Biasa (KLB). Tingkat penularan infeksi campak sangat tinggi sehingga sering menimbulkan KLB. Penyakit ini dapat dicegah dengan pemberian imunisasi campak. Tanpa program imunisasi attack rate 93,5 per 100.000. Kasus campak dengan gizi buruk akan

meningkatkan Case Fatality Rate (Depkes RI, 2006). Di Indonesia program imunisasi campak dimulai sejak tahun 1984 dengan kebijakan memberikan 1 dosis pada bayi usia 9 bulan. Pada awalnya cakupan campak sebesar 12,7% di tahun 1984 kemudian meningkat sebesar 85,4% pada tahun 1990 dan bertahan pada 90,6% di tahun 2002, pada tahun 2004 cakupan naik menjadi 91,8%. Pada tahun 1990 Indonesia dinyatakan telah mencapai Universal Child Immunization (UCI) secara nasional. Hal ini

memberikan dampak positip terhadap kecenderungan penurunan insiden campak, khususnya pada Balita dari 20.08/10.000 3,4/10.000 selam tahun 1992-1997. Jumlah kasus campak menurun pada semua golongan umur di Indonesia terutama anak-anak dibawah lima tahun pada tahun 1999 s/d 2001, namun setelah itu insidens rate tetap, dengan kejadian pada kelompok umur <1 tahun dan 1-4 tahun selalu tinggi daripada kelompok umur lainnya. Campak berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB), karena tingkat penularan campak sangat tinggi. Dikatakan KLB, jika peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali lipat atau lebih dibandingkan dengan periode sebelumnya jam, hari, minggu, bulan, tahun) atau jumlah penderita baru dalam satu bulan menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih bila

dibandingkan dengan angka rata-Rata perbulan dalam tahun sebelumnya. Pada umumnya KLB yang terjadi dibeberapa provinsi menunjukkan kasus tertinggi selalu ada pada golongan umur 1-4 tahun. Gambaran ini menunjukkan bahwa balita merupakan kelompok rawan dan perlu ditingkatkan imunitasnya terhadap campak. Hal ini menggambarkan lemahnya pelaksanaan dari pemberian satu dosis sehingga perlu dilakukan imunisasi campak pada semua kelompok umur tersebut diseluruh desa yang mempunyai masalah cakupan imunisasi. Case Fatality rate campak di rumah sakit dan dari hasil penyelidikan Kejadian Luar Biasa (KLB) selama tahun 1997-1999 cenderung meningkat, kemungkinan berkaitan dengan dampak krisis pangan dan gizi, tapi hal itu belum diteliti (Depkes RI, 2005).

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. KONSEP PENYAKIT CAMPAK 2.1.1. Definisi Campak Campak adalah penyakit akut yang sangat menular, disebabkan oleh infeksi virus yang umumnya menyerang anak. 2.1.2. Etiologi Campak disebabkan oleh virus campak. Virus campak termasuk golongan paramyxovirus berbentuk bulat dengan tepi kasar,dibungkus oleh selubung luar yang terdiri dari lemak dan protein. Di dalamnya terdapat nukleoplaksid dari myxovirus. Salah satu protein yang berada diselubung luar berfungsi sebagai hemaglutinin. 2.1.3. Pathogenesis Penularan virus campak sangat efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Penularan campak terjadi secara droplet melalui udara sejak 1-2 hari sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Virus masuk kedalam limfatik local, bebas maupun berhubungan dengan sel mononukler, kemudian mencapai kelenjar getah bening regional. Sel mononuclear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti banyak ( sel warthin), sedangkan limfosit T (termasuk T-supressor dan Thelper) yang rentan terhadap infeksi, turut aktif membelah. Gambaran kejadian awal masih belum diketahui secara lengkap tetapi setelah 5-6 hari infeksi awal, terbentuk focus infeksi yaitu ketika virus masuk ke pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel nasofaring, kunjungtiva, saluran nafas,kulit, kandung kemih dan usus. Pada hari ke 9-10, focus infeksi pada epitel saluran nafas dan konjungtiva akan menyebabkan timbulnya nekrosis. Pada saat itu virus masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari system saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput

konjungtia yang merah. Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada system saluran pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan tampak suatu ulser kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik, yang dapat tanda pasti untuk menegakkan diagnosis campak. 2.1.4. Manifestasi klinis Diagnosis campak biasanya dapat dibuat berdasarkan kelompok gejala klinis yang sangat berkaitan, yaitu koriza dan mata meradang disertai batuk dan demam tinggi dalam beberapa hari, diikuti timbulnya ruam yang memiliki cirri khas, yaitu diawali dari belakang telinga kemudian menyebar ke muka,dada,tubuh, lengan dan kakibersamaan dengan meningkatnya suhu tubuh dan selanjutnya mengalami hyperpigmentasi dan mengelupas. Pada stadium prodromal dapat dijumpai bercak koplik sebagai tanda patognimonis campak. 2.1.5. Penyulit a. Laryngitis akut b. Bronkopneumoni c. Kejang demam d. Ensefalitis e. SSPE ( subacute sclerosing panenchepalitis) f. Otitis media g. Enteritis h. Konjungtivitis i. Adenitis servikal j. ITP k. Pada ibu hamil dapat terjadi abortus,partus prematurus, dan kelainan congenital l. Aktivasi tuberculosis m. Pneumomediastinal n. Gangguan gizi o. Infeksi piogen pada kulit 2.1.6. Pengobatan

Pasien campak dengan penyulit dapat berobat jalan. Anak harus diberikan cukup cairan dan kalori, sedangkan pengobatan bersifat simtomatik, dengan pemberian antipiretik, antitusif, ekspektoran, dan antikonvulsan bila diperlukan. Vitamin A 100.000 IU per oral diberkan satu kali, bila terdapat malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari. Apabila terdapat penyulit, dilakukan pengobatan terhadap penyuit : 1. Bronkopneumoni : diberikan antibiotic ampisilin 100 mg/KgBB/hari dalam 4 dosis dikombinasi dengan Kloramfenikol 75 mg/KgBB/hari dalam 4 hari Intravena. 2. Enteritis : pada keadaan berat anak mudah jatuh dalam dehidrasi. Pemberian cairan intravena dapat dipertimbangkan apabila terdapat enteritis + dehidrasi. 3. Otitis media : seringkali disebabkan oleh karena infeksi sekunder sehingga perlu diberikan antibiotic kotrimoksazole-sulfametoxazole (TMP 4 mg/KgBB/hari dalam 2 dosis) 4. Ensepalofati : perlu reduksi jumlah pemberian cairan hingga kebutuhan untuk mengurangi edem otak, disamping pemberian kortikosteroid. Perlu dilakukan koreksi elektrolit dan gangguan gas darah. 2.1.7. Pencegahan Pencegahan campak dilakukan dengan pemberian imunisasi aktif pada bayi berumur 9 bulan atau lebih. Program imunisasi campak secara luas baru dikembangkan pelaksanaannya pada tahun 1982. Pada tahun 1963 telah dibuat dua vaksin campak yaitu vaksin yang berasal dari virus campak yag hidup dan dilemahkan dan vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan. Sejak tahun 1967 vaksin yang berasal dari virus campak yang telah dimatikan tidak digunakan lagi oleh karena efek proteksinya hanya bersifat sementara dan dapat menimbulkan gejala atypical measles yang hebat. Efek proteksi dari vaksin campak diukur dengan berbagai macam cara. Salah satu indicator pengaruh vaksin terhadap proteksi adalah penurunan angka kejadian sakit kasus campak sesudah pelaksanaan program imunisasi. Dari data yang benar, efektivitas vaksin sebesar 90-95% atau lebih. Hasil ini harus didukung deengan data serokonversi. Perhitungan ini sangat bermanfaat bila angka cakupan imunisasi campak sangat tinggi, yaitu lebih dari 95%. Jika proporsi kasus campak

pada kelompok yang sudah di imunisasi masih tetap tinggi berarti bahwa vaksin yang kurang baik. Proteksi dapat dicatat dengan memeriksa respon imun dan manifestasi klinis yang timbul akibat pemberian imunisasi dengan virus vaksin yang tidak ganas. Kegagalan vaksinasi perlu dibedakan antara kegagalan prmer dan kegagalan sekunder. Dikatakan primer bila tidak terjadi serokonversi setelah diimunisasi dan sekunder apabila tidak ada proteksi setelah terjadi konversi. Berbagai kemungkinan yang menyebabkan tidak terjadinya serokonversi adalah adanya antibody yang dibawa sejak lahir yang dapat menetralisir virus vaksin campak yang masuk, vaksin yang rusak, akibat pemberin immunoglobulin yang diberikan secara bersamaan. Sedangkan kegagalan sekunder dapat terjadi karena potensi vaksin yang kurang kurang kuat sehingga respon imun yang terjadi tidak adekuat dan tidak cukup untuk memberikan perindungan terhadap bayi secara alami.

BAB III LAPORAN KASUS

3.1. IDENTITAS PASIEN Nama Umur Jenis kelamin Alamat : I Putu Pebri Ariana : 13 tahun : Laki-laki : Dusun Gondawari RT 01, Desa Lembuak, Kecamatan Narmada, Lombok Barat Suku Agama Waktu Pemeriksaan : bali : hindu :

3.2. ANAMNESIS Keluhan Utama : Panas 4 hari Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien mengeluh BAB nya cair sejak 1 hari sebelum pemeriksaan di Puskesmas (tgl 26 Juli 2011). BAB nya dikeluhkan cair, seperti air, namun masih bercampur ampas sedikit, frekuensi >5x/hari, terkadang bisa mencapai 10x sehari. Warna BAB kuning kecoklatan, darah (-), lendir (-). Selain itu pasien juga mengeluh nyeri perut. Nyeri perut dikeluhkan pada seluruh perut. Selain itu pasien juga mengeluh sangat lemas dan tidak bertenaga. Keluhan mual dan muntah juga dikeluhkan pasien sejak ia pertama kali mengalami BAB sering dan cair tersebut. Selain itu pasien juga mengeluh demam sejak 1 hari sebelum pemeriksaan. Demam dikeluhkan setelah gangguan BABnya tersebut. Nafsu makan pasien juga dikeluhkan menurun. BAK pasien dalam batas normal. Riwayat Penyakit Dahulu : Sebelumnya pasien mengaku tidak pernah menderita hal serupa,riwayat penyakit jantung (), hipertensi (-), sesak nafas yang lama (-), riwayat batuk lama (-). Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit seperti yang diderita pasien saat ini.

Riwayat Lingkungan, Sosial, Ekonomi Pasien tinggal bersama anak perempuannya, menantu laki-laki dan satu orang cucunya. Penghasilan keluarga per bulan sekitar Rp 750.000 Rp 1.000.000,00. Penghasilan ini dirasa cukup untuk membiayai kehidupan sehari-hari keluarga ini. Penghasilan ini diperoleh oleh menantu laki-laki pasien yang bekerja sebagai buruh di daerah wisata, di Gili Terawangan. Pasien tinggal di rumah menantu laki-lakinya, di daerah Batu Tumpeng, Jagaraga Indah, di sebuah rumah yang berukuran 7 x 4 m2, terdiri dari ruang tamu yang sekaligus rangkap dengan ruang keluarga, 2 kamar tidur dan dapur. Rumah pasien ini beratap genteng, tidak ada flavon, berdiiding tembok, satu jendela dan satu pintu. Rumah ini berlantai keramik, pada ruang tamu dan kamar tidur, namun berlantai semen pada dapur. Dapur terletak di samping rumah pasien. Letak dapur dan kamar tidur dipisahkan oleh dinding. Untuk lingkungan luar rumah pasien, jarak rumah pasien dengan rumah tetangga sangat dekat yaitu 0,5 meter. Batas rumah pasien di sebelah selatan adalah depan rumah tetangga, sebelah utara adalah halaman belakang rumah tetangga, sedangkan di sebelah timur rumah pasien berbatasan dengan kandang kambing yang berjarak 2 meter dari rumah pasien dan sebelah barat rumah pasien berbatasan dengan rumah tetangga. Rumah pasien tidak memiliki jamban, WC ataupun kamar mandi, untuk kebutuhan sehari-hari pasien mengambil air bersih dari sumur di dekat rumahnnya. Namun menurut pasien dan keluarga pasien, air tersebut langsung dikonsumsi dan tidak dimasak terlebih dahulu, dengan alasan sudah terbiasa dengan hal seperti itu dan mereka mengatakan rasa air yang dimasak tidak segar dan berbeda dengan air yang langsung dikonsumsi. Sedangkan untuk keperluan BAB dan BAK, pasien dan keluarga pasien melakukannya di sungai kecil yang berjarak 10 m dari rumahnya. Hal ini telah dilakukan oleh pasien dan keluarga pasien tersebut hingga 7 tahun lamanya.

3.3. PEMERIKSAAN FISIK (28 Juli 2011) Pemeriksaan umum Keadaan Umum : sedang Kesadaran Tanda vital : TD HR RR T ax BB Status General : o Kepala : 1. Ekspresi wajah : normal 2. Bentuk dan ukuran : normal 3. Rambut : normal 4. Udema (-) 5. Malar rash (-) 6. Parese N VII (-) o Mata : 1. Simetris 2. Alis : normal 3. Exopthalmus (-) 4. Ptosis (-) 5. Nystagmus (-) 6. Strabismus (-) 7. Udema palpebra (-) 8. Mata cowong :-/9. Konjungtiva : anemia (-/-), hiperemia (+) 10. Sclera : ikterus (-/-), hyperemia (-), pterygium (-) 11. Pupil : isokor, bulat, miosis (-), midriasis (-) : 100/60 mmHg : 94x/menit, irama teratur : 26 x/menit : 38,6 oC : 34 kg : CM

12. Kornea : normal 13. Lensa : normal, katarak (-) o Telinga : 1. Bentuk : normal, 2. Lubang telinga : normal, secret (-) 3. Nyeri tekan (-) 4. Pendengaran : normal o Hidung : 1. Simetris, deviasi septum (-) 2. Perdarahan (-), secret (+) 3. Penciuman normal o Mulut : 1. Simetris 2. Bibir : sianosis (-) 3. Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-) 4. Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-) 5. Mukosa : kering, bercak koplik (-) o Leher : 1. Simetris (-) 2. Kaku kuduk (-) 3. Scrofuloderma (-) 4. Pemb.KGB (-) 5. Trakea : ditengah 6. JVP : normal 7. Pembesaran otot sternocleidomastoideus (-) 8. Pembesaran thyroid (-) o Thorax : Cor Inspeksi : iktus kordis tidak tampak Palpasi : iktus kordis teraba ICS 5 midklavikula sinistra

Perkusi : Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-) Pulmo Inspeksi : Bentuk simetris Pergerakan simetris Iga dan sela iga : retraksi (-), penggunaan otot bantu intercostal (-), Pelebaran sela iga () Pernafasan : frekuensi 26 x/menit, teratur Palpasi : Pergerakan simetris Fremitus raba dan vokal simetris Provokasi nyeri () Perkusi : Sonor di kedua lapangan paru Nyeri ketok () Auskultasi : Suara nafas vesikuler +/+ Suara tambahan rhonki -/Suara tambahan wheezing -/o Abdomen : Inspeksi : Bentuk : distensi (-), scar (-), keloid (-), ruam (+) Auskultasi :Peristaltik usus : meningkat Palpasi : Turgor : agak lambat kembali Tonus : normal Nyeri tekan (+) Hepar : tidak teraba Lien : tidak teraba Ginjal : tidak teraba Perkusi : suara timpani Inguinal-genitalia-anus : tidak diperiksa Vertebrae : Inspeksi : Bentuk : tampak normal Kulit :scar (-), keloid (-) Palpasi : nyeri tekan (-)

Ekstremitas atas :

Akral hangat : +/+ Kulit normal Deformitas : (-) Sendi : dbn Edema: (-/-) Sianosis : (-) Kekuatan-tenaga : normal Ruam (+/+)

Ekstremitas bawah:

Akral hangat : +/+ Kulit normal Deformitas : (-) Sendi : dbn Edema : (-/-) Sianosis : (-) Ruam (+/+)

3.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG : -

3.5. DIAGNOSIS KERJA Campak 3.6. PENATALAKSANAAN Terapi rawat jalan Vitamin A 100.000 IU Paracetamol tab 500 mg 3 dd I Amoksicilin tab 500 mg 3 dd I

3.7. PROGNOSIS Bonam 3.8. KONSELING Konseling yang diberikan pada pasien : 1. Istirahat dan minum banyak cairan serta minum obat secara teratur

2. Menjaga kebersihan lingkungan 3. Mengubah perilaku sehari-hari menjadi perilaku hidup bersih dan sehat 4. Lebih aktif bekerjasama dengan pusat pelayanan kesehatan demi mencegah kembali terjadinya penyakit .

BAB IV PEMBAHASAN

Anda mungkin juga menyukai