Anda di halaman 1dari 33

BAB I PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masa remaja adalah periode dimana seseorang mulai bertanya-tanya mengenai berbagai fenomena yang terjadi dilingkungan sekitarnya sebagai dasar bagi pembentukan nilai diri mereka. Masa remaja merupakan masa yang paling krisis dalam rentang kehidupan perkembangan sosio emosional, karena masa ini merupakan masa peralihan yang menjadikan individu itu bingung dalam mengambil keputusan. Gambaran perkembangan masa hidup seorang anak remaja 15 tahun misalnya, akan menggambarkan diri mereka sendiri di dalam fikirannya. Gambaran-gambaran apa yang akan di tekankan untuk masa depannya. Mereka akan melakukan perluasan minat mengenai potret diri dan pencarian suatu identitas selama masa remaja. Aspek-aspek lain yang terkait dalam masa remaja ini seperti keluarga, teman-teman sebaya, dan kebudayaan serta ritual peralihan yang akan mempengaruhinya.

B.

Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa

masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah: 1. Apa yang di maksud dengan perkembangan sosio-emosional remaja. Bagaimana hubungan dalam keluarga pada masa remaja, Bagaimana hakekat otonomi dan attachement pada masa remaja, Seberapa luaskah konflik orang tua remaja, bagaimana konflik itu mempengaruhi perkembangan remaja, Apakah kematangan remaja dan orang tua mempengaruhi bagaimana remaja dan orang tua berinteraksi, Bagaimana peran teman sebaya dalam perkembangan masa remaja, Apa pengaruh kebudayaan terhadap perkembangan masa remaja dan bagaimana perkembangan identitas pada masa remaja ? 2. Apa saja contoh kasus perkembangan pribadi sosio-emosional, analisis dan solusi.

C. Tujuan Berdasarkan rumusan masalah di atas dapat di ambil tujuan sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan perkembangan sosioemosional remaja, hubungan dalam keluarga pada masa remaja, hakekat otonomi dan attachement pada masa remaja, peran teman sebaya dalam perkembangan masa remaja, kebudayaan terhadap perkembangan masa remaja dan perkembangan identitas pada masa remaja 2. Untuk mengetahui contoh kasus perkembangan sosio-emosional remaja, analisis dan solusi.

D. Manfaat Mengetahui perkembangan sosioemosional pada masa remaja hubungan dalam keluarga pada masa remaja, hakekat otonomi dan attachement pada masa remaja, peran teman sebaya dalam perkembangan masa remaja, kebudayaan terhadap perkembangan masa remaja dan perkembangan identitas pada masa remaja. Mengetahui analisis dari kasus-kasus yang telah di jelaskan agar dapat menemukan solusi-solusi yang tepat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Perkembangan Sosio-emosional
Perkembangan Sosio-emosional Remaja adalah Remaja yang berada dalam pencarian kepastian hidup, misalnya mengenai masa depan, identitas diri, apa yang akan dikerjakan dalam hidup remaja terutama dipengaruhi oleh keluarga,terutama orang tua, dan teman-teman sebaya. Remaja memang memasuki suatu dunia yang terpisah dari orang tua, tetapi Attachment dengan orang tua meningkatkan kemungkinan remaja untuk menjadi kompeten secara sosial dan menjelajahi dunia sosial yang lebih luas dengan cara-cara yang sehat. Konflik dengan orangtua pada taraf yang ringan dapat berfungsi untuk meningkatkan otonomi dan identitas, tetapi pada taraf yang berat beberapa kasus menunjukkanadanya dampak negatif pada remaja. Tekanan yang dialami remaja tidak hanyabersumber dari relasinya dengan orang tua tetapi juga dengan rekanrekan sebayanya. Tekanan untuk mengikuti teman-teman sebaya sangat kuat pada masa remaja. Keanggotaan dalam kelompok atau klik tertentu berpengaruh terhadap peningkatan harga diri. Di sisi lain, remaja yang mandiri juga memperlihatkan harga diri yang tinggi

B. Keluarga
Salah satu yang mempengaruhi perkembangan harga diri adalah hubungannya dengan orang lain, terutama orang terdekat seperti orang tua, saudara kandung, dan teman dekat. Diantara struktur sosial yang ada, keluarga merupakan hal yang paling penting, karena keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat, baik secara fisik maupun dukungan sosial. B.1 Otonomi dan attachment. Tuntutan remaja akan otonomi dan tanggung jawab membingungkan dan membuat marah banyak orang tua. Orang tua akan menjadi frustrasi karena mereka berharap remaja mereka menuruti nasehat mereka, mau meluangkan waktu bersama dengan keluarga , dan tumbuh untuk melakukan apa yang benar [ Collins Luebker, 1993 ]. Kebanyakan orang tua mengantisipasi kesulitan remaja

dalam menyesuaikan diri dengan perubahan masa remaja, tetapi hanya sedikit yang dapat membayangkan kuatnya hasrat seorang ramaja untuk meluangkan waktu bersama dengan teman sebaya atau seberapa banyak remaja ingin memperlihatkan bahwa merekalah yang bertanggung jawab atas keberhasilan dan kegagalan mereka, bukan orang tua mereka. Ketika remaja menuntut otonomi, orang dewasa yang bijaksana melepaskan kendali dibidang-bidang dimana remaja dapat mengambil keputusan yang masuk akal tetapi tetap terus membimbing remaja untuk mengambil keputusan yang masuk akal pada bidang dimana pengetahuan remaja terbatas. Dengan demikian secara berangsur-angsur remaja memperoleh kemampuan untuk mengambil keputusan matang secara mandiri. Dalam perkembangannya attachment dengan orang tua pada masa remaja dapat membantu kompetensi sosial dan kesejahteraan sosial remaja, sebagaimana tercermin dalam ciri-ciri seperti harga diri, penyesuaian emosional dan kesehatan fisik [ Allen dkk, 1994; Kobak Cole, 1993; Onishi Gjerde, 1994 ]. Dengan demikian attachment dengan orang tua selama masa remaja dapat berlaku sebagai fungsi adaptif , yang menyediakan landasan yang kokoh dimana remaja dapat menjelajahi dan menguasai lingkungan baru dan dunia sosial yang luas dalam suatu cara yang secara psikologis sehat. Attachment yang kokoh dengan orang tua dapat menyangga remaja dari kecemasan dan potensi perasaan depresi atau tekanan emosional yang berkaitan dengan transisi dari masa anak-anak ke masa dewasa, mereka memahami keluarga mereha sebagai keluarga yang kohesif dan mengeluhkan sedikit kecemasan sosial atau perasaan depresi [ Papini, Roggman, Anderson, 1990 ]. B.2 Konflik orang tua remaja. Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampaui tingkat masa anak-anak [ Steinberg, 1993 ]. Peningkatan ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor al : perubahan biologis pubertas, perubahan kognitif yang meliputi idealisme dan penalaran logis, perubahan sosial yang berfokus pada kemandirian dan identitas, perubahan kebijaksanaan pada orang tua, dan harapan yang dilanggar orang tua dan remaja. Remaja

membandingkan orang tuanya dengan suatu standar ideal dan mengecam kekurangannya.orang tua yang menyadari bahwa transisi ini memerlukan waktu, menangani anak muda mereka secara lebih kompeten dan tenang daripada orang tua yang menuntut ketaatan segera terhadap standar orang dewasa. Sebaliknya membiarkan remaja melakukan apa yang mereka inginkan tanpa pengawasan, juga kurang bijaksana. Perselisihan dan perundingan kecil orang tua remaja ini akan mempermudah transisi remaja dari tergantung pada orang tua menjadi seorang individu yang memiliki otonomi. Kesadaran bahwa konflik dan perundingan dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif dapat juga menurunkan kemarahan orang tua.

B.3 Kematangan Remaja dan orang tua. Dengan perubahan perubahan yang dialami remaja dan orang tua, akan menjadikan kematangan secara sosial emosional. Diantara perubahan remaja ialah pubertas, berkembangnya penalaran logis dan meningkatnya pemikiran idealistis dan egosentris, pelanggaran harapan-harapan, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, serta menuju kemandirian. Orang tua akan menatap kemasa depan secara lebih mantap dan berpikir tantang berapa banyak lagi waktu yang tersisa untuk meraih apa yang mereka inginkan. Akan tetapi remaja semakin optimis menatap masa depan yang tidak terbatas, dan merasa bahwa mereka memiliki sejumlah waktu yang tidak terbatas untuk meraih apa yang mereka inginkan.

C. Teman Sebaya
Masalah yang sering terjadi pada remaja didalam hubungannya dengan keluarga adalah kebutuhan remaja yang tidak dipahami oleh anggota keluarga yang lain, yaitu pentingnya kehadiran teman-teman . pada masa ini ketergantungan anak dengan keluarga mulai berkurang, dan seorang remaja akan lebih sering untuk menghabiskan waktunya dengan teman-temannya. Pada masa remaja, teman-teman menjadi figur yang penting dan merupakan hal yang menjadi penekanan sosial bagi remaja, lebih dari orang tua.

C.1 Tekanan Teman sebaya dan tuntutan konformitas. Komformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negatif. Umumnya remaja terlibat dalam semua bentuk perilaku konformitas yang negatif, seperti : menggunakan bahasa yang jorok, mencuri, merusak, dan mengolok-olok orang tua dan guru. Tapi ada juga konformitas teman sebaya yang tidak negatif dan terdiri atas keinginan untuk dilibatkan dalam dunia teman sebaya, seperti berpakaian yang sama dengan teman-teman dan keinginan untuk meluangkan waktu dengan anggota kelompok, serta sering melibatkan diri pada kegiatan prososial, seperti mengumpulkan uang untuk kegiatan social dengan tujuan yang bermakna.

C.2 Klik dan Kelompok. Kebanyakan relasi dengan kelompok teman sebaya pada masa remaja dapat dikategorikan dalam salah satu dari tiga bentuk : kelompok, klik, atau persahabatan individual. Kelompok (crowd) ialah kelompok-kelompok remaja yang terbesar dan kurang bersifat pribadi. Anggota kelompok bertemu karena ada kepentingan , bukan karena saling tertarik. Klik ialah kelompok yang lebih kecil, memiliki kedekatan yang lebih besar di antara anggota, dan lebih kohesif daripada kelompok. Keanggotaan pada klik biasanya berkaitan dengan harga diri remaja [ Brown Lohr, 1987 ]. Klik-klik ini meliputi yang berorientasi atletik, murid yang terkenal memimpin kegiatan sosial, murid yang sering berbuat onar, murid yang terkenal menggunakan obat-obatan dan kenakalan lainnya. Namun ada juga murid yang tidak mau bergabung, karena menurut mereka keanggotaan klik tidak penting, namun merka memiliki harga diri yang setara dengan murid populer.

C.3 Kelompok Remaja versus Kelompok Anak-anak. Kelompok anak-anak bersifat kurang formal, kurang heterogen, dan kurang hetero-seksual dari pada kelompok remaja. Anggota kelompok anak-anak seringkali adalah teman-teman atau kenalan tetangga. Namun kelompok remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas. Pada akhir masa anak-anak , anak laki-laki dan anak perempuan berpartisipasi dalam klik yang kecil, yang anggotanya berjenis kelamin sama. Ketika mereka memasuki tahun awal masa

remaja , klik yang anggotanya berjenis kelamin sama mulai berinteraksi satu sama lain. Secara berangsur-angsur para pemimpin dan anggota yang berstatus tinggi membentuk klik lebih lanjut yang berdasarkan relasi heteroseksual.

C.4 Berkencan Berkencan bagi remaja ialah suatu konteks dimana harapan peran yang berkaitan dengan gender meningkat. Laki-laki merasakan tekanan untuk tampil secara maskulin dan perempuan merasakan tekanan untuk tampil secara feminim. Khusus pada awal masa remaja, ketika perubahan pubertas terjadi, remaja lakilaki ingin memperlihatkan bahwa ia mungkin adalah laki-laki terbaik, dan remaja perempuan ingin memperlihatkan bahwa dia mungkin adalah perempuan yang terbaik. Berkencan dapat merupakan suatu bentuk seleksi pasangan, rekreasi, sumber status dan prestasi, serta suatu lingkungan untuk belajar tentang relasi yang akrab.

D. Kebudayaan dan Perkembangan Remaja


Kita hidup di dunia yang semakin beragam, suatu dunia dimana terjadi peningkatan kontak antara remaja dari kelompok-kelompok kebudayaan dan etnis yang berbeda. D.1 Perbandingan Lintas Budaya dan Ritual Peralihan. Seperti pada periode-periode perkembangan remaja. Ritual-ritual menandai suatu transisi individual dari suatu status ke status lain, khususnya ke masa dewasa. Pada banyak kebudayaan primitif, ritual peralihan adalah jalan dimana remaja memperoleh akses ke dalam praktek-praktek orang dewasa, kedalam pengetahuan, dan kedalam seksualitas [ MacDonald, 1991; Sommer, 1978 ]. Ketiadaan ritual peralihan yang jelas menyebabkan pencapaian status dewasa membingungkan. Banyak individu tidak yakin apakah mereka telah atau belum mencapai status dewasa. D.2 Etnisitas. Etnisitas dan kelas sosial dapat berinteraksi dalam berbagai cara yang melebih-lebihkan pengaruh etnisitas karena orang-orang yang berasal dari etnis minoritas lebih banyak diwakili dalam tingkat sosial ekonomi yang lebih rendah

di masyarakat amerika (Spencer & Dornbusch, 1990). Banyak penelitian tentang remaja etnis minoritas tidak menghiraukan pengaruh-pengaruh etnisitas dan kelas sosial. Walaupun tidak semua keluarga etnis minoritas miskin, kemiskinan memicu stres pada banyak remaja etnis minoritas. Memahami perbedaan ini merupakan aspek penting untuk dapat berhubungan baik dengan orang lain dalam suatu dunia yang beraneka ragam, multikultural. Kelompok etnis minoritas tidak homogen, mereka memiliki latar belakang sosial, sejarah, dan ekonomi yang berbeda. Kegagalan untuk menyadari keanekaragaman dan perbedaan individual berakibat pada tumbuhnya stereotipe kelompok etnis minoritas. Konflik-konflik nilai sering dilibatkan ketika individu-individu berespon terhadap isu-isu etnis. Suatu konflik nilai yang menonjol meliputi asimilasi versus pluralisme. Asimilasi mengacu pada peleburan kelompok etnis minoritas kedalam kelompok yang dominan, yang sering berarti hilangnya beberapa atau pada akhirnya semua perilaku dan nilai-nilai kelompok etnis minoritas tersebut. Sebaliknya, Kemajemukan [ pluralism ] mangacu kepada kehidupan bersama kelompok etnis dan kebudayaan yang khas di dalam masyarakat yang sama. Orang yang mengadopsi pendirian kemajemukan biasanya mendukung bahwa perbedaan kebudayaan harus dipertahankan dan dihargai.

E. Identitas
Sejauh ini teori yang paling komprehensif dan provokatif tentang perkembangan identitas diungkap oleh Erik Erikson, yaitu kebingungan identitas pada tahap kelima dalam delapan tahapan kehidupan Erikson. Selama masa remaja, pandangan dunia menjadi penting bagi individu yang memasuki suatu penundaan psikologis[psychological moratorium], suatu kesenjangan antara keamanan masa anak-anak dan otonomi masa dewasa. Kaum muda yang berhasil mengatasi identitas-identitas yang saling bertentangan selama masa remaja, muncul dengan suatu kepribadian yang menarik dan dapat diterima. Perkembangan identitas sangat kompleks. Hal ini terjadi sedikit demi sedikit dan potongan demi potongan. Untuk pertama kali dalam perkembangan masa remaja,

individu-individu secara fisik, kognitif, dan sosial telah cukup dewasa untuk mensintesiskan kehidupan mereka dan mengikuti suatu jalan menuju kedewasaan. E.1 Empat Status Identitas. James Mercia seorang Pakar Psikologi kanada mengemukakan bahwa ada empat status identitas yang didasarkan atas suatu kombinasi konflik dan komitmen, yaitu : penyebaran identitas (Identity diffusion), pencabutan identitas (identity foreclosure), penundaan identitas (Identity moratorium), dan pencapaian identitas (identity achievement). Krisis (crisis ) merupakan suatu periode perkembangan identitas selama masa remaja menentukan pilihan yang bermakna atau masa penjajakan. Komitmen ( commitment) didefinisikan sebagai bagian dari perkembangan identitas dimana remaja memperlihatkan suatu tanggung jawab pribadi dalam apa yang mereka akan lakukan. Penyebaran Identitas (Identity diffusion ) ialah istilah untuk menggambarkan remaja yang belum mengalami suatu krisis (belum menjajaki pilihan-pilihan yang bemakna) atau membuat komitmen apapun. Pencabutan Identitas (identity foreclosure), ialah menggambarkan remaja yang belum mengalami suatu krisis (menjajaki pilihan-pilihan yang bemakna) tapi sudah membuat suatu komitmen. Penundaan Identitas (Identity moratorium), ialah istilah yang menggambarkan remaja yang sedang berada di tengah-tengah suatu krisis, tetapi belum ada komitmen apapun. Pencapaian Identitas (identity achievement), istilah untuk remaja yang sudah mengalami krisis dan sudah melakukan komitmen. Beberapa pakar yakin identitas utama berubah pada akhir masa remaja. Mahasiswa tingkat akhir cenderung telah mencapai identitas mereka, walaupun masih banyak yang bergumul dengan komitmen-komitmen ideologis. E.2 Pengaruh keluarga terhadap identitas. Orang tua adalah tokoh yang paling penting dalam perkembangan identitas remaja. Dalam studi-studi yang mengkorelasikan perkembangan identitas remaja dengan gaya-gaya pengasuhan. Orang tua dengan gaya pengasuhan demokratis, yang mendorong remaja untuk berpartisipasi dalam pengambilan keputusan keluarga akan mempercepat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya 9

pengasuhan otokratis, yang mengendalikan perilaku remaja tanpa memberi suatu peluang untuk mengemukakan pendapat, akan menghambat pencapaian identitas. Orang tua dengan gaya pengasuhan permisif, yang memberi bimbingan terbatas kepada remaja dan mengizinkan mereka mengambil keputusan sendiri akan meningkatkan kebingungan identitas (Bernard,1981;Enright,dkk,1980; Mercia,1980). Selain melakukan studi tentang gaya pengasuhan, para peneliti juga menguji peran individualitas dan keterkaitan, perannya penting dalam perkembangan identitas remaja. Individualitas (individuality) terdiri dari dua dimensi , yaitu : Penegasan diri (self-assertion ), yaitu kemampuan untuk memiliki dan mengkomunikasikan suatu sudut pandang, Keterpisahan (separateness), yaitu penggunaan pola-pola komunikasi untuk mengemukakan bagaimana seseorang berbeda dari yang lain. Ketertarikan (connectedness) juga terdiri dari dua dimensi yaitu : mutualitas (mutuality), yaitu kepekaan dan penghormatan terhadap pandangan-pandangan orang lain kemampuan menerima (permeability), yaitu keterbukaan terhadap pandangan-pandangan orang lain. E.3 Kebudayaan dan Aspek Etnis pada Identitas Erikson, 1968 secara khusus tertarik terhadap peran kebudayaan dalam perkembangan identitas. Kelompok-kelompok etnis minoritas berjuang untuk mempertahankan identitaskebudayaan mereka saat berbaur ke dalam kebudayaan yang dominan. Bagi banyak pemuda etnis minoritas, kurangnya model peran yang berhasil membuat beberapa pemuda etnis minoritas mengikuti nilai-nilai etnis yang dominan kelas menengah dan berhasil mengidentifikasikan diri dengan model-model itu. Dalam lingkungan perkotaan yang berpenghasilan rendah dimana dukungan bagi pengembangan identitas yang positif tidak ada, organisasi dan program yang efektif bagi pemuda dapat memberi kontribusi yang penting bagi pengembangan identitas yang positif. Mereka berharap akan organisasi yang mampu memahami sifat mereka sebagai remaja yang memiliki kekhawatiran, mudah tergoda, dan kesepian namun sekaligus juga memandang mereka sabagai 10

individu yang memiliki potensi, berharga, dan ingin memiliki kehidupan yang sehat dan produktif yang memberi jalan positif bagi perkembangan identitas pemuda etnis minoritas. E.4 Gender dan Perkembangan Identitas Dalam sajian klasik Erikson, 1968 tentang perkembangan identitas, pembagian kerja di antara jenis kelamin tercermin dalam pernyataan bahwa aspirasi kaum laki-laki berorientasi pada karir komitmen-komitmen ideologis, sementara aspirasi kaum perempuan terpusat sekitar pernikahan dan pengasuhan anak. Studi terbaru memperlihatkan bahwa ketika kaum perempuan mengembangkan minat-minat pekerjaan yang lebih kuat, perbedaan jenis kelamin dalam identitas beralih menjadi persamaan. Akan tetapi yang lain berpandapat bahwa ikatan-ikatan relasi dan emosi lebih sentral dalam perkembangan identitas kaum perempuan daripada kaum laki-laki, dan bahwa perkembangan identitas kaum perempuan dewasa ini lebih kompleks daripada perkembangan identitas kaum laki-laki. E.5 Eksplorasi dalam perkembangan Pendidikan, Pekerjaan, dan Identitas. Susan Harter, 1990 menyatakan pentingnya program-program pengembangan bagi pemuda yang meningkatkan eksplorasiyang aktif dan realistis terhadap tujuan identitas yang lebih luas, seperti pilihan pendidikan dan pekerjaan. Strategi untuk meningkatkan perkembangan identitas adalah dengan mendorong masyarakat untuk menyadari keuntungan kompetensi yang positif dalam banyak bidang yang berbeda, tidak hanya kompetensi akademis. Strategi lain adalah mengakui bahwa pendidikan merupakan alat utama untuk mencapai keberhasilan, dan untuk memberi dukungan yang lebih baik dan perhatian yang lebih terindividualisasi kepada remaja yang keterampilan akademisnya buruk dan harga dirinya rendah.

11

BAB III KASUS, ANALISIS, DAN SOLUSI


A. KASUS kasus 1
Lokasi Hari / tanggal Pelaku Bentuk perilaku Latar belakang tidak naik Pemicu : Sukun, Malang : 3 Juli 2012. : M Sahrul Romadhon (14 tahun) : Kabur dari rumah : Ia diduga takut dimarahi orangtuanya lantaran kelas dan mengecewakan orang tuanya sehingga ia frustasi. : Ada teman yang lebih dahulu kabur dari rumah.

Sahrul diketahui sempat pergi bersama salah satu teman sekolahnya, TG, yang ternyata juga kabur dari rumah orangtuanya gara-gara hal yang sama.

Akibat Sumber kasus 2


Lokasi Hari / tanggal Pelaku Bentuk perilaku Latar belakang Pemicu

: Membuat cemas seluruh pihak keluarga dan

masyarakat dan merasa dirinya tak berharga. : Tribunnews.com

: Mojosongo, Solo : 22 Juni 2010 : Fani (16 tahun) : Gantung Diri : Orang tuanya melarang untuk berpacaran. : Didera stress yang mengakibatkan tekanan

sisiologis dalam jiwa (Depresi) karna tak mendapat restu untuk pacaran dari orang tua. Akibat Sumber : Meninggal Dunia. : Joglosemar.com

12

B. Analisis
Kasus 1 Tingkat emosi seorang remaja memang sangat labil, sehingga ia sangat sulit untuk mengatur emosinya. Dengan demikian banyak remaja apabila sedang stress karena suatu keinginan yang tak tercapai, usaha yang terwujud maka ia akan sangat bingung, malu, serta marah. Tak jarang dia akan mengambil suatu keputusan yang sangat jauh dari nalar, karena itu diluar akal yang sehat. Contoh pada kasus 1 seorang remaja melakukan kegiatan kabur dari rumah, karena dia tidak naik kelas. Sehingga ia sangat malu dan frustasi karena telah mengecewakan orang tuanya. Karena fikirannya sudah sangat kalut sehingga ia mengambil keputusan untuk kabur dari rumah, untuk menghilangkan rasa malu dan frustasinya. Padahal itu adalah suatu kegiatan yang akan menimbulkan efek besar terhadap dirinya sendiri dan orang lain. Mengapa demikian? Karena jika ia kabur dari rumah, maka pendidikannya akan terganggu, tidak mendapatkan kasih sayang orang tua, membuat resah orang tua, dan bakal menjadi pencarian pihak berwajib sebagai orang hilang. Semua efek diatas tidak akan terfikirkan olehnya, karena pada saat itu difikirannya hanya ingin lari dari rasa frustasi dan malu. Sehingga ia melakukan hal itu yaitu kabur dari rumah. Kasus 2 Masa remaja merupakan masa dimana seorang individu mengalami peralihan dari satu tahap ke tahap berikutnya dan mengalami perubahan baik emosi, tubuh, minat, pola perilaku, dan juga penuh dengan masalah-masalah (Hurlock, 1998). Oleh karenanya, remaja sangat rentan sekali mengalami masalah psikososial, yakni masalah psikis atau kejiwaan yang timbul sebagai akibat terjadinya perubahan sosial.

13

Kehidupan yang penuh stres pada saat ini seperti adanya bencana yang terjadi dimana-mana, dan berbagai peristiwa hidup yang menyedihkan dapat menyebabkan remaja mengalami depresi. Perlu diketahui bahwa remaja pun bisa kena depresi dan kalau tidak diatasi, episode depresi dapat berlanjut hingga remaja tersebut dewasa. Tetapi yang paling membahayakan dari depresi adalah munculnya ide bunuh diri atau melakukan usaha bunuh diri. Hinton (1989) mengatakan bahwa meskipun depresi yang diderita tidak parah namun risiko untuk bunuh diri tetap ada .Tingkat emosi seorang remaja memang sangat labil dalam pencarian identitas diri, sehingga ia sangat sulit untuk mengatur emosinya. Remaja merupakan kelompok labil karena sedang dalam fase perkembangan kepribadian. Remaja berada dalam pencarian kepastian hidup, misalnya mengenai masa depan, identitas diri, apa yang akan dikerjakan dalam hidup. Jika pengalaman yang ada tidak sesuai dengan harapan, anak akan merasa tidak ada kepastian diri, tidak memiliki masa depan sehingga remaja merasa tidak berarti Dwidjo menambahkan, lingkungan sangat berperan. Anak yang tidak berkembang secara optimal dan kurang mendapat dukungan kondusif dari keluarga dan lingkungan akan tumbuh menjadi remaja yang tidak tangguh. Bentuknya, remaja bertindak nakal, atau sebaliknya berupaya bunuh diri. Karena hal yang sangat-sangat sepele atau sebelah mata pada kasus ini, yaitu orang tuanya melarang remaja itu untuk berpacaran dulu. Mereka (orang tua) menginginkan agar anaknya lebih konsentrasi dalam belajarnya,agar ia dapat sukses dahulu. Tapi sang anak tersebut tidak bisa memikirkan segi positif apa yang diharapkan orang tuanya, sehingga ia menganggap kalau orang tuanya tersebut mengekang kebebasannya. Semua hal itu tidak akan terjadi apabila sang remaja tersebut memiliki kedewasaan atau ketenangan dalam berfikir. Apabila sang remaja tersebut tidak dapat dewasa atau ketenangan dalam berfikir, maka ia akan melakukan hal tersebut yaitu bunuh diri. Sebab ia sangat frustasi dengan ketentuan orang tuanya yang melarangnya untuk berpacaran. Sehingga ia akan bunuh diri.

14

Teori yang relevan


1. Masa remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang tua meningkat melampui tingkat masa anak-anak (Steinberg, 1993). 2. Pelarian diri dari rumah, kenakalan remaja, putus sekolah, kehamilan dan pernikahan yang terlalu dini, keterlibatan dengan sekte-sekte keagamaan, dan penyalahgunaan obat-obatan (Brook, dkk,1990) 3. Orang tua cenderung berusaha mengendalikan dengan keras dan memberi lebih banyak tekanan kepada remaja agar mentaati standar-standar orang tua (Collins, 1990) 4. Konflik sehari-hari yang mencirikan relasi orang tua-remaja sebenarnya dapat berperan sebagai fungsi perkembangan yang positif (Blos, 1989; Hill, 1983) 5. Remaja yang mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan orang tua menjajaki perkembangan identitas lebih aktif daripada remaja yang tidak menggungkapkan ketidaksetujuannya dengan orang tua mereka (Cooper, dkk, 1982). 6. Sejumlah penelitian memperlihatkan bahwa konflik antara orang tua dan remaja adalah yang paling penuh tekanan selama puncak pertumbuhan pubertas (Hill, dkk, 1985; Silverberg & Zeinberg, 1990; Steinberg, 1981, 1988) 7. Beberapa teman sebaya mendukung pencapaian akademis yang tinggi, sedangkan teman sebaya lainnya menunjukkan isyarat bahwa prestasi akademis bukanlah hal yang mereka kehendaki, mungkin melalui pemberian olok-olok kepada siswa yang rain, atau melalui dorongan kepada teman-temannya untuk membolos (Altermatt & Pomerantz, 2003; B.B. Brown, 1993; E.N. Walker, 2006) 8. Remaja meluangkan banyak waktu dengan teman-teman sebaya lebih banyak daripada pada pertengahan dan akhir masa anak-anak. 9. Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negative (Camarena,1991; Foster-Clark & Blyth, 1991; Pearl, Bryan, & Herzog,1990; Wall, 1993)

15

10. Pada tahap remaja, remaja cenderung pergi bersama-sama dengan seorang teman sebaya untuk mencuri dop mobil, menggambar graffiti di dinding, atau mencuri kosmetik di suatu toko (Berndt & Perry; 1990) 11. Partisipasi jenis kelamin yang berbeda dalam kelompok meningkat selama masa remaja (Dunphy;1983). 12. Kebanyakan anak perempuan di Amerika Serikat mulai berkencan pada usia 14 tahun, sementara anak laki-laki mulai pada suatu waktu antara usia 14 dan 15 tahun (Douvan & Adelson, 1966) 13. Remaja perempuan memiiliki keinginan yang lebih kuat untuk penjajakan keintiman dan kepribadian dalam berkencan daripada remaja laki-laki (Duck, 1975) 14. Berkencan dapat menjadi sumber konflik di suatu kebudayaan, berkencan pada remaja diawasi, dan berkencan di kalangan anak-anak perempuan remaja di larang. 15. Saat memasuki remaja, beberapa remaja membentuk hubungan yang lebih intens, lebih sarat muatan afeksi, dan lebih bersifat jangka anjangdengan lawan jenisnya; hubungan tersebut seringkali juga (namun tidak selalu) disertai keintiman seksual (B.B Brown, 1999; J. Connoly & Goldberg, 1999)

C. SOLUSI
1. Solusi Konseptual: a. Menjaga komunikasi dengan orang tua. b. Mengenali pribadi sendiri lebih dalam. c. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif sesuai minat dan bakat. 2. Solusi Operasional a. Menjaga komunikasi dengan orang tua. Pada jaman sekarang ini banyak sekali himbauan bagi orang tua untuk lebih terbuka dengan anak-anak mereka. Bagaimana jika remaja sendiri yang mempunyai inisiatif untuk terbuka dengan orangtua? Tidak sedikit, remaja cenderung untuk dekat dengan teman sebaya dari pada dengan orangtua. Mengapa ada hal ini? Karna kebanyakan para

16

remaja berpikir orang tua bisanya hanya menghujam, melarang dan mengomeli. Padahal semua orangtua tidak selamanya seperti apa yang dipikirkan oleh remaja. Justru orangtua akan menyesal dan merasa gagal jika remaja hanya terbuka pada kekasih atau teman-temannya. remaja mungkin juga merasa canggung dan segan untuk bercerita dengan ayah atau ibu di rumah tentang masalah yang dihadapi.Bila ada masalah, remaja mungkin akan memilih diam atau pergi dari rumah. Bahkan akan menjadi sangat buruk jika memutuskan bunuh diri hanya karena masalah yang sebenarnya bisa dipecahkan dengan kegiatan komunikasi. Cara untuk lebih terbuka pada orangtua bisa dilakukan dengan bersikap Asertif. Tujuan dari bersikap asertif adalah mengutarakan keinginan kita pada ayah dan ibu di rumah. Berikut adalah tips yang mungkin dapat membantu para remaja untuk lebih bersikap asertif (terbuka) dengan keluarga: Percaya pada orang tua kalau mereka pasti akan membantu kita menyelesaikan masalah Bila sulit dengan keduanya, tentukan manakah antara ayah atau ibu yang lebih dekat. Ketika berbicara dengan mereka, kenali perasaan orangtua Ekspresikan masalah atau keinginan dengan jujur dan jelas Berpikir positif ketika menghadapi masalah dengan orangtua Dengarkan baik-baik apa yang dikatakan orangtua pada kita sebelum menanggapi perkataan mereka. Perlu sebuah komunikasi yang saling menghargai antara kita sebagai anak dan orangtua. b. Mengenali pribadi diri sendiri lebih dalam. Dalam perkembangan sosio-emosional remaja, remaja akan mencari-cari jati dirinya dalam usahanya akan membuat harapanharapan yang ideal tentang masa depanya, seperti mendapat pekerjaan apa, pasangan hidup siapa, dan lain-lain. Masa depan merupakan

17

bagian dari kehidupan, untuk itu jangan sampai tidak mengetahui apa yang menjadi harapan remaja sendiri. Selama berjalannya waktu, di situlah kesempatan untuk bisa mengenal diri sendiri. Meskipun tidak akan langsung mengetahuinya, akan tetapi di masa depan nanti akan lebih mengenal tentang diri dari apa yang telah dilalui sebelumnya.Dalam pencarian jati diri ini remaja akan bertanya-tanya pada diri sendiri tentang identitasnya, potensi dan bakat apa yang dimiliki. Mengenali diri sendiri akan membuat remaja lebih percaya diri dan dapat mengendalikan emosi dalam menghadapi kehidupan. Remaja dapat mengetahui dan mengenal kepribadiannya lebih dalam dengan beberapa solusi sebagai berikut : Bertanya kepada orang lain. Jadi remaja harus bertanya-tanya juga kepada orang lain, misalnya kepada teman-teman terdekat, orang tua, psikiater dan guru bimbingan konseling yang ada di sekolahnya. Agar dapat memperbanyak penilaian diri dari orang lain. Membuat Time Schedule. Dalam point pertama di jelaskan untuk mendapat penilaian diri dari orang lain tentang pribadi seorang remaja. Maka hal itu harus ada jadwal yang terorganisir dalam bertanya. Agar penilaian tersebut benar adanya dalam rentang waktu. Apakah sama dalam penilaian pertama, kedua dan seterusnya. Hal itu akan membuat remaja mengetahui perkembangan pribadi dirinya. Sehingga benar benar terjaga kebenarannya. Perbanyak membaca buku psikologi sifat-sifat manusia. Memahami ajaran agama yang di anut dan lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta karena sesungguhnya jalan kehidupan telah digariskanNya. c. Mengikuti kegiatan-kegiatan positif sesuai minat dan bakat. Masa remaja adalah masa yang berapi-api. Masa medium atau pertengahan menuju kedewasaan. Masa remaja adalah masa yang

18

paling penting untuk bekal hidup di waktu dewasa nanti. Agar menjadi remaja yang sukses di masa depan remaja dapat mengikuti kegiatan yang positif. Kegiatan yang positif mampu untuk mencegah diri dari berbuat hal yang merugikan diri sendiri dan tentunya keluarga. Mengikuti kegiatan ekstrakulikuler yang ada di sekolah sesuai dengan hobi, minat dan bakat seperti, berorganisasi, basket, sepak bola, karate, pramuka, dan sebagainya. Remaja akan menemukan jati diri dan menemukan teman yang positif dari kegiatan tersebut. Peran orang dewasa juga sangat perlu untuk mengarahkan remaja ke kegiatan yang positif. Berikut adalah manfaat dari kegiatan berorganisasi yang dapat memberi manfaat bagi remaja. Memperluas pergaulan Meningkatkan wawasan/pengetahuan Membentuk pola pikir yang lebih baik Meningkatkan kemampuan berkomunikasi Melatih leadership (kepemimpinan) Belajar mengatur waktu Memperluas jaringan (networking) Mengasah kemampuan sosial

19

LAPORAN PRESENTASI
Pesentasi makalah yang berjudul Perkembangan Sosio-emosional pada Remaja oleh kelompok 8 sebagai tim penulis yang telah di laksanakan pada pertemuan kedua. di kelas TEP off A pada tanggal 27 September 2012 berupa tampilan slide yang kami buat bersama sebagai berikut : Slide 1

Slide 2

Ardiyanti Ulyana (120121410976) Febri Prasetiawan (120121410985) Fajar Ilman Aulia (120121410986)

20

Slide 3

Slide 4

Apa itu Perkembangan Sosioemosional Remaja ???


Perkembangan Sosio-emosional Remaja adalah Remaja yang berada dalam pencarian kepastian hidup, misalnya mengenai masa depan, identitas diri, apa yang akan dikerjakan dalam hidup remaja terutama dipengaruhi oleh keluarga,terutama orang tua, dan teman-teman sebaya.

21

Slide 5

1.Keluarga

2.Teman Sebaya
3.Kebudayaan dan Perkembangan Remaja 4. Identitas

Slide 6

keluarga merupakan lingkungan yang paling dekat, baik secara fisik maupun dukungan sosial. Sehingga terjadi kedekatan dan juga

sebaliknya yang dapat menimbulkan konflik


Otonomi dan Attachement

Tuntutan remaja akan otonomi/ kemandirian dan tanggung jawab


membingungkan dan membuat marah banyak orang tua. Orang tua akan menjadi frustrasi karena mereka berharap remaja mereka menuruti nasehat mereka, mau meluangkan waktu bersama dengan keluarga , dan tumbuh untuk melakukan apa yang benar

22

Slide 7
Konflik Orang tua dan remaja Masa awal remaja ialah suatu periode ketika konflik dengan orang tua

meningkat melampaui tingkat masa anak-anak

Kematangan Remaja dan orang tua perubahan remaja ialah pubertas, berkembangnya penalaran logis dan

meningkatnya pemikiran idealistis dan egosentris, pelanggaran harapanharapan, perubahan di sekolah, teman sebaya, persahabatan, serta menuju kemandirian.

Slide 8

23

Slide 9
TekananTeman sebaya dan tuntutan konformitas
Bersifat Positif Bersifat Negatif

Klik dan Kelompok


kelompok Klik atau persahabatan individual

Kelompok Remaja versus Kelompok Anak-anak


anggotanya berjenis kelamin sama mulai berinteraksi satu sama lain kelompok remaja cenderung memiliki keanggotaan yang lebih luas

Berkencan saat di mana perempuan ingin tampil feminim dan laki-laki ingin tampil maskulin.

Slide 10

Kebudayaan dan Perkembangan Remaja


A. Perbandingan Lintas Budaya dan Ritual Peralihan Ritual-ritual menandai suatu transisi individual dari suatu status ke status lain, khususnya ke masa dewasa. B. Etnisitas Memahami perbedaan ini merupakan aspek penting untuk dapat berhubungan baik dengan orang lain dalam suatu dunia yang beraneka ragam, multikultural

Identitas

24

Slide 11

Lokasi

: Sukun, Malang

Hari / tanggal
Pelaku

: 3 Juli 2012.
: M Sahrul Romadhon (14 tahun)

Bentuk perilaku
Latar belakang

: Kabur dari rumah


: Ia diduga takut dimarahi orangtuanya lantaran tidak

naikkelas dan mengecewakan orang tuanya sehingga ia frustasi. Pemicu : Ada teman yang lebih dahulu kabur dari rumah. Sahrul

diketahui sempat pergi bersama salah satu teman sekolahnya, TG, yang ternyata juga kabur dari rumah orangtuanya gara-gara hal yang sama. Akibat dan merasa dirinya tak berharga Sumber :Tribunnews.com : Membuat cemas seluruh pihak keluarga dan masyarakat

Slide 12

KAS US 2
Lokasi : Mojosongo, Solo

Hari / tanggal
Pelaku Bentuk perilaku

: 22 Juni 2010
: Fani (16 tahun) : Gantung Diri

Latar belakang
Pemicu

: Orang tuanya melarang untuk berpacaran.


: Didera stress yang mengakibatkan tekanan

sisiologis dalam jiwa (Depresi) karna tak mendapat restu untuk


pacaran dari orang tua. Akibat : Meninggal Dunia.

Sumber

: Joglosemar.co

25

Slide 13

Kasus 1
Orang tua merasa malu karna anaknya tidak naik tingkat Anak merasa tertekan dengan tingkat emosi yang sangat labil sehingga membuatnya frustasi

Kasus 2
Orang tua memaksakan kehendak, melarang anak berpacaran. Anak menjadi jenuh, depresi dan tertekan sehingga merasa dirinya tak berharga lagi

Slide 14

Teori yang relevan


Konformitas dengan tekanan teman-teman sebaya pada masa remaja dapat bersifat positif maupun negative (Camarena,1991; Foster-Clark & Blyth, 1991; Pearl, Bryan, & Herzog,1990; Wall, 1993) Ka s u s 1

Remaja perempuan memiiliki keinginan yang lebih kuat untuk penjajakan keintiman dan kepribadian dalam berkencan daripada remaja laki-laki (Duck, 1975)
Ka s u s 2

26

Slide 15

Kenali diri terlebih dahulu Lebih mendekatkan diri kepada yang maha kuasa Tata niat terlebih dahulu untuk sekolah dengan sungguh-sungguh Tentukan harapan yang ideal

Lakukan sesering mungkin untuk share/curhatdengan orang tua


Tingkatkan komunikasi dengan anak(untuk orang tua)

Turuti kemauan orang tua


Perbanyak belajar dalam waktu luang

Slide 16

Mengikuti training-training motivasi keagamaan dan belajar yang efektif


Kegiatan semacam ini dapat menambah rasa kepercayaan diri siswa terutama untuk remaja yang hanya mendapatkan sedikit peran dari orang tua, untuk kasus yang kedua yaitu gantung diri yang dapat menyebabkan hilangnya nyawa yang di larang oleh seluruh agama di dunia harus mengikuti kajian lebih mendalam bahwa bunuh diri itu dilarang .

Mencari kesibukan dengan menyalurkan bakat-bakat yang kita miliki


Misalnya saja dengan mengikuti ekstrakulikuler dan unit-unit kegiatan yang sesuai dengan minat si remaja. Sehingga waktu luang dapat digunakan untuk hal hal yang bermanfaat.

27

Slide 17
Refresing setelah lama belajar Refresing ini bertujuan untuk mengembalikan semangat belajar kita ketika kita lelah setelah belajar. Misalnya dengan Hang-out bersama teman-teman sebaya Bernyanyi, bermain, Menari bersama dan dapat di manfaatkan untuk mencari identitas diri bersama teman-temannya.

Memperbaiki sistem pendidikan Sistem pendidikan di Indonesia saat masa perkembangan remaja seharusnya lebih di tingkatkan dalam hal spiritual dan pencarian jati diri agar tehindar dari konflik-konflik yang menghinggapi masa labil remaja. Anak-anak remaja di didik untuk berperikelakuan yang positif, menumbuhkan semangat belajar dan mengerti norma-norma yang berlaku di masyarakat.

Slide 18

28

Setelah mempresetasikannya, diadakan sesi Tanya jawab sebagai respon dari materi yang telah di jelaskan dari kelompok lainnya. Serta adanya respon berupa kritik dan saran yang sangat membantu dalam penyelesaian revisi makalah ini. A. Pertanyaan dan Jawaban 1. Dari Pertanyaan : Diyah Ayu EQ (kel.15) : Pada solusi konseptual yang ada pada slide ke 15 point ke 6 itu mencantumkan Tingkatkan komunikasi anak dengan orang tua(orang tua). Cara meningkatkan komunikasi yang baik dengan orang tua itu bagaimana? Jawab : Cara meningkatkan komunikasi dengan orang tua adalah orang tua dan anak harus bisa saling menjaga komunikasi yang baik dalam kehidupan sehari-hari.Sesibuk apapun orang tua, orang tua harus mengingat anaknya. Orang tua dan anak harus tahu kabar masing-masing. Cara meningkatkannya banyak hal yang dapat di lakukan, misalnya : Pada saat makan bersama di lakukan diskusi-diskusi kecil antara orang tua dan remaja. Mengkspresikan masalah atau keinginan dengan jujur dan jelas kepada orang tua Misalnya remaja jauh dari pengawasan orang tua, dan jarang bertemu ada bantuan Handphone yang dapat meningkatkan komunikasi remaja dan orang tua. Mereka dapat saling menanyakan kabar dari alat tersebut.

29

2. Dari Pertanyaan

: Hidayat Saifullah (kel.7) : Remaja kan pada dasarnya masih labil. Seumpama mau pacaran tapi dilarang. Kalau boleh langsung saja nikah kata orang tua. Itu di turuti apa tidak?

Jawaban

: sebagai remaja yang memikirkan masa depan kita harus bisa berfikir yang rasional, orang tua berkata seperti itu karena orang tua hanya memperingatkan dengan cara halus. Kita sebagai remaja apabila menikah di usia muda masa depan kita bagaimana, sedangkan pendidikan kita belum selesai. Yah jangan di turuti, maka para remaja itu harus memikirkan masa depan.

3. Dari Pertanyaan

: Aldhintio Wendhi (kel.4) : pada kasus pertama solusi apa yang di lakukan saat anak tidak naik kelas, sehingga anak tidak kabur?

Jawaban

: seharusnya anak dan orang tua harus mempunyai komunikasi yang baik, jadi saat terjadi kasus seperti ini anak tidak frustasi dan malu. Orang tua akan memberikan pengarahan bahwa hal itu akan menjadi pelajaran buat sang anak agar tidak mengulanginya lagi dan harus memberikan motivasi kepada anak untuk lebih giat lagi belajar.

4. Dari Pertanyaan

: Wiku Aji Sugiri (kel.3) : Pada kasus kedua anak kan ngeyel untuk di bilangi kalau pacaran itu tidak boleh, jika anak tetap ngeyel bagaimana ?

Jawaban

: jika anak tetap ngeyel atau tidak mau menuruti kemauan orang tua. Orangtua harusnya memberikan alas an kenapa orang tua mengharapkan anaknya tidak pacaran, karna orang tua ingin pendidikan anaknya itu sukses dahulu. Dengan memberikan penjelasan dan alas an yang relevan di harapkan anak akan mau mengikuti kemauan orang tua,

30

anak di ajak berfikir ke masa depan. Karna sesungguhnya orangtua menginginkan yang terbaik untuk anaknya.

5. Dari Pertanyaan

: Umar johari (kel.5) : pada slide 9 di jelaskan kelompok remaja versus kelompok anak-anak. pada masa remaja bergaul dengan sesamanya. apa pergaulan masa remaja dan anak-anak itu berbeda?

Jawaban

: iya berbeda. karna kelompok remaja akan lebih mengedepankan teman-temannya dan mengikuti perkembangan pergaulannya, seperti pada kelompok remaja laki-laki yang ada di sekitar kita contohnya tiap akhir minggu berkumpul hanya untuk ngopi bersama, kumpul bersama, merencanakan akan hang-out kemana. untuk remaja perempuan akan lebih memilih berkumpul dengan remaja perempuan lainnya misalnya remaja yang suka dandan akan berkumpul di suatu kelompok, remaja yang mengikuti fashion temannya. itu semua merupakan konformitas yang bersifat positif.berbeda dengan kelompok remaja anak-anak yang lebih mengedepankan bermain tak perlu memikirkan sesama jenis atau tidak asalkan mereka senang bermain.

B. Saran dan Kritik 1. Dari Tentang : Laila (kel.16) : menambahkan jawaban pada pertanyaan nomer 1. Menekankan pada kasus kedua Semua pastinya remaja rata-rata sudah punya pacar. Komunikasi dengan pacar biasanya lebih intensif daripada dengan orang tua. Dunia pacar yang biasanya telfon-telfonan, sms-an saling menanyakan kabar, sayang lagi ngapain? sayang udah mandi belum? sayang

31

sudah makan? Dan lain-lain. Hal itu seharusnya diganti dengan dunia orangtua, kata sayang di ganti ke ibu atau ayah. Sehingga komunikasi antar orang tua dan anak sama harmonisnya seperti pada pacar. Keterkaitan semangat belajar dengan hubungan pacaran itu saling terkait. Misalnya dalam hubungan pacaran itu tidak baik maka semngat belajar akan turun sebaliknya bila hubungan baik-baik saja semngat belajar akan tetap ada.

2. Dari Tentang

: Adi Atmoko : Solusi Konseptual dan Solusi Operasional haruslah mempunyai keterkaitan karena dalam solusi konseptual hanya menjelaskan solusi sedangkan pada solusi operasional adalah metode/caranya untuk menanggulangi kasus. Dalam makalah sebelumnya tim penulis menyatakan 8 point pada solusi konseptual dan hanya 4 point pada solusi operasional. Cara memperbaikinya dengan cara mengambil beberapa point di solusi konseptual dan menjelaskannya secara mendalam di solusi operasional.

32

Daftar Pustaka
Santrock,John.W, 2002, Life Span Development, Jakarta:Erlangga. Herlan.S, 2008, Perkembangan Sosio Emosional, (Online), (http://herlanabn.blogspot.com/2008/12/perkembangan-sosio-emosional.html) diakses 24 September 2012. Yulia Damayanti Purnomo, 2010, Fenomena Anak Bunuh Diri Saatnya Orang Tua Introspeksi Diri, (Online), (http://joglosemar.co/berita/fenomena-anakbunuh-diri-saatnya-orangtua-introspeksi-diri-18421.html), diakses 20 September 2012. TribunNews.com, 2012, Bocah SMP Kabur dari Rumah karena tak Naik Kelas, (Online), (http://www.tribunnews.com/2012/08/11/bocah-smp-kabur-darirumah-karena-tak-naik-kelas), diakses 20 september 2012. Psikologi Zone, 2011, Tips Cara Terbuka dengan Orangtua, (Online), (http://www.psikologizone.com/tips-cara-terbuka-denganorangtua/065111224), diakses 28 september 2012.

33

Anda mungkin juga menyukai