Anda di halaman 1dari 9

Prosiding Seminar Nasional Fisika 2008 ISBN : 978-979-98010-3-6

Analisis Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer Bawah Daerah Ekuator Indonesia dari Pengamatan MF Radar Dyah Rahayu M, Buldan Muslim, dan Gatot W Bidang Ionosfer dan Telekomunikasi PUSFATSIANSA, LAPAN dyah_rm@bdg.lapan.go.id

Abstrak Variasi komponen pasut diurnal dan semidiurnal dari data angin zonal dan meridional untuk stasiun Pameungpeuk dan Pontianak akan dianalisis untuk mengetahui bagaimana pola musiman pasut diurnal dan semidiurnalnya. Data yang digunakan adalah data jaman kecepatan angin zonal dan meridional keluaran MF Radar Pontianak dan Pameungpeuk. Data stasiun Pontianak tahun 2004 dan data stasiun Pameungpeuk dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006. Dengan memanfaatkan persamaan harmonik untuk gelombang pasut dan mencari solusinya, maka akan diperoleh amplitudo komponen-komponen pasut baik diurnal maupun semidiurnal angin zonal dan meridional. Data amplitudo pasut bulanan akan memberikan informasi bagaimana variasi kecepatan angin pada ketinggian 90 km (Mesosfer-Lower Termosfer) di atas Pameungpeuk dan Pontianak. Hasilnya menunjukkan bahwa variasi musiman terlihat jelas pada angin rata-rata baik di atas Pameungpeuk dan Pontianak. Komponen-komponen pasut diurnal dan semidiurnal untuk stasiun Pontianak mencapai maksimum saat matahari berada dekat ekuator dan sebaliknya mencapai minimum pada saat bulan-bulan matahari jauh dari ekuator. Sementara untuk stasiun Pameungpeuk nilai maksimum dan minimumnya lebih bervariasi. Hasil-hasil analisis kecepatan angin di atas dibandingkan juga dengan hasil-hasil analisis serupa untuk daerah ekuator lainnya, dalam hal ini dibandingkan dengan Brazil. Pola angin mesosfer di atas Pontianak memiliki kesamaan dan perbedaan dengan pola angin mesosfer di atas Cariri, Brazil. Kesamaannya ada pada pola angin rata-rata baik zonal maupun meridional. Sedangkan perbedaannya ada pada pasut diurnal dan semidiurnal dan perbandingan besar gelombang pasut zonal dan meridional.

1. PENDAHULUAN Pemodelan kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah perlu dilakukan untuk memahami dinamika atmosfer atas terutama di daerah ekuator seperti Indonesia, mengingat peran penting daerah ekuator sebagai penggerak sirkulasi udara secara global. Sebelum lebih jauh merancang model baik model empiris maupun fisis maka lebih dulu perlu diketahui dan dipahami bagaimana variasi dari kecepatan angin di lapisan mesosfer dan termosfer bawah daerah yang akan dimodelkan. Berkaitan dengan pembahasan tentang variasi kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah maka terutama akan banyak membahas tentang pasut atmosfer karena

147

148

Prosiding Seminar Nasional Fisika 2008

diantara gelombang-gelombang atmosfer di lapisan ini maka pasut adalah yang dominan. Biasanya pasut diurnal dan semidiurnal paling dominan, walaupun ditemukan juga

harmonik lebih tinggi seperti terdiurnal dan quarter diurnal (Sujata Kovalam, 2000). Pasut atmosfer adalah salah satu komponen terpenting dalam perpindahan energi dan momentum antara lapisan atmosfer satu dengan lapisan atmosfer lainnya. Dinamika atmosfer yang diakibatkan oleh pasut atmosfer di mesosfer dan termosfer bawah akan menyebabkan terjadinya peningkatan amplitudo dalam penjalarannya ke arah atas. Proses inilah yang menentukan besarnya momentum dan panas di lapisan atmosfer atas. Peningkatan amplitudo pasut, terutama di lapisan mesosfer dan termosfer bawah akan mendominasi medan-medan angin. Seperti gelombang atmosfer lainnya, pasut atmosfer akan memindahkan momentum dari daerah sumbernya ke daerah dimana pasut akan terdisipasi sehingga mempengaruhi sirkulasi rata-rata dan struktur lapisan atmosfer lainnya (Teitelbaum dan Vial, 1981; Lieberman dan Hays, 1994). Pengamatan dan kajian tentang pasut atmosfer di mesosfer dan termosfer bawah terdahulu menunjukkan adanya variabilitas dalam beberapa skala waktu meliputi skala pendek (Nakamura dkk, 1997), skala planeter (Fritts dan Isler, 1994), semiannual (Vincent dkk, 1988), intraseasonal (Eckermann dkk, 1997), dan interannual (Vincent dkk, 1988; Burrage dkk, 1995a; Fritts dan Isler, 1994). Variabilitas dalam skala waktu tersebut penting untuk mempelajari penyebab-penyebabnya. Variasi parameter-parameter pasut dalam skala waktu lebih lama ditemukan pada lapisan atmosfer lebih rendah. Pada program kegiatan penelitian tahun 2007 ini dikaji variabilitas kecepatan angin mesosfer dan termosfer bawah di beberapa stasiun radar di Indonesia yaitu Pameungpeuk dan Pontianak dengan analisis harmonik. Analisis data kecepatan angin hasil pengamatan radar-radar atmosfer atas yang ada di Indonesia itu akan menjadi modal awal yang sangat diperlukan dalam perancangan model angin mesosfer dan termosfer bawah ekuator Indonesia.

2. DATA DAN METODOLOGI Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kecepatan angin horizontal hasil keluaran MF radar Pameungpeuk dan Pontianak. Untuk stasiun Pontianak digunakan data tahun 2004, sementara untuk stasiun Pameungpeuk digunakan data dari tahun 2005 sampai dengan tahun 2006.

Dyah R.M., dkk., Analisis Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer............

149

Perhitungan angin rata-rata, amplitudo gelombang pasut diurnal dan semidiurnal dilakukan terhadap data jam-an setiap hari. Jika hanya ada data pengamatan yang kurang dari 20 jam dalam satu hari atau ada kekosongan data lebih besar dari 4 jam berturut-turut maka kami tidak menggunakan nilai hasil analisis harmonik pada hari tersebut Data kecepatan angin jam-an kemudian diolah dengan memanfaatkan analisis harmonik untuk pasut. Persamaan harmonik untuk gelombang pasut dapat dituliskan sebagai berikut : Vt = Ao + a24 sin[24t] + b24 cos[24t] + a12 sin[12t] + b12 cos [12t] Dengan menampilkan persamaan tersebut menjadi bentuk matriks maka akan didapatkan solusinya. Sehingga komponen-komponen pasut meliputi amplitudo dan fase akan diperoleh dari persamaan berikut : A24 = [a242 + b242]1/2 A12 = [a122 + b122] 1/2 P24 = arc[tan(b24/a24)] P12 = arc[tan(b12/a12)]

Gambar 1a dan 1b menunjukkan langkah-langkah bagaimana data kecepatan angin tersebut diolah. Dengan memanfaatkan software MATLAB maka pendekatan fungsi harmonik untuk data pengamatan dapat diperoleh, sehingga komponen pasut nya juga akan didapatkan. Gambar 1a menunjukkan plot data pengamatan dan pendekatan persamaan harmonik untuk data tersebut. Gambar 1b adalah plot komponen pasut (amplitudo) meliputi komponen pasut diurnal, semidiurnal, dan terdiurnal.

Gambar 1a

Gambar 1.b

Dari data amplitudo pasut bulanan baik diurnal maupun semidiurnal, akan dapat kita lihat bagaimana variasi musiman kecepatan anginnya.

150

Prosiding Seminar Nasional Fisika 2008

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil analisis harmonik untuk data kecepatan angin stasiun Pameungpeuk dan Pontianak dapat dilihat pada gambar berikut :
Angin Rata-rata Zonal Pameungpeuk Tahun 2005 dan 2006
15

Angin Rata-rata Zonal Pontianak Tahun 2004


20 Angin Rata2(m/dt) 10 0 -10 -20 -30 J F M A M J J A S O N D
2004

Angin Rata2 (m/dt)

10 5 0 -5 -10 -15 J F M A M J J A S O N D
2005 2006

Bulan

Bulan

Gambar 2a
Angin Rata-rata Meridional Pameungpeuk Tahun 2005 dan 2006
6 4 2 0
J F M A M J J A S O N D 2005

Gambar 2b
Angin Rata-rata Meridional Pontianak Tahun 2004
5
Angin Rata2 (m/dt)

0
J F M A M J J A S O N D
2004

-2 -4 -6 Bulan
2006

-5 -10

Bulan

Gambar 2c

Gambar 2d

Gambar 2a, 2b, 2c, dan 2d, menunjukkan variasi angin rata-rata zonal (2a dan 2b) dan meridional (2c dan 2d) di atas Pameungpeuk dan Pontianak. . Nilai terbesar terjadi pada bulan Maret (25 m/dt), di mana angin rata-rata arahnya ke Barat dan Utara. Rata-rata angin zonal arahnya ke Barat kecuali pada bulan Juni, Juli dan Oktober arahnya ke Timur. Pada bulan Juni untuk stasiun Pontianak angin meridional mencapai puncaknya dan mengarah ke Selatan. Sedangkan untuk stasiun Pameungpeuk angin meridional mencapai puncaknya pada bulan Oktober dan mengarah ke Utara.
Komponen Pasut Diurnal Angin Zonal Pameungpeuk Tahun 2005 dan 2006
20 Amplitudo (m/dt) 15 10 5 0
J F M A M
2005 2006

Amplitudo (m/dt)

40 30 20

Komp. Pasut Diurnal Angin Zonal Pontianak Tahun 2004

10 0 J F M A M J J A S O N D
2004

Bulan

Bulan

Gambar 3a

Gambar 3b

Dyah R.M., dkk., Analisis Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer............

151

Komponen Pasut Diurnal Angin Meridional Pameungpeuk Tahun 2005-2006


Amplitudo (m/dt) 20 15 10 5 0 J F M A M J J A S O N D
2005 2006
20 15

Komp. Pasut Diurnal Angin Meridional Pontianak Tahun 2004

2004
10 5 0 J F M A M

Bulan

Bulan

Gambar 3c

Gambar 3d

Gambar 3a, 3b, 3c, dan 3d, menunjukkan variasi komponen diurnal angin zonal (3a dan 3b) dan meridional (3c dan 3d) di atas Pameungpeuk dan Pontianak. . Nilai terbesar terjadi pada bulan Agustus (30 m/dt). Dari gambar dapat dilihat bahwa gelombang pasut mengalami osilasi setengah tahunan, di mana nilai amplitudo maksimum terjadi pada bulan-bulan dimana matahari berada dekat dengan ekuator. Sedangkan nilai amplitudo minimum terjadi saat matahari berada jauh dari ekuator. Hasil tersebut mendukung teori tentang pasut atmosfer yang sangat berhubungan dengan posisi matahari. Amplitudo pasut atmosfer terbesar terbentuk di lapisan troposfer dan stratosfer saat radiasi matahari mengenai lapisan atmosfer dan terjadi penyerapan uap air dan ozon pada siang hari. Pasut yang terbentuk kemudian dapat menjalar dari sumbernya dan naik ke lapisan mesosfer dan termosfer. Pasut atmosfer dapat digambarkan sebagai fluktuasi angin, temperatur, kerapatan, dan tekanan. Dalam kegiatan ini kami hanya akan mengkaji fluktuasinya dalam kecepatan angin horizontal (zonal dan meridional). Dari gambar 3 di atas tampak bahwa amplitudo pasut diurnal angin zonal lebih besar dibandingkan dengan amplitudo pasut diurnal angin meridional.

Komp. Semi Diurnal Angin Zonal Pameungpeuk Tahun 2005-2006


Amplitudo (m/dt)
8 6 4 2 0
J F M A M J J A S O N D

Komp. Semi Diurnal Angin Zonal Pontianak Tahun 2004


20 15 10 5 0 J F M A M J J A S O N D
2004

2005 2006

Bulan

B ulan

Gambar 4a

Gambar 4b

152

Prosiding Seminar Nasional Fisika 2008

Komp. Semi Diurnal Angin Meridional Pameungpeuk Tahun 2005-2006

Amplitudo (m/dt)

Amplitudo (m/dt)

10 8 6 4 2 0 J F M A M J J A S O N D
2005 2006

Komp. Semi Diurnal Angin Meridional Pontianak Tahun 2004


20 15 10 5 0 J F M A M J J A S O N D Bulan
2004

Bulan

Gambar 4c

Gambar 4d

Seperti halnya gambar 3, hasil analisis harmonik untuk komponen semidiurnal angin horisontal (zonal dan meridional) dapat dilihat dalam gambar 4. Dari gambar 4 terlihat adanya variasi musiman komponen pasut semidiurnal pada saat posisi matahari berada dekat dengan ekuator. Untuk komponen semidiurnal, amplitudo pasut angin zonal lebih besar daripada angin meridional di atas Pontianak. Sementara di Pameungpeuk, komponen pasut semidiurnal angin meridional lebih dominan dibandingkan angin zonalnya. Pola angin netral mesosfer-termosfer bawah di atas Pontianak pada ketinggian 90 km didominasi oleh pasut diurnal yang besarnya bervariasi antara 20 35 m/dt. Sedangkan pola angin netral mesosfer-termosfer bawah di atas Pameungpeuk pada ketinggian 90 km didominasi oleh pasut diurnal yang besarnya bervariasi antara 2 18 m/dt. Dari hasil di atas terlihat juga bahwa gelombang pasut di atas Pontianak relatif lebih besar dibandingkan dengan di atas Pameungpeuk. Hasil-hasil tersebut juga konsisten dengan posisi matahari terhadap ekuator yang berpengaruh terhadap pembentukan dan penjalaran gelombang pasut dari permukaan ke atas. Jika dibandingkan antara pola musiman angin rata-rata di atas Pontianak dan di atas Cariri maka kita bisa melihat adanya kemiripan pola musiman baik pada angin rata-rata zonal dan angin rata-rata meridional. Walaupun pada angin meridional ada sedikit pergeseran fase saat angin rata-rata mengarah ke Utara. Di atas Pontianak angin rata-rata meridional mengarah ke Utara mulai Oktober Januari sedangkan di atas Cariri dimulai lebih lambat satu bulan yaitu mulai Nopember Februari.

Dyah R.M., dkk., Analisis Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer............

153

Gambar 5 Pola musiman gelombang pasut diurnal di atas Cariri

Gelombang pasut diurnal dan semidiurnal meridional di atas Cariri umumnya lebih besar dari pada pasut diurnal dan semidiurnal zonal (Gambar 5 dan 6). Hal ini berkebalikan dengan gelombang pasut diurnal di atas Pontianak yang pada ketinggian 90 km umumnya pasut dirnal zonal lebih besar dari pada meridional. Variasi setengah tahunan pasut meridional di atas Cariri lebih nampak jelas dibandingkan dengan pasut zonal, di mana amplitudo mencapai maksimum pada saat ekuinok. Nilai maksimum

Gambar 6 Pola musiman gelombang pasut semidiurnal di atas Cariri

154

Prosiding Seminar Nasional Fisika 2008

amplitudo pasut diurnal zonal yang terjadi pada saat ekuinok ini berkebalikan dengan pola gelombang pasut diurnal meridional di atas Pontianak. Adapun sebab perbedaan tersebut yang terjadi pada gelombang pasut bisa disebabkan oleh karena perbedaan lintang titik pengamatan. Pontianak tepat di khatulistiwa sedangkan Cariri terletak di minus 7 lintang selatan.

4. KESIMPULAN Dengan memanfaatkan metode analisis harmonik untuk gelombang pasut telah diperoleh komponen-komponen pasut berupa amplitudo pasut diurnal, semidiurnal, dan angin rata-rata yang dapat memberikan gambaran bagaimana variasi kecepatan angin netral mesosfer dan termosfer bawah di atas Pameungpeuk dan Pontianak. Hasil-hasilnya secara keseluruhan menunjukkan bahwa pasut diurnal lebih dominan dibandingkan dengan pasut semidiurnal dan angin zonal lebih kuat dibandingkan dengan angin meridional. Variasi musiman gelombang pasut untuk stasiun Pontianak konsisten dengan posisi matahari terhadap ekuator sementara untuk stasiun Pameungpeuk lebih bervariasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa variasi musiman gelombang pasut tidak hanya dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap ekuator. Dibandingkan dengan variasi gelombang pasut di wilayah ekuator lain (Brazil) terdapat persamaan untuk pola angin rata-rata baik zonal maupun meridional. Sedangkan perbedaannya adalah pada pasut diurnal dan semidiurnal dan perbandingan besar gelombang pasut zonal dan meridional. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan lintang antara Pontianak dan Brazil.

DAFTAR PUSTAKA Burrage, M.D., Hagan, M.E., Skinner, W.R., Wu, D.L and Hays, P.B., 1995a, Long term variability in the solar diurnal tide observed by HRDI and simulated by the GSWM, Geophysical Research Letters 22, 2641-2644. Eckermann, S.D., Rajopadhyaya, D., and Vincent, R.A., 1997, Intraseasonal wind variability in the equatorial and lower thermosphere: Long term observation for the central Pacific, Journal of Atmospheric and Terrestrial Physics 59, 603-627.

Dyah R.M., dkk., Analisis Kecepatan Angin Mesosfer dan Termosfer............

155

Fritts, D.C and Isler, J.R., 1994, Mean motion and tidal and two-day wave structure and variability in the mesosphere and lower thermosphere over Hawaii, Journal of Atmospheric Sciences 51, 2145-2164. Gurubaran, S., Sridharan, S., Tsuda, T., Nakamura, T., Vincent, R.A., Tides in the Equatorial MLT Region: Results from simultaneous MF and Meteor Radar measurements from Indonesian and Indian Sectors, American Geophysical Union, Fall Meeting 2004. Groves G.V., 1967, Seasonal and Latitudinal model of Atmospheric structures between 30 and 120 km , Journal of British Interplanetary Society, 22, 285-307. Kovalam, S., 2000, MF Radar observations of tides and planetary waves, Thesis PhD, Department of Physics and Math Physics, University of Adelaide, Australia. Liebermann, R.S and Hays, P.B., 1994, An estimate of the momentum deposition in the lower thermosphere by the observed diurnal tide, Journal of the atmospheric sciences, 51, 3094-3105. Nakamura, T., Fritts, D.C., Isler, J.R., Tsuda, T., Vincent, R.A and Reid, I.M., 1997, Short period fluctuations of the diurnal tide observed with the low latitude MF and meteor radars during CADRE: Evidence for gravity wave/tidal interactions, Journal of Geophysics Research 102, 26.225-26.238.

Anda mungkin juga menyukai