Anda di halaman 1dari 10

CAMPAK Definisi Penyakit Campak Campak juga dikenal dengan nama morbili atau morbillia dan rubeola (bahasa

Latin), yang kemudian dalam bahasa Jerman disebut dengan nama masern, dalam bahasa Islandia dikenal dengan nama mislingar dan measles dalam bahasa Inggris. Campak adalah penyakit infeksi yang sangat menular yang disebabkan oleh virus, dengan gejala-gejala eksantem akut, demam, kadang kataral selaput lendir dan saluran pernapasan, gejala-gejala mata, kemudian diikuti erupsi makulopapula yang berwarna merah dan diakhiri dengan deskuamasi dari kulit.

Etiologi Agent campak adalah measles virus yang termasuk dalam famili paramyxoviridae anggota genus morbilivirus. Virus campak sangat sensitif terhadap temperatur sehingga virus ini menjadi tidak aktif pada suhu 37 derajat Celcius atau bila dimasukkan ke dalam lemari es selama beberapa jam. Dengan pembekuan lambat maka infektivitasnya akan hilang. Virus campak terdiri dari 6 protein struktural, 3 tergabung dalam RNA yaitu nukleoprotein (N), polymerase protein (P), dan large protein (L); 3 protein lainnya berhubungan dengan sampul virus. Membran sampul terdiri dari M protein {glycosylated protein) yang berhubungan dengan bagian dalam lipid bilayer dan 2 glikoprotein H dan F. Giikoprotein H menyebabkan adsorbsi virus pada resptor host. CD46 yang merupakan complement regulatory protein dan tersebar !uas pada jaringan primata bertindak sebagai resptor glikoprotein H. Glikoprotein F menyebabkan fusi virus pada sel host, penetrasi virus dan hemolisis. Dalam kultur set virus campak mengakibatkan cytopathic elect yang tcrdiri dari stellate cell dan mult/nucleated gisnt cells. Adapun faktor risiko terjadinya campak yaitu : 1. Anak-anak dengan imunodefisiensi, misalnya pada HIV/AIDS, leukemia, atau dengan terapi kortikosteroid. 2. Perjalanan atau kunjungan ke daerah endemi campak atau kontak dengan pendatang dari daerah endemi . 3. Bayi yang kehilangan antibodi pasif dan tidak diimunisasi. Faktor risiko yang mempeberat penyakit campak sehingga dapat menimbulkan komplikasi yang serius, yaitu : 1. Malnutrisi 2. Imunodefisiensi 3. Defisiensi vitamin A

PATOGENESIS Penyebaran virus maksimal adalah selama masa prodromal (stadium kataral), melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi, yakni melalui percikan ludah (droplet infection) yang keluar ketika bersin atau batuk. Orang yang terinfeksi menjadi menular pada hari ke 9 10 sesudah pemajanan (mulai fase prodromal). Fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva, saluran nafas, kulit, kandung kemih dan usus Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel saluran nafas dan konjungtiva, satu sampai dua lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinis dari sistem saluran nafas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak merah. Respon imun yang terjadi ialah proses peradangan epitel pada sistem saluran pernafasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan ruam yang menyebar keseluruh tubuh, tampak suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut bercak koplik. Akhirnya muncul ruam makulopapular pada hari ke 14 sesudah awal infeksi dan pada saat itu antibodi humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T.

Gejala Klinis Penyakit campak terdiri dari 3 stadium, yaitu: 1. Stadium kataral (prodormal) Biasanya stadium ini berlangsung selama 4-5 hari dengan gejala demam, malaise, batuk, fotofobia, konjungtivitis dan koriza. Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul eksantema, timbul bercak Koplik. Bercak Koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum timbul pertama kali pada mukosa bukal yang menghadap gigi molar dan menjelang kira-kira hari ke 3 atau 4 dari masa prodormal dapat meluas sampai seluruh mukosa mulut. Secara klinis, gambaran penyakit menyerupai influenza dan sering didiagnosis sebagai influenza. 2. Stadium erupsi Stadium ini berlangsung selama 4-7 hari. Gejala yang biasanya terjadi adalah koriza dan batuk-batuk bertambah. Timbul eksantema di palatum durum dan palatum mole. Kadang terlihat pula bercak Koplik. Terjadinya ruam atau eritema yang berbentuk makula-papula

disertai naiknya suhu badan. Mula-mula eritema timbul di belakang telinga, di bagian atas tengkuk, sepanjang rambut dan bagian belakang bawah. Kadang-kadang terdapat perdarahan ringan pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Ruam kemudian akan menyebar ke dada dan abdomen dan akhirnya mencapai anggota bagian bawah pada hari ketiga dan akan menghilang dengan urutan seperti terjadinya yang berakhir dalam 2-3 hari. 3. Stadium konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang lamakelamaan akan menghilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Selanjutnya suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi.

Penularan Campak Campak ditularkan melalui penyebaran droplet, kontak langsung, melalui sekret hidung atau tenggorokan dari orang yang terinfeksi. Masa penularan berlangsung mulai dari hari pertama sebelum munculnya gejala prodormal biasanya sekitar 4 hari sebelum timbulnya ruam, minimal hari kedua setelah timbulnya ruam.

Komplikasi Penyakit Campak Pada penderita campak dapat terjadi komplikasi yang terjadi sebagai akibat replikasi virus atau karena superinfeksi bakteri antara lain. 1. Otitis Media Akut Dapat terjadi karena infeksi bakterial sekunder. 2. Ensefalitis Dapat terjadi sebagai komplikasi pada anak yang sedang menderita campak atau dalam satu bulan setelah mendapat imunisasi dengan vaksin virus campak hidup, pada penderita yang sedang mendapat pengobatan imunosupresif dan sebagai Subacute sclerosing panencephalitis (SSPE). Penyebabnya tidak jelas tetapi ada bukti-bukti bahwa virus campak memegang peranan dalam patogenesisnya. SSPE yang terjadi setelah vaksinasi campak didapatkan kirakira 3 tahun kemudian. 3. Bronkopneumonia Dapat disebabkan oleh virus morbilia atau oleh Pneuomococcus, Streptococcus, Staphylococcus. Bronkopneumonia ini dapat menyebabkan kematian bayi yang masih muda, anak dengan malnutrisi energi protein, penderita penyakit menahun misalnya tuberkulosis,

leukemia dan lain-lain

4. Kebutaan Terjadi karena virus campak mempercepat episode defisiensi vitamin A yang akhirnya dapat menyebabkan xeropthalmia atau kebutaan.

DIAGNOSIS Anamnesis Adanya demam tinggi terus menerus 38,5 C atau lebih disertai batuk, pilek, nyeri menelan, mata merah dan silau bila kena cahaya (fotofobia), seringkali diikuti diare. Pada hari ke 4-5 demam timbul ruam kulit yang didahului oleh suhu yang meningkat lebih tinggi dari semula

Pemeriksaan fisik Ditemukannya tanda patognomonik yaitu bercak koplik di mukosa pipi di depan molar tiga. Kemudian muncul ruam makulopapular yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, kemudian menyebar ke wajah, leher dan akhirnya ke ekstremitas.

Laboratorium Pemeriksaan labaroratorium yang dilakukan pada penderita campak adalah : a. Darah tepi Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan leucopenia selama fase prodromal dan stadium awal dari ruam. Biasanya terdapat peningkatan yang mencolok dari jumlah leukosit apabila terjadi komplikasi. Apabila tidak terjadi komplikasi, jumlah leukosit perlahan-lahan meningkat sampai normal saat ruam menghilang. b. Isolasi dan identifikasi virus Usap nasofaring dan contoh darah yang diambil dari seorang pasien 2-3 hari sebelum mula timbul gejala hingga 1 hari setelah timbulnya ruam merupakan sumber yang cocok untuk isolasi virus. c. Serologi Pemastian serologi infeksi campak bergantung pada peningkatan empat kali lipat titer antibodi antara fase akut dan fase konvalensen serum atau pada terlihatnya antibodi IgM spesifik campak dalam bahan serum tunggal yang diambil antara 1 dan 2 minggu setelah mula timbul ruam. d. Pemeriksaan untuk komplikasi

Pada penderita campak yang disertai dengan komplikasi dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sebagai berikut : 1. Ensefalitis, dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinalis dengan kadar protein 48240 mg/dL dan jumlah limfosit antara 5-99 sel, kadar elektolit darah dan analisa gas darah 2. Enteritis, dilakukan pemeriksaan feses lengkap 3. Bronkopneumonia , dilakukan pemeriksaan foto dada.

DIAGNOSIS BANDING Ruam campak harus dibedakan dari eksantema subitum, rubella, infeksi karena enterovirus, virus koksaki dan adenovirus, mononukleus infeksiosa, toksoplasmosis, meningokoksemia, demam scarlet, penyakit rikettsia, penyakit serum, penyakit Kawasaki dan ruam karena obat.

Penatalaksanaan * Pengobatan bersifat suportif, terdiri dari : Pemberian cairan yang cukup Kalori yang sesuai dan jenis makanan yang disesuaikan dengan tingkat kesadaran dan adanya komplikasi Suplemen nutrisi Antibiotik diberikan apabila terjadi infeksi sekunder Anti konvulsi apabila terjadi kejang Pemberian vitamin A. * Indikasi rawat inap : hiperpireksia (suhu > 39,00 C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit, atau adanya komplikasi. * Campak tanpa komplikasi : Hindari penularan Tirah baring di tempat tidur Vitamin A 100.000 IU, apabila disetai malnutrisi dilanjutkan 1500 IU tiap hari Diet makanan cukup cairan, kalori yang memadai. Jenis makanan disesuaikan dengan tingkat kesadaran pasien dan ada tidaknya komplikasi * Campak dengan komplikasi : o Ensefalopati/ensefalitis Antibiotika bila diperlukan, antivirus dan lainya sesuai dengan PDT ensefalitis Kortikosteroid, bila diperlukan sesuai dengan PDT ensefalitis

Kebutuhan jumlah cairan disesuaikan dengan kebutuhan serta koreksi terhadap gangguan elektrolit o Bronkopneumonia : Antibiotika sesuai dengan PDT pneumonia Oksigen nasal atau dengan masker Koreksi gangguan keseimbangan asam-basa, gas darah dn elektrolit o Enteritis : koreksi dehidrasi sesuai derajat dehidrasi (lihat Bab enteritis dehidrasi). o Pada kasus campak dengan komplikasi bronkhopneumonia dan gizi kurang perlu dipantau terhadap adanya infeksi TB laten. Pantau gejala klinis serta lakukan uji Tuberkulin setelah 1-3 bulan penyembuhan. * Pantau keadaan gizi untuk gizi kurang/buruk.

Pencegahan Penyakit Campak 1. Pencegahan Tingkat Awal (Priemordial Prevention) Pencegahan tingkat awal berhubungan dengan keadaan penyakit yang masih dalam tahap prepatogenesis atau penyakit belum tampak yang dapat dilakukan dengan memantapkan status kesehatan balita dengan memberikan makanan bergizi sehingga dapat meningkatkan daya tahan tubuh. 2. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention) Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya untuk mencegah seseorang terkena penyakit campak, yaitu : a. Memberi penyuluhan kepada masyarakat mengenai pentingnya pelaksanaan imunisasi campak untuk semua bayi. b. Imunisasi dengan virus campak hidup yang dilemahkan, yang diberikan pada semua anak berumur 9 bulan sangat dianjurkan karena dapat melindungi sampai jangka waktu 4-5 tahun. 3. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention) Pencegahan tingkat kedua ditujukan untuk mendeteksi penyakit sedini mungkin untuk mendapatkan pengobatan yang tepat. Dengan demikian pencegahan ini sekurang-kurangnya dapat menghambat atau memperlambat progrefisitas penyakit, mencegah komplikasi, dan membatasi kemungkinan kecatatan, yaitu : a. Menentukan diagnosis campak dengan benar baik melalui pemeriksaan fisik atau darah b. Mencegah perluasan infeksi. Anak yang menderita campak jangan masuk sekolah selama empat hari setelah timbulnya rash. Menempatkan anak pada ruang khusus atau

mempertahankan isolasi di rumah sakit dengan melakukan pemisahan penderita pada stadium kataral yakni dari hari pertama hingga hari keempat setelah timbulnya rash yang dapat mengurangi keterpajanan pasien dengan resiko penyakit lain c. Pengobatan simtomatik diberikan untuk mengurangi keluhan penderita yakni antipiretik untuk menurunkan panas dan juga obat batuk. Antibiotika hanya diberikan bila terjadi infeksi sekunder untuk mencegah komplikasi. d. Diet dengan gizi tinggi kalori dan tinggi protein bertujuan untuk meningkatkan daya tahan tubuh penderita sehingga dapat mengurangi terjadinya komplikasi campak yakni bronkhitis, otitis media, pneumonia, ensefalomielitis, abortus, dan miokarditis yang reversibel. 4. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention) Pencegahan tingkat ketiga bertujuan untuk mencegah terjadinya komplikasi dan kematian. Adapun tindakan-tindakan yang dilakukan pada pencegahan tertier yaitu : a. Penanganan akibat lanjutan dari komplikasi campak. b. Pemberian vitamin A dosis tinggi karena cadangan vitamin A akan turun secara cepat terutama pada anak kurang gizi yang akan menurunkan imunitas mereka.

DEMAM CHIKUNGUNYA Definisi. Demam Chikungunya adalah suatu penyakit virus yang ditularkan melalui nyamuk dan dikenal pasti pertama kali di Tanzania pada tahun 1952. Nama chikungunya ini berasal dari kata kerja dasar bahasa Makonde yang bermaksud membungkuk, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia) (Powers and Logue 2007).

Etiologi. Penyakit Demam Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV) yang termasuk keluarga Togaviridae, Genus Alphavirus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus (Kamath, S., Das, A.K., and Parikh, F.S., 2006). CHIKV sebagai penyebab Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan diantara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Hendarwanto,1996). Cara transmisi bagi chikungunya ini adalah vector-borne yaitu melalui gigitan nyamuk Aedes sp yang terinfeksi. Transmisi melalui darah berkemungkinan bisa terjadi dengan satu kasus pernah dilaporkan. CHIKV dikatakan tidak bisa ditularkan malalui ASI (Staples, J.E., Fischer, M. and Powers, A. M , 2009)

Tanda Dan Gejala. Rata-rata masa inkubasi bagi Chikungunya adalah sekitar 2-12 hari tetapi umumnya 3-7 hari (Centers for Disease Control and Prevention, 2010). Gejala yang sering ditimbulkan infeksi virus ini berupa demam mendadak disertai menggigil selama 2-5 hari. Gejala demam biasanya timbul mendadak secara tiba-tiba dengan derajat tinggi ( >40C). Demam kemudian menurun setelah 2-3 hari dan bisa kambuh kembali 1 hari berikutnya. Demam juga sentiasa berhubungan dengan gejala-gejala lainnya seperti sakit kepala, mual dan nyeri abdomen (Swaroop, A., Jain, A., Kumhar, M., Parihar, N., and Jain, S., 2007). Nyeri sendi (arthralgia) dan otot(myalgia) bisa muncul pada penderita chikungunya. Keluhan arthralgia ini ditemukan sekitar 80% pada penderita chikungunya dan biasanya sendi yang sering dikeluhkan adalah sendi lutut,siku, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang. Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan berusaha mengurangi dan membatasi gerakan. Gejala ini dapat bertahan selama beberapa minggu,

bulan bahkan ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Artritis. Nyeri otot pula bisa terjadi pada seluruh otot terutama pada otot penyangga berat badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu dan anggota gerak (Ng, K.W., et al 2009). Pada kebanyakan penderita , gejala peradangan sendi biasanya diikuti dengan adanya bercak kemerahan makulopapuler yang bersifat non-pruritic. Bercak kemerahan ini sering ditemukan pada bagian tubuh dan anggota gerak tangan dan kaki. Bercak ini akan menghilang setelah 710 hari dan kemudiannya diikuti dengan deskuamasi (Yulfi, H., 2006) Gejala-gejala lain yang bisa ditemukan termasuk sakit kepala, pembesaran kelenjar getah bening di leher dan kolaps pembuluh darah kapiler (Oktikasari, F.Y., Susanna, D., dan Djaja, I.M., 2008).

Pemeriksaan Laboratorium. Deteksi dini dan diagnosis yang teratur memainkan peran penting dalam mengontrol infeksi virus ini secara efektif. Diagnosis pasti dapat dilakukan dengan uji laboratorium tetapi infeksi CHIK sudah harus dipikirkan bilamana terjadi wabah penyakit dengan tiga gejala (trias) utama yaitu demam, adanya ruam (rash) dan manifestasi reumatik. Isolasi virus dapat dilakukan dengan inokulasi sel biakan nyamuk (mosquito cell culture), menyuntik nyamuk dengan sera penderita, inokulasi sel biakan mamalia atau mencit (suckling mice). Viremia terjadi pada 48 jam pertama dari infeksi dan dapat dideteksi sampai hari keempat. Pemeriksaan melihat perkembangan IgM melalui enzyme linked immunosorbent asssay (MAC-ELISA) telah menjadi pemeriksaan serologi yang major karena teknik pemeriksaan ini sangat cepat dan reliabel (Sudeep, A .B and Parashar D 2008). Teknik pemeriksaaan lain yang bisa dilakukan untuk mendeteksi dan mengindentifikasi antigen virus adalah teknik immunofluorescent antibodi secara tidak langsung (Sudeep, A .B and Parashar D 2008). Reverse transcription polymerase chain reaction (RT-PCR) juga telah dikenal sangat berguna dalam mendiagnosa virus chikungunya (CHIKV) dengan cepat (Sudeep, A .B and Parashar D 2008). Malah RT-PCR juga merupakan teknik mendeteksi m-RNA yang paling sensitif. Dibandingkan dengan 2 teknik lain yang sering digunakan untuk menkuantifikasi m-RNA level yaitu Northen blot analysis dan RNase protection assay, RT-PCR dapat digunakan untuk menkuantifikasi m-RNA level dari jumlah sampel yang kecil. Malah kombinasi RTPCR dan nested PCR terbukti efisien untuk deteksi spesifik dan mengenotip CHIKV (Yulfi, H., 2006.).

PENGOBATAN Sampai saat ini belum ada vaksin atau antiviral yang spesifik untuk CHIK. Pengobatan masih bersifat simtomatik seperti istirahat, pemberian cairan untuk mempertahankan keseimbangan cairan, obat-obat untuk menurunkan panas badan (antipiretik). Istirahat dianjurkan selama terdapat gejala sendi akut. Setelah lewat masa akut, dapat diberikan aspirin untuk nyeri sendi. Pada arthritis yang tidak dapat diobati dengan aspirin, klorokuin fosfat (250 mg/) memberikan hasil yang cukup menjanjikan. Beberapa studi menunjukkan bahwa klorokuin fosfat memiliki efek antiviral terhadap virus CHIK, namun belum konklusif.(23) Masih dibutuhkan banyak penelitian sebelum dapat dipastikan mengenai aktivitas antiviral tersebut.

Anda mungkin juga menyukai