A. Definisi Trauma abdomen adalah cedera pada abdomen, dapat berupa trauma tumpul dan tembus serta trauma yang disengaja atau tidak disengaja (Smeltzer, 2001). Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1997). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk (Ignativicus & Workman, 2006). B. Etiologi dan klasifikasi 1. Trauma tembus (trauma perut dengan penetrasi kedalam rongga peritonium). Disebabkan oleh : luka tusuk, luka tembak. 2. Trauma tumpul (trauma perut tanpa penetrasi kedalam rongga peritonium). Disebabkan oleh : pukulan, benturan, ledakan, deselerasi, kompresi atau sabuk pengaman C. Tanda dan gejala 1. Laserasi, memar,ekimosis 2. Hipotensi 3. Tidak adanya bising usus 4. Hemoperitoneum 5. Mual dan muntah 6. Adanya tanda Bruit (bunyi abnormal pd auskultasi pembuluh darah, biasanya pd arteri karotis), 7. Nyeri 8. Pendarahan 9. Penurunan kesadaran 10. Sesak 11. Tanda Kehrs adalah nyeri di sebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limfa.Tanda ini ada saat pasien dalam posisi recumbent. 12. Tanda Cullen adalah ekimosis periumbulikal pada perdarahan peritoneal 13. Tanda Grey-Turner adalah ekimosis pada sisi tubuh ( pinggang ) pada perdarahan retroperitoneal 14. Tanda coopernail adalah ekimosis pada perineum,skrotum atau labia pada fraktur pelvis 15. Tanda balance adalah daerah suara tumpul yang menetap pada kuadran kiri atas ketika dilakukan perkusi pada hematoma limfe(Scheets, 2002 : 277-278) D. Patofisiologi Bila suatu kekuatan eksternal dibenturkan pada tubuh manusia (akibat kecelakaan lalu lintas, penganiayaan, kecelakaan olahraga dan terjatuh dari ketinggian), maka beratnya trauma merupakan hasil dari interaksi antara faktor faktor fisik dari kekuatan tersebut
dengan jaringan tubuh. Berat trauma yang terjadi berhubungan dengan kemampuan obyek statis (yang ditubruk) untuk menahan tubuh. Pada tempat benturan karena terjadinya perbedaan pergerakan dari jaringan tubuh yang akan menimbulkan disrupsi jaringan. Hal ini juga karakteristik dari permukaan yang menghentikan tubuh juga penting. Trauma juga tergantung pada elastisitas dan viskositas dari jaringan tubuh. Elastisitas adalah kemampuan jaringan untuk kembali pada keadaan yang sebelumnya. Viskositas adalah kemampuan jaringan untuk menjaga bentuk aslinya walaupun ada benturan. Toleransi tubuh menahan benturan tergantung pada kedua keadaan tersebut. Beratnya trauma yang terjadi tergantung kepada seberapa jauh gaya yang ada akan dapat melewati ketahanan jaringan. Komponen lain yang harus dipertimbangkan dalam beratnya trauma adalah posisi tubuh relatif terhadap permukaan benturan. Hal tersebut dapat terjadi cidera organ intra abdominal yang disebabkan beberapa mekanisme : 1. Meningkatnya tekanan intra abdominal yang mendadak dan hebat oleh gaya tekan dari luar seperti benturan setir atau sabuk pengaman yang letaknya tidak benar dapat mengakibatkan terjadinya ruptur dari organ padat maupun organ berongga. 2. Terjepitnya organ intra abdominal antara dinding abdomen anterior dan vertebrae atau struktur tulang dinding thoraks. 3. Terjadi gaya akselerasi-deselerasi secara mendadak dapat menyebabkan gaya robek pada organ dan pedikel vaskuler. E. 1. 2. F. 1. 2. Komplikasi Segera : hemoragi, syok, dan cedera. Lambat : infeksi Pemeriksaan diagnostik Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorax. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pads hepar. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard).
3. 4.
5. 6.
Pemeriksaan khusus 1. Abdominal paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. 2. Pemeriksaan laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. 3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi. G. Penanganan Awal Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat Apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakuakan prosedur ABC jika ada indikasi, Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. 1. Airway, dengan Kontrol Tulang BelakangMembuka jalan napas menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. 2. Breathing, dengan Ventilasi Yang AdekuatMemeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihat-dengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak, Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 3. Circulation,dengan Kontrol Perdarahan Hebat Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 15 : 2 (15 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas 4. trauma non penetrasi (trauma tumpul) a. Stop makanan dan minuman b. Imobilisasi c. Kirim kerumah sakit. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) Dilakukan pada trauma abdomen perdarahan intra abdomen, tujuan dari DPL adalah untuk mengetahui lokasi perdarahan intra abdomen. Indikasi untuk melakukan DPL, antara lain: 1) Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya 2) Trauma pada bagian bawah dari dada 3) Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas 4) Pasien cidera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) 5) Pasien cedera abdominalis dan cidera bmedula spinalis (sumsum tulang belakang) 6) Patah tulang pelvis Pemeriksaan DPL dilakukan melalui anus, jika terdapt darah segar dalm BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) mengenai kolon atau usus besar,
dan apabila darah hitam terdapat pada BAB atau sekitar anus berarti trauma non-penetrasi (trauma tumpul) usus halus atau lambung. Apabila telah diketahui hasil Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), seperti adanya darah pada rektum atau pada saat BAB. Perdarahan dinyatakan positif bila sel darah merah lebih dari 100.000 sel/mm dari 500 sel/mm, empedu atau amilase dalam jumlah yang cukup juga merupakan indikasi untuk cedera abdomen. Tindakan selanjutnya akan dilakukan prosedur laparotomi Kontra indikasi dilakukan Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL), antara lain: a) Hamil b) Pernah operasi abdominal c) Operator tidak berpengalaman d) Bila hasilnya tidak akan merubah penata-laksanaan 5. Penetrasi (trauma tajam) d. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis e. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. f. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril. g. Imobilisasi pasien h. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum i. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. j. Kirim ke rumah sakit H. Manajemen Keperawatan 1. Pengkajian Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994). Pengkajian pasien trauma abdomen (Smeltzer, 2001) adalah meliputi : a. Trauma Tembus abdomen 1) Dapatkan riwayat mekanisme cedera ; kekuatan tusukan/tembakan ; kekuatan tumpul (pukulan). 2) Inspeksi abdomen untuk tanda cedera sebelumnya : cedera tusuk, memar, dan tempat keluarnya peluru. 3) Auskultasi ada/tidaknya bising usus dan catat data dasar sehingga perubahan dapat dideteksi. Adanya bising usus adalah tanda awal keterlibatan intraperitoneal ; jika ada tanda iritasi peritonium, biasanya dilakukan laparatomi (insisi pembedahan kedalam rongga abdomen). 4) Kaji pasien untuk progresi distensi abdomen, gerakkan melindungi, nyeri tekan, kekakuan otot atau nyeri lepas, penurunan bising usus, hipotensi dan syok. 5) Kaji cedera dada yang sering mengikuti cedera intra-abdomen, observasi cedera yang berkaitan.
6) Catat semua tanda fisik selama pemeriksaan pasien. b. Trauma tumpul abdomen 1) Dapatkan riwayat detil jika mungkin (sering tidak bisa didapatkan, tidak akurat, atau salah). dapatkan semua data yang mungkin tentang hal-hal sebagai berikut a) Metode cedera. b) Waktu awitan gejala. c) Lokasi penumpang jika kecelakaan lalu lintas (sopir sering menderita ruptur limpa atau hati). Sabuk keselamatan digunakan/tidak, tipe restrain yang digunakan. d) Waktu makan atau minum terakhir. e) Kecenderungan perdarahan. f) Penyakit danmedikasi terbaru. g) Riwayat immunisasi, dengan perhatian pada tetanus. h) Alergi. 2) Lakukan pemeriksaan cepat pada seluruh tubuh pasienuntuk mendeteksi masalah yang mengancam kehidupan. I. Penatalaksanaan kedaruratan 1. Mulai prosedur resusitasi (memperbaiki jalan napas, pernapasan, sirkulasi) sesuai indikasi 2. Pertahankan pasien pada brankar atau tandu papan ; gerakkan dapat menyebabkan fragmentasi bekuan pada pada pembuluh darah besar dan menimbulkan hemoragi massif 3. Pastikan kepatenan jalan napas dan kestabilan pernapasan serta sistem saraf. 4. Jika pasien koma, bebat leher sampai setelah sinar x leher didapatkan. 5. Gunting baju dari luka. 6. Hitung jumlah luka. 7. Tentukan lokasi luka masuk dan keluar. 8. Kaji tanda dan gejala hemoragi. Hemoragi sering menyertai cedera abdomen, khususnya hati dan limpa mengalami trauma. 9. Kontrol perdarahan dan pertahanan volume darah sampai pembedahan dilakukan. a. Berikan kompresi pada luka perdarahan eksternal dan bendungan luka dada. b. Pasang kateter IV diameter besar untuk penggantian cairan cepat dan memperbaiki dinamika sirkulasi. c. Perhatikan kejadian syoksetelah respons awal terjadi terhadap transfusi ; ini sering merupakan tanda adanya perdarrahan internal. d. Dokter dapat melakukan parasentesis untuk mengidentifikasi tempat perdarahan. 10 Aspirasi lambung dengan selang nasogastrik. Prosedur ini membantu mendeteksi luka lambung, mengurangi kontaminasi terhadap rongga peritonium, dan mencegah komplikasi paru karena aspirasi. 11 Tutupi visera abdomen yang keluar dengan balutan steril, balutan salin basah untuk mencegah nkekeringan visera. a. Fleksikan lutut pasien ; posisi ini mencegah protusi lanjut. b. Tunda pemberian cairan oral untuk mencegah meningkatnya peristaltik dan muntah 12. Pasang kateter uretra menetap untuk mendapatkan kepastian adanya hematuria dan pantau haluaran urine.
13. Pertahankan lembar alur terus menerus tentang tanda vital, haluaran urine, pembacaan tekanan vena sentral pasien (bila diindikasikan), nilai hematokrit, dan status neurologik. 14. Siapkan untuk parasentesis atau lavase peritonium ketika terdapat ketidakpastian mengenai perdarahan intraperitonium. 15. Siapkan sinografi untuk menentukan apakah terdapat penetrasi peritonium pada kasus luka tusuk. a. Jahitan dilakukan disekeliling luka b. Kateter kecil dimasukkan ke dalam luka. c. Agens kontras dimasukkan melalui kateter ; sinar x menunjukkan apakah penetrasi peritonium telah dilakukan. 16. Berikan profilaksis tetanus sesuai ketentuan. 17. Berikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah infeksi. trauma dapat menyebabkan infeksi akibat karena kerusakan barier mekanis, bakteri eksogen dari lingkungan pada waktu cedera dan manuver diagnostik dan terapeutik (infeksi nosokomial). 18. Siapkan pasien untuk pembedahan jika terdapat bukti adanya syok, kehilangan darah, adanya udara bebas dibawah diafragma, eviserasi, atau hematuria J. Diagnosa keperawatan 1. Defisit Volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan perdarahan Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan Intervensi : a. Kaji tanda-tanda vital Rasional: untuk mengidentifikasi defisit volume cairan b. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin Rasional: mengidentifikasi keadaan perdarahan c. Kaji tetesan infus Rasional: awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan d. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. Rasional: cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh e. Tranfusi darah Rasional: menggantikan darah yang keluar 2. Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. (Doenges, 2000) Tujuan : Nyeri Teratasi Intervensi : a. Kaji karakteristik nyeri Rasional: mengetahui tingkat nyeri klien b. Beri posisi semi fowler. Rasional: mengurngi kontraksi abdomen c. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi Rasional: membantu mengurangi rasa nyeri dengan mmengalihkan perhatian d. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. Rasional analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
e. Managemant lingkungan yang nyaman Rasional: lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien 3. Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak adekuatnya pertahanan tubuh Tujuan : Tidak terjadi infeksi Intervensi : a. Kaji tanda-tanda infeksi Rasional: mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini b. Kaji keadaan luka Rasional: keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi c. Kaji tanda-tanda vital Rasional: suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi d. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi Rasional: teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial e. Kolaborasi pemberian antibiotik Rasional: antibiotik mencegah adanya infeksi bakteri dari luar 4. Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan Tujuan: ansietas teratasi Kriteria hasil: a. Pasien mengungkapkan pemahaman penyakit saat ini b. Pasien mendemontrasikan koping positif dalm menghadapi ansietas Intervensi: a. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu Rasional: koping yang baik akan mengurangi ansietas klien b. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan Rasional: mengetahui nsietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan umtuk memberikan penjelasan kepada klien c. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit Rasional: apabila kliem tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang d. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres Rasional lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi e. Dorong dan dukungan orang terdekat Rasional: memotifasi klien 5. Gangguan Mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik (Doenges, 2000) Tujuan : Dapat bergerak bebas Intervensi : a. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak Rasional: identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi b. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
Rasional: meminimalisir pergerakan lien c. Berikan latihan gerak aktif pasif Rasional: melatih otot-otot klien d. Bantu kebutuhan pasien Rasional: membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien e. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. Rasional: terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA Doenges. 2000, Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanaan dan Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3, Jakarta: EGC Dorland,2002,Kamus Saku Kedokteran .Jakarta :EGC Ignativicus, Donna D ; Workman. 2006. Medical Surgical Nursing Critical Thinking for Collaborative Care. USA : Elsevier Saunders Scheets,Lynda J.2002.Panduan Belajar Keperawatan Emergency.Jakarta: EGC Sjamsuhidayat. 1997, Buku Ajar Bedah,EC, Jakarta Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
http://ardivirgos.blogspot.com/2012/10/trauma-abdomen.html
29
Oct
Trauma Abdomen
SRS
TINJAUAN
PUSTAKA
II.1
DEFINISI
Trauma tumpul abdomen adalah cedera atau perlukaan pada abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum, dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi (perlambatan), atau kompresi. Trauma tumpul kadang tidak memberikan kelainan yang jelas pada permukaan tubuh tetapi dapat mengakibatkan kontusi atau laserasi jaringan atau organ di bawahnya. Benturan pada trauma tumpul abdomen dapat menimbulkan cedera pada organ berongga berupa perforasi atau pada organ padat berupa perdarahan. Cedera deselerasi sering terjadi pada kecelakaan lalu lintas karena setelah tabrakan badan masih melaju dan tertahan suatu benda keras sedangkan bagian tubuh yang relatif tidak terpancang bergerak terus dan mengakibatkan robekan pada organ tersebut. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter. 11
II.2
ANATOMI
Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diaphragma di bagian atas dan pintu masuk pelvis dibagian bawah. Untuk kepentingan klinik, biasanya abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal, dan dua garis horizontal. Masing-masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina iliaca anterior superior dan symphisis pubis. Garis horizontal yang atas merupakan bidang subcostalis, yang mana menghubungkan titik terbawah pinggir costa satu sama lain. Garis horizontal yang bawah merupakan bidang intertubercularis, yang menghubungkan tuberculum pada crista iliaca. Bidang ini terletak setinggi corpus vertebrae lumbalis V.
Pembagian regio pada abdomen yaitu : pada abdomen bagian atas : regio hypochondrium kanan, regio epigastrium dan regio hypocondrium kiri. Pada abdomen bagian tengah : regio lumbalis kanan, regio umbilicalis dan regio lumbalis kiri. Pada abdomen bagian bawah : regio iliaca kanan, regio hypogastrium dan regio iliaca kiri. 9
Gambar
1.
Pembagian
regio
abdomen
Sedangkan pembagian abdomen juga dipermudah menjadi empat kuadran dengan menggunakan satu garis vertikal dan satu garis horisontal yang saling berpotongan pada umbilicus. Kuadran tersebut adalah kuadran kanan atas, kuadran kiri atas, kuadran kanan bawah dan kuadran kiri bawah. 9
Gambar
Pembagian
abdomen
menjadi
empat
kuadran
Dinding perut mengandung struktur muskulo-aponeurosis yang kompleks. Di bagian belakang, struktur ini melekat pada tulang belakang, di sebelah atas pada iga, dan di bagian bawah pada tulang panggul. Dinding perut ini terdiri atas beberapa lapis, yaitu dari luar ke dalam, lapis kulit yang terdiri dari kutis dan subkutis; lemak subkutan dan fasia superfisial (fasia Scarpa); kemudian ketiga otot dinding perut, m. oblikus abdominis eksternus, m. oblikus abdominis internus, dan m. tranversus abdominis; dan akhirnya lapisan preperitoneal, dan peritoneum. Otot di bagian depan terdiri atas sepasang otot rektus abdominis dengan fasianya yang di garis tengah dipisahkan oleh linea alba. 9
3. dinding Origo
M. obliqus externus abdominis 8 costa bagian bawah Processus Xiphoideus, linea alba, crista pubica, tuberculum pubikum, dan crista iliaca.
6 N. Thoracalis bagian bawah, N. Iliohypogastricus dan N. Ilioinguinalis. Melindungi isi abdomen, menekan isi abdomen, membantu fleksio dan rotasio tubuh. Membantu ekspirasi kuat, miksi, defekasi, partus M. obliqus internus dan abdominis Fascia lumbalis, refleks lateral ligamentum muntah. inguinale.
3costa
bagian
bawah, sama
processus dengan
xiphoideus, m. m.
linea Obliqus
alba
dan
symphisis
pubis.
externus externus
abdominis. abdominis.
sama
dengan
Obliqus
M. transversus abdominis 6 rawan costa bagian bawah, fascia lumbalis, crista iliaca, lateral ligamentum inguinale.
processus xiphoideus, linea alba dan symphisis pubis. Persarafan sama dengan m. Obliqus externus abdominis. Menekan isi abdomen
M. rectus abdominis Symphisis pubis dan crista pubica Rawan costa 5, 6, 7 dan processus xiphoideus 6 N thoracalis bagian bawah. Menekan isi abdomen dan fleksio columna vertebralis; otot pembentuk ekspirasi. M. pyramidalis Permukaan anterior pubis linea Linea alba N. thoracalis 12 alba
Meregangkan
Tabel Nama
2. otot
Otot-otot Origo
dinding Insertio
posterior Persarafan
abdomen Kerja
M. psoas Processus transversus, corpus dan discus intervertebralis vertebra thoracica 12 dan vertebra lumbalis. Bersama m. Iliacus ke trochanter minor femur. Flexus lumbalis Fleksio paha pada tubuh, bila paha difiksasi, otot mengfleksio tubuh pada paha seperti dari posisis berbaring ke posisi duduk. M. quadratus lumborum Ligamentum iliolumbalis, crista iliaca, ujung processus transversus vertebrae lumbalis bagian bawah.
Costa 12 Plexus lumbalis Fiksasi costa 12 selama inspirasi, menekan costa 12 selama ekspirasi kuat.
M.
iliacus
Fossa iliaca Bersama m. Psoas ke trochanter minor femur. N. femoralis Sama dengan kerja m. Psoas
Dinding perut membentuk rongga perut yang melindungi isi rongga perut. Perdarahan dinding perut berasal dari beberapa arah. Dari kranikaudal diperoleh pendarahan dari cabang aa.interkostales VI s/d XII dan a.epigastrika superior. Dari kaudal, a.iliaka sirkumfleksa superfisialis, a.pudenda eksterna, dan a.epigastrica inferior. Kekayaan vaskularisasi ini memungkinkan sayatan perut horizontal maupun vertikal tanpa menimbulkan gangguan pendarahan. Persarafan dinding perut dilayani secara segmental oleh n.torakalis VI s/d XII dan n.lumbalis I.9
Rongga perut (cavitas abdominalis) dibatasi oleh membran serosa yang tipis mengkilap yang juga melipat untuk meliputi organ-organ di dalam rongga abdominal. Lapisan membran yang membatasi dinding abdomen dinamakan peritoneum parietale, sedangkan bagian yang meliputi organ dinamakan peritoneum viscerale. Di sekitar dan sekeliling organ ada lapisan ganda peritoneum yang membatasi dan menyangga organ, menjaganya agar tetap berada di tempatnya, serta membawa pembuluh darah, pembuluh limfe, dan saraf. Bagian-bagian peritoneum sekitar masing-masing organ diberi nama-nama khusus. 9
Mesenterium ialah bangunan peritoneal yang berlapis ganda, bentuknya seperti kipas, pangkalnya melekat pada dinding belakang perut dan ujungnya yang mengembang melekat pada usus halus. Di antara dua lapisan membran yang membentuk mesenterium terdapat pembuluh darah, saraf dan bangunan lainnya yang memasok usus. Bagian mesenterium di sekitar usus besar dinamakan mesokolon. Lapisan ganda peritoneum yang berisi lemak, menggantung seperti celemek di sebelah atas depan usus bernama omentum majus. Bangunan ini memanjang dari tepi lambung sebelah bawah ke dalam bagian pelvik abdomen dan kemudian melipat kembali dan melekat pada colon tranversum. Ada juga membran yang lebih kecil bernama omentum minus yang terentang antara lambung dan liver.2 Organ a. dalam rongga abdomen Organ dibagi menjadi dua, yaitu :
Intraperitoneal
Gambar 1.
4.
Intraperitoneal
stuctures Hati
Merupakan kelenjar terbesar dan mempunyai tiga fungsi dasar, yaitu : (1) pembentukan dan sekresi empedu yang dimasukkan ke dalam usus halus; (2) berperan pada aktivitas metabolisme yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat, lemak, dan protein; (3) menyaring darah untuk membuang bakteri dan benda asing lain yang masuk dalam darah dari lumen usus.
Hati bersifat lunak dan lentur dan menduduki regio hypochondrium kanan, meluas sampai regio epigastrium. Permukaan atas hati cembung melengkung pada permukaan bawah diaphragma. Permukaan postero-inferior atau permukaan viseral membentuk cetakan visera yang berdekatan, permukaan ini berhubungan dengan pars abdominalis oesophagus, lambung, duodenum, flexura coli dextra, ginjal kanan, kelenjar suprarenalis, dan kandung empedu.
Dibagi dalam lobus kanan yang besar dan lobus kiri yang kecil, yang dipisahkan oleh perlekatan peritonium ligamentum falciforme. Lobus kanan terbagi menjadi lobus quadratus dan lobus caudatus oleh adanya kandung empedu, fissura untuk ligamentum teres hepatis, vena cava inferior, dan fissura untuk ligamentum venosum. Porta hepatis atau hilus hati ditemukan pada permukaan postero-inferior dengan bagian atas ujung bebas omentum majus melekat pada pinggirnya. Hati dikelilingi oleh capsula fibrosa yang membentuk lobulus hati. Pada ruang antara lobulus-lobulus terdapat saluran portal, yang mengandung cabang arteri hepatica, vena porta, dan saluran empedu (segitiga portal). 9
2.
Limpa
Merupakan massa jaringan limfoid tunggal yang terbesar dan umumnya berbentuk oval, dan berwarna kemerahan. Terletak pada regio hypochondrium kiri, dengan sumbu panjangnya terletak sepanjang iga X dan kutub bawahnya berjalan ke depan sampai linea axillaris media, dan tidak dapat diraba pada pemeriksaan fisik. Batas anterior limpa adalah lambung, cauda pankreas, flexura coli sinistra. Batas posterior pada diaphragma, pleura kiri ( recessus costodiaphragmatica kiri ), paru kiri, costa IX, X, dan XI kiri. 9
3.
Lambung
Merupakan bagian saluran pencernaan yang melebar dan mempunyai 3 fungsi utama: (1) menyimpan makanan dengan kapasitas 1500 ml pada orang dewasa; (2) mencampur makanan dengan getah lambung untuk membentuk kimus yang setengah padat, dan (3) mengatur kecepatan pengiriman kimus ke usus halus sehingga pencernaan dan absorbsi yang efisien dapat berlangsung.
Lambung terletak pada bagian atas abdomen, dari regio hipochondrium kiri sampai regio epigastrium dan regio umbilikalis. Sebagian besar lambung terletak di bawah iga-iga bagian bawah. Batas anterior lambung adalah dinding anterior abdomen, arcus costa kiri, pleura dan paru kiri, diaphragma, dan lobus kiri hati. Sedangkan batas posterior lambung adalah bursa omentalis, diaphragma, limpa, kelenjar suprarenal kiri, bagian atas ginjal kiri, arteri lienalis, pankreas, mesocolon tranversum, dan colon tranversum. Secara kasar lambung berbentuk huruf J dan mempunyai dua lubang, ostium cardiacum dan ostium pyloricum, dua curvatura yang disebut curvatura mayor dan minor, serta dua permukaan anterior dan posterior. Lambung dibagi menjadi fundus, corpus dan antrum. Fundus berbentuk kubah dan menonjol ke atas terletak di sebelah kiri ostium cardiacum. Biasanya fundus terisi gas. Sedangkan corpus adalah badan dari lambung. Antrum merupakan bagian bawah dari lambung yang berbentuk seperti tabung. Dinding ototnya membentuk sphincter pyloricum, yang berfungsi mengatur kecepatan pengeluaran isi lambung ke duodenum.
Membran mukosa lambung tebal dan memiliki banyak pembuluh darah yang terdiri dari banyak lipatan atau rugae. Dinding otot lambung mengandung serabut longitudinal, serabut sirkular dan serabut oblik. Serabut longitudinal terletak paling superficial dan paling banyak sepanjang curvatura, serabut sirkular yang lebih dalam mengelilingi fundus lambung,dan menebal pada pylorus untuk membentuk sphincter pyloricum. Sedangkan serabut oblik membentuk lapisan otot yang paling dalam, mengelilingi fundus berjalan sepanjang anterior dan posterior. 9
4.
Kandung
empedu
(Vesica
Fellia)
Vesica Fellia adalah kantong seperti buah pear yang terletak pada permukaan viseral hati. Secara umum dibagi menjadi tiga bagian yaitu : fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya
menonjol dibawah pinggir inferior hati; dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan viseral hati dana arahnya keatas, belakang dan kiri. Sedangkan collum dilanjutkan sebagai ductus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus communis membentuk ductus choledochus. Batas anterior vesica fellia pada dinding anterior abdomen dan bagian pertama dan kedua duodenum. Batas posterior pada colon tranversum dan bagian pertama dan kedua duodenum. Vesica Fellia berperan sebagai reservoir empedu dengan kapasitas 50 ml. Vesica Fellia mempunyai kemampuan memekatkan empedu. Untuk membantu proses ini, maka mukosanya mempunyai lipatanlipatan permanen yang satu sama lain saling berhubungan seperti sarang tawon. Empedu dialirkan ke duodenum sebagai akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum . lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa duodenum; hormon kemudian masuk ke dalam darah menyebabkan kandung empedu berkontraksi. Pada saat yang sama otot polos yang terletak pada ujung distal ductus choledochus dan ampula relaksasi sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke dalam duodenum. Garam-garam empedu dalam cairan empedu penting untuk emulsifikasi lemak dalam usus halus dan membantu pencernaan serta absorbsi lemak. 9
5.
Usus
halus
Usus halus merupakan bagian pencernaan yang paling panjang, dibagi menjadi 3 bagian : duodenum, jejunum, dan ileum. Fungsi utama usus halus adalah pencernaan dan absorpsi hasil-hasil pencernaan. Duodenum berbentuk huruf C yang panjangnya sekitar 25 cm, melengkung sekitar caput pankreas, dan menghubungkan lambung dengan jejunum. Di dalam duodenum terdapat muara saluran empedu dan saluran pankreas. Sebagian duodenum diliputi peritonium, dan sisanya terletak retroperitonial. Duodenum terletak pada regio epigastrium dan regio umbilikalis. Dibagi menjadi 4 bagian : 1. Bagian pertama duodenum.
Panjangnya 5 cm, mulai pada pylorus dan berjalan keatas dan ke belakang pada sisi kanan vertebra lumbalis pertama. Bagian ini terletak pada bidang transpilorica. Batas anterior pada lobus quadratus hati dan kandung empedu. Batas posterior pada bursa omentalis ( 2,5 cm pertama), arteri gastroduodenalis, ductus choledochus dan vena porta, serta vena cava inferior. Batas superior pada foramen epiploicum Winslow 2. dan batas Bagian inferior pada kedua caput pankreas. duodenum
Panjangnya 8 cm, berjalan ke bawah di depan hilus ginjal kanan di sebelah vertebra lumbalis kedua dan ketiga. Batas anterior pada fundus kandung empedu dan lobus kanan hati, colon tranversum, dan lekukan- lekukan usus halus. Batas posterior pada hilus ginjal kanan dan ureter kanan. Batas lateral pada colon ascenden, flexura coli dextra, dan lobus kanan hati. Batas medial pada caput pancreas. 3. Bagian ketiga duodenum
Panjangnya 8 cm, berjalan horisontal ke kiri pada bidang subcostalis, mengikuti pinggir bawah caput pankreas. Batas anterior pada pangkal mesenterium usus halus, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada ureter kanan, muskulus psoas kanan, vena cava inferior, dan aorta. Batas superior pada caput 4. pankreas, dan Bagian batas inferior pada keempat lekukan-lekukan jejunum. duodenum
Panjangnya 5 cm, berjalan ke atas dan kiri, kemudian memutar ke depan pada perbatasan duodenum dan jejunum. Terdapat ligamentum Treitz yang menahan junctura duodeno-jejunalis. Batas anterior pada permulaan pangkal mesenterium dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada pinggir kiri aorta dan pinggir medial muskulus psoas kiri. 9
Jejunum dan Ileum panjangnya 6 m, dua perlima bagian atas merupakan jejunum. Jejunum mulai pada junctura duodenojejunalis dan ileum berakhir pada junctura ileocaecalis. Dalam keadaan hidup, jejunum dan ileum dibedakan dengan gambaran berikut :
1. Lekukan jejunum terletak pada bagian atas rongga peritonium di bawah sisi kiri mesocolon tranversum, 2. Jejunum ileum lebih terletak besar, pada bagian bawah lebih rongga tebal, peritonium lebih dan merah dalam dari pelvis. ileum.
berdinding
dan
3. Mesenterium jejunum melekat pada dinding posterior abdomen di atas dan kiri aorta, sedangkan mesenterium ileum melekat di bawah dan kanan aorta.
4. Pembuluh darah mesenterium membentuk satu atau dua arkade dengan cabang-cabang yang panjang dan jarang, sedangkan ileum menerima banyak pembuluh darah pendek, berasal dari tiga atau lebih arkade.
5. Pada ujung mesenterium jejunum, lemak disimpan dekat pangkal, sedangkan pada mesenterium ileum lemak disimpan di seluruh bagian.
6. Kelompokan jaringan limfoid ( agmen Peyer ) terdapat pada mukosa ileum bagian bawah sepanjang pinggir antimesentrik. 9
6.
Usus
besar
Usus besar dibagi dalam caecum, appendix vermiformis, colon ascenden, colon tranversum, colon descenden, dan colon sigmoideum, rectum dan anus. Fungsi utama usus besar adalah absorpsi air dan elektrolit dan menyimpan bahan yang tidak dicernakan sampai dapat dikeluarkan dari tubuh sebagai feses. Caecum terletak pada fossa iliaca, panjang 6 cm, dan diliputi oleh peritonium. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, sebagian omentum majus, dan dinding anterior abdomen regio iliaca kanan. Batas posterior pada m. psoas dan m. iliacus, n. femoralis, dan n. cutaneus femoralis lateralis. Batas medial pada appendix vermiformis.
Appendix vermiformis panjangnya 8 13 cm, terletak pada regio iliaca kanan. Ujung appendix dapat
ditemukan pada tempat berikut : (1) tergantung dalam pelvis berhadapan dengan dinding kanan pelvis; (2) melekuk di belakang caecum pada fossa retrocaecalis; (3) menonjol ke atas sepanjang pinggir lateral caecum; (4) di depan atau di belakang bagian terminal ileum.
Colon ascenden terletak pada regio iliaca kanan dengan panjang 13 cm. Berjalan ke atas dari caecum sampai permukaan inferior lobus kanan hati, di mana colon ascenden secara tajam ke kiri, membentuk flexura coli dextra, dan dilanjutkan sebagai colon tranversum. Peritonium menutupi pinggir dan permukaan depan colon ascenden dan menghubungkannya dengan dinding posterior abdomen. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada m. Iliacus, crista iliaca, m. Quadratus lumborum, origo m. Tranversus abdominis, dan kutub bawah ginjal kanan.
Colon tranversum panjangnya 38 cm dan berjalan menyilang abdomen, menduduki regio umbilikalis dan hipogastrikum. Batas anterior pada omentum majus dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada bagian kedua duodenum, caput pankreas, dan lekukan-lekukan jejunum dan ileum.
Colon descenden terletak pada regio iliaca kiri, dengan panjang 25 cm. Berjalan ke bawah dari flexura coli sinistra sampai pinggir pelvis. Batas anterior pada lekukan-lekukan usus halus, omentum majus, dan dinding anterior abdomen. Batas posterior pada pinggir lateral ginjal kiri, origo m. Tranversus abdominis, m. Quadratus lumborum, crista iliaca, m. Iliacus, dan m. Psoas kiri. 9
b. 1.
Organ
Retroperitoneal Ginjal
Berperan penting dalam mengatur keseimbangan air dan elektrolit dalam tubuh dan mempertahankan keseimbangan asam basa darah. Kedua ginjal berfungsi mengekskresi sebagian besar zat sampah metabolisme dalam bentuk urin. Ginjal berwarna coklat-kemerahan, terletak tinggi pada dinding posterior abdomen, sebagian besar ditutupi oleh tulang iga. Ginjal kanan terletak lebih rendah dibanding ginjal kiri, dikarenakan adanya lobus kanan hati yang besar.
Ginjal dikelilingi oleh capsula fibrosa yang melekat erat dengan cortex ginjal. Di luar capsula fibrosa terdapat jaringan lemak yang disebut lemak perirenal. Fascia renalis mengelilingi lemak perirenal dan meliputi ginjal dan kelenjar suprarenalis. Fascia renalis merupakan kondensasi jaringan areolar, yang di lateral melanjutkan diri sebagai fascia tranversus. Di belakang fascia renalis terdapat banyak lemak yang disebut lemak pararenal.
Batas anterior ginjal kanan pada kelenjar suprarenalis, hati, bagian kedua duodenum, flexura coli dextra. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis.
Pada ginjal kiri, batas anterior pada kelenjar suprarenalis, limpa, lambung, pankreas, flexura coli kiri, dan lekukan-lekukan jejunum. Batas posterior pada diaphragma, recessus costodiaphragmatica pleura, costa XI, XII, m. Psoas, m. Quadratus lumborum, dan m. Tranversus abdominis. 9
2.
Ureter
Mengalirkan urin dari ginjal ke vesica urinaria, dengan didorong sepanjang ureter oleh kontraksi peristaltik selubung otot, dibantu tekanan filtrasi glomerulus. Panjang ureter 25 cm dan memiliki tiga penyempitan : (1) di mana piala ginjal berhubungan dengan ureter;(2) waktu ureter menjadi kaku ketika melewati pinggir pelvis;(3) waktu ureter menembus dinding vesica urinaria. Ureter keluar dari hilus ginjal dan berjalan vertikal ke bawah di belakang peritonium parietal pada m. Psoas, memisahkannya dari ujung processus tranversus vertebra lumbalis. Ureter masuk ke pelvis dengan menyilang bifurcatio a. Iliaca comunis di depan articulatio sacroiliaca, kemudian berjalan ke bawah pada dinding lateral pelvis menuju regio ischiospinalis dan memutar menuju angulus lateral vesica urinaria. Pada ureter kanan, batas anterior pada duodenum, bagian terminal ileum, av. Colica dextra, av. Iliocolica, av. Testicularis atau ovarica dextra, dan pangkal mesenterium usus halus. Batas posterior pada m. Psoas dextra.
Batas anterior ginjal kiri pada colon sigmoideum, mesocolon sigmoideum, av. Colica sinistra, dan av. Testicularis atau ovarica sinistra. Batas posterior pada m. Psoas sinistra. 9
3.
Pankreas
Merupakan kelenjer eksokrin dan endokrin, organ lunak berlobus yang terletak pada dinding posterior abdomen di belakang peritonium. Bagian eksokrin kelenjer menghasilkan sekret yang mengandung enzim yang dapat menghidrolisis protein, lemak, dan karbohirat. Bagian endokrin kelenjer, yaitu pulau langerhans, menghasilkan hormon insulin dan glukagon yang berperan penting dalam metabolisme karbohidrat. Pankreas menyilang bidang transpilorica.
Dibagi menjadi empat bagian, yaitu : (1) caput pankreas berbentuki seperti cakram, terletak pada bagian cekung duodenum. Sebagian caput meluas ke kiri di belakang av. Mesenterica superior dan dinamakan processus uncinatus; (2) collum pancreas merupakan bagian yang mengecil dan
menghubungkan caput dengan corpus pankreas. Terletak di depan pangkal vena porta dan pangkal arteri mesenterica superior dari aorta; (3) corpus berjalan ke atas dan kiri menyilang garis tengah; (4) cauda berjalan menuju ke ligamentum lienorenalis dan berhubungan dengan hilus limpa.
Batas anterior pankreas dari kanan ke kiri : colon tranversum, perlekatan mesocolon tranversum, bursa omentalis, dan lambung. Sedangkan batas posterior pankreas dari kanan ke kiri : ductus choledochus, vena porta, vena lienalis, vena cava inferior, aorta, pangkal arteri mesenterica superior, m. Psoas kiri, kelenjer suprarenalis kiri, ginjal kiri, dan hilus limpa. 9
II.3
PATOFISIOLOGI
Mekanisme terjadinya trauma pada trauma tumpul disebabkan adanya deselerasi cepat dan adanya organ-organ yang tidak mempunyai kelenturan (noncomplient organ) seperti hati, limpa, pankreas, dan
ginjal. Kerusakan intra abdominal sekunder untuk kekuatan tumpul pada abdomen secara umum dapat dijelaskan dengan 3 mekanisme, yaitu :
Pertama, saat pengurangan kecepatan menyebabkan perbedaan gerak di antara struktur. Akibatnya, terjadi tenaga potong dan menyebabkan robeknya organ berongga, organ padat, organ viseral dan pembuluh darah, khususnya pada ujung organ yang terkena. Contoh pada aorta distal yang mengenai tulang torakal dan mengurangi yang lebih cepat dari pada pergerakan arkus aorta. Akibatnya, gaya potong pada aorta dapat menyebabkan ruptur. Situasi yang sama dapat terjadi pada pembuluh darah ginjal dan pada cervicothoracic junction.
Kedua, isi intra-abdominal hancur di antara dinding abdomen anterior dan columna vertebra atau tulang toraks posterior. Hal ini dapat menyebabkan remuk, biasanya organ padat (spleen, hati, ginjal) terancam. Ketiga, adalah gaya kompresi eksternal yang menyebabkan peningkatan tekanan intra-abdomen yang tiba-tiba dan mencapai puncaknya pada ruptur organ berongga. 10
II.4 Berdasaran 1. Pada jenis organ padat organ seperti yang hepar dan cedera limpa dapat dengan dibagi gejala utama
KLASIFIKASI dua :
perdarahan
2. Pada organ berongga seperti usus dan saluran empedu dengan gejala utama adalah peritonitis Berdasarkan daerah organ yang cedera dapat dibagi dua, yaitu :
a.
Organ
Intraperitoneal
Intraperitoneal abdomen terdiri dari organ-organ seperti hati, limpa, lambung, colon transversum, usus halus, dan Ruptur colon sigmoid. Hati
Hati dapat mengalami laserasi dikarenakan trauma tumpul ataupun trauma tembus. Hati merupakan organ yang sering mengalami laserasi, sedangkan empedu jarang terjadi dan sulit untuk didiagnosis. Pada trauma tumpul abdomen dengan ruptur hati sering ditemukan adanya fraktur costa VII IX. Pada pemeriksaan fisik sering ditemukan nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Nyeri tekan dan Defans muskuler tidak akan tampak sampai perdarahan pada abdomen dapat menyebabkan iritasi peritoneum ( 2 jam post trauma). Kecurigaan laserasi hati pada trauma tumpul abdomen apabila terdapat nyeri pada abdomen kuadran kanan atas. Jika keadaan umum pasien baik, dapat dilakukan CT Scan pada abdomen yang hasilnya menunjukkan adanya laserasi. Jika kondisi pasien syok, atau pasien trauma dengan kegawatan dapat dilakukan laparotomi untuk melihat perdarahan intraperitoneal. Ditemukannya cairan empedu pada lavase peritoneal menandakan adanya trauma pada saluran empedu. 3
Gambar
5.
Ruptur
hati
Ruptur
Limpa
Limpa merupakan organ yang paling sering cedera pada saat terjadi trauma tumpul abdomen. Ruptur limpa merupakan kondisi yang membahayakan jiwa karena adanya perdarahan yang hebat. Limpa terletak tepat di bawah rangka thorak kiri, tempat yang rentan untuk mengalami perlukaan. Limpa membantu tubuh kita untuk melawan infeksi yang ada di dalam tubuh dan menyaring semua material yang tidak dibutuhkan lagi dalam tubuh seperti sel tubuh yang sudah rusak. Limpa juga memproduksi sel darah merah dan berbagai jenis dari sel darah putih. Robeknya limpa menyebabkan banyaknya darah yang ada di rongga abdomen. Ruptur pada limpa biasanya disebabkan hantaman pada abdomen kiri atas atau abdomen kiri bawah. Kejadian yang paling sering meyebabkan ruptur limpa adalah kecelakaan olahraga, perkelahian dan kecelakaan mobil. Perlukaan pada limpa akan menjadi robeknya limpa segera setelah terjadi trauma pada abdomen.
Pada pemeriksaan fisik, gejala yang khas adanya hipotensi karena perdarahan. Kecurigaan terjadinya ruptur limpa dengan ditemukan adanya fraktur costa IX dan X kiri, atau saat abdomen kuadran kiri atas terasa sakit serta ditemui takikardi. Biasanya pasien juga mengeluhkan sakit pada bahu kiri, yang tidak termanifestasi pada jam pertama atau jam kedua setelah terjadi trauma. Tanda peritoneal seperti nyeri tekan dan defans muskuler akan muncul setelah terjadi perdarahan yang mengiritasi peritoneum. Semua pasien dengan gejala takikardi atau hipotensi dan nyeri pada abdomen kuadran kiri atas harus dicurigai terdapat ruptur limpa sampai dapat diperiksa lebih lanjut. Penegakan diagnosis dengan menggunakan CT scan. Ruptur pada limpa dapat diatasi dengan splenectomy, yaitu pembedahan dengan pengangkatan limpa. Walaupun manusia tetap bisa hidup tanpa limpa, tapi pengangkatan limpa dapat berakibat mudahnya infeksi masuk dalam tubuh sehingga setelah pengangkatan limpa dianjurkan melakukan vaksinasi terutama terhadap pneumonia dan flu diberikan antibiotik sebagai usaha preventif terhadap terjadinya Ruptur Usus infeksi. 6 Halus
Sebagian besar, perlukaan yang merobek dinding usus halus karena trauma tumpul menciderai usus dua belas jari. Dari pemeriksaan fisik didapatkan gejala burning epigastric pain yang diikuti dengan nyeri tekan dan defans muskuler pada abdomen. Perdarahan pada usus besar dan usus halus akan diikuti dengan gejala peritonitis secara umum pada jam berikutnya. Sedangkan perdarahan pada usus dua belas jari biasanya bergejala adanya nyeri pada bagian punggung. Diagnosis ruptur usus ditegakkan dengan ditemukannya udara bebas dalam pemeriksaan Rontgen abdomen. Sedangkan pada pasien dengan perlukaan pada usus dua belas jari dan colon sigmoid didapatkan hasil pemeriksaan pada Rontgen abdomen dengan ditemukannya udara dalam retroperitoneal. 6
b.
Organ
Retroperitoneal
Retroperitoneal abdomen terdiri dari ginjal, ureter, pancreas, aorta, dan vena cava. Trauma pada struktur ini sulit ditegakkan diagnosis berdasarkan pemeriksaan fisik. Evaluasi regio ini memerlukan CT
scan,
angiografi,
dan
intravenous
pyelogram.
Gambar
6. Ruptur
Retroperitoneal
stuctures. Ginjal
Trauma pada ginjal biasanya terjadi karena jatuh dan kecelakaan kendaraan bermotor. Dicurigai terjadi trauma pada ginjal dengan adanya fraktur pada costa ke XI XII atau adanya tendensi pada flank. Jika terjadi hematuri, lokasi perlukaan harus segera ditentukan. Laserasi pada ginjal dapat berdarah secara ekstensif ke dalam ruang retroperitonial. Gejala klinis : Pada ruptur ginjal biasanya terjadi nyeri saat inspirasi di abdomen dan flank, dan tendensi CVA. Hematuri yang hebat hampir selalu timbul, tapi pada mikroscopic hematuri juga dapat menunjukkan adanya ruptur pada ginjal.
Diagnosis, membedakan antara laserasi ginjal dengan memar pada ginjal dapat dilakukan dengan pemeriksaan IVP atau CT scan. Jika suatu pengujian kontras seperti aortogram dibutuhkan karena adanya alasan tertentu, ginjal dapat dinilai selama proses pengujian tersebut. Laserasi pada ginjal akan memperlihatkan adanya kebocoran pada zat warna, sedangkan pada ginjal yang memar akan tampak gambaran normal atau adanya gambaran warna kemerahan pada stroma ginjal. Tidak adanya visualisasi pada ginjal dapat menunjukkan adanya ruptur yang berat atau putusnya tangkai ginjal. Terapi : pada memar ginjal hanya dilakukan pengamatan. Beberapa laserasi ginjal dapat diterapi dengan tindakan non operatif. Terapi pembedahan wajib dilakukan pada ginjal yang memperlihatkan adanya ekstravasasi. 2 Ruptur Pankreas
Trauma pada pankreas sangat sulit untuk di diagnosis. Kebanyakan kasus diketahui dengan eksplorasi pada pembedahan. Perlukaan harus dicurigai setelah terjadinya trauma pada bagian tengah abdomen, contohnya pada benturan stang sepeda motor atau benturan setir mobil. Perlukaan pada pankreas memiliki tingkat kematian yang tinggi. Perlukaan pada duodenum atau saluran kandung empedu juga memiliki tingkat kematian yang tinggi.
Gejala klinis, kecurigaan perlukaan pada setiap trauma yang terjadi pada abdomen. Pasien dapat memperlihatkan gejala nyeri pada bagian atas dan pertengahan abdomen yang menjalar sampai ke punggung. Beberapa jam setelah perlukaan, trauma pada pankreas dapat terlihat dengan adanya gejala iritasi peritonial.
Diagnosis, penentuan amilase serum biasanya tidak terlalu membantu dalam proses akut. Pemeriksaan CT scan dapat menetapkan diagnosis. Kasus yang meragukan dapat diperiksa dengan menggunakan ERCP ( Endoscopic Retrogade Canulation of the Pancreas) ketika perlukaan yang lain telah dalam keadaan stabil.
Terapi, penanganan dapat berupa tindakan operatif atau konservatif, tergantung dari tingkat keparahan trauma, dan adanya gambaran dari trauma lain yang berhubungan. Konsultasi pembedahan merupakan tindakan yang wajib dilakukan. 8
Ruptur
Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan dengan adanya hematuria paska trauma. 2
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan langsung pada Lumbal 2 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma. Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian, kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral dengan lokasi trauma.
II.5
KOMPLIKASI
RUPTUR
ORGAN
Peritonitis merupakan komplikasi tersering dari trauma tumpul abdomen karena adanya ruptur pada organ. Penyebab yang paling serius dari peritonitis adalah terjadinya suatu hubungan (viskus) ke dalam rongga peritoneal dari organ-organ intra-abdominal (esofagus, lambung, duodenum, intestinal, colon, rektum, kandung empedu, apendiks, dan saluran kemih), yang dapat disebabkan oleh trauma, darah yang menginfeksi peritoneal, benda asing, obstruksi dari usus yang mengalami strangulasi, pankreatitis, PID (Pelvic Inflammatory Disease) dan bencana vaskular (trombosis dari mesenterium/emboli). 4 Peradangan peritoneum merupakan komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (misalnya apendisitis, salpingitis), ruptur saluran cerna, atau dari luka tembus abdomen. Organisme yang sering menginfeksi adalah organisme yang hidup dalam kolon pada kasus ruptur apendiks, sedangkan stafilokokus dan stretokokus sering masuk dari luar. Pada luka tembak atau luka tusuk tidak perlu lagi dicari tanda-tanda peritonitis karena ini merupakan indikasi untuk segera dilakukan laparotomi eksplorasi. Namun pada trauma tumpul seringkali diperlukan observasi dan pemeriksaan berulang karena tanda rangsangan peritoneum bisa timbul perlahan-lahan. 4 Gejala 1. 2. 3. dan tanda yang Nyeri Perut sering muncul pada perut yang Demam penderita dengan peritonitis antara lain:5 ditusuk (distended) (>380C)
seperti tegang
4. 5. 6. 7. 8. 9. Cairan Tidak
Produksi Mual
urin dan
di bisa buang
dalam air
Tanda-tanda
Menegakkan diagnosis peritonitis secara cepat adalah penting sekali. Diagnosis peritonitis didapatkan dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diagnosis peritonitis biasanya ditegakkan secara klinis. Kebanyakan pasien datang dengan keluhan nyeri abdomen. Nyeri ini bisa timbul tiba-tiba atau tersembunyi. Pada awalnya, nyeri abdomen yang timbul sifatnya tumpul dan tidak spesifik (peritoneum viseral) dan kemudian infeksi berlangsung secara progresif, menetap, nyeri hebat dan semakin terlokalisasi (peritoneum parietale). Dalam beberapa kasus (misal: perforasi lambung, pankreatitis akut, iskemia intestinal) nyeri abdomen akan timbul langsung secara umum/general sejak dari awal. Mual dan muntah biasanya sering muncul pada pasien dengan peritonitis. Muntah dapat terjadi karena gesekan organ patologi atau iritasi peritoneal sekunder.11
Pada pemeriksaan fisik, pasien dengan peritonitis, keadaan umumnya tidak baik. Demam dengan temperatur >380C biasanya terjadi. Pasien dengan sepsis hebat akan muncul gejala hipotermia. Takikardia disebabkan karena dilepaskannya mediator inflamasi dan hipovolemia intravaskuler yang disebabkan karena mual dan muntah, demam, kehilangan cairan yang banyak dari rongga abdomen. Dengan adanya dehidrasi yang berlangsung secara progresif, pasien bisa menjadi semakin hipotensi. Hal ini bisa menyebabkan produksi urin berkurang, dan dengan adanya peritonitis hebat bisa berakhir dengan keadaan syok sepsis.11
Pada pemeriksaan abdomen, pemeriksaan yang dilakukan akan sangat menimbulkan ketidaknyamanan bagi pasien, namun pemeriksaan abdomen ini harus dilakukan untuk menegakkan diagnosis dan terapi yang akan dilakukan. Pada inspeksi, pemeriksa mengamati adakah jaringan parut bekas operasi menununjukkan kemungkinan adanya adhesi, perut membuncit dengan gambaran usus atau gerakan usus yang disebabkan oleh gangguan pasase. Pada peritonitis biasanya akan ditemukan perut yang membuncit dan tegang atau distended.11
Minta pasien untuk menunjuk dengan satu jari area daerah yang paling terasa sakit di abdomen, auskultasi dimulai dari arah yang berlawanan dari yang ditunjuik pasien. Auskultasi dilakukan untuk menilai apakah terjadi penurunan suara bising usus. Pasien dengan peritonitis umum, bising usus akan melemah atau menghilang sama sekali, hal ini disebabkan karena peritoneal yang lumpuh sehingga menyebabkan usus ikut lumpuh/tidak bergerak (ileus paralitik). Sedangkan pada peritonitis lokal bising usus dapat terdengar normal.11
Palpasi. Peritoneum parietal dipersarafi oleh nervus somatik dan viseral yang sangat sensitif. Bagian
anterior dari peritoneum parietale adalah yang paling sensitif. Palpasi harus selalu dilakukan di bagian lain dari abdomen yang tidak dikeluhkan nyeri. Hal ini berguna sebagai pembanding antara bagian yang tidak nyeri dengan bagian yang nyeri. Nyeri tekan dan defans muskular (rigidity) menunjukkan adanya proses inflamasi yang mengenai peritoneum parietale (nyeri somatik). Defans yang murni adalah proses refleks otot akan dirasakan pada inspirasi dan ekspirasi berupa reaksi kontraksi otot terhadap rangsangan tekanan.11
Pada saat pemeriksaan penderita peritonitis, ditemukan nyeri tekan setempat. Otot dinding perut menunjukkan defans muskular secara refleks untuk melindungi bagian yang meradang dan menghindari gerakan atau tekanan setempat.
Perkusi. Nyeri ketok menunjukkan adanya iritasi pada peritoneum, adanya udara bebas atau cairan bebas juga dapat ditentukan dengan perkusi melalui pemeriksaan pekak hati dan shifting dullness. Pada pasien dengan peritonitis, pekak hepar akan menghilang, dan perkusi abdomen hipertimpani karena adanya udara bebas tadi.11
Pada pasien dengan keluhan nyeri perut umumnya harus dilakukan pemeriksaan colok dubur dan pemeriksaan vaginal untuk membantu penegakan diagnosis. Nyeri pada semua arah menunjukkan general peritonitis.11
II.6
PEMERIKSAAN
FISIK
Anamnesis mengandung data kunci yang dapat mengarahkan diagnosis gawat abdomen. Riwayat trauma sangat penting untuk menilai penderita yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor meliputi :kejadian apa, dimana, kapan terjadinya dan perkiraan arah dari datangnya ruda paksa tersebut. Sifat, letak dan perpindahan nyeri merupakan gejala yang penting. Demikian juga muntah, kelainan defekasi dan sembelit. Adanya syok, nyeri tekan, defans muskular, dan perut kembung harus diperhatikan sebagai gejala dan tanda penting. Sifat nyeri, cara timbulnya dan perjalanan selanjutnya sangat penting untuk menegakkan diagnosis.11
Pada pemeriksaan fisik, perlu diperhatikan kondisi umum, wajah, denyut nadi, pernapasan, suhu badan, dan sikap baring pasien, sebelum melakukan pemeriksaan abdomen. Gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, dan infeksi atau sepsis juga perlu diperhatikan.11
Pemeriksaan fisik pada pasien trauma tumpul abdomen harus dilakukan secara sistematik meliputi inspeksi, Pada auskultasi, inspeksi, palpasi, perlu dan diperhatikan perkusi. :
Adanya luka lecet di dinding perut, hal ini dapat memberikan petunjuk adanya kemungkinan kerusakan organ di bawahnya.
Adanya perdarahan di bawah kulit, dapat memberikan petunjuk perkiraan organ-organ apa saja yang dapat mengalami trauma di bawahnya. Ekimosis pada flank (Grey Turner Sign) atau umbilicus (Cullen Sign) merupakan indikasi perdarahan retroperitoneal, tetapi hal ini biasanya lambat dalam beberapa
jam
sampai
hari.
Adanya distensi pada dinding perut merupakan tanda penting karena kemungkinan adanya pneumoperitonium, dilatasi gastric, atau ileus akibat iritasi peritoneal.
Pergerakan pernafasan perut, bila terjadi pergerakan pernafasan perut yang tertinggal maka kemungkinan Pada auskultasi, adanya perlu diperhatikan peritonitis. :
Ditentukan apakah bising usus ada atau tidak, pada robekan (perforasi) usus bising usus selalu menurun, bahkan kebanyakan menghilang sama sekali.
Adanya bunyi usus pada auskultasi toraks kemungkinan menunjukkan adanya trauma diafragma. Pada palpasi, perlu diperhatikan :
Adanya defence muscular menunjukkan adanya kekakuan pada otot-otot dinding perut abdomen akibat peritonitis.
Ada tidaknya nyeri tekan, lokasi dari nyeri tekan ini dapat menunjukkan organ-organ yang mengalami trauma Pada atau perkusi, adanya perlu diperhatikan peritonitis. :
Redup hati yang menghilang menunjukkan adanya udara bebas dalam rongga perut yang berarti terdapatnya Nyeri ketok robekan seluruh dinding (perforasi) perut menunjukkan dari adanya organ-organ tanda-tanda peritonitis usus. umum.
Adanya Shifting dullness menunjukkan adanya cairan bebas dalam rongga perut, berarti kemungkinan besar terdapat perdarahan dalam rongga perut.
Pemeriksaan rektal toucher dilakukan untuk mencari adanya penetrasi tulang akibat fraktur pelvis, dan tinja harus dievaluasi untuk gross atau occult blood. Evaluasi tonus rektal penting untuk menentukan status neurology pasien dan palpasi high-riding prostate mengarah pada trauma salurah kemih. Pemeriksaan abdominal tap merupakan pemeriksaan yang penting untuk mendapatkan tambahan keterangan bila terjadi pengumpulan darah dalam rongga abdomen, terutama bila jumlah perdarahan masih sedikit, sehingga klinis masih tidak begitu jelas dan sulit ditentukan. Caranya dapat dilakukan dengan bulibuli Disinfeksi Digunakan Sesudah jarum jarum dikosongkan, kulit yang cukup masuk positif ke besar kemudian dengan dan perut panjang, pada penderita dimiringkan ke dan jarum Mc spinal Burney, no. lalu 18 sisi : kiri. alcohol. 20.
rongga
titik
diaspirasi. 0.5 cc
Dianggap
bila
diperoleh
darah
minimal
sebanyak
II.7 Pemeriksaan
PEMERIKSAAN
PENUNJANG Laboratorium:
Pemeriksaan darah dan urin (meliputi urinalisa, toksikologi urin, dan pada wanita dilakukan tes
Lipase serum atau amylase sensitif sebagai marker trauma pancreas mayor atau usus. Tingkat elevasi dapat disebabkan oleh trauma kepala dan muka atau campuran penyebab non traumatic (alcohol, narkotik, obat-obat yang lain). Amylase atau lipase mungkin berkurang karena iskemi pancreas akibat hipotensi sistemik yang disertai trauma. Akan tetapi, hiperamilasemia atau hiperlipasemia meningkatkan sugesti trauma intra-abdominal dan sebagai indikasi radiografi dan pembedahan.
Semua pasien harus menceritakan riwayat imunisasi tetanusnya. Jika belum dilakukan maka diberikan profilaksis. Pemeriksaan dengan foto: menilai kestabilan
Hal yang penting dalam evaluasi pasien trauma tumpul abdomen adalah
hemodinamik. Pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, evaluasi yang cepat harus ditegakkan untuk mengetahui adanya hemoperitonium. Hal ini dapat diketahui dengan DPL atau FAST scan. Pemeriksaan radiografik abdomen diindikasikan pada pasien stabil saat pemeriksaan fisik dilakukan. Radiografi
Radiografi dada membantu dalam diagnosis trauma abdomen seperti ruptur hemidiafragma atau pneumoperitonium. Radiografi pelvis atau dada dapat menunjukkan fraktur dari organ tulang thoracolumbar. trauma.
dapat memperkirakan
kemungkinan
yang terkena
Tampak udara bebas intra intraperitoneal, atau udara retroperitoneal yang terjebak dari perforasi duodenal. Ultrasonografi
Pemeriksaan digunakan untuk mendeteksi hemoperitonium dan diinterpretasikan positif jika cairan ditemukan dan negatif jika tidak tampak cairan.
Pemeriksaan FAST berdasar pada asumsi bahwa kerusakan abdomen berhubungan dengan hemoperitonium. Meskipun, deteksi cairan bebas intraperitoneal berdasar pada faktor-faktor seperti lokasi trauma, adanya perdarahan tertutup, posisi pasien, dan jumlah cairan bebas.
Protokol pemeriksaan sekarang ini terdiri dari 4 area dengan pasien terlentang. Lokasi tersebut adalah perikardiak, perihepatik, perisplenik, dan pelvis. Penggambaran perikardial digunakan lubang subcosta atau transtoraksis. Memberikan 4 bagian penggambaran jantung dan dapat mendeteksi adanya hemoperikardium yang ditunjukkan dengan pemisahan selaput viseral dan parietal perikardial. Perihepatik menunjukkan gambar bagian dari liver, diafragma, dan ginjal kanan. Menampakkan cairan pada ruang subphrenik dan ruang pleura kanan. Perisplenik menggambarkan splen dan ginjal kiri dan menampakkan cairan pada ruang pleura kiri dan ruang subphrenik. Pelvis menggambarkan penggunaan vesika urinaria sebagai lubang sonografi. Gambar ini dilakukan saat bladder penuh. Pada laki-laki, cairan
bebas tampak sebagai area tidak ekoik (warna hitam) pada celah rektovesikuler. Pada wanita, akumulasi cairan pada cavum Douglas, posterior dari uterus.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST positif memerlukan CT scan untuk menentukan sebab dan luasnya kerusakan.
Pasien dengan hemodinamik stabil dengan hasil FAST negative memerlukan observasi, pemeriksaan abdomen serial, dan follow-up pemeriksaan FAST.
Pasien dengan hemodinamik tidak stabil dengan hasil FAST negative merupakan diagnosis yang meragukan Computed untuk Tomography penanganan (CT) dokter. Scan
CT scan tetap kriteria standar untuk mendeteksi kerusakan organ padat. CT scan abdomen dapat menunjukkan kerusakan yang lain yang berhubungan, fraktur vertebra dan pelvis dan kerusakan pada cavum toraks.
Memberikan gambaran yang jelas pancreas, duodenum, dan sistem genitourinarius. Gambar dapat membantu banyak jumlah darah dalam abdomen dan dapat menunjukkan organ dengan teliti. Keterbatasan CT scan meliputi kepekaannya yang rendah untuk diagnostik trauma diafragma, pancreas, dan organ berongga. CT scan juga mahal dan memakan dan memerlukan kontras oral atau intravena, Prosedur Diagnostic yang menyebabkan reaksi Diagnostik peritoneal yang merugikan. : lavage
DPL diindikasikan untuk trauma tumpul pada (1) pasien dengan trauma tulang belakang, (2) dengan trauma multiple dan syok yang tidak diketahui, (3) Pasien intoksikasi yang mengarah pada trauma abdomen, (4) Pasien lemah dengan kemungkinan trauma abdomen, (5) pasien dengan potensial trauma intra-abdominal yang akan menjalani anestesi dalam waktu lama untuk prosedur yang lain
Kontraindikasi absolut untuk DPL yaitu pasien membutuhkan laparotomi. Kontraindikasi relatif meliputi kegemukan, riwayat pembedahan abdomen yang multipel, dan kehamilan.
Metode bervariasi dalam memasukkan kateter ke ruang peritoneal. Meliputi metode open, semiopen dan closed. Metode open memerlukan insisi kulit infraumbilikal sampai dan melewati linea alba. Peritoneum dibuka dan kateter diletakkan langsung. Metode semiopen hampir sama hanya peritoneum tidak dibuka dan kateter melalui perkutaneus melalui peritoneum ke dalam ruang peritoneal. Metode closed memerlukan kateter untuk dipasang di dalam kulit, subkutan, linea alba dan peritoneum. Hasil DPL dinyatakan positif pada trauma tumpul abdomen jika menghasilkan aspirasi 10 mL darah sebelum pemasukan cairan lavase, mempunyai RBC lebih dari 100.000 RBC/mL, lebih dari 500 WBC/mL, peningkatan amylase, empedu, bakteri, atau urin. Hanya sekitar 30 mL darah dibutuhkan dalam peritoneum untuk menghasilkan DPL positif secara mikroskopik.
DPL di tunjukkan pada beberapa studi mempunyai akurasi diagnostik 98-100%, sensivitas 98-100% dan spesifikasi 90-96%. DPL mempunyai keuntungan termasuk sensitivitas tinggi, interpretasi cepat,
dan segera. Positif palsu dapat terjadi jika jalan infraumbilikal digunakan pada pasien fraktur pelvis. Sebelum dilakukan DPL, vesica urinaria dan lambung harus di dekompresi.
Dengan kemampuan yang cepat, noninvasive, dan lebih menggambarkan (pemeriksaan FAST, CT scan), peranan DPL kini terbatas untuk evaluasi pasien trauma yang tidak stabil yang hasil FAST negative atau tidak jelas. 10
II.8 Terapi
PENATALAKSANAAN Medis
Keberhasilan utama paramedis dengan latihan Advanced Trauma Life Support merupakan latihan menilai dengan cepat jalan napas pasien dengan melindungi tulang belakang, pernapasan dan sirkulasi. Kemudian diikuti dengan memfiksasi fraktur dan mengontrol perdarahan yang keluar. Pasien trauma merupakan risiko mengalami kemunduran yang progresif dari perdarahan berulang dan membutuhkan transport untuk pusat trauma atau fasilitas yang lebih teliti dan layak. Sebab itu, melindungi jalan napas, menempatkan jalur intravena, dan memberi cairan intravena, kecuali keterlambatan transport. Prioritas selanjutnya pada primary survey adalah penilaian status sirkulasi pasien. Kolaps dari sirkulasi pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya disebabkan oleh hipovolemia karena perdarahan. Volume resusitasi yang efektif dengan mengontrol darah yang keluar infuse larutan kristaloid melalui 2 jalur. 10
Primary survey dilengkapi dengan menilai tingkat kesadaran pasien menggunakan Glasgow Coma Scale. Pasien tidak menggunakan pakaian dan dijaga tetap bersih, kering, hangat.
Secondary survey terdiri dari pemeriksaan lengkap dan teliti sebagai indikasi dalam pemeriksaan fisik. Manajemen Non Operative Trauma Tumpul Abdomen
Strategis manajemen nonoperatif berdasarkan pada CT scan dan kestabilan hemodinamik pasien yang saat ini digunakan dalam penatalaksanaan trauma organ padat orang dewasa, hati dan limpa. Pada trauma tumpul abdomen, termasuk beberapa trauma organ padat, manajemen nonoperatif yang selektif menjadi standar perawatan. Angiografi merupakan keutamaan pada manajemen nonoperatif trauma organ padat pada orang dewasa dari trauma tumpul. Digunakan untuk kontrol perdarahan. Terapi Pembedahan
Indikasi laparotomi pada pasien dengan trauma abdomen meliputi tanda-tanda peritonitis, perdarahan atau syok yang tidak terkontrol, kemunduran klinis selama observasi, dan adanya hemoperitonium setelah pemeriksaan FAST dan DPL.
Ketika indikasi laparotomi, diberikan antibiotik spektrum luas. Insisi midline biasanya menjadi pilihan. Saat abdomen dibuka, kontrol perdarahan dilakukan dengan memindahkan darah dan bekuan darah, membalut semua 4 kuadran, dan mengklem semua struktur vaskuler. Kerusakan pada lubang berongga dijahit. Setelah kerusakan intra-abdomen teratasi dan perdarahan terkontrol dengan pembalutan, eksplorasi abdomen dengan teliti kemudian dilihat untuk evaluasi seluruh isi abdomen.
Setelah trauma intra-abdomen terkontrol, retroperitonium dan pelvis harus diinspeksi. Jangan memeriksa hematom pelvis. Penggunaan fiksasi eksternal fraktur pelvis untuk mengurangi atau menghentikan kehilangan darah pada daerah ini. Setelah sumber perdarahan dihentikan, selanjutnya menstabilkan pasien dengan resusitasi cairan dan pemberian suasana hangat. Setelah tindakan lengkap, melihat pemeriksaan laparotomy dengan teliti dengan mengatasi seluruh struktur kerusakan. :
Follow-Up
Perlu dilakukan observasi pasien, monitoring vital sign, dan mengulangi pemeriksaan fisik. Peningkatan temperature atau respirasi menunjukkan adanya perforasi viscus atau pembentukan abses. Nadi dan tekanan darah dapat berubah dengan adanya sepsis atau perdarahan intra-abdomen. Perkembangan peritonitis berdasar pada pemeriksaan fisik yang mengindikasikan untuk intervensi bedah.
BAB KESIMPULAN
III
Trauma tumpul abdomen adalah cedera pada abdomen tanpa penetrasi ke rongga peritoneum yang dapat diakibatkan oleh pukulan, benturan, ledakan, deselarasi, atau kompresi. Lebih dari 50% kejadian trauma tumpul abdomen disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, dimana akibat dari trauma tumpul abdomen dapat berupa perforasi, perdarahan, dan ruptur organ. Pada intraperitoneal, trauma tumpul abdomen paling sering menciderai organ limpa (40-55%), hati (35-45%), dan usus halus (5-10%). Sedangkan pada retroperitoneal, organ yang paling sering cedera adalah ginjal, dan organ yang paling jarang cedera adalah pankreas dan ureter.
Pada kecurigaan terjadinya trauma tumpul abdomen harus dilakukan pemeriksaan yang menyeluruh dan observasi yang berulang-ulang. Merupakan hal yang sulit untuk menduga apa yang terjadi pada organorgan intra abdominal karena tidak bisa terlihat dari luar, dengan gejala yang bisa timbul dalam waktu yang cukup lama dan gejala yang timbul bisa minimal sedangkan kerusakan organ-organnya cukup parah. Tindakan penyelamatan life support harus segera diberikan, meskipun terjadinya trauma tumpul
abdomen masih menjadi kecurigaan. Penatalaksanaan harus secepatnya dilakukan jika telah terbukti adanya trauma tumpul abdomen dengan kegawatan, mengingat banyaknya organ-organ penting yang terdapat di intra abdominal. Komplikasi yang sering terjadi pada trauma tumpul abdomen adalah peritonitis. Kematian pada trauma tumpul abdomen disebabkan karena sepsis dan perdarahan.
DAFTAR
PUSTAKA
1. 2.
Campbell, Gordon,
Brendan. Julian.
2007. 2006.
Abdominal Trauma
exploration. Urogenital.
http://www.TauMed.com http://www.emedicine.com
3. Khan, Nawas Ali. 2207. Liver Trauma. Chairman of Medical Imaging, Professor of Radiology, NGHA, King Fahad Hospital, King Abdul Aziz Medical City Riyadh, Saudi Arabia. http://www.emedicine.com 4. Molmenti, Hebe, 2004. Peritonitis. Medical Encyclopedia. Medline Plus
http://medlineplus.gov/ 5. 6. Odle, Nestor, Teresa. M.D. 2007. Blunt 2007. Abdominal Blunt Trauma. Abdominal Trauma
http://www.emedicine.com
7. Purnomo, Basuki. 2003. Dasar-dasar Urologi. Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya. Malang 8. Salomone, Joseph. 2007. Blunt Abdominal Trauma. Department of Emergency Medicine, Truman Medical Center, University of Missouri at Kansas City School of Medicine. http://www.emedicine.com 9. Snell, Richard. 1997. Anatomi Klinik Bagian 1. EGC. Jakarta
10. Udeani, John. 2005. Abdominal Trauma Blunt. Department of Emergency Medicine, Charles Drew University / UCLA School of Medicine. http://www.emedicine.com
11. Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. EGC. Jakarta
download
trauma abdomen
DEFINISI Trauma adalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan cedera (Sjamsuhidayat, 1998). Trauma abdomen didefinisikan sebagai kerusakan terhadap struktur yang terletak diantara diafragma dan pelvis yang diakibatkan oleh luka tumpul atau yang menusuk Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi dua jenis, yaitu :
A. Trauma penetrasi 1. Luka tembak 2. Luka tusuk B. Trauma non-penetrasi 1. Kompres 2. Hancur akibat kecelakaan 3. Sabuk pengaman 4. Cedera akselerasi Trauma pada dinding abdomen terdiri dari : 1. Kontusio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontusio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen, kemungkinan terjadi eksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
2. Laserasi, Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga abdomen harus di eksplorasi. Atau terjadi karena trauma penetrasi. Trauma Abdomen adalah terjadinya atau kerusakan pada organ abdomen yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ.
Trauma abdomen pada isi abdomen, menurut Suddarth & Brunner (2002) terdiri dari: 1. Perforasi organ viseral intraperitoneum Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada dinding abdomen. 2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli bedah. 3. Cedera thorak abdomen Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri diafragma, atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi (Sjamsuhidayat, 1998).
ETIOLOGI Menurut (Hudak & Gallo, 2001) kecelakaan atau trauma yang terjadi pada abdomen, umumnya banyak diakibatkan oleh trauma tumpul. Pada kecelakaan kendaraan bermotor, kecepatan, deselerasi yang tidak terkontrol merupakan kekuatan yang menyebabkan trauma ketika tubuh klien terpukul setir mobil atau benda tumpul lainnya. Trauma akibat benda tajam umumnya disebabkan oleh luka tembak yang menyebabkan kerusakan yang besar didalam abdomen. Selain luka tembak, trauma abdomen dapat juga diakibatkan oleh luka tusuk, akan tetapi luka tusuk sedikit menyebabkan trauma pada organ internal diabdomen. Trauma pada abdomen disebabkan oleh 2 kekuatan yang merusak, yaitu : 1. Paksaan /benda tumpul Merupakan trauma abdomen tanpa penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tumpul pada abdomen bisa disebabkan oleh jatuh, kekerasan fisik atau pukulan, kecelakaan kendaraan bermotor, cedera akibat berolahraga, benturan, ledakan, deselarasi, kompresi atau sabuk pengaman. Lebih dari 50% disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas. 2. Trauma tembus
Merupakan trauma abdomen dengan penetrasi ke dalam rongga peritoneum. Luka tembus pada abdomen disebabkan oleh tusukan benda tajam atau luka tembak.
PATOFISIOLOGI Jika terjadi trauma penetrasi atau non-pnetrasi kemungkinan terjadi pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami perforasi, maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan, nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah terjadi peritonitis umum.Bila syok telah lanjut pasien akan mengalami takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Mansjoer, 2001).
MANIFESTASI KLINIS Menurut (Hudak & Gallo, 2001) tanda dan gejala trauma abdomen, yaitu : 1. Nyeri Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. 2. Darah dan cairan Adanya penumpukan darah atau cairan dirongga peritonium yang disebabkan oleh iritasi. 3. Cairan atau udara dibawah diafragma Nyeri disebelah kiri yang disebabkan oleh perdarahan limpa. Tanda ini ada saat pasien dalam posisi rekumben. 4. Mual dan muntah 5. Penurunan kesadaran (malaise, letargi, gelisah) Yang disebabkan oleh kehilangan darah dan tanda-tanda awal shock hemoragi
1. Foto thoraks Untuk melihat adanya trauma pada thorak. 2. Pemeriksaan darah rutin Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan trauma pada hepar. 3. Plain abdomen foto tegak Memperlihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus. 4. Pemeriksaan urine rutin Menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya trauma pada saluran urogenital. 5. VP (Intravenous Pyelogram) Karena alasan biaya biasanya hanya dimintakan bila ada persangkaan trauma pada ginjal. 6. Diagnostik Peritoneal Lavage (DPL) Dapat membantu menemukan adanya darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu. Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi (gold standard). 1. Indikasi untuk melakukan DPL adalah sebagai berikut : o Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya o Trauma pada bagian bawah dari dada o Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas o Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat, alkohol, cedera otak) o Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang) o Patah tulang pelvis 2. Kontra indikasi relatif melakukan DPL adalah sebagai berikut : o Hamil
o Pernah operasi abdominal o Operator tidak berpengalaman o Bila hasilnya tidak akan merubah penatalaksanaan 7. Ultrasonografi dan CT Scan Sebagai pemeriksaan tambahan pada penderita yang belum dioperasi dan disangsikan adanya trauma pada hepar dan retroperitoneum. B. Pemeriksaan khusus 1. Abdomonal Paracentesis Merupakan pemeriksaan tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100200 ml larutan NaCl 0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi. 2. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk mengetahui langsung sumber penyebabnya. 3. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi. C. Penatalaksanaan Medis 1. Abdominal paracentesis Menentukan adanya perdarahan dalam rongga peritonium, merupakan indikasi untuk laparotomi. 2. Pemeriksaan laparoskopi Mengetahui secara langsung penyebab abdomen akut. 3. Pemasangan NGT Memeriksa cairan yang keluar dari lambung pada trauma abdomen. 4. Pemberian antibiotik Mencegah infeksi. 5. Laparotomi
A. Pre Hospital Pengkajian yang dilakukan untuk menentukan masalah yang mengancam nyawa, harus mengkaji dengan cepat apa yang terjadi di lokasi kejadian. Paramedik mungkin harus melihat apabila sudah ditemukan luka tikaman, luka trauma benda lainnya, maka harus segera ditangani, penilaian awal dilakukan prosedur ABC jika ada indikasi. Jika korban tidak berespon, maka segera buka dan bersihkan jalan napas. 1. Airway Dengan kontrol tulang belakang. Membuka jalan napas menggunakan teknik head tilt chin lift atau menengadahkan kepala dan mengangkat dagu, periksa adakah benda asing yang dapat mengakibatkan tertutupnya jalan napas. Muntahan, makanan, darah atau benda asing lainnya. 2. Breathing Dengan ventilasi yang adekuat. Memeriksa pernapasan dengan menggunakan cara lihatdengar-rasakan tidak lebih dari 10 detik untuk memastikan apakah ada napas atau tidak. Selanjutnya lakukan pemeriksaan status respirasi korban (kecepatan, ritme dan adekuat tidaknya pernapasan). 3. Circulation Dengan kontrol perdarahan hebat. Jika pernapasan korban tersengal-sengal dan tidak adekuat, maka bantuan napas dapat dilakukan. Jika tidak ada tanda-tanda sirkulasi, lakukan resusitasi jantung paru segera. Rasio kompresi dada dan bantuan napas dalam RJP adalah 30 : 2 (30 kali kompresi dada dan 2 kali bantuan napas). Penanganan awal trauma non- penetrasi (trauma tumpul) 1. Stop makanan dan minuman 2. Imobilisasi 3. Kirim kerumah sakit. Penetrasi (trauma tajam) 1. Bila terjadi luka tusuk, maka tusukan (pisau atau benda tajam lainnya) tidak boleh dicabut kecuali dengan adanya tim medis. 2. Penanganannya bila terjadi luka tusuk cukup dengan melilitkan dengan kain kassa pada daerah antara pisau untuk memfiksasi pisau sehingga tidak memperparah luka. 3. Bila ada usus atau organ lain yang keluar, maka organ tersebut tidak dianjurkan dimasukkan kembali kedalam tubuh, kemudian organ yang keluar dari dalam tersebut dibalut kain bersih atau bila ada verban steril.
4. Imobilisasi pasien. 5. Tidak dianjurkan memberi makan dan minum. 6. Apabila ada luka terbuka lainnya maka balut luka dengan menekang. 7. Kirim ke rumah sakit. B. Hospital 1. Trauma penetrasi Bila ada dugaan bahwa ada luka tembus dinding abdomen, seorang ahli bedah yang berpengalaman akan memeriksa lukanya secara lokal untuk menentukan dalamnya luka. Pemeriksaan ini sangat berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. a. Skrinning pemeriksaan rontgen Foto rontgen torak tegak berguna untuk menyingkirkan kemungkinan hemo atau pneumotoraks atau untuk menemukan adanya udara intraperitonium. Serta rontgen abdomen sambil tidur (supine) untuk menentukan jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. b. IVP atau Urogram Excretory dan CT Scanning Ini di lakukan untuk mengetauhi jenis cedera ginjal yang ada. c. Uretrografi. Di lakukan untuk mengetauhi adanya rupture uretra. d. Sistografi Ini digunakan untuk mengetauhi ada tidaknya cedera pada kandung kencing, contohnya pada : o fraktur pelvis o trauma non-penetrasi 2. Penanganan pada trauma benda tumpul di rumah sakit : a. Pengambilan contoh darah dan urine Darah di ambil dari salah satu vena permukaan untuk pemeriksaan laboratorium rutin, dan juga untuk pemeriksaan laboratorium khusus seperti pemeriksaan darah lengkap, potasium, glukosa, amilase. b. Pemeriksaan rontgen
Pemeriksaan rongten servikal lateral, toraks anteroposterior dan pelvis adalah pemeriksaan yang harus di lakukan pada penderita dengan multi trauma, mungkin berguna untuk mengetahui udara ekstraluminal di retroperitoneum atau udara bebas di bawah diafragma, yang keduanya memerlukan laparotomi segera. c. Study kontras urologi dan gastrointestinal Dilakukan pada cedera yang meliputi daerah duodenum, kolon ascendens atau decendens dan dubur (Hudak & Gallo, 2001).
PATHWAY Trauma (kecelakaan) Penetrasi & Non-Penetrasi Terjadi perforasi lapisan abdomen (kontusio, laserasi, jejas, hematom) Menekan saraf peritonitis Terjadi perdarahan jar.lunak dan rongga abdomen Nyeri Motilitas usus Disfungsi usus Resiko infeksi Refluks usus output cairan berlebih
Gangguan cairan
dan eloktrolit
kebutuhan tubuh
ASUHAN KEPERAWATAN A. PENGKAJIAN Dasar pemeriksaan fisik head to toe harus dilakukan dengan singkat tetapi menyeluruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar menurut Doenges (2000), adalah : 1. Aktifitas/istirahat Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan cedera (trauma). 2. Sirkulasi Data Obyektif : hiperventilasi, dll). 3. Integritas ego Data Subyektif : Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau dramatis) Data Obyektif : Cemas, bingung, depresi. 4. Eliminasi Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi. 5. Makanan dan cairan Data Subyektif : Mual, muntah, dan mengalami Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen 6. Neurosensori Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo perubahan selera makan. Kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas(hipoventilasi,
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh 7. Nyeri dan kenyamanan Data Subyektif : Sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama. Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih. 8. Pernafasan Data Subyektif : Perubahan pola nafas 9. Keamanan Data Subyektif : Trauma baru / trauma karena kecelakaan. Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang gerak.
DIAGNOSA KEPERAWATAN Defisit Volume cairan dan elektrolit Tujuan : Terjadi keseimbangan volume cairan. Intervensi : berhubungan dengan perdarahan
1. Kaji tanda-tanda vital R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan 2. Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan vitamin R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan 3. Kaji tetesan infus R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan. 4. Kolaborasi : Berikan cairan parenteral sesuai indikasi. R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nuitrisi tubuh. 5. Tranfusi darah R/ menggantikan darah yang keluar.
Nyeri berhubungan dengan adanya trauma abdomen atau luka penetrasi abdomen. Tujuan : Nyeri teratasi Intervensi : 1. Kaji karakteristik nyeri R/ mengetahui tingkat nyeri klien. 2. Beri posisi semi fowler. R/ mengurngi kontraksi abdomen 3. Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan perhatian 4. Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi. R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri. 5. Managemant lingkungan yang nyaman R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman klien
Resiko infeksi berhubungan pertahanan tubuh. Tujuan : Tidak terjadi infeksi Intervensi : 1. Kaji tanda-tanda infeksi
dengan
tindakan
pembedahan,
tidak
adekuatnya
R/ mengidentifikasi adanya resiko infeksi lebih dini. 2. Kaji keadaan luka R/ keadaan luka yang diketahui lebih awal dapat mengurangi resiko infeksi. 3. Kaji tanda-tanda vital R/ suhu tubuh naik dapat di indikasikan adanya proses infeksi. 4. Perawatan luka dengan prinsip sterilisasi R/ teknik aseptik dapat menurunkan resiko infeksi nosokomial 5. Kolaborasi pemberian antibiotik
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi dan perubahan status kesehatan Tujuan : Ansietas teratasi Intervensi : 1. Kaji perilaku koping baru dan anjurkan penggunaan ketrampilan yang berhasil pada waktu lalu R/ koping yang baik akan mengurangi ansietas klien. 2. Dorong dan sediakan waktu untuk mengungkapkan ansietas dan rasa takut dan berikan penanganan R/ mengetahui ansietas, rasa takut klien bisa mengidentifikasi masalah dan untuk memberikan penjelasan kepada klien. 3. Jelaskan prosedur dan tindakan dan beri penguatan penjelasan mengenai penyakit R/ apabila klien tahu tentang prosedur dan tindakan yang akan dilakukan, klien mengerti dan diharapkan ansietas berkurang 4. Pertahankan lingkungan yang tenang dan tanpa stres R/ lingkungan yang nyaman dapat membuat klien nyaman dalam menghadapi situasi 5. Dorong dan dukungan orang terdekat R/ memotifasi klien
Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kelemahan fisik Tujuan : Dapat bergerak bebas Intervensi :
1. Kaji kemampuan pasien untuk bergerak R/ identifikasi kemampuan klien dalam mobilisasi 2. Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien R/ meminimalisir pergerakan kien 3. Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien 4. Bantu kebutuhan pasien R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien 5. Kolaborasi dengan ahli fisioterapi. R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
DAFTAR PUSTAKA Sjamsuhidayat. 1998. Buku Ajar Bedah. Jakarta : EGC Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk Pendokumentasian perawatan pasien, Edisi 3. Jakarta : EGC perencanaan dan
Mansjoer, Arif. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius FKUI : Jakarta Hudak & Gallo. 2001. Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik. Jakarta : EGC Suddarth & Brunner. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta : EGC http://www.primarytraumacare.org/ptcmam/training/ppd/ptc_indo.pdf/ 10,17,2009,13.10am
ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. T DENGAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN DI RUANG BEDAH MINOR RUMAH SAKIT Dr. MOEWARDI SURAKARTA
PENGKAJIAN 1. Identitas Klien Nama Umur Pendidikan Pekerjaan Agama Alamat : Tn. T : 65 tahun : SD : Wiraswasta : Islam : Tepurejo RT 3/2 Sumber Banjarsari Surakarta
Tangga&Jam Pengkajian 2. Identitas Penanggung Jawab Nama Umur Alamat Hubungan dengan klien
: 15 Oktober 2009
3. Riwayat Penyakit a. Keluhan Utama Sakit pada perut sebelah kanan. b. Riwayat Penyakit Sekarang 2 jam yang lalu sebelum masuk rumah sakit, ketika sedang mengendarai sepeda motor, klien mengalami kecelakaan. Sepeda motor klien menabrak truk yang ada di depannya. Klien terjatuh dengan posisi dada dan perut kanan membentur aspal. Setelah kejadian, klien masih bisa pulang sendiri dengan mengendarai sepeda motornya. Tapi setelah beberapa saat di rumah, klien merasa perut sebelah kanan ampeg sampai punggung dan terasa sesak nafas. Oleh keluarga di antar ke IGD Rumah Sakit Dr. Moewardi Surakarta. c. Riwayat Keluarga Keluarga dan klien mengatakan anggota keluarga tidak ada yang menderita penyakit serupa. 4. Primary Survay a. Airway Bebas, tidak ada sumbatan, tidak ada secret b. Breathing Klien bernafas secara spontan. Klien menggunakan O2 2 l/menit R : 26x/menit, pernafasan reguler c. Circulasi TD : 120/80 mmHg N : 88x/menit
Capillary reffil : < 2 detik d. Disability GCS : E4M5V6 Kesadaran : Compos Mentis e. Exposure Terdapat luka lecet ,jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan 5. Secondary Survay a. AMPLE o Alergi : Klien dan keluarga mengatakan klien tidak memiliki alergi, baik makanan ataupun obat-obatan. o Medicasi : Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit tidak mengkonsumsi obat apapun. o Pastillnes : Klien sebelumnya pernah di rawat di RS Dr. Moewardi Surakarta dengan penyakit paru-paru. o Lastmeal : Klien mengatakan sebelum kecelakaan, klien hanya minum segelas teh. o Environment Klien tinggal di daerah yang padat penduduknya. b. Pemeriksaan Head To Toe o Kepala Bentuk simetris, rambut dan kulit kepala tampak cukup bersih. Kepala dapat digerakkan kesegala arah, pupil isokor, sklera tidak ikhterik, konjungtiva tidak anemis. Hidung simetris tidak ada secret. o Leher Tidak ada kaku kuduk o Paru Inspeksi Palpasi : bentuk simetris, gerakan antara kanan dan kiri sama : fremitus vokal kanan dan kiri sama
Perkusi
: sonor
Auskultasi : vesikuler o Abdomen Inspeksi : terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan
Auskultasi : peristaltik usus 7x/menit Palpasi Perkusi : tidak ada pembesaran hati : pekak
o Ekstremitas Ekstermitas atas dan bawah tidak ada oedem, turgor kulit baik. Kekuatan otot ektermitas atas dan bawah dalam batas normal. 6. Pemeriksaan Penunjang Hasil laboratorium tanggal 15 -10-2009 Hemoglobin Eritrosit Leukosit Hematokrit Trombosit Gol darah HBSAG : 14,5 g/dl : 5,05 106/ul : 12,1 103/ul : 43,8% : 204 :O :(n : 14-17,5 g/dl) (n : 4,5-5,9 106/ul) (n : 4,0-11,3 103/ul) (n : 40-52%)
ANALISA DATA No 1. DS : Klien mengatakan sesak nafas Klien mengatakan perut sebelah kanan terasa ampeg Data (Sign & Symptom) Etiologi Penurunan ekspansi paru Problem Pola nafas efektif tidak
DO : Klien gelisah R : 26x/menit 2. DS : Klien mengatakan perut sebelah kanan sakit P : bila bergerak dan bernafas Q : seperti tertusuk-tusuk R : perut sebelah kanan S :7 T : hilang timbul DO : Klien tampak mengerang-erang menahan sakit. Terdapat luka lecet dan jejas pada abdomen sebelah kanan 3. DS : DO : Terdapat luka lecet pada perut kanan Terdapat jejas dan hematoma pada abdomen sebelah kanan Hb : 14,5 g/dl Leukosit : 12,1 103/ul Luka penetrasi abdomen non- Resiko infeksi Trauma abdomen Nyeri akut
DIAGNOSA KEPERAWATAN 1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru 2. Nyeri akut berhubungan dengan trauma abdomen. 3. Resiko infeksi berhubungan dengan luka non-penetrasi abdomen.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x15 menit, pola nafas efektif Dengan KH : Klien mengatakan sesak nafas berkurang Klien rileks Pernafasan normal : 20-24 x/ menit
Kaji pola nafas Kaji tanda vital Posisikan klien semi fowler Beri oksigen sesuai indikasi
Untuk menentukan intervensi yang tepat Mengetahui perkembangan klien Mengurangi sesak nafas Mengurangi sesak nafas
2.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x10 menit, nyeri teratasi Dengan KH : Klien mengatakan nyeri berkurang/hilang Klien tenang tidak mengerang-erang kesakitan Skala nyeri 1-3
Kaji intensitas nyeri Jelaskan penyebab nyeri Beri posisi nyaman Ajarkan teknik relaksasi Kolaborasi pemberian analgetik
Untuk menentukan intervensi yang tepat. Untuk menenangkan klien dan keluarga. Meningkatkan kenyamanan klien. Mengurangi ketegangan otot sehingga mengurangi nyeri. Analgetik berfungsi menghilangkan nyeri
3.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x20 menit, tidak terjadi infeksi Dengan KH : Tidak ada tanda-tanda infeksi
Pasang kateter Pasang NGT Pasang trail pada tempat tidur klien Ajurkan keluarga untuk menemani klien
Untuk mengurangi aktivitas klien. Untuk mengetahui adanya perdarahan dalam. Menurunkan resiko cidera.
15 Okt 09 11.10
Mengkaji pola nafas klien Memposisikan klien semi fowler Memberikan nasal kanul 2L/menit
S : klien mengatakan sesak nafas berkurang klien mengatkan lebih nyaman R : 24x/menit A : masalah teratasi P : intervensi dihentikan
Rima
2.
11.25
Mengkaji tingkat nyeri Memberikan injeksi ketorolak 2ml Mengajarkan nafas dalam bila nyeri timbul
S: klien mengatakan nyeri sedikit berkurang O: klien masih gelisah klien masih tampak merintih kesakitan A: masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi di bangsal
Rima
3.
11.45
Memasang kateter
S :-
Rima
Memasang NGT Mengambil sample darah Memasang trail tempat tidur Memonitor NGT Memberikan injeksi cefotaxim 1g
O: urine jernih tidak ada perdarahan. Volume urine 200cc Keluaran NGT cairan bersih Hb : 14,5 g/dl A: Masalah teratasi sebagian P: lanjutkan intervensi di bangsal
Beranda
Langganan: Entri (Atom)
SILAHKAN KOMENTAR ARSIP BLOG 2010 (5) o Juli (5) ASKEP SEROSIS HEPATIS LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA TUMPUL ABDOMEN ASKEP TRAUMA TUMPUL ABDOMEN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN CEDERA KEPALA
mamasaugi. Template Picture Window. Gambar template oleh jusant. Diberdayakan oleh Blogger.