Anda di halaman 1dari 14

A. Pendahuluan 1. Definisi Rhinitis adalah suatu inflamasi ( peradangan ) pada membran mukosa di hidung.

(Dipiro, 2005 ) Rhinitis adalah peradangan selaput lendir hidung. ( Dorland, 2002 ) Rhinitis adalah istilah untuk peradangan mukosa. Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi dua: a. Rhinitis akut (coryza, commond cold) merupakan peradangan membran mukosa hidung dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi. b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membran mukosa yang disebabkan oleh infeksi yang berulang, karena alergi, atau karena rinitis vasomotor.

2. Epidemologi Rhinitis alergi merupakan penyakit umum dan sering dijumpai. Prevalensi penyakit rhinitis alergi pada beberapa Negara berkisar antara 4.5-38.3% dari jumlah penduduk dan di Amerika, merupakan 1 diantara deretan atas penyakit umum yang sering dijumpai. Meskipun dapat timbul pada semua usia, tetapi 2/3 penderita umumnya mulai menderita pada saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria dengan kemungkinan yang sama. Penyakit ini herediter dengan predisposisi genetic kuat. Bila salah satu dari orang tua menderita alergi, akan memberi kemungkinan sebesar 30% terhadap keturunannya dan bila kedua orang tua menderita akan diperkirakan mengenai sekitar 50% keturunannya (PERSI,2007). Perkiraan yang tepat tentang prevalensi rhinitis alergi agak sulit berkisar 4 40% Ada kecenderungan peningkatan prevalensi rhinitis alergi di AS dan di seluruh dunia Penyebab belum bisa dipastikan, tetapi nampaknya ada kaitan dengan meningkatnya polusi udara, Populasi dust mite, kurangnya ventilasi di rumah atau kantor, dll.

B. Patofisiologi Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu : 1. Immediate Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen sampai 1 jam setelahnya. Munculnya segera dalam 5-30 menit, setelah terpapar dengan alergen spesifik dan gejalanya terdiri dari bersin-bersin, rinore karena hambatan hidung dan atau bronkospasme. Hal ini berhubungan dengan pelepasan amin vasoaktif seperti histamin. 2. Late Phase Allergic Reaction atau Reaksi Alergi Fase Lambat (RAFL) yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktifitas) setelah pemaparan dan dapat berlangsung sampai 24-48 jam. Muncul dalam 2-8 jam setelah terpapar alergen tanpa pemaparan tambahan. Hal ini berhubungan dengan infiltrasi sel-sel peradangan, eosinofil, neutrofil, basofil, monosit dan CD4 + sel T pada tempat deposisiantigen yang menyebabkan pembengkakan, kongesti dan sekret kental. Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang berperan sebagai APC akan menangkap alergen yang menempel di permukaan mukosa hidung. Kompleks antigen yang telah diproses dipresentasikan pada sel T helper (Th0). APC melepaskan sitokin seperti IL1 yang akan mengaktifkan Th0 ubtuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 menghasilkan berbagai sitokin seperti IL3, IL4, IL5 dan IL13. IL4 dan IL13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi IgE. IgE di sirkulasi darah akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk terutama histamin. Rinitis Alergi melibatkan membran mukosa hidung, mata, tuba eustachii, telinga tengah, sinus dan faring. Hidung selalu terlibat, dan organ-organ lain dipengaruhi secara individual. Peradangan dari mukosa membran ditandai dengan interaksi kompleks mediator inflamasi namun pada akhirnya dicetuskan oleh IgE yang diperantarai oleh respon protein ekstrinsik. Kecenderungan munculnya alergi, atau diperantarai IgE, reaksi-reaksi pada alergen ekstrinsik (protein yang mampu menimbulkan reaksi alergi) memiliki komponen genetik. Pada individu yang rentan, terpapar pada protein asing tertentu mengarah pada sensitisasi alergi, yang ditandai dengan pembentukan IgE spesifik untuk melawan protein-protein tersebut. IgE khusus ini menyelubungi permukaan

sel mast, yang muncul pada mukosa hidung. Ketika protein spesifik (misal biji serbuksari khusus) terhirup ke dalam hidung, protein dapat berikatan dengan IgE pada sel mast, yang menyebabkan pelepasan segera dan lambat dari sejumlah mediator. Mediator-mediator yang dilepaskan segera termasuk histamin, triptase, kimase, kinin dan heparin. Sel mast dengan cepat mensitesis mediator-mediator lain, termasuk leukotrien dan prostaglandin D2. Mediator-mediator ini, melalui interaksi beragam, pada akhirnya menimbulkan gejala rinore (termasuk hidung tersumbat, bersin-bersin, gatal, kemerahan, menangis, pembengkakan, tekanan telinga dan post nasal drip). Kelenjar mukosa dirangsang, menyebabkan peningkatan sekresi. Permeabilitas vaskuler meningkat, menimbulkan eksudasi plasma. Terjadi vasodilatasi yang menyebabkan kongesti dan tekanan. Persarafan sensoris terangsang yang menyebabkan bersin dan gatal. Semua hal tersebut dapat muncul dalam hitungan menit; karenanya reaksi ini dikenal dengan fase reaksi awal atau segera. Setelah 4-8 jam, mediator-mediator ini, melalui kompetisi interaksi kompleks, menyebabkan pengambilan sel-sel peradangan lain ke mukosa, seperti neutrofil, eosinofil, limfosit dan makrofag. Hasil pada peradangan lanjut, disebut respon fase lambat. Gejala-gejala pada respon fase lambat mirip dengan gejala pada respon fase awal, namun bersin dan gatal berkurang, rasa tersumbat bertambah dan produksi mukus mulai muncul. Respon fase lambat ini dapat bertahan selama beberapa jam sampai beberapa hari. Sebagai ringkasan, pada rinitis alergi, antigen merangsang epitel respirasi hidung yang sensitif, dan merangsang produksi antibodi yaitu IgE. Sintesis IgE terjadi dalam jaringan limfoid dan dihasilkan oleh sel plasma. Interaksi antibodi IgE dan antigen ini terjadi pada sel mast dan menyebabkan pelepasan mediator farmakologi yang menimbulkan dilatasi vaskular, sekresi kelenjar dan kontraksi otot polos. Efek sistemik, termasuk lelah, mengantuk, dan lesu, dapat muncul dari respon peradangan. Gejala-gejala ini sering menambah perburukan kualitas hidup. Berdasarkan cara masuknya, allergen dibagi atas 1. Alergen inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau, serpihan epitel, bulu binatang. 2. Alergen ingestan yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang. 3. Alergen injektan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa. Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa, misalnya bahan kosmetik, perhiasan.

C. Etiologi 1. Alergen Alergen hirupan merupakan alergen terbanyak penyebab serangan gejala rinitis alergika. Tungau debu rumah, bulu hewan, dan tepung sari merupakan alergen hirupan utama penyebab rinitis alergika dengan bertambahnya usia, sedang pada bayi dan balita, makanan masih merupakan penyebab yang penting. 2. Polutan Fakta epidemiologi menunjukkan bahwa polutan memperberat rinitis. Polusi dalam ruangan terutama gas dan asap rokok, sedangkan polutan di luar termasuk gas buang disel, karbon oksida, nitrogen, dan sulfur dioksida. Mekanisme terjadinya rinitis oleh polutan akhir-akhir ini telah diketahui lebih jelas. 3. Aspirin Aspirin dan obat anti inflamasi non steroid dapat mencetuskan rinitis alergika pada penderita tertentu.

D.Gambaran Klinis 1. Bersin berulang-ulang, terutama setelah bangun tidur pada pagi hari (umumnya bersin lebih dari 6 kali). 2. Hidung tersumbat. 3. Hidung meler. Cairan yang keluar dari hidung meler yang disebabkan alergi biasanya bening dan encer, tetapi dapat menjadi kental dan putih keruh atau kekuning-kuningan jika berkembang menjadi infeksi hidung atau infeksi sinus. 4. Hidung gatal dan juga sering disertai gatal pada mata, telinga dan tenggorok. Badan menjadi lemah dan tak bersemangat. E. Diagnosis 1. Amnesis Gejala khas yang bisa didapatkan adalah sebagai berikut : serangan timbul bila terjadi kontak dengan alergen penyebab didahului rasa gatal di hidung, mata, atau kadang pada pallatum molle bersin-bersin paroksismal (dominan) : > 5kali/serangan, diikuti produksi sekret yg encer danhidung buntu gangguan pembauan, mata sembab dan berair, kadang disertai sakit kepala tidak didapatkan tanda infeksi (mis : demam) mungkin didapatkan riwayat alergi pada keluarga 2. Pemeriksaan Fisis konka edema dan pucat, secret seromucinou 3. Pemeriksaan Penunjang Tes kulit prick test Eosinofil sekret hidung. Positif bila 25% Eosinofil darah. Positif bila 400/mm3

bila diperlukan dapat diperiksa IgE total serum (RIST & PRIST). Positif bila > 200 IU IgE spesifik (RAST) X-foto Water, bila dicurigai adanya komplikasi sinusitis

F.Pelaksanaan 1. Medis Simtomatik : Intermiten ringan : anti histamin (2minggu) dan dekongestan (pseudoefedrin 2x30mg) Anti histamin pada saat serangan dapat dipakai CTM 3 x 2-4mg. Untuk yang non sedatif dapat dipakai loratadin, setirizin (1 x 10 mg) atau fleksonadine (2x60mg). Desloratadine adalah turunan baru loratadine yang punya efek dekongestan. Anti histamin baru non sedatif cukup aman untuk pemakaian jangka panjang. Intermiten sedang berat, persisten ringan : steroid topikal, cromolyn (mast cell stabilisator), B2 adrenergik (terbutaline). Kortikosteroid (deksametasone, betametasone) untuk serangan akut yang berat, ingat kontra indikasi. Dihentikan dengan tappering off Dekongestan lokal : tetes hidung, larutan efedrine 1%, atau oksimetazolin 0.025% 0.05%, bila diperlukan, dan tidak boleh lebih dari seminggu. Dipakai kalau sangat perlu agar tidak menjadi rhinitis medikamentosa Dekongestan oral : pseudoefedrine 2-3 x 30-60mg sehari. Dapat dikombinasi dengan antihistamin (triprolidin + pseudoefedrine, setirizin + pseudoefedrine, loratadine + pseudoefedrine) R.A persisten sedang berat : bisa digunakan steroid semprot hidung Pembedahan : apabila ada kelainan anatomi (deviasi septum nasi), polip hidung, atau komplikasi lain yang memerlukan tindakan bedah 2. Asuhan Keperawatan Mendorong individu untuk bertanya mengenai masalah, penanganan, perkembangan dan prognosis kesehatan Mengatur kelembapan ruangan untuk mencegah pertumbuhan jamur Menjauhkan hewan berbulu dari pasien alergi, namun hal ini sering tidak dipatuhi terutama oleh pecinta binatang

Membersihkan kasur secara rutin. G. Prognosis 1. Sinusitis kronis (tersering) 2. Poliposis nasal 3. Sinusitis dengan trias asma (asma, sinusitis dengan poliposis nasal dan sensitive terhadap aspirin) 4. Asma 5. Obstruksi tuba Eustachian dan efusi telingah bagian tengah 6. Hipertropi tonsil dan adenoid 7. Gangguan kognitif

Daftar Pustaka 1. Dorland, WA. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland Edisi 29. Jakarta: EGC 2. Smeltzer, suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC 3. Peralmuni. Terapi Imun Alergen Spesifik Pada Rinitis Alergi: Kajian 4. Mekanisme Biomolekuler, Indikasi, Efektivitas. Online. 2011. Available from URL: http://www.peralmuni.medindo.com/ 5. Mohammad. Rhinitis alergika. Online. 2011 Available from URL: http:// www.nn-no.facebook.com/topic.php?uid=100064742713&topic=9732 6. www.google.com

DEFENISI Rinitis alergi adalah penyakit yang disebabkan oleh alergi pada pasien atopi yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu mediator kimia ketika terjadi paparan ulang dengan alergen spesifik tersebut(Von Pirquet,1986). 1,2,3,4,5,6,7,8,10,11,13,19

EPIDEMIOLOGI Masih sedikit penelitian yang mengemukakan tentang perjalanan alamiah rinitis alergi, Hagy dan Sitipane meneliti pada 903 anak balita yang diikuti selama 23 tahun. Setelah 23 tahun didapatkan hasil bahwa 10,6% menjadi asma dan 56% menjadi rinitis alergika. Dari penelitian tersebut disimpulkan pula bahwa anak dengan rinitis alergika mempunyai resiko 3 kali lebih tinggi dibandingkan non rinitis untuk menjadi asma.

Peneliti lain (Luoma) meneliti pada 154 anak rinitis alergika berusia 3-17 tahun dan diikuti selama 10 tahun.Hasil penelitiannya adalah 10% bebas tanpa rinitis,50% tetap, dan 20% berkembang menjadi asma. Magnan mendapatkan hasil pada rinitis alergi yang mempunyai riwayat asma pada keluarganya 9,8% kali lebih tinggi dibanding pada anak rinitis tanpa riwayat asma pada keluarga. 2,7,16 Penyakit rinitis alergika dapat timbul pada semua golongan umur tetapi frekuensi terbanyak pada anak-anak dan dewasa muda. Jenis kelamin, golongan etnik, suku bangsa tidak ada berpengaruh tetapi faktor herediter sangat berngaruh. 3,4,5,6,7

ETIOLOGI Penyebab tersering adalah alergen inhalan pada orang dewasa dan alergen ingestan pada anak-anak. Pada beberapa kasus, rinitis alergi berhubungan dengan paparan terhadap alergen di tempat kerja (akupasional), misalnya pabrik detergen dan pabrik kayu. Selain itu, alergen makanan, bulu binatang, iritan (seperti debu, asap rokok, polusi udara dan bahan kimia), serta infeksi non spesifik dapat memperkuat inflamasi yang terjadi pada rinitis menahun. 1,2,3,4,5,7,9,10,11,12,14,15,16,17,18,19
1,2,3,5,9,10,11,12,14,15,16,18,19

Berdasarkan cara masuknya alergen dibagi atas 1.

Alergen inhalan, yang masuk bersama udara pernafasan misalnya debu rumah,tungau, serpihan epitel dan bulu binatang serta jamur.

2.

Alergen ingestans, yang masuk ke saluran pencernaan berupa makanan misalnya susu, telur, coklat, ikan, udang, dan lain-lain.

3.

Alergen injektan, masuk melalui suntikan atau tusukan misalnya penisilin dan sengatan lebah.

4.

Alergen kontaktan, yang masuk melalui kontak kulit atau jaringan mukosa misalnya bahan kosmetik,perhiasan.

PATOGENESIS

Pada rinitis alergi terdapat kerusakan jaringan tipe 1. Sel plasma pada jaringan mukosa dan submukosa hidung dan saluran nafas banyak memproduksi IgE, tetapi setelah dipelajari lebih dalam ternyata rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang terdiri dari reaksi fase cepat, fase lambat, dan fase hiperesponsif. 1,4,10,18,19 Semua gejala dari rinitis alergi seperti hidung gatal/bersin dan ingus encer adalah akibat aktivasi sel mast pada mukosa hidung oleh alergen melalui IgE. Kemudian sel mast mengeluarkan histamin, triptase, leukotrien (LTB4 dan LTC4),prostaglandin (PGD2), bradikinin dan PAF (platelet activating factor) yang menyebabkan vasodilatasi dan meningkatkan permeabilitas vaskuler.Hal ini akan mengakibatkan hidung tersumbat. Mediator di atas juga menyebabkan peningkatan sekresi glandular yang menyebabkan ingus kental.Stimulasi nervus aferen oleh histamin menyebabkan gatal dan bersin.Histamin juga merangsang refleks akson yang menyebabkan keluarnya neuropeptida lokal yang berfungsi merangsang degranulasi sel mast. 1,4,10,11,16, Perubahan histopatologi yang terjadi dapat menetap dan ireversibel,diantaranya penebalan dan hiperplasia epitel mukosa, infiltrat sel mononuklear, poliferasi jaringan ikat, dan hiperplasi periosteum. 1,4,10

KLASIFIKASI Secara garis besar rinitis dibagi 2 : 1. Rinitis alergi. 1,2,4,6,7,8,10,14

Yaitu rinitis yang disebabkan dari bahan alergen tertentu.Dahulu berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi dibedakan atas : Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, pollinosis) Hanya ditemukan di negara yang mempunyai 4 musim.Alergen penyebabnya. spesifik yaitu tepung sari (polen) dan spora jamur.

Rinitis alergi sepanjang tahun (perennial) Gejala penyakit ini timbul intermiten atau terus menerus, tanpa variasi musim jadi dapat di temukan sepanjang tahun. Saat ini menurut rekomendasi dari WHO Initiative ARIA(Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) berdasarkan sifat berlangsungnya rinitis alergi diklasifikasikan menjadi :

Intermiten(kadang-kadang) bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.

Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan lebih dari 4 minggu.

Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi.1,2,4,6,7,8,10,14 Ringan bila tidak ditemukan gangguan tidur,gangguan aktivitas harian, bersantai, berolahraga, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu. Sedang-berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut di atas. 2. Rinitis non alergi

Yaitu rinitis yang disebabkan oleh bahan-bahan bukan alergen. Contoh rinitis non alergi 1,2,4,6,7,8,10,14: Rinitis vasomotor Gangguan mukosa hidung yang merupakan akibat dua kekuatan yang saling berlawanan aktivitas saraf parasimpatis yang menyebabkan pelebaran jaringan vaskular sehingga terjadi sumbatan dan peningkatan produksi mukus, sementara aktivitas saraf simpatis menyebabkan vasokontruksi yang mengakibatkan patensi hidung dan menurunnya produksi mukus. Rinitis medikamentosa Umumnya juga dianggap sebagai suatu bentuk rinitis hipertrofik berkaita dengan penggunaan obat-obat hidung topical secara berlebihan. Rinitis hipertropik kronik Tipe rinitis ini ditandai oleh pembengkakan jaringan lunak,sekret yang banyak, dan pada kasus lama, hipertrofik mukosa,penebalan periostium, serta pembentukan tulang baru.

Rinitis hiperplastik kronik Kondisi ini dapat menyertakan unsur-unsur rinitis hipertopik, namun umumnya dihubungkan dengan poliposis hidung.

Rinitis sicca Seringkali dianggap sebagai suatu gangguan atau perubahan faal hidung dalam kaitannya dengan perubahan lingkungan terutama udara inspirasi yang kering.

Rinitis atrofik (ozena) Kondisi ini dicirikan oleh atrofi struktur intranasal sejati dengan krusta sekunder, umumnya idiopatik.

GAMBARAN KLINIS Gejala utama rinitis alergi adalah bersin,rinorea,hidung gatal,dan hidung tersumbat akan tetapi tidak semua penderita mempunyai keseluruhan gejala ini. Dapat disertai rasa gatal dimata, telinga, tenggorokan dan keluar air mata. Beberapa penderita menggambarkannya sebagai flu yang berulang atau gangguan pada sinusnya.Gejala rinitis alergi yang khas adalah serangan bersin berulang lebih dari lima kali dalam satu serangan. 1,2,3,4,6,7,8,10,12,16,19 Obstruksi hidung yang kronik dapat menyebabkan penderita bernafas dengan mulut yang akhirnya membuat tenggorokan terasa kering dan perih,mendengkur,bicara sengau sampai gangguan penciuman. 1,2,4,6,7,8,10 Edema kronik yang terjadi juga menyebabkan gangguan pada tuba eustachius paranasal. Penderita mengeluhkan nyeri kepala frontal, gangguan mendengar, telinga terasa penuh atau tersumbat, dan pada keadaan berat menyebabkan disfungsi tuba.Pada anak-anak mungkin terjadi otitis media serosa berulang,juga epistaksis karena fragilitas mukosa hidungnya. 1,2,4,6,7,8,10,11 Pemeriksaan fisik pada penderita rinitis alergi menahun sangat membantu diagnosis terutama pada anak yang sering mengusap-usap atau menggaruk hidung dan matanya(allergic salute). Penderita mempunyai karakteristik wajah tertentu (allergic facies) yang berhubungan dengan penyakit alergik kronik tertentu.Karena sering menggaruk, terdapat garis-garis melintang di dorsum nasi sepertiga bawah (nasal crease), juga bayangan gelap di daerah bawah mata (allergic shiner) akibat statis vena sekunder karena obstruksi hidung. 1,2,4,6,7,8,10,11,12

DIAGNOSA Ditegakan berdasarkan : 1,2,3,4,5,6,7 1. Anamnesis Untuk menegakkan diagnosa,harus dilakukan anamnesa yang teliti :

Onset dan durasi apakah berhubungan dengan perubahan cuaca, tempat kerja

atau memelihara binatang.

Gejala saat ini : sekret, derajat sumbatan hidung, bersin berulang, hidung gatal,

nyeri tekan sinus.


Identifikasi faktor pencetus Identifikasi penyakit alergi lain : asma, dermatitis atopi Obat-obatan Pemeriksaan fisik Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan allergic facies, allergic salute, allergic

2.

shiner, allergic crease, edema mukosa hidung dengan secret encer,mungkin terdapat polip hidung. 3.

Pemeriksaan penunjang Pemeriksaan test kulit terhadap allergen inhalan atau makanan,atau jika sulit

dengan RAST. Uji kulit seperti uji intrakutan atau intradermal yang tunggal atau berseri (skinned-Point Titration SET). Uji cukit (prick test) dan uji gores (scratch test) . Untuk uji alergen makanan adalah dengan diet eliminasi dan provokasi (challenge test) tapi akhirakhir ini yang banyak dilakukan adalah Provocation Neutralization Test atau Intracuttaneus Provocative Food Test (IPFT).

Pemeriksaan kadar eosinafil pada usap hidung (nasal crease) Kadar eosinofil darah dan IgE total Foto rontgen sinus atau CT-scan bila perlu

DIAGNOSA BANDING Rinitis alergika harus dibedakan dengan : 1. Rinitis vasomotor

Gangguan mukosa hidung sebagai akibat gangguan keseimbangan fungsi vasomotor. Aktivitas saraf parasimpatis menyebabkan pelebaran jaringan vascular sehingga terjadi sumbatan dan peningkatan produksi mukus, sementara aktivitas saraf simpatis menyebabkan vasokontriksi yang mengakibatkan patensi hidung dan menurunnya produksi mukus. 3,6,10,12 2. Rinitis Virus

Penyebabnya beberapa jenis virus dan yang paling penting ialah Rhinovirus.Penyakit ini sangat menular dan gejala dapat timbul sebagai akibat tidak adanya kekebalan atau menurunnya daya tahan tubuh. 3,6,

PENATALAKSANAAN 1. Menghindari Allergen

Terapi yang paling ideal adalah menghindari kontak dengan alergen penyebabnya (avoidance) dan eliminasi. 1,3,6,7,8,10 2. Simptomatis a. Medikamentosa Antihistamin yang dipakai adalah antagonis histamin H-1 yang bekerja secara inhibitor kompetitif pada reseptor H-1 sel target, dan merupakan preparat farmakologik yang paling sering dipakai sebagai lini pertama pengobatan rinitis alergi. Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara peroral. Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan hidung oral dengan atau tanpa kombinasi dengan antihistamin atau topikal. Namun pemakaian secara topikal hanya boleh untuk beberapa hari saja untuk menghindari terjadinya rinitis medikamentosa. Preparat kortikosteroid dipilih bila gejala terutama sumbatan hidung akibat respons fase lambat tidak berhasil diatasi dengan obat lain.Yang sering dipakai adalah kortikosteroid topikal. 2,3,4,5,6,7,8,9,10,11,12,13,14,15

b. Operatif Tindakan konkotomi (pemotongan konka inferior) perlu dipikirkan bila konka inferior hipertrofi berat dan tidak berhasil dikecilkan dengan cara kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat. 2,3,5,6 3. Imunoterapi

Desensitisasi dan hiposensentisasi Cara pengobatan ini dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala yang berat dan sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan cara lain tidak memberikan hasil yang memuaskan. 3

Netralisasi Cara ini dilakukan untuk alergi makanan, tubuh tidak membentuk blocking antibody seperti pada desensitisasi.

Anda mungkin juga menyukai