Anda di halaman 1dari 7

Problematika Historis IMM Masalah kemahasiswaan muncul di lingkungan Muhammadiyah sejak tahun 1985, sejalan dengan keadaan amal

usaha Muhammadiyah yang sejak tahun 1955 telah mampu mengelola dan membina beberapa perguruan tinggi. dan Disamping anggota

pertimbangan

kenyataan

banyaknya

anak-anak

pimpinan

Muhammadiyah yang melanjutkan studi keperguruan tinggi umumnya juga mendorong lahirnya pemikiran perlunya Muhammadiyah secara khusus membina bidang kemahasiswaan. Kedua faktor tersebut mendorong terbentuknya beberapa kelompok studi

mahasiswa Muahammadiyah, yang kemudian mendorong pemuda Muhammadiyah memberikan wadah, dengan cara membentuk departemen yang membina secara khusus kegiatan para mahasiswa itu. Dari departemen khusus tersebut berkembang program pembinaan pelajar dan mahasiswa, sehingga akhirnya pada tahun 1961 Mohammad Djazman dan kawan-kawan membentuk Ikatan Pelajar Muhammadiyah. Sementara itu keberhasilan IPM mendorong niatan mengorganisasikan kegiatankegiatan mahasiswa terlepas dari pemuda Muhammadiyah. Dalam konggres mahasiswa perguruan tinggi Muhammadiyah Indonesia di Yogyakarta tahun 1962, mulai dilontarkan gagasan tentang perlunya dibentuk organisasi khusus mahasiswa sebagaimana IPM. Sedemikian jauh konggeres ini belum berhasil merealisasikan gagasan itu, karena sebagian pimpinan Muhammadiyah ditingkat pusat tidak menyetujui pembentukan wadah mahasiswa baru, dengan alasan telah ada wadah tersendiri, yaitu Himpunan Mahisiswa Islam (HMI). Jika dibentuk wadah mahasiswa baru, dikuatirkan akan terjadi perpecahan baru yang akan tidak mengungtungkan Muhammadiyah. Perbedaan cara pandang demikian menyebabkan konggeres mahasiswa

Muhammadiyah tahun 1962 belum berhasil membentuk wadah baru di tingkat nasional, sebagai alternatifnya, mereka mulai membentuk kelompok-kelompok kegiatan mahasiswa Muhammadiyah, yang bergerak di dalam masyarakat. Kelompok-kelompok tersebut berinisiatif memberikan jawaban terhadap berbagai kebutuhan mahasiswa, terutama dalam studi dan keagamaan. Kelompok-kelompok mahasiswa itu bermunculan di beberapa kota yang telah memiliki perguruan tinggi. Menurut penjelasan Ketua Dewan Pimpinan Pusat Ikatan Mahaiswa Muhammadiyah priode pertama, Mohammad Djazman Al-Kindi, daerah perintis kegiatan mahasiswa Muhammadiyah antara lain: Kota Bandung, Yogyakarta, Surakarta, Surabaya dan

Jember. Di daerah-daerah ini mahasiswa itu mengorganisasikan kegiatan-kegiatan kolektif yang diatur dengan prinsip organisasi sebagaimana yang berlaku di Muhammadiyah, serta menyelenggarakan pengajian-pengajian umum atas nama organisasi mahasiswa Muhammadiyah. Meskipun kegiatan organisasi mahasiswa itu memperoleh tantangan yang besar dari para tokoh Muhammadiyah, akhirnya berhasil merintis berdirinya suatu wadah tunggal di tingkat nasional, yang akhirnya memperoleh pengakuan resmi dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Usaha tersebut dimulai dengan pertemuan-pertemuan informal, dan akhirnya bersepakat untuk menyatukan kegiatan-kegiatan dalam satu pimpinan dan satu organisasi yang bernaung dalam Muhammadiyah. Dengan berbekal dukungan lima basis kota, akhirnya kelompok-kelompok tersebut pada tanggal 24 Syawal 1384 bertepatan dengan 14 Maret 1946 oleh Mohammad Djazman dengan beberapa rekannya dilebur menjadi organisasi mahasiswa di lingkungan Muhammadiyah yang disebut Ikatan Mahasiswa muhammadiyah (IMM). Para tokoh yang mempelopori berdirinya IMM dikenal sebagai assaabi-quunal awwaluun, diantaranya: Mohammad Djazman, Mohammad Areif, Amin Rais, Sjamsu Udaja Nurdin, Zulkabir, Sutrisno Muhdan, Nur Widjojo Surjono, Basri Tambul, Fatturrahman, Soemarman BSW, Ali Kjai Demak, Sudar, Husni Tamrin, M. Susanta, Siti Romlah, Dedy Abubakar, dan lain-lain. Dalam statemen resmi tentang berdirinya IMM dikemukan dua alasan pokok: pertama, keadaan politik nasional yang telah menyudutkan golongan agama di dalam pertikaiaan politik nasional; intrik dan persaingan politik dinilai oleh para mahasiswa Muhammadiyah sebagai keadaan yang beik untuk berkembangnya sikap inkonsisten dan sumber kehancuran akhlak, ekonomi serta tidak terkendali dan tidak handalnya kepribadian bangsa. Dalam keadaan tersebut mahasiswa diletakkan dalam bingkai-bingkai kotak politik partai, sehingga orientasi kegiatannya tidak lagi kepada intelektualisme, melainkan kepada kegiatan yang bersifat politik praktis. Situasi yang demikian menjalar di kalangan organisai-organisasi mahasiswa Islam, yang indikatornya terlihat dari lemahnya aqidah dan kecenderungan perkembangan orientasi kearah materialisme. Kedua, keperluan Muhammadiyah sendiri untuk meluaskan misinya keseluruh lapisan masyarakat, disamping untuk meningkatkan bobot yang memadukan intelektualitas dan aqidah. Dalam upaya mengefektifkan peranan ikatan, pada tanggan 11-13 Desember 1946, IMM menyelengarakan musyawarah pendahuluan untuk menetapkan hakikat IMM. Dalam musyawarah ini dicapai keputusan enam penegasan, yaitu;

IMM adalah Gerakan Mahasiswa Islam. IMM adalah Organisasi yang Sah dan Mengindahkan Segala Hukum, Undang-

undang, Peraturan, Dasar dan Falsafah Negara. Kepribadian Muhammadiyah adalah Landasan Perjuangan IMM. IMM adalah Eksponen Mahasiswa dalam Muhammadiyah. Amal IMM adalah Ilmiah dan Ilmu adalah Amaliah Amal IMM Lillahi Taala dan diabadikan untuk kepentingan masyarakat

Keputusan enam penegasan tersebut di dalammusyawarah nasional IMM se Indonesia I di Surakarta pada tanggal 1-5 Maret 1965 diteapkan sebagai khittah perjuangan IMM. Dalam musyawarah ini Mohammad Djaz sebagai Ketua Pimpinan Pusat IMM pertama menyatakan pelunya menyusun asas organisasi diatas kepribadian Muhammad untuk itu selain penciutan tatanan organisasi, musyawarah juga merumuskan Deklarasi Kota Barat Solo pada tanggal 5 Mei 1965 yang mengungkapkan tekad IMM untuk mewujudkan satu wadah pembinaan generasi muda nasional sebagai bagian perjuangan IMM. Gerakan IMM sebagai organ dari generasi muda nasional yang tidak terpisahkan dari lingkungan sosialnya dipertegas dalam musyawarah IMM di Garut, Jawa Barat. Pada tanggal 28 Juli 1967 berhasil menyusun Deklarasi Kota Garut yang menyampaikan pemikiran perihal IMM sebagai aparat pembaharu yang mampu menjadi ujung tombak kemajuan bangsa. Untuk kepentingan itu anggota IMM harus melengkapi dirinya dengan kemantapan aqidah dan intelektual secara kematangan jiwa dan sikap dewasa. Untuk melakukan fungsi tersebut IMM membutuhkan suatu identitas diri yang jelas, yang sering disebut Kepribadian. Memang secara inheren diakui oleh DPP IMM bahwa kepribadian itu telah dimiliki IMM sejak kelahirannya, yakni Kepribadian Muhammadiyah, namun karena fungsi IMM sebagai eksponen gener asi muda mahasiswa, maka perlu mempunyai ciri-ciri khusus pula. Untuk ditegaskan bahwa IMM adalah Organisasi kader dan bukan sebagai gerakan massa. Sebagai gerakan yang demikian IMM mengembangkan program 3K, yakni: konsolidasi organisasi, kaderisasi dan kristalisasi. Sedangkan IMM menekankan anggotanya melaksanakan trilogi, yaitu: belajar, beramal dan berjuang. IMM mempunyai basis di kampus dan di dalam masyarakat, terutama dilingkar komisariat. Pada tahun 1965, IMM telah behasil membina 17 basis organisasi, 7 perwakilan dan lebih dari 3200 orang anggota, dengan bekal keanggotaan itu IMM

mengembangkan

kadernya

melalui

kegiatan-kegiatan

pembinaan

kader.

Berdasarkan keputusan musyawarah kerja-seminar IMM pada tanggal 19-24 juli 1965, DPP IMM merumuskan ketentuan kaderisasi. Kaderisasi dimaksud sebagai suatu usaha untuk menyiapkan mental dan fisik tenaga-tenaga pimpinan serta pelaksanaan organisasi yang militan dan kepribadian Muhammadiyah sesuai dengan fungsinya sebagai eksponen mahasiswa. Di dalam pengkaderan ini dikembangkan ,etode kuliah, diskusi, interviu dan latihan kerja. Keempat metode itu dijabarkan secara rinci ke dalam tiga jenjang, yakni jenjang dasar, jenjang menengah dan jenjang lanjutan.

Penguatan Pengaderan Ikatan Pentingnya penguatan pengaderan dilatarbelakangi oleh beberapa faktor antara lain: Pertama, untuk mempertahankan, dan mengembangkan eksistensi gerakan Muhamaddiyah dan IMM pada masa yang akan datang; kedua, mengingat bahwa Muhamaddiyah dan IMM selalu berada dalam pusaran kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang selalu dinamis, disertai dengan perkembangan pemikiran keagamaan, pendidikan, sosial-budaya, ekonomi, dan politik yang tidak semestinya sejalan dengan pemikiran Muhamaddiyah . Pada gilirannya akan menjadi tantangan sangat besar, dan kompleks bagi Muhamaddiyah; ketiga, akhir-akhir ini semakin terasa terjadinya deviasi nilai dalam proses pengembangan pemikiran di sebahagiaan mahasiswa maupun angkatan muda Muhamaddiyah; keempat, untuk menghindari terjadinya kekosongan generasi

penerus yang berkualitas. Demikianlah antara lain dasar konsideran urgensinya penguatan pengaderan. Langkah-

langkah penguatan pengaderan agar berjalan dengan efektif, maka perlu langkahlangkah sebagai berikut: Pertama, perlu merekonstruksi kurikulum dan silabi

pengaderan, kurikulum yang mengacu tercapainya pemahaman yang luas, dan mendalam terhadap ideologi Muhamadiyah. Perlu ada pengelompokan materi yang jelas, dan berkesinambungan, dan terget pencapaian, pada berbagai tingkatan; Kedua, menyusun konsep pengaderan dan mengoperasionalisasikan secara simultan (menyeluruh) dan terpadu di lingkungan setiap tingkatan; Ketiga,

mengintensifkan pendataan kader dan aspek-aspek yang terkait lainnya guna kepentingan pengembangan kader Muhamaddiyah dengan kepentingan misi perserikatan; keempat, mengoptimalkan dukungan fasilitas, sarana, prasarana dan

dana untuk pengembangan kualitas kader dan sumber daya manusia di lingkungan Muhamaddiyah Penguatan Intelektual dan Ideologi Kader Ikatan

Dalam konteks kader IMM, komponen kualitas intelektual, ideologi dan kelembagaan akan menentukan kualitas kader ke depan. Kualitas intelektual merupakan raison detre untuk menelaah dan mencermati setiap fenomen.

Ketajaman intelektual akan menggugah kesadaran nurani untuk setiap saat memikirkan kondisi sosial. Seorang intelektual sejati tidak akan pernah diam berpikir dan bergerak untuk merenungkan, mencermati dan mencarikan soslusi demi perbaikan kualitas hidup manusia. Ketidakadilan, kemelaratan, kemiskinan,

eksploitasi manusia ala survival of the fittest, dan seterusnya merupakan deretan agenda untuk menggugah kesadaran nurani kaum intelktual. Kesejatian

keintelektualan seseorang akan dapat diukur dari keberanian mereka sebagai martyr bagi kebenaran hakiki. Pentingnya gerakan intelektual tidak akan pernah sustainability jika domain ideologi tidak melekat. Gerakan intelektual seiring dan sebangun dengan gerakan ideologi. Ideologi akan mengukuhkan sibghoh gerakan intelktual. Dengan pranata ideologi, gerakan intelektual akan menemukan momentum arah, visi misi bahkan menemukan target dan indikasi. Percumbuan antara aspek intelektual dengan ideologi terletak pada aspek pembelaan pada kepentingan masyarakat. Pada perserikatan Muhaddiyah terutama kader IMM, percumbuan itu tentu dibidik pada kepentingn pemberdayaan, penguatan dan advokasi masyarakat. Seorang intelektual di IMM dan Mhamaddiyah adalah seorang ideolog, yang memiliki misi nilai dalam berpikir dan bertindak. IntelektualnIMM adalah seorang yang tidak bebas nilai. Ketidakbebasan nilai itu terletak pada misi itu terletak pada misi pemberdayaan dan penguatan masyarakat. Seorang kader IMM akan senantiasa tergugah hati dan pikirannya dalam melihat kebiadaban yang dilakukan manusia, teriris nuraninya dalam melihat kemelaratan, ketidakadilan, dan pelbagai patologi sosial lainnya. Dengan demikian, kader IMM adalah seorang misionaris yang mengemban nilai. Nilai yang diemban adalah nilai Islam yang Rahmatan Lilalamin. Seorang kader IMM yang memiliki fungsi intelektual dan ideologi akan bersifat inklusif, open minded dan rendah hati.

Fungsi intelektual dan ideologi seperti itu dipastikan bahwa seorang kader IMM tidak akan menempatkan agama dalam genggaman sakralitas yang tidak boleh disentuh oleh akal budi dan pikiran manusia. Seorang kader IMM akan melihat bahwa misi agama yang dianutnya akan bisa beroperasi secara konkret dalam konteks sosial jika agama disentuh akal budi, pikiran dan kerja keras manusia. Agama membutuhkan kerja-kerja intelektual sebelum ia diimplementasikan dalam tataran praksis. Agama yang diturunkan Allah akan lebih perfect jika umatnya mampu menafsirkan agamanya secara intelektual dan ideologis dalam konteks sosiohistoris.

III. Penutup Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah (IMM) sebagai gerakan mahasiswa yang sejak awal berdiri harus menstabilkan diri untuk mewadahi aspirasi, menggerakan dan mengembleng potensi mahasiswa Islam, terus mempersiapkan diri untuk mencetak kader-kadernya agar memiliki memiliki kemampuan yang memadai. Kemudian,penguatan pengaderan sangat penting guna untuk mempertahankan dan mengembangkan eksistensi gerakan Muhamaddiyah pada masa yang akan datang. Setiap kader Ikatan Mahasiswa Muhamaddiyah harus memiliki ideologi yang kuat yang sudah dimiliki Muhamaddiyah sebab ideologi Muhammadiyah dan IMM secara spiritual dapat difungsikan menguatkan ghiroh, azam atau tekat

bermuhammadiyah yang kuat dan ikhlas untuk mendapat ridha Allah SWT, membentuk karakter kolektif yang bersih, yang sangat menentukan terwujudnya kolegiusitas yang kuat, nyaman dan damai dalam menggerakkan Muhammadiyah dan IMM secara khusus..

Kader-kader Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) harus anggun moralnya, tetapi tidak cengeng. Kader IMM juga harus unggul secara intelektual dan berani tampil mengemukakan pendapatnya dalam berbagai forum.

Melalui perkaderan yang dilaksanakan di internal IMM, para kader IMM tidak hanya belajar mengenai akhlak dan keagamaan, tetapi juga belajar tentang kepemimpinan

dan kebangsaan, sehingga kader-kader IMM diharapkan mampu tampil dalam berbagai forum, termasuk dalam menyikapi berbagai isu-isu politik dan kenegaraan.

Anda mungkin juga menyukai