Anda di halaman 1dari 17

1

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Provinsi Sumatera Utara dikenal memiliki enam Daerah Aliran Sungai (DAS)
yang tergabung dalam satu wilayah sungai Belawan-Ular-Padang (WS BUP) dengan
luas seluruhnya 6.215,66 km
2
(Departemen PU Balai Wilayah Sungai Sumatera II).
DAS Babura adalah Sub DAS Deli yang merupakan salah satu bagian dari WS BUP
yang mencakup Kota Medan, sungai kemudian mengalir melintasi bagian Kota
Medan.
DAS Babura merupakan Daerah Aliran Sungai di Provinsi Sumatera Utara
dengan lus 99 km
2
. Daerah Aliran Sungai Babura terbentang antara 98
o
3944.00
98
o
3938.75 Bujur Timur dan 3
o
3317.31 3
o
3414.64 Lintang Utara. Adapun
batas DAS Babura adalah Sebelah Utara: Medan, Selat Malaka; Sebelah Timur:
Medan; Sebelah Selatan: Kabupaten Deli Serdang; Sebelah Barat: Deli Serdang dan
Medan.
Peran DAS Babura ini menjadi sangat penting dalam menentukan kondisi air,
tanah, dan lingkungan di Kota Medan dikarenakan keberadaan fungsi DAS sendiri
dapat dilihat dari cakupan dan kemampuannya dalam manahan debit banjir di Kota
Medan.
Debit banjir di musim huan dapat menjadi meningkat dengan kuantitas sangat
tinggi di DAS Babura. Luapan debit sungai di DAS Babura mengalami peningkatan
sehingga daerah pemukiman yang dilewati oleh DAS tersebut mengalami banjir yang
bisa mencapai ukuran kedalaman 1-2 meter dari permukaan tanah (Ginting, 2012).
Peningkatan debit banjir tersebut bisa berdampak merusak lahan atau bangunan
disekitarnya yang dapat mempengaruhi kualitas dan fungsi bangunan tersebut.
Dikarenakan banjir merupakan peristiwa alam dan dalam rangka memperkecil
besarnya masalah atau kerugian yang ditimbulkan, oleh karena itu besar debit baniir
rencana ditentukan menurut periode ulangnya.
2

Studi ini perlu dilaksanakan agar pengetahuan yang penting yang bersifat
informasi dapat tersampaikan dengan pembahasan dan perhitungan yang akurat dan
data terbaru.
1.2 Tujuan Penelitian
Untuk dapat memodelkan potensi banjir di DAS Babura yang mencakup
wilayah Kota Medan secara kuantitatif dan sistematis, penelitian ini mempunyai
tujuan sebagai berikut:
a) Mengetahui debit banjir maksimum rencana di DAS Babura.
b) Memberikan informasi debit banjir rencana dalam bentuk grafik
berdasarkan metode-metode yang digunakan dengan kala ulang 2 tahun, 3
tahun, 5 tahun, 10 tahun, 25 tahun, 50 tahun, dan 100 tahun.
1.3 Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah yang ada dapat dibuat rumusan masalah yaitu
bagaimanakah potensi debit banjir yang terjadi di sekitar wilayah Kota Medan yang
dilewati oleh Sungai Babura dan daerah tangkapan air DAS Babura dari hulu sampai
ke hilir dengan membandingkan perhitungan Persamaan Rasional, Hidrograf Satuan
Sintetik Gama-I, dan Nakayasu.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah untuk memberikan informasi kepada pihak-
pihak yang membutuhkan data tentang potensi banir baik itu data daerah rawan banjir
dan data tentang resiko banjir yang terjadi di sekitar wilayah Kota Medan yang
dilewati oleh Sungai Babura terutama kepada Pemerintah maupun instansi-instansi
yang terkait.
1.5 Sistematika Penulisan
Rancangan sistematika penulisan secara keseluruhan pada penelitian ini terdiri
dari 5 bab, dimana uraian masing-masing bab adalah sebagai berikut:
3

Bab I. Pendahuluan
Bab ini berisi latar belakang penelitian, tujuan, data umum, dan
lingkup pekerjaan yang dilaksanakan secara sistematika penulisan laporan
penelitian.

Bab II. Tinjauan Pustaka
Bab ini mencakup segala hal yang dapat dijadikan sebagai dasar
pengambilan tema penilitian, penentuan langkah pelaksanaan, dan metode
penganalisaan yang diambil dari beberapa pustaka yang ada memiliki tema
sesuai dengan tema penelitian ini.

Bab III. Metodologi Penelitian
Bab ini menguraikan tentang metode yang akan digunakan dan
rencana kerja dari penelitian serta mendeskripsikan lokasi penelitian.

Bab IV. Analisa Data dan Pembahasan
Bab ini merupakan analisa tentang permasalahan, evaluasi, dan
perhitungan terhadap masalah yang ada di lokasi penelitian.

Bab V. Kesimpulan dan Saran
Merupakan kesimpulan dari butir-butir kesimpulan hasil analisa dan
pembahasan yang telah dilakukan. Kesimpulan juga disertai dengan
rekomendasi sarana yang ditujukan untuk penelitian selanjutnya atau untuk
penerapan hasil penelitian di lapangan.






4

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Umum
Sungai sebagai jalan air alami, mengalir menuju samudera, danau atau laut,
atau ke sungai lain. Sungai merupakan salah satu bagian dari siklus hidrologi. Air
dalam sungai umumnya terkumpul dari presipitasi seperti hujan, embun, mata air,
limpasan bawah tanah, dan di beberapa negara tertentu air sungai juga berasal dari
lelehan es atau salju. Selain air, sungai juga mengalirkan sedimen dan polutan.
Banjir adalah suatu keadaan sungai, dimana aliran sungai tidak tertampung
oleh palung sungai sehingga terjadi limpasan tau genangan pada lahan atau areal yang
semestinya kering.
Debit air sungai adalah besaran aliran air di sungai atau di saluran yang
dinyatakan dalam satuan m
3
/detik yaitu volume air yang mengalir di sungai setiap
detiknya.
2.2 Siklus Hidrologi
Jumlah air di bumi adalah tetap. Perubahan yang dialami air di bumi hanya
terjadi pada sifat, bentuk, dan persebarannya. Air akan selalu mengalami perputaran
dan perubahan bentuk selama siklus hidrologi berlangsung. Air mengalami gerakan
dan perubahan wujud cair, gas, dan padat. Air di alam dapat berupa air tanah, air
permukaan, dan awan.
Air-air tersebut mengalami perubahan wujud melalui siklus hidrologi. Adanya
sinar matahari menyebabkan air di permukaan bumi mengalami evaporasi
(penguapan) maupun transpirasi menjadi uap air. Uap air akan naik hingga
mengalami pengembunan (kondensasi) membentuk awan. Akibat pendinginan terus-
menerus, butir-butir air di awan bertambah besar hingga akhirnya jatuh menjadi
hujan.
5

Selanjutnya, air hujan ini akan meresap ke dalam tanah (infiltrasi dan
perkolasi) atau mengalir menjadi air permukaan (run off). Baik aliran air bwah tanah
maupun air permukaan keduanya menuju ke tubuh air di permukaan bumi (laut,
danau, dan waduk). Inilah gambaran mengenai siklus hidrologi.
Siklus hidrologi terjadi karena proses-proses yang mengikuti gejala-gejala
meteorologi dan klimatologi sebagai berikut:
Evaporasi, yaitu proses penguapan dari benda-benda mati yang merupakan
proses perubahan dari wujud air menjadi gas.
Transpirasi, yaitu proses penguapan yang dilakukan oleh tumbuh-tumbuhan
melalui permukaan daun.
Evapotranspirasi, yaitu proses penggabungan antara evaporasi dan transpirasi.
Kondensasi, yaitu perubahan dari uap air menjadi titik-titik air
(pengembunan) akibat terjadinya penurunan salju.
Infiltrasi, yaitu proses pembesaran atau pergerakan air ke dalam tanah melalui
pori-pori tanah.

2.3 Analisa Curah Hujan
Dari metode perhitungan curah hujan yang ada digunakan Metode Thiessen
karena kondisi topografi dan jumlah stasiun memenuhi syarat untuk digunakan
metode ini. Adapun jumlah stasiun yang masuk di lokasi daerah pengaliran sungai
berjumlah tiga buah stasiun yaitu Stasiun Patumbak, Stasiun Polonia, dan Stasiun
Tuntungan.
Dari tiga stasiun tersebut masing-masing dihubungkan untuk memperoleh luas
daerah dari tiap-tiap stasiun. Dimana masing-masing stasiun mempunyai daerah
pengaruh yang dibentuk dengan garis-garis sumbu tegak lurus terhadap garis
penghubung antara dua stasiun.

6

2.3.1 Analisa Curah Hujan dengan Metode Thiessen
Untuk perhitungan curah hujan dengan Metode Thiessen digunakan
persamaan (2.1) (Soemarto, 1999).
R =_
A
n
xR
n
A
n
]
n
=1
(2.1)
R =Curah hujan maksimum rata-rata (mm)
R
n
=Curah hujan pada stasiun 1,2,,n (mm)
A
n
=Luas daerah pada polygon 1,2,,n (km
2
)







Gambar 2.1 Polygon Thiessen

2.4 Analisa Frekuensi dan Probabilitas
Untuk perencanaan pengendalian banjir diperlukan besarnya debit banjir
rencana pada lokasi yang akan direncanakan. Debit banjir rencana adalah suatu debit
banjir terbesar dengan periode ulang tertentu. Debit banjir rencana dihitung
berdasarkan data curah hujan yang diambil dari beberapa lokasi stasiun pencatat
hujan yang terdapat di sekitar lokasi penelitian.
7

Untuk memperkirakan besarnya curah hujan dengan berbagai periode ulang,
maka dilakukan distribusi probabilitas terhadap data curah hujan. Ada beberapa
metode yang biasa dipergunakan dalam mengestimasi besar curah hujan untuk
berbagai periode ulang, yaitu metode:
a. Distribusi Normal
Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
X
T
=X +K
T
. S (2.2)
X
T
=Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
X =Nilai rata-rata hitung varian
S =Deviasi standar nilai varian
K
T
=Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang. Nilai K
T
dapat dilihat pada tabel Reduksi Gauss.

b. Distribusi Log Normal
Mengubah data X ke dalam bentuk logaritma Y =log X
Y
T
=Y +K
T
. S (2.3)
Y
T
=Perkiraan nilai yang diharapkan terjadi dengan periode ulang T
Y =Nilai rata-rata hitung varian
S =Deviasi standar nilai varian
K
T
=Faktor frekuensi, merupakan fungsi dari peluang atau periode ulang
dan tipe model matematik distribusi peluang yang digunakan untuk analisis
peluang. Nilai K
T
dapat dilihat pada tabel Reduksi Gauss.

c. Distribusi Log Pearson Type III
Pada situasi tertentu, walaupun data yang diperkirakan mengikuti
distribusi sudah di konversi ke dalam bentuk logaritma, ternyata kedekatan
antara data dan teori tidak cukup kuat untuk menjustifikasi pemakaian
distribusi Log Normal.
8

Tiga parameter penting dalam distribusi Log Pearson Type III, yaitu:
harga rata-rata, simpangan baku, dan koefisien kemencengan. Berikut
langkah-langkah penggunaan distribusi Log Pearson Type III.
Ubah data dalam bentuk logaritma Y =log X
Hitung harga rata-rata
=
logX

n
-1
n
(2.4)
Hitung harga simpangan baku
S =
_
logX


n
-1
n 1
(2.5)
Hitung koefisien kemencengan
0 =
(logX

)
3 n
-1
(n 1)(n 2)S
3
(2.6)
Hitung logaritma hujan dengan periode ulang T menggunakan persamaan:
YT =Y +k .S (2.7)
Hitung curah hujan dengan menghitung anti-log Y

2.5 Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana (design flood) adalah debit maksimum di sungai atau
saluran alamiah dengan periode ulang yang sudah ditentukan yang dapat dialirkan
tanpa membahayakan proyek irigasi dan stabilitas bangunan-bangunan disekitarnya.
Metode perhitungan dilakukan dengan berbagai metode bergantung data-data yang
tersedia dan karakteristik data yang ada.
Perhitungan debit banjir dimaksudkan sebagai pegangan pokok dalam
merencanakan banjir untuk mendesain bangunan air, sehingga akan di dapat debit
banjir rencana yang andal dan terpercaya. Menurut SNI 03-2415-1991, perhitungan
9

debit banir rencana dapat dilakukan dengan berbagai metode, antara lain: Metode
Persamaan Rasional (Susrodarsono & Takeda, 1984) dan Metode Hidrograf Satuan
Sintetik (Gama-I dan Nakayasu).
2.5.1 Persamaan Rasional

=
C.I.A
3,6
=0,278 C.I.A (2.8)
I =
R
24
24
x _
24
I
_
2/ 3
(2.9)
I =
I
w
(2.10)
w =72_
E
I
]
0,6
(2.11)
Qr =Debit maksimum rencana (m
3
/det)
I =Intensitas curah hujan selama konsentrasi (mm/jam)
C =Koefisien run off
A =Luas daerah aliran (km
2
)
T =Waktu konsentrasi (jam)
W =Kecepatan perambatan (km/jam)
L =Jarak dari hulu sampai hilir (km)
H =Beda tinggi hulu dengan hilir (km)

2.5.2 Hidrograf Satuan Sintetik Gama-I (Sri Harto Br, 1993)
Kajian sifat dasar Hidrograf Satuan Sintetik (HSS) Gama-I adalah hasil
penelitian 30 buah daerah aliran sungai di Pulau J awa. Sifat-sifat daerah aliran sungai
dalam metode HSS Gama-I adalah sebagai berikut:
1. Faktor sumber (source factor, SF) adalah perbandingan antara jumlah
panjang sungai-sungai tingkat satu dengan jumlah panjang sungai semua
tingkat.
10

2. Frekuensi sumber (source frequency, SN) ditetapkan sebagai
perbandingan antara jumlah pangsa sungai semua tingkat.
3. Faktor simetri (symmetri factor, SIM) ditetapkan sebagai hasil kali antara
faktor lebar (WF) dengan lus relatif DPS sebelah hulu (RUA).
4. Faktor lebar (width factor, WF) adalah perbandingan antara lebar DAS
yang diukur dari titik di sungai yang berjarak L dan lebar DPS yang
diukur dari titik di sungai yang berjarak L dari tempat pengukuran.
5. Luas relaif DPS sebelah hulu (realtive upper catchmen area) yaitu
perbandingan antara luas DPS sebelah hulu garis yang ditarik terhadap
garis yang menghubungkan titik tersebut dengan tempat pengukuran
dengan luas DPS.
6. Jumlah pertemuan sungai (number of junction, JN)

Gamma I. untuk X ~A =0,25 L, X ~B =0,75 L, dan WF =WU/WL (2.12)






WL

B


A



X

WU


Gambar 2.2 Model Parameter Karakteritik DAS Metode Gamma I

Rumus-rumus yang digunakan dalam metode HSS Gama-I adalah sebagai
berikut:
B =1,5518N
-0,14991
. A
-0,2725
. SIM
-0,0259
. S
-0,0733
(2.13)
Dimana: N =jumlah stasiun hujan, A =luas DAS (km2), SIM =faktor simetri, S =
landai sungai rata-rata, dan B =koefisien reduksi.
11


Menghitung waktu puncak HSS Gama-I (t
r
) dengan rumus berikut:
t
r
=0,43 ( L / 100SF )
3
+1,0665 SIM +1,277 (2.14)
Dimana: t
r
=waktu naik (jam), L =panjang sungai induk (km), SF =faktor sumber,
dan SIM =faktor simetri.


Menghitung debit puncak banjir HSS Gama-I (Q
p
) dengan rumus berikut:
Q
p
=0,1836 A
0,5886
. JN
0,2381
. t
r
-0,4008
(2.15)
Dimana: Q
p
=debit puncak (m
3
/det), JN =jumlah pertemuan sungai, dan t
r
=waktu
naik (jam).

Menghitung waktu dasar pada metode HSS Gama-I (t
b
) dengan rumus berikut:
t
b
=27,4132 t
r
0,1457
. S
-0,0986
. SN
0,7344
. RUA
0,2574
(2.16)
Dimana: S =landai sungai rata-rata, SN =frekuensi sumber, dan RUA =luas relatif
DPS sebelah hulu (km
2
).

Menghitung koefisien resesi (K) pada metode ini dihitung dengan rumus:
K =0,5671 A
0,1798
. S
-0,1446
. SF
-1,0897
. D
0,0452
(2.17)
Dimana: K =koefisen tampungan (jam), A =luas DPS (km
2
), S =landai sungai rata-
rata, SF =faktor sumber, dan D =kerapatan jaringan kuras (km/km
2
).

Menghitung aliran dasar sungai dihitung dengan rumus:
Q
B
=0,4751 A
0,6444
. D
0,9430
(2.18)
Dimana: Q
B
=aliran dasar (m
3
/det), A =luas DPS (km
2
), dan D =kerapatan jaringan
kuras (km/km
2
).


12

Hidrograf satuan secara sederhana dapat disajikan dengan ke empat sifat
dasarnya yang masing-masing diseperti grafik dibawah ini.


Q (m
3
/det)




Qp



TR t (jam)
TB

Gambar 2.3 Hidrograf Satuan

1. Waktu naik (time of rise, TR) yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf
mulai naik sampai terjadinya debit puncak.
2. Debit puncak (peak discharge, QP)
3. Waktu dasar (base time, TB) yaitu waktu yang diukur dari saat hidrograf
mulai naik sampai berakhirnya limpasan langsung atau debit sama dengan
nol.
4. Koefisien tampungan (storage coefficient) yang menunjukkan kemampuan
DAS dalam funsinya sebagai tampungan air.


2.5.3 Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
Nakayasu (1950) telah menyelidiki hidrograf satuan di Jepang dan
memberikan seperangkat persamaan untuk membentuk suatu hidrograf satuan sebagai
berikut:


13










Gambar 2.4 Kurva Hidrograf Satuan Sintetik Nakayasu
1. Waktu kelambatan (t
g
)
Untuk L >15 km ; t
g
=0,4 +0,058 L (2.19)
Untuk L <15 km ; t
g
=0,21 L
0,7
(2.20)
2. Waktu puncak dan debit puncak hidrograf satuan sintetik
t
p
=t
g
+0,8 t
r
(2.21)
3. Waktu saat debit sama dengan 0,3 kali debit puncak
t
0,3
= x t
g
(2.22)
4. Waktu puncak
t
p
=t
g
+0,8 t
r
(2.23)
5. Debit puncak hidrograf satuan sintetik

p
=
1
2,6
x A x R
0
x
1
(0,3t
p
x t
0,3
)
(2.24)
6. Bagian lengkung naik (0 <t <t
p
)
=
p
x _
t
t
p
_
2,4
(2.25)
7. Bagian lengkung turun
J ika t
p
<t <t
0,3

14

=
p
x 0,3
t-t
p
t
0,3
(2.26)
J ika t
p
>t >t
0,3

=
p
x 0,3
t-t
p
+0,5t
0,3
1,5t
0,3
(2.27)
J ika t >1,5 t
0,3

=
p
x 0,3
t-t
p
+1,5t
0,3
2t
0,3
(2.28)















15

III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Survei dan Studi Literatur
Dikarenakan setiap lokasi memiliki ciri-ciri atau karakteristik yang tidak sama
dengan daerah lainnya, maka gambaran mengenai kondisi daerah yang akan di survei
merupakan dasar dalam perhitungan debit maksimum rencana di Sungai Babura.
Tujuannya adalah mengetahui situasi serta kondisi daerah tersebut sedangkan studi
literatur menitikberatkan kepada buku-buku panduan dan jurnal guna pendalaman
materi.

3.2 Pengumpulan Data
Data-data yang dibutuhkan untuk mendukung penelitian tugas akhir ini antara
lain berupa data curah hujan maksimum tahunan tiap-tiap stasiun, peta DAS Babura,
peta stasiun.

3.3 Analisa Perhitungan Data
Dari data-data yang telah diperoleh akan dilakukan perhitungan dan analisa
untuk mendapatkan hasil yang dikehendaki. Perhitungan dan analisa tersebut
mencakup:
Analisa luasan daerah tangkapan hujan (catchment area) Sungai Babura
menggunakan Metode Thiessen.
Perhitungan prediksi curah hujan maksimum yang mungkin terjadi dengan
menggunakan metode analisa frekuensi, antara lain: Distribusi Normal,
Distribusi Log Normal, dan Distribusi Log Pearson Type III.
Perhitungan prediksi debit banjir rencana maksimum dengan menggunakan
Persamaan Rasional, Hidrograf Satuan Sintetik Gama-I dan Nakayasu.
Perhitungan prediksi debit banjir rencana maksimum yang mungkin terjadi
pada periode ulang 2, 3, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.


16

3.4 Bagan Alir Penelitian
Adapun kerangka pikir dari penelitian ini dapat dijelaskan pada bagan alir
berikut ini:

































Gambar 3.1 Bagan Alir Penelitian
Pengumpulan Data
1. Curah Hujan Tahunan Maksimum
2. Peta Stasiun
3. Peta DAS
4. Peta Kota Medan
Analisa Frekuensi dan Probabilitas:
1. Distribusi Normal
2. Distribusi Log Normal
3. Distribusi Log Pearson Type III
:
Menghitung luasan
catchment area dengan
Metode Poligon Thiessen
Analisa Debit Banjir Rencana:
1. Persamaan Rasional
2. HSS Gama-I
3. HSS Nakayasu
Kesimpulan dan Saran
Identifikasi
Masalah
Studi Pustaka
Mulai
Selesai
17

IV. SISTEMATIKA PENELITIAN
Sistematika penulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran secara garis
besar isi setiap yang akan dibahas sebagai berikut:
BAB I. PENDAHULUAN
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
BAB IV. ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

V. JADWAL PENELITIAN

No. Kegiatan
Bulan Ke-
1 2 3 4 5
1 Pengajuan Judul
2 Penyusunan dan Evaluasi
3 Pelaksanaan Penelitian
4 Pengolahan dan Penyusunan Laporan
5 Evaluasi
6 Seminar Hasil Pembahasan

Anda mungkin juga menyukai