Anda di halaman 1dari 42

Laporan Kasus

Purpura Trombositopenia Idiopatik Akut

Oleh : Azizah Asmar NIM. I1A007038

Pembimbing Dr. Edi Hartoyo, Sp.A

BAGIAN/SMF ILMU KESEHATAN ANAK FK UNLAM RSUD ULIN BANJARMASIN November, 2011

BAB I PENDAHULUAN

ITP (idiophatic thrombocytopenic purpura) adalah kelainan akibat trombositopenia yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik), tetapi sekarang diketahui bahwa sebagian besar kelainan ini disebabkan oleh proses imun karena itu disebut juga sebagai autoimmune thrombocytopenic purpura (1,2). The American Society of Hematology 2011

mendefinisikan ITP sebagai kelainan autoimun yang dicirikan dengan destruksi immunologis terhadap trombosit normal yang biasanya terjadi terhadap stimulus yang tidak diketahui (2). ITP dicirikan dengan trombositopenia persisten (trombosit < 150 x 109/ L) (4). Kelainan ini dahulu dianggap merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan (5). ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas (5). Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan di antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina, 2

sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5). Awitan PTI biasanya akut dengan gambaran ekimosis, petekie, epistaksis, atau gejala perdarahan lain. Biasanya secara klinis tidak dijumpai kelainan lain (6). Sering terjadi 1-3 minggu setelah infeksi saluran nafas atas. Timbul becak petekie yang tersebar luas, kemudian berkembang menjadi titik-titik purpura kecil. Mungkin terdapat perdarahan dari hidung atau dalam membran mukosa. Jarang didapatkan perdarahan intrakranial yang serius (7). Kelainan pada kulit tidak disertai eritema, pembengkakan, atau peradangan (5). Perjalanan penyakit ITP dapat bersifat akut dan kemudian menghilang sendiri (self limited) atau menahun dengan atau tanpa remisi dan kambuh (5). Umumnya penyembuhan penyakit ini baik. Tujuh puluh lima persen anak mengalami penyembuhan sempurna dalam satu bulan. Transfusi trombosit dan darah jarang diperlukan. Kortikosteroid mengurangi risiko perdarahan masif. Splenektomi dilakukan pada sejumlah kecil anak yang mengalami trombositopenia persisten atau berulang (7). Pada laporan kasus ini, akan dibahas tentang ITP yang ditemukan pada seorang bayi perempuan berusia 4,5 bulan, yang dirawat di Ruang Anak RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 5 November 2010 sampai 12 November 2011.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

I.

ITP

Definisi Purpura trombositopenia idiopatik ialah suatu keadaan perdarahan berupa petekie atau ekimosis di kulit ataupun selaput lendir dan berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena sebab yang tidak diketahui. PTI pada anak yang tersering terjadi antara umur 2-8 tahun, lebih sering pada wanita (7). Kelainan ini dahulu dianggap

merupakan suatu golongan penyakit dan disebut dengan berbagai nama misalnya morbus makulosus Werlhofi, sindrom hemogenik, purpura trombositolitik. Disebut idiopatik ialah untuk membedakan dengan kelainan hematologis lain seperti misalnya anemia, kelainan leukosit. Pada ITP biasanya tidak disertai anemia atau kelainan lainnya kecuali bila banyak darah yang hilang karena perdarahan (5). ITP lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas (5). Etiologi Etilologi ITP belum diketahui secara pasti, tetapi ditemukan berbagai kemungkinan di antaranya ialah hipersplenisme, infeksi virus (demam berdarah, morbili, varisela, dan

sebagainya), intoksikasi makanan atau obat (asetosal, PAS, fenilbutazon, diamox, kina, sedormid) atau bahan kimia, pengaruh fisis (radiasi, panas), kekurangan faktor pematangan (misalnya malnutrisi), DIC (misalnya pada DSS, leukimia, ARDS pada bayi) (5). Hal ini diketahui dengan ditemukannya zat anti terhadap trombosit dalam darah penderita. Pada neonates kadang-kadang ditemukan trombositopenia neonatal yang disebabkan inkompatibilitas golongan darah trombosit antara ibu dan bayi (isoimunisasi). Prinsip patogenesisnya sama dengan inkompatibilitas rhesus atau ABO (5). Jenis antibodi trombosit yang sering ditemukan pada kasus yang mempunyai dasar imunologis ialah anti P1E1 dan anti P1E2. Mencari kemungkinan penyebab ITP ini penting untuk menentukan pengobatan, penilaian pengobatan dan prognosis (5). Dalam Guidline 2011 dari American Society of Hematology disebutkan (4):

Klasifikasi Secara klinik dibagi menjadi 2 kelompok berdasarkan durasi trombositopenia, yaitu (1, 2): 5

ITP akut ITP akut jika tidak lebih dari enam bulan (2). ITP akut lebih sering terjadi pada anak, setelah infeksi virus akut atau vaksinasi, sebagian besar sembuh spontan, tetapi 5-10 % berkembang menjadi kronik (berlangsung lebih dari 6 bulan). Diagnosis sebagian besar melalui ekslusi. Jika trombosit lebih dari 20 x 109/l tidak diperlukan terapi khusus. Jika trombosit kurang dari 20 x 109/l dapat diberikan steroid atau immunoglobulin intravena.

ITP kronik ITP kronik terutama dijumpai pada wanita umur 15-50 tahun. Perjalanan penyakit bersifat kronik, hilang timbul berbulan-bulan atau bertahun-tahun. Jarang mengalami kesembuhan spontan.

Distribusi Lebih sering dijumpai pada anak dan dewasa muda. Pada anak yang tersering ialah di antara umur 2-8 tahun. Lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki (perbandingan berkisar di antara 4:3 dan 2:1 serta akan menjadi lebih nyata setelah pubertas) (5). Patogenesis Purpura trombositopenik autoimun masa kanak-kanak (ITP masa kanak-kanak) merupakan kelainan yang lazim pada anak yang biasanya menyertai infeksi virus akut. ITP pada masa kanak-kanak disebabkan oleh antibodi (IgG atau IgM) yang melekat pada membran trombosit. Keadaan ini menyebabkan destruksi trombosit yang diselubungi

antibodi dalam limpa. Kadang-kadang, ITP dapat merupakan gejala yang muncul pada penyakit autoimun seperti SLE. Sekitar 80% anak mengalami penyembuhan ITP secara spontan dalam 6 bulan sesudah diagnosis. Anak kecil secara khas menunjukkan keadaan ini dalam 1-4 minggu sesudah penyakit virus, dengan petekie, purpura, dan epistaksis yang mulai mendadak. Trombositopenia biasanya berat. Adenopati atau hepatosplenomegali yang bermakna tidak biasa terjadi, dan jumlah eritrosit serta leukosit tetap normal. Diagnosis ITP biasanya tidak memerlukan pemeriksaan sumsum tulang. Namun, jika terdapat temuan-temuan atipik, pemeriksaan sumsum tulang diindikasikan untuk mengesampingkan kelainan infiltrat (misalnya, leukemia) atau proses aplastik (misalnya, anemia aplastik). Pada ITP, pemeriksaan sumsum tulang menunjukkan peningkatan megakariosit dengan elemen eritroid serta mieloid normal (6). Perdarahan serius, terutama perdarahan intracranial, terjadi pada kurang dari 1% pasien dengan ITP. Tetapi jarang diindikasikan untuk hitung trombosit diatas 30.000/mm3. Tetapi tidak memengaruhi keluaran ITP jangka panjang, tetapi dimaksudkan untuk meningkatkan jumlah trombosit secara cepat. Untuk perdarahan klinis atau trombositopenia berat (hitung trombosit <20.000/mm3), pilihan terapeutik adalah prednisone 2-4 mg/kg/24 jam selama 2 minggu, IVIG 1 g/kg/24 jam selama 1-2 hari, atau anti-D IV (WinRho-SD) 50 g/kg/dosis untuk individu Rh-positif. Semua pendekatan ini tampak bekerja dengan mengurangi laju pembersihan trombosit yang tersensitisasi bukannya penurunan produksi antibodi. Pilihan terapi yang optimal adalah kontroversial. Spelenektomi diindikasikan pada ITP akut yang hanya untuk perdarahan yang mengancam jiwa (6).

Pada ITP jumlah trombosit menurun disebabkan oleh trombosit diikat oleh antibodi, terutama IgG. Antibodi terutama ditujukan terhadap gpIIb-IIIa atau Ib. Trombosit yang diselimuti antibodi kemudian difagositir oleh makrofag dalam RES terutama lien, akibatnya akan terjadi trombositopenia. Keadaan ini menyebabkan kompensasi dalam bentuk peningkatan megakariosit dalam sumsum tulang (1). Anemia hemolitik mikroangiopati (microangiopathic hemolytic anemia [MAHA]) biasanya dikaitkan dengan trombositopenia, anemia sekunder akibat destruksi eritrosit intravascular, dan pengosongan faktor pembekuan. Anak dengan MAHA biasanya cukup parah. Pada anak dengan DIC, endapan benang-benang fibrin dalam pembuluh darah dan aktivasi thrombin maupun plasmin menyebabkan kelainan hemostasis dalam cakupan-luas disertai aktivasi dan pembersihan trombosit. Sindrom hemolitik-uremik terjadi akibat pemajanan terhadap toksin yang merangsang terjadinya jejas endotel, pengendapan fibrin, dan aktivasi serta pembersihan trombosit. Pada purpura trombositopenik trombotik, konsumsi trombosit yang dipercepat atau diperberat oleh faktor plasma atau kekurangan faktor penghambat muncul sebagai proses primer, dengan endapan fibrin sedang dan destruksi eritrosit (6). Telah lama diduga bahwa ITP diperantarai oleh autoantibodi, sejak trombositopenia transien terjadi pada neonatus mempengaruhi wanita, kecurigaan ini dikonfirmasi8 dengan perkembanagn dasar trombositopenia transien pada resipien sehat setelah transfer plasma pasif, termasuk fraksi kaya-IgG, dari pasien dengan ITP. Trombosit dilingkupi dengan autoantibodi Ig-G sepanjang reseptor Fc yang diekspresikan oleh jaringan makrofag, umumnya paling banyak di hati dan lien. Sebagai kompensasi terjadi peningkatan jumlah 8

trombosit yang terjadi pad sebagian besar pasien. Produksi trombosit muncul sebagai hasil destruksi intrameduller trombosit yang dilingkupi antibodi oleh makrofag atau inhibisi megakariositpoesis. Jumlah trombopoetin tidak meningkat, gambaran dari megakariosit normal (8). Metode yang digunakan sebelumnya untuk menterapi ITP ditinjau dari berbagai

aspek berbeda pada siklus produksi antibodi dan sensitisasi trombosit, pemebersihan, dan produksi. Skema patogenesis dan titik tangkap masing-masing terapi pada ITP dapat dilihat pada skema berikut (8).

10

Gejala Dapat timbul mendadak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut (5). Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit (5). Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah (bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia, hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada hipersplenisme). Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak (5). Pada ITP menahun, umumnya hanya ditemukan kebiruan atau perdarahan abnormal lain dengan remisi spontan dan eksaserbasi. Remisi yang terjadi umumnya tidaklah sempurna. Harus waspada terhadap kemungkinan ITP menahun sebagai gejala stadium praleukemia (5). 11

Pemeriksaan laboratorium Yang khas ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Bila sebelumnya terdapat perdarahan yang cukup hebat, dapat terjadi anemia mikrositik. Leukosit biasanya normal, tetapi bila terdapat perdarahan hebat dapat terjadi leukositosis ringan dengan pergeseran ke kiri. Pada keadaan yang lama dapat ditemukan limfositosis relatif atau bahkan leucopenia ringan (5). Sumsum tulang biasanya memberikan gambaran yang normal, tetapi jumlah dapat pula bertambah, banyak dijumpai megakariosit muda berinti metamegalialuariosit satu, sitoplasma lebar dan granulasi sedikit (megakariosit yang mengandung trombosit) jarang ditemukan, sehingga terdapat maturation arrest pada stadium megakariosit (5). Sistem lain biasanya normal, kecuali bila terdapat perdarahan hebat maka akan ditemukan hiperaktif sistem eritropoetik. Beberapa penyelidik beranggapan bahwa ditemukannya eosinofil dalam jumlah banyak (lebih dari normal) merupakan petunjuk bahwa prognosis penyakit baik (5). Selain kelainan hematologis di atas, mekanisme pembekuan memberikan kelainan berupa masa perdarahan memanjang. Rumpel-Leede umumnya positif, tetapi masa pembekuan normal, retraksi bekuan abnormal dan prothrombin consumption time memendek. Pemeriksaan lainnya normal (5). Pengobatan 1. ITP akut (5) 12

a. Tanpa pengobatan, karena dapat sembuh secara spontan. b. Pada keadaan yang berat dapat diberikan kortikosteroid (prednisone) peroral dengan atau tanpa transfusi darah. Bila setelah 2 minggu tanpa pengobatan belum terlihat tanda kenaikan jumlah trombosit, dapat dianjurkan pemberian kortikosteroid karena biasanya perjalanan penyakit sudah menjurus kepada ITP menahun c. Pada trombositopenia yang disebabkan oleh DIC, dapat diberikan heparin intravena. Pada pemberian heparin ini sebaiknya selalu disiapkan antidotumnya yakni protamin sulfat. d. Bila keadaan sangat gawat (perdarahan otak) hendaknya diberikan transfuse suspense trombosit. 2. ITP menahun (5) a. Kortikosteroid, diberikan selama 6 bulan. b. Obat imunosupresif (missal 6-merkaptopurin, azatioprin, siklofosfamid). Pemberian obat golongan ini didasarkan atas adanya peranan proses imunologis pada ITP menahun. c. Splenektomi dianjurkan bila tidak diperoleh hasil dengan penambahan obat imunosupresif selama 2-3 bulan. Kasus seperti ini dianggap telah resisten terhadap prednison dan obat imunosupresif, sebagai akibat produksi antiboditerhadap trombosit yang berlebihan oleh limpa. Splenektomi seharusnya dikerjakan dalam waktu 1 tahun sejak permulaan timbulnya penyakit, karena

13

akan memberikan angka remisi sebesar 60-80%. Splenektomi yang dilakukan terlambat hanya memberikan angka remisi sebesar 50% (2). Indikasi splenektomi (5): Resisten setelah pemberoan kombinasi kortikosteroid dan obat

imunosupresif selama 2-3 bulan. Remisis spontan tidak terjadi dalam waktu 6 bulan pemberian kortikosteroid saja dengan gambaran klinis sedang sampai berat. Penderita yang menunjukkan respon terhadap kortikosteroid namun memerlukan dosis yang tinggi untuk mempertahankan keadaan klinis yang baik tanpa adanya perdarahan. Indikasi kontra splenektomi (5) Sebaiknya splenektomi dilakukan setelah anak berumur lebih dari 2 tahun, kerna sebelum umur 2 tahun fungsi limpa terhadap infeksi belum dapat diambil alih oleh alat tubuh yang lain (hati, kelenjar getah bening, timus). Hal ini hendaknya diperhatikan, terutama di negeri yang sedang berkembang karena mortalitas dan morbiditas akibat infeksi masih tinggi. Dosis obat yang dipakai Prednison: 2-5 mg/kgBB/hari peroral. Hati-hati terhadap akibat samping karena pemberian yang lama (tuberkulosis, penambahan kalium dan pengurangan natrium dalam diet, pemberian ACTH pada waktu tertentu) (5). Merkaptopurin: 2,5-5 mg/kgBB/hari peroral

14

Azatioprin (imuran): 2-4 mg/kgBB/hari peroral Siklofosfamid (Endoxan): 2 mg/kgBB/hari peroral Heparin: 1 mg/kgBB intravena, dilanjutkan dengan dosis 1 mg/kgBB perinfus setiap 4 jam sampai tercapai masa pembekuan lebih dari 30 menit (1 mg ekuivalen dengan 100 U).

Protamin sulfat: dosis sama banyaknya dengan jumlah mg heparin yang telah diberikan. Pemberiannya secara intravena.

Transfusi darah: umumnya 10-15ml/kgBB/hari. Dapat diberikan lebih banyak pada perdarahan yang massif.

15

Di bawah ini disajikan tabel ringkasan rekomendasi berdasarkan American Society of Hematology 2011 (4):

16

Berikut ini respon pengobatan pada pasien ITP (4):

Prognosis Pada ITP akut bergantung kepada penyakit primernya. Bila penyakit primernya ringan, 90% akan sembuh secara spontan. Prognosis ITP menahun kurang baik, terutama bila merupakan stadium praleukemia karena akan berakibat fatal. Pada ITP menahun yang bukan merupakan stadium praleukemia, bila dilakukan splenektomi pada waktunya akan didapatkan angka remisi sekitar 90% (5).

17

BAB III LAPORAN KASUS

I.

IDENTITAS 1. Identitas penderita Nama penderita Jenis kelamin Umur 2. Identitas orang tua/wali AYAH : Nama : Tn. Karnadi : By. Ny. Ernawati : Perempuan : 4,5 bulan

Pendidikan : SD Pekerjaan Alamat IBU : Nama : Petani : Jalan Anjir Subarjo RT.21 Desa Jelapat 1 : Ny. Ernawati

Pendidikan : SMP Pekerjaan Alamat : Ibu Rumah Tangga : Jalan Anjir Subarjo RT.21 Desa Jelapat 1

II.

ANAMNESIS Kiriman dari Dengan diagnosa : Sendiri :-

Aloanamnesis dengan : Ibu dan bapak kandung pasien 18

Tanggal 1. Keluhan Utama

: 5 November 2011 : Bintik merah

2. Riwayat penyakit sekarang : Sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, muncul bintik-bintik merah di tangan pasien. Anak kemudian dibawa ke puskesmas dan dikatakan tidak ada masalah dan kemudian anak dibawa pulang tanpa mendapatkan pengobatan. Bintik-bintik merah kemudian menyebar ke lengan, leher, muka, badan, dan kaki pasien dalam waktu beberapa jam. Anak kemudian dibawa orangtua ke RSUD ULIN karena bintik tersebar di seluruh tubuh. Anak tidak ada mengalami demam, mimisan, ataupun perdarahan di tempat lain. Anak juga tidak ada pilek dan batuk. 3. Riwayat penyakit dahulu : Anak tidak pernah menderita sakit seperti ini sebelumnya. Anak ada riwayat batuk dan pilek sejak 1 bulan yang lalu kambuh-kambuhan tetapi tidak ada dibawa berobat. Dalam 1 bulan terakhir anak juga ada riwayat demam tidak terlalu tinggi hilang timbul. 4. Riwayat kehamilan dan persalinan : Riwayat Antenatal : Ibu tidak rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan, ibu tidak pernah

mendapatkan suntikan TT, vitamin dan tambahan zat besi dari bidan. Selama hamil ibu tidak pernah sakit.

Riwayat Natal : 19

Spontan/tidak spontan : Nilai APGAR :

Spontan Setelah dilahirkan bayi tidak langsung menangis sekitar + 5 menit, dan kulit kemerahan

Berat badan lahir Panjang badan lahir Lingkar kepala Penolong Tempat Riwayat Neonatal :

: : : : :

2800 gram Ibu lupa Ibu tidak tahu Perawat Rumah

Anak lahir langsung menangis, anak menangis + 5 menit setelh dilahirkan, tidak ada kebiruan pada bibir, kuku dan badan anak. Tidak ada kuning pada badan anak. Anak tidak ada sakit pada 1 bulan pertama kehidupannya. 5. Riwayat perkembangan : Tiarap Merangkak Duduk Berdiri Berjalan Saat ini : : : : : : mulai bisa tetapi dibantu belum bisa belum bisa belum bisa belum bisa Anak sedang belajar tiarap

20

6. Riwayat imunisasi Nama Dasar (umur dalam hari/bulan) BCG Polio Hepatitis B DPT Campak 2 bulan Ulangan (Umur dalam bulan) -

Kesimpulan : Anak pernah mendapat imunisasi, riwayat imunisasi anak belum lengkap sesuai umur. 7. Makanan : Umur 0 sekarang : anak mendapat ASI sesuai kemauan anak Mulai mendapat makanan tambahan bubur SUN sejak usia dua bulan tiga kali sehari dan tetap mendapat ASI sesuai keinginan anak. Kesimpulan : kualitas dan kuantitas makanan cukup

21

8. Riwayat Keluarga : Ikhtisar keturunan

Ket :

Laki-laki Perempuan Sakit

Susunan keluarga : No 1 2 3 Nama Tn. K Ny. E By.Ny.E Umur 27 tahun 24 tahun 4,5 bulan L/P L P P Keterangan Sehat Sehat Sakit

9. Riwayat Sosial Lingkungan

22

Anak tinggal bersama orang tua, kakek nenek, dan saudara ayah di sebuah rumah kayu berukuran 10 m2 terletak di pinggir sungai dengan 3 kamar, dapur, wc, dan ruang tamu. Ventilasi udara dan cahaya cukup. Jarak rumah dengan tetangga + 1 meter. Keperluan mandi, mencuci, BAK, BAB, memasak dan minum menggunakan air PDAM. Saluran pembuangan WC langsung ke sungai. Pembuangan sampah di tempat sampah. Kesimpulan : kualitas lingkungan kurang baik

III. PEMERIKSAAN FISIK 1. Keadaan umum Kesadaran GCS 2. Pengukuran Tanda vital : Nadi Suhu : 140 kali/menit : 37 C : Tampak sakit sedang : Komposmentis : 456

Respirasi : 45 kali/menit Berat badan Panjang badan 3. Kulit : Warna : 5,5 kg : 62 cm : Sawo matang dengan petekie di seluruh tubuh.

23

Sianosis Hemangiom Turgor Kelembaban Pucat Lain-lain 4. Kepala : Bentuk UUB UUK Lain-lain Rambut : Warna Tebal/tipis

: tidak ada : tidak ada : cepat kembali : cukup : tidak ada : tidak ada : mesosefali : belum menutup, cekung. : belum menutup : : hitam : tipis

Jarang/tidak (distribusi) : tidak merata Alopesia Lain-lain Mata : Palpebra : tidak ada : tidak ada : edem (-/-)

Alis & bulu mata : tidak mudah dicabut Konjungtiva Sklera : anemis (-/-) : ikterik (-/-)

Produksi air mata : cukup Pupil : Diameter : 1 mm/1 mm Simetris : isokor, normal 24

Reflek cahaya Kornea Telinga : Bentuk Sekret Serumen Nyeri Hidung : Bentuk

: (+/+) : jernih/jernih : simetris : tidak ada : minimal : tidak ada : simetris

Pernafasan cuping hidung : tidak ada Epistaksis Sekret Mulut : Bentuk Bibir Gusi : tidak ada : tidak ada : simetris : mukosa bibir basah : - tidak mudah berdarah - pembengkakan tidak ada Gigi-geligi Lidah : Bentuk Pucat/tidak Tremor/tidak Kotor/tidak Warna Faring : Hiperemi Edema : belum tumbuh : normal : tidak pucat : tidak tremor : tidak kotor : kemerahan : tidak ada : tidak ada 25

Membran/pseudomembran : (-) Tonsil : Warna Pembesaran Abses/tidak : kemerahan : tidak ada : tidak ada

Membran/pseudomembran : (-) 5. Leher : Vena Jugularis : Pulsasi : Tekanan : Pembesaran kelenjar leher : Kaku kuduk Masa Tortikolis 6. Toraks : a. Dinding dada/paru : Inspeksi : Bentuk Retraksi Dispnea Pernafasan : simetris : tidak ada : tidak ada : abdominal tidak terlihat tidak meningkat tidak ada

: tidak ada : tidak ada : tidak ada

Palpasi : Fremitus fokal : simetris Perkusi : sonor/sonor Auskultasi : Suara Napas Dasar : Bronkovesikuler

26

Suara Napas Tambahan : Rhonki (-/-), Wheezing (-/-) b. Jantung : Inspeksi : Iktus Palpasi : Apeks Thrill Perkusi: Batas kanan Batas kiri Batas atas Auskultasi : Frekuensi Suara dasar Bising : 142 x/menit : S1 dan S2 tunggal : tidak ada Derajat Lokasi : (-) : (-) : tidak terlihat : tidak teraba : tidak ada : ICS II-IV LPS dextra : ICS II LPS sinistra- ICS V LMK sinistra : ICS II LPS dextra- ICS II LPS sinistra

Punctum max : (-) Penyebaran 7. Abdomen : Inspeksi Palpasi : Bentuk : Hati Lien Ginjal Masa Perkusi : supel : tidak teraba : tidak teraba : tidak teraba : tidak ada : (-)

: Timpani/pekak : timpani 27

Asites

: tidak ada

Auskultasi : bising usus (+) normal 8. Ekstremitas : - Umum - Neurologis Lengan Tanda Kanan Gerakan Tonus Trofi Klonus Refleks Fisiologis Refleks patologis Sensibilitas Tanda
(-)

: akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada,

Tungkai Kiri Bebas Eutoni Eutrofi Kanan Bebas Eutoni Eutrofi Tidak ada KPR (+) APR (+) Babinsky (+) Chaddok (+) Normal Kiri Bebas Eutoni Eutrofi Tidak ada KPR (+) APR (+) Babinsky (+) Chaddok (+) Normal

Bebas
Eutoni Eutrofi

Tidak ada BPR (+) TPR (+) Hoffman (-) Tromner (-) Normal

Tidak ada BPR (+) TPR (+) Hoffman (-) Tromner (-) Normal

(-)

Tidak ada

Tidak ada

meningeal

28

9. Susunan saraf : N. I (olfaktorius) N. II (opticus) N. III (occulomotorius) N. IV (trochlearis) N. V (trigeminus) N. VI (abduscen) N. VII. (fasialis) : Sulit dievaluasi : sulit dievaluasi : Normal : Normal : Normal : Normal : Normal

N. VIII (vestibulopharingeus): sulit dievalusi N. IX (glossopharingeus) N. X (vagus) N. XI (accessorius) N. XII (hipoglossus) 10. Genitalia 11. Anus : sulit dievaluasi : sulit dievaluasi : sulit dievluasi : sulit dievaluasi

: Perempuan, tidak ada kelainan : Ada, tidak ada kelaianan

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Hasil HEMATOLOGI Hemoglobin 05/11/10 06/11/10 11/11/2011 Rujukan Satuan

8,6

8,8

11,3

11,0-14,0

g/dl

29

Leukosit Eritrosit Hematokrit Trombosit RDW-CV MCV,MCH,MCHC MCV MCH MCHC HITUNG JENIS - Basofil - Eosinofil - Netrofil - Limfosit - Monosit MID %

6,9 3,51 27,0 16 12,4 77,2 24,5 31,8

8,6 3,71 28,7 19 12,7 77,4 23,7 30,6

12,5 4,32 35,5 208 13,7 82,4 26,1 31,8

4,0-10,5 rb 4,5-6,00 40-50 150-450 11,5-14,7 80-97 27-32 32-38 0-1 1-3 50-70 25-40 3-9 4,0-11,0

/ul Juta/ul Vol% Ribu/ul % Fl Pg % % % % % % %

31,8 59,7 8,5

34,6 58,4 7,0

Hasil Pemeriksaan Apusan Darah Tepi Eritrosit : normokromik normositik Leukosit : kesan jumlah normal, limfositosis, limfosit plasma biru (+), sel muda (-) Trombosit : kesan jumlah menurun, morfologi dalam batas normal. Kesan : Anemia Normokromik normositik + trombositopeni

V.

FOLLOW UP II (7) I (6) III (8) IV (9) V (10) VI (11) VII (12)

Hari Perawatan Perawatan (tanggal) Pemeriksaan Subyektif Demam Mual Muntah Batuk

+ + -

30

Makan/Minum BAB BAK Objekif Tanda vital HR (x/menit) RR (x/menit) T (oC) Pemeriksaan Fisik Kulit Bintik Merah Sianosis Kepala Bentuk Mata Cekung Pern.cuping hidung Mulut Mukosa bibir basah Thorax Retraksi Rhonki Wheezing Cor Bising Abdomen H/L/M Ekstremitas Edema Parese Assesment

-/+ + +

-/+ +

-/+ + +

-/+ + +

-/+ + +

-/+ + +

-/+ + +

130 40 37

128 43 36,6

126 42 36,1

128 41 36,7

126 44 36,8

125 42 36,7

+ mesosef ali -

+ mesosefa li -

< mesosef ali -

< mesosefa li -

< mesosefa li -

< mesose fali Mesosef ali -

+ -/-/(-) teraba ITP akut

+ -/-/(-) teraba ITP akut

+ -/-/(-) teraba ITP akut

+ -/-/(-) teraba ITP akut

-/-/(-) teraba

-/-/(-) teraba ITP akut

-/-/(-) teraba

ITP akut

ITP akut

Planning IVFD D5 NS transfusi PRC 30 cc

+ Pro

+ Post transfusi

+ -

+ -

+ -

31

30 cc transfusi TC 2 kolf pro Post transfusi 1 kolf Pro trnsfusi TC 1 kolf Post transfusi 1 kolf -

Rencana BMP +

Rencana Ditunda karena risiko infeksi tinggi

VI. RESUME Nama Jenis kelamin Umur Berat badan Keluhan utama Uraian : : : : : : By. Ny. E perempuan 4,5 bulan 5,5 bintik merah

1 hari SMRS muncul bintik merah dimulai dari tangan kemudian menyebar ke seluruh tubuh demam (-), batuk (-), pilek (-), perdaraham gusi (-), mimisan (-) Ada riwayat batuk dan pilek kambuh-kambuhan 1 bulan terakhir. Ada riwayat demam tidak terlalu tinggi baik turun kambuh-kambuhan.

Pemeriksaan Fisik

32

Keadaan umum Kesadaran GCS Denyut Nadi Pernafasan Suhu Kulit Kepala

: : : : : : : :

Tampak sakit sedang Komposmentis 4-5-6 140 kali/menit 45 kali/menit 37 oC Turgor cepat kembali, kelembaban cukup UUB belum menutup, permukaan cekung. menutup. UUK belum

Mata

Edema palpebrae (-/-), konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), produksi air mata cukup, diameter 1 mm/1 mm

Telinga Hidung Mulut Thorak/paru

: : : :

Simetris, sekret (-/-), serumen minimal Simetris, sekret minimal Simetris, mukosa bibir basah Simetris, retraksi (-), suara nafas bronkovesikuler, ronkhi (-/), wheezing (-/-)

Jantung Abdomen Ekstremitas Susunan saraf Genitalia Anus

: : : : : :

S1 dan S2 tunggal, bising (-) Supel, hepar:lien:ginjal tidak teraba, masa tidak ada Akral hangat, edem tidak ada, parese tidak ada Nervi craniales III-VII dalam batas normal Perempuan, tidak ada kelainan Ada, tidak ada kelainan 33

VII. DIAGNOSIS 1.Diagnosa banding : I. ITP akut II.DHF III. Morbili IV. Varicella 2. Diagnosa kerja : 3. Status gizi : ITP akut CDC 2000 = 5,5/6,5 X 100% = 84 % (mild malnutrition) BB/U = 0-2 = normal PB/U = 0-2 = normal BB/PB = -1 - -2 = normal VIII. PENATALAKSANAAN IVFD D5 NS 6 tetes/ menit Transfusi TC 1 kolf Transfusi PRC 30 cc IX. USULAN PEMERIKSAAN X. Pemeriksaan SI dan TIBC

PROGNOSIS Quo ad vitam : Dubia ad bonam

Quo ad functionam : Dubia ad bonam Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam

34

XI. PENCEGAHAN Asupan Makanan yang bergizi dengan tetap memberikan ASI Cegah infeksi virus dengan menghindarkan anak kontak dengan anggota keluarga yang sedang sakit.

35

BAB IV PEMBAHASAN

Dilaporkan seorang bayi perempuan berumur 4,5 bulan dengan berat 5,5 kg dan panjang 62 cm yang dirawat di ruang anak RSUD Ulin Banjarmasin dari tanggal 5 November 2011 sampai 12 November 2011 dengan diagnosa ITP akut. Diagnosis ITP akut didasarkan atas anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Pada kasus ini diagnosa ITP akut, ditegakkan berdasarkan: 1. Anamnesis Onsetnya akut, sering terjadi 1-3 minggu setelah infeksi saluran nafas atas. Hal ini sesuai dengan anamnesis (9). Pada kasus ini terjadi akut dan ada riwayat batuk dan pilek dalamn satu bulan terakhir. Dapat timbul menda dak, terutama pada anak, tetapi dapat pula hanya berupa kebiruan atau epistaksis selama jangka waktu yang berbeda-beda. Tidak jarang terjadi gejala timbul setelah suatu peradangan atau infeksi saluran nafas bagian atas akut (5). Kelainan yang paling sering ditemukan ialah petekie dan kemudian ekimosis yang dapat tersebar di seluruh tubuh. Keadaan ini kadang-kadang dapat dijumpai pada selaput lender terutama hidung dan mulut sehingga dapat terjadi epistaksis dan perdarahan gusi dan bahkan dapat timbul tanpa kelainan kulit (5).

36

Dari hasil anamnesis pada kasus ini, ditemukan gejala yang mendukung diagnosis ITP akut, yaitu: Terdapat petekie di seluruh tubuh tanpa disertai manifestasi perdarahan lain. Riwayat ISPA dalam 1 bulan terakhir.

2. Pemeriksaan Fisik Pada ITP akut dan berat dapat timbul pula pada selaput lender yang berisi darah (bula hemoragik). Gejala lainnya ialah perdarahan traktus genitourinarius (menoragia, hematuria); traktus digestivus (hematemesis, melena), pada mata (konjungtiva, retina) dan yang terberat namun agak jarang terjadi ialah perdarahan pada SSP (perdarahan subdural dan lain-lain). Pada pemeriksaan fisis umumnya tidak banyak dijumpai kelainan kecuali adanya petekie dan ekimosis. Pada kira-kira seperlima kasus dapat dijumpai splenomegali ringan (terutama pada hipersplenisme). Akan tetapi, pada kasus ini tidak ditemukan splenomegali. Mungkin pula ditemukan demam ringan bila terdapat perdarahan berat atau perdarahan traktus gastrointestinalis. Renjatan (shock) dapat terjadi bila kehilangan darah banyak (5). Secara klinis ITP dapat dibagi dalam 3 tingkat (9)
Ringan : hanya petekia. Sedang : ekimosis, epistaksis dan gross hematuria. Berat : purpura berat, atau perdarahan retina. Pada pasien ini tergolong ITP ringan.

37

3. Pemeriksaan Penunjang Pada ITP dapat dijumpai kelainan laboratorium berupa : Darah tepi : trombosit paling sering antara 10.000/50.000/mm3 (1) Sumsum tulang: jumlah megakariosit meningkat disertai inti banyak (multinuclearity) disertai lobulasi (1) Imunologi: adanya antiplatelet Ig G pada permukaan trombosit atau dalam serum. Yang lebih spesifik adalah antibodi terhadap gpHb/IIIa atau gpIb (1) anemia normositik, bila lama dapat berjenis mikrositik hipokromik (7).

Pemeriksaan laboratorium yang khas pada ITP ialah trombositopenia. Jumlah trombosit dapat mencapai nol. Anemia biasanya normositik dan sesuai dengan jumlah darah yang hilang. Bila telah berlangsung lama maka dapat berjenis mikrositik hipokromik. Pada pasien ini dilakukan pemeriksaan laboratorium menunjukkan trombositopenia (19.000 ribu/ul) yang mendukung diagnosis. Hasil laboratorium juga menunjukkan anemia normositik normokromik sesuai teori. Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (6). Oleh karena itu, pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan BMP. Akan tetapi, jawaban konsulen dari spesialis patologi klinik menyatakan pasien belum ada indikasi BMP dan mengingat risiko infeksi cukup besar.

38

Diagnosis banding disingkirkan berdasarkan anamnesa. Dari anamnesa pasien tidak ada demam dan gejala prodromal lain yang menyingkirkan DBD yang berdasarkan kriteria WHO 1997 harus memenuhi kriteria dibawah ini (10): Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari, biasanya bifasik. Terdapat minimal satu dari manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif, petekie, ekimosis, atau purpura, perdarahan mukosa (tersering epistaksis atauperdarahan gusi), atau perdarahan dari tempat lain, hematemesis atau melena. Trombositopenia (jumlah trombosit < 100.000/ml) Terdapat minimal satu tanda-tansa plasma leakage (kebocoran plasma) sebagai berikut: peningkatan hematokrit > 20 % dibandingkan standar sesuai dengan umur dan jenis kelamin, penurunanhematokrit > 20 % setelah mendapat terapi cairan, dibandingkan dengan nilai hematokrit sebelumnya, tanda kebocoran plasma seperti : efusi pleura, ascites, hipoproteinemia, atau hiponatremia. Pada kasus, kriteria WHO hanya terpenuhi dua yaitu manifestasi perdarahan berupa petekie dan trombositopenia. Untuk diagnosis varicella disingkirkan dengan tidak adanya gejala prodromal 1 hari sebelum ruam muncul dan sebaran lesi yang tidak menyebar secara sentrifugal dari muka, kulit kepala, menyebar ke badan dan ekstremitas. Pada pasien ini ruam tersebar dimulai dari tangan . Untuk diagnosis morbili disingkirkan karena tidak ada manifestasi prodromal ruam

selama tiga hari pertama berupa batuk, pilek, dan konjungtivitis. Pada morbili, 39

dimulai dari kepala, (sering di atas garis rambut), dan menyebar ke seluruh bagian tubuh dalam 24 jam secara menurun, pada pasien ini muncul petekie pertama kali di tangan (10). Pemeriksaan punksi sumsum tulang merupakan pemeriksaan yang penting untuk membedakan dengan penyebab trombositopenia lain, seperti Anemia Aplastik, Leukemia Limfatik Akut, dan Purpura Trombositopenik Trombotik (11). Oleh karena itu, pada pasien ini direncanakan untuk dilakukan BMP. Pada kasus ini, diberikan terapi berupa IVFD D5 NS , transfusi TC 1 kolf , dan PRC 30 cc. IVFD D5 NS diberikan sebagai kebutuhan rumatan cairan bayi sesuai rumus Derro. Kebutuhan cairan = 5,5 X 105/ 96 = 6,02 tetes/menit. Transfusi TC 1 diberikan sesuai perhitungan : Transfusi = 1/13 x BB x 3 = 1/13 x 5,5 x 3 = 1,2 = 1-2 kolf. Pada pasien telah diberikan 1 kolf. Transfusi PRC diberikan sesuai dengan perhitungan : Jumlah PRC = diberikan 30 cc. Hb x BB X 4 = (10-8,8) x 5,5 x 4 = 26,4 cc. Pada pasien

40

PENUTUP

Telah dilaporkan sebuah laporan kasus Purpura Trombositopenia pada seorang bayi prempuan berusia 4,5 bulan yang dirawat di Ruang Anak RSUD Ulin Banjarmasin sejak tanggal 5 November 2011- 12 November 2011. Penatalaksanaan yang diberikan selama di ruang anak adalah IVFD D5 NS, transfusi TC 1 kolf, dan PRC 30 cc.

41

DAFTAR PUSTAKA 1. Bakta IM. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta: EGC, 2006. 2. Tepie MAF, Roux GL, Beach KJ, Bennett D, Robinson NJ. Comorbidities of Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: A Population-Based Study 2008;2009:1-12. 3. Neunert C, Lim W, Crowther M, Cohen A, Solberg L, Crowther MA. The American Society of Hematology 2011 evidence-based practice guideline for immune thrombocytopenia. Blood 2011 117: 4190-4207 4. BJH. Guidelines for the investigation and management of idiopathic thrombocytopenic purpura in adults, children and in pregnancy. British Journal of Haematology, 120: 574596. 5. Tim Penyusun FK UI. Ilmu Kesehatan Anak Buku Kuliah 1. Jakarta : Bagian Ilmu Kesehatan Anak, 2007. 6. Behrman RE, Kliegman RM.Esensi Pediatri Edisi 4.Jakarta:EGC, 2010. 7. Tim Penulis. Kapita Selekta Kedokteran Jilid II. Jakarta : Media Aesculapius, 2000. 8. Cines DB, Blanchette VS. Immune thrombocytopenia purpura. N Engl J Med 2002; 346(13):995-1008 9. Siregar CD. Penggunaan Imunoglobulin Dosis Tinggi pada Purpura Trombositopenik Idiopatik Khronik Anak. Cermin Dunia Kedokt. 1993; 86: 279. 10. Kementrian Kesehatan RI. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta : Depkes, 2010. 11. Meadow R, Newell S. Lecture Notes Pediatrica. Jakarta: Erlangga, 2005.

42

Anda mungkin juga menyukai