Anda di halaman 1dari 20

NASKAH PUBLIKASI

PERBEDAAN STATUS EMOSI SISWA SD


PENDERITA GONDOK DAN BUKAN PENDERITA
GONDOK
DI DAERAH ENDEMIK GAKI
KECAMATAN CANGKRINGAN KABUPATEN
SLEMAN
YOGYAKARTA
(Suatu Studi Awal)

Disusun Oleh :

DIDIK HARIYADI
04/182948/EKU/00137

PROGRAM STUDI GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2006
LEMBAR PENGESAHAN

NASKAH PUBLIKASI KARYA TULIS ILMIAH

Perbedaan Status Emosi Siswa SD Penderita Gondok dan Bukan Penderita


Gondok di Daerah Endemik GAKI Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
Yogyakarta
(Suatu Studi Awal)

Disusun Oleh :
DIDIK HARIYADI
04/182948/EKU/00137

Telah dipertahankan di depan Dewan Penguji Pada tanggal 18 Januari 2006

SUSUNAN DEWAN PENGUJI

Ketua

Toto Sudargo, SKM, M.Kes tanggal Januari 2006


NIP. 140 175 155

Anggota

Dra. Indria L. Gamayanti, M.Si tanggal Januari 2006


NIP. 140 236 085

Anggota

Dhuto Widagdo, SKM, M.Kes tanggal Januari 2006


NIP. 140 211 476

Mengetahui
Wakil Dekan Bidang Pendidikan dan Kemahasiswaan Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,

dr. Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc, Ph.D


NIP : 131 860 994
1

INTISARI

Perbedaan Status Emosi Siswa SD Penderita Gondok dengan Bukan


Penderita Gondok di Kecamatan Cangkringan Kabupaten Sleman
Yogyakarta
(Suatu Studi Awal)

Didik Hariyadi1), Toto Sudargo2), Indria L. Gamayanti2)

Latar Belakang : Kecamatan Cangkringan merupakan daerah endemik berat


GAKI dengan angka TGR mencapai 39,5 %. Dampak yang ditimbulkan akibat
GAKI diantaranya adalah defisiensi mental, defek psikomotorik, tingkat
kecerdasan, penurunanI
Q point
,dank r
eti
nneurologi
ktermas uk”minimal brain
damage”

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui perbedaan status emosi siswa SD


penderita gondok dan bukan penderita gondok di wilayah kecamatan
Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta.

Metode Penelitian : Jenis penelitian observasional dengan rancangan cross-


sectional. Lokasi penelitian diambil di kecamatan Cangkringan kabupaten
Sleman Yogyakarta. Sampel penelitian adalah siswa SD yang belum diintervensi
program GAKI dengan kriteria inklusi siswa tidak menderita penyakit kronis,
siswa SD kelas III, IV, V dan VI. Sampel dikelompokkan menjadi 2, yaitu
kelompok studi adalah siswa penderita gondok dan kelompok kontrol adalah
siswa bukan penderita gondok. Analisis statistik menggunakan uji chi-square.

Hasil : Status emosi positif pada kelompok studi mencapai 67,9 % dan status
emosi negatif 7,5 %, sedangkan pada kelompok kontrol status emosi positif
sebesar 94,5 dan status emosi negatif 6,8 %. Hasil analisis statistik dengan uji
chi-square diketahui tidak terdapat perbedaan status emosi yang signifikan (p >
0,05) antara siswa penderita gondok dan bukan penderita gondok.

Kesimpulan : Tidak terdapat perbedaan status emosi antara siswa penderita


gondok dan bukan penderita gondok. Perlu penelitian lebih lanjut berkaitan
dengan status emosi dan gondok.

Katakunci : GAKI, Status emosi, Siswa SD.

1)
Mahasiswa Program Studi Gizi Kesehatan FK-UGM Yogyakarta
2)
Dosen Program Studi Gizi Kesehatan FK-UGM Yogyakarta
1

A. Pendahuluan

Defisiensi iodium adalah penyebab paling mendasar pada pelemahan


mental dan mempunyai efek serius pada perkembangan fisik anak-anak, angka
kematian anak dan ganguan pada reproduksi wanita yang ditandai oleh
meningkatnya angka aborsi, kematian bayi lahir serta kelainan sejak lahir
(Hetzel, 1983), beberapa gejala klinis hipotiroid pada neonatal dengan kerusakan
sistem saraf adalah lamban (mental dan fisik), retardasi mental, disfungsi
serebelum (pada bayi) dan tuli (kretin endemik dan Penr
ed’
ssyndr
om) (Igo RP,
1990 dalam Rustama, 2001).

Salah satu aspek penting dari kekurangan iodium adalah pengaruhnya


terhadap perkembangan otak yang berakibat defisiensi mental dan defek
psikomotor (Widodo, 2004) dan yang sangat mengkhawatirkan adalah akibat
negatif terhadap susunan syaraf pusat yang berdampak pada kecerdasan dan
perkembangan sosial (Standbury, 1993) serta penurunan IQ point, dimana setiap
penderita gondok mengalami defisit 50 IQ point dan pada penderita kretin defisit
mencapai 50 IQ point sedangkan pada penderita GAKI (Gangguan Akibat
Kekurangan Iodium) yang tidak menderita gondok dan kretin defisit mencapai 10
IQ point (Delong, dkk., 1993; Querido, 1993 dalam Thaha, 2003) dan pada
kej
adi
an kr
eti
n neur
ologi
kter
mas
uk ”
Mini
malBr
ain Damage” tidak dapat
dikoreksi lagi (irreversibel) sedangkan pada spektrum luas GAKI dengan
pemberian iodium yang adekuat dan kontinyu dapat dikoreksi (reversibel)
(Djokomoeljanto, 2000).

Dalam suatu penelitian observasional diketahui bahwa anak usia sekolah


yang tinggal didaerah defisiensi iodium mengalami penurunan tingkat IQ,
penurunan kognitif dan fungsi motorik dibandingkan dengan anak usia sekolah
yang tinggal di daerah yang cukup iodium ( Azizi dkk., 1993 dan 1995; Bleichrodt
dkk., 1987; Boyages dkk., 1989; Fenzi dkk., 1990; Querido dkk., 1979; Tiwari
dkk., 1996, Vermiglio dkk., 1990 dalam Thaha, 2003).

Hipotiroid pada anak-anak ditandai dengan adanya retardasi


pertumbuhan dan retardasi mental. Pasien dengan hipotiroid menunjukkan
gambaran klinis depresi berat yang terus berlanjut menjadi kestabilan emosional
atau bahkan jelas-jelas psikosa paranoid. Pada kasus seperti ini, pemeriksaan
diagnostik akan memastikan atau menyingkirkan hipotiroid sebagai faktor
penunjang. (Greenspan dan Baxter, 2000)
2

Emosi merupakan faktor dominan yang mempengaruhi tingkah laku


individu, dalam hal ini termasuk pula perilaku belajar. Emosi yang positif, seperti
perasaan senang, begairah, bersemangat atau rasa ingin tahu akan
mempengaruhi individu untuk mengkonsentrasikan dirinya terhadap aktivitas
belajar, seperti memperhatikan penjelasan guru, membaca buku, aktif dalam
berdiskusi, mengerjakan tugas, dan disiplin dalam belajar. Sebaliknya apabila
yang menyertai proses itu emosi negatif, seperti perasaan tidak senang, kecewa,
tidak bergairah, maka proses belajar akan mengelami hambatan, dalam arti
individu tidak dapat memusatkan perhatiannya untuk belajar sehingga
kemungkinan besar dia akan mengalami kegagalan dalam belajar ( Yusuf LN,
2004).

Dari data survey gondok di kabupaten Sleman pada tahun 2003 terdapat
informasi bahwa TGR tertinggi terdapat di kecamatan Cangkringan yang
merupakan daerah endemik berat yaitu 39,5 %. Tingkat konsumsi goitrogenik di
kabupaten Sleman 67,5 %, sedangkan tingkat konsumsi zat goitrogenik di
kecamatan Cangkringan sebesar 41%.

Berdasarkan latar belakang diatas ada satu permasalahan : Apakah ada


perbedaan status emosi siswa SD penderita gondok dengan bukan penderita
gondok di daerah endemik GAKI kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman
Yogyakarta ?

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui perbedaan status emosi


siswa SD penderita gondok dan bukan penderita gondok di daerah endemik
GAKI kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta.

B. Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan


cross-sectional (Aswin, 1997). Penelitian ini adalah bagian dari penelitian payung
yang berjudul Pengaruh Suplementasi Kapsul Yodium Dan Zinc Terhadap
Ekskresi Yodium Urin, Status Emosi, Kebugaran Kardiorespirasi Dan Faktor-
Faktor Yang Mempengaruhinya Pada Anak Sekolah Dasar Daerah Endemik
Berat Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Kecamatan Cangkringan
Kabupaten Sleman Yogyakarta.
3

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri kecamatan Cangkringan


kabupaten Sleman Yogyakarta dengan kriteria SD Negeri yang belum pernah di
intervensi program penaggulangan GAKI oleh Puskesmas setempat.

Populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD di daerah endemik GAKI


kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta. Sedangkan pemilihan
sampel dan estimasi jumlah sampel adalah sebagai berikut :

Sampel pada kelompok penderita gondok dan kelompok bukan penderita


gondok diambil dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Siswa tidak sedang menderita penyakit kronis.
2. Siswa bertempat tinggal di wilayah endemik GAKI.
3. Siswa duduk di kelas III, IV, kelas V, dan kelas VI.
4. SD penelitian dilaksanakan, belum pernah diintervensi program
penanggulangan GAKI dalam 2 tahun terakhir.
Pengambilan sampel dilakukan dengan cara multistage stratified
purposive random sampling.
Setelah melakukan tahapan pengambilan sampel sebagaimana diatas,
maka diketahui jumlah kelompok penderita gondok sebesar 80 siswa dan
kelompok bukan penderita gondok sebesar 38 siswa.

Peneliti melakukan penjajagan dengan mengadakan studi pendahuluan


sebagai langkah awal untuk mengetahui kelayakan wilayah penelitian.
Sedangkan peijinan akan dibuat setelah pada studi pendahuluan memungkinkan
dan layak untuk dijadikan wilayah penelitian.

Beberapa persiapan alat ukur penelitian dilakukan yaitu kuesioner dan


pedoman observasi dalam bentuk cheklist. Pedoman observasi terdiri dari 9
(sembilan) item, masing-masing 4 item untuk menyatakan status emosi positif
dan 5 item untuk menyatakan status emosi negatif.

Alat ukur yang telah dipersiapkan akan diuji layak tidaknya digunakan
sebagai penelitian, terutama pedoman observasi. Pedoman observasi yang akan
digunakan di uji coba dengan melakukan pengukuran awal pada sampel oleh 4
observer dan 1 observer sebagai gold standard , dalam hal ini yang menjadi gold
standard adalah peneliti. Hasil uji coba diketahui bahwa dari 9 item yang
dipersiapkan tidak semua item dapat diisi oleh observer, sehingga tersisa 8 item,
terdiri dari 3 item untuk pengukuran status emosi positif dan 5 item untuk
pengukuran status emosi negatif. Sedangkan kelayakan observer dalam
4

penelitian ini ditentukan oleh validitas dengan melihat sensitivitas dan spesifisitas
masing-masing observer. Hasil pengukuran sensitivitas dan spesifisitas terlampir

Sebelum pengambilan data dilakukan peneliti melaksanakan registrasi


populasi dan pendataan sebagai dasar dalam penentuan jumlah sampel. Data ini
adalah data sekunder yang diambil dari instansi terkait di wilayah penelitian.

Seleksi dilakukan sesuai dengan kriteria sampel yang ditetapkan dalam


penelitian melalui palpasi, pemeriksaan klinis dan data-data sekunder yang ada
di sekolah, dimana sampel akan diambil.

Tingkat pembesaran akan diukur oleh palpator, sedangkan status emosi


siswa dilaksanakan oleh observer yang telah dilatih sebelumnya.

Pengumpulan data penderita gondok dan bukan penderita gondok diambil


dari hasil seleksi oleh palpator yang dilakukan sebelum pengambilan data
selanjutnya. Data yang telah diambil dibedakan antara kelompok siswa penderita
gondok selanjutnya menjadi kelompok studi dan kelompok siswa bukan penderita
gondok selanjutnya menjadi kelompok kontrol. Dalam penelitian ini terdapat 80
siswa sebagai kelompok studi dan 37 siswa menjadi kelompok kontrol.

Status emosi siswa diambil dari hasil observasi. Sampel penelitian yang
berjumlah 117 siswa diberikan intervensi berupa cerita dan permainan di tempat
yang lapang di luar kelas agar dapat memungkinkan untuk mengadakan interaksi
terhadap cerita dan permainan yang diberikan. Cerita dan permainan yang
diberikan berupa cerita dan permainan anak-anak sebagaimana cerita dan
permaiann yang biasa diberikan pada saat pramuka dan disampaikan oleh
pembina pramuka siswa SD di wilayah kecamatan Cangkringan. Skenario cerita
dan permainan sebagaimana pada lampiran 2. Kegiatan tersebut diabadikan
dalam satu video untuk kemudian dijadikan dokumen data yang diobservasi oleh
observer. Hasil observasi dituangkan dalam lembar cheklist untuk kemudian
dinilai hasilnya sebagai status emosi positif dan status emosi negatif.

Data dianalisis dan diolah dengan komputerisasi yang akan dilakukan


oleh tenaga terlatih dalam mengolah dan menganalisis data untuk menghindari
adanya missing error, baik pada petugas entry data maupun pengolah dan
analisis data.

Analisis statistik yang digunakan adalah dengan mengadakan uji chi-


square pada variabel yang diteliti. Analisis ini dilakukan mengingat skala pada
5

data adalah skala nominal. Untuk data penunjang akan dianalisis secara
deskriptif untuk mengetahui gambaran secara keseluruhan dari data-data
penelitian yang digunakan.

Beberapa keterbatasan dalam penelitian ini adalah :


1. Belum ada standard baku dalam mengukur status emosi anak. Beberapa alat
ukur untuk emosi anak telah banyak dikembangkan, akan tetapi tidak berlaku
secara universal, seperti PANAS-C (Positive Affect Negative Affect for
Children) yang dikembangkan oleh Laurent et al. (1999), CDI (Chi
l
dren’
s
Depression Inventory) dikembangkan oleh Kovacs (1980/1981), ADIS-IV C/P
(Anxiety Disorders Interview Schedule for DSM-IV, Child and Parent
Versions) yang dikembangkan oleh Silverman dan Albano (1996), dan masih
banyak alat-alat ukur lain yang dikembangkan oleh para psikolog,
diantaranya adalah dengan cara observasi.
2. Pengukuran status emosi dilaksanakan oleh observer, sebaiknya pengukuran
secara interrater dengan gold standard seseorang yang telah menguasai
bidang pengamatan terhadap status emosi..
3. Observasi yang dilaksanakan terbatas pada saat dan situasi yang terbatas,
yaitu ketika siswa diberi intervensi cerita dan permainan yang disampaikan
oleh petugas khusus, sehingga pengamatan tidak secara menyeluruh saat
siswa di sekolah di rumah dan di tempat mereka bermain. Beberapa
kelemahan dalam observasi ( Hadi, 1985) adalah :
a. Banyak kejadian-kejadian yang tidak dapat dicapai dengan observasi
langsung, seperti kehidupan pribadi seseorang yang sangat rahasia.
b. Mengetahui jika diselidiki, sampel yang diobservasi mungkin juga untuk
maksud-maksud tertentu dengan sengaja menimbulkan kesan yang
menyenangkan atau sebaliknya.
c. Timbulnya suatu kejadian tidak selalu dapat diramalkan sehingga
observer dapat hadir untuk mengobservasi kejadian itu. Jika penyelidikan
dilakukan terhadap typical behavior, menunggu timbulnya behavior yang
diharapkan secara spontan kerap kali memakan waktu yang panjang
sekali dan sangat membosankan.
d. Tugas observasi menjadi terganggu pada waktu-waktu ada peristiwa-
peristiwa yang tidak terduga-duga.
e. Dibatasi oleh lamanya kelangsungan kejadian yang bersangkutan.
6

C. Hasil dan Pembahasan

Hasil
Jumlah siswa yang mengikuti skrining awal mencapai 218 siswa, terdiri
dari kelas III, IV, V dan kelas VI di 2 SDN yaitu SDN Pangukrejo dan SDN Petung
sesuai dengan kriteria inklusi. Sebanyak 80 siswa dinyatakan penderita gondok
dengan metode palpasi dan selebihnya sebanyak 38 siswa tidak menderita
gondok.

Pada saat penelitian berlangsung, 1 siswa dari kelompok bukan


penderita gondok tidak dapat mengikuti jalannya penelitian, sehingga jumlahnya
berkurang menjadi 37 siswa. Jumlah sample sampai akhir penelitian sebanyak
117 siswa, terdiri dari 80 kelompok penderita gondok dan 37 kelompok bukan
penderita gondok.

Analisis Univariat
Sampel pada penelitian ini adalah siswa SD kelas III, IV, V dan kelas VI
yang tersebar di 2 SD, masing-masing adalah SD Pangukrejo sebanyak 49 (41,9
%) siswa dan SD Petung sebanyak 68 (58,1 %) siswa. Perbedaaan sebaran
jumlah siswa yang diambil sebagai sampel terjadi karena adanya jumlah siswa
kelas III, IV, V dan kelas VI di kedua SD berbeda, yaitu 58 siswa di SD
Pangukrejo dan 75 siswa di SD Petung. Sebaran jumlah siswa yang diambil
sebagai sampel dapat dilihat pada diagram berikut :

41,9%

Pangukrejo
58,1%
Petung

Gambar 1. Distribusi frekuensi jumlah sampel

Kelompok umur sampel terbagi menjadi 2 kelompok, masing-masing


dibawah atau sama dengan 9 tahun sebanyak 37 siswa atau 31,6 % dari total
sampel dan diatas 9 tahun sebanyak 80 siswa atau 68,4 % dari total sampel
penelitian. Pengelompokan ini dilakukan, mengingat sampel adalah siswa SD
kelas III sampai kelas VI dengan range umur berkisar antara 8 tahun sampai 12
tahun.
7

Jenis kelamin laki-laki sampel penelitian lebih besar daripada jenis


kelamin perempuan, yaitu laki-laki mencapai 55,6 % dan perempuan 44,4 % atau
selisih 13 siswa, dimana laki-laki 65 siswa dan perempuan 52 siswa yang
tersebar di kedua SD tempat penelitian dilakukan.

Lama pendidikan yang ditempuh oleh orang tua sampel rata-rata 6 –9


tahun dan perbandingan antara bapak dan ibu sampel yang tidak sekolah, ibu
sampel lebih banyak, mencapai 17 orang sedangkan bapak sampel hanya 4
orang. Jika digambarkan dalam sebuah grafik, maka akan terlihat perbedaan
lama pendidikan antara bapak dan ibu seperti pada gambar 2 dibawah ini :

78 74
80
70
60
50
Jumlah

40
< 6 tahun
30 19 17 6 - 9 tahun
16 12 14
20 > 9 tahun
4
10 Tidak Sekolah

0
Bapak Ibu

Gambar 2. Distribusi frekuensi lama pendidikan orang tua


sampel

Rata-rata pekerjaan orang tua sampel adalah petani/tukang dan sedikit


sekali yang bekerja sebagai pegawai yaitu 17,1 % untuk bapak dan ibu mencapai
10,3 % dan secara jelas dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Distribusi frekuensi pekerjaan orang tua sampel

No. Variabel n %

1. Pekerjaan Bapak
Petani / tukang 97 82,9
Pegawai 20 17,1

2. Pekerjaan Ibu
Petani 87 74,4
Pegawai / usaha 12 10,3
Ibu RT 18 15,4
8

Analisis Bivariat
Hasil analisis bivariat masing-masing variabel penelitian pada kelompok
penderita gondok dan kelompok bukan penderita gondok dengan menggunakan
uji chi square dapat dilihat pada tabel 2.

Jumlah sampel penelitian laki-laki adalah 65 siswa (55,60 %), 51 siswa


(78,50 %) termasuk kelompok penderita gondok dan 14 siswa (21,50 %)
kelompok bukan penderita gondok. Perempuan sebanyak 52 siswa (44,40 %), 29
siswa (55,80 %) menjadi kelompok penderita gondok dan 23 siswa (44,20 %)
kelompok bukan penderita gondok. Hasil uji statistik Chi square menunjukkan
bahwa ada perbedaan yang bermakna jenis kelamin antara kelompok penderita
gondok dan kelompok bukan penderita gondok pada penelitian ini (p < 0,05).

Rata-rata umur sampel penelitian 9 tahun pada kisaran umur antara 6 –


12 tahun. Kelompok umur ≤9t
ahuns
ebany
ak37s
iswa(
31,
6%)
,24s
iswa (64,9
%) diantaranya masuk dalam kelompok penderita gondok dan 13 siswa (35,1 %)
kelompk bukan penderita gondok. Sampel penelitian yang berumur antara > 9
tahun mencapai 80 siswa (68,4 %), 56 siswa (70,0 %) termasuk dalam kelompok
penderita gondok dan 24 siswa (30,0 %) kelompok bukan penderita gondok.

Hasil uji statistik Chi square menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan
yang bermakna umur sampel penelitian antar kelompok penelitian (p > 0,05).

Tingkat pendidikan orang tua sampel, baik pada kelompok penderita


gondok maupun kelompok bukan penderita gondok sebagian besar menempuh
pendidikan selama 6 –9 tahun (antara lulus SD sampai SMP), yaitu untuk bapak
66,70 % dan ibu 63,20 %. Berdasarkan hasil uji Chi square tidak ada perbedaan
yang bermakna tingkat pendidikan bapak maupun ibu sampel antara kelompok
penderita gondok dan kelompok bukan penderita gondok (p > 0,05).

Sebagian besar orang tua sampel penelitian, baik kelompok penderita


gondok maupun kelompok bukan penderita gondok bekerja di bidang
pertanian/pertukangan, yaitu 82,90 % untuk bapak dan 74,40 % untuk ibu.
Berdasarkan hasil uji Chi square tidak ada perbedaan yang bermakna perkerjaan
bapak maupun ibu antar kelompok penelitian (p > 0,05).
9

Tabel 2. Hasil analisis bivariat variabel penelitian*)


Kelompok Penelitian
Variabel Penderita gondok Bukan penderita X2 P
gondok
Asal Sekolah
 SD Petung 44 (55,0 %) 24 (64,9 %)
 SD Panguk Rejo 36 (45,0 %) 13 (35,1 %) 1,011 0,315
Jenis Kelamin
 Laki –laki 51 (63,8 %) 14 (37,8 %)
 Perempuan 29 (36,3 %) 23 (62,2 %) 6,880 0,009
Umur
 Mean 9,79 9,76
 SD 1,37 1,36 0,00 0,989
Pendidikan Bapak
 Tidak sekolah 4 (5,0 %)
 < 6 tahun 11 (13,8 %) 5 (13,5 %)
 6 –9 tahun 55 (68,8 %) 23 (62,2 %)
 > 9 tahun 10 (12,5 %) 9 (24,3 %) 4,194 0,241
Pendidikan Ibu
 Tidak sekolah 8 (10,0 %) 9 (24,3 %)
 < 6 tahun 11 (13,8 %) 1 (2,7 %)
 6 –9 tahun 52 (65,0 %) 22 (59,5 %)
 > 9 tahun 9 (11,3 %) 5 (13,5 %) 6,814 0,078
Pekerjaan Bapak
 Petani / tukang 67 (83,8 %) 30 (81,1 %)
 Pegawai 13 (16,3 %) 7 (18,9 %) 0,127 0,721
Pekerjaan Ibu
 Petani 58 (72,5 %) 29 (78,4 %)
 Pegawai / usaha 9 (11,3 %) 3 (8,1 %)
 Ibu RT 13 (16,3) 5 (13,5 %) 0,484 0,785

*)
Signifikansi 0,05
10

Tabel 3. Hasil analisis bivariat variabel penelitian yang diteliti*)


Kelompok Penelitian
Variabel Penderita gondok Bukan penderita X2 p
gondok
Status Emosi
 Positif 74 (67,9 %) 35 (32,1 %)
 Negatif 6 (75 %) 2 (25 %) 0,174 0,676
1,000**)
*)
Signifikansi 0,05
**)
Fis
her ’
sex ac ttes
t
Hasil analisis bivariat antara kelompok penderita gondok dan kelompok
bukan penderita gondok untuk variabel status emosi siswa secara statistik tidak
ada perbedaan yang bermakna (p > 0,05) dan jumlah kelompok penderita
gondok dengan status emosi positif mencapai 74 siswa atau 67,9 % dari jumlah
siswa dengan status emosi positif, sedangkan jumlah kelompok penderita
gondok dengan status emosi negatif mencapai 6 siswa atau 75 % dari jumlah
siswa dengan status emosi negatif.

Pembahasan

Dalam penentuan kelompok penderita gondok dan bukan penderita


gondok pada sampel penelitian hasil dari seleksi dengan menggunakan metode
palpasi masih dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah, mengingat bahwa
metode palpasi masih mempunyai kepekaan yang sama dengan metode
ultrasonografi yang dianjurkan oleh WHO sebagaimana hasil kesimpulan studi
ThyroMobil di Indonesia (Djokomoeljanto, 2002)

Dari hasil penelitian diatas diketahui bahwa pada semua variabel


karakteristik sampel antara kelompok penderita gondok dengan kelompok bukan
penderita gondok tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p > 0,05), kecuali
pada variabel jenis kelamin (p < 0,05). Hal ini memberikan makna bahwa secara
statistik karakteristik sampel adalah homogen, sehingga dapat mengontrol uji
beda antara kelompok penderita gondok dan kelompok bukan penderita gondok
pada variabel status emosi. Homogenitas karakteristik sampel sangat diperlukan
untuk menghindari faktor perancu. Disamping itu pada penelitian ini hanya
menguji perbedaan 2 variabel status emosi antara penderita gondok dan bukan
penderita gondok.
11

Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square


menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang bermakna ( p > 0,05 ) status
emosi antara penderita gondok dan bukan penderita gondok siswa SD di
kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hipotesis penelitian yang diajukan yaitu ada perbedaan
status emosi siswa SD penderita gondok dan bukan penderita gondok di wilayah
kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta tidak terbukti atau
ditolak. Hal ini memungkinkan mengingat belum ada penelitian yang serupa
sebelumnya berkaitan dengan status emosi dan penderita gondok yang dapat
dijadikan dasar perbandingan penelitian, kecuali penelitian yang berkaitan
dengan spektrum Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) berupa tingginya
kasus apatis, penurunan inisiatif pengamatan, refleks lambat, masalah
koordinasi, susah berbicara, kelelahan, depresi dan kerusakan pada memori
(Hetzel dan Dunn, 1989), defisiensi mental dan defek psikomotor (Widodo,
2004), akibat negatif pada susunan saraf pusat (Standbury, 1993) serta
penur
unan I
Q poi
ntdan kr
eti
n neur
ologi
kter
mas
uk ”
Mini
malbr
ain damage”
(Delong dkk., 1993; Querido, 1993 dalam Thaha, 2003; Djokomoeljanto, 2000)

Pada seleksi sampel untuk menentukan kelompok penderita gondok


dan kelompok bukan penderita gondok hanya membedakan penderita gondok
dan bukan penderita gondok dengan palpasi, sedangkan palpasi tidak dapat
mendeteksi apakah sampel hipotyroid atau hypertyroid, karena pada kedua
keadaan ini bisa terjadi pembesaran kelenjar tyroid yang dapat teraba pada
metode palpasi. Sedangkan pada hipotyroid dan hipertyroid adalah 2 keadaan
yang berbeda terhadap dampak yang ditimbulkan, dimana pada hipotyroid terjadi
efek kelambanan dan pada hipertyroid berdampak pada hiperaktif (Greenspan
dan Baster, 2000) yang merupakan 2 keadaan yang menyebabkan perbedaan
pula pada status emosi. Anak-anak dengan hipotiroid akan menunjukkan
kelambatan dibandingkan dengan usia kronologisnya, baik usia mental maupun
usia biologis dan tidak akan menjadi dewasa dalam arti yang sebenarnya.
(Rustama, 2002)

Hormon tyroid yang mempunyai fungsi merangsang pertumbuhan dan


perkembangan normal serta mengatur sejumlah fungsi homeostasis, ternasuk
produksi energi dan panas (Greenspan dan Baster, 2000) pada penderita gondok
terjadi gangguan sehingga ketidakseimbangan homeostasis akan berdampak
pada perubahan emosi dan sistem saraf otonomik memiliki peranan penting
12

dalam emosi sebagaimna teori James-Lange yang mengatakan bahwa karena


persepsi rangsangan otonomik (dan mungkin perubahan tubuh lain) membentuk
pengalaman suatu emosi, dan karena pengalaman emosi yang berbeda terasa
berbeda, pastilah terdapat pola tersendiri aktivitas otonomik untuk tiap emosi
(Atkinson, dkk., 2004), meskipun teori ini masih menjadi polemik di kalangan ahli
psikologi, terutama kritik yang disampaikan oleh Walter Cannon (1927) terhadap
organ internal yang tidak sensitif dan lambat, perubahan tubuh dan pola
rangsangan otonomik.

Pada penelitian ini tidak diteliti faktor socioemotional processes yang


mempunyai peran yang sangat penting dalam menentukan pola emosi pada
masa anak-anak. Beberapa faktor yang mempengaruhi pola emosi adalah
kecerdasan, jenis kelamin, besarnya keluarga, lingkungan sosial dan metode
latihan atau jenis disiplin, sehingga status emosi hanya dinilai dari satu aspek
yaitu biological processes. Pola emosi pada umumnya berbeda dalam 2 hal,
yaitu jenis situasi yang membangkitkan emosi dan bentuk ungkapannya. Dari
pengalaman anak mengetahui bagaimana anggapan orang lain tentang berbagai
bentuk ungkapan emosional dan sebagaimana perbedaan dalam cara anak
mengungkapkan emosi, jenis situasi yang membangkitkan emosi juga berbeda,
dimana anak yang lebih besar lebih cepat marah kalau dihina daripada anak
yang lebih muda yang tidak sepenuhnya mengerti apa arti komentar yang
sifatnya merendahkan (Hurlock, 1950).

Dalam penelitian ini diketahui bahwa ada perbedaan bermakna jenis


kelamin antara kelompok penderita gondok dan kelompok bukan penderita
gondok (p < 0,05) akan tetapi tidak ada perbedaan bermakna jenis kelamin
dengan status emosi sampel (p > 0,05), sedangkan Hurlock (1950)
mengemukakan bahwa anak laki-laki pada setiap umur mengungkapkan
emosinya dipandang lebih sesuai dengan jenis kelaminnya daripada anak
perempuan, sementara anak perempuan lebih banyak mengalami rasa takut,
khawatir dan perasaan kasih sayang, yaitu emosi yang dipandang sesuai dengan
jenis kelaminnya. Tidak diketahui apakah tidak adanya perbedaan karena faktor
status penderita gondok dan bukan penderita gondok atau faktor lain, seperti
kecerdasan, jenis kelamin, besarnya keluarga, lingkungan sosial dan metode
latihan atau jenis disiplin.
13

Pada penelitian ini dapat menggunakan pendekatan teoritis, khususnya


yang berkaitan dengan status emosi. Sebagaimana dikemukakan oleh Walgito
(2004), bahwa teori mengenai emosi mempunyai titik pijak yang berbeda,
sehingga berkaitan dengan teori emosi dapat dikemukakan 4 hal, yaitu :
1. Teori yang berpijak pada hubungan emosi dengan gejala kejasmanian.
Ada 3 teori terkenal pada kelompok ini, yaitu :
a. Teori James-Lange yang menyatakan bahwa emosi merupakan akibat
atau hasil persepsi dari keadaan jasmani.
b. Teori Cannon-Bard yang mengemukakan bahwa emosi tergantung dari
otak bagian bahwa.
c. Teori Schachter-Singer yang mendasarkan pendapat bahwa emosi
merupakan the interpretation of bodily arousal.
2. Teori yang hanya mencoba mengklasifikasikan dan mendeskripsikan
pengalaman emosional (emotional experiences)
Teori ini hanya mendeskripsikan emosi yang berkaitan dengan emosi
primer (primary emotion) dan hubungannya dengan yang lain.
3. Melihat emosi dalam kaitannya dengan perilaku, dalam hal ini ialah
bagaimana hubungannya dengan motivasi.
4. Teori yang mengaitkan emosi dengan aspek kognitif (Morgan, dkk., 1984)

Perbedaan status emosi pada penderita gondok dan bukan penderita


gondok tidak cukup hanya dilihat dari satu aspek saja. Dari teori-teori yang
dikemukakan diatas diketahui bahwa sesungguhnya emosi mempunyai banyak
dimensi yang harus diteliti. Beberapa diantaranya menganggap bahwa terdapat
sekelompok kecil emosi primer dan tiap emosi tersebut berhubungan dengan
situasi hidup fundamental. Dan pendekatan lain menentukan emosi yang
menekankan pada proses kognitif dan mengkaitkan berbagai kombinasi dimensi
emosi dengan emosi yang spesifik. (Atkinson, 2004)

Pendekatan ini dapat menjelaskan bahwa pada penderita gondok


mempunyai dampak pada spektrum klinis seperti defisiensi mental dan defek
psikomotor (Widodo, 2004), akibat negatif pada susunan saraf pusat (Standbury,
1993) serta penurunan IQ point dan kretin neurologi
kter
mas
uk”
Minimal brain
damage” (Delong dkk., 1993; Querido, 1993 dalam Thaha, 2003;
Djokomoeljanto, 2000) yang tentunya akan mempengaruhi aktifitas otak bagian
bawah dan berhubungan dengan emosi (Teori Cannon-Bard). Namun demikian
penelitian ini tidak menjelaskan aspek klinis dari penderita gondok, tetapi hanya
14

membedakan secara kategorikal siswa penderita gondok dan bukan penderita


gondok.

Secara metodologi, penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan


dan kelemahan sebagaimana dijelaskan pada Bab III, yaitu:
1. Metode pengambilan data dilakukan dengan observasi.
2. Proses pengambilan data dilakukan hanya pada saat tertentu atau
temporer.
3. Dalam memilih stimulus yang digunakan untuk mengetahui status emosi
sampel kurang tepat.
4. Beberapa kelemahan yang lain adalah observer yang dijadikan gold
standard bukan seorang ahli dalam pengamatan status emosi.

Sedangkan emosi dan ungkapan emosi yang dikeluarkan oleh anak


yang lebih besar dapat mengendalikan ungkapan-ungkapan emosi secara
terbuka dan menggunakan katarsis emosi untuk meredakan diri dari emosi-emosi
yang terkekang sebagai akibat dari tekanan sosial untuk mengendalikan
emosinya (Hurlock, 1950).

Crocker dan Angina (1986) dalam Azwar (2004) mengemukakan bahwa


dalam pengukuran psikologi akan dijumpai berbagai permasalahan sebagai
berikut :
1. Tidak ada pendekatan tunggal dalam pengukuran konstrak apapun yang
diterima secara universal.
2. Pengukuran psikologi pada umumnya didasarkan pada sampel perilaku yang
jumlahnya terbatas.
3. Pengukuran selalu mungkin mengandung eror.
4. Satuan dalam skala pengukuran tidak dap[at didefinisikan dengan baik.
5. Konstrak psikologi tidak dapat didefinisikan secara operasional
semata, tapi harus pula menampakkan hubungan dengan konstrak
atau fenomena lain yang dapat diamati.

Kesimpulan
1. Status emosi pada saat pengambilan data siswa SD penderita gondok di
kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta terdiri dari status
emosi positif sebanyak 67,9 % dan siswa dengan status emosi negatif
sebesar 7,5 %.
15

2. Status emosi pada saat pengambilan data siswa SD bukan penderita


gondok di kecamatan Cangkringan kabupaten Sleman Yogyakarta terdiri
dari status emosi positif sebanyak 94,5 % dan siswa dengan status emosi
negatif 6,8 %.
3. Hasil analisis statistik dengan menggunakan uji chi square menunjukkan
tidak ada perbedaan status emosi antara siswa SD penderita gondok dan
bukan penderita gondok.
Saran
1. Perlu penelitian lebih lanjut berkaitan dengan gondok dan status emosi,
terutama berkaitan dengan metodologi penelitian, tinjauan teori maupun
kajian pembahasan yang mendalam.
2. Pengambilan data status emosi tidak dilakukan sesaat, tetapi diambil dari
beberapa situasi dan kondisi yang berbeda.
3. Beberapa faktor yang mempengaruhi status emosi, baik secara biologis
maupun sosial perlu kajian lebih lanjut.
4. Mengingat besarnya spektruk gondok terhadap aspek klinis dan sosial
serta besarnya angka prevalensi gondok di kecamatan Cangkringan,
maka perlu kajian dari berbagai disiplin ilmu untuk menyelesaikan
masalah tersebut.
5. Program komprehensif penanganan masalah gondok perlu ditingkatkan.

Daftar Pustaka

Asmika, (2000). Pola Konsumsi Makanan dan Defisiensi Zinc (Zn) : Kaitannya
dengan Tinggi Badan pada Anak Sekolah Dasar di Desa Gondok
Endemik dan Non Endemik Kabupaten Malang. Program Pascasarjana
Universitas Airlangga.
Atkinson, dkk, (2004), Pengantar Psikologi, Judul asli : Introduction to
Psychology, alih bahasa : Widjaja Kusuma, editor : Lyndon Saputra, ed.
11, Interaksara, Batam Centre.
Almatsier, S. (2001) Prinsip Dasar Ilmu Gizi, PT. Gramedia , Pustaka Utama,
Jakarta
Aswin, Soejono (1997), Metodologi Penelitian Kesehatan, FK-UGM, Yogyakarta.
Burrow, G.N., Jack H.O and Robert.V ,(1989). Thyroid Function and Disease.
Philadelphia: WB. Saunders company
Budiarto, Eko (2003), Metodologi Penelitian Kedokteran, Sebuah Pengantar,
EGC, Jakarta.
16

Chaplin, J.P., (1972), Dictionary of Psychology, Dell Publishing Co. Inc : New
York.
Cornelius, R.R. (1996), The Science of Emotion, Upper Sadlle River, NJ: Prentice
Hall.
Djokomoeljanto R., (2000), Gambaran Spektrum Klinik Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY), Buku Naskah Lengkap Kongres Nasional
PERKENI, Bandung.
Djokomoeljanto R., (2002), Evaluasi Masalah Gangguan Akibat Kurang Yodium
(GAKY) di Indonesia, Jurnal GAKY Indonesia (Indonesian Journal of
IDD), Vol. 3 No. 1., Desember 2002.
Guyton, C.Arthur and Hall, John E. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.
Griffiths, M, (1974), Introduction to Human Physiology, Macmillan Publishing Co.,
Inc., New York; Collier Macmillan Publishers, London.
Greenspan, Francis S. dan Baxter, John D. (2000), Basic and Clinical
Endocrinology, alih bahasa, ed. IV, EGC,Jakarta Huda, Syed N, dkk
(1999), Biochemical Hypothyroidism Secondary to Iodine Deficiency Is
Associated wit Poor School Achievement and Cognition in Bangladeshi
Children, American Society for Nutritional Sciences, Revision accepted,
20 January 1999
Hadi, Sutrisno, (1985), Metodologi Research, Yayasan Penerbitan Fakultas
Psikologi UGM, Yogyakarta.
Hetzel,B.S. (1983), Iodine Deficiency Disorder and Their Eradication, Lacet 12 :
1126 –1129
Hetzel, B.S. and J.T.Dunn, (1989), The Iodine-deficiency Disorders : Their Nature
and Prevention, Annual Review Nutrition 9:21-38.
Hartono, Bambang (2002), Perkembangan Fetus dalam Kondisi Defisiensi
Iodium dan Cukup Iodium, Jurnal GAKY Indonesia, Vol. 1 No. 1, April
2002.
Hurlock, Elizabeth (1950), Child Development, New York. Mc Graw Hill Book
Company. Inc.
Ismadi,S.D dan Wiryatun Lestariana. 1982. Kandungan Senyawa Goitrogenik
(Thiocyanat dan Senyawa yang Dapat Dijadikan Thiocyanat) dalam
Berbagai Makanan. Lembaga Penelitian Universitas Gadjah Mada.
Yogyakarta.
Kanarek, Robin B dan Kaufman, Robin Mark, (1991), Nutrition and Behavior New
Perspectives, Published by Van Nostrand Reinhold, New York.
Lemeshow, Stanley, dkk, (1997), Besar Sampel Dalam Penelitian Kesehatan,
Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Laurent, J., Catanzaro. S. J., dkk, (1999), A Measure of Positive and Negative
Affect for Children : Scale Development and Preliminary Validation,
Psychological Assesment.
17

Mayes, A.P., Daryl K.G., Victor W.R., dkk, dalam terjemahan Iyan.D,(1987).
Har per’
sRevi ewofBi ochemistry. Ed.20. Jakarta: EGC..
Ruz,dkk (1999). Single and Multiple Selenium-Zn-iodine Deficiencies Affect Rat
Thyroid Metabolism and Ultrastructure. J Nutr.129 174-180
Rustama, DS, (2001), Neonatal Hypothyroidism, Disajikan dalam Temu
Nasional GAKY, Semarang 4-5 Nopember 2001.
Rustama, DS, (2002), Hipotiroid Neonatal : Deteksi Dini dan Dampak terhadap
Kualitas Tumbuh Kembang, Disajikan dalam Simposium Endokrinologi
Klinik PERKENI, Bandung 2002.
Sarwono, Sarlito Wirawan, Prof. (2003), Konsultasi : Test EQ?, Sarlito.NET.ms
Sunaryo, Drs., M.Kes, (2004), Psikologi Untuk Keperawatan, EGC, Jakarta.
Sullivan, Kevin M., dkk (1997), Use of Thyroid Stimulating Hormone Testing in
Newborns to Identify Iodine Deficiency, The Journal of Nutrition, Vol.
127 , 1January 1997, page 55 –58.
Susiati Tridajat (1997), Tahap Perkembangan Emosi Anak dan Periode Anak,
Materi PHM di PPLH Seloliman
Seri Ayahbunda. (1997).Mengembangkan Kecerdasan Emosi Anak. Yayasan
Aspirasi Pemuda. Jakarta.
Santrock, John W. (1999), Life-Span Development, ed. VII, University of Texas-
Dallas, McGraw-Hill College, USA.
Walgito, Bimo (2004), Pengantar Psikologi Umum, Penerbit ANDI, Yogyakarta
Widodo, Untung S. (2004) Kelainan Kongenital dan Hambatan Tumbuh Kembang
Anak di Kecamatan Srumbung Kabupaten Magelang, Badan Litbang
Kesehatan, Jakarta.
WHO,(1996). Trace Elements in Human Nutrition and Health. Geneva p.49-62.
Xue-Yi Cao, dkk (1994), Original article : Timing of Vulnerability of the Brain to
Iodine Deficiency in Endemic Cretinism, The New England Journal of
Medicine, Volume 331 : 1739-1744
Yusuf LN, Syamsu, H., DR., M.Pd, Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja,
PT. Remaja Rosdakarya Offset, Bandung.

Anda mungkin juga menyukai