Anda di halaman 1dari 3

BAB III ANALISIS KASUS

Seorang wanita berusia 56 tahun mengeluh kedua matanya kabur saat melihat jauh dan dekat. Keluhan tersebut dirasakan sejak 6 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluh mata mudah lelah saat membaca dan kepala pusing saat memfokuskan penglihatan jarak jauh. Dari keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit ini dapat dipikirkan beberapa diagnosis yaitu miopia, hipermetropia, presbiopia dan astigmatisme. Untuk keluhan kedua mata kabur saat melihat jauh dapat dipikirkan diagnosis miopia (rabun jauh) karena penderita mengeluh rabun ketika melihat jauh dan kepala pusing ketika memfokuskan penglihatan jarak jauh. Untuk hipermetropia (rabun dekat) karena penderita mengeluh mata kabur ketika melihat dekat saat membaca. Sedangkan presbiopia karena dengan adanya keluhan setelah membaca terlalu lama mata mudah lelah dan kepala pusing serta dilihat dari usia penderita yang > 40 tahun. disingkirkan. Untuk keluhan penglihatan kabur pada kedua mata disertai kepala pusing dapat dipikirkan diagnosis berupa Astigmatisme. Dimana astigmtisme terjadi penglihatan kabur karena sinar dari arah berbeda-beda difokuskan pada satu titik berbeda dan pada astigmatisme berat dapat menyebabkan penglihatan kabur, mata lelah dan sakit kepala. Jadi, astigmatisme belum dapat disingkirkan. Hasil pemeriksaan fisik tajam penglihatan menunjukkan visus OD = 20/40 PH (+) 20/25 dan OS = 20/60 PH (+) 20/30. Tekanan intraokuler dan segmen anterior pada kedua mata dalam batas normal. Jadi pada penderita ini dapat ditegakkan diagnosis berupa kelainan refraksi. Untuk menunjang diagnosis, dilakukan beberapa pemeriksaan penunjang, yaitu pemeriksaan subjektif dan pemeriksaan objektif. Pada pemeriksaan subjektif dengan menggunakan trial lens, didapatkan pada mata kanan spheris +0,50; cylindris +0,75; axis 180, dan mata kiri berupa spheris -1,00; cylindris-0,25; axis 180. Sedangkan pemeriksaan objektif dengan menggunakan autorefraktor belum 31 Jadi, Miopia, hipermetropia dan presbiopia belum dapat

32

dilakukan. Dengan adanya pemeriksaan penunjang, maka beberapa kelainan refraksi dapat dipersempit. Diagnosis presbiopia dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan saat penderita diminta untuk membaca kartu jaeger. Penderita tidak mampu membaca tulisan pada kartu jaeger pada baris 25. Saat ditambahkan lensa S+2,50 pasien mampu membaca sampai baris 20. Hal ini menunjukkan bahwa penderita mengalami presbiopia, yaitu gangguan akomodasi yang dapat terjadi akibat kelemahan otot akomodasi. Pada pemeriksaan palpebra, punctum lakrimalis, konjungtiva tarsal superior dan inferior, konjungtiva bulbi, kornea, limbus kornea, sklera, kamera okuli anterior, iris, pupil dan lensa tidak ditemukan kelainan. Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan visus, dan koreksi refraksi, maka penderita ini didiagnosis OD Astigmatisme Hipermetropia Kompositus, OS Astigmatisme Miopia Kompositus, dan Presbiopia. Penatalaksanaan pada penderita ini diberikan kacamata OD S+0,50; C+0,75; Ax 1800 , OS S-1,00; C-0,25; Ax 1800 dan add S+2,50 ODS. Kemudian penderita diberikan informasi bahwa kondisi penglihatan matanya sudah mengalami kemunduran yang disebabkan oleh proses penuaan. Selain itu diberikan saran kepada penderita untuk menggunakan kacamatanya saat beraktivitas. Jika melakukan suatu aktivitas yang mengharuskan mata melakukan fokus secara kuat (membaca, mengemudi atau melakukan aktivitas yang dilakukan dengan posisi mata dekat dengan objek), mata harus diistirahatkan dari aktivitas setiap sekitar 30-60 menit. Penderita dianjurkan untuk istirahat yang cukup, pekerjaan melihat dekat dikurangi, dan menggunakan penerangan yang cukup saat bekerja atau membaca. Penderita dianjurkan untuk melakukan kontrol ulang test penglihatan sebaiknya setiap 1-2 tahun sekali. Prognosis pada pasien ini secara fungsi pada kedua matanya yaitu dubia ad bonam, karena fungsi penglihatan pada penderita yang telah mengalami proses penuaan tidak dapat mengalami perbaikan sebagaimana mestinya.

33

DAFTAR PUSTAKA

1. Riordan-Eva P, White OW. Optik dan refraksi. In: Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P, editor.Oftalmologi Umum. 17ed. Jakarta: EGC; 2010.382398. 2. Sidarta I. Ilmu penyakit mata. 4rd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2011. 3. McLeod SD, et al. Preferred Practice Patterns American Academy of Ophthalmology. Management American [cited on Academy 2013 of April Ophthalmology 13]. Refractive from:

Available

http://one.aao.org/CE/PracticeGuidelines 4. Eye Disorder. Merck manual. [cited on 2013 April 13]. Available from: www.merck.com 5. Goss DA, et al. Optometric clinical practice guidelines: Myopia. American Optometric Association. 1997. [cited on 2013 April 13]. Available from: www.aoa.org 6. Astigmatism. American Optometric Association. [cited on 2013 April 13]. Available from: www.aoa.org 7. Sidarta I. Dasar-teknik pemeriksaan dalam ilmu penyakit mata. 2nd ed. Jakarta: Balai Penerbit FKUI. 2006. 8. Pesudovs K, Garamendi E, Elliott DB. A quality of life comparison of people wearing spectacles or contact lenses or having undergone refractive surgery. J Refract Surg. 2006; 22(1):19-27. [cited on 2013 April 13]. Available from: www.medscape.com 9. Bower KS, Weichel ED, Kim TJ. Overview of refractive surgery. American Academy of Family Physician. October 2001. [cited on 2013 April 13]. Available from: www.aafp.org

Anda mungkin juga menyukai