Anda di halaman 1dari 6

Dampak Bahan Buangan Berbahaya (B3) Terhadap Kesehatan Manusia dan Teknik Pengelolaannya

Indonesia merupakan negara berkembang yang memiliki industri yang cukup banyak. Peningkatan sektor industri ini berdampak positif terhadap laju ekonomi masyarakat namun hal negatif yang sering luput dari pandangan masysrakat akan sektor industri ialah banyaknya pemilik perusahaan yang membuang limbah hasil dari kegiatan produksi, penyimpangan, penggunaan, pengangkutan, dan pembuangan limbah berbahaya, berbau, dan beracun secara sembarangan yang dapat mengakibatkan dampak bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Limbah berbahaya adalah limbah yang mempunyai karakteristik fisik, kimiawi, ataupun biologis sedemikian rupa sehingga memerlukan penanganan dan prosedur pembuangan khusus untuk menghindarkan resiko terhadap kesehatan manusia dan atau efekefek lain yang merugikan bagi lingkungan hidup. Berbagai pabrik industri diantara bahan bakunya banyak mempergunakan zat-zat kimia organik maupun anorganik. Hasil pengolahannya menghasilkan produk-produk yang berguna bagi kehidupan manusia dan juga limbah-limbah negatif bagi kesehatan manusia dan kelestarian lingkungannya. Diantara efek limbah berbahaya terhadap kesehatan manusia adalah karena sifat toksik bahan yang dikandung dalam limbah tersebut. Berbagai jenis penyakit yang dapat terjadi karena limbah berbahaya adalah penyakit pneumoniosis, silicosis, byssinosis, siderosis, talkosis dan berbagai jenis keracunan lainnya. Penyakit-penyakit yang ditimbulkan dari limbah berbahaya dapat bersifat akut dan kronis. Terutama limbah berbahaya toksis, dimana proses reaksinya sangat kompleks. Limbah yang dihasilkan dari sektor industri ini mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-lain). Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam jaringan tubuh

organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia. Karena kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan yang berasal dari daerah tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga makanan laut (seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga mengandung bahan polutan yang tinggi. Pengelolaan Limbah B3 adalah rangkaian kegiatan yang mencakup reduksi,

penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3. Pengelolaan Limbah B3 ini bertujuan untuk mencegah,

menanggulangi pencemaran dan kerusakan lingkungan, memulihkan kualitas lingkungan tercemar, dan meningkatan kemampuan dan fungsi kualitas lingkungan. Setiap limbah B3 harus diidentifikasi dan dilakukan uji analisis kandungan guna menetapkan prosedur yang tepat dalam pengolahan limbah tersebut. Setelah uji analisis kandungan dilaksanakan, barulah dapat ditentukan metode yang tepat guna pengolahan limbah tersebut sesuai dengan karakteristik dan kandungan limbah. Perlakuan limbah B3 untuk pengolahan dapat dilakukan dengan proses sbb: 1. proses secara kimia, meliputi: redoks, elektrolisa, netralisasi, pengendapan, stabilisasi,

adsorpsi, penukaran ion dan pirolisa. 2. proses secara fisika, meliputi: pembersihan gas, pemisahan cairan dan penyisihan

komponen-komponen spesifik dengan metode kristalisasi, dialisa, osmosis balik, dll. 3. proses stabilisas/solidifikasi, dengan tujuan untuk mengurangi potensi racun dan

kandungan limbah B3 dengan cara membatasi daya larut, penyebaran, dan daya racun sebelum limbah dibuang ke tempat penimbunan akhir 4. proses insinerasi, dengan cara melakukan pembakaran materi limbah menggunakan alat

khusus insinerator dengan efisiensi pembakaran harus mencapai 99,99% atau lebih. Artinya, jika suatu materi limbah B3 ingin dibakar (insinerasi) dengan berat 100 kg, maka abu sisa pembakaran tidak boleh melebihi 0,01 kg atau 10 gr Tidak keseluruhan proses harus dilakukan terhadap satu jenis limbah B3, tetapi proses dipilih berdasarkan cara terbaik melakukan pengolahan sesuai dengan jenis dan materi limbah.

Manusia dan Ekosistem

Ekosistem bumi adalah lingkungan ekologi yang kompleks yang telah dikembangkan selama miliaran tahun. Ekosistem sendiri adalah tatanan kesatuan secara utuh menyeluruh antara segenap unsur lingkungan hidup yang saling mempengaruhi. Ekosistem merupakan hubungan timbal balik yang kompleks antara organisme dan lingkungannya. Baik yang hidup maupun tak hidup yang secara bersama sama membentuk suatu sistem ekologi. Menurut penyusunnya ekosistem dibedakan ke dalam empat komponen, yaitu: a) Bahan tak hidup , yaitu komponen fisik dan kimia yang terdiri atas tanah ,air, udara, sinar matahari dan sebagainya dan merupakan medium atau substrat untuk berlangsungnya kehidupan . b) Produsen , yaitu organisme yang autotrofik yang umumnya tumbuhan berklorofil, yang mensintensis makanan dari bahan makanan anorganik yang sederhana . c) Konsiumen , yaitu organisme heterofik, misalnya hewan , dan manusia yang makan organisme lain . d) Pengurai, perombak atau decomposer , yaitu organisme heterofik yang mengurai bahan organic yang berasal dari organisme mati, bahan organic kompleks, menyerap sebagai hasil penguraian tersebut dan melepas bahan bahan yang sederhana yang dapat dipakai oleh produsen. Dalam suatu ekosistem terdapat suatu keseimbangan yang dinamakan homeostatis, yaitu kemampuan ekosistem untuk menahan berbagai perubahan dalam sistem secara keseluruhan. Keseimbangan itu diatur oleh berbagai faktor yang sangat rumit. Dalam mekanisme keseimbangan ini, termasuk mekanisme yang mengatur penyimpanan bahan bahan , perlepasan hara makanan , pertumbuhan organisme dan produksi , serta dekomposisi bahan bahan organik.

Ekosistem mempunyai daya tahan yang sangat besar sekali terhadap perubahan, tetapi biasanya batas mekanisme homeostatis dengan mudah dapat diterobos oleh kagiatan manusia. Sebagai contoh sebuah sungai yang dikotori oleh pembungan sampah yang tidak terlalu banyak , sungai itu dapat dijernihkan kembali airnya secara alami, sehingga secara

keseluruhan sungai itu dianggap tidak tercemar. Tetapi bila sampah yang masuk itu terlalu banyak, apalagi bila mangandung zat zat racun, maka batas homeostatis alami sungai itu akan terlampaui. Mungkinsaja sistem dalam sungai itu tidak mempunyai lagi mekanisme homeostatis alami, sehingga airnya secara permanen berubah atau bahkan telah rusak sama sekali. Komponen ekosistem melakukan siklus dalam ekosistem oleh karenanya manusia harus memberi cukup waktu untuk membiarkan materi yang telah berubah kembali dari satu bentuk ke bentuk lain. Sumber daya alam merupakan segala sesuatu dialam yang bermanfaat bagi manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, baik untuk masa kini, maupun untuk masa mendatang. Sumber daya alam tergantung pada teknologi, ekonomi, budaya, dan pengaruh terhadap lingkungan untuk mendapatkan dan menggunakan sumber daya tersebut. Sumber daya alam sendiri itu terbagi dalam beberapa jenis yaitu sumber daya alam dapat di perbaharui dan tidak dapat di perbaharui. Dalam menjaga perlindungan sumber daya alam dan pelestariannya harus secara konsisten dan bertahap. Pemeliharaan sumber daya alam ini memiliki perbadaan sesuai dengan kondisi yang ada. Adapun salah satunya dengan konservasi. Jika dilihat keadaan sumber daya alam saat ini yang semakin tidak lestari akibat eksploitasi besar-besaran . Maka dari itu tindakan ini harus segera dilakukan. Adapun yang termasuk dalam konservasi ialah preservasi, restorasi, maksimisasi,recycling, substitusi dan alokasi serta integrasi dalam pengelolaan sumber daya alam. Akhir-akhir ini masalah lingkungan menjadi masalah yang mendapat perhatian dan minat masyarakat ramai, salah satunya yang berkaitan dengan pencemaran. Pencemaran adalah masuknya suatu senyawa yang menimbulkan kerusakan pada lingkungan. Maka dari itu perlu adanya pengolahan yang mendalam dalam perlindungan dan kelestarian sumber daya alam. Maka dari itu manusia sebagai mahkluk ciptaan harus mampu memperhatikan lingkungan. Disinilah tuntutan dimana posisi manusia di dalam ekosistemnya. Manusia dan ekosistem memiliki hubungan yang berkaitan, dimana manusia bertempat tinggal bersama dalam suatu tempat yang di sebut ekosistem dan dalam pengaturan ekositem ini diolah, dirawat dan dibudidayakan sesuai dengan prinsip dan aturan hukum yang berlaku.

Nama : Tuhfah Munawwaroh NPM : 140410110088/B Kerusakan Habitat

Habitat merupakan tempat hidup mahkluk hidup, dimana mahkluk hidup tersebut melakukan segala aktifitasnya seperti mencari makan, tidur bersarang dan lainnya. Kerusakan habitat dari suatu jenis mahkluk hidup dapat mengakibatkan kepunahan dari jenis mahkluk hidup tersebut. Selain kerusakan habitat, perubahan habitat juga merupakan ancaman bagi kepunahan dari jenis mahkluk hidup. Tipe dari habitat itu sendiri sangat beragam antara lain berupa hutan, mangrove, sawah, laut, padang rumput dan sebagainya. Dari berbagai tipe habitat tersebut, hutan yang paling banyak mengalami kerusakan dan perubahan fungsi, dengan membuka pertambangan di dalam hutan, perkebunan hingga industri. Dengan begitu satwa-satwa yang hidup di dalam hutan hanya mempunyai dua pilihan, pindah atau mati. Bagi satwa yang tidak mampu beradaptasi dengan habitat yang sudah berubah maka akan mati, tetapi bagi habitat yang berpindah pun harus beradaptasi dengan habitat barunya dan tentu saja satwa tersebut terus dikejar oleh aktifitas manusia lainnya. Untuk membuka hutan menjadi lahan perkebunan atau pertanian banyak dari manusia yang membakar hutan, padahal kebakaran hutan baik yang disengaja atau tidak disengaja dapat memusnahkan berbagai jenis tumbuhan, dan asapnya pun mengakibatkan polusi udara. Dari pertambangan, maka adanya pembukaan jalan untuk aktifitas sehingga mengakibatkan fragmentasi habitat yang menghalangi penyebaran dan kolonisasi satwa. Dengan kerusakan dan perubahan habitat inilah maka banyak satwa yang mengalami penurunan jumlahnya yang berujung pada kepunahan. Walaupun ada beberapa jenis satwa yang mampu beradaptasi dengan habitat barunya tetapi tetap saja terjadi penurunan jumlah populasi berbagai jenis satwa. Selain penurunan populasi, satwa cacat sebelum lahir dapat terjadi akibat pengaruh polusi. Dengan begitu penyebab terbesar untuk kepunahan bagi satwa yaitu rusaknya habitat bagi satwa tersebut. Kerusakan habitat dapat dibedakan menjadi dua, ada yang rusak secara alami dan ada yang rusak karena campur tangan manusia. Salah satu contoh kerusakan habitat secara alami yaitu terjadinya bencana alam. Sedangkan kerusakan lain adalah karena ada campur tangan

manusia yang merusak habitat bagi makhluk hidup lain seperti dengan membakar hutan, membua pertambangan dan sebagainya. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya kerusakan habitat. Kerusakan habitat yang terjadi juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup yang secara umum telah diatur oleh undang-undang. Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Kebijakan yang di buat oleh pemerintah tidak hanya ditetapkan untuk dilaksanakan masyarakat tanpa pengawasan lebih lanjut dari

pemerintah. Pemerintah memiliki peran agar kebijakan tersebut diterapkan sebagaimana mestinya oleh masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai