Anda di halaman 1dari 17

Laporan Hasil Belajar Mandiri LBM 1 SGD 2 Management of Oromaxillofacial Disease and Disorders

Disusun oleh : 1. Hafid Nur A 2. Handi Lukman 3. Ken Sekar Langit 4. M.Yaqiudin 5. Maharani Tri N 6. Melisa Anastasia 7. Muthia Choirunnisa 8. Riska Perwitasari 9. Taufiah Resa A 10. Viviet Wulandari 11. Zulfi Fawziana R

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS SULTAN AGUNG SEMARANG 2011

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan yang berjudul Management of Oromaxillofacial Disease and Disorders dalam rangka memenuhi kewajiban pertanggungjawaban pada LBM ini. Tak lupa penulis mengucapkan terimakasih kepada tutor pembimbing yang telah membantu dalam mendukung dalam pembuatan laporan ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman mahasiswa yang juga sudah bersusah payah membantu baik langsung maupun tidak langsung dalam pembuatan laporan ini. Dengan kerendahan hati penulis berharap semoga laporan ini dapat memberikan sumbangsih dalam pengembangan ilmu pengetahuan.Karena itu penulis berharap semoga laporan ini dapat menjadi sesuatu yang berguna bagi masyarakat. Semoga laporan yang dibuat ini dapat membuat kehidupan yang lebih baik lagi. Amin. Semarang, Februari 2014

Penulis

Modul : 18 Unit Belajar 1 : Infeksi Odontogen Judul : Bengkak Pipi Kiri yang Menyakitkan SKENARIO

Seorang pasien laki-laki, 48 tahun datang ke RSGMP dengan keluhan sakit pada gigi belakang kiri. Pasien tampak kelelahan dan berjalan dibantu dengan alat bantu. Pada pemeriksaan subjektif diketahui pasien sakit saat membuka mulut sejak 3 hari yang lalu dan sempat mengalami demam. Pasien memiliki riwayat stroke 4 tahun yang lalu disebabkan karena hipertensi, dan hingga saat ini masih meminum obat-obatan untuk rehabilitasi. Pemeriksaan ekstraoral memperlihatkan asimetri wajah, bengkak sebelah kiri, kemerahan, tidak ada fluktuasi, limfonodi submandibullar kiri teraba. Pemeriksaan intraoral mendeteksi gigi 38 erupsi sebagian dengan kavitas yang meluas, non-vital, sakit pada perkusi. Gusi disekitarnya kemerahan dan terasa sakit pada palpasi. Terlihat pembesaran vestibulum pada regio 38 dengan adanya fluktuasi. Pemeriksaan radiografis menunjukkan area radiolusen tepi difus yang meluas di sekitar gigi 38, dengan keterlibatan 1 spacium. Perawat bedah mulut kemudian menyiapkan alat-alat untuk bedah minor, kemudian dokter spesialis bedah mulut melakukan penatalaksanaan yang diperlukan untuk kasus tersebut.

Bab 1 Pendahuluan

a. Latar Belakang Abses submandibula merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah, dan leher. Gejala dan tanda klinik biasanya berupa nyeri dan pembengkakan di ruang leher dalam yang terlibat. Kebanyakan kuman penyebab adalah golongan Streptococcus, Staphylococcus, kuman anaerob Bacteriodes atau kuman campuran. Abses leher dalam dapat berupa abses peritonsil, abses retrofaring, abses submandibulla, dan ludovici (Ludwigs Angina). Tindakan yang harus dilakukan seorang dokter gigi pada saat kondisi seperti ini seperti insisi terhadap abses tersebut,kemudian dilakukan odontectomi untuk mengambil gigi M3 yang impaksi, pemberian obat antibiotic,anti inflamasi dan pemberian instruksi pasca pembedahan pada pasien. b. Rumusan Masalah 1. Jelaskan mengenai definisi, etiologi, pemeriksaan (subjektif, objektif, penunjang), diagnosis, treathment, prognosis) dari suatu abses !! 2. Uraikan mengenai penanganan edical compromised (stroke dan hipertensi pada prosedur dental) !! 3. Jelaskan mengenai definisi, klasifikasi, etiologi, prosedur odontectomy, armamentarium odontectomy pada gigi impaksi !! 4. Sebutkan fascia space pada penjalaran abses !! c. Tujuan Masalah 1. Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami mengenai definisi, etiologi, pemeriksaan (subjektif, objektif, penunjang), diagnosis, treathment, prognosis) dari suatu abses 2. Agar mahasiwa mampu mengetahui penanganan medical compromised (stroke dan hipertensi pada prosedur dental) 3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan dan memahami definisi, klasifikasi, etiologi, prosedur odontectomy, armamentarium odontectomy pada gigi impaksi 4. Agar mahasiswa mengetahui tentang fascia space pada penjalaran abses

Bab 2 Pembahasan 2.1 Abses Submandibullar


1) Definisi Abses submandibula merupakan salah satu bentuk abses leher dalam. Nyeri tenggorok dan demam yang disertai dengan terbatasnya gerakan membuka mulut dan leher, harus dicurigai kemungkinan disebabkan oleh abses leher dalam. Abses leher dalam terbentuk di dalam ruang potensial di antara fasia leher dalam sebagai akibat penjalaran infeksi dari berbagai sumber, seperti gigi, mulut, tenggorok, sinus paranasal, telinga tengah, dan leher. Secara umum, gejala abses adalah :

Pembengkakan pada abses biasanya :

2) Etiologi a. disebabkan oleh infeksi gigi b. infeksi di ruang submandibula bisa disebabkan oleh sialadenitis kelenjar submandibula, limfadenitis c. trauma, atau pembedahan dan bisa d. juga sebagai kelanjutan infeksi ruang leher dalam lain. e. Gigi impaksi Penyebab infeksi dapat disebabkan oleh kuman aerob, anaerob atau campuran. Infeksi diruang submandibula biasanya ditandai dengan pembengkakan di bawah rahang, baik unilateral atau bilateral dan atau di bawah lidah yang berfluktuasi, dan sering ditemukan trismus.

3) Patogenesis Bermula dari adanya gigi M3 yang impaksi dan sudah dalam kondisi non vital area gigi M3 merupakan area yang sulit untuk dibersihkan, sehingga memungkinkan untuk terjadi akumulasi plak yang banyakakumulasi plak tersebut mengandung banyak bakteri,ditambah lagi dengan kondisi gigi yang sudah non vital bakteri plak tersebut kemudian dapat menginvasi hingga ke jaringan gigi yang lebih dalamketika bakteri mulai menginvasi, didalam gigi terdapat banyak serabut saraf serta pembuluh darah yang kemudian memicu tubuh untuk melakukan mekanisme pertahanan diri dengan bantuan sel darah putihtubuh akan memberikan tanda-tanda apabila diserang oleh benda asing seperti meningkatnya suhu tubuh, tubuh menjadi lemas, adanya pembengkakan limfonodi akibat banyaknya produksi sel darah putih pada jaringan limfa untuk melawan bakteri, adanya rasa nyeri saat dipalpasiakibat perlawanan sel darah putih dan bakteri nantinya aka nada bagian dari sel darah putih yang kalah serta bakteri yang menjadi satu dan dinamakan pus (abses) didaerah facial terdapat banyak space (ruang) dimana pus tersebut dapat bergerak dan kemudian terlokalisir oleh resistensi jaringan disekelilingnya dengan penghalang utama berupa fascia dan ototbanyaknya massa cairan pus yang ada dalam spacium akan mendesak saraf serta otot disekitarnya, sehingga menyebabkan pergerakan dari otot dan saraf tersebut menjadi terhambattrismus. Infeksi odontogenik umumnya melewati tiga tahap sebelum mereka menjalani resolusi: 1. Selama 1 sampai 3 hari - pembengkakan lunak, ringan, lembut, dan adonannya konsisten. 2. Antara 5 sampai 7 hari tengahnya mulai melunak dan abses merusak kulit atau mukosa sehingga membuatnya dapat di tekan. Pus mungkin dapat dilihat lewat lapisan epitel, membuatnya berfluktuasi. 3. Akhirnya abses pecah, mungkin secara spontan atau setelah pembedahan secara drainase. Selama fase pemecahan, regio yang terlibat kokoh/tegas saat dipalpasi disebabkan oleh proses pemisahan jaringan dan jaringan bakteri. 4) Pemeriksaan a. Pemeriksaan Objektif o Pemeriksaan EO seperti melihat adanya asimetri wajah, adanya pembengkakan, dan teraba kelenjar limfa. o Pemriksaan IO seperti palpasi, sondasi, dan tes kevitalan gigi. b. Pemeriksaan Subjektif o Meliha triwayat penyakit terdahulu pasien, riwayat penyakit keluarga dan riwayat penyakit sistemik yang pernah dialami. c. Pemeriksaan Penunjang o Foto rontgen panoramic : menilai posisi gigi dan adanya abses pada gigi. Pemeriksaan ini dilakukan terutama pada kasus abses leher dalam yang diduga sumber infeksinya berasal dari gigi. o Pemeriksaan darah rutin dapat melihat adanya peningkatan leukosit yang merupakan tanda infeksi.

o Pemeriksaan kultur dan resistensi kuman harus dilakukan untuk mengetahui jenis kuman dan antibiotik yang sesuai. 5) Diagnosis Diagnosis abses leher dalam ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Pada beberapa kasus kadang-kadang sulit untuk menentukan lokasi abses terutama jika melibatkan beberapa daerah leher dalam dan jika pasien sudah mendapatkan pengobatan sebelumnya. 6) Differensial Diagnosis Ludwigs Angina (infeksi berat yang melibatkan dasar mulut, ruang submental, dan ruang submandibula. Penyebab dari Ludwigs angina ini pun bisa karena infeksi lokal dari mulut, karies gigi, terutama gigi molar dan premolar, tonsilitis, dan karena trauma ekstraksi gigi. Dapat juga disebabkan oleh kuman aerob maupun anaerob) dan Mumps. 7) Treatments Penatalaksanaan abses submandibula dapat diberikan terapi antibiotik (metrinidazol dan amoxcilin) yang adekuat, anti inflamsi (asam mefenamat dan diclofenat), dan drainase abses. Umumnya pasien diberikan antibiotik intravena untuk kuman aerob dan anaerob. Drainase abses dapat berupa aspirasi abses atau insisi dan eksplorasi, tergantung pada luasnya abses dan komplikasi yang ditimbulkannya. Teknik insisi dilakukan dengan tahapan sebagai berikut (Peterson, 2003). 1. Aplikasi larutan antiseptik sebelum insisi. 2. Anestesi dilakukan pada daerah sekitar drainase abses yang akan dilakukan dengan anestesi infiltrasi. 3. Untuk mencegah penyebaran mikroba ke jaringan sekitarnya maka direncanakan insisi : * Menghindari duktus (Wharton, Stensen) dan pembuluh darah besar. * Drainase yang cukup, maka insisi dilakukan pada bagian superfisial pada titik terendah akumulasi untuk menghindari sakit dan pengeluaran pus sesuai gravitasi. * Jika memungkinkan insisi dilakukan pada daerah yang baik secara estetik, jika memungkinkan dilakukan secara intraoral. * Insisi dan drainase abses harus dilakukan pada saat yang tepat, saat fluktuasi positif. 4. Drainase abses diawali dengan hemostat dimasukkan ke dalam rongga abses dengan ujung tertutup, lakukan eksplorasi kemudian dikeluarkan dengan unjung terbuka. Bersamaan dengan eksplorasi, dilakukan pijatan lunak untuk mempermudah pengeluaran pus. 5. Penembatan drain karet di dalam rongga abses dan distabilasi dengan jahitan pada salah satu tepi insisi untuk menjaga insisi menutup dan drainase.

6. Pencabutan gigi penyebab secepatnya. 8) Prognosis Kemungkinan prognosisnya buruk, sebab odontectomi memiliki batasan maksimal antara usia 21-25 tahun dan dominan sampa ibatas 35 tahun. Odontectomi dini akan mengurangi morbiditas dan penyembuhan yang terjadi akan lebih baik karena regenerasi tulang lebih baik dan reattachment gingival terhadap gigi juga lebih baik. Pencabutan dapat menimbulkan masalah dikelompok usia yang lebih tua. Di skenario pasien sudah berusia 48 tahun, sehingga kemungkinan mengakibatkan pencabutan menjadi lebih sulit dan lebih traumatic karena terjadi mineralisasi tulang, ditambah lagi adanya riwayat penyakit seperti stroke yang dapat menghambat proses penyembuhan. 2.2 Penanganan Medical Compromised Dental Management Stroke a. Pra 1. Melakukan tanya jawab mengenenai riwayat pasien yang meliputi pertanyaanpertanyaan mengenai identifikasi pasien yang mempunyai resiko tinggi terhadap CVA seperti pasien dengan DM, hipertensi dan pasien wanita yang menggunakan kontrasepsi oral. 2. Memeriksa tekanan darah dan merujuk ke dokter spesialis untuk dilakukan evaluasi dan perawatan. 3. Pasien yang mempunyai riwayat adanya perubahan cara berjalan, kehilangan katakata atau gejala neurologi yang lain harus di evaluasi secara hati-hati untuk mendapatkan perawatan gigi. b. Selama 1. Pada pasien CVA yang mempunyai resiko tinggi sebaiknya diberi sedasi ringan sebelum dilakukan perawatan hal ini untuk menghindari penurunan tekanan darah sehingga jika hal itu terjadi dapat menyebabkan iskemia serebral. 2. Menghindarkan pasien dari kecemasan karena dapat menstimulir terjadinya hipertensi karena dapat menyebabkan terjadinya stroke. c. Pasca 1. Menggunakan antikoagulasi jika pasien telah dinyatakan secara pasti bahwa penyebab stroke adalah emboli atau trombosis. 2. Jika pasien dengan status neurologi yang memburuk secara tiba-tiba maka yang paling utama adalah dengan melindugi jalan nafas dan menangani penyebab umumnya dan segera dilarikan ke rumah sakit. 3. Menjaga kebersihan oral Dental Management Hipertensi a. Pra Pasien hipertensi tidak terkontrol harus dirujuk ke ahli penyakit dalam untuk mengontrol tekanan darah.

b. Selama Penggunaan anastesi dengan kombinasi atau vasokonstriktor pada anastesi lokal. Pasien dengan hipertensi yang tidak terkontrol beresiko untuk mengalami perdarahan paska pencabutan gigi. Hal ini berkaitan dengan obat bius yang digunakan umumnya mengandung vasokonstriktor (agar efek obat bius bertahan lama) yang berefek menyempitkan pembuluh darah, sehingga tekanan darah semakin meningkat. Hal ini dapat menyebabkan pecahnya pembuluh darah kecil dan terjadi perdarahan. c. Pasca Pasien hipertensi perlu mengontrol kesehatan mulut secara rutin ke dokter gigi. Hal ini berhubungan dengan obat-obatan yang dikonsumsi untuk menurunkan tekanan darah dapat mempengaruhi kondisi rongga mulut, seperti xerostomia dan peningkatan pertumbuhan bakteri dan jamur. Beberapa jenis obat menyebabkan mulut kering dan menimbulkan perubahan sensasi pengecapan. Contoh obat Ca-channel blockers menyebabkan pembesaran dan pembengkakan gusi. 2.3 Gigi Impaksi a) Definisi Gigi yang gagal erupsi secara utuh pada posisi yang seharusnya. Hal ini dapat terjadi karena tidak tersedianya ruangan yang cukup pada rahang untuk tumbuhnya gigi dan angulasi yang tidak benar dari gigi tersebut. b) Klasifikasi Klasifikasi menurut Pell dan Gregory, berdasarkan hubungan antara ramus mandibular dengan M2 dengan cara membandingkan lebar mesio-distal M3 dengan jarak antara bidang distal M2 ke ramus mandibular: Kelas I :jarak ramus ascendens-distal M2 >mesio distal M3. Untuk RA M3 biasanya masih memiliki ruangan. Kelas II: jarak ramus ascendens-distal M2 <mesio distal M3 kurang ruangan untuk M3 ( < mesio distal M3 masih di dalam ramus) Kelas III : jarak ramus ascendens distal M2 hampir 0 ( < mesio distal M3) M3 berada di dalam ramus Klasifikasi menurut Pell dan Gregory, berdasarkan letak molar ketiga di dalam tulang : Posisi A : bagian tertinggi dari gigi M3 = / >tinggi dari oklusal M2 Posisi B : bagian tertinggi dari gigi M3 berada dibawah bidang lebih tinggi daripada garis servikal M2 PosisiC :bagian tertinggi dari gigi M3 terletak dibawah garis servikal M2 Menurut Jonathan Pedlardan John W.Fame dalam buku Oral and Maxillofacial Surgery bahwa tipe dari impaksi itu dapat dilihat dari jarak antara akar molar ketiga dan molar dua dengan jarak antara akar molar dua dan molar satu: Jika jarak akar M3 dan M2 >dari jarak akar M2 dan M1 Mesio angular Jika jarak akar M3 dan M2 = jarak akar M2 dan M1 vertical Jika jarak akar M3 dan M2 <jarak akar M2 dan M1 disto angular

c) Etiologi kekurangan ruang, kista, gigi supernumerer, retensi gigi sulung, infeksi, trauma, anomali dan kondisi sistemik. Istilah impaksi biasanya diartikan untuk gigi yang erupsi oleh sesuatu sebab terhalang, sehingga gigi tersebut tidak keluar dengan sempurna mencapai oklusi yang normal di dalam deretan susunan gigi geligi. Hambatan halangan ini biasanya berupa hambatan dari sekitar gigi atau hambatan dari gigi itu sendiri. Hambatan dari sekitar gigi dapat terjadi karena : 1. Tulang yang tebal serta padat 2. Tempat untuk gigi tersebut kurang 3. Gigi tetangga menghalangi erupsi gigi tersebut 4. Adanya gigi desidui yang persistensi 5. Jaringan lunak yang menutupi gigi tersebut kenyal atau liat Hambatan dari gigi itu sendiri dapat terjadi oleh karena : 1. Letak benih abnormal, horizontal, vertikal, distal dan lain-lain. 2. Daya erupsi gigi tersebut kurang. d) Prosedur Odontectomy Odontectomi yaitu, istilah yang digunakan untuk proses pengambilan gigi seperti ini dimana insisi untuk pembukaan flap harus bersifat full thickines yaitu terangkat sampai periosteum. Indikasi pengambilang gigi impaksi, diantaranya : * Pencegahan penyakit periodontal Daerah terdekat dari gigi impaksi merupakan tempat predisposisi terjadinya penyakit periodontal * Pencegahan karies dan perikoronitis * Pencegahan resorpsi akar Gigi impaksi dapat menyebabkan tekanan pada akar gigi sebelahnya sehingga mengalami resorpsi akar. Pencabutan gigi impaksi dapat menyelamatkan gigi terdekat dengan adanya perbaikan pada sementumnya * Pencegahan kista dan tumor odontogen Gigi impaksi yang berada didalam tulang alveolar mengakibatkan follicular sacc tertahan. Folikel gigi ini akan mengalami degenerasi kistik sehingga menyebabkan terjadinya kista dentigerus dan keratokis. Tumor odontogen dapat terjadi disekitar gigi impaksi, yang terbentuk dari folikel gigi * Pencegahan rasa sakit karena penekanan saraf oleh gigi yang impaksi

* Untuk keperluan perawatan orthodonti dan prostodonti * M2 dicabut dan kemungkinan m3 tumbuh normal sangat kecil Kontra indikasi pengambilan gigi impaksi : * Peradangan akut Peradangan akut merupakan hal yang harus diperhatikan padan pembedahan untuk mencegah terjadinya komplikasi infeksi. * Pasien-pasien dengan compromised medis Bila pasien memiliki riwayat medis yaitu gangguan fungsi kardiovaskular, pernafasan atau gangguan pertahanan tubuh, memiliki congenital koagulopati maka operator sebaiknya mempertimbangkan gigi impaksi untuk dilakukan tindakan pencabutan. Tetapi sebaliknya, bila gigi impaksi tersebut bermasalah maka tindakan pencebutan dilakukan dengan ekstra hati-hati setelah dilakukannya konsultasi medis terlebih dahulu. * Kerusakan dari jaringan terdekatnya Bila pencabutan gigi impaksi akan menimbulkan kerusakan saraf, gigi, jaringan disekitarnya yang signifikan, maka tindakan pencabutan sebaiknya tidak dilakukan * Sebelum akar gigi mencapai panjang 1/3 atau 2/3 * Pasien menolak untuk dilakukan tindakan pencabutan gigi impaksinya * TULANG YG MENUTUPI TERLALU TERMINERALISASI & PADAT (Pedersen, 1988 ; Peterson, 1998) Langkah 2 : * syarat utama adalah pasien rileks * anestesi lokal yg efektif * desain flap yg baik dengan ukuran yang cukup * pengambilan tulang secukupnya * pemotongan yang terencana o arah pengeluaran tidak terhalang o menciptakan ruang untuk mengungkit & mengeluarkan segmen mahkota akar * bersihkan sisa folikel

* haluskan tulang yang runcing * kontrol perdarahan * jahit * gigit tampon Instruksi pasca bedah * Gigit tampon * Minum obat sesegera mungkin * Jangan banyak kumur * Jangan banyak meludah * Daerah bekas operasi jangan di hisap-hisap * Makan/Minum diperhatikan ( dingin ) * Kompres dingin * Istirahat yang cukup * Tidur kepala dinaikkan/pakai bantal * Apabila menjumpai kondisi diluar yang sudah diberitahukan segera hubungi dokter gigi atau langsung ke IGD terdekat Faktor penyulit * lengkung akar yang abnormal, bengkok, baik dalam arah mesial, distal atau berbentuk seperti kait * Bentuk anatomi misalnya akar terpisah atau mengalami fusi. * Gigi ankylosis dan Hipersementosis * Kedekatan gigi impaksi dengan kanalis mandibularis. * Gigi yang terletak pada zona yang dalam. * Ketebalan tulang yang ekstrim, khususnya pada pasien usia tua.

* Akses yang sulit ke daerah operasi oleh karena : * Orbicularis oris yang kecil. * Ketidakmampuan pasien membuka mulut lebar. * Lidah yang besar dan tidak terkontrol gerakannya. * Penderita sensitif terhadap benda asing di dalam rongga mulut. e) Armamentarium odontectomy Perangkat kamar operasi Perlengkapan team operasi Sarana anti septikum Kain penutup pasien/doek (atas dan bawah) Apparatus pengisap cairan/suction Tongue spatula Pinset : dental, anatomi, sirurgis/bedah Kasa dental kecil Retractor Langenback Scalpel no 15 + handle no 3 Raspatorium Perangkat bur tulang : handpiece straight, burs round 23, 21, 18, fissure 6, 8, dan inverted Vasel Knobel tang Bone file Bone wax Elevator : bein dan crier Tang ekstraksi : RB mahkota, molar, betet, dan tang akar Sarana irigasi : spuit 20 cc, H2O2 3%, jarum no 18 (ujung dipotong dilengkungkan) Kuret : lurus, lengkung (double end) Perlengkapan suturing : needle holder, gunting benang, pinset sirurgis, benang Spongostan (dental/standar) Aquadest Spuit 10 ml untuk drainage Spuit 3 cc Pehacain adrenalin 2 % Bone file no 25

2.4 Fascia Space Spasium : keterlibatan hanya 1 ruangan saja (ruangan), ruang potensial yang terbentuk antara 2 jaringan dengan dibatasi oleh lapisan jaringan ikat. Fascia adalah suatu balutan jaringan pengikat yang mengelilingi struktur (seperti pelapis pada otot), dapat menyebabkan peningkatan spasia (space) jaringan yang potensial dan jalur yang menyebabkan penyebaran infeksi. Spasia wajah adalah ruangan potensial yang dibatasi, ditutupi, atau dilapisi oleh lapisan jaringan ikat. Lapisan-lapisan pada fascia menghasilkan spasia pada wajah yang kesemuanya terisi dengan jaringan pengikat longgar alveolar. Spasia wajah adalah area fascia-lined yang dapat dikikis atau membengkak berisi eksudat purulent. Spasia ini tidak tampak pada orang yang sehat namun menjadi berisi ketika orang sedang mengalami infeksi. Ada yang berisi struktur neurovascular dan disebut kompartemen, dan ada pula yang berisi loose areolar connective tissue disebut cleft. Spasia diklasikfikasikan menjadi spasia primer dan spasia sekunder. Spasia primer diklasifikasikan lagi menjadi spasia primer maxilla dan spasia primer mandibula. Spasia primer maxilla terdapat pada canine, buccal, dan ruang infratemporal. Sedangkan spasia primer mandibula terdapat pada submental, buccal, ruang submandibular dan sublingual. Infeksi juga dapat terjadi di tempat-tempat lain yang disebut sebagai spasia sekunder, yaitu pada Masseteric, pterygomandibular, superficial dan deep temporal, lateral pharyngeal, retropharyngeal, dan prevertebral. Spasia kanina Spasia kanina merupakan ruang tipis di antara levator angulioris dan M. labii superioris. Spasia kanina terbentuk akibat dari infeksi yang terjadi pada gigi caninus rahang atas. Gigi caninus merupakan satu-sarunya gigi dengan akar yang cukup panjang untuk menyebabkan pengikisan sepanjang tulang alveolar superior hingga otot atau facial expression. Infeksi ini mengikis bagian superior hingga ke dasar M. levator anguli oris dan menembus dasar M. levator labii superior. Ketika spasia ini terinfeksi, gejala klinisnya yaitu pembengkakan pipi bagian depan dan swelling pada permukaan anterior menyebabkan lipatan nasolabial menghilang. Penyebaran lanjut dari infeksi canine spaces dapat menyerang daerah infraorbital dan sinus kavernosus. Spasia bukal Spasia bukalis terikat pada permukaan kulit muka pada aspek lateral dan M. buccinators dan berisi kelenjar parotis dan n. facialis. Spasia dapat terinfeksi akibat perpanjangan infeksi dari gigi maxilla dan mandibula. Penyebab utama infeksi spasia bukal adalah gigi-gigi posterior, terutama Molar maxilla. Spasia bukal menjadi berhubungan dengan gigi ketika infeksi telah mengikis hingga menembus tulang superior hingga perlekatan M. buccinators.

Gejala infeksi yaitu edema pipi dan trismus ringan. Keterlibatan spasia bukal dapat menyebabkan pembengkakan di bawah lengkung zygomatic dan daerah di atas batas inferior dari mandibula. Sehingga baik lengkung zygomatic dan batas inferior mandibula Nampak jelas pada infeksi spasi bukal. Spasia mastikasi (masseter, pterygoid, temporal) Jika infeksi spasia primer tidak ditangani secara tepat, infeksi dapat meluas ke arah posterior hingga melibatkan spasia facial sekunder. Ketika spasia sekunder telah ikut terlibat, infeksi menjadi lebih berat, dapat menyebabkan komplikasi hingga kematian, dan lebih sulit untuk ditangani. Hal ini dikarenakan spasia sekunder dikelilingi oleh jaringan ikat fascia yang sedikit sekali mendapat suplai darah. Sehingga infeksi pada spasia ini sulit ditangani tanpa prosedur pembedahan untuk mengeluarkan eksudat purulen. Spasia masseter Spasia masseter berada di antara aspek lateral mandibula dan batas median m. masseter. Infeksi ini paling sering diakibatkan penyebaran infeksi dari spasia bukalis atau dari infeksi jaringan lunak di sekitar Molar ketiga mandibula. Ketika spasia masseter terlibat, area di atas sudut rahang dan ramus menjadi bengkak. Inflamasi m. masseter ini dapat menyebabkan trismus Spasia pterygomandibular Spasia pterygomandibular berada ke arah median dari mandibula dan ke arah lateral menuju m. pterygoid median. Area ini merupakan area tempat penyuntikan larutan anastesi local disuntikan ketika dilakukan block pada saraf alveolar inferior. Infeksi pada area ini biasanya merupakan penyebaran dari infeksi spasia sublingual dan submandibula. Infeksi pada area ini juga sering menyebabkan trismus pada pasien, tanpa disertai pembengkakan. Ini lah yang menjadi dasar diagnosa pada infeksi ini Spasia temporal Spasia temporal berada pada posterior dan superior dari spasia master dan pterygomandibular. Dibagi menjadia dua bagian oleh m. temporalis. Bagian pertama yaitu bagian superficial yang meluas menuju m. temporalis, sedangakn bagian kedua merupakan deep portion yang berhubungan dengan spasia infratemporal. infeksi ini, baik superficial maupun deep portion hanya terlihat pada keadaan infeksi yang sudah parah. Ketika infeksi sudah melibatkan spasia temporalis, itu artinya pembengkakan sudah terjadi di sepanjang area temporal ke arah superior menuju arcus zygoamticus dan ke posterior menuju sekeliling mata. Spasia masseter, pterygomandibular, dan temporal juga dikenal sebagai spasia matikator. Spasia ini saling berhubungan, sehingga ketika salah satunya mengalami infeksi maka spasia lainnya berkemungkinan juga terkena infeksi

Spasia submandibula dan sublingual Terletak posterior dan inferior dari m. mylohyoid dan m. platysma. Infeksi berasal dari gigi molar mandibula dengan ujung akar di bawah m. mylohyoid dan dari pericoronitis. Gejala infeksi berupa pembengkakan pada daerah segitiga submandibula leher disekitar sudut mandibula, perabaan terasa lunak dan adanya trismus ringan. Kedua spasia ini terbentuk dari perforasi lingual dari infeksi molar mandibula, dan dapat juga disebabkan infeksi pada premolar. Yang membedakan infeksi tersebut apakah submandibula atau siblingual adalah perlekatan dari M. mylohyoid pada ridge mylohyoid pada aspek medial mandibula. Jika infeksi mengikis medial aspek mandibula di atas garis mylohyoid, artinya infeksi terjadi pada spasia lingual (sering terjadi pada gigi premolar dan molar). Sedangkan jika infeksi mengikis aspek medial dari inferior mandibula hingga mylohyoid line , spasia submandibular pun dapat terkena infeksi. Molar ketiga mandibula paling sering menjadi penyebab spasia primer mandibula. Sedangkan molar kedua mandibula dapat mengakibatkan baik spasia sublingual maupun submandibular. Spasia sublingual berada di antara mucosa oral dasar mulut dan m. mylohyoid. Batas posteriornya terbuka hingga berhubungan langsung dengan spasia submandibular dan spasia sekunder mandibula hingga aspek posterior. Secara klinis, pada infeksi spasia sublingual sering terlihat pembengkakan intraoral, terlihat pada bagian yang terinfeksi pada dasar mulut. Infeksi biasanya menjadi bilateral dan lidah menjadi terangkat (meninggi) Spasia submandibula berada di antara m. mylohyoid dan lapisan kulit di atasnya serta fascia superficial. Batas posterior spasia submandibula berhubungan dengan spasia sekunder dari bagian posterior rahang. Infeksi pada submandibular menyebabkan pembengakakan yang dimulai dari batas inferior mandibula hingga meluas secara median menuju m. digastricus dan meluas ke arah posterior menuju tulang hyoid. Ketika bilateral submandibula, sublingual dan submentalis terkena infeksi, inilah yang disebut dengan Ludwigs angina. Infeksi ini menyebar dengan cepat kea rah posterior menuju spasia sekunder mandibula. Sulit menelan hampir selalu terjadi pada infeksi ini, disertai dengan elevasi dan displacement lidah serta pengerasan superior submandibula hingga tulang hyoid Pasien yang mengalami infeksi ini biasanya mengalami trismus, mengeluarkan saliva, kesulitan menelan bahkan bernafas yang dapat berkembang menjadi obstruksi nafas atas yang dapat menyebabkan kematian. Spasia submental Spasia submental berada di antara anterior bellies dari m. digastricus dan di antara m. mylohyoid dengan kulit di atasnya. Spasia ini biasanya terjadi karena infeksi dari incisor mandibula. Incisor mandibula cukup panjang untuk dapat menyebabkan infeksi mengikis bagian labial dari tulang apical hingga perlekatan m. Mentalis.

KONSEP MAPPING
pasien

pemeriksaan

Ekstraoral : Asimetri wajah Bengkak sebelah kiri Kemerahan Tidak ada fluktuasi Limfonodi submandibullar kiri teraba

Intraoral : Gigi 38 erupsi sebagian Non-vital Sakit pada perkusi Gusi diekitarnya kemerahan dan terasa sakit saat palpasi Pembesaran vestibulum pada gigi 38 adanya fluktuasi

Penunjang : area radiolusen tepi difus yang meluas sekitar gigi 38 dengan keterlibatan 1 spacium

Sistemik : Demam Stroke 4 tahun yang lalu

Gigi impaksi

Abses submandibulla

odontectomy

Anda mungkin juga menyukai