Anda di halaman 1dari 18

BAB I HIRSCHPRUNG

A. PENGERTIAN Hirschsprung atau Mega Colon adalah penyakit yang tidak adanya sel sel ganglion dalam rectum atau bagian rektosigmoid Colon. Dan ketidak adaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya peristaltik serta tidak adanya evakuasi usus spontan (Cecily Betz & Sowden : 2002). Penyakit Hirschsprung atau Mega Kolon adalah kelainan bawaan penyebab gangguan pasase usus tersering pada neonatus, dan kebanyakan terjadi pada bayi aterm dengan berat lahir 3 Kg, lebih banyak laki lakidari pada perempuan.(Arief Mansjoeer : 2000 ). Hirschprung adalah penyakit akibat tidak adanya sel sel ganglion didalam usus yang terbentang ke arah proksimal mulai dari anus hingga jarak tertentu. (Behrman & vaughan, 1992:426) Hirschprung adalah aganglionosis ditandai dengan tidak terdapatnya neuron mienterikus dalam sengmen kolon distal tepat disebelah proksimal sfingter ani. (Isselbacher,dkk,1999:255) Penyakit hirschprung adalah suatu kelainan tidak adanya sel ganglion parasimpatis pada usus, dapat dari kolon sampai usus halus. ( Ngastiyah,2005:219)

B. KLASIFIKASI Berdasarkan panjang segmen yang terkena, Hirschprung dapat dibagi menjadi dua, yaitu : 1. Penyakit Hirschprung Segmen Pendek Segmen aganglionosis mulai dari anus sampai sigmoid ; ini merupakan 70% dari kasus penyakit hirschsprung dan lebih sering ditemukan pada anak laki- laki dibanding anak perempuan. 2. Penyakit Hirschprung Segmen Panjang Kelainan dapat melebihi sigmoid, bahkan dapat mengenai seluruh kolonatau usus halus. Ditemukan sama banyak baik laki laki maupun perempuan.

C. ETIOLOGI Penyebab dari Hirschprung yang sebenarnya tidak diketahui, tetapi Hirschsprung atau Mega Colon diduga terjadi karena : 1. Faktor genetik dan lingkungan, sering terjadi pada anak dengan Down syndrom. 2. Kegagalan sel neural pada masa embrio dalam dinding usus,gagal eksistensi, kranio kaudal pada myentrik dan sub mukosa dinding plexus.

D. PATOFISIOLOGI Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding submukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar. Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon (Cecily Betz & Sowden,2002:196). Isi usus terdorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141). Aganglionic mega colon atau hirschprung dikarenakan karena tidak adanya ganglion parasimpatik di submukosa (meissher) dan mienterik (aurbach) tidak ditemukan pada satu atau lebih bagian dari kolon menyebabkan peristaltik usus abnormal. Peristaltik usus abnormal menyebabkan konstipasi dan akumulasi sisa pencernaan di kolon yang berakibat timbulnya dilatasi usus sehingga terjadi megakolon dan pasien mengalami distensi abdomen. Aganglionosis mempengaruhi dilatasi sfingter ani interna menjadi tidak berfungsi lagi, mengakibatkan pengeluaran feses,gas dan cairan terhambat. Penumpukan sisa pencernaan yang semakin banyak merupakan media utama berkembangnya bakteri. Iskemia saluran cerna berhubungan dengan peristaltik yang abnormal mempermudah infeksi kumanke lumen usus dan terjadilah enterocolitis. Apabila tidak segera ditangani anak yang mengalami hal tersebut dapat mengalami kematian (kirscher dikutip oleh Dona L.Wong,1999:2000).

E. MANIFESTASI KLINIS Bayi baru lahir tidak bisa mengeluarkan Meconium dalam 24 28 jam pertama setelah lahir. Tampak malas mengkonsumsi cairan, muntah bercampur dengan cairan empedu dan distensi abdomen. (Nelson, 2000 : 317). Gejala Penyakit Hirshsprung adalah obstruksi usus letak rendah, bayi dengan Penyakit Hirshsprung dapat menunjukkan gejala klinis sebagai berikut. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketidakadaan evakuasi mekonium. Keterlambatan evakuasi mekonium diikuti obstruksi konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala rigan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Konstipasi ringan entrokolitis dengan diare, distensi abdomen dan demam.Adanya feses yang menyemprot pas pada colok dubur merupakan tanda yangkhas. Bila telah timbul enterokolitis nikrotiskans terjadi distensi abdomenhebat dan diare berbau busuk yang dapat berdarah ( Nelson, 2002 : 317 ). Gejala Penyakit Hirshprung menurut ( Betz Cecily & Sowden, 2002 :197) 1. Masa Neonatal a. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.

b. Muntah berisi empedu. c. Enggan minum.

d. Distensi abdomen 2. Masa Bayi Dan Anak Anak a. Konstipasi

b. Diare berulang. c. Tinja seperti pita dan berbau busuk.

d. Distenssi abdomen. e. f. g. Adanya masa difecal dapat dipalpasi. Gagal tumbuh. Biasanya tampak kurang nutrisi dan anemi

F. KOMPLIKASI Menurut Corwin (2001:534) komplikasi penyakit hirschsprung yaitu gangguan elektrolit dan perforasi usus apabila distensi tidak diatasi. Menurut Mansjoer (2000:381) menyebutkan komplikasi penyakit hirschprung adalah: 1. Pneumatosis Usus Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi berlebihan dindingnya. 2. Enterokolitis Nekrotiokans Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi berlebihan dindingnya. 3. Abses Peri Kolon Disebabkan oleh bakteri yang tumbuh berlainan pada daerah kolon yang iskemik distensi berlebihan dindingnya. 4. Perforasi Disebabkan aliran darah ke mukosa berkurang dalam waktu lama. 5. Septikemia Disebabkan karena bakteri yang berkembang dan keluarnya endotoxin karena iskemia kolon akibat distensi berlebihan pada dindinng usus.

Sedangkan komplikasi yang muncul pasca bedah antara lain : 1. Gawat Pernafasan (Akut) Disebabkan karena distensi abdomen yang menekan paru paru sehingga mengganggu ekspansi paru. 2. Enterokolitis (akut) Disebabkan karena perkembangbiakan bakteri dan pengeluaran endotoxin. 3. Stenosis striktura ani Gerakan muskulus sfingter ani tak pernah mengadakan gerakan kontraksidan relaksasi karena ada colostomy sehingga terjadi kekakuan ataupun penyempitan.

G. PEMERIKSAAN PENUNJANG 1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan: a. Daerah transisi

b. Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit. c. Entrokolitis padasegmen yang melebar. d. Terdapat retensi barium setelah 24 48 jam. Pada bayi baru lahir, barium enema tidak selalu memperlihatkangambaran yang jelas dari penyakit apabila seluruh kolon tidak mempunyaisel ganglion. Hal ini terjadi meskipun pengeluaran barium terlambat 24 jam setelah pemeriksaan diagnostik. 2. Biopsi isap rectum Hendaknya tidak dilakukan kurang dari 2 cm dari linea dentata untuk menghindari daerah normal hipogang lionosis dipinggir anus. Biopsi inidilakukan untuk memperlihatkan tidak adanya sel sel ganglion di submukosa atau pleksus saraf intermuskular. 3. Biopsi rectum Biopsi rektum dilakukan dengan cara tusukan atau punch atau sedotan 2cm diatas garis pektinatus memperlihatkan tidak adanya sel sel ganglion di sub mukosa atau pleksus saraf intermuskular. 4. Biopsi otot rectum Pengambilan otot rektum, dilakukan bersifat traumatik, menunjukanaganglionosis otot rektum. 5. Manometri anorektal Dilakukan dengan distensi balon yang diletakan di dalam ampula rektum.Balon akan mengalami penurunan tekanan di dalam sfingter ani interna pada pasien yang normal. Sedangkan pada pasien yang megacolon akan mengalami tekanan yang luar biasa. 6. Pemeriksaan colok anus Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinjayang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja,kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah danakan terjadi pembusukan. 7. Foto rontgen abdomen Didasarkan pada adanya daerah peralihan antara kolon proksimal yangmelebar normal dan colon distal tersumbat dengan diameter yang lebihkecil karena usus besar yang tanpa

ganglion tidak berelaksasi. Pada pemeriksaan foto polos abdomen akan ditemukan usus melebar /gambaran obstruksi usus letak rendah.

H. PENATALAKSANAAN 1. Medis Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portionaganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsispinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu : a. Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya. b. Pembedahan koreksi diselesaikan atau dilakukan lagi biasanya saat berat anak mencapai sekitar 9 Kg ( 20 pounds ) atau sekitar 3 bulan setelah operasi pertama Ada beberapa prosedur pembedahan yang dilakukan seperti Swenson, Duhamel, Boley & Soave. Prosedur Soave adalah salah satu prosedur yang paling sering dilakukan terdiri dari penarikan usus besar yang normal bagian akhir dimana mukosa aganglionik telah diubah. 2. Perawatan Perhatikan perawatan tergantung pada umur anak dan tipe pelaksanaanya bila ketidakmampuan terdiagnosa selama periode neonatal, perhatikan utama antara lain : a. Membantu orang tua untuk mengetahui adanya kelainan kongenital pada anak secara dini

b. Membantu perkembangan ikatan antara orang tua dan anak c. d. Mempersiapkan orang tua akan adanya intervensi medis ( pembedahan) Mendampingi orang tua pada perawatan colostomy setelah rencana pulang ( FKUI, 2000:1135 ).

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN HIRSCHSPRUNG

A. Pengkajian. 1. Identitas. Penyakit ini sebagian besar ditemukan pada bayi cukup bulan dan merupakan kelainan tunggal. Jarang pada bayi prematur atau bersamaan dengan kelainan bawaan lain. Pada segmen aganglionosis dari anus sampai sigmoid lebih sering ditemukan pada anak laki-laki dibandingkan anak perempuan. Sedangkan kelainan yang melebihi sigmoid bahkan seluruh kolon atau usus halus ditemukan sama banyak pada anak laki-laki dan perempuan (Ngastiyah, 1997). B. Riwayat Keperawatan. 1. Keluhan utama. Obstipasi merupakan tanda utama dan pada bayi baru lahir. Trias yang sering ditemukan adalah mekonium yang lambat keluar (lebih dari 24 jam setelah lahir), perut kembung dan muntah berwarna hijau. Gejala lain adalah muntah dan diare. 2. Riwayat penyakit sekarang. Merupakan kelainan bawaan yaitu obstruksi usus fungsional. Obstruksi total saat lahir dengan muntah, distensi abdomen dan ketiadaan evakuasi mekonium. Bayi sering mengalami konstipasi, muntah dan dehidrasi. Gejala ringan berupa konstipasi selama beberapa minggu atau bulan yang diikuti dengan obstruksi usus akut. Namun ada juga yang konstipasi ringan, enterokolitis dengan diare, distensi abdomen, dan demam. Diare berbau busuk dapat terjadi. 3. Riwayat penyakit dahulu. Tidak ada penyakit terdahulu yang mempengaruhi terjadinya penyakit Hirschsprung. 4. Riwayat kesehatan keluarga. Tidak ada keluarga yang menderita penyakit ini diturunkan kepada anaknya.

C. Pemeriksaan fisik. Pemeriksaan yang didapatkan sesuai dengan manifestasi klinis. Pada survey umum terlihat lemah atau gelisah. TTV biasa didapatkan hipertermi dan takikardi dimana menandakan terjadinya iskemia usus dan gejala terjadinya perforasi. Tanda dehidrasi dan demam bisa didapatkan pada kondisi syok atau sepsis.

Pada pemeriksaan fisik focus pada area abdomen, lipatan paha, dan rectum akan didapatkan : Inspeksi : Tanda khas didapatkan adanya distensi abnormal. Pemeriksaan rectum dan fese akan didapatkan adanya perubahan feses seperti pita dan berbau busuk. Auskultasi : pada fase awal didapatkan penurunan bising usus, dan berlanjut dengan hilangnya bisng usus. Perkusi : Timpani akibat abdominal mengalami kembung. Palpasi : Teraba dilatasi kolon abdominal. 1. Sistem kardiovaskuler. Takikardia. 2. Sistem pernapasan. Sesak napas, distres pernapasan. 3. Sistem pencernaan. Umumnya obstipasi. Perut kembung/perut tegang, muntah berwarna hijau. Pada anak yang lebih besar terdapat diare kronik. Pada colok anus jari akan merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti dengan keluarnya udara dan mekonium atau tinja yang menyemprot. 4. Sistem saraf. Tidak ada kelainan. 5. Sistem lokomotor/muskuloskeletal. Gangguan rasa nyaman : nyeri 6. Sistem endokrin. Tidak ada kelainan. 7. Sistem integumen. Akral hangat, hipertermi 8. Sistem pendengaran. Tidak ada kelainan.

D. Pemeriksaan diagnostik dan hasil. 1. Foto polos abdomen tegak akan terlihat usus-usus melebar atau terdapat gambaran obstruksi usus rendah. 2. Pemeriksaan dengan barium enema ditemukan daerah transisi, gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian menyempit, enterokolitis pada segmen yang melebar dan terdapat retensi barium setelah 24-48 jam. 3. Biopsi isap, mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa. 4. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum. 5. Pemeriksaan aktivitas enzim asetilkolin esterase dimana terdapat peningkatan aktivitas enzim asetilkolin eseterase.

E. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul 1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik 2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan/elektrolit tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal. 3. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus 4. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen, iritasi intestinal, respon pembedahan 5. Risiko tinggi syok hipovolemik berhubungan dengan penurunan volume darah, sekunder dari absorpsi saluran intestinal, muntah-muntah. 6. Risiko tinggi perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang kurang adekuat. 7. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan

8. Pemenuhan informasi berhubungan dengan adanya kolostomi, evaluasi diagnostic, rencana pembedahan, dan rencana perawatan rumah. 9. Risiko gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan perubahan kondisi psikososial anak selama dirawat sekunder dari kondisi sakit. 10. Ansietas berhubungan dengan prognosis penyakit, miniterpretasi informasi, rencana pembedahan

F. Analisa Data Data Ds : anak terus rewel Etiologi Segment pendek/ segment panjang Do : konstipasi, tidak ada mekonium > 24-48 jam pertama, kembung, distensi abdomen, peristaltic menurun Ds : tidak mau minum, rewel Mual, muntah, kembung Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh Do : mukosa mulut kering, ubunubun dan mata cekung, turgor kulit kurang elastic Intake nutrisi tidak adekuat anorexia Obstruksi kolon Peristaltic dalam segment Masalah keperawatan Risiko konstipasi

Kehilangan cairan dan elektrolit Ds : rewel dan merasa kurang nyaman akibat kolostomi Kerusakan jaringan pasca Do : BAB melalui kolostomi Ds : pasien merasa demam Do : hipertermi (suhu 38o C) pembedahan Obstruksi kolon proksimal Risiko infeksi Intervensi pembedahan Risiko injuri

Intervensi pembedahan

Kerusakan jaringan pasca pembedahan

G. Diagnosa keperawatan prioritas Pre Operasi 1. Risiko konstipasi berhubungan dengan penyempitan kolon, sekunder, obstruksi mekanik 2. Risiko ketidakseimbangan volume cairan tubuh berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal. Post Operasi 1. Risiko injuri berhubungan dengan pasca prosedur bedah, iskemia, nekrosis dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus 2. Resiko infeksi berhubungan dengan pasca prosedur pembedahan.

H. Intervensi keperawatan Diagnosa keperawatan Tujuan dan Kriteri hasil 1. Intervensi Rasional

1. Risiko konstipasiTujuan : pola BAB normal berhubungan dengan penyempitan kolon, Kriteria hasil : pasien tidak mengalami sekunder, obstruksi mekanik konstipasi,pasien mempertahankan defekasi setiap hari

Observasi bising usus dan periksa adanya distensi 1. Untuk menyusun rencana penan abdomen pasien. Pantau dan catat frekuensi dan dalam mencegah konstipasi dan karakteristik feses.

2. Untuk meyakinkan terapi pengg adekuat. 3.

2. Catat asupan haluaran secara akurat

Untuk meningkatkan terapi p

3. Dorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap dan hidrasi hari, bila tidak ada kontraindikasikan 4. 4. Untuk membantu adaptasi

Lakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas fisiologis normal. pispot atau commode pada saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui)

5.

Berikan laksatif, enema atau supositoria sesuai 5. instruksi.

Untuk meningkatkan eliminas

gas dari saluran pencernaan, pan Untuk membantu

2. Risiko

Tujuan : kebutuhan cairan terpenuhi,

1. Timbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan 1. 2.

mende

ketidakseimbangan volume cairan tubuh Kriteria hasil : turgor kulit elastic dan berhubungan dengan keluar cairan tubuh dari muntah, normal, CRT < 3 detik

Ukur asupan cairan dan haluaran urine untuk keseimbangan cairan mendapatkan status cairan 2.

Penurunan asupan atau pen mengakibatkan deficit cairan

3. Pantai berat jenis urin 3.

Peningkatan berat jenis urin

dehidrasi. Berat jenis urin renda

ketidakmampuan absorbs air oleh intestinal.

4. Periksa membrane mukosa mulut setiap hari 4. 5.

kelebihan volume cairan. Membrane mukosa kering

Tentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan indikasi dehidrasi. cairan tersebut disamping tempat tidur pasien, sesuai 5. Untuk meningkatkan asupan. instruksi.

6. Pantau kadar elektrolit serum 6.

Perubahan nilai elektrolit d

awitan ketidak seimbangan caira 3. Risiko injuri Tujuan : Dalam waktu 2x24 jam pascaintervensi reseksi kolon pasien tidak mengalami injuri 2. Monitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis 2. 1. Observasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri 1.

Pascabedah terdapat resiko re

berhubungan dengan pasca prosedur bedah,

umbilikalis akibat peningkata abdomen Perawat yang mengantisipasi

iskemia, nekrosisKriteria hasil : TTV dalam batas dinding intestinal sekunder dari kondisi obtruksi usus
o o

normal,(RR : 16-24 x/menit,Suhu : 36 C-37 C,N : 60-100 x/menit, TD : 120/70 mmHg), Kardiorespirasi optimal, Tidak terjadi infeksi pada insisi

perforasi atau peritonitis. Ta

penting adalah anak rewel tiba-

dibujuk atau diam oleh orang muntah-muntah, peningkatan

hilangnya bising usus. Adanya

anus yang berupa cairan feses

darah merupakan tanda klinik p

terjadi perforasi.semua peruba didokumentasikan oleh perawat

dokter yang merawat. 3. 3. Lakukan pemasangan selang nasogastrik

Tujuan memasang selang n

intervensi dekompresi akibat r

kolon obstruksi dari kolon aga

tindakan dekompresiini optim

menurunkan distensi abdomin

penyebab utama nyeri abdom hirschsprung. 4. 4. Monitor adanya komplikasi pascabedah Perawat memonitor

ada

pascabedah seperti mencret

fekal, kebocoran anastomosis

obstruksi usus, dan enterokolitis 5. Pasien akan mendapatkan

sebagai pemeliharaan status hem 5. Pertahankan status hemodinamik yang optimal

6. Pasien dibantu turun dari temp

pertama pascaoperatif dan dido 6. Bantu ambulasi dini 7.

berpartisipasi dalam ambulasi di

Pada anak menghadirkan ora

menpengaruhi penurunan respon 7. Hadirkan orang terdekat

pada dewasa merupakan tam

psikologis dalam menghadapi

nyeri baik akibat dari kolik ab pascabedah. 8. Antibiotik menurunkan resiko

menimbulkan reaksi inflamasi 8. Kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah memperlama proses

pascafunduplikasi lambung

4.

Risiko berhubungan pasca pembedahan.

Tujuan infeksi : suhu dalam keadaan normal (36-1. Minimalkan risiko infeksi pasien dengan : dengan 37o C) prosedur a. Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan perawatan

1.a. mencuci tangan adalah satu-satu

untuk mencegah penularan patho

kriteria hasil : suhu dalam rentang normal, b. menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan 1.b. sarung tangan dapat melindungi tidak ada pathogen yang terlihat dalam kultur, luka dan insisi terlihat bersih, merah muda, dan bebas dari drainase purulen. asepsis pada saat memberikan perawatan langsung 2. Observasi suhu minimal setiap 4 jamdan catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi kerja.

memegang luka yang dibalut ata berbagai tindakan.

2. Suhu yang terus meningkat sete

dapat merupakan tanda awitan k

pulmonal, infeksi luka atau dehi

I.

Implementasi dan Evaluasi keperawatan No. diagnosa kep. 1 1. Implementasi mengobservasi bising usus dan periksa adanya distensi abdomen pasien. Pantau dan catat frekuensi dan karakteristik feses. 2. mencatat asupan haluaran secara akurat 3. mendorong pasien untuk mengonsumsi cairan 2,5 L setiap hari, bila tidak ada kontraindikasikan 4. melakukan program defekasi. Letakkan pasien di atas pispot atau commode pada saat tertentu setiap hari, sedekat mungkin kewaktu biasa defekasi (bila diketahui) 5. memberikan laksatif, enema atau supositoria sesuai instruksi. 2 1. menimbang berat badan pasien setiap hari sebelum sarapan 2. mengukur asupan cairan dan haluaran urine untuk mendapatkan status cairan 3. memantai berat jenis urin 4. memeriksa membrane mukosa mulut setiap hari 5. menentukan cairan apa yang disukai pasien dan simpan cairan tersebut disamping tempat tidur pasien, sesuai instruksi. 6. memantau kadar elektrolit serum S : pasien tidak merasa haus, tidak rewel lagi TTD S : pasien tidak rewel lagi O : konstipasi berkurang, tidak ada distensi abdomen, peristaltic meningkat, kembung berkurang A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan Evaluasi

O : turgor kulit baik dan normal, mukosa mulut tidak kerin A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan

1. mengobservasi faktor-faktor yang meningkatkan resiko injuri 2. memonitor tanda dan gejala perforasi atau peritonitis 3. melakukan pemasangan selang nasogastrik 4. memonitor adanya komplikasi pascabedah 5. mempertahankan status hemodinamik yang optimal 6. membantu ambulasi dini 7. menghadirkan orang terdekat 8. melakukan kolaborasi pemberian antibiotik pascabedah

S : rewel pasien berkurang dan mulai nyaman dengan terp kolostomi O : terpasang kolostomi A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan

1. meminimalkan risiko infeksi pasien dengan : c. a. Mencuci tangan sebelum dan setelah memberikan perawatan menggunakan sarung tangan untuk mempertahankan asepsis pada saat memberikan perawatan langsung 2. mengobservasi suhu minimal setiap 4 jamdan catat pada kertas grafik. Laporkan evaluasi kerja

S : pasien tidak meriang lagi O : Suhu normal (36-37o C) A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan

Anda mungkin juga menyukai