Anda di halaman 1dari 34

PANDUAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (PKSA) Untuk Pemenuhan Hak-Hak Dasar Anak yang Memerlukan Perlindungan

Khusus
PANDUAN PELAKSANAAN PELAYANAN KESEJAHTERAAN SOSIAL ANAK (PKSA) Untuk Pemenuhan Hak-Hak Dasar Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus

Bab 1 Pendahuluan A. LATAR BELAKANG Pada tahun 2007 Pemerintah Republik Indonesia melalui Departemen Sosial telah mengembangkan Program Keluarga Harapan (PKH) bertujuan untuk melakukan percepatan penanggulangan kemiskinan sekaligus sebagai pengembangan kebijakan di bidang perlidungan sosial. PKSA dilaksanakan dengan cara memberikan bantuan tunai bersyarat (conditional cash transfer) kepada Rumah Tangga Sangat Miskin (RTSM) agar dapat mempertahankan daya belinya di tengah pemberlakuan penyesuaian harga BBM oleh pemerintah pada saat itu. Sebagai syarat bantuannya, PKH mewajibkan RTSM agar menyekolahkan, memeriksakan kesehatan anak-anaknya, dan melakukan pemeriksaan kehamilan secara berkala, sehingga diharapkan terjadi perubahan perilaku RTSM yang memahami pentingnya kesehatan dan pendidikan bagi anak-anaknya. Tujuan akhir PKH yaitu meningkatkan angka partisipasi sekolah baik untuk sekolah dasar maupun sekolah menengah. Berdasarkan data capaian PKH ditemukan bahwa masih ada anak-anak lain yang juga memerlukan bantuan. Anak-anak ini dikategorikan memerlukan perlindungan khusus karena berada dalam kerentanan dan situasi sosial yang menimbulkan masalah dalam pemenuhan hak dan/atau kebutuhan dasar dibandingkan kelompok anak lain. Misalnya anak dalam kondisi cacat, terpaksa bekerja, mengalami tindak kekerasan dan perlakuan salah, atau pernah berhadapan dengan hukum, dan mereka tidak/belum

atau putus sekolah (drop out). Anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus ini diharapkan dapat memperoleh kesempatan yang sama, khususnya dalam mengikuti pendidikan dasar maupun menengah. Untuk itu Pemerintah mengembangkan PKSA dengan memperluas sasaran pelayanan melalui Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA). PKSA bertujuan memberikan perlindungan terhadap anak yang bukan dari RTSM, yang memerlukan perlindungan khusus, dan mengalami masalah sosial dan atau yang rentan mengalami masalah sosial. Dalam hal ini diprioritaskan bagi anak yang belum pernah maupun yang tidak dapat melanjutkan sekolah karena berbagai faktor internal maupun eksternal. Melalui PKSA diharapkan masalah sosial anak atas hak pendidikan dasar dapat dientaskan dan bersama orang tua/keluarga dapat tetap akses terhadap bantuan sosial PKSA serta sumber-sumber layanan lainnya. Dalam PKSA anak dipersiapkan secara fisik, psikis-mental, dan sosial untuk mengikuti program layanan transisional yang berupa: 1) Program Persiapan Pendidikan atau Pendidikan Perantaraan/Penghantaran (Bridging Course), yang didalamnya mengandung substansi program persiapan bersekolah baik secara akademik maupun non-akademik dalam jangka waktu tertentu sehingga anak-anak putus sekolah dapat kembali mengikuti sistem pendidikan; 2) Program Pembelajaran Remedial/Perbaikan (Remedial) yang merupakan salah satu bentuk Layanan Kesiapan Belajar dalam rangka mencegah anak putus sekolah; dan 3) Program pemenuhan kebutuhan dasar anak. Disamping itu, untuk memberikan penguatan atas ketiga substansi program diatas, berbagai program layanan dukungan juga disiapkan. Sehingga, pengarusutamaan child support, child protection, dan child care mampu diintegrasikan dalam PKSA. Kegiatan PKSA yang secara spesifik dapat disebut sebagai Layanan Kesiapan Belajar (pendidikan transisional) diselenggarakan oleh lembaga-lembaga sosial yang selama ini bekerja untuk melayani anak seperti: rumah singgah, rumah perlindungan sosial anak (RPSA), panti sosial asuhan anak, dan lain-lain. Selanjutnya disebut LPKSA. Pada pelaksanaannya PKSA menggunakan metoda pendampingan melalui para Pendamping PKSA yang diharapkan dapat membantu anak dalam keseluruhan proses pelayanan sosial hingga anak mau dan mampu mengakses sistem pendidikan formal dan non-formal dan berbagai sistem kesejahteraan sosial anak yang lebih luas. Untuk menjamin terlaksananya PKSA secara teknis oleh lembaga-lembaga pelayanan kesejahteraan sosial anak (LPKSA) di masyarakat, maka diperlukan adanya suatu Panduan Pelaksanaan PKSA. Pedoman Pelaksanaan, juga bermanfaat bagi para pemangku kepentingan atas pendidikan dan yang peduli anak.

B. TUJUAN BUKU PEDOMAN 1. Tujuan Umum: Tujuan umum penulisan pedoman ini adalah agar tersedianya acuan pelaksanaan PKSA bagi Lembaga Pelayanan kesejahteraan sosial anak yang ada di masyarakat. 2. Tujuan Khusus: Tujuan Khusus dari penulisan pedoman ini adalah agar pemberi layanan PKSA dan para pemangku kepentingan lainnya mampu mewujudkan: a. Kesamaan persepsi dan tindakan tentang pelaksanaan program PKSA b. Terlaksananya program pelayanan sosial remedial secara operasional di lembaga pelayanan kesejahteraan sosial anak. c. Terlaksananya proses pengendalian dalam PKSA. C. SASARAN Agar buku pedoman ini mencapai tujuan yang diharapkan. Maka sasaran adalah : 1. Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial (LPKSA) dan sumber daya manusia yang ada di dalamnya. 2. Pihak penyelenggara dan pengelola pendidikan formal, non formal, dan informal 3. Para staf dan pimpinan instansi pemerintah urusan kesejahteraan sosial di pusat dan daerah (Departemen Sosial dan instansi terkait lainnya). 4. Lembaga dan SDM PKSA: PKSA-Pusat , pelaksana sosialisasi PKSA, pelaksana pelatihan PKSA serta pendamping PKSA. 5. Para pemangku kepentingan dan pihak-pihak lain yang memiliki kaitan dengan program PKSA. D. PENJELASAN ISTILAH 1. Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak ( PKSA). Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (PKSA) adalah program yang memberikan layanan kesejahteraan sosial, dalam bentuk: 1) layanan pemenuhan kebutuhan dasar anak; 2) layanan kesiapan belajar anak, dan 3) layanan dukungan bagi anak-anak yang memerlukan perlindungan khusus, yang berusia 7 s.d. 17 tahun yang berada dalam kondisi memerlukan perlindungan khusus agar memiliki kemauan, kemampuan, dan kesiapan untuk mengikuti sistem pendidikan. 2. Anak yang memerlukan Perlindungan Khusus: Anak yang membutuhkan perlindungan khusus adalah anak dalam situasi darurat, anak yang berhadapan dengan hukum, anak dari kelompok minoritas dan terisolasi, dan anak tereksploitasi, yang mencakup ekploitasi ekonomi dan/ atau seksual, anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (napza), anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan, anak korban kekerasan baik fisik dan/atau mental, anak yang menyandang cacat dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran. 3. Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosia Anak (LPKSA) Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak adalah organisasi/institusi sosial yang ditugaskan memberikan pelayanan kesejahteraan sosial anak kepada anak yang memerlukan perlindungan khusus sebagai sasaran PKSA. 4. Layanan Pemenuhan Kebutuhan Dasar

Layanan kesejahteraan sosial anak yang didesain dalam rangka menjamin terpenuhinya kebutuhan dasar anak dalam hal pemenuhan kebutuhan nutrisi sehat/bergizi dan pemenuhan kebutuhan peralatan belajar 5. Layanan Kesiapan Belajar Anak Layanan Kesiapan Belajar Anak , disebut juga dengan istilah lain Pendidikan Transisional, adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan upaya-upaya mempersiapkan dan mengantarkan anak untuk kembali ke sekolah dan belajar (bridging course) bagi anak putus sekolah dan mempertahankan anak tetap bersekolah dan/atau tidak putus sekolah (remedial) bagi anak yang rentan putus sekolah dan/atau tinggal kelas. 6. Layanan Dukungan Serangkaian layanan yang didesain dalam rangka memperkuat layanan pemenuhan kebutuhan dasar dan layanan kesiapan belajar anak. Bab 2 Gambaran Umum PKSA A. Tujuan PKSA bertujuan untuk terwujudnya kesejahteraan sosial anak yang memerlukan perlindungan khusus agar mereka terpenuhi hak dasarnya untuk mempertahankan dan melanjutkan pendidikan ke lembaga pendidikan formal dan/atau nonformal. B. Sasaran dan Kriteria PKSA 1. Sasaran PKSA adalah kelompok anak yang termasuk dalam kategori memerlukan perlindungan khusus. Anak yang dimaksud dapat mencakup : a. anak tereksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; termasuk di dalamnya anak jalanan dan bentuk-bentuk pekerjaan terburuk anak. b. anak korban perlakuan salah dan penelantaran (yang dapat menyebabkan anak putus sekolah), didalamnya juga termasuk anak tanpa pengasuhan orang tua. c. anak dalam situasi darurat, terdiri atas: a) anak yang menjadi pengungsi, b) anak korban kerusuhan, c) anak korban bencana alam dan d) anak dalam situasi konflik bersenjata; d. anak yang berhadapan dengan hukum, terdiri atas: a) anak yang berstatus diversi, b) anak yang mendapat putusan tindakan, c) anak yang telah menjalani masa hukuman pidana; e. anak dari kelompok minoritas dan terisolasi; f. anak yang diperdagangkan; g. anak yang menjadi korban penyalahgunaaan narkotika, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA); h. anak korban penculikan, penjualan dan perdagangan; i. anak korban kekerasan, baik fisik dan/atau mental; j. anak yang menyandang cacat dengan derajat kecacatan ringan (cacat fisik dan

cacat mental dan anak tersebut mampu didik dan mampu latih; dan 2. Usia anak-anak tersebut antara 7 s.d. 17 tahun 3. Anak-anak tersebut karena kondisinya rentan putus sekolah dan/atau tinggal kelas dan sudah putus sekolah C. Kegiatan Program Kesejahteraan Sosial Anak bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus terdiri atas 3 (tiga) kegiatan yang dilakukan secara simultan dan saling mendukung satu-sama lain, yaitu: 1. Kegiatan Layanan Pemenuhan Dasar Anak Pemenuhan kebutuhan dasar anak penerima manfaat PKSA dilakukan dalam bentuk layanan pemenuhan kebutuhan nutrisi/makanan bergizi dan pemenuhan kebutuhan peralatan belajar. 2. Kegiatan Layanan Kesiapan Belajar Anak Kegiatan ini dikenal dengan nama lain pendidikan transisional. Kegiatan yang berupaya mencegah anak putus sekolah dan/atau tinggal kelas serta mempersiapkan anak yang putus sekolah untuk memasuki sistem pendidikan formal dan/atau nonformal. Kegiatan ini mencakup 2 (dua) model layanan: a. Layanan Remedial (Remedial) Layanan ini diberikan dalam rangka mencegah anak putus sekolah dan/atau tinggal kelas. b. Layanan perantaraan dan/atau penghantaran (Bridging Course) Layanan ini diberikan dalam rangka mempersiapkan anak yang putus sekolah untuk memasuki sistem pendidikan formal dan/atau nonformal. 3. Kegiatan Layanan Dukungan Layanan ini didesain dalam rangka memperkuat layanan pemenuhan kebutuhan dasar dan layanan kesiapan belajar anak, mencakup aspek hak-hak dan perlindungan anak dalam arti luas. D. Tahapan Program Sebagai program pelayanan transisional, PKSA dilaksanakan secara bertahap dalam proses sebagai berikut : 1. Akses dan Pengumpulan Data : Pelaksana program (penanggung jawab PKSA) melakukan pengumpulan data permasalahan serta sistem sumber pelayanan yang tersedia di masyarakat. Data yang dikumpulkan meliputi: a. Anak yang termasuk kategori anak yang memerlukan perlindungan khusus yang menjadi sasaran PKSA. b. Lembaga/institusi sebagai calon pelaksana atau pemberi layanan sosial anak seperti : Rumah Singgah, Panti Sosial Anak, Lembaga Sosial Masyarakat pemerintah/non pemerintah, PKBM, dan lain lain. c. Menghubungi Pendamping PKSA yang berada di daerah lokasi.

2. Perekrutan dan Seleksi Calon Pendamping PKSA Proses rekruitmen dan seleksi calon pendamping dilakukan melalui tahapan sebgai berikut : a. Surat pemberitahuan ke Dinas-dinas sosial setempat untuk merekrut Calon Pendamping PKSA di kecamatan terdekat dengan lokasi program b. Konsultasi dengan Tim Asesor untuk mempersiapkan : bahan untuk proses seleksi yang terdiri dari : penyiapan soal-soal termasuk pelaksanaan psikotes , penyiapan bahan untuk wawancara calon pendamping c. Pelaksanaan proses rekruitmen dan proses seleksi secara administratif oleh petugas dari dinas sosial provinsi. d. Pelaksanaan proses seleksi langsung dari petugas pusat dan dilaksanakan di provinsi yang dimaksud. 3. Penyusunan Buku-buku yang berkaitan dengan PKSA Guna meningkatkan pelaksanaan PKSA maka dibutuhkan adanya pedoman kerja, khususnya pedoman bagi lembaga pemberi pelayanan kesejahteraan sosial anak serta pedoman bagi para pendamping PKSA. Penyusunan buku-buku ini dan yang berkaitan, antara lain mencakup: a. Pembahasan buku panduan umum PKSA dan buku pedoman pendamping PKSA. b. Finalisasi buku panduan umum dan pedoman pendamping PKSA. c. Modul-modul praktik pelayanan PKSA, 4. Rapat Koordinasi Lintas Sektor Tahap selanjutnya adalah menyelenggarakan rapat koordinasi lintas sektor dalam rangka pelaksanaan program. Rapat koordinasi ini mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut : a. Dilaksanakan sekaligus kegiatan sosialisasi. b. Peserta Tim Koordinasi PKSA Provinsi dan kabupaten, kecamatan, para pendamping yang telah lolos seleksi, Dinas Pendidikan (Sekolah, PKBM, dll), Panti Sosial/Lembaga Sosial pemerintah maupun non-pemerintah, lembaga-lembaga lain yang akan dijadikan tempat rujukan anak untuk memperoleh Layanan dan pendidikan baik formal, maupun informal. 5. Pemantapan Petugas Pendamping a. Pemantapan petugas pendamping PKSA dilaksanakan setelah proses kegiatan seleksi dan sudah ditetapkan pendamping PKSA secara definitif dan setelah tersusunnya buku pedoman umun dan panduan pendamping PKSA b. Kegiatan pemantapan petugas pendamping akan dilaksanakan dengan diawali kegiatan Dinamika Kelompok Alam Terbuka, pembekalan materi PKSA secara umum maupun materi PKSA . 6. Pelaksanaan Kegiatan-kegiatan layanan Ada 3 kegiatan layanan: a. layanan pemenuhan kebutuhan dasar b. layanan kesiapan belajar anak c. layanan dukungan 7. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring bertujuan untuk memantau pelaksanaan PKSA pada sisi masukan (inputs) dan keluaran (outputs). Program monitoring ini akan mengidentifikasi berbagai hal yang muncul dalam pelaksanaan PKSA sehingga memberi kesempatan kepada pelaksana program untuk melakukan perbaikan yang diperlukan. Evaluasi bertujuan untuk melihat hasil dan dampak pelaksanaan PKSA di masyarakat. D. DUKUNGAN ANGGARAN DAN PENGALOKASIAN Program PKSA didukung dengan anggaran/dana untuk kegiatan-kegiatan yang mencakup: anggaran kegiatan pemenuhan kebutuhan dasar, anggaran untuk aktivitas program, dan anggaran operasional LPKSA. Uraian lengkap dan persyaratan dukungan anggaran adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan Alokasi Anggaran Untuk Layanan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Anak Dana bantuan ini diberikan kepada anak sebagai stimulasi bagi pemenuhan kebutuhan fisik anak seperti nutrisi/gizi, kesehatan, dan bermain/rekreasi serta kegiatan anak lainnya yang relevan. Pemberian bantuan ini diperuntukkan bagi anak melalui lembaga PKSA dengan pelibatan/partisipasi aktif orang tua. 2. Persyaratan Alokasi Anggaran Untuk Layanan Kesiapan Belajar Anak Persyaratan anak memperoleh dana bantuan persiapan belajar (bridging course) adalah apabila sesuai dengan syarat dan kriteria yang telah ditentukan dalam PKSA. Pemberian bantuan ini diberikan selama periode program sejak penerima sasaran terdaftar dalam program PKSA oleh LPKSA. Anggaran ini dikelola oleh Lembaga PKSA sebagai stimulasi untuk menjamin kebutuhan pembelajaran anak terpenuhi dengan pelibatan/partisipasi aktif orang tua. Pokok-pokok pemanfaatannya antara lain untuk: Transportasi kegiatan pembelajaran anak; Kebutuhan-kebutuhan material anak dalam rangka kegiatan pembelajaran; Kebutuhan-kebutuhan anak ketika dirujuk pada lembaga/sistem pendidikan formal maupun non-formal; Pemberian bantuan Layanan belajar dapat dihentikan apabila kehadiran anak dalam proses belajar tidak maksimal (dibawah sampai 85%), anak tidak bisa ikut belajar karena berbagai hambatan; dan anak tidak mampu lagi untuk melanjutkan Layanan belajar. 3. Persyaratan Alokasi Anggaran untuk Kegiatan Layanan Dukungan Dana ini dapat bersumber dari internal LPKSA dan atau sistem sumber lain (sharing budget) yang diperuntukkan bagi biaya operasional kegiatan-kegiatan yang terkait dengan penguatan hak-hak dan perlindungan anak, antara lain: Sosialisasi hak-hak anak; Pengembangan dan penguatan jaringan rujukan; Koordinasi dan pertemuan interagency; Kegiatan-kegiatan yang diorientasikan bagi kemampuan pola asuh keluarga anak; Kegiatan-kegiatan yang diorientasikan bagi advokasi kebijakan;

4. Mekanisme Pencairan Dana Secara umum Mekanisme Pencairan dana adalah sebagai berikut: a. Anggaran yang dibutuhkan untuk membiayai semua kegiatan layanan diajukan oleh LPKSA sesuai mata anggaran kegiatan yang disetujui oleh Tim Departemen Sosial (pejabat yang berwenang) dan secara langsung kemudian dikelola sepenuhnya oleh lembaga tersebut sebagaimana mekanisme dan peraturan yang telah ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan. b. Anggaran yang disalurkan dan dipergunakan LPKSA secara reguler dan ketat akan dipantau, dievaluasi serta diaudit sehingga memiliki/memenuhi syarat akuntabilitas yang layak. E. ALUR PENYALURAN DANA / ANGGARAN DUKUNGAN PKSA Pelaksanaan PKSA diwujudkan dengan dana/anggaran dengan alur penyaluran sebagai berikut: Gambar 1 : Alur Penyaluran Dana/Anggaran Dukungan Untuk PKSA Bab 3 Pelaksanaan Kegiatan A. Layanan Pemenuhan Kebutuhan Dasar Anak Beberapa pertimbangan mendasar atas disediakannya layanan pemenuhan kebutuhan dasar anak, adalah: Layanan pemenuhan kebutuhan dasar dipandang perlu diberikan kepada anak yang memerlukan perlindungan khusus yang berada dalam kategori rentan sehingga (mengalami) putus sekolah, dan kemudian akan kembali (dipandang mampu dan mau) memasuki sistim pendidikan. Permasalahan yang dialami anak dapat berasal dari gangguan perkembangan fisi k dapat terjadi antara lain karena kemiskinan keluarga yang menyebabkan rendahnya kemampuan orang tua untuk melaksanakan fungsi pemenuhan gizi anak. Kemiskinan juga sangat berpengaruh pada kemampuan pengasuhan dalam keluarga yang pada akhirnya kurang memberi dukungan pada perkembangan mental, psikososial, kognitif dan kemampuan akademis anak. 1. Bentuk Layanan Layanan pemenuhan kebutuhan dasar anak, antara lain berbentuk: a. Bimbingan dan konsultasi tentang perilaku dan pola konsumsi sehat dalam keluarga dan pemeliharaan lingkungan; b. Pemantauan upaya pemenuhan gizi/nutrisi dan sanitasi keluarga anak agar menunjang tumbuh kembang anak. 2. Mekanisme Penyaluran Bantuan Layanan pemenuhan kebutuhan dasar anak disalurkan dalam bentuk dana bantuan pembelian paket layanan yang peruntukkannya langsung bagi anak penerima manfaat:

B. Layanan Kesiapan Belajar Anak (Pendidikan Transisional) Beberapa alasan disediakannya jenis layanan ini adalah: Anak-anak yang membutuhkan perlindungan khusus dalam rangka PKSA terabaikan pemenuhan hak pendidikan/belajarnya. Banyak anak yang belum pernah sekolah atau putus sekolah semestinya memiliki kesempatan dan harus diupayakan agar dapat terlibat dalam sistem pendidikan baik formal maupun non-formal. Maka, sangat relevan diterapkannya model pendidikan perantaraan/penghantaran (bridging course). Anak-anak yang rentan putus sekolah pun umumnya berasal dari kelompok anak yang memerlukan perlindungan khusus sehingga perlu dilibatkan dalam suatu model pendidikan pengulangan/ penambahan (remedial). Anak yang sedang mengikuti pendidikan formal dan/atau non formal memerlukan penguatan kemampuan akademik. Anak-anak sebagai sasaran PKSA seringkali tidak hanya mengalami hambatan dan gangguan dalam perkembangan fisik tetapi juga mental maupun psikosial yang akan berpengaruh pada kesiapan mereka untuk mengikuti pendidikan. Maka, dukungan motivasi, adaptasi, dan interaksi sangat dibutuhkan. 1. Tujuan Layanan Kesiapan Belajar (Pendidikan Transisi) adalah serangkaian kegiatan yang berkaitan dengan upaya-upaya mempersiapkan anak untuk kembali ke sekolah dan belajar juga mempertahankan anak yang sudah berada dalam sistem pendidikan agar tetap bersekolah dan tidak putus sekolah. Maka 2 (dua) tujuan Layanan Kesiapan Belajar (pendidikan transisional) yaitu: untuk mencegah anak agar tidak putus sekolah dan/atau tinggal kelas. untuk menarik kembali anak-anak yang putus sekolah ke sistem pendidikan formal dan/atau nonformal. 2. Mekanisme Pelayanan: a. Langkah ke-1: Identifikasi dan Pendataan anak: Proses identifikasi dilakukan bersama oleh pendamping dan tenaga pendidik. Identifikasi yang dibutuhkan untuk program remedial adalah identifikasi nilai ketuntasan minimal anak melalui nilai raport maupun ulangan harian/akhir. Identifikasi ini juga dapat dilakukan oleh pendamping dengan guru-guru anak di sekolah melalui wawancara singkat. Untuk pembelajaran bridging course, para pendidik diharapkan mengembangkan prepost test untuk mengidentifikasi kebutuhan materi akademik anak seperti Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Matematika dan IPA. Kebutuhan materi non akademik dapat dilakukan melalui observasi dan wawancara dengan anak perihal kecakapan belajar (seperti kemampuan menulis, mengelola waktu, kemampuan menghafal, dsb), sosial dan personal. b. Langkah ke-2: Identifikasi pola pembelajaran: Berdasarkan hasil identifikasi dan pendataan diatas, maka pendidik kemudian dapat

mengelompokkan anak-anak berdasarkan kebutuhan akademik mereka termasuk mengembangkan pola pembelajaran yang sesuai. Pola pembelajaran ini diharapkan menggunakan prinsip PAIKEM (Pembelajaran, Aktif, Inovatif, Kreatif, Efektif dan Menyenangkan). c. Langkah ke-3: Siapkan rancangan pendidikan transisi termasuk struktur program, silabus dan rencana pembelajaran. Pada tahap ini, pendidik bersama dengan pendamping lapangan mengembangkan struktur program baik untuk remedial maupun bridging course yang menjawab kebutuhan anak. Struktur program ini meliputi perencanaan materi, kebutuhan waktu, biaya, tempat dan tenaga pengajar yang sesuai dengan kebutuhan. Silabus dan rencana pembelajaran kemudian dikembangakan berdasarkan struktur yang telah ditetapkan. Format struktur, silabus dan rencana pembelajaran tersedia dalam lampiran panduan ini. d. Langkah ke-4 : Pelaksanaan Bimbingan kesiapan belajar Untuk program bridging course, pelaksanaan dilakukan sebelum masa masuk sekolah. Pada akhir program briding course, pendidikan wajib untuk melakukan evaluasi kepada anak untuk melihat kesiapan mereka mengikuti sekolah. Bagi anak-anak yang dianggap belum mampu mengikuti sekolah, maka mereka dapat meneruskan program bridging course mereka. Sementara program remedial dapat dilaksanakan selama masa sekolah berlangsung, sebelum atau sesudah waktu sekolah. Sebaiknya, diskusikan juga waktu pembelajaran program remedial dengan anak. e. Langkah ke-5: Monitoring dan Evaluasi. Tahap ini dilakukan secara berkala baik oleh pendidik maupun pendamping anak. Pendidik melakukan pemantaun terhadap kemajuan perkembangan akademik anak maupun keterampilan belajarnya. Pendamping melakukan pemantauan terhadap perkembangan non akademik anak. Pemantauan ini juga mecakup daftar kehadiran anak. Satu bulan sekali pendidik dan pendamping anak harus melakukan pertemuan untuk membahas hasil pemantauan tersebut. Evaluasi program juga harus dilakukan dengan anak untuk melihat kekuatan dan kelemahan program kesiapan belajar tersebut. Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan format evaluasi program seperti terlampir. 3. Kegiatan/Model Layanan a. Model 1: Pembelajaran Remedial/Perbaikan (Remedial) 1) Tujuan kegiatan Mencegah anak putus sekolah. Jadi, model Remedial ini di dalamnya mengandung substansi pemberian dukungan perbaikan dalam konteks kelas regular agar anak-anak tidak putus sekolah.dan mencapai nilai minimum ketuntasan belajar. 2) Prinsip-Prinsip : Mengadaptasi perbedaan individual anak (Adaptif) Interaksi yang intensif antara guru/tutor/pendamping dengan anak (interaktif) Luwes atau fleksibel

Umpan balik harus diberikan sesegera mungkin 3) Tempat Tempat Pelaksanaan: Program Remedial ini dapat diberikan di sekolah atau lembaga pendidikan untuk layanan belajar. Di beberapa daerah, program ini juga diberikan oleh lembaga swadaya masyarkat di sanggar belajar. 4) Pelaksana : Pendamping lapangan untuk materi non akademik dan Guru/tutor untuk materi akademik. 5) Struktur Pembelajaran: Materi akademik minimal 40 jam belajar atau sesuai kebutuhan anak. Materi non akademik minimal 12 jam belajar, maksimal 36 jam belajar Contoh Struktur program Remedial Nilai Materi Kls VII Kls VIII Kls IX Jmh Bhs Indonesia 6 jam 6 jam 10 jam 22 jam Matematika 10 jam 10 jam 12 jam 32 jam IPA 10 jam 10 jam 12 jam 32 jam Bhs Inggris 10 jam 10 jam 12 jam 32 jam Non Akademik (Keterampilan Membaca dan Menulis) 4 jam 4 jam 4 jam 12 jam Jumlah 40 jam 40 jam 50 jam 130 jam

6) Upaya dan Peran Pendidik untuk mencegah anak putus sekolah (Remedial Course): Membuat daftar anak-anak yang memiliki nilai di bawah standar ketuntasan minimal dan menganalisa kebutuhan akademik mereka; Mengembangkan struktur program, silabus dan rencana pembelajaran sesuai dengan kebutuhan akademik anak untuk menncapai standar minimal ketuntasan belajar; Melaksanakan program pembelajaran remedial berdasarkan silabus dan rencana pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan; berkoordinasi dengan pendamping anak mengenai perkembangan hasil belajar anak berkoordinasi dengan guru anak di sekolah jika program remedial diberikan di luar sekolah. b. Model 2: Persiapan Pendidikan atau Pendidikan Perantara (Bridging Course) 1) Tujuan Tujuan program ini untuk mempersiapkan anak yang putus sekolah mengalami transisi yang lancar dari lingkungannya (di luar sistem sekolah) ke sistem sekolah formal.dan/atau nonformal. Materi program ini berupa akademik maupun non akademik berdasarkan kebutuhan anak. 2) Prinsip : Umpan balik yang menyenagkan bagi anak Pembelajaran yang menyenangkan Pembelajaran kontekstual Pembelajaran dimulai dari yang sederhana menuju yang kompleks

Memperhatikan kondisi psikososial anak Memperhatikan perbedaan kemampuan dan kecepatan belajar anak Dilaksanakan secara fleksibel 3) Tempat Pelaksanaan: Program Bridging course biasanya diberikan di luar sistem sekolah seperti Lembaga Swadaya Masyarakat di Sanggar Belajar. Jika anak-anak berada jauh dari sanggar belajar, maka beberapa lembaga swadaya masyarakat juga melaksanakan program ini di tempat anak berada atau sistem jemput bola. 4) Pelaksana : Pendamping lapangan untuk materi non akademik dan Guru/tutor untuk materi akademik 5) Struktur pembelajaran: Materi kademik 48 jam atau sesuai kebutuhan anak atau (sekitar 60 persen). Materi non akademik dialokasikan selama 34 jam belajar (sekitar 40 persen) Contoh Struktur Bridging Course Kategori Nilai rata rata pre-test Waktu program *) Struktur program**) I Nilai 50 69 % 72 jam Bahasa Indonesia : 10 jam Matematika : 20 jam Bahasa Inggris : 14 jam IPA : 16 jam Materi non akademik : 12 jam II Nilai 30-49 % 120 jam Bahasa Indonesia : 16 jam Matematika : 36 jam Bahasa Inggris : 24 jam IPA : 24 jam Materi nonakademik : 20 jam Seperti: Kemampuan personal Kemampuan sosial (interaksi sosial, berpendapat, menyimak dsb) Kemampuan dasar belajar: membaca, menulis dan menghitung III Nilai < 30 % 60 jam Bahasa Indonesia : 24 jam Matematika : 44 jam Bahasa Inggris : 36 jam IPA : 36 jam Materi nonakademik : 20 jam *) Kegiatan pre-test dan post-test tidak termasuk dalam struktur program **) Pembagian jam ditentukan berdasarkan hasil nilai pre-test masing-masing mata pelajaran f) Upaya dan Peran Pendidik untuk mengembalikan anak ke sekolah (Bridging Course): Mengembangkan pre-test untuk menilai kebutuhan akademik (Matematika, Bahasa

Indonesia, Bahasa Inggris dan IPA) anak ; Mengembangkan struktur program, silabus dan rencana pembelajaran sesuai dengan kebutuhan akademik anak untuk mempersiapkan anak kembali ke sistem pendidikan; Melaksanakan program bridging course berdasarkan silabus dan rencana pembelajaran dengan pendekatan pembelajaran yang menyenangkan; Melakukan post-test untuk menilai kesiapan anak kembali ke sistem pendidikan. Apabila hasil menunjukkan anak belum siap kembali ke sistem pendidikan, maka anak tetap meneruskan program bridging course atau kembali ke sekolah dengan mendapatkan program layanan remedial; berkoordinasi dengan pendamping anak mengenai perkembangan hasil belajar anak Berkoordinasi dengan guru dari sekolah dimana anak dirujuk setelah mengikuti program layana bridging course. g) Kesulitan dan masalah anak yang putus sekolah sebelum masuk kembali ke lembaga pendidikan, antara lain: Perbedaan usia, perbedaan pengalaman hidup dan faktor kebiasaan sehari-hari Masalah psikososial seperti masalah rendahnya rasa percaya diri, perilaku anti sosial dan menurunnya minat belajar Persoalan-persoalan yang bersifat akademis yang perlu dipersiapkan dengan baik seperti: ketrampilan belajar, ketrampilan berhitung, ketrampilan mendengar, ketrampilan berbicara dan ketrampilan membaca serta menulis Persoalan rendahnya kompetensi pelajaran di sekolah selanjutnya seperti: matematika, bahasa Inggris, fisika dan biologi serta mata pelajaran lainnya. Persoalan yang berkaitan dengan pengelola waktu dan sosialisasi dengan anak lain, karena faktor terbiasa tidak bersekolah. C. Layanan Dukungan 1. Tujuan membantu para pemangku kepentingan perlindungan dan kesejahteraan sosial anak dan pendamping PKSA dalam menghadapi anak dengan perlindungan khusus untuk mendorong anak-anak terpenuhi hak-hak dasarnya; mendorong lebih terbukanya akses sumber-sumber pemenuhan hak-hak dasar anak terutama anak yang memerlukan perlindungan khusus; meningkatkan kesadaran tentang peran dan tanggungjawab lembaga kesejahteraan sosial untuk tersedianya berbagai layanan berkualitas bagi anak yang memerlukan perlindungan khusus. 2. Prinsip Memahami dan menerima perbedaan yang dimiliki anak serta membantu anak menjadi pembelajar dan pengurai serta penuntas masalah; Menggunakan aneka strategi dan pendekatan pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik khas anak yang memerlukan perlindungan khusus; Memberi kesempatan kepada anak untuk belajar sesuai dengan iramanya sendiri dan mendorong anak untuk berhasil; Sebagai fasilitator proses pembelajaran yang efektif

Menunjukkan sikap antusias dalam pendampingan dan berorientasi pada tugas; 3. Cakupan Kegiatan Bersumber pada model pendampingan SUARAKAN atau SCREAM: Supporting Childrens Right through Education the Art and Media), yang secara garis besar meliputi: Informasi Dasar; Menggali dan menanamkan pengetahuan serta pemahaman dasar tentang apa yang dimaksud dengan anak yang memerlukan perlindungan khusus. Kolase; Merangsang ekspresi dalam bentuk gambar maupun seni dan menunjukkan betapa sedikit liputan media atas realitas anak yang memerlukan perlindungan khusus. Penelitian dan Informasi; Mengetahui fakta-fakta dan angka-angka tentang anak yang memerlukan perlindungan khusus dalam lingkup internasional, regional, nasional maupun lokal. Survey dan Wawancara; Melakukan sebuah survey dan/atau wawancara tentang anak yang memerlukan perlindungan khusus dari berbagai pihak yang peduli. Pencitraan; Menciptakan, membangun, dan mengembangkan profil atau karakteristik anak yang memerlukan perlindungan khusus dan meletakkan masalah dan isu-isunya dalam konteks global, regional, nasional maupun lokal. Bermain Peran; Bermain peran sebagai anak yang memerlukan perlindungan khusus dan lingkungan sosial (orang-orang) yang berinteraksi. Kompetisi Seni; Inisiasi dan/atau partisipasi dalam event atau kompetisi seni yang bertemakan anak yang memerlukan perlindungan khusus. Menulis Kreaif; Menulis cerita tentang (bertema) anak yang memerlukan perlindungan khusus. Debat; Mempelajari, mempersiapkan, dan mengadakan diskusi dinamis (debat) dengan topiktopik terkait anak yang memerlukan perlindungan khusus. Media Cetak, Radio, dan Televisi; Menjalin hubungan yang baik dan intensif dengan kalangan media untuk menarik perhatian khalayak tentang anak yang memerlukan perlindungan khusus serta mempersiapkan diri untuk wawancara, liputan, dan siaran pers radio dan/atau televisi. Drama; Menciptakan dan mementaskan pertunjukkan drama (teater) dengan tema anak yang memerlukan perlindungan khusus. Dunia Kerja dan Pelibatan Masyarakat; Mengenal macam-macam dunia dan pasar kerja serta relasi yang terjadi didalamnya serta merangsang ketertarikan dan keterlibatan unsur tripartit (pemerintah, pengusaha, dan pekerja) serta elemen masyarakat luas untuk menanggulangi masalah

anak yang memerlukan perlindungan khusus. 4. Langkah-langkah/strategi layanan dukungan (Child Protection dan Child Care) Sosialisasi Hak-hak Anak; Bentuk-bentuk forum formal maupun informal untuk menginformasikan dan memberikan pengetahuan serta pemahaman tentang hak-hak anak bersumber pada ketentuan-ketentuan internasional, nasional maupun kearifan lokal bagi para pemangku kepentingan pendidikan dan peduli anak; 1) Penyiapan/penyediaan bahan-bahan praktis tentang hak-hak anak, konvensi internasional, undang-undang, dan berbagai peraturan lainnya (leaflet, brosur, poster, buku, dll); 2) Pertemuan sosialisasi berjenjang dan intensif dari struktur sosial masyarakat level kecil hingga level besar (RT/RW, Desa/Kelurahan, Kecamatan, dll); Penguatan Jaringan/Koordinasi Interagency; Kelompok/forum kerja sama diantara lembaga pendamping, instansi, dan elemen masyarakat untuk merespons, mengantisipasi, dan menyelesaikan isu-isu yang terkait dengan perlindungan anak seperti PPA (kepolisian), PPT (kalangan medis dan psikolog), dan pihak yang relevan lainnya. 1) Menginisiasi dan mengembangkan sekretariat/simpul bersama untuk isu-isu perlindungan dan pelayanan kesejahteraan sosial anak; 2) Menyelenggarakan pertemuan bergilir (roundtable meeting) untuk koordinasi peran dan fungsi yang relevan diantara multi-stakeholder; 3) Konsolidasi data base dan pemutakhiran (update) isu maupun program/kegiatan layanan; Advokasi dan Rujukan Kasus; Bentuk-bentuk mediasi bagi sasaran (anak) yang telah menerima komponen program/aktivitas utama agar menjadi fokus dan keberpihakan dari kebijakan/ sistem dan memperoleh kepastian dalam Layanan/pelayanan lanjutan. 1) Mengawal dan memastikan sasaran (anak) dari mulai verifikasi data, penjangkauan, asesmen, proses layanan, rujukan/penyaluran, hingga pascalayanan program/ kegiatan utama; 2) Memberikan masukan dan penguatan kebijakan dan sistem dari level kecil hingga level besar, terutama pada pemerintahan lokal; Pendidikan Pola Asuh; Bentuk-bentuk kegiatan penguatan fungsi keluarga dan masyarakat secara fisik, spiritual dan sosial melalui sosialisasi, Layanan, pelatihan, kunjungan keluarga, pertemuan orang tua, dan lain sebagainya. D. Catatan : Variasi Pola Layanan 1. Layanan Anak dalam Keluarga; Layanan anak dalam keluarga merupakan salah satu strategi pengembangan masyarakat (community development) yang menggunakan pendekatan keluarga (family-based approach). Layanan anak PKSA dalam keluarganya dilakukan dengan melakukan penguatan keluarga (family strengtening). Penguatan keluarga ini dilakukan dengan memberikan

Layanan kepada orang tua tentang cara-cara pengasuhan anak yang baik (family parenting). Pola asuhan keluarga dipandang sangat ideal, karena dalam keluarga-lah anak lahir, tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya yang ditanamkan orang tua. Untuk itu pengubahan pemikiran, sikap dan perilaku yang baik tidak bisa hanya dilakukan kepada anak tanpa mengubah budaya sikap dan perilaku orang tua. Untuk itu Layanan anak dalam keluarga dilakukan juga dengan melaksanakan Layanan kepada orang tua dan anggota keluarga lainnya, sehing diharapkan prubahan pemikian dan perilaku tentang bel;ajar dan pendidikan yang ditujukan pada anak, akan mendapat dukungan yang baik dari orang tua dan keluarga. 3. Layanan dalam Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (LPKSA); Sebagai metoda pengembangan masyarakat yang menggunakan pendekatan kelembagaan / institusi (institutional-based). Pendekatan ini merupakan bentuk pelayanan alternatif kepada anggota keluarga / masyarkat dalam hal ini anak, khususnya apabila keluarga memiliki keterbatasan dalam melaksanakan salah satu fungsinya dalam pengasuhan anak. Apabila orang tua / keluarga memiliki keterbatasan untuk melaksanakan peran pendidikan sebagai target dari PKSA ini, maka lembaga PKSA dapat menggantikan fungsi sementara keluarga dalam melakukan pelayanan sosial remedial kepada anak agar anak siap memasuki lembaga pendidikan. Layanan dalam LPKSA dilakukan secara bervariasi (tergantung kebutuhan dan kepentingan) berdasarkan pertimbangan seperti: Orang tua memiliki keterbatasan waktu dan kemampuan dalam melaksanakan Layanan persiapan belajar anaknya, dengan alasan bekerja, sakit, atau tidak siap secara edukasional Secara georgrafis lokasi LPKSA dapat dijangkau oleh anak-anak, maka dimungkinkan untuk melaksanakan Layanan persiapan belajar secara berkelompok di dalam LPKSA, Secara psikologis; Layanan persiapan belajar anak dalam LPKSA akan menjadi salah satu bentuk latihan sosialisasi dan adaptasi yang baik bagi anak karena akan bertemu dan bermain atau belajar bersama-sama anak lainnya di LPKSA, sehingga pada saatnya anak akan memiliki kepercayaan diri untuk bergaul dan belajar di lembaga pendidikan. Secara administratif; akan memudahkan pengawasan, evalausi dan pelaporan perkembangan kesiapan fisik, mental, dan kesiapan belajar anak untuk melanjutkan ke tahap pendidikan formal. Ketika anak membutuhkan konsentrasi intensif dan tes-tes psikososial mungkin anak sementara di asuh di lingkungan LPKSA atau lembaga Layanan belajar. Tetapi dalam kehidupan sehari-hari diupayakan anak tetap dalam pengasuhan keluarga. Orang tua juga harus tetap melakukan pengontrolan kemajuan belajar anaknya. 4. Layanan dalam Masyarakat o Layanan dalam masyarakat dapat dilakukan apabila di lingkungan tempat tinggal anak terdapat sistem sumber baik perorangan atau lembaga, seperti orang-orang atau tokoh-tokoh masyarakat yang secara sukarela bersedia membantu dan bekerja sama

dengan pendamping dalam pelaksanaan PKSA. o Pada pelaksanaannya Layanan Kesiapan belajar anak dapat dilaksanakan misalnya di balai desa, di ruang sekretariat Karang Taruna, di gedung majlis talim, atau di rumah salah seorang penduduk yang dengan sukarela menyediakan rumahnya digunakan untuk kegiatan Layanan persiapan balajar.

Bab 4 Kelembagaan dan Pendampingan A. Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (LPKSA) Program keluarga harapan dalam bidang pelayanan kesejahteraan sosial (PKSA) mensyaratkan anak-anak keluarga penerima bantuan harus mengikuti pelayanan sosial remedial di lembaga pelayanan kesejahteraan sosial anak dan mengikuti kegiatan persiapan belajar sesuai ketentuan yang berlaku. Oleh sebab itu, pemberian pelayanan kesejahteraan sosial merupakan komponen penting dalam mensukseskan tujuan PKSA komponen kesejahteraan sosial anak. 1. Jenis lembaga pelayanan kesejahteraan sosial a. Panti Sosial Anak b. Rumah Singgah c. Lembaga Sosial / LSM d. LBK (Loka Bina karya) dan sebagainya. 2. Peran lembaga pelayanan kesejahteraan sosial Lembaga pelayanan kesejahteraan sosial tersebut diatas memiliki peranan penting untuk mensukseskan pencapaian tujuan PKSA bidang kesejahteraan sosial anak. Peran yang dimaksud adalah sebagai berikut: a. Menerima Pendaftaran Anak Peserta PKSA di Satuan Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Sosial Setiap satuan LPKSA diharuskan menerima anak peserta PKSA yang mendaftar sesuai ketentuan yang berlaku, dan dibebaskan dari segala bentuk biaya operasional pelayanan remedial, persiapan belajar dan pendidikan. b. Memberikan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Anak (LKPSA)

Sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya, LPKSA berkewajiban memberikan pelayanan kesejahteraan sosial kepada seluruh anak yang terdaftar (pelayanan sosial remedial). Penyelenggara satuan LKPSA harus memberikan Layanan mental, sosial dan konseling psikosisoal kepada anak yang memenuhi kriteria sasaran dari keluarga penerima bantuan PKSA. c. Melakukan Verifikasi Komitmen Peserta PKSA di LKPSA Bantuan tunai PKSA komponen kesejahteraan sosial anak akan terus diberikan jika anak-anak dari keluarga penerima bantuan PKSA dapat mengikuti seluruh proses Layanan sosial dan persiapan belajar, serta menyelesaikan pendidikannya di sekolah minimal 85 % dalam sebulan selama program berlangsung. 3. Perekrutan Lembaga Pelayanan Kesejahteraan Psikososial Anak Proses perekrutan lembaga sosial anak menjadi LPKSA mengikuti tahapan sebagai berikut: a. Pemetaan sebaran dan jumlah LPKSA Pemetaan merupakan strategi untuk mengetahui jumlah LPKSA di lokus yang menjadi lokasi yang ditentukan. Selain itu dari pemetaan juga akan diketahui sebarannya, sehingga akan memudahkan rasio penanganan yang akan dilakukan oleh LPKSA maupun pendamping terhadap calon peserta. Dari hasil pemetaan juga akan diketahui profil LPKSA yang mempunyai visi dan misi dalam memberikan pelayanan kesejahteraan sosial anak. b. Seleksi Lembaga Seleksi terhadap calon LPKSA dilakukan berdasarkan Kriteria sebagai berikut : Lembaga-lembaga pelayanan sosial milik Departemen Sosial, khususnya pelayanan sosial anak, termasuk didalamnya : 1) Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA); 2) Panti Sosial Marsudi Putra (PSMP); 3) Panti Sosial Bina Remaja (PSBR); 4) Panti Sosial Petirahan Anak (PSPA); 5) Rumah Perlindungan Sosial Anak (RPSA); dan Panti sosial lainnya termasuk; Panti Sosial Bina Karya (PSBK); Panti Sosial Bina Netra (PSBN); Panti Sosial Bina Grahita (PSBG); Panti Sosial Bina Daksa (PSBD); Panti Sosial Bina Rungu Wicara (PSBRW). Panti-panti ini difungsikan sebagai Lembaga pelayanan kesejahteraan Sosial Anak (LPKSA-PKA). Disamping itu juga lembaga-lembaga sosial yang dikelola oleh masyarakat seperti panti asuhan, organisasi sosial yang memberikan pelayanan sosial kepada anak, dimana dapat memberikan dukungan sosial pada anak. Infrastruktur yang tersedia pada panti dipandang telah responsif pada kebutuhan anak, baik anak lelaki dan perempuan. Keberadaan para pekerja sosial yang ada dalam sistem panti juga sangat berarti dalam menunjang pelaksanaan program. Selanjutnya tidak menutup kemungkinan berkembangnya pemikiran melibatkan keberadaan dari lembaga-lembaga lembaga kemasyarakatan dan kearifan lokal lain

yang dapat menunjang keberlangsungan program seperti Lembaga Perlindungan Anak (LPA), Komite Perlindungan Anak Daerah (KPAD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM), Program Kesejahteraan Keluarga (PKK), dan lembaga kemasyarakatan lain terkait dengan permasalahan anak. c. Mengirim surat ke lembaga Penanggung jawab program mengirim surat ke lembaga untuk memastikan dan memotivasi kesediaan calon LPKSA untuk berperan serta dalam melaksanakan PKSA. d. Mengisi Form Calon LPKSA mengisi form yang berisi kondisi kelembagaan, kapasitas SDM, sarana prasarana dan fungsi ruang baik untuk administrasi sampai fungsi ruang yang diperuntukkan bagi proses Layanan. e. Verifikasi profil dari hasil pengisian form Verifikasi profil dilakukan kepada setiap satuan-satuan lembaga PKSA untuk mengetahui kesiapan masing-masing lembaga dalam pelaksanaan program. f. Melakukan pertemuan dan membahas hak dan kewajiban lembaga Merancang pertemuan untuk membahas kesiapan LPKSA baik dilihat dari sisi kelembagaannya, kapasitas SDM, maupun komponen lainnya. Pertemuan-pertemuan tersebut bertujuan untuk melakukan pendekatan yang mengarah pada negosiasi atas hak dan kewajiban dari satuan-satuan lembaga layanan PKSA terhadap penerima manfaat. g. Melakukan kesepakatan Setelah dilakukan negosiasi pada satuan-satuan lembaga PKSA selanjutnya dilakukan langkah lebih lanjut kepada lembaga-lembaga yang memenuhi persyaratan dengan membuat ikatan yang berupa kontrak kerja atau kesepakatan-kesepakatan yang akan melancarkan proses layanan. h. Membuat database para pelaksana operasional PKSA Perancangan dan pembuatan data base tentang pelaksanaan operasional PKSA, dimaksudkan sebagai landasan kerja bagi masing-masing satuan-satuan PKSA dalam melakukan sistem layanan. Data base ini digunakan sebagai acuan mendasar dalam keseluruhan rangkaian layanan PKSA. i. Mengikuti pemantapan untuk melaksanakan layanan Dipandang perlu untuk melakukan pengayaan yang bertujuan untuk menguatkan masing-masing satuan lembaga PKSA dan para pekerja sosial yang bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses layanan PKSA. Pengayaan dilakukan pada saaat sebelum program layanan PKSA di mulai dengan menyelenggarakan berbagai pelatihan yang berfungsi meningkatkan kapasitas kerja kelembagaan dan pekerja sosial. Materi pemantapan diarahkan pada pemahaman atas hak anak (peraturan perundangundangan tentang perlindungan anak); permasalahan anak, pemecahan masalah, dan peningkatan aksebilitas anak terhadap lembaga-lembaga layanan dasar.

4. Hak Dan Kewajiban LPKSA a. Hak LPKSA Yang menjadi hak Lembaga PKSA adalah : Hak Lembaga menekankan pada perolehan informasi dan data terkait dengan kegiatan PKSA PKSA; Hak mendapat dukungan anggaran kegiatan dari Penanggung jawab program PKSA. Rincian tentang hak lembaga dapat dilihat pada Bab II tentang dukungan anggaran pogram b. Kewajiban lembaga Kewajiban lembaga PKSA disesuaikan dengan peran atau tugas dan fungsinya dalam program PKSA, yaitu : Wajib menerima pendaftaran calon peserta, Pemberi pelayanan dan peran sebagai pelaku verifikasi Memberikan Layanan dan dukungan sosial psikologis kepada anak yang memenuhi kriteria pengguna manfaat dan keluarga penerima bantuan PKSA. Memberikan sosialisasi tentang PKSA umum dan LPKSA,kepada masyarakat lingkungan. Melakukan Layanan belajar. Melakukan supervisi, monitoring, evaluasi, pelaporan kepada Direktorat Jaminan Kesejahteraan Sosial Cq. Direktorat Pelayanan Anak. Pemantauan proses remedial, disatuan pendidikan dan pelayanan kesehatan serta perkembangan pendidikan. Melakukan evaluasi proses proses remedial, disatuan pendidikan dan pelayanan kesehatan serta perkembangan pendidikan, serta Melakukan pelaporan proses remedial, disatuan pendidikan dan pelayanan kesehatan serta perkembangan pendidikan. B. Lembaga Pendidikan Aksessibilitas anak terhadap lembaga pendidikan adalah tujuan utama dari proses/layanan remedial PKSA. Maksudnya adalah bahwa anak RTSM memiliki hak untuk menyelesaikan pendidikan formal minimal hinggal tingkat pendidikan dasar. Jenis lembaga pendidikan dasar yang dapat dimanfaatkan oleh anak-anak penerima bantuan PKSA terdiri dari: a. Lembaga Pendidikan Formal Sekolah Dasar (SD) Madrasyah Ibtidaiyah (MI) Sekolah Menengah Pertama (SMP) Madrasyah Tsanawiah (MTs) Pesantren salafiyah b. Lembaga Pendidikan Non Formal BPKB (Balai Pengembangan Kegiatan Belajar) SKB (Sanggar Kegiatan Belajar) PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat)

c. Lembaga Pendidikan informal: Penyelenggaraan sekolah mandiri di rumah (home schooling) Pendidikan dalam keluarga-keluarga . Penegasan: Lembaga pendidikan formal dan normal merupakan lembaga pilihan utama dan prioritas untuk peningkatan kualitas pendidikan anak RTSM.

Tabel 1. Ringkasan Peran Lembaga Pendidikan dalam PKSA Peran Lembaga Pendidikan dalam PKSA Pendidikan 1. Menerima pendaftaran anak keluarga penerima bantuan PKSA di satuan pendidikan. 2. Memberikan pelayanan pendidikan kepada anak keluarga penerima bantuan PKSA. 3. Melakukan verifikasi kehadiran anak keluarga penerima bantuan PKSA di tiap-tiap kelas/kelompok belajar.

Gambar 4. Alur Verifikasi PKSA Pendidikan

C. PENDAMPINGAN 1. Kriteria Dan Tugas Pendamping a. Kriteria Pendamping PKSA PKSA ialah : 1) Memahami tumbuh kembang anak dan aspek-aspek perkemabnagnnya 2) Memahami metode pendekatan anak, yang diverifikasi dari tanggapannya pada saat proses seleksi 3) Peduli akan kesejahteraan anak, yang diverifikasi dari bukti-bukti atau dokumentasi aktivitasnya yang berkaitan dengan pelayanan kesejahteraan sosial anak. 4) Pendidikan Sarjana, diutamakan dalam disiplin pekerjaan sosial/ilmu kesejahteraan sosial/sosiatri (80%), psikologi, tarbiyah, dakwah, Layanan konseling , atau 5) Pendidikan D3 atau memiliki pengalaman di bidang pelayanan anak pada lembaga sosial anak sekurang-kurangnya 2 tahun 6) Telah mengikuti pelatihan pendamping PKSA umum dan PKSA- PKSA b. Tugas-tugas Pendamping ialah :

Pada tahap penjangkauan, tugas-tugas adalah melakukan kunjungan, pemeriksaan, observasi dan validasi langsung data anak RTSM. Pada tahap pelayanan remedial, tugas-tugas pendamping adalah: o memotivasi anak untuk mau mengikuti proses Layanan o memfasilitasi anak dan orangtuanya untuk mendapat akses pelayanan pendidikan formal/nonformal o memediasi anak untuk mendapatkan layanan pemenuhan kebutuhan dan hak dasarnya dari LPKSA o Mengadvokasi kepentingan anak kepada lembaga-lembaga PKSA dan pendidikan terkait dengan kendala-kendala yang dihadapi anak untuk memasuki sistem pendidikan formal/nonformal Pada tahap anak sudah memasuki sistem pendidikan maka tugas pendamping lebih dititikberatkan pada: o memantau perkembangan kemajuan dan aktivitas belajar anak o memastikan bahwa anak mendapatkan pelayanan-pelayanan PKSA sesuai dengan ketentuan yang berlaku 2. Mekanisme Rekrutmen Dan Seleksi Calon Pendamping Ada dua jalur perekrutan, yaitu perekrutan pendamping dari jalur masyarakat (rekrutmen terbuka) dan rekrutmen dari jalur LPKSA (rekrutmen tertutup dan terbatas). Secara umum mekanisme rekrutmen itu relatif sama, yaitu: a. Menetapkan Kriteria Calon Pendamping. Kriterianya adalah Kriteria pendamping dapat dibaca pada sub bab kriteria dan persyaratan pendamping. b. Mengirim Surat Pengumuman Pendaftaran Calon Pendamping PKSA c. Pendaftaran calon pendamping: Pendaftaran dilakukan oleh Tim Provinsi yang ditunjuk untuk melakukan pendaftaran dan seleksi kepada calon pendamping yang dinilai memenuhi syarat; d. Seleksi pendamping Proses seleksi dilakukan dalam 3 tahap, yaitu : 1) Tahap I seleksi administrasi oleh Tim Seleksi Provinsi 2) Tahap II seleksi tertulis oleh Tim Seleksi Pusat 3) Tahap III, seleksi wawancara oleh Tim Seleksi Pusat 3. Pengangkatan Pendamping a. Pengangkatan Pendamping dilakukan jika calon telah dinyatakan lulus b. Pengangkatan pendamping dilakukan oleh Menteri Sosial RI melalui Surat Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan dan Rehabilitasi Sosial. c. Pengumuman pengangkatan calon menjadi pendamping dilakukan oleh Direktorat Pelayanan Sosial Anak. d. Setiap calon yang dinyatakan lulus sebagai pendamping wajib menandatangani kontrak kerja bermaterai Rp. 6.000,- dengan form yang telah disediakan. 4. Penempatan Pendamping a. Pendamping PKSA akan ditempatkan di lokasi pelaksanaan Program PKSA; b. Penempatan Pendamping menjadi wewenang Departemen Sosial; a. Hal-hal lain yang terkait dengan kelengkapan tugas dan pertanggung jawaban harus

dikoordinasikan dengan kepala Instansi Sosial Provinsi dan Kabupaten/Kota setempat dimana pendamping ditugaskan.

BAB 5 PENGENDALIAN Secara kelembagaan, PKSA terdiri atas lembaga terkait baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota hingga tingkat kecamatan. Dalam struktur operasional program ini terbagi menjadi dua bidang : 1. Kelembagaan Pusat, yang terdiri dari Tim Koordinasi Pusat (Tim Pengendali, Tim Pengarah dan Tim Teknis) dan UPPKSA Pusat 2. Kelembagaan Daerah, yang terdiri dari Tim Koordinasi Daerah (Tim Koordinasi Provinsi dan Tim Koordinasi Kabupaten/Kota) dan UPPKSA Daerah. 3. UPPKSA Kecamatan Secara garis besar kerangka kelembagaan PKSA dapat dilihat sebagai berikut: Struktur organisasi PKSA diatas menggambarkan mekanisme kerja yang harus dilakukan oleh para pelaku PKSA. Pada perkembangannya PKSA memperluas jangkauan pelayanan terhadap anak dari RTSM yang perlu mendapat perlindungan khusus. Salah satu bentuk perluasan program itu adalah munculnya PKSA untuk mewadahi penanganan anak yang membutuhkan perlindungan khusus berdasarkan rekomendasi atau rujukan dari pendamping PKSA. PKSA ini menjadi tanggung jawab Direktorat Pelayanan Sosial Anak dan pendanaannya masih menjadi tanggung jawab PKSA. Sehingga secara struktural kelembagaan, PKSA

tergantung pada PKSA dan harus bertanggung jawab atas pemanfaatan penggunaan pendanaanya. Disisi lain PKSA didalam merancang program operasional PKSA, melakukan supervisi, monitoring, maupun melakukan evaluasi tidak bergantung pada penanggung jawab PKSA secara umum. Selain itu, hubungan PKSA dan PKSA juga terjalin hubungan saling ketergantungan baik dalam proses koordinasi program, kerjasama maupun dalam upaya membangun hubungan kemitraan. Sedangkan tugas dan fungsi Direktorat Pelayanan Sosial Anak dapat terlihat pada struktur PKSA berikut ini:

Keterangan: - - - - - - hubungan koordinasi hubungan kemitraan hubungan vertikal Dari gambar diatas dapat dijelaskan bahwa secara fungsional Dit. PSA melakukan fungsi koordinasi baik dengan penanggung jawab PKSA, Kantor Pos, Pemerintah Daerah, PKSA, Institusi lokal maupun pendamping terutama berkaitan dengan wilayah kerja/ tugas pokok masing-masing institusi bersangkutan. Selain itu, secara fungsional Dit. PSA juga berkewajiban melaksanakan fungsi kemitraan sebagai strategi pengembangan program PKSA dan upaya pemanfaatan sistem sumber kesejahteraan sosial. Dilihat dari fungsi struktural, Dit. PSA berhak melakukan fungsi pembinaan maupun Layanan teknis yang diwujudkan dalam bentuk supervisi, monitoring, evaluasi dan kewajiban menerima laporan hasil kegiatan. A. SUPERVISI 1. Pengertian Supervisi merupakan rangkaian proses Layanan teknis terhadap seluruh kegiatan pelaksanaan operasional PKSA. 2. Tujuan a. Untuk mengetahui sejauhmana hak dan kewajiban keluarga, pendamping dan lembaga pelayanan kesejahteraan sosial anak dapat dijalankan. b. Untuk memastikan, apakah program PKSA berjalan sesuai dengan pola/ mekanisme yang telah dirumuskan sebelumnya.

c. Untuk memastikan dan meningkatkan hubungan koordinasi dan kemitraan baik ditataran kebijakan maupun implementasinya antara PKSA dengan PKSA. d. Untuk mengetahui dan meningkatkan pelayanan remedial yang akan diberikan kepada anak. 3. Sasaran : a. Pendamping b. Lembaga pelayanan kesejahteraan anak sebagai lembaga remedial c. Semua petugas/pelaksana yang terlibat dalam penyelenggaraan kegiatan pelayanan sosial remedial. d. Setiap kegiatan dan tahapan pelaksanaannya. 4. Pelaksana Supervisi a. Departemen Sosial RI. Dalam hal ini adalah Direktorat Pelayanan Anak bertanggung jawab sebagai petugas/ penanggungjawab program secara berjenjang dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota maupun secara langsung melakukan supervisi terhadap Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak maupun terhadap proses pendampingannya. b. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Supervisi dilaksanakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak terhadap para pekerja sosialnya yang melakukan pendampingan terhadap anak. 5. Langkah-Langkah a. Membuat rencana kerja supervisi termasuk didalamnya menetap-kan tujuan supervisi secara mendetail b. Mempersiapkan instrumen supervisi. c. Menentukan tempat, waktu, dan target. d. Melaksanakan kegiatan supervisi. 5. Indikator keberhasilan supervisi a. Terancangnya rencana kerja supervisi b. Tersedianya instrument supervisi c. Telah ditetapkannya tempat, waktu, dan target d. Terlaksananya Layanan Teknis. B. PEMANTAUAN Pemantauan merupakan rangkaian kegiatan pengamatan secara terus menerus untuk mengetahui tingkat perkembangan kegiatan, hambatan yang dihadapi serta dukungan yang diperoleh dari berbagai pihak. Pemantauan dilakukan disetiap tahapan, mulai dari tahap persiapan sampai pada kegiatan di lembaga. 1. Tujuan a. Mengetahui apakah kegiatan yang dilaksanakan telah sesuai dengan rencana. b. Melaksanakan identifikasi masalah yang timbul agar langsung dapat diatasi. c. Mengetahui apakah pola operasional PKSA telah berjalan sesuai dengan tujuan. d. Menyesuaikan kegiatan dengan perubahan situasi dan kondisi, tanpa menyimpang dari tujuan yang telah ditetapkan. 2. Sasaran

a. Perencanaan kegiatan baik yang disusun oleh pendamping/ pekerja sosial maupun lembaga PKSA. b. Setiap tahap pelaksanan kegiatan, termasuk pelaksanaan Pola pelayanan PKSA bidang remedial. c. Setiap komponen kegiatan. 3. Pelaksana Pemantauan a. Departemen Sosial RI. Dalam hal ini adalah Direktorat Pelayanan Anak bertanggung jawab sebagai petugas/ penanggungjawab program secara berjenjang dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota maupun secara langsung melakukan pemantauan terhadap Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak maupun terhadap proses pendampingannya. b. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Pemantauan dilaksanakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak terhadap para pekerja sosialnya yang melakukan pendampingan terhadap anak. 4. Langkah-Langkah a. Menyiapkan rencana kerja. b. Mempersiapkan instrumen pemantauan. c. Menentukan tempat, waktu dan target. d. Melaksanakan kegiatan pemantauan. 5. Indikator : a. Proses: 1) Program berjalan sesuai dengan rencana kerja 2) Dilakukannya pendampingan sesuai dengan buku pedoman 3) Tingkat Keterlibatan anak dalam proses pelayanan relatif tinggi. b. Output: 1) Tersedianya rancangan monitoring. 2) Tersedianya instrumen monitoring. 3) Terlaksananya kegiatan monitoring sesuai dengan tempat, waktu dan kompetensi tenaga monitoring. C. EVALUASI Evaluasi merupakan rangkaian kegiatan penilaian dan pengukuran terhadap pengambil kebijakan, pelaksana teknis maupun terhadap seluruh proses kegiatan. Dari evaluasi, dapat diperoleh berbagai data dan informasi tentang hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan (formatif) dan hasil seluruh kegiatan (sumatif), baik dukungan maupun hambatan yang dihadapi. 1. Tujuan a. Memberikan penilaian kesesuaian antara aspek input (SDM, kegiatan, sarana, dana) dengan tujuan yang telah ditetapkan. b. Memberikan penilaian apakah pada setiap tahapan kegiatan dapat mencapai hasil sebagaimana tujuan yang telah ditetapkan. c. Memberikan penilaian apakah keseluruhan hasil kegiatan dapat dicapai sesuai yang

direncanakan. d. Memberikan informasi sebagai bahan untuk perumusan perencanaan program PKSA kearah yang lebih baik. 2. Sasaran a. Input (SDM, kegiatan, fasilitas, dana). b. Hasil setiap tahapan kegiatan. c. Hasil seluruh kegiatan. d. Laporan hasil pemantauan. e. Petugas/pelaksana. 3. Pelaksana Evaluasi a. Departemen Sosial RI. Dalam hal ini adalah Direktorat Pelayanan Anak bertanggung jawab sebagai petugas/ penanggungjawab program secara berjenjang dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota maupun secara langsung melakukan evaluasi terhadap Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak maupun terhadap proses pendampingannya. b. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Evaluasi dilaksanakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak terhadap para pekerja sosialnya yang melakukan pendampingan terhadap anak. 4. Langkah-Langkah Evaluasi a. Merancang kegiatan evaluasi termasuk merumuskan tujuan evaluasi yang ingin dicapai. b. Menentukan tempat, waktu dan tenaga pelaksana untuk pelaksanaan. c. Mempersiapkan instrumen evaluasi. d. Pelaksanaan evaluasi. 5. Indikator: a. Hasil : 1) Meningkatnya motivasi anak dan keluarga untuk mengikuti system pendidikan. 2) Meningkatnya minat dan sikap anak dalam mengikuti system pendidikan. 3) Meningkatnya komitmen orangtua/ keluarga maupun anak untuk mengikuti system pendidikan. 4) Meningkatnya komitmen dan integritas pendamping, PKSA/ institusi social local dalam pelaksanaan PKSA 5) Meningkatnya peran serta system pendidikan terhadap proses Layanan anak. b. Dampak : 1) Terwujudnya wajib belajar 9 (Sembilan) tahun 2) Meningkatnya kesadaran RTSM akan pentingnya mengikuti PKSA.

D. PELAPORAN Pelaporan merupakan serangkaian kegiatan penyusunan dan penyampaian laporan PKSA yang sedang dan telah dilakukan maupun yang akan dilaksanakan. Pelaporan digunakan sebagai bahan dokumentasi, pertanggungjawaban sekaligus menjadi bahan masukan bagi upaya optimalisasi kegiatan selanjutnya.

1. Tujuan Pelaporan Tersedianya data dan informasi yang lengkap tentang pelaksanaan kegiatan, hasil yang dicapai pada setiap tahapan kegiatan maupun hasil seluruh kegiatan, faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan. 2. Sasaran Pelaporan a. Input kegiatan (SDM, fasilitas, kegiatan dan dana). b. Seluruh pelaksanaan pada setiap tahapan kegiatan. c. Keberhasilan yang dicapai, baik pada setiap tahap kegiatan maupun hasil dari seluruh kegiatan d. Faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan kegiatan. 3. Pelaksana Pelaporan a. Departemen Sosial RI. Dalam hal ini adalah Direktorat Pelayanan Anak bertanggung jawab sebagai petugas/ penanggungjawab program secara berjenjang dari pusat, provinsi, dan kabupaten/kota maupun secara langsung melakukan supervisi terhadap Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak maupun terhadap proses pendampingannya. b. Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak. Supervisi dilaksanakan oleh Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak terhadap para pekerja sosialnya yang melakukan pendampingan terhadap anak. . 4 Outline Pelaporan, minimal mencakup adanya komponen: a. Pengantar/ latar belakang b. Tujuan c. Manfaat d. Pelaksanaan Kegiatan e. Hasil yang dicapai f. Faktor Pendukung dan Penghambat g. Rekomendasi h. Lampiran: Foto kegiatan, Daftar hadir pertemuan, Administrasi keuangan dll. 5. Langkah-Langkah a. Mengumpulkan bahan-bahan hasil kegiatan PKSA dari setiap tahapan, dokumentasi, maupun menghubungi sumber-sumber informasi pelaksanaan kegiatan. b. Analisa dan menyusun hasil pengumpulan bahan-bahan kegiatan diatas. c. Mengirim laporan kepada yang berkepentingan dan menyimpan kedalam file. 6. Indikator keberhasilan : a. Terkumpulnya bahan seluruh kegiatan b. Teranalisisnya hasil kerja sebagai bahan perumusan program kerja kearah yang lebih baik. c. Terkirimnya laporan secara berkala maupun insidential.

Bab 6 Penutup

Program Keluarga Harapan-PKSA dengan fokus pada pelayanan sosial remedial anak merupakan upaya kita bersama untuk turut serta dalam memenuhi hak anak di bidang pendidikan, khususnya anak yang membutuhkan perlindungan khusus, di Indonesia. Berbagai intervensi untuk meningkatkan aksesibilitas masyarakat terhadap pelayanan pendidikan (seperti program wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun, program BOS dll) sudah kita jajaki. Namun demikian, hambatan dalam memanfaatkan pendidikan bagi kelompok penduduk miskin masih tetap ada. Kehadiran PKSA bidang pelayanan kesejahteraan sosial anak diharapkan akan merubah pola pikir kelompok masyarakat tidak mampu untuk berperilaku positif dalam mengoptimalkan dan memanfaatkan fasilitas lembaga kesejahteraan sosial anak di Indonesia. Memang diakui bahwa perubahan perilaku memerlukan waktu yang panjang, membutuhkan modal yang besar serta menuntut kesabaran tinggi. Walau demikian, kita harus optimis bahwa kita bisa melakukan dan mewujudkannya. Ini adalah tanggung jawab kita bersama dan bukan semata-mata menjadi tanggung jawab sektor kesejahteraan sosial. Kehadiran, dukungan serta peran aktif para pekerja sosial dan pengelola lembaga kesejahteraan sosial anak sangat dibutuhkan. Semoga buku ini dapat digunakan sebagai pedoman bagi para pemberi pelayanan kesejahteraan sosial untuk bersamasama mewujudkan tujuan mulia Program Keluarga Harapan. Referensi ________. (2007) Pedoman Umum Program Keluarga Harapan. Badan Informasi Publik, Pusat Informasi Kesejahteraan Rakyat, Departemen Komunikasi dan Informatika. Jakarta, Indonesia.

Daftar Singkatan dan Istilah APBD Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Bappeda Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Bappenas Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Depag Departemen Agama Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional Depkes Departemen Kesehatan Depkominfo Departemen Komunikasi dan Informatika Depsos Departemen Sosial LSM Lembaga Swadaya Masyarakat Orsos Organisasi Sosial PKSA Program Keluarga Harapan PSM Pekerja Sosial Masyarakat Pedum PKSA Pedoman Umum Program Keluarga Harapan Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat SDM Sumber Daya Manusia SIM PKSA Sistem Informasi Manajemen Program Keluarga Harapan SPM PKSA Sistem Pengaduan Masyarakat Program Keluarga Harapan SLT Sumbangan Langsung Tunai SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah TKPK Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan UPPKSA-D Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan - Daerah (Kabupaten/Kota dan Kecamatan) UPPKSA-P Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat

BPKB Balai Pengembangan Kegiatan Belajar CCT Conditional Cash Transfers Depag Departemen Agama Depdiknas Departemen Pendidikan Nasional Depkominfo Departemen Komunikasi dan Informatika Depsos Departemen Sosial LSM Lembaga Swadaya Masyarakat PKSA Program Keluarga Harapan PKBM Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat RTM Rumah Tangga Miskin RTSM Rumah Tangga Sangat Miskin SD/MI Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah SDM Sumber Daya Manusia SIM Sistem Informasi Manajemen SLB Sekolah Luar Biasa SMP/MTS Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah SKB Sanggar Kegiatan Belajar UPPKSA-D Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan - Daerah (Kabupaten/Kota dan Kecamatan) UPPKSA-P Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat

Askeskin Asuransi Kesehatan Keluarga Miskin AKI Angka Kematian Ibu ANC Antenatal Care (perawatan masa kehamilan) BCG Baccilus Calmete Guerrin BPS Badan Pusat Statistik CCT Conditional Cash Transfers DPT Diphteri Pertusis Tetanus Fe Ferrum JPKMM Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat Miskin K1-K4 Kunjungan Ibu Hamil Trimester 1,2,3 dan Kunjungan Akhir KMS Kartu Menuju Sehat MDGs Millennium Development Goals PKSA Program Keluarga Harapan PPK Pemberi Pelayanan Kesehatan Polindes Pondok Bersalin Desa Poskesdes Pos Kesehatan Desa Posyandu Pos Pelayanan Terpadu Puskesmas Pusat Kesehatan Masyarakat Pusling Puskesmas Keliling Pustu Puskesmas Pembantu RTSM Rumah Tangga Sangat Miskin UPPKSA Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan UPPKSA-D Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan - Daerah (Kabupaten/Kota dan Kecamatan) UPPKSA-P Unit Pelaksana Program Keluarga Harapan Pusat

Pendidikan Transisi adalah model pendidikan peralihan yang bertujuan untuk menyiapkanberbagai persiapan memasuki lembaga pendidikan formal atau nonformal dan bentuk pelayananpendidikan untuk mencegah anak-anak yang rawan putus sekolah agar tetap bertahan bersekolahatau yang sudah putus sekolah untuk kembali bersekolah (Panduan Penyelenggaraan ProgramPendidikan Transisi untuk Mencegah dan Menarik Pekerja Anak, ILOIPEC, 2008). Permasalahan utama yang menyebabkan anak putus sekolah (khususnya di KabupatenSukabumi) adalah :Sulitnya akses pendidikanSebagian wilayah kabupaten Sukabumi mempunyai kontur yang berbukit-bukit. Akses jalanpada daerah-daerah tertentu masih sangat sulit. Masih banyak ditemui dimana suatukampung/pemukiman yang jauh dari fasilitas pendidikan (khususnya SMP dan SMA).Rendahnya kualitas layanan pendidikanDari hasil studi kasus ILO tahun 2011 di Kabupaten Sukabumi, terlihat bahwa kualitaslayanan pendidikan (terutama di SMP Satu Atap) masih sangat rendah. Hal ini terlihat darikurangnya fasilitas sekolah (baik fisik maupun tenaga pengajar) maupun rendahnyakompetensi pengajar (guru) di sekolah satu atap. Hampir semua guru di SMP Satu Atapadalah guru honorer (tenaga sukarela) yang kualifikasi pendidikannya tidak sesuai denganmata pelajaran yang diajarkan. Bahkan masih banyak yang lulusan SMA/sedarajat.Rendahnya taraf ekonomiDi beberapa lokasi masih terlihat jelas bahwa taraf ekonomi masyarakat masih berada dibawah rata-rata. Kemiskinan menimbulkan berbagai efek berantai, seperti tidaktercukupinya kebutuhan gizi, sanitasi lingkungan, dan rendahnya kesadaran akan artipentingnya pendidikan untuk anak.Kedua faktor tersebut yang dituding sebagai penyebab anak putus sekolah, yang kemudianmemutuskan untuk bekerja, baik bekerja membantu orang tua maupun bekerja di sektorsektorpekerjaan orang dewasa. TUJUAN Tujuan Umum Program bridging course bertujuan mempersiapkan anak putus sekolah untuk kembali bersekolah.Program ini akan memberikan bekal sehingga anak yang telah putus sekolah untuk dapatmenyesuaikan diri dengan lingkungan sekolah, baik lingkungan sosial maupun lingkungan belajarnya. Tujuan Khusus 1.Memberikan motivasi kepada anak untuk kembali bersekolah, 2.Memberikan pembekalan kepada anak dalam hal keterampilan personal dan sosial, 3.Memberikan pembekalan kepada anak dalam mata pelajaran yang telah dipilih, 4.Memberikan motivasi kepada masyarakat/orang tua akan pentingnya pendidikan. MATERI KEGIATAN PEMBELAJARAN 1. Materi AkademikMateri akademik diambil dari mata pelajaran pilihan, yakni mata pelajaran yang dipakaidalam Ujian Nasional, terdiri dari :

Bahasa Indonesia Matematika IPA Bahasa Inggris2. Materi Non AkademikMateri Non Akademik diambil dari 3R Trainers Kit. Telah dipilih materi yang pernahdisimulasikan dalam pelatihan 3R Trainers Kit untuk Fasilitator. ANALISIS POTENSI PESERTA DIDIK Calon sasaran untuk program bridging course terdiri dari 3 lokasi :1. Desa Cijurey Kecamatan Gegerbitung2. Desa Cicemet Kecamatan Cisolok3. Desa Ciptagelar Kecamatan Cisolok

Analisis Calon Peserta Bridging Course Desa Cijurey


Peserta didik yang berada pada lokasi Desa Cijurey cenderung homogen. Mereka ini adalahanakanak yang lulus SD pada tahun pelajaran 2010/2011 yang tidak dapat melanjutkan ke jenjangSMP. Penyebab utama terjadinya hal ini adalah karena lokasi SMP yang terlalu jauh dari tempattinggal. Kurangnya motivasi dan rendahnya taraf ekonomi menyebabkan anak-anak ini tidakmelanjutkan sekolah.Pada tahun-tahun sebelumnya, hampir semua skiswa lulusan SD melanjutkan ke SMP,karena di lokasi ini dahulunya ada SMP Kelas Jauh dari SMPN 2 Gegerbitung. Sejak ditutupnya SMPKelas Jauh ini, maka banyak anak yang tidak dapat melanjutkan sekolah. Tercatat setidaknya ada 15anak lulusan dari SDN 2 Cijurey yang tidak dapat melanjutkan ke SMP.Dinas Pendidikan Kabupaten Sukabumi pada tahun ini telah meresmikan didirikannya SMPSatu Atap, yakni SMPN 4 Gegerbitung Satu Atap, yang berlokasi di SDN 2 Cijurey. SMP ini pada tahunajaran 2012/2013 mulai membuka pendaftaran siswa baru. Besar kekhawatiran bahwa anak-anakyang telah lulus SD pada tahun sebelumnya tidak tertarik untuk mendaftarkan diri masuk SMP,dikarenakan telah terlambat satu tahun dibanding teman-temannya.

Analisis Calon Peserta Bridging Course Desa Cicemet dan Ciptagelar


Desa Cicemet dan Ciptagelar berada di lingkungan Desa Adat. Kedua lokasi ini terpisah jaraksejauh 3,5 km. Namun demikian karakteristik keduanya mempunyai banyak kesamaan. Namunkarena jarak dan kondisi geografis, kedua lokasi ini tidak dapat disatukan pada kegiatan bridgingcourse, walaupun nantinya akan dirujuk pada sekolah yang sama, yakni SMPN 4 Cisolok Satu Atap,yang baru didirikan pada tahun ini, dan akan menerima siswa baru pada tahun pelajaran 2012/2013.Tahun-tahun sebelumnya tidak ada SMP di sekitar lokasi ini, sehingga lulusan dari kedua SDtersebut hanya sebagian kecil yang melanjutkan ke jenjang SMP. Pada dua tahun terakhir, telahteridentifikasi setidaknya ada 50-an anak yang tidak melanjutkan ke jenjang SMP, dan dimungkinkanmasih akan bertambah karena ada yang belum tercatat. Jadi, anak calon peserta bridging course dikedua lokasi ini cenderung lebih heterogen.

STAKE HOLDER YANG TERLIBAT Program ini menuntut keterlibatan segenap stake holder. Adapun stake holder yang akanterlibat pada program ini beserta peranannya dapat digambarkan sebagai berikut : 1.Sekolah RujukanSekolah rujukan yang dimaksud adalah SMP dimana anak peserta bridging course ini akanmelanjutkan ke jenjang SMP. Dalam hall ini adalah SMPN 4 Gegerbitung dan SMPN 4 Cisolok.Kepala Sekolah SMP akan dilibatkan pada program ini. 2.Guru/FasilitatorFasilitator pada tiap lokasi terdiri dari 3 orang guru, yang sebelumnya telah dilatih. Pelatihanyang diberikan adalah pelatihan Fasilitator 3R untuk 2 orang guru pada masingmasingsekolah. Materi 3R inilah yang nantinya akan dijadikan materi bridging course disampingmata pelajaran pilihan, yakni Bahasa Indonesia, Matematika, IPA dan Bahasa Inggris. Selainitu, fasilitator bersama komite sekolah akan dilibatkan dalam lokakarya untuk menyusunrencana aksi kerja untuk pelaksanaan pemantauan berbasis sekolah. Pembagian tugasfasilitator akan diatur sesuai situasi dan kondisi. 3.Komite Sekolah dan Tokoh MasyarakatKomite Sekolah berfungsi sebagai penghubung antara sekolah dan masyarakat. Bersamadengan tokoh masyarakat, akan mendata anak-anak yang tidak sekolah. Salah satu komitesekolah akan dilibatkan dalam lokakarya untuk menyusun rencana aksi kerja. 4.Orang tua siswa 5.Pengawas Sekolah 6.Dinas Pendidikan

Anda mungkin juga menyukai