Anda di halaman 1dari 8

Analisa Stabilitas Transien pada Sistem Kelistrikan PT.

Pupuk Kalimantan Timur (Pabrik KALTIM 1), Akibat Reaktivasi Pembangkit 11 MW.
M. Faishal Adityo, Margo Pujiantara, Ardyono Priyadi Jurusan Teknik Elektro FTI - ITS

Abstrak - PT. Pupuk Kalimantan Timur (PT. PKT) adalah perusahaan penghasil pupuk yang berlokasi di kota Bontang, Kalimantan Timur. PT. PKT terdiri dari beberapa gabungan pabrik, salah satunya adalah pabrik kaltim 1. Untuk meningkatkan suplai terhadap beban total pabrik kaltim 1 sebesar 19.2 MW, PT. PKT akan mengaktifkan kembali satu buah generator yang berlokasi di pabrik kaltim 1B tepatnya, dengan kapasitas pembangkitan sebesar 11 MW. Akibat perubahan konfigurasi ini, maka diperlukan pemodelan sistem yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja sistem secara keseluruhan. Pada tugas akhir ini dilakukan analisis kestabilan transien yang meliputi kestabilan sudut rotor, frekuensi, dan tegangan akibat terjadinya lepas integrasi, generator trip, hubung singkat, dan motor starting di sistem kelistrikan PT. PKT pabrik kaltim 1. Kata Kunci : Kestabilan tenaga listrik, underfrequency, pelepasan beban, kedip tegangan.

II. TEORI PENUNJANG 2.1 Kestabilan Sistem Tenaga Listrik Menurut IEEE Vol. 19, No. 2 May 2004, kestabilan sistem tenaga listrik dibagi menjadi tiga kategori, yaitu : 1. Rotor Angle Stability 2. Voltage Stability 3. Frequency Stability 1). Kestabilan Sudut Rotor Kestabilan sudut rotor mengacu pada kemampuan mesin sinkron dari suatu sistem tenaga yang saling berhubungan untuk tetap sinkron setelah mengalami gangguan. Ketidakstabilan yang timbul mungkin terjadi dalam bentuk peningkatan sudut rotor beberapa generator yang menyebabkan mereka kehilangan sinkronisme dengan generator lain. 2). Kestabilan Tegangan Kestabilan tegangan mengacu pada kemampuan sistem tenaga untuk mempertahankan tegangan yang steady pada semua bus dalam sistem setelah mengalami gangguan. Ketidakstabilan yang terjadi dapat berupa penurunan atau kenaikan tegangan pada beberapa bus. Akibat yang mungkin terjadi karena ketidakstabilan tegangan adalah kehilangan beban pada suatu area atau lepasnya jaringan transmisi karena bekerjanya sistem proteksi. 3). Kestabilan Frekuensi Kestabilan frekuensi mengacu pada kemampuan sistem tenaga untuk mempertahankan frekuensi ketika sistem mengalami ketidakseimbangan yang signifikan antara pembangkit dan beban. Ketidakstabilan ini dapat berupa ayunan frekuensi yang terus menerus yang dapat menyebabkan lepasnya unit pembangkit dan beban. 2.2 Standar-Standar yang Berkaitan 2.2.1 Standar Frequency Variation Batas nilai underfrequency yang diijinkan berdasarkan IEEE C37.106-2003 pada area yang polos dengan batas antara 59.5 Hz (99.16%) dan 60.5 Hz (100.8%) merupakan batas daerah yang masih diijinkan suatu pembangkit beroperasi, selanjutnya daerah diatas 60.5 (103%) dan di bawah 59.5 (96.6%) disebut sebagai restricted time operating frequency limits. Gambar 2.14 berikut menunjukkan batas frekuensi kerja suatu pembangkit berdasarkan IEEE C37.1062003 [2].

I. PENDAHULUAN istem tenaga listrik membutuhkan keseimbangan antara daya mekanik dengan daya elektrik. Daya mekanik berupa penggerak awal pada generator, sedangkan besarnya daya elektrik dipengaruhi oleh besarnya beban-beban listrik. Besar dari daya elektrik ini terus berubah-ubah sesuai dengan kebutuhan. Setiap perubahan beban listrik harus diikuti dengan perubahan daya mekanik berupa perubahan torsi pada penggerak mula (prime mover) generator. Jika daya mekanik pada poros penggerak mula tidak dengan segera menyesuaikan dengan besarnya beban listrik maka frekuensi dan tegangan akan bergeser dari posisi normal (rated). Apabila tidak segera menyesuaikan maka akan membuat sistem menjadi tidak stabil. Untuk memperjelas bahasan dari tugas akhir ini perlu adanya pembatasan masalah. Adapun batasan tersebut adalah meliputi : 1) Analisa kestabilan transien di PT. PKT dilakukan dengan memperhatikan respon generator dan bus utama pada kaltim 1, yang meliputi respon sudut rotor, frekuensi dan tegangan akibat adanya gangguan berupa lepasnya jaringan interkoneksi, generator trip, penambahan beban tiba-tiba (starting motor 2700 kW) dan gangguan hubung singkat terhadap sistem PT. PKT Pabrik kaltim 1. Karena keempat hal tersebut sebagai kontribusi nyata yang dapat menyebabkan tidak bekerjanya sistem pengaman. 2) Jenis gangguan pada unit pembangkit yang mengakibatkan unit pembangkit trip tidak disertakan secara detail. 3) Perangkat lunak yang digunakan yaitu ETAP 4.

Page 1 of 8

III. SISTEM KELISTRIKAN PT. PKT PABRIK KALTIM 1 3.1 Single Line Diagram Sistem Kelistrikan PT. PKT Pabrik Kaltim 1.

Gambar 3.1 Single Line Diagram Pabrik Kaltim 1A Gambar 2.14 Batas frekuensi kerja pada pembangkit

2.2.2 Standar Voltage Variation Salah satu efek dari transien, adalah penurunan tegangan dalam waktu yang singkat. Penurunan tegangan dalam waktu yang sekejap, dinamakan kedip tegangan (Voltage sagging). Kedip Tegangan didefinisikan sebagai fenomena penurunan magnitude tegangan efektif terhadap harga nominalnya selama interval waktu (t). Biasanya disebabkan oleh sistem fault, energization beban besar ataupun starting dari motor-motor besar. Dalam tugas akhir ini standar voltage sagging yang digunakan adalah standar SEMI F47.
Tabel 2.1 Standar voltage sagging menurut SEMI F47
VOLTAGE SAG DURATION Time duration (s) < 0.05 s 0.05 to 0.2 s 0.2 to 0.5 s 0.5 to 1.0 s Cycles at 60 Hz < 3 cycles 3 to 12 cycles 12 to 30 cycles 30 to 60 cycles Cycles at 50 Hz < 2.5 cycles 2.5 to 10 cycles 10 to 25 cycles 25 to50 cycles VOLTAGE SAG Percent (%) of Equipment Nominal Voltage Not specified 50 % 70 % 80 %

Gambar 3.2 Single Line Diagram Pabrik Kaltim 1B

3.2 Sistem Kelistrikan PT. PKT Pabrik Kaltim 1 Kaltim 1A Generator G1511 dengan kapasitas : 12.5 MW Total beban kaltim 1A : 9.5 MW Surplus : 3 MW Kaltim 1B Generator G9 dengan kapasitas : 6 MW Total beban kaltim 1B : 9.7 MW Defisit : 3.7 MW

3.3 Pemodelan governor

2.3 Pelepasan Beban Ketika gangguan yang terjadi pada sistem meyebabkan salah satu pembangkit lepas, maka bisa menyebabkan suplai daya yang tersedia tidak dapat mencukupi kebutuhan beban, untuk menghindari sistem mengalami keadaan collapsed dibutuhkan pelepasan beban. Pelepasan beban dilakukan dengan tujuan agar jumlah suplai dan permintaan beban dapat seimbang.
Tabel 2.2 Skema load shedding menurut IEEE C37.106-2003
Step 1 2 3 Frequency Trip Poin (Hz) 59.3 58.9 58.5 Percent of Load Shedding (%) 10 15 As required to arrest decline before 58.2 Hz Fixed Time Delay on Relay (Cycles) 6 6

Gambar 3.9 Block diagram governor woodward 2301 [2]

3.3 Pemodelan exciter

Gambar 3.11 Block diagram exciter IEEE type 2 [2]

Page 2 of 8

IV. SIMULASI DAN ANALISA Menganalisa stabilitas sistem dan efektifitas load sheddding ketika terjadi kejadian yang tidak direncanakan yaitu : 1) Lepas interkoneksi 2) Generator trip 3) Hubung singkat pada bus tegangan tinggi 4) Hubung singkat pada bus tegangan rendah 5) Starting motor terbesar 4.2.1 Mode Operasi SG02_0 : bus 00-SG-02 Delete

Untuk respon tegangan pada bus 1501-1 tidak terlihat adanya perbedaan yang sangat signifikan setelah dilakukannya rekonfigurasi antara kaltim 1A dengan kaltim1B,

Gambar 4.5 Respon frekuensi saat SG02RK1

Setelah dilakukan rekonfigurasi sistem antara kaltim 1A dengan kaltim 1B kondisi frekuensi pada bus 1501-1 berangsur dengan cepat menuju titik 100%.

Gambar 4.1 Respon tegangan saat grid SG02_0

Gambar 4.6 Respon sudut rotor saat SG02RK1

Gambar 4.2 Respon frekuensi saat grid SG02_0

Pada gambar 4.6 sudut rotor generator G1511 dan generator G9 pun menuju titik kestabilan yang baru setelah dilakukannya rekonfigurasi sistem antara kaltim 1A dengan kaltim 1B. 4.2.2 Studi kasus G1511_0 : Generator G1511 delete

Pada saat bus 00-SG-02 terlepas dari sistem kaltim 1A, sesaat tegangan pada bus 1501-1 mengalami voltage sagging dengan tegangan terendah sebesar 88% selama 1 detik, namun jika mengacu pada standar voltage sagging yang dikeluarkan oleh SEMI F47 maka sistem masih dikatakan dalam batas yang Sedangkan respon tegangan pada bus 00-SG-02 itu sendiri hanya terjadi perubahan voltage sagging yang sangat kecil sekali.

Gambar 4.7 Respon tegangan saat G1511_0

Gambar 4.3 Respon sudut rotor saat grid SG02_0

Pada gambar diatas hanya ditampilkan sudut rotor generator G9 karena generator G1511 berubah menjadi swing setelah bus 00-SG-00 lepas dari sistem kaltim 1A sehingga menjadi sudut referensi. 4.2.1.1 Mode Operasi SG02RK1

Gambar 4.8 Respon frekuensi saat G1511_0

Sama halnya dengan respon tegangan pada saat generator G1511 lepas dari sistem kaltim 1A, respon frekuensi pada bus 1501-1 dan bus 00-SG-02 mengalami kondisi underfrekuensi dengan nilai terendah sebesar 98.5%. Pada saat generator G1511 trip maka sesaat sistem kaltim 1A akan kehilangan 100% suplai utamanya sehingga menyebabkan frekuensi terendah nya mencapai 98.5 %.

Gambar 4.4 Respon tegangan saat SG02RK1

Page 3 of 8

4.2.4 Mode Operasi SG03_0 : Bus 00-SG-03 Delete

Gambar 4.9 Respon sudut rotor saat G1511_0

Sesaat sudut rotor generator G9 mengalami sedikit perubahan dan menuju titik kestabilan yang baru akibat lepasnya generator G1511 dari kaltim 1A. 4.2.3 Mode Operasi G9_0 : Generator G9 Delete Dengan pembangkitan yang dimiliki oleh generator G9 sebesar 6 MW berati dapat ditarik kesimpulan bahwa generator G9 hanya menanggung 61,8% dari total beban kaltim 1B, sedangkan 38.2% nya ditanggung oleh ring 33 kV.

Gambar 4.13 Respon tegangan saat SG03_0

Gambar 4.14 Respon frekuensi saat SG03_0

Pada kasus SG03_0 ini saat bus 00-SG-03 lepas dari sistem kaltim 1B maka saat itu juga generator G9 yang berkapasitas 6 MW dipaksa untuk memikul seluruh beban kaltim 1B sebesar 9.7 MW. Maka dapat dilihat pada gambar 4.14 bahwa frekuensi pada bus utama kaltim 1B mencapai 89.5% dari frekuensi nominal
Gambar 4.10 Respon tegangan saat G9_0

Kondisi jatuh tegangan pada saat G1511_0 maupun saat G9_0 menunjukkan voltage sagging yang tidak terlalu signifikan, hal ini dikarenakan dari hasil running load flow bahwa generator G1511 hanya terbebani beban reaktif sebesar 2.6 MVAR sedangkan generator G9 terbebani beban reaktif sebesar 4 MVAR.
Gambar 4.15 Respon sudut rotor saat SG03_0

gambar 4.15 menunjukkan respon dari sudut rotor generator G9 saat bus 00-SG-03 lepas dari sistem kaltim 1B, generator kehilangan nilai sudut rotor karena pada saat bus 00-SG-03 terlepas dari sistem 1B pada saat itu juga generator G9 menjadi stand alone (swing).
Gambar 4.11 Respon frekuensi saat G9_0

4.2.4.1 Mode Operasi SG03LS1

Gambar 4.12 Respon sudut rotor saat G9_0

pada kasus G9_0 generator G9 hanya memikul 61.8% beban kaltim 1B, sehingga penurunan frekuensinya cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kasus G1511_0.

Gambar 4.16 Respon tegangan saat SG03LS1

Gambar 4.17 Respon frekuensi saat SG03LS1

Page 4 of 8

Pada saat bus 00-SG-03 terlepas dari sistem kaltim 1B maka frekuensi terendah pada bus utama kaltim 1B mencapai 90%, kemudian di detik ke 10.15 sec frekuensi sistem pertama kalinya menyentuh nilai 98.8% maka di detik 10.270 sec terjadi pelepasan beban sebesar daya yang hilang yaitu sebesar 3.7 MW, hasil dari pelepasan beban tersebut menyebabkan frekuensi terendah sistem hanya 98% dan naik terus hingga stabil di frekuensi 99.5%.

Gambar 4.22 Respon sudut rotor saat SCHV1A

Gambar 4.18 Respon sudut rotor saat SG03LS1

Untuk respon tegangan hubung singkat di bus 6.6kv milik kaltim 1A menyebabkan terjadinya voltage sagging dengan nilai terendah sebesar 0%. Voltage sagging ini tidak memenuhi standar SEMI F47 dimana voltage sagging yang terjadi hanya diperbolehkan sampai pada 50% tegangan nominal. Sudut rotor pada generator G1511 sesaat sempat merasakan perubahan di detik terjadinya hubung singkat, namun tidak lama setelahnya menuju kondisi nol setelah dilakukan pembukaan CB pada bus utama karena generator kehilangan seluruh bebannya. 4.2.6 Mode Operasi LVSC1A : Bus RECT-UNIT 2 Fault

Gambar 4.19 Respon daya elektrik generator G9 saat SG03LS1

Pada kasus SG03_0 ini saat bus 00-SG-03 lepas dari sistem kaltim 1B maka saat itu juga generator G9 yang berkapasitas 6 MW dipaksa untuk memikul seluruh beban kaltim 1B sebesar 9.7 MW. Maka dapat dilihat pada gambar 4.19 bahwa generator G9 dengan kapasitas daya pembangkitan sebesar 6 MW sempat memikul seluruh beban kaltim 1B sehingga perlu dilakukan load shedding sebesar jumlah daya suplai yang hilang saat bus 00-SG-03 terlepas dari sistem kaltim 1B . 4.2.5 Mode Operasi SCHV1A : Bus 1501-1 Fault

Gambar 4.23 Respon tegangan saat SCLV1A

Gambar 4.24 Respon frekuensi saat SCLV1A

Hubung singkat yang terjadi pada bus RECTUNIT 2 tidak mempengaruhi kestabilan sistem kaltim 1A secara signifikan, bisa dilihat respon frekuensi pada gambar 4.24 menunjukkan frekuensi awal sistem 100.4%, kemudian setelah terjadi hubung singkat menjadi 100.1%.

Gambar 4.20 Respon tegangan saat SCHV1A

Gambar 4.25 Respon sudut rotor saat SCLV1A

Gambar 4.21 Respon frekuensi saat SCHV1A

bahwa generator G1511 sempat mengalami perubahan, namun seiring dengan fault clearing time sebesar 0.2 detik generator G1511 mampu kembali pada kondisi semula.

Page 5 of 8

4.2.7 Mode Operasi SCHV1B : Bus 3501-1 Fault

Gambar 4.30 Respon frekuensi saat SCLV1B Gambar 4.26 Respon tegangan saat SCHV1B

Gambar 4.31 Respon sudut rotor saat SCLV1B Gambar 4.27 Respon frekuensi saat SCHV1B

Dari hasil simulasi ditunjukkan bahwa pembukaan CB tidak berpengaruh besar terhadap respon frekuensi sistem pada kaltim 1B saat terjadi hubung singkat di bus utama kaltim 1B, frekuensi pada bus sebelahnya yakni bus 3501-1 saat hubung singkat pun sempat mencapai 0% dari frekuensi nominal.

Sama halnya seperti saat terjadi gangguan hubung singkat pada bus tegangan terendah di kaltim 1A, gangguan hubung singkat yang terjadi pada bus RECT-UNIT 1 kaltim 1B tidak mempengaruhi kestabilan sistem kaltim 1B secara signifikan, bisa dilihat respon frekuensi pada gambar 4.30 menunjukkan frekuensi awal sistem 100.4%, kemudian setelah terjadi hubung singkat menjadi 100.1%. 4.2.9 Mode Operasi MS1A : Motor 4101D start Pada simulasi MS1A, motor 4101D distarting dengan metode direct online, yaitu tanpa menggunakan alat bantu untuk menyalakan motor namun hanya menggunakan saklar yang langsung menghubungkan motor dengan sumber jala-jala.

Gambar 4.28 Respon sudut rotor saat SCHV1B

Sudut rotor pada generator G9 sesaat sempat merasakan perubahan di detik terjadinya hubung singkat, namun tidak lama setelahnya menuju kondisi nol setelah dilakukan pembukaan CB pada bus utama sehingga generator kehilangan seluruh bebannya. 4.2.8 Mode Operasi SCLV1B : Bus RECT-UNIT 1 Fault Pada studi kasus SCLV1A, CB yang dilepas melalui OCR (Over Current Relay) adalah CB F2-4 dengan waktu pelepasan pada simulasi adalah berselang 0.2 detik dari gangguan hubung singkat yang terjadi maka CB F2-4 tersebut membuka pada waktu 10.2 detik. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.29, 4.30, dan 4.31
Gambar 4.32 Respon tegangan saat MS1A

Pada saat motor 4101D yang berkapasitas 2700 kW di start pada detik ke 10 maka sesaat sistem tegangan pada bus 1501-2 mengalami voltage sagging hingga 97.5% dari tegangan nominal namun dengan durasi kurang dari 5 detik maka bisa dikatakan sistem tegangan masih dikategorikan normal.

Gambar 4.33 Respon frekuensi saat MS1A Gambar 4.29 Respon tegangan saat SCLV1B

Namun pada gambar 4.33 menunjukkan frekuensi terendah pada saat kasus MS1A ini frekuensi sistem kaltim 1A mencapai 97.8% dari frekuensi nominal dan baru dapat mencapai nilai diatas 98,8% di detik ke 45 atau berselang 35 detik dari pertama kali motor tersebut di start. Page 6 of 8

4.2.10 Mode Operasi MS1B : Motor 4101C Start Untuk kasus motor starting ini, daya pembangkitan generator G9 disisakan 3MW ketika lepas dari integrasi. Adapun beban yang dimatikan ketika dalam kondisi ini adalah sebagai berikut : Motor G3003 ; 450 kW (fuse 12 open) Motor 1401C ; 865 kW (fuse3-4B open) Motor 4101F ; 2700 kW (fuse3-5A open) Motor M1004A-1 ; 250 kW (fuse 3-5B open) Motor KM 301 ; 645 kW (fuse3-5C open)

frrekuensi pada kasus MS1B baru mencapai nilai 96 % saat detik ke 20 sec, sedangkan pada kasus MS1BLS1 ini respon frekuensi berhasil mencapai angka 97% pada detik ke 20 sec. 4.3 Pengaturan parameter governor dan pengaruhnya terhadap respon frekuensi Pada PT. PKT pabrik kaltim 1 untuk generator G1511 dan G9 menggunakan jenis governor yang sama yaitu woodward 2301 dan kedua generator tersebut pun mengunakan jenis exciter yang sama juga, yaitu exciter type 2 IEEE. Pada subbab berikut hanya akan dilakukan simulasi pengaturan governor saja mengingat respon frekuensi yang ditunjukkan pada studi kasus yang sudah dilakukan menunjukkan respon yang kurang baik. Sedangkan respon tegangan pada hampir setiap kasus menunjukkan respon yang cukup baik dengan rata-rata tegangan terendah diatas 85%. Pengujian ini dilakukan pada pabrik kaltim 1A dengan pertimbangan daya pembangkitan pada kaltim 1A masih mencukupi saat kasus ring off dengan tanpa perlu dilakukan load shedding. Saat studi ini dilakukan penulis belum menemukan seting parameter waktu (, T1, dan T2) yang sesuai, untuk sementara baru ditemukan nilai seting parameter K1 yang lebih baik, tabel berikut adalah rincian seting parameter yang digunakan pada pengujian governor :
Pengujian Sample P1 P2 P3 (sec) 0.1 0.1 0.1 0.1 T1 (sec) 0.15 0.15 0.15 0.15 T2 (sec) 0.1 0.1 0.1 0.1 K1 (Deg/A) 6 18 30 42

Gambar 4.36 Respon tegangan saat MS1B

Gambar 4.37 Respon frekuensi saat MS1B

Nilai frekuensi terendah saat kasus MS1A lebih baik dibanding dengan saat kasus MS1B, hal ini dikarenakan generator G1511 memiliki daya pembangkitan sebesar 12.5 MW sedangkan beban total seluruh kaltim 1A sebesar 9.5 MW sehingga generator masih memiliki sisa daya terbangkitkan yang siap pakai sebesar selisih daya terbangkitkan generator G1511 dikurangi dengan total beban sistem 1A, maka selisihnya adalah sebesar 3 MW. 4.2.10.1 Mode Operasi MS1BLS1 : Fuse9 open (t = 10.270)

4.3.1 Pengujian Governor saat Ring Off

Gambar 4.42 Perbandingan frekuensi pada bus 1501-2 saat ring off

4.3.2 Pengujian Governor saat Hubung Singkat


Gambar 4.38 Respon tegangan saat MS1BLS1

Gambar 4.43 Perbandingan frekuensi pada bus 1501-2 saat hubung singkat Gambar 4.39 Respon frekuensi saat MS1BLS1

Hasil dari pelepasan beban tahap pertama ditunjukkan oleh gambar 4.39 dimana frekuensi terendah sistem mencapai 94.5% yang semula pada kasus MS1B sempat mencapai 93%. Kemudian respon Page 7 of 8

4.3.3 Pengujian Governor saat Motor Starting

8.

Gambar 4.44 Perbandingan frekuensi pada bus 1501-2 saat motor starting dengan mode governor droop

kaltim 1A saat kondisi sistem lepas dari integrasi menyebabkan bus utama tidak mengalami penurunan frekuensi secara signifikan, terendah hanya di 97.7%. Penyalaan motor berkapasitas 2700 kW pada kaltim 1B saat kondisi sistem lepas dari integrasi dapat menyebabkan bus utama mengalami penurunan frekuensi hingga 93 %, maka perlu dilakukan load shedding agar sistem kembali stabil.

Gambar 4.45 Perbandingan frekuensi pada bus 1501-2 saat motor starting dengan mode governor isochronous

V. KESIMPULAN Berdasarkan hasil yang didapatkan dari simulasi dan analisis pada tugas akhir ini, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Lepasnya suplai daya dari ring bus utama saat sistem terintegrasi menyebabkan frekuensi sistem kaltim 1A naik secara signifikan hingga 102.6%. Disini dilakukan rekonfigurasi sistem sebagai upaya percobaan untuk mengembalikan frekuensi ke batas stabil. 2. Lepasnya generator G1511 dari sistem kaltim 1A menyebabkan frekuensi sistem kaltim 1A turun menjadi 98.5% dan mampu mencapai kondisi 99 % dengan waktu kurang dari 1 menit, sehingga tidak dibutuhkan operasi load shedding untuk mengembalikan frekuensi ke batas stabil. 3. Begitu pula saat kasus lepasnya generator G9 dari sistem kaltim 1B, tidak menyebabkan frekuensi sistem turun secara signifikan. Frekuensi terendah di 99.5 % sehingga tidak dibutuhkan load shedding untuk mengembalikan frekuensi ke batas stabil. 4. Lepasnya suplai daya dari ring bus utama dari sistem kaltim 1B saat sistem terintegrasi menyebabkan frekuensi sistem kaltim 1B turun secara signifikan menjadi 89%. Sehingga dibutuhkan load shedding sebesar suplai daya yang hilang untuk mengembalikan frekuensi ke batas stabil. 5. Gangguan hubung singkat yang terjadi pada bus utama kaltim 1A maupun kaltim 1B menyebabkan frekuensi pada bus utama menyentuh nilai 0%, sehingga apabila terjadi hubung singkat pada salah satu bus utama maka beban-beban yang berada dibawahnya terpaksa akan ikut mati. 6. Gangguan hubung singkat yang terjadi pada bus RECT-UNIT pada kaltim 1A maupun kaltim 1B tidak menyebabkan frekuensi pada bus utama turun secara signifikan, frekuensi terendah hanya mencapai 99.8% 7. Penyalaan motor berkapasitas 2700 kW pada

DAFTAR PUSTAKA ETAP, ETAP 7.0 User Guide, Operation Technology, Inc,. 2009. 2. IEEE Std. C37.106TM-2003, IEEE Guide for Abnormal Frequency Protection for Power Generating Plants. 3. IEEE Transactions on Power System, Vol.19, No.2, May 2004, Definition and Classification of Power System Stability. 4. Kundur, P., Power System Stability and Control, McGraw-Hill, Inc, 1994. 5. Marsudi, Djiteng, Operasi Sistem Tenaga Listrik, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2006. 6. Saadat, H., Power System Analysis, McGrawHill, 1999. 7. Sheldrake, Alan L., Handbook of Electrical Engineering for Practitioners in the Oil, Gas, and Petrochemical Industry, John Wiley & Sons, 2003. 8. Stevenson, W.D., Jr, Elements of Power System Analysis, 4th Edition. McGraw-Hill, Inc, 1994. 9. Woodward, 2301A Load sharing and Speed Control, Product Specification 82387, 2011. 10. Woodward, Governing Fundamentals and Power Management, Reference Manual 26260, 2004. 1. RIWAYAT HIDUP Muhammad Faishal Adityo,

anak ketiga dari pasangan Ir. Sulkan dan Irene Widyati, SH. Lahir pada tanggal 13 September 1987 di kota Bandung, Jawa Barat. Penulis memulai jenjang pendidikan formalnya pada tahun 1994 di SD Assalam II Bandung, kemudian pada tahun 1997 di SD Al Hilal Ambon. Melanjutkan pendidikannya di SLTP Al Falah Surabaya pada tahun 2000, setelah lulus SLTP penulis pindah ke Bandung kembali, dan melanjutkan di SMUT Krida Nusantara Bandung pada tahun 2002. Setelah itu tahun 2005 penulis memilih untuk menempuh pendidikan Diploma III di Politeknik Negeri Bandung (POLBAN) dengan Jurusan Teknik Konversi Energi, dan lulus pada bulan Oktober 2008. Namun pada bulan September 2008 penulis telah mendapatkan pekerjaan tetap sebagai plant instructor di salah satu perusahaan swasta yang bergerak di bidang coal mining and earth moving, yaitu PT. Pamapersada Nusantara Jobsite Kalimantan Timur. Kemudian di akhir tahun 2009 penulis memutuskan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Pada awal tahun 2010 penulis diterima di Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya Jurusan Teknik Elektro dengan Bidang Studi Teknik Sistem Tenaga dan lulus pada awal tahun 2012. Penulis dapat dihubungi di mfadityo@gmail.com.

Page 8 of 8

Anda mungkin juga menyukai