Anda di halaman 1dari 50

MAKALAH

SIKLUS ANGGARAN PENDAPATAN DAERAH


Untuk memenuhi revisi makalah mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi Sektor Publik KELAS CA
oleh:

Fanditama Akbar Nugraha Hisyam Fauzy Rendy Fadlan Putra

115020307111029 115020300111095 115020307111047

JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat serta karunaa Nya kepada penulis sehingga makalah yang berjudul Siklus Anggaran Pendapatan Daerah ini dapat terselesaikan. Tujuan penulisan karya tulis ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi Sektor Publik Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya Malang. Dalam penyelesaian karya tulis ini, penulis mendapat bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yaitu 1. Orang tua 2. Ketua jurusan Akuntansi Bapak Unti Ludigdo 3. Dosen mata kuliah Sistem Informasi Akuntansi Sektor Publik, Bapak Yuki

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari ke-sempurnaan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun guna kesempurnaan makalah. Akhirnya penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi orang lain.

Malang, 29 Maret 2014

DAFTAR ISI

1. PENGERTIAN
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah selanjutnya disingkat APBD adalah suatu rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Semua Penerimaan Daerah dan Pengeluaran Daerah harus dicatat dan dikelola dalam APBD. Penerimaan dan pengeluaran daerah tersebut adalah dalam rangka pelaksanaan tugas-tugas desentralisasi. Sedangkan penerimaan dan pengeluaran yang berkaitan dengan pelaksanaan

Dekonsentrasi atau Tugas Pembantuan tidak dicatat dalam APBD. APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam satu tahun anggaran. APBD merupakan rencana pelaksanaan semua

Pendapatan Daerah dan semua Belanja Daerah dalam rangka pelaksanaan Desentralisasi dalam tahun anggaran tertentu. Pemungutan semua

penerimaan Daerah bertujuan untuk memenuhi target yang ditetapkan dalam APBD. Demikian pula semua pengeluaran daerah dan ikatan yang membebani daerah dalam rangka pelaksanaan desentralisasi dilakukan sesuai jumlah dan sasaran yang ditetapkan dalam APBD. Karena APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah, maka APBD menjadi dasar pula bagi kegiatan pengendalian, pemeriksaan dan pengawasan keuangan daerah. Tahun anggaran APBD sama dengan tahun anggaran APBN yaitu mulai 1 Januari dan berakhir tanggal 31 Desember tahun yang

bersangkutan. Sehingga pengelolaan, pengendalian, dan pengawasan keuangan daerah dapat dilaksanakan berdasarkan kerangka waktu tersebut. APBD disusun dengan pendekatan kinerja yaitu suatu sistem anggaran yang mengutamakan upaya pencapaian hasil kerja atau output dari perencanaan alokasi biaya atau input yang ditetapkan. Jumlah pendapatan yang dianggarkan dalam APBD merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat tercapai untuk setiap sumber

pendapatan. Pendapatan dapat direalisasikan melebihi jumlah anggaran

yang telah ditetapkan. Berkaitan dengan belanja, jumlah belanja yang dianggarkan merupakan batas tertinggi untuk setiap jenis belanja. Jadi, realisasi belanja tidak boleh melebihi jumlah anggaran belanja yang telah ditetapkan. Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Setiap pejabat dilarang melakukan tindakan yang berakibat pengeluaran atas beban APBD apabila tidak tersedia atau tidak cukup tersedia anggaran untuk membiayai pengeluaran tersebut.

2. FUNGSI-FUNGSI ANGGARAN DAERAH


Berdasarkan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (4) UU No. 17 Tahun 2003

tentang Keuangan Negara, Fungsi APBD adalah sebagai berikut : Fungsi Otorisasi : Anggaran daerah merupakan dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan. Fungsi Perencanaan : Anggaran daerah merupakan pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan. Fungsi Pengawasan : Anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan

pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Fungsi Alokasi : Anggaran daerah diarahkan untuk mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya, serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas perekonomian. Fungsi Distribusi : Anggaran daerah harus mengandung arti/ memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan

Fungsi Stabilisasi

: Anggaran daerah harus mengandung arti/ harus menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan perekonomian. keseimbangan fundamental

3. PRINSIP-PRINSIP ANGGARAN DAERAH


Prinsip-prinsip dasar (azas) yang berlaku di bidang pengelolaan Anggaran Daerah yang berlaku juga dalam pengelolaan Anggaran Negara / Daerah sebagaimana bunyi penjelasan dalam Undang Undang No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu : Kesatuan : Azas ini menghendaki agar semua Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah disajikan dalam satu dokumen anggaran. Universalitas : Azas ini mengharuskan agar setiap transaksi keuangan ditampilkan secara utuh dalam dokumen anggaran. Tahunan : Azas ini membatasi masa berlakunya anggaran untuk suatu tahun tertentu Spesialitas : Azas ini mewajibkan agar kredit anggaran yang disediakan terinci secara jelas peruntukannya. Akrual : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani untuk pengeluaran yang seharusnya dibayar, atau menguntungkan anggaran untuk penerimaan yang

seharusnya diterima, walaupun sebenarnya belum dibayar atau belum diterima pada kas. Kas : Azas ini menghendaki anggaran suatu tahun anggaran dibebani pada saat terjadi pengeluaran/ penerimaan uang dari/ ke Kas Daerah

Ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual sebagaimana dimaksud dalam pasal 1 angka 13, 14, 15 dan 16 dalam UU Nomor 17 Tahun 2003, dilaksanakan selambatlambatnya dalam 5 (lima) tahun. Selama pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual belum dilaksanakan, digunakan pengakuan dan pengukuran berbasis kas.

4. STRUKTUR APBD
Menurut Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006, struktur APBDmerupakan satu kesatuan yang terdiri dari: 1. Pendapatan Daerah 2. Belanja Daerah 3. Pembiayaan Daerah. Struktur APBD tersebut diklasifikasikan menurut urusan pemerintahan dan organisasi yang bertanggung jawab melaksanakan urusan pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang- undangan. 4.1 Pendapatan Daerah Pendapatan daerah adalah hak daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dalam periode tahun bersangkutan dan tidak perlu dibayar kembali oleh daerah. Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui Rekening Kas Umum Daerah yang menambah ekuitas dana. Pendapatan daerah meliputi: (a) Pendapatan Asli Daerah; (b) Dana Perimbangan, dan (c) Lain-Lain Pendapatan. 4.1.1 Pendapatan Asli Daerah (PAD): PAD adalah bagian dari pendapatan daerah yang bersumber dari potensi daerah itu sendiri yang dipungut berdasarkan peraturan daerah tersebut sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kewenangan

daerah dalam memungut PAD dimaksudkan agar daerah dapat mendanai pelaksanaan otonomi daerah yang bersumber dari potensi daerahnya sendiri. PAD terdiri dari: 1) Pajak Daerah. 2) Retribusi Daerah. 3) Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah yang dipisahkan, yang mencakup: a. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik daerah (BUMD); b. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik pemerintah (BUMN); dan c. bagian laba atas penyertaan modal pada perusahaan milik swasta. 4) Lain-lain PAD yang Sah, yang meliputi: a. Hasil penjualan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; b. Hasil pemanfaatan atau pendayagunaan kekayaan daerah yang tidak dipisahkan; c. Jasa giro; d. Pendapatan bunga; e. Penerimaan atas tuntutan ganti rugi daerah; f. Keuntungan selisih nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing; g. Komisi, potongan, ataupun bentuk lain sebagai akibat dari

penjualan dan/atau pengadaan barang dan/atau jasa oleh daerah; h. Pendapatan denda atas keterlambatan pelaksanaan pekerjaan; i. j. Pendapatan denda pajak dan retribusi; Pendapatan dari fasilitas sosial dan fasilitas umum;

k. Pendapatan dari penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan; dan Pendapatan dari angsuran/cicilan penjualan. 4.1.2 Dana Perimbangan, meliputi: 1) 2) 3) Dana Alokasi Umum; Dana Alokasi Khusus; dan Dana Bagi Hasil, yang meliputi bagi hasil pajak dan bagi hasil bukan pajak.

4.1.3 Pendapatan Lain-Lain yang Sah, meliputi: 1) Pendapatan Hibah; 2) Pendapatan Dana Darurat; 3) Dana Bagi Hasil Pajak dari Provinsi kepada Kabupaten/Kota; 4) Bantuan Keuangan dari Provinsi atau dari Pemerintah Daerah lainnya; 5) Dana Penyesuaian; dan 6) Dana Otonomi Khusus.

4.1.4 Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah Setiap SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima pendapatan daerah wajib melaksanakan pemungutan dan/atau penerimaan berdasarkan ketentuan yang ditetapkan dalam peraturan perundangundangan. Penerimaan SKPD dilarang digunakan langsung untuk

membiayai pengeluaran, kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundangundangan. Penerimaan SKPD berupa uang atau cek harus disetor ke rekening kas umum daerah paling lama 1 (satu) hari kerja oleh Bendahara Penerimaan dengan didukung oleh bukti yang lengkap. Semua penerimaan daerah dilakukan melalui rekening kas umum daerah. SKPD dilarang melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan daerah. SKPD yang mempunyai tugas memungut dan/atau menerima dan/atau kegiatannya berdampak pada penerimaan daerah wajib mengintensifkan pemungutan dan penerimaan tersebut. Komisi, rabat, potongan atau penerimaan lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun yang dapat dinilai dengan uang, baik secara langsung sebagai akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk penerimaan bunga, jasa giro atau penerimaan lain sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta penerimaan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya merupakan pendapatan daerah.

Semua penerimaan daerah apabila berbentuk uang harus segera disetor ke kas umum daerah dan berbentuk barang menjadi milik/aset daerah yang dicatat sebagai inventaris daerah. Pengembalian atas kelebihan pajak, retribusi, pengembalian tuntutan ganti rugi dan sejenisnya dilakukan dengan membebankan pada rekening penerimaan yang bersangkutan untuk pengembalian penerimaan yang terjadi dalam tahun yang sama. Untuk pengembalian kelebihan penerimaan yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya dibebankan pada rekening belanja tidak terduga. 4.2 Belanja Daerah Belanja daerah meliputi semua pengeluaran uang dari Rekening Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana, yang merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan diperoleh

pembayarannya kembali oleh daerah. Pasal 26 dan 27 dari Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2005 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah tidak merinci tentang klasifikasi belanja menurut urusan wajib, urusan pilihan, dan klasifikasi menurut

organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. Sedangkan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 31 ayat (1), memberikan secara rinci klasifikasi belanja daerah berdasarkan urusan wajib, urusan pilihan atau klasifikasi menurut organisasi, fungsi, program kegiatan, serta jenis belanja. 4.2.1 Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Wajib Menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 32 ayat (2), klasifikasi belanja menurut urusan wajib mencakup: 1) Pendidikan; 2) Kesehatan; 3) Pekerjaan Umum;

4) Perumahan Rakyat; 5) Penataan Ruang; 6) Perencanaan Pembangunan; 7) Perhubungan; 8) Lingkungan Hidup; 9) Kependudukan dan Catatan Sipil; 10) Pemberdayaan Perempuan; 11) Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera; 12) Sosial; 13) Tenaga Kerja; 14) Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah; 15) Penanaman Modal; 16) Kebudayaan; 17) Pemuda dan Olah Raga; 18) Kesatuan Bangsa dan Politik Dalam Negeri; 19) Pemerintahan Umum; 20) Kepegawaian; 21) Pemberdayaan Masyarakat dan Desa; 22) Statistik; 23) Arsip; dan 24) Komunikasi dan Informatika. 4.2.2 Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pilihan 1) Pertanian; 2) Kehutanan; 3) Energi dan Sumber Daya Mineral; 4) Pariwisata; 5) Kelautan dan Perikanan; 6) Perdagangan; 7) Perindustrian; dan 8) Transmigrasi.

4.2.3 Klasifikasi Belanja Menurut Urusan Pemerintahan, Program dan Kegiatan, serta Jenis Belanja Organisasi, Fungsi Belanja daerah tersebut mencakup: 1) Belanja Tidak Langsung; dan 2) Belanja Langsung. Komponen belanja tidak langsung dan belanja langsung sebagai berikut: 1) Belanja Tidak Langsung, meliputi: a. Belanja Pegawai; b. Bunga; c. Subsidi; d. Hibah; e. Bantuan Sosial; f. Belanja Bagi Hasil; g. Bantuan Keuangan; dan h. Belanja Tak Terduga. 2) Belanja Langsung, meliputi: a. Belanja Pegawai; b. Belanja Barang dan Jasa; c. Belanja Modal. 4.2.4 Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah Jumlah belanja yang dianggarkan dalam APBD merupakan batas tertinggi untuk setiap pengeluaran belanja. Pengeluaran tidak dapat dibebankan pada anggaran belanja jika untuk pengeluaran tersebut tidak tersedia atau tidak cukup tersedia dalam APBD. Setiap SKPD dilarang melakukan pengeluaran atas beban anggaran daerah untuk tujuan lain dari yang telah ditetapkan dalam APBD. Pengeluaran belanja daerah menggunakan prinsip hemat, tidak mewah, efektif, efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Setiap pengeluaran harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah mengenai hak yang diperoleh oleh pihak yang menagih. Pengeluaran kas yang mengakibatkan beban APBD tidak dapat dilakukan sebelum rancangan peraturan daerah tentang APBD ditetapkan dan ditempatkan dalam lembaran daerah. Pengeluaran kas tersebut tidak termasuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Pembayaran atas beban APBD dapat dilakukan berdasarkan Surat Penyediaan Dana (SPD), atau Dokumen Pelaksanaan Anggaran SKPD (DPA-SKPD), atau dokumen lain yang dipersamakan dengan SPD. Khusus untuk biaya pegawai diatur bahwa gaji pegawai negeri sipil daerah dibebankan dalam APBD. Pemerintah daerah dapat memberikan tambahan penghasilan kepada pegawai negeri sipil daerah berdasarkan pertimbangan yang obyektif dengan memperhatikan kemampuan keuangan daerah dan memperoleh persetujuan DPRD sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Dalam pelaksanaan pembayaran yang terhutang pajak, bendahara pengeluaran sebagai wajib pungut Pajak Penghasilan (PPh) dan pajak lainnya, wajib menyetorkan seluruh penerimaan potongan dan pajak yang dipungutnya ke rekening Kas Negara pada bank pemerintah atau bank lain yang ditetapkan Menteri Keuangan sebagai bank persepsi atau pos giro dalam jangka waktu sesuai ketentuan perundang-undangan. Pelaksanaan pengeluaran atas beban APBD dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran. Selanjutnya pembayaran dilakukan dengan penerbitan SP2D oleh kuasa BUD. Karena itu, kuasa BUD berkewajiban untuk: a) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran; b) menguji kebenaran perhitungan tagihan atas beban APBD yang tercantum dalam perintah pembayaran; c) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan;

d) memerintahkan pencairan dana sebagai dasar pengeluaran daerah; dan e) menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Perlu menjadi perhatian bahwa penerbitan SPM tidak boleh dilakukan sebelum barang dan/atau jasa diterima kecuali ditentukan lain dalam peraturan perundang-undangan. Setelah tahun anggaran berakhir, kepala SKPD selaku pengguna anggaran dilarang menerbitkan SPM yang membebani tahun anggaran berkenaan. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas SKPD, kepada pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran dapat diberikan uang persediaan yang dikelola oleh bendahara pengeluaran. Bendahara pengeluaran

melaksanakan pembayaran dari uang persediaan yang dikelolanya setelah: a) meneliti kelengkapan perintah pembayaran yang diterbitkan oleh pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran; b) menguji kebenaran perhitungan tagihan yang tercantum dalam perintah pembayaran; dan c) menguji ketersediaan dana yang bersangkutan. Bendahara pengeluaran wajib menolak perintah bayar dari pengguna anggaran/kuasa pengguna anggaran apabila kelengkapan dokumen,

kebenaran perhitungan dan ketersediaan dana tidak terpenuhi. Bendahara pengeluaran wajib melakukan hal tersebut karena dia bertanggung jawab secara pribadi atas pembayaran yang dilaksanakannya. Kepala daerah dapat memberikan izin pembukaan rekening untuk keperluan pelaksanaan pengeluaran di lingkungan SKPD. 4.3 Pembiayaan Daerah

Pembiayaan adalah setiap penerimaan yang perlu dibayar kembali dan/atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran yang bersangkutan maupun pada tahun-tahun anggaran berikutnya. Pembiayaan daerah adalah transaksi keuangan pemerintah daerah yang dimaksudkan

untuk menutup defisit atau untuk memanfaatkan surplus APBD. Pembiayaan Daerah menurut Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 59 terdiri dari Penerimaan Pembiayaan dan Pengeluaran Pembiayaan Daerah. Karena Modul ini disiapkan untuk pejabat Eselon II, maka uraian lebih rinci tentang pembiayaan daerah tidak diberikan, tetapi dapat dilihat pada Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 62 sampai dengan Pasal 77 4.3.1 Penerimaan Pembiayaan Permendagri Nomor 13 Tahun 2006 Pasal 60 menyebutkan bahwa Penerimaan Pembiayaan Daerah, meliputi: a. b. c. d. e. f. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Tahun Lalu; Pencairan Dana Cadangan; Penerimaan pinjaman daerah; Hasil penjualan kekayaan daerah yang dipisahkan; Penerimaan kembali pemberian pinjaman; dan Penerimaan piutang daerah.

4.3.2 Pengeluaran Pembiayaan Pengeluaran Pembiayaan Daerah, meliputi: a. b. c. d. Pembentukan dan cadangan; Penyertaan modal (investasi) pemerintah daerah; Pembayaran utang pokok yang jatuh tempo; dan Pemberian pinjaman daerah.

4.3.3 Pelaksanaan Anggaran Pembiayaan Daerahh Pengelolaan anggaran pembiayaan daerah dilakukan oleh Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD). Semua penerimaan dan pengeluaraan pembiayaan daerah dilakukan melalui Rekening Kas Umum Daerah. Untuk pencairan dana cadangan, pemindah bukuan dari rekening dana cadangan ke Rekening Kas Umum Daerah dilakukan berdasarkan rencana pelaksanaan kegiatan, setelah jumlah dana cadangan yang

ditetapkan berdasarkan peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan yang berkenaan mencukupi. Pemindahbukuan tersebut paling tinggi sejumlah pagu dana cadangan yang akan digunakan untuk mendanai pelaksanaan kegiatan dalam tahun anggaran berkenaan sesuai dengan yang ditetapkan dalam peraturan daerah tentang pembentukan dana cadangan. Pemindahbukuan dari rekening dana cadangan ke rekening kas umum daerah tersebut dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD. Penjualan kekayaan milik daerah yang dipisahkan dilakukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Pencatatan penerimaan atas penjualan kekayaan daerah didasarkan pada bukti penerimaan yang sah. Penerimaan pinjaman daerah didasarkan pada jumlah pinjaman yang akan diterima dalam tahun anggaran yang bersangkutan sesuai dengan yang ditetapkan dalam perjanjian pinjaman berkenaan. Penerimaan pinjaman dalam bentuk mata uang asing dibukukan dalam nilai rupiah. Penerimaan kembali pemberian pinjaman daerah didasarkan pada perjanjian pemberian pinjaman daerah sebelumnya, untuk kesesuaian pengembalian pokok pinjaman dan kewajiban lainnya yang menjadi tanggungan pihak peminjam. Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan mencakup pelaksanaan

pembentukan dana cadangan, penyertaan modal, pembayaran pokok utang, dan pemberian pinjaman daerah. Jumlah pendapatan daerah yang disisihkan untuk pembentukan dana cadangan dalam tahun anggaran bersangkutan sesuai dengan jumlah yang ditetapkan dalam peraturan daerah. Pemindahbukuan jumlah pendapatan daerah yang disisihkan yang ditransfer dari rekening kas umum daerah ke rekening dana cadangan dilakukan dengan surat perintah pemindahbukuan oleh kuasa BUD atas persetujuan PPKD. Penyertaan modal pemerintah daerah dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah

ditetapkan dalam peraturan daerah tentang penyertaan modal daerah berkenaan. Pembayaran pokok utang didasarkan pada jumlah yang harus dibayarkan sesuai dengan perjanjian pinjaman dan pelaksanaannya merupakan prioritas utama dari seluruh kewajiban pemerintah daerah yang harus diselesaikan dalam tahun anggaran yang berkenaan. Pemberian pinjaman daerah kepada pihak lain berdasarkan keputusan kepala daerah atas persetujuan DPRD. Pelaksanaan pengeluaran pembiayaan penyertaan modal pemerintah daerah, pembayaran pokok utang dan pemberian pinjaman daerah tersebut dilakukan berdasarkan SPM yang diterbitkan oleh PPKD. Dalam rangka pelaksanaan pengeluaran pembiayaan, kuasa BUD berkewajiban untuk: a. meneliti kelengkapan perintah pembayaran/pemindah bukuan yang diterbitkan oleh PPKD; b. menguji kebenaran perhitungan pengeluaran pembiayaan yang

tercantum dalam perintah pembayaran; c. menguji ketersediaan dana yang bersangkutan; d. menolak pencairan dana, apabila perintah pembayaran atas pengeluaran pembiayaan tidak memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Pelaksanaan Anggaran adalah tahapan yang dimulai sejak APBD disahkan melalui peraturan daerah pada setiap akhir tahun sebelum tahun anggaran baru dimulai.Tahapan pelaksanaan berlangsung selama 1 (satu) tahun terhitung mulai awal tahun anggaran baru pada bulan Januari setiap tahunnya.Tahapan pelaksanaan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak eksekutif melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah yang jumlahnya sesuai dengan struktur organisasi pemerintah daerah yang bersangkutan. Adapun tahapan dan hal-hal lain yang berkaitan dengan pelaksanaan APBD secara umum adalah sebagai berikut: 1) Penyiapan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) SKPD: Rancangan dokumen pelaksanaan anggaran SKPD harus memuat rincian tentang:

sasaran yang hendak dicapai, program dan kegiatan yang direncanakan, anggaran yang tersedia untuk mencapai sasaran tersebut dan rencana penarikan dana dari setiap SKPD serta pendapatan yang diperkirakan. 2) Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Daerah: Ketentuan-ketentuan yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan anggaranpendapatan daerah adalah bahwa: a. Semua pengelolaan terhadap pendapatan daerah harus

dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah; b. Setiap pendapatan daerah harus didukung oleh bukti yang lengkap dan sah; c. Setiap satuan kerja yang memungut pendapatan daerah harus mengintensifkan pemungutan pendapatan yang menjadi wewenang dan tanggung jawabnya; d. Setiap satuan kerja (SKPD) tidak boleh melakukan pungutan selain dari yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan; e. Pendapatan daerah juga mencakup komisi, rabat, potongan, atau pendapatan lain dengan menggunakan nama dan dalam bentuk apapun yang dapat dinilai dengan uang, baik yang secara langsung merupakan akibat dari penjualan, tukar-menukar, hibah, asuransi dan/atau pengadaan barang dan jasa termasuk pendapatan bunga, jasa giro atau pendapatan lain yang timbul sebagai akibat penyimpanan dana anggaran pada bank serta pendapatan dari hasil pemanfaatan barang daerah atas kegiatan lainnya; f. Semua pendapatan dari dana perimbangan dan lain-lain pendapatan yang sah dilaksanakan melalui rekening kas umum daerah dan dicatat sebagai pendapatan daerah. 3) Pelaksanaan Anggaran Belanja Daerah: Setiap pengeluaran untuk belanja daerah atas beban APBD harus didukung dengan bukti yang lengkap dan sah. Bukti-bukti tersebut harus mendapat pengesahan dari pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab atas kebenaran material yang timbul dari penggunaan bukti tersebut.

4) Pelaksanaan

Anggaran

Pembiayaan

Daerah

Sesuai

dengan

Permendagri Nomor 59 Tahun 2007, anggaran yang diperlukan untuk pembiayaan daerah bersumber dari: (a) sisa lebih perhitungan tahun anggaran sebelumnya, (b) dana cadangan, (c) investasi, (d)

pinjaman/obligasi daerah, dan (e) piutang daerah. 5) Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun Anggaran Sebelumnya: Sisa Lebih Perhitungan Anggaran yang selanjutnya disingkat SiLPA adalah selisih lebih realisasi penerimaan dan pengeluaran anggaran selama satu periode tahun anggaran.SiLPA tahun sebelumnya merupakan penerimaan pembiayaan yang dapat digunakan untuk: a. Menutupi defisit anggaran apabila realisasi pendapatan lebih kecil daripada realisasi belanja daerah; b. Mendanai pelaksanaan kegiatan lanjutan atas beban belanja

langsung; dan c. Mendanai kewajiban lainnya yang sampai dengan akhir tahun anggaran belum terselesaikan. 6) Dana Cadangan: Dana cadangan adalah dana yang disisihkan guna mendanai kegiatan yang memerlukan dana yang relatif besar yang tidak dapat dipenuhi dalam satu tahun anggaran. 7) Investasi: Menurut ketentuan dalam Permendagri Nomor 59 Tahun 2007 yang dimaksud dengan investasi adalah penggunaan aset untuk memperoleh manfaat eknomis seperti; bunga, dividen, royalti, manfaat sosial dan/atau manfaat lainnya sehingga dapat meningkatkan

kemampuan pemerintah daerah dalam rangka pelayanan kepada masyarakat. 8) Pinjaman Daerah dan Obligasi: Pinjaman daerah adalah semua transaksi yang mengakibatkan daerah menerima sejumlah uang atau menerima manfaat yang bernilai uang dari pihak lain sehingga daerah dibebani kewajiban untuk membayar kembali pinjaman tersebut. 9) Piutang Daerah: Piutang daerah adalah jumlah uang yang wajib dibayar kembali kepada pemerintah daerah dan/atau hak pemerintah yang dapat dinilai dengan uang sebagai akibat perjanjian atau akibat lainnya

berdasarkan peraturan perundang-undangan atau akibat lainnya yang sah.

5.
5.1

PENYUSUNAN APBD
Siklus Anggaran APBD merupakan dasar pengelolaan keuangan daerah dalam masa 1

(satu) tahun anggaran terhitung mulai tanggal 1 Januari sampai dengan tanggal 31 Desember. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan

penyelenggaraan pemerintahan dan kemampuan pendapatan daerah. Dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan, pemerintah melaksanakan kegiatan keuangan dalam siklus pengelolaan anggaran yang secara garis besar terdiri dari: 1) Penyusunan dan Penetapan APBD; 2) Pelaksanaan dan Penatausahaan APBD; 3) Pelaporan dan Pertanggungjawaban APBD. Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah dalam rangka mewujudkan pelayanan kepada masyarakat untuk tercapainya tujuan bernegara. APBD, perubahan APBD, dan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD ditetapkan setiap tahun dengan peraturan daerah. Dalam menyusun APBD, penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian atas tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup. Pendapatan, belanja dan pembiayaan daerah yang dianggarkan dalam APBD harus berdasarkan pada ketentuan peraturan perundang-undangan dan dianggarkan secara bruto dalam APBD. 5.2 Penyusunan Rancangan APBD Pemerintah Daerah perlu menyusun APBD untuk menjamin

kecukupan dana dalam menyelenggarakan urusan pemerintahannya. Karena itu, perlu diperhatikan kesesuaian antara kewenangan pemerintahan dan sumber pendanaannya. Pengaturan kesesuaian kewenangan dengan pendanaannya adalah sebagai berikut: 1) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan daerah didanai dari dan atas beban APBD.

2) Penyelenggaraan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat di daerah didanai dari dan atas beban APBN. 3) Penyelenggaraan urusan pemerintahan provinsi yang penugasannya dilimpahkan kepada kabupaten/kota dan/atau desa, didanai dari dan atas beban APBD provinsi. 4) Penyelenggaraan urusan pemerintahan kabupaten/kota yang

penugasannya dilimpahkan kepada desa, didanai dari dan atas beban APBD kabupaten/kota. Seluruh penerimaan dan pengeluaran pemerintahan daerah baik dalam bentuk uang, barang dan/atau jasa pada tahun anggaran yang berkenaan harus dianggarkan dalam APBD. Penganggaran penerimaan dan pengeluaran APBD harus memiliki dasar hukum penganggaran. Anggaran belanja daerah diprioritaskan untuk melaksanakan kewajiban pemerintahan daerah sebagaimana ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan. Tahap penysynan rancangan APBD
Rencana Kerja Pemerintah Daerah

Kebijakan Umum APBD

Prioritas Platform Anggaran Sementara

Rancangan Kerja dan Anggaran SKPD (RKA-SKPD)

Rancangan Kerja APBD

Perda APBD

5.2.1 Rencana Kerja Pemerintahan Daerah Penyusunan APBD berpedoman kepada Rencana Kerja Pemerintah Daerah. Karena itu kegiatan pertama dalam penyusunan APBD adalah penyusunan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD). Pemerintah daerah menyusun RKPD yang merupakan penjabaran dari Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dengan menggunakan bahan dari Renja SKPD untuk jangka waktu 1 (satu) tahun yang mengacu kepada Rencana Kerja Pemerintah Pusat. RKPD tersebut memuat rancangan kerangka ekonomi daerah, prioritas pembangunan dan kewajiban daerah, rencana kerja yang terukur dan pendanaannya, baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah, pemerintah daerah maupun ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat. Secara khusus, kewajiban daerah mempertimbangkan prestasi capaian standar pelayanan minimal yang ditetapkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan. RKPD disusun untuk menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan. Penyusunan RKPD diselesaikan paling lambat akhir bulan Mei sebelum tahun anggaran berkenaan. RKPD ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. 5.2.2 Kebijakan Umum APBD Setelah Rencana Kerja Pemerintah Daerah ditetapkan, Pemerintah daerah perlu menyusun Kebijakan Umum APBD (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) yang menjadi acuan bagi Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam menyusun Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) SKPD. Kepala daerah menyusun rancangan KUA berdasarkan RKPD dan pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri setiap

tahun. Pedoman penyusunan APBD yang ditetapkan Menteri Dalam Negeri tersebut memuat antara lain: b. pokok-pokok kebijakan yang memuat sinkronisasi kebijakan pemerintah dengan pemerintah daerah; c. d. e. prinsip dan kebijakan penyusunan APBD tahun anggaran berkenaan; teknis penyusunan APBD; dan hal-hal khusus lainnya. Rancangan KUA memuat target pencapaian kinerja yang terukur dari program-program yang akan dilaksanakan oleh pemerintah daerah untuk setiap urusan pemerintahan daerah yang disertai dengan proyeksi pendapatan daerah, alokasi belanja daerah, sumber dan penggunaan pembiayaan yang disertai dengan asumsi yang mendasarinya. Programprogram diselaraskan dengan prioritas pembangunan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Sedangkan asumsi yang mendasari adalah pertimbangan atas perkembangan ekonomi makro dan perubahan pokok-pokok kebijakan fiskal yang ditetapkan oleh pemerintah pusat. Dalam menyusun rancangan KUA, kepala daerah dibantu oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) yang dipimpin oleh sekretaris daerah. Rancangan KUA yang telah disusun, disampaikan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelola keuangan daerah kepada kepala daerah, paling lambat pada awal bulan Juni. Rancangan KUA disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat pertengahan bulan Juni tahun anggaran berjalan untuk dibahas dalam pembicaraan pendahuluan RAPBD tahun anggaranberikutnya. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan KUA yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi KUA paling lambat minggu pertama bulan Juli tahun anggaran berjalan.

5.2.3

Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara Selanjutnya berdasarkan KUA yang telah disepakati, pemerintah

daerah menyusun rancangan Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS). Rancangan PPAS tersebut disusun dengan tahapan sebagai berikut : a. b. c. menentukan skala prioritas untuk urusan wajib dan urusan pilihan; menentukan urutan program untuk masing-masing urusan; dan menyusun plafon anggaran sementara untuk masing-masing program. Kepala daerah menyampaikan rancangan PPAS yang telah disusun kepada DPRD untuk dibahas paling lambat minggu kedua bulan Juli tahun anggaran berjalan. Pembahasan dilakukan oleh TAPD bersama panitia anggaran DPRD. Rancangan PPAS yang telah dibahas selanjutnya disepakati menjadi PPAS paling lambat akhir bulan Juli tahun anggaran berjalan. KUA serta PPAS yang telah disepakati, masing-masing dituangkan ke dalam nota kesepakatan yang ditandatangani bersama antara kepala daerah dengan pimpinan DPRD. Dalam hal kepala daerah berhalangan, yang bersangkutan dapat menunjuk pejabat yang diberi wewenang untuk menandatangani nota kepakatan KUA dan PPAS. Dalam hal kepala daerah berhalangan tetap, penandatanganan nota kepakatan KUA dan PPAS dilakukan oleh pejabat yang ditunjuk oleh pejabat yang berwenang. 5.2.4 Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran SKPD Berdasarkan nota kesepakatan yang berisi KUA dan PPAS, TAPD menyiapkan rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA SKPD sebagai acuan kepala SKPD dalam menyusun RKA-SKPD. Rancangan surat edaran kepala daerah tentang pedoman penyusunan RKA-SKPD mencakup: a. PPAS yang dialokasikan untuk setiap program SKPD berikut rencana pendapatan dan pembiayaan;

b.

sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD dengan kinerja SKPD berkenaan sesuai dengan standar pelayanan minimal yang ditetapkan;

c. d.

batas waktu penyampaian RKA-SKPD kepada PPKD; hal-hal lainnya yang perlu mendapatkan perhatian dari SKPD terkait dengan prinsip-prinsip peningkatan efisiensi, efektifitas, tranparansi dan akuntabilitas penyusunan anggaran dalam rangka pencapaian prestasi kerja; dan

e.

dokumen sebagai lampiran meliputi KUA, PPA, kode rekening APBD, format RKASKPD, analisis standar belanja dan standar satuan harga. Surat edaran kepala daerah perihal pedoman penyusunan

RKASKPD diterbitkan paling lambat awal bulan Agustus tahun anggaran berjalan. Berdasarkan pedoman penyusunan RKA-SKPD, kepala SKPD menyusun RKA-SKPD. RKA-SKPD disusun dengan menggunakan pendekatan kerangka pengeluaran penganggaran jangka menengah daerah, penganggaran terpadu dan

berdasarkan

prestasi

kerja.

Pendekatan

kerangka

pengeluaran jangka menengah daerah dilaksanakan dengan menyusun prakiraan maju. Prakiraan maju tersebut berisi perkiraan kebutuhan anggaran untuk program dan kegiatan yang direncanakan dalam tahun anggaran berikutnya dari tahun anggaran yang direncanakan. Pendekatan penganggaran terpadu dilakukan dengan memadukan seluruh proses perencanaan dan penganggaran pendapatan, belanja, dan pembiayaan di lingkungan SKPD untuk menghasilkan dokumen rencana kerja dan anggaran. Pendekatan penganggaran berdasarkan prestasi kerja dilakukan dengan memperhatikan keterkaitan antara pendanaan dengan keluaran yang diharapkan dari kegiatan dan hasil serta manfaat yang diharapkan termasuk efisiensi dalam pencapaian hasil dan keluaran tersebut. Untuk terlaksananya penyusunan RKA-SKPD berdasarkan

pendekatan kerangka pengeluaran jangka menengah daerah, penganggaran

terpadu dan penganggaran berdasarkan prestasi kerja, dan terciptanya kesinambungan RKA-SKPD, kepala SKPD mengevaluasi hasil pelaksanaan program dan kegiatan 2 (dua) tahun anggaran sebelumnya sampai dengan semester pertama tahun anggaran berjalan. Evaluasi tersebut bertujuan menilai program dan kegiatan yang belum dapat dilaksanakan dan/atau belum diselesaikan tahun-tahun sebelumnya untuk dilaksanakan dan/atau diselesaikan pada tahun yang direncanakan atau 1 (satu) tahun berikutnya dari tahun yang direncanakan. Dalam hal suatu program dan kegiatan merupakan tahun terakhir untuk pencapaian prestasi kerja yang ditetapkan, kebutuhan dananya harus dianggarkan pada tahun yang direncanakan. Penyusunan RKA-SKPD berdasarkan prestasi kerja memperhatikan: a. indikator kinerja. Indikator kinerja adalah ukuran keberhasilan yang akan dicapai dari program dan kegiatan yang direncanakan. b. capaian atau target kinerja. Capaian kinerja merupakan ukuran prestasi kerja yang akan dicapai yang berwujud kualitas, kuantitas, efisiensi dan efektifitas pelaksanaan dari setiap program dan kegiatan. d. analisis standar belanja. Analisis standar belanja merupakan penilaian kewajaran atas beban kerja dan biaya yang digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan. e. standar satuan harga. Standar satuan harga merupakan harga satuan setiap unit barang/jasa yang berlaku di suatu daerah yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.

f.

standar pelayanan minimal. Standar pelayanan minimal merupakan tolok ukur kinerja dalam menentukan capaian jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah. RKA-SKPD memuat rencana pendapatan, rencana belanja untuk masing-masing program dan kegiatan, serta rencana pembiayaan untuk tahun yang direncanakan dirinci sampai dengan rincian objek pendapatan, belanja, dan pembiayaan serta prakiraan maju untuk tahun berikutnya. RKA-SKPD juga memuat informasi tentang urusan pemerintahan daerah, organisasi, standar biaya, prestasi kerja yang akan dicapai dari program dan kegiatan. RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD disampaikan kepada PPKD untuk dibahas lebih lanjut oleh TAPD.

5.2.5 Penyiapan Raperda APBD Selanjutnya, berdasarkan RKA-SKPD yang telah disusun oleh SKPD dilakukan pembahasan penyusunan Raperda oleh TAPD. Pembahasan oleh TAPD dilakukan untuk menelaah kesesuaian antara RKA-SKPD dengan KUA, PPA, prakiraan maju yang telah disetujui tahun anggaran sebelumnya, dan dokumen perencanaan lainnya, serta capaian kinerja, indikator kinerja, kelompok sasaran kegiatan, standar analisis belanja, standar satuan harga, standar pelayanan minimal, serta sinkronisasi program dan kegiatan antar SKPD. Dalam hal hasil pembahasan RKA-SKPD terdapat ketidaksesuaian, kepala SKPD melakukan penyempurnaan. RKA-SKPD yang telah

disempurnakan oleh kepala SKPD disampaikan kepada PPKD sebagai bahan penyusunan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan daerah tentang APBD dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari: 1. ringkasan APBD 2. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi; 3. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, pendapatan, belanja dan pembiayaan; 4. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan; 5. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara; 6. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan; 7. daftar piutang daerah; 8. daftar penyertaan modal (investasi) daerah; 9. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah; 10. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain; 11. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini;

12. daftar dana cadangan daerah; dan 13. daftar pinjaman daerah. Bersamaan dengan penyusunan rancangan Perda APBD, disusun rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari: 1. ringkasan penjabaran APBD; 2. penjabaran APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan. Rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD wajib memuat penjelasan sebagai berikut: 1. untuk pendapatan mencakup dasar hukum, target/volume yang

direncanakan, tarif pungutan/harga; 2. untuk belanja mencakup dasar hukum, satuan volume/tolok ukur, harga satuan, lokasi kegiatan dan sumber pendanaan kegiatan; 3. untuk pembiayaan mencakup dasar hukum, sasaran, sumber

penerimaan pembiayaan dan tujuan pengeluaran pembiayaan. Rancangan peraturan daerah tentang APBD yang telah disusun oleh PPKD disampaikan kepada kepala daerah. Selanjutnya rancangan peraturan daerah tentang APBD sebelum disampaikan kepada DPRD disosialisasikan kepada masyarakat. Sosialisasi rancangan peraturan daerah tentang APBD tersebut bersifat memberikan informasi mengenai hak dan kewajiban pemerintah daerah serta masyarakat dalam pelaksanaan APBD tahun anggaran yang direncanakan. Penyebarluasan rancangan peraturan daerah tentang APBD dilaksanakan oleh sekretaris daerah selaku koordinator pengelolaan keuangan daerah.

5.2.6 Penyampaian dan Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD Kepala daerah menyampaikan rancangan peraturan daerah tentang APBD beserta lampirannya kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun yang direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama DPRD dan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD dilakukan paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dilaksanakan. Penyampaian rancangan peraturan daerah tersebut disertai dengan nota keuangan. Penetapan agenda pembahasan rancangan peraturan daerah tentang APBD untuk mendapatkan persetujuan bersama,

disesuaikan dengan tata tertib DPRD masing-masing daerah. Pembahasan rancangan peraturan daerah tersebut berpedoman pada KUA, serta PPA yang telah disepakati bersama antara pemerintah daerah dan DPRD. Dalam hal DPRD memerlukan tambahan penjelasan terkait dengan pembahasan program dan kegiatan tertentu, dapat meminta RKA-SKPD berkenaan kepada kepala daerah. Apabila DPRD sampai batas waktu 1 bulan sebelum tahun anggaran berkenaan, tidak menetapkan persetujuan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD, maka kepala daerah melaksanakan pengeluaran setinggi-tingginya sebesar angka APBD tahun anggaran sebelumnya untuk membiayai keperluan setiap bulan.

Pengeluaran setinggi-tingginya untuk keperluan setiap bulan tersebut, diprioritaskan untuk belanja yang bersifat mengikat dan belanja yang bersifat wajib. Belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh pemerintah daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran yang bersangkutan, seperti belanja pegawai, belanja barang dan jasa. Sedangkan Belanja yang bersifat wajib adalah belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar

masyarakat antara lain pendidikan dan kesehatan dan/atau melaksanakan kewajiban kepada fihak ketiga. Atas dasar persetujuan bersama, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran APBD. Rancangan peraturan kepala daerah tentang Penjabaran APBD tersebut dilengkapi dengan lampiran yang terdiri dari : 1. ringkasan APBD; 2. ringkasan APBD menurut urusan pemerintahan daerah dan organisasi; 3. rincian APBD menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program, kegiatan, kelompok, jenis, obyek, rincian obyek pendapatan, belanja dan pembiayaan; 4. rekapitulasi belanja menurut urusan pemerintahan daerah, organisasi, program dan kegiatan; 5. rekapitulasi belanja daerah untuk keselarasan dan keterpaduan urusan pemerintahan daerah dan fungsi dalam kerangka pengelolaan keuangan negara; 6. daftar jumlah pegawai per golongan dan per jabatan; 7. daftar piutang daerah; 8. daftar penyertaan modal (investasi) daerah; 9. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset tetap daerah; 10. daftar perkiraan penambahan dan pengurangan aset lain-lain; 11. daftar kegiatan-kegiatan tahun anggaran sebelumnya yang belum diselesaikan dan dianggarkan kembali dalam tahun anggaran ini; 12. daftar dana cadangan daerah; dan 13. daftar pinjaman daerah. Dalam hal kepala daerah dan/atau pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku penjabat/pelaksana tugas kepala daerah dan/atau selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani persetujuan bersama.

Rancangan dilaksanakan

peraturan

kepala

daerah

tentang dari

APBD gubernur

dapat bagi

setelah

memperoleh

pengesahan

kabupaten/kota. Sedangkan pengesahan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD ditetapkan dengan keputusan gubernur bagi kabupaten/kota. Penyampaian rancangan peraturan kepala daerah untuk memperoleh pengesahan paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak DPRD tidak menetapkan keputusan bersama dengan kepala daerah terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD. Apabila dalam batas waktu 30 (tiga puluh) hari kerja gubernur tidak mengesahkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD, kepala daerah menetapkan rancangan peraturan kepala daerah dimaksud menjadi peraturan kepala daerah. Khusus untuk pengeluaran, diatur bahwa pelampauan batas tertinggi dari jumlah pengeluaran, hanya diperkenankan apabila ada kebijakan pemerintah untuk kenaikan gaji dan tunjangan pegawai negeri sipil serta penyediaan dana pendamping atas program dan kegiatan yang ditetapkan oleh pemerintah serta bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah yang ditetapkan dalam undang-undang.

5.2.7 Evaluasi Rancangan Peraturan Daerah tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota tentang APBD yang telah disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati paling lama 3 (tiga) hari kerja disampaikan terlebih dahulu kepada Gubernur untuk dievaluasi. Penyampaian rancangan disertai dengan: 1. persetujuan bersama antara pemerintah daerah dan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; 2. KUA dan PPA yang disepakati antara kepala daerah dan pimpinan DPRD; 3. risalah sidang jalannya pembahasan terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD; dan 4. nota keuangan dan pidato kepala daerah perihal penyampaian pengantar nota keuangan pada sidang DPRD. Evaluasi bertujuan untuk tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur serta untuk meneliti sejauh mana APBD

Kabupaten/Kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya yang ditetapkan oleh Kabupaten/Kota bersangkutan. Untuk efektivitas pelaksanaan evaluasi, Gubernur dapat mengundang pejabat pemerintah daerah Kabupaten/Kota yang terkait. Hasil evaluasi dituangkan dalam keputusan Gubernur dan

disampaikan kepada Bupati/Walikota paling lama 15 (lima betas) hari kerja terhitung sejak diterimanya rancangan dimaksud. Apabila Gubernur

menyatakan hasil evaluasi atas rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD sudah sesuai dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang

lebih tinggi, Bupati/Walikota menetapkan rancangan dimaksud menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota. Dalam hal Gubernur menyatakan bahwa hasil evaluasi rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, Bupati/Walikota bersama DPRD melakukan penyempurnaan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak diterimanya hasil evaluasi. Apabila hasil evaluasi tidak ditindaklanjuti oleh Bupati/Walikota dan DPRD, dan Bupati/Walikota tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang APBD dan rancangan peraturan Bupati/Walikota tentang penjabaran APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota, Gubernur membatalkan peraturan daerah dan peraturan Bupati/Walikota dimaksud sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya. Pembatalan peraturan daerah dan peraturan bupati/walikota dan pernyataan berlakunya pagu APBD tahun sebelumnya ditetapkan dengan peraturan gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah pembatalan, kepala daerah harus memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah dan selanjutnya DPRD bersama kepala daerah mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang APBD. Pelaksanaan pengeluaran atas pagu APBD tahun sebelumnya, ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Penyempurnaan hasil evaluasi dilakukan oleh kepala daerah bersama dengan Badan anggaran DPRD. Hasil penyempurnaan ditetapkan oleh pimpinan DPRD. Keputusan pimpinan DPRD dijadikan dasar penetapan peraturan daerah tentang APBD. Keputusan pimpinan DPRD bersifat final dan dilaporkan pada sidang paripurna berikutnya. Sidang paripurna berikutnya yakni setelah sidang paripurna pengambilan keputusan bersama terhadap rancangan peraturan daerah tentang APBD.

Keputusan pimpinan DPRD disampaikan kepada kepada gubernur bagi APBD kabupaten/kota paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah keputusan tersebut ditetapkan. Dalam hal pimpinan DPRD berhalangan tetap, maka pejabat yang ditunjuk dan ditetapkan oleh pejabat yang berwenang selaku pimpinan sementara DPRD yang menandatangani keputusan pimpinan DPRD. Gubernur menyampaikan hasil evaluasi yang dilakukan atas

rancangan peraturan daerah kabupaten/kota tentang APBD dan rancangan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran APBD kepada Menteri Dalam Negeri.

5.2.8 Penetapan Peraturan Daerah tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Penyampaian dan Pembahasan Raperda tentang APBD Menurut ketentuan dari Pasal 104 Permendagri No. 13 Tahun 2006, Raperda beserta lampiran-lampirannya yang telah disusun dan

disosialisasikan kepada masyarakat untuk selanjutnya disampaikan oleh kepala daerah kepada DPRD paling lambat pada minggu pertama bulan Oktober tahun anggaran sebelumnya dari tahun anggaran yang

direncanakan untuk mendapatkan persetujuan bersama. Pengambilan keputusan bersama ini harus sudah terlaksana paling lama 1 (satu) bulan sebelum tahun anggaran yang bersangkutan dimulai. Atas dasar persetujuan bersama tersebut, kepala daerah menyiapkan rancangan peraturan kepala daerah tentang APBD yang harus disertai dengan nota keuangan. Raperda APBD tersebut antara lain memuat rencana pengeluaran yang telah disepakati bersama. Raperda APBD ini baru dapat dilaksanakan oleh pemerintahan kabupaten/kota setelah mendapat pengesahan dari Gubernur terkait. Evaluasi Raperda tentang APBD dan Rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Raperda APBD pemerintahan kabupaten/kota yang telah disetujui dan rancangan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD sebelum ditetapkan oleh Bupati.Walikota harus disampaikan kepada Gubernur untuk di-evaluasi dalam waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja. Evaluasi ini bertujuan demi tercapainya keserasian antara kebijakan daerah dan kebijakan nasional, keserasian antara kepentingan publik dan kepentingan aparatur, serta untuk meneliti sejauh mana APBD kabupaten/kota tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan/atau peraturan daerah lainnya. Hasil evaluasi ini sudah harus dituangkan dalam keputusan gubernur dan disampaikan kepada bupati/walikota paling lama 15 (lima belas) hari kerja terhitung sejak diterimanaya Raperda APBD tersebut.

Penetapan Perda tentang APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran APBD Tahapan terakhir ini dilaksanakan paling lambat tanggal 31 Desember tahun anggaran sebelumnya. Setelah itu Perda dan Peraturan Kepala Daerah tentang penjabaran APBD ini disampaikan oleh Bupati/Walikota kepada Gubernur terkait paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah tanggal ditetapkan.

5.2.9 Perubahan APBD Penyesuaian APBD dengan perkembangan dan/atau perubahan keadaan, dibahas bersama DPRD dengan pemerintah daerah dalam rangka penyusunan prakiraan perubahan atas APBD tahun anggaran yang bersangkutan, apabila terjadi: 1. perkembangan yang tidak sesuai dengan asumsi KUA; 2. keadaan yang menyebabkan harus dilakukan pergeseran anggaran antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar jenis belanja; 3. keadaan yang menyebabkan saldo anggaran Iebih tahun sebelumnya harus digunakan dalam tahun berjalan; 4. keadaan darurat; dan 5. keadaan luar biasa. Dalam keadaan darurat, pemerintah daerah dapat melakukan pengeluaran yang belum tersedia anggarannya, yang selanjutnya diusulkan dalam rancangan perubahan APBD, dan/atau disampaikan dalam laporan realisasi anggaran. Keadaan darurat tersebut sekurang-kurangnya

memenuhi kriteria sebagai berikut: 1. bukan merupakan kegiatan normal dari aktivitas pemerintah daerah dan tidak dapat diprediksikan sebelumnya; 2. tidak diharapkan terjadi secara berulang; 3. berada di luar kendali dan pengaruh pemerintah daerah; dan 4. memiliki dampak yang signifikan terhadap anggaran dalam rangka pemulihan yang disebabkan oleh keadaan darurat. Perubahan APBD hanya dapat dilakukan 1 (satu) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran, kecuali dalam keadaan luar biasa. Keadaan luar biasa tersebut adalah keadaan yang menyebabkan estimasi penerimaan dan/atau pengeluaran dalam APBD mengalami kenaikan atau penurunan lebih besar dari 50% (lima puluh persen).

Pelaksanaan pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa ditetapkan dengan peraturan kepala daerah. Realisasi pengeluaran atas pendanaan keadaan darurat dan/atau keadaan luar biasa tersebut dicantumkan dalam rancangan peraturan daerah tentang

pertanggungjawaban pelaksanaan APBD. Pemerintah daerah mengajukan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD tahun anggaran yang bersangkutan untuk mendapatkan persetujuan DPRD sebelum tahun anggaran yang bersangkutan berakhir. Persetujuan DPRD terhadap rancangan peraturan daerah tersebut selambatlambatnya 3 (tiga) bulan sebelum berakhirnya tahun anggaran. Proses evaluasi dan penetapan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD menjadi peraturan daerah dan peraturan kepala daerah berlaku ketentuan seperti halnya evaluasi dan penetapan rancangan APBD. Apabila hasil evaluasi tersebut tidak ditindaklanjuti oleh kepala daerah dan DPRD, dan kepala daerah tetap menetapkan rancangan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan rancangan peraturan kepala daerah tentang penjabaran perubahan APBD, peraturan daerah dan peraturan kepala daerah dimaksud dibatalkan dan sekaligus menyatakan berlakunya pagu APBD tahun berjalan termasuk untuk pendanaan keadaan darurat. Pembatalan peraturan daerah tentang perubahan APBD

kabupaten/kota dan peraturan bupati/walikota tentang penjabaran perubahan APBD dilakukan oleh gubernur. Paling lama 7 (tujuh) hari setelah keputusan tentang pembatalan, Kepala daerah wajib memberhentikan pelaksanaan peraturan daerah tentang perubahan APBD dan selanjutnya kepala daerah bersama DPRD mencabut peraturan daerah dimaksud. Pencabutan peraturan daerah tersebut dilakukan dengan peraturan daerah tentang pencabutan peraturan daerah tentang perubahan APBD.

Daftar Pustaka

Departemen Dalam Negri Repulbik Indonesia, Bagan Alir Siklus Pengelolaan Keuangan Daerah, 12 Juni 2006 Departemen Dalam Negri Repulbik Indonesia, Peraturan Mentri Dalam Negri Nomor 13 Tahun 2006 tentang PEDOMAN PENGELOLAAN KEUANGAN DAERAH Yunita Anggraini & B. Hendra Puranto, (2010), ANGGARAN BERBASIS KINERJA: Penysunan APBD secara Koprehensif, UPP STIM YKPN, Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai