Anda di halaman 1dari 15

1.2.2.2.2.

Anatomi Tonsila Palatina Dalam bidang THT dikenal tiga buah tonsil, yaitu tonsila palatina, tonsila faringeal dan tonsila lingualis. Dalam pengertian sehari-hari, yang dikenal sebagai tonsil adalah tonsila palatina, sedangkan tonsila faringeal dikenal sebagai adenoid. Tonsil terletak dalam fossa tonsilaris, berbentuk oval dengan ukuran de asa pan!ang 2"-2# mm, lebar 1#-2" mm, tebal 1# mm dan berat sekitar 1,# gram. $ossa tonsilaris, di bagian depan dibatasi oleh pilar anterior %arkus palatina anterior&, sedangkan di bagian belakang dibatasi oleh pilar posterior %arkus palatina posterior&, yang kemudian bersatu di pole atas dan selan!utnya bersama-sama dengan m. Palatina membentuk palatum molle. Permukaan lateral tonsil dilapisi oleh kapsula fibrosa yang kuat dan berhubungan dengan fas'ia faringobasilaris yang melapisi m.(onstriktor $aringeus. (apsul tonsil tersebut masuk ke dalam !aringan tonsil , membentuk septa yang mengandung pembuluh darah dan saraf tonsil. Permukaan tonsil merupakan permukaan bebas dan mempunyai lekukan yang merupakan muara kripta tonsil. (ripta tonsil ber!umlah sekitar 1"-2" buah, berbentuk 'elah ke'il yang dilapisi oleh epitel berlapis gepeng. (ripta yang paling besar terletak di pole atas, sering men!adi tempat pertumbuhan kuman karena kelembaban dan suhunya sesuai untuk pertumbuhan kuman, dan !uga karena tersedianya substansi makanan di daerah tersebut. (utub ba ah tonsil melekat pada lipatan mukosa yang disebut plika triangularis dimana pada bagian ba ahnya terdapat folikel yang kadang membesar. Plika ini penting karena sikatriks yang terbentuk setelah proses tonsilektomi dapat menarik folikel tersebut ke dalam fossa tonsilaris, sehingga dapat dikelirukan sebagai sisa tonsil. Pole atas tonsil terletak pad 'ekungan yang berbentuk bulan sabit, disebut sebagai plika semilunaris. Pada plika ini terdapat massa ke'il lunak, letaknya dekat denganruang supratonsil dan disebut )glandula salivaris mukosa dari *eber, yang penting peranannya dalam pembentukan abses peritonsil. Pada saat tonsilektomi, !aringan areolar yang lunak, antara tonsil dangan fossa tonsilaris mudah dipisahkan. Di sekitar tonsil terdapat tiga ruang potensial yang se'ara klinik sering men!adi tempat penyebaran infeksi dari tonsil, yaitu + ,uang peritonsil %ruang supratonsil& -erbentuk hampir segitiga dengan batas-batas + Anterior + .. Palatoglossus /ateral dan Posterior + .. Palatofaringeus

Dasar segitiga + Pole atas tonsil Dalam ruang ini terdapat kelen!ar salivari *eber, yang bila terinfeksi dapat menyebar ke ruang peritonsil, men!adi abses peritonial. ,uang retromolar Terdapat tepat di belakang gigi molar tiga berbentuk oval, merupakan sudut yang dibentuk oleh ramus dan korpus mandibula. Di sebelah medial terdapat m. -u''inator, sementara pada bagian posteromedialnya terdapat m. Pterigoideus 0nternus dan bagian atas terdapat fasikulus longus m.temporalis. bila ter!adi abses hebat pada daerah ini akan menimbulkan ge!ala utama trismus disertai sakit yang amat sangat, sehingga sulit dibedakan dengan abses peritonsilar. ,uang parafaring %ruang faringomaksilar 1 ruang pterigomandibula& .erupakan ruang yang lebih besar dan luas serta banyak terdapat pembuluh darah besar, sehingga bila ter!adi abses berbahaya sekali. Adapun batas-batas ruang ini adalah + 2uperior + basis 'ranii dekat foramen !ugulare 0nferior + os hyoid .edial + m. (onstriktor faringeus superior /ateral + ramus asendens mandibula, tempat m.Pterigoideus 0nterna dan bagian posterior kelen!ar parotis Posterior + otot-otot prevertebra. ,uang parafaring ini terbagi 2 %tidak sama besar& oleh prosessus styloideus dan otototot yang melekat pada prosessus styloideus tersebut. ,uang pre-styloid, lebih besar, abses dapat timbul oleh karena + radang tonsil, mastoiditis, parotitis, karies gigi atau tindakan operatif. ,uang post-styloid, lebih ke'il, di dalamnya terdapat + A. (arotis 0nterna, 3. 4ugularis, 5. 3agus dan saraf-saraf simpatis. 1.2.2.2.6. 3askularisasi Tonsil Tonsil diperdarahi oleh beberapa 'abang pembuluh darah, yaitu + A.Palatina Asendens, 'abang A. $asialis memperdarahi bagian postero inferior

A.Tonsilaris, 'abang A.$asialis memperdarahi daerah antero inferior A./ingualis Dorsalis, 'abang A..aksilaris 0nterna memperdarahi daerah antero media A.$aringeal Asendens, 'abang A.(arotis memperdarahi daerah postero superior 7ksterna

A.Palatina Desendens dan 'abangnya, A.Palatina .ayor dan .inor memperdarahi daerah antero superior. Darah vena dialirkan melalui pleksus venosus perikapsular ke 3. /ingualis dan pleksus venosus faringeal, yang kemudian bermuara ke 3. 4ugularis 0nterna. Pembuluh vena tonsil ber!alan dari palatum, menyilang bagian lateral kapsula dan selan!utnya menembus dinding faring.

1.2.2.2.8. Aliran /imfe Tonsil Tonsil tidak mempunyai sistem limfatik aferen. Aliran limfe dari parenkim tonsil ditampung pada u!ung pembuluh limfe eferen yang terletak pada trabekula, yang kemudian membentuk pleksus pada permukaan luar tonsil dan ber!alan menembus m. (onstriktor $aringeus 2uperior, selan!utnya menembus fas'ia bu'ofaringeus dan akhirnya menu!u kelen!ar servikalis profunda yang terletak sepan!ang pembuluh darah besar leher, di belakang dan di ba ah arkus mandibula. (emudian aliran limfe dilan!utkan ke nodulus limfatikus daerah dada untuk selan!utnya bermuara ke dalam duktus torasikus. 1.2.2.2.#. 0nervasi Tnsil Terutama melalui 5. Palatina .ayor dan .inor %'abang 5 3& dan 5. /ingualis %'abang 5 09&. 5yeri pada tonsilitis sering men!alar ke telinga, hal ini ter!adi karena 5 09 !uga mempersarafi membran timpani dan mukosa telinga tengah melalui :4a'obson;s 5erve<.

1.2.2.2.#. Histologi Tonsil

(apsul tonsil terutama terdiri dari !aringan ikat dan serabut elastin yang meliputi dua pertiga bagian permukaan lateral tonsil. (apsul ini pada beberapa tempat masuk men!orok ke dalam tonsil, membentuk kerangka penyokong struktur di dalam tonsil yang disebut )trabekula;. Trabekula merupakan tempat le atnya pembuluh darah, pembuluh limfatik eferen, dan saraf. Di dalam kapsul dapat di!umpai serabut-serabut otot serta pulau-pulau kartilago hialin, yang merupakan sisa !aringan embrional arkus brakialis. .embrana mukusa tonsil terdiri dari epitel berlapis gepeng dan pada beberapa tempat, lapisan mukosa ini akan mengadakan invaginasi ke dalam massa tonsil, membentuk saluran buntu yang disebut kripta. (ripta ini berbentuk tidak teratur dan ber'abang-'abang. /apisan epitel mukosa kripta lebih tipis bila dibandingkan dengan epitel mukosa tonsil, bahkan pada bebrapa tempat, kripta ini tidak dilapisi mukosa sam sekali. (omposisi terbesar dari !aringan tonsil adalah !aringan limfoid yang pada beberapa tempat berkelompok, berbentuk bulat atau oval yang disebut folikel, dengan diameter sekitar 1-2 'm. Di dalam folikel, terdapat sel-sel limfosit dalam berbagai stadium pertumbuhan, dengan pusat pertumbuhannya disebut )sentrum germinativum;. (adang-kadang di sepan!ang epitel dapat ditemukan sel-sel limfosit yang bermigrasi atau mengadakan infiltrasi melalui mukosa yang tipis. .erupakan !aringan limfoid yang mempunyai beberapa kripta yang rudimenter dan terletak mulai dari sudut yang diben tuk oleh permukaan belakang pilar posterior dengan dinding faring. 1.2.2.8. 5odul-nodul /imfatik 2oliter Tersebar pada dinding posterior faring, di ba ah adenoid, melengkapi terbentuknya )'in'in *aldeyer;. 5odul-nodul ini bila meradang akan membengkak denga hebat, sementara tonsil akan tenang sa!a, padahal !arak keduanya hanya 6-8 mm. 1.2.6. 4aringan /imfoid Hipofaring Dari beberapa literatur menyebutkan tidak ada !aringan limfoid yang spesifik di daerah hipofaring= laringfaring ini, seperti halnya di nasofaring dan orofaring. Hanya disebutkan bah a !aringan limfoid tersebut banyak tersebar pada seluruh permukaan mukosa hipofaring sebagai kumpulan massa yang ke'il-ke'il %folikel limfoid&. .engenai !aringan limfoid daerah laring, disebutkan memegang peranan penting di dalam klinik terutama hubungannya dengan proses keganasan. Daerah glotis terdiri dari serabut-serabut elastis sehingga tidak memiliki !aringan limfoid. Daerah 2upraglotis sebaliknya memiliki !aringan limfoid yang banyak terutama pada plika fentrikularis. Aliran limfatiknya bera al dari insersi anterior plika ariepiglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih ke'il sebagai bundle neurovaskular laring. 4aringan limfoid ini bertanggung !a ab terhadap metastase karsinoma bilateral dan kontralateral.

4aringan 0nfraglotis, tidak sebanyak di supraglotis, tetapi dapat ter!adi invasi karsinoma bilateral dan kontralateral melalui !aringan pre dan paratrakeal. 2eluruh !aringan limfoid daerah laring bermuara ke !aringan limfoid servikal superior dan inferior dalam. 1.6.2.1. Fisiologi Tonsil -erdasarkan penelitian, ternyata tonsil mempunyai peranan penting dalam fase-fase a al kehidupan, terhadap infeksi mukosa nasofaring dari udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas bagian ba ah. Hasil penelitian !uga menun!ukkan bah a parenkim tonsil mampu menghasilkan antibodi. Tonsil memegang peranan dalam menghasilkan 0g-A, yang menyebabkan !aringan lokal resisten terhadap organisme patogen. 2e aktu baru lahir, tonsil se'ara histologis tidak mempunyai 'entrum germinativum, biasanya ukurannya ke'il. 2etelah antibodi dari ibu habis, barulah mulai ter!adi pembesaran tonsil dan adenoid, yang pada permulaan kehidupan masa anak-anak dianggap normal dan dapat dipakai sebagai indeks aktifitas sistem imun. Pada aktu pubertas atau sbelum masa pubertas, ter!adi kemunduran fungsi tonsil yang disertai proses involusi. Terdapat dua mekanisme pertahanan, yaitu spesifik dan non spesifik. 1.6.2.1.1. Mekanisme Pertahanan Non-Spesifik .ekanisme pertahanan spesifik berupa lapisan mukosa tonsil dan kemampuan limfoid untuk menghan'urkan mikroorganisme. Pada beberapa tempat lapisan mukosa ini sangat tipis, sehingga men!adi tempat yang lemah dalam pertahanan dari masuknya kuman ke dalam !aringan tonsil. 4ika kuman dapat masuk ke dalam lapisan mukosa, maka kuman ini dapat ditangkap oleh sel fagosit. 2ebelumnya kuman akan mengalami opsonisasi sehingga menimbulkan kepekaan bakteri terhadap fagosit. 2etelah ter!adi proses opsonisasi maka sel fagosit akan bergerak mengelilingi bakteri dan memakannya dengan 'ara memasukkannya dalam suatu kantong yang disebut fagosom. Proses selan!utnya adalah digesti dan mematikan bakteri. .ekanismenya belum diketahui pasti, tetapi diduga ter!adi peningkatan konsumsi oksigen yang diperlukan untuk pembentukan superoksidase yang akan membentuk H 2>2, yang bersifat bakterisidal. H2>2 yang terbentuk akan masuk ke dalam fagosom atau berdifusi di sekitarnya, kemudian membunuh bakteri dengan proses oksidasi. Di dalam sel fagosit terdapat granula lisosom. -ila fagosit kontak dengan bakteri maka membran lisosom akan mengalami ruptur dan en?im hidrolitiknya mengalir dalam fagosom membentuk rongga digestif, yang selan!utnya akan menghan'urkan bakteri dengan proses digestif.

Mekanisme Pertahanan Spesifik .erupakan mekanisme pertahanan yang terpenting dalam pertahanan tubuh terhadap udara pernafasan sebelum masuk ke dalam saluran nafas ba ah. Tonsil dapat memproduksi 0g-A yang akan menyebabkan resistensi !aringan lokal terhadap organisme patogen. Disamping itu tonsil dan adenoid !uga dapat menghasilkan 0g-7 yang berfungsi untuk mengikat sel basofil dan sel mastosit, dimana sel-sel tersebut mengandung granula yang berisi mediator vasoaktif, yaitu histamin. -ila ada alergen maka alergen itu akan bereaksi dengan 0g-7, sehingga permukaan sel membrannya akan terangsang dan ter!adilah proses degranulasi. Proses ini menyebabkan keluarnya histamin, sehingga timbul reaksi hipersensitifitas tipe 0, yaitu atopi, anafilaksis, urtikaria, dan angioedema. Dengan teknik immunoperoksidase, dapat diketahui bah a 0g-7 dihasilkan dari plasma sel, terutama dari epitel yang menutupi permukaan tonsil, adenoid, dan kripta tonsil. .ekanisme ker!a 0g-A adalah men'egah substansi masuk ke dalam proses immunologi, sehingga dalam proses netralisasi dari infeksi virus, 0g-A men'egah ter!adinya penyakit autoimun. >leh karena itu 0g-A merupakan barier untuk men'egah reaksi imunologi serta untuk menghambat proses bakteriolisis. Jaringan Limfoid Hipofaring tersebar di seluruh permukaan mukosa hipofaring sebagai kumpulan massa yang ke'il-ke'il %folikel limfoid&, dan tidak ada !aringan limfoid spesifik pada daerah ini. Jaringan Limfoid Laring memegang peranan yang sangat penting dalam klinik terutama hubungannya dengan proses keganasan.

Daerah @lotik, terdiri dari serabut-serabut elastik, sehingga tidak memiliki !aringan limfoid Daerah 2upraglotik, memiliki !aringan limfoid yang banyak terutama pada plika ventrikularis. Aliran limfatiknya bera al dari insersi anterior plika arieloglotika dan berakhir sebagai pembuluh yang lebih ke'il sepan!ang bundle neurovascular laryng. 4aringan limfoid supraglotik ini bertanggung !a ab terhadap metastase karsinoma bilateral dan kontralateral. 4aringan limfoid 0nfraglotik, tidak sebanyak di supraglotik tetapi dapat ter!adi invasi karsinoma bilateral dan kontralateral melalui !aringan limfoid pre dan paratrakeal.

2eluruh !aringan limfoid daerah laring seluruhnya bermuara ke !aringan limfoid servikal superior dan inferior dalam. II. TONSILITIS

Tonsilitis adalah peradangan umum dan pembengkakan dari !aringan tonsila yang biasanya disertai dengan pengumpulan leukosit, sel-sel epitel mati, dan bakteri pathogen dalam kripta. 2.1. Tonsilitis Akut 2.1.1. tiologi Tonsilitis bakterial supurativa akut paling sering disebabkan oleh Grup A Streptococcus beta hemolitikus . .eskipun pneumokokus, stafilokokus dan Haemophilus influen?ae !uga virus patogen dapat dilibatkan. (adang-kadang streptokokus non hemolitikus atau streptokokus viridans, ditemukan pada biakan, biasanya pada kasuskasus berat. 2.1.2. Patofisiologi 0nfeksi bakteri pada lapisan epitel !aringan tonsil akan menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya lekosit polimorfonuklear sehingga terbentuk detritus. Detritus ini merupakan kumpulan lekosit, bakteri yang mati, dan epitel yang terlepas. 2e'ara klinis detritus ini mengisi kripta tonsil dan tampak sebagai ber'ak kuning. Perbedaan strain atau virulensi dari penyebab tonsilitis dapat menimbulkan variasi dalam fase patologi sebagai berikut+ 1. Peradangan biasa pada area tonsil sa!a 2. Pembentukan eksudat 6. 2elulitis pada tonsil dan daerah sekitarnya 8. Pembentukan abses peritonsilar #. 5ekrosis !aringan -entuk tonsillitis akut dengan detritus yang !elas disebut tonsillitis folikularis, bila ber'ak-ber'ak detritus ini men!adi satu, membentuk alur alur maka akan ter!adi tonsillitis lakunaris. -er'ak detritus ini dapat melebar sehingga terbentuk membrane semu %pseudomembran& yang menutupi tonsil.

2.1.!. "e#ala $an Tan$a @e!ala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorokan, nyeri aktu menelan dan pada kasus berat penderita menolak makan dan minum melalui mulut. -iasanya disertai demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa nyeri pada sendi-sendi,

tidak nafsu makan dan nyeri pada telinga. ,asa nyeri di telinga ini karena nyeri alih melalui n @losofaringeus. 2eringkali disertai adenopati servikalis disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna, atau tertutup oleh membrane semu. (elen!ar submandibula membengkak dan nyeri tekan. 2.1.%. Pengelolaan Pada umumnya penderita dengan tonsillitis akut serta demam sebaiknya tirah baring, pemberian 'airan adekuat serta diet ringan. Analgetik oral efektif untuk mengurangi nyeri. Terapi antibiotik dikaitkan dengan biakan dan sensitivitas yang tepat. Penisilin masih merupakan obat pilihan, ke'uali !ika terdapat resistensi atau penderita sensitive terhadap penisilin. Pada kasus tersebut eritromisin atau antibiotik spesifik yang efektif mela an organisme sebaiknya digunakan. Pengobatan sebaiknya diberikan selama lima sampai sepuluh hari. 4ika hasil biakan didapatkan streptokokus beta hemolitikus terapi yang adekuat dipertahankan selama sepuluh hari untuk menurunkan kemungkinan komplikasi non supurativa seperti nefritis dan !antung rematik. 7fektivitas obat kumur masih dipertanyakan, terutama apakah 'airan dapat berkontak dengan dinding faring, karena dalam beberapa hal 'airan ini tidak mengenai lebih dari tonsila palatina. Akan tetapi pengalaman klinis menun!ukkan bah a dengan berkumur yang dilakukan se'ara rutin menambah rasa nyaman pada penderita dan mungkin mempengaruhi beberapa tingkat per!alanan penyakit. 2.2. Tonsilitis &ronis Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling sering ter!adi dari semua penyakit tenggorokan yang berulang. $aktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik adalah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa !enis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh 'ua'a, kelelahan fisk dan pengobatan tonslitis akut yang tidak adekuat. ,adang pada tonsil dapat disebabkan kuman Grup A Streptococcus beta hemolitikus, Pneumococcus, Streptococcus viridans dan Streptococcus piogenes. @ambaran klinis bervariasi dan diagnosa sebagian besar tergantung pada infeksi. 2.2.1 "am'aran &linis @e!ala dan tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok, rasa menggan!al pada tenggorokan, tenggorokan terasa kering, nyeri pada aktu menelan, bau mulut , demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga % otalgia&. ,asa nyeri di telinga ini dikarenakan nyeri alih %referred pain& melalui n. @lossopharingeus %n.09&.

@ambaran klinis pada tonsilitis kronis bervariasi, dan diagnosis pada umunya bergantung pada inspeksi. Pada umumnya terdapat dua gambaran yang termasuk dalam kategori tonsilitis kronis, yaitu+ 1. Tonsilitis kronis hipertrofikans, yaitu ditandai pembesaran tonsil dengan hipertrofi dan pembentukan !aringan parut. (ripta mengalami stenosis, dapat disertai dengan eksudat, seringnya purulen keluar dari kripta tersebut. 2. Tonsilitis kronis atrofikans, Aaitu ditandai dengan tonsil yang ke'il %atrofi&, di sekelilingnya hiperemis dan pada kriptanya dapat keluar se!umlah ke'il sekret purulen yang tipis. Dari hasil biakan tonsil, pada tonsilitis kronis didapatkan bakteri dengan virulensi rendah dan !arang ditemukan Streptococcus beta hemolitikus. 2.2.2. Pengelolaan Antibotika spektrum luas, antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan. Pada keadaan dimana tonsilitis sangat sering timbul dan pasien merasa sangat terganggu, maka terapi pilihan adalah pengangkatan tonsil % tonsilektomi&. 2.2.!. &omplikasi ,adang kronis tonsil dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa ,hinitis kronis, 2inusitis atau >titis media se'ara perkontinuitatum. (omplikasi !auh ter!adi se'ara hematogen atau limfogen dan dapat timbul endokarditis, arthritis, miositis, nefritis, uveitis, irdosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria dan furunkulosis. III. P N(A&IT INF &SI LAIN (AN" M N" NAI TONSIL !.1. Tonsilofaringitis )ifterika $rekuensi penyakit ini sudah menurun berkat keberhasilan imunisasi pada bayi dan anak. Penyebab tonsillitis difteri adalah orynebacterium diphteriae, kuman yang termasuk gram positif dan hidup di saluran nafas bagian atas yaitu hidung faring dan laring. Tonsillitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 1" tahun dan frekuensi tertinggi pada usia 2-# tahun alaupun pada orang de asa masih mungkin menderita penyakit ini. @ambaran klinik dibagi dalam 6 golongan yaitu ge!ala umum, ge!ala lokal, dan ge!ala akibat eksotoksin.

@e!ala umum seperti !uga ge!ala infeksi lainnya+ kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan lemah, nadi lambat, serta keluhan nyeri menelan. @e!ala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi ber'ak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu %pseudomembran&. .embran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula, nasofaring,laring, trakea, dan bronkus yang dat menyumbat saluran nafas. .embran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila infeksinya ber!alan terus, kelen!ar limfe leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi %bull ne'k& atau disebut !uga -urgemeesters hals. @e!ala akibat eksotoksin yang dikeluarkan oleh kuman difteri ini akan menimbulkan kerusakan !aringan tubuh yaitu pada !antung dapat ter!adi miokarditis samapi de'ompensasio 'ordis, mengenai saraf kranial menyebabkan kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernafasan dan pada gin!al menimbulkan albuminoria. Diagnosa tonsillitis difteri ditegakakan berdasarkan gambaran klinik dan pemeriksaan preparat langsung kuman yang diambil dari permukaan ba ah membrane semu dan didapatkan kuman orynebacterium diphteriae. .eskipun dengan pera atan semua ge!ala klinis telah hilang, tetapi kuman difteri masih dapat tinggal dalam tonsil %dan faring& bahkan kadang-kadang didapat karier difteri yang tidak pernah mengalami ge!ala penyakitnya. Pada karier yang ditemukan sebaiknya diterapi se'epatnya, disusul tindakan tonsilektomi maupun adenoidektomi. !.2. S*arlet Fe+er Adalah infeksi yang disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus yang ge!alanya mirip tonsilitis folikularis akut. Penyakit ini disertai demam, nyeri tengorok dan ruam yang menyeluruh pada kulit di seluruh tubuh. Pada tonsil yang terkena nampak edematus, hiperemis dan terdapat eksudat mukopurulen yang nampak sebagai membran tipis. Pda mukosa mulut dan faring nampak eritema yang hebat dan pada lidah nampak gambaran khas stra!berry tongue. ,in*ent-s Angina Disebabkan oleh basilus fusiforme, penyakit ini sering ter!adi pada orang-orang dengan higine mulut yang buruk. Pada tonsil terbentuk ber'ak-ber'ak pseudomembran nekrotik yang ber arna putih keabuan dikelilingi areola yang hiperemis dapat menutup salah satu tonsil ataupun keduanya. /esi dapat menyebar ke palatum molle, faring dan rongga mulut. /esi yang ter!adi disebabkan oleh bakteri yang terdapat pada membran mukosa yang menyebabkan nekrosis membran mukosa tersebut. Dapat !uga terbentuk pseudomembran pada laring dan trakehea yang bila dilepas akan bedarah. 0nfeksi dapat disertai pembesaran kelen!ar getah bening submaksilar atau servikalis. !.%. A'ses Peritonsilar ./uins01

Adalah pus yang tertampung antara kapsul tonsil. Dapat timbul sebagai komplikasi dari tonsilitis akut atau dapat timbul tanpa didahului oleh tonsilitis akut. Pasien mengeluhkan adanya nyeri faring unilateral, odinofagi, disfagi, trismus, malaise, dan demam. Dari pemeriksaan fisik didapat adanya dehidrasi, trismus, deviasi uvula, pembengkakan tonsil dan palatum. 2e'ara bakteriologis, abses peritonsilar ditandai dengan infeksi bakteri 'ampuran yang melibatkan bakteri aerob seperti Streptococcus pyogenes dan Staphylococcus aureus maupun bakteri anaerob seperti "acteroidaceae. -ila tidak lekas ditangani abses peritonsilar dapat menyebar men!adi abses parafaringeal yang nantinya dapat menyebar lebih !auh ke mediastinum dan menyebabkan mediastinitis. !.2. A'ses Tonsil .Phlegmonous tonsilitis1 Ter!adi pengumpulan pus di dalam !aringan tonsil. Dapat ter!adi setelah tonsilitis akut folikularis dengan adanya obstruksi kripta atau ruptur spontan dari abses peritonsiler. @e!ala yang timbul tidak begitu berat dan setelah ge!ala peradangan teratasi sebaiknya dilakukan tonsilektomi. !.3. Tonsilitis Akut Sifilis Parenkimatosus Adalah suatu infeksi akut pada tonsil yang ter!adi karena lesi sekunder dari penyakit sifilis, disebabkan #reponema pallidum. -iasanya ter!adi 8 B C minggu setelah ter!adinya lesi primer.

!.4. Mononukleosis infekiosa Adalah infeksi yang disebabkan oleh virus mononukleosis infeksiosa yang penyebarannya ter!adi melalui droplet. Dengan ditemukannya antibodi 37- melalui tes diagnostik Paul "unnel merupakan bukti bah a terdapat hubungan antara virus 7pstein--arr dengan mononukleosis infeksiosa. Pada pemeriksaan klinik didapat tonsilofaringitis membranosa dengan limfadenopati servikalis, ber'ak-ber'ak urtikaria pada rongga mulut, kadang-kadang ditemukan hepatomegali atau splenomegali dan setelah minggu pertama hitung !enis leukosit men'apai 1".""" B 1#."""=mm 6 dengan #"D diantaranya adalah limfosit. Tonsilektomi dilakukan pada kasus berat dengan ge!ala lokal seperti obstruksi !alan nafas, disfagia dan demam yang menetap. !.5. Tonsilitis Tu'erkulosa Ter!adi sekunder setelah penyakit tuberkulosa aktif dalam paru-paru, menyebar ke tonsil melalui+ - kontak langsung dengan sputup - inhalasi

- hematogenik Pada mukosa faring dan tonsil akan terdapat ulserasi irregular yang dangkal dan mengandung !aringan granulasi yang pu'at serta mengandung -TA tuberkel. 4uga akan nampak pembesaran kelen!ar getah bening. !.6. Aktinomikosis Tonsil Disebabkan oleh !amur aktinomikosis. Tonsil yang terkena nampak membesar pada kriptanya terdapat granula-granula sulfur disertai pembesaran kelen!ar getah bening leher, yang selan!utnya dapat menembus keluar sehingga ter!adi fistel disertai pengeluaran pus yang mengandung granula sulfur.

I,. TONSIL &TOMI )efinisi Tonsilektomi adalah tindakan mengangkat tonsil palatina seutuhnya bersama !aringan patologis lainnya, sehingga fossa tonsilaris bersih tanpa meninggalkan trauma yang berarti pada !aringan sekitarnya seperti uvula dan pilar %.2. In$ikasi Tonsilektomi A. 0ndikasi absolut+ 1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi !alan nafas yang kronis 2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apneu aktu tidur 6. Hipertofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat badan penyerta 8. -iopsi eksisi yang di'urigai keganasan %limfoma& #. Abses perotinsiler yang berulang atau abses yang meluas pada ruang !aringan sekitarnya C. Tonsilitis kronis alaupun tanpa eksaserbasi akut tapi merupakan fokal infeksi E. (arier difteri F. Tonsilitis yang menyebabkan ke!ang demam. -. 0ndikasi relatif+ 1. 2erangan tonsilitis akut berulang penatalaksanaan medis yang adekuat&. %yang ter!adi alau telah diberi

2. Tonsilitis yang berhubungan dengan biakan streptokokus yang menetap dan patogenik %karier&. 6. Hiperplasia tonsil dengan obstruksi fungsional. 8. Hiperplasia dan mononukleosis. obstruksi yang menetap enam bulan setelah infeksi

#. ,i ayat demam rematik dengan kerusakan !antung yang berhubungan dengan tonsilitis rekurens kronis dan pengendalian antibiotika yang buruk. C. ,adang tonsil kronis menetap yang tidak memberikan respon terhadap penatalaksanaan medis. E. Hipertrofi tonsil dan adenoid yang berhubungan dengan abnormalitas orofasial dan gigi geligi yang menyempitkan !alan nafas bagian atas. F. Tonsilitis berulang atau kronis yang berhubungan dengan adenopati servikal persisten. &ontrain$ikasi A. (ontraindikasi absolut+ 1. Penyakit darah+ leukemia, anemia aplastik, hemofilia dan purpura 2. Penyakit sistemik yang tidak terkontrol+ diabetes melitus, penyakit !antung dan sebagainya. -. (ontraindikasi relatif+ 1. Palatos'hi?is 2. Anemia %Hb G1" grD atau HHT G6"D& 6. 0nfeksi akut saluran nafas atau tonsil %tidak termasuk abses peritonsiler& 8. Poliomielitis epidemik #. Isia di ba ah 6 tahun %sebaiknya ditunggu sampai # tahun& %.%. 7enis-#enis Tonsilektomi 4enis-!enis tonsilektomi diantaranya+ 1. Tonsilektomi metode $issection % Snare 2. Tonsilektomi metode Sluder & "allenger 6. Tonsilektomi metode (riogenik 8. Tonsilektomi metode elektrokoagulasi

#. Tonsilektomi menggunakan sinar laser %.2. &omplikasi 1. Perdarahan (omplikasi perdarahan dapat te!adi selama operasi belangsung atau segera setelah penderita meninggalkan kamar operasi %28 !am pertama post operasi& bahkan meskipun !arang pada hari ke # -E pas'a operasi dapat ter!adi perdarahan disebabkan oleh terlepasnya membran !aringan granulasi yang terbentuk pada permukaan luka operasi, karena infeksi di fossa tonsilaris atau trauma makanan keras. Intuk mengatasi perdarahan, dapat dilakukan ligasi ulang, kompresi dengan gas ke dalam fossa, kauterisasi atau pen!ahitan ke pilar dengan anastesi lokal atau umum. 2. 0nfeksi /uka operasi pada fossa tonsilaris merupakan port d;entre bagi mikroorganisme, sehingga merupakan sumber infeksi dan dapat ter!adi faringitis, servikal adenitis dan trombosis vena !ugularis interna, otitis media atau se'ara sistematik dapat ter!adi endokarditis, nefritis dan poliarthritis, bahkan pernah dilaporkan adanya komplikasi meningitis dan abses otak serta ter!adi trombosis sinus 'avernosus. (omplikasi pada paru-paru serperti pneumonia, bronkhitis dan abse paru biasanya ter!adi karena aspirasi aktu operasi. Abses parafaring dapat timbul sebagai akibat suntikan pada aktu anastesi lokal. Pengobatan komplikasi infeksi adalah pemberian antibiotik yang sesuai dan pada abses parafaring dilakukan insisi drainase. 6. 5yeri pas'a bedah Dapat ter!adi nyeri tenggorok yang dapat menyebar ke telinga akibat iritasi u!ung saraf sensoris dan dapat pula menyebabkan spasme faring. 2ementara dapat diberikan analgetik dan selan!utnya penderita segera dibiasakan mengunyah untuk mengurangi spasme faring. 8. Trauma !aringan sekitar tonsil .anipulasi terlalu banyak saat operasi dapat menimbulkan kerusakan yang mengenai pilar tonsil, palatum molle, uvula, lidah, saraf dan pembuluh darah. Idem palatum molle dan uvula adalah komplikasi yang paling sering ter!adi. #.Perubahan suara >tot palatofaringeus berinsersi pada dinding atas esofagus, tetapi bagian medial serabut otot ini berhubungan dengan u!ung epligotis. (erusakan otot ini dengan sendirinya menimbulkan gangguan fungsi laring yaitu perubahan suara yang bersifat temporer dan dapat kembali lagi dalam tempo 6 B 8 minggu.

C. (omplikasi lain -iasanya sebagai akibat trauma saat operasi yaitu patah atau 'opotnya gigi, luka bakar di mukosa mulut karena kateter, dan laserasi pada lidah karena mouth gag.

Anda mungkin juga menyukai