Anda di halaman 1dari 6

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Manusia hidup perlu adanya suatu kenyamanan karena hal ini merupakan aspek mendasar dalam kehidupan manusia. Dalam ilmu kesehatan terutama keperawatan, kenyamanan adalah konsep sentral dalam pemberian asuhan keperawatan. Berbagai teori keperawatan menyatakan kenyamanan sebagai kebutuhan dasar klien yang merupakan tujuan pemberian asuhan keperawatan. Mendefinisikan kenyamanan sebagai suatu keadaan telah terpenuhi kebutuhan dasar manusia. Kebutuhan ini meliputi kebutuhan akan ketentraman ( suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari, kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah atau nyeri). Sebagaimana yang telah dijelaskan di atas, rasa nyaman berupa terbebas dari rasa tidak menyenangkan adalah suatu kebutuhan dasar individu. Penting bagi perawat untuk memahami makna nyeri bagi setiap individu. Penatalaksanaan nyeri lebih dari sekedar pemberian analgesik. Dengan memahami nyeri dengan lebih kholistik, perawat dapat mengembangkan strategi yang lebih tepat dan baik pada penanganan yang lebih berhasil lagi.

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Nyeri Nyeri merupakan bentuk ketidak nyamanan, yang didefinisikan dalam berbagai perspektif. Beberapa pengertian nyeri : Asosiasi internasional untuk penelitian nyeri (International Association for the Study of Pain, IASP) mengatakan bahwa Nyeri sebagai suatu sensori subjektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan (IASP, 1979 dalam Potter, 2005). Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006). Dari pengrttian diatas dapat dibuat suatu konsep nilai yang berkaitan dengan nyeri sabagai berikut : 1. Nyeri hanya dapat dirasakan dan dapat digambarkan secara akurat oleh individu yang mengalami nyeri itu sendiri. 2. Apabila seseorang mengatakan nyeri, dia benar-benar secara nyata merasakan nyeri walaupun mungkin perawat tidak menemukan adanya kerusakan pada tubuhnya. 3. Nyeri menyakut multi dimensional, baik fisik, psikis, emosional, kognitif, sosiokultural, maupun spiritual. 4. Nyeri sebagai peringatan terhadap adanya ancaman yang bersifat aktual maupun potensial.

B. Faktor sosial yang mempengaruhi rasanyeridiantaranya adalah : 1. Lingkungan Lingkungan yang asing, tingkat kebisingan tinggi, pencahayaan, dan aktivitas tinggi di lingkungan tersebut dapat memperberat nyeri. Selain itu, dukungan dari keluarga dan orang terdekat menjadi salah satu faktor pentingyang mempengaruhi persepsi nyeri individu. Contoh : Individu yang sendirian, tanpa keluarga atau teman-teman yang mendukungnya, cenderung merasakan nyeri yang lebih berat dibandingkan mereka yang mendapat dukungan dari keluarga dan orang-orang terdekat. 2. Emosi Orang yang bosandandepresilebihsadarterhadapnyeri. Orang yang cemastinggipersepsinyerimeningkat. Orang dengancemasrendahtoleransinyerilebihefektif. 3. Jeniskelamin Secaraumum, priadanwanitatidakberbedasecarabermaknadalamresponterhadapnyeri (Gil, 1990 dalam Potter and Perry, 1997). Contoh : Pada Laki-laki nyeri itu bisa ditahan dan tidak cengeng, sedangkan pada wanita rasa nyeri itu cenderung diungkapkan dan wanita cenderung cengeng. 4. Usia Anakbelumbisamengungkapkannyeri, sehinggaperawatharusmengkajiresponnyeripadaanak.Pada orang dewasakadangmelaporkannyerijikasudahpatologisdanmengalamikerusakanfungsi.Pada lansiacenderungmemendamnyeri yang dialami, karenamerekamenganggapnyeriadalahhalalamiah yang harusdijalanidanmerekatakutkalaumengalamipenyakitberatataumeninggaljikanyeridipe riksakan. Contoh : Orang dewasa dan anak-anak yang berpenyakit sama akan berbeda dalam mempersepsikan nyeri. Anak kecil cenderung lebih rewel sedangkan orang dewasa bisa menahan rasa nyerinya. 5. Pengalamansebelumnya

Pengalaman masa lalu berpengaruh terhadap persepsi nyeri individu dan kepekaannya terhadap nyeri. Individu pernah mengalami nyeri cenderung merasa terancam dengan peristiwa nyeri yang akan terjadi dibandingkan individu yang lain yang belum pernah mengalaminya. Selain itu, keberhasilan atau kegagalan metode penanganan nyeri sebelumnya juga berpengaruh terhadap harapan individu terhadap penanganan nyeri saat itu. Contoh : Apabila seseorang pernah mengalami suatu peristiwa yang menyebabkan trauma fisik dan mental, seseorang itu akan lebih cenderung sensitif terhadap nyeri yang dialami. 6. Perhatian Tingkat seorangklienmemfokuskanperhatiannyapadanyeridapatmempengaruhipersepsinyeri.Pe rhatian yang meningkatdihubungkandengannyeri yang meningkat, sedangkanupayapengalihandihubungkandenganresponnyeri yang menurun. Contoh : Individu yang sedang mengalami sakit gigi. Apabila ia terfokus pada rasa nyeri karena sakit gigi tersebut, maka nyeri akan terasa meningkat. Sebaliknya, apabila ia mengalihkan fokus perhatian yang lebih menyenangkan, maka ia tidak akan lagi merasakan nyeri. 7. Ansietas dan stres Ansietas sering kali menyertai peristiwa nyeri yang terjadi. Ancaman yang tidak jelas asalnya dan ketidakmampuan mengontrol nyeri atau peristiwa di sekelilingnya dapat memperberat persepsi nyeri. Sebaliknya, individu yang percaya bahwa mereka mampu mengontrol nyeri yang mereka rasakan akan mengalami penurunan rasa takut dan kecemasan yang akan menurunkan persepsi nyeri mereka. Contoh : Orang yang sedang putus cinta akan lebih peka terhadap rasa nyeri. Seseorang yang menderita penyakit berat akan cenderung lebih stres sehingga akan memperlambat proses penyembuhan. 8. Kelelahan Kelelahan meningkatkan persepsi nyeri. Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping.

Hal ini dapat menjadi masalah umum pada setiap individu yang menderita penyakit dalam waktu lama. Contoh : Apabila seseorang sudah mengalami kelelahan maka tingkat emosi meningkat sehingga nyeri yang dia rasakan akan lebih peka. 9. Gaya koping Individu yang memiliki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir dari suatu peristiwa, seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal, mempersepsikan faktorfaktor lain didalam lingkungan mereka. Contoh : 10. Dukungankeluargadansosial Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan, bantuan dan perlindungan.Walaupun nyeri tetap dirasakan, kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan. Contoh : Jika seseorang dikelilingi oleh keluarga atau orang-orang yang dicintainya, maka ia akan lebih dapat mengendalikan rasa nyeri nya.

1.1.2 Faktor Budaya Faktor budaya yang mempengaruhi rasanyeridiantaranyaadalah : 1. Etnik dannilaibudaya Latar belakang etnik dan budaya merupakan faktor yang mempengaruhi reaksi terhadap nyeri dan ekspresi nyeri. Contoh : Individu dari budaya tentu cenderung ekspresif dalam mengungkapkan nyeri, sedangkan individu dari budaya justru lebih memilih menahan perasaan mereka dan tidak ingin merepotkan orang lain. Seperti Padakultur Kristen Judeo, nyeri dianggap hukuman bagi orang yang berbuat tidak baik dan diterima untuk menebus dosa.

2. Kebudayaan Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah.Kebudayaan yang lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup.

Anda mungkin juga menyukai