Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH MENINGITIS SEROSA DAN MENINGITIS PURULENTA

1. DEFINISI

Meningitis adalah Peradangan atau inflamasi pada selaput otak (meningens) termasuk dura, arachnoid dan pia mater yang melapisi otak dan medulla spinalis yang dapat disebabkan oleh beberapa etiologi (infeksi dan non infeksi) dan dapat diidentifikasi oleh peningkatan kadar leukosit dalam likuor cerebrospinal (LCS).3

2. EPIDEMIOLOGI

Faktor resiko utama untuk meningitis adalah respons imunologi terhadap patogen spesifik yang lemah terkait dengan umur muda. Resiko terbesar pada bayi (1 12 bulan); 95 % terjadi antara 1 bulan dan 5 tahun, tetapi meningitis dapat terjadi pada setiap umur. Resiko tambahan adalah kolonisasi baru dengan bakteri patogen, kontak erat dengan individu yang menderita penyakit invasif, perumahan padat penduduk, kemiskinan, ras kulit hitam, jenis kelamin laki-laki dan pada bayi yang tidak diberikan ASI pada umur 2 5 bulan. Cara penyebaran mungkin dari kontak orang ke orang melalui sekret atau tetesan saluran pernafasan.7

Meningitis Bakterial

Di Amerika Serikat, sebelum pemberian rutin vaksin conjugate-pneumococcal, insidens dari meningitis bakteri 6000 kasus per tahun; dan sekitar setengahnya adalah pasien anak (18 tahun). N. meningitidis menyebabkan 4 kasus per 100.000 anak (usia 1 23 bulan). Sedangkan S.pneumoniae menyebabkan 6,5 kasus per 100.000 anak (usia 1 23 bulan). Angka ini menurun setelah pemberian rutin dari vaksin conjugate-pneumoccal pad aana-anak. Pengenalan dari vaksin meningococcal baru-baru ini di Amerika Serikat diharapkan dapat mengurangi insidens meningitis bacterial di kemudian hari. Insidens dari meningitis bacterial pada neonatus sekitar 0,15 kasus per 1000 bayi lahir cukup bulan dan 2,5 kasus per 1000 bayi lahir kurang bulan (premature). Hampir 30% bayi baru lahir dengan klinis sepsis, berhubungan dengan adanya meningitis bakterial. Sejak adanya pemberian antibiotik inisiasi intrapartum tahun 1996, terjadi penurunan insidens nasional dari onset awal infeksi GBS (Group B Streptococcus) dari hampir 1,8 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada

tahun 1990 menjadi 0,32 kasus per 1000 bayi lahir hidup pada tahun 2003.1,8 Secara umum, mortalitas dari meningitis bacterial bervariasi menurut usia dan jenis pathogen, dengan angka tertinggi untuk S.pneumoniae. Mortalitas pada neonatus tinggi dan meningitis bakterial juga menyebabkan long term sequelae yang menyebabkan morbiditas pada periode neonatal. Mortalitas tertinggi yakni pada tahun pertama kehidupan, menurun pada pertengahan (mid life) dan meningkat kembali di masa tua. Insidens lebih banyak pada kulit hitam. Bayi laki laki lebih sering terkena meningitis gram negatif, bayi perempuan lebih rentan terhadap infeksi L.monocytogenes , sedangkan Streptococcus agalactiae (GBS) mengenai kedua jenis kelamin.8 Di Indonesia, angka kejadian tertinggi pada umur antara 2 bulan-2 tahun. Umumnya terdapat pada anak distrofik,yang daya tahan tubuhnya rendah. Insidens meningitis bakterialis pada neonatus adalah sekitar 0.5 kasus per 1000 kelahiran hidup. Insidens meningitis pada bayi berat lahir rendah tiga kali lebih tinggi dibandingkan bayi dengan berat lahir normal. Streptococcus group B dan E.coli merupakan penyebab utama meningitis bakterial pada neonatus. Penyakit ini menyebabkan angka kematian yang cukup tinggi (5-10%). Hampir 40% diantaranya mengalami gejala sisa berupa gangguan pendengaran dan defisit neurologis.9-11

Meningitis Viral

Insidens meningitis viral di Amerika serikat yang secara resmi dilaporkan berjumlah lebih dari 10.000 kasus, namun pada kenyataannya dapat mencapai 75.000 kasus. Kekurangan dalam pelaporan data ini disebabkan oleh gejala klinis yang tidak khas dan inabilitas beberapa virus untuk tumbuh dalam kultur. Menurut data yang dilaporkan Centers for Disease Control and Prevention (CDC), pasien rawat inap dengan meningitis viral sekitar 25.000 50.000 tiap tahunnya.12 Di seluruh dunia, penyebab meningitis viral termasuk enterovirus, mumps virus mumps (gondongan), virus measles (campak), virus varicella zoster (VZV) dan HIV. Pada neonatus lebih dari 7 hari, meningitis aseptik sering disebabkan oleh enterovirus. Vaksinasi mengurnagi insidens dari meningitis oleh virus mumps, polio dan measles. Virus mumps dan measles sering menyebabkan meningitis pada anak usia sekolah sampai kuliah. Enterovirus 1,3 1,5 kali lebih sering lebih sering menyebabkan meningitis pada laki-laki dibanding perempuan , sedangkan virus mumps 3 kali lebih sering menyerang laki-laki dibanding perempuan. Menurut WHO tahun 1997, meningitis enteroviral dengan sepsis merupakan penyebab tersering ke-5 kematian pada neonatus. 12

Meningitis virus lebih sering dijumpai pada anak daripada orang dewasa. Di negeri tropis dan subtropis tingginya frekuensi meningitis virus tidak bergantung kepada musim seperti pada negeri beriklim dingin yang angka kejadian tertingginya dijumpai pada musim panas dan musim rontok.9

3. ETIOLOGI

Penyebab tersering dari meningitis adalah mikroorganisme seperti bakteri, virus, parasit dan jamur. Mikroorganisme ini menginfeksi darah dan likuor serebrospinal. Meningitis juga dapat disebabkan oleh penyebab non-infeksi, seperti pada penyakit AIDS, keganasan, diabetes mellitus, cedera fisik atau obat obatan tertentu yang dapat melemahkan sistem imun (imunosupresif).5 Meningitis dapat terjadi karena terinfeksi oleh virus, bakteri, jamur maupun parasit : Virus :

Meningitis virus umumnya tidak terlalu berat dan dapat sembuh secara alami tanpa pengobatan spesifik. Kasus meningitis virus di Amerika serikat terutama selama musim panas disebabkan oleh enterovirus; walaupun hanya beberapa kasus saja yang berkembang menjadi meningitis. Infeksi virus lain yang dapat menyebabkan meningitis, yakni : Virus Mumps Virus Herpes, termasuk Epstein-Barr virus, herpes simplexs, varicella-zoster, Measles, and Influenza Virus yang menyebar melalui nyamuk dan serangga lainnya (Arboviruses) Kasus lain yang agak jarang yakni LCMV (lymphocytic choriomeningitis virus), disebarkan melalui tikus.5 Bakteri Salah satu penyebab utama meningitis bakteri pada anak-anak dan orang dewasa muda di Amerika Serikat adalah bakteri Neisseria meningitidis. Meningitis disebabkan oleh bakteri ini dikenal sebagai penyakit meningokokus. Bakteri penyebab meningitis juga bervariasi menurut kelompok umur.5 Selama usia bulan pertama, bakteri yang menyebabkan meningitis pada bayi normal merefleksikan flora ibu atau lingkungan bayi tersebut (yaitu, Streptococcus group B, basili enterik gram negatif, dan Listeria monocytogenes).

Meningitis pada kelompok ini kadang -kadang dapat karena Haemophilus influenzae dan patogen lain ditemukan pada penderita yang lebih tua. Meningitis bakteri pada anak usia 2 bulan 12 tahun biasanya karena H. influenzae tipe B, Streptococcus pneumoniae, atau Neisseria meningitidis. Penyakit yang disebabkan oleh H.influenzae tipe B dapat terjadi segala umur namun seringkali terjadi sebelum usia 2 tahun. Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, Treponema pallidum, dan

Mycobacterium tuberculosis dapat juga mengakibatkan meningitis. Citrobacter diversus merupakan penyebab abses otak yang penting.

4. PATOGENESIS
1

Meningitis Bakterial

Infeksi dapat mencapai selaput otak melalui :

1. Aliran darah (hematogen) oleh karena infeksi di tempat lain seperti faringitis, tonsillitis, endokarditis, pneumonia, infeksi gigi. Pada keadaan ini sering didapatkan biakan kuman yang positif pada darah, yang sesuai dengan kuman yang ada dalam cairan otak. 2. Perluasan langsung dari infeksi (perkontinuitatum) yang disebabkan oleh infeksi dari sinus paranasalis, mastoid, abses otak, sinus cavernosus. 3. Implantasi langsung : trauma kepala terbuka, tindakan bedah otak, pungsi lumbal dan mielokel. 4. Meningitis pada neonatus dapat terjadi oleh karena: Aspirasi cairan amnion yang terjadi pada saat bayi melalui jalan lahir atau oleh kuman-kuman yang normal ada pada jalan lahir Infeksi bakteri secara transplacental terutama Listeria. Sebagian besar infeksi susunan saraf pusat terjadi akibat penyebaran hematogen. Saluran napas merupakan port of entry utama bagi banyak penyebab meningitis purulenta. Proses terjadinya meningitis bakterial melalui jalur hematogen mempunyai tahap-tahap sebagai berikut : 1. Bakteri melekat pada sel epitel mukosa nasofaring (kolonisasi) 2. Bakteri menembus rintangan mukosa 3. Bakteri memperbanyak diri dalam aliran darah (menghindar dari sel fagosit dan

aktivitas bakteriolitik) dan menimbulkan bakteriemia. 4. Bakteri masuk ke dalam cairan serebrospinal

5. Bakteri memperbanyak diri dalam cairan serebrospinal 6. Bakteri menimbulkan peradangan pada selaput otak (meningen) dan otak.

Bakteri yang menimbulkan meningitis adalah bakteri yang mampu melampaui semua tahap dan masing-masing bakteri mempunyai mekanisme virulensi yang berbeda-beda, dan masing-masing mekanisme mempunyai peranan yang khusus pada satu atau lebih dari tahaptahap tersebut. Terjadinya meningitis bacterial dipengaruhi oleh interaksi beberapa faktor, yaitu host yang rentan, bakteri penyebab dan lingkungan yang menunjang.

Faktor Host

Beberapa faktor host yang mempermudah terjadinya meningitis:

1. Telah dibuktikan bahwa laki-laki lebih sering menderita meningitis dibandingkan dengan wanita. Pada neonates sepsis menyebabkan meningitis, laki-laki dan wanita berbanding 1,7 : 1 2. Bayi dengan berat badan lahir rendah dan premature lebih mudah menderita meningitis disbanding bayi cukup bulan 3. Ketuban pecah dini, partus lama, manipulasi yang berlebihan selama kehamilan, adanya infeksi ibu pada akhir kehamilan mempermudah terjadinya sepsis dan meningitis 4. Pada bayi adanya kekurangan maupun aktivitas bakterisidal dari leukosit, defisiensi beberapa komplemen serum, seperti C1, C3. C5, rendahnya properdin serum, rendahnya konsentrasi IgM dan IgA ( IgG dapat di transfer melalui plasenta pada bayi, tetapi IgA dan IgM sedikit atau sama sekali tidak di transfer melalui plasenta), akan mempermudah terjadinya infeksi atau meningitis pada neonates. Rendahnya IgM dan IgA berakibat kurangnya kemampuan bakterisidal terhadap bakteri gram negatif. 5. Defisiensi kongenital dari ketiga immunoglobulin ( gamma globulinemia atau dysgammaglobulinemia), kekurangan jaringan timus kongenital, kekurangan sel B dan T, asplenia kongenital mempermudah terjadinya meningitis 6. Keganasan seperti system RES, leukemia, multiple mieloma, penyakit Hodgkin

menyebabkan

penurunan

produksi

immunoglobulin

sehingga

mempermudah

terjadinya infeksi. 7. Pemberian antibiotik, radiasi dan imunosupresan juga mempermudah terjadinya infeksi 8. Malnutrisi

Faktor Mikroorganisme Penyebab meningitis bakterial terdiri dari bermacam-macam bakteri. Mikroorganisme penyebab berhubungan erat dengan umur pasien. Pada periode neonatal bakteri penyebab utama adalah golongan enterobacter terutama Escherichia Coli disusul oleh bakteri lainnya seperti Streptococcus grup B, Streptococcus pneumonia, Staphylococuc sp dan Salmonella sp. Sedangkan pada bayi umur 2 bulan sampai 4 tahun yang terbanyak adalah Haemophillus influenza type B disusul oleh Streptococcus pneumonia dan Neisseria meningitides. Pada anak lebih besar dari 4 tahun yang terbanyak adalah Streptococcus pneumonia, Neisseria meningitides. Bakteri lain yang dapat menyebabkan meningitis bakterial adalah kuman batang gram negative seperti Proteus, Aerobacter, Enterobacter, Klebsiella Sp dan Seprata Sp.

Faktor Lingkungan

Kepadatan penduduk, kebersihan yang kurang, pendidikan rendah dan sosial ekonomi rendah memgang peranan penting untuk mempermudah terjadinya infeksi. Pada tempat penitipan bayi apabila terjadi infeksi lebih mudah terjadi penularan. Adanya vektor binatang seperti anjing, tikus, memungkinkan suatu predisposisi, untuk terjadinya leptospirosis.

Meningitis Viral

Virus masuk tubuh manusia melalui beberapa jalan. Tempat permulaan masuknya virus dapat melalui kulit, saluran pernapasan, dan saluran pencernaan. Setelah masuk ke dalam tubuh virus tersebut akan menyebar keseluruh tubuh dengan beberapa cara:
1

Setempat : virus hanya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu. Penyebaran hematogen primer : virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ-organ tersebut.

Penyebaran hematogen sekunder : virus berkembang biak di daerah pertama kali masuk (permukaan selaput lender) kemudian menyebar ke organ lain. Penyebaran melalui saraf : virus berkembang biak dipermukaan selaput lender dan menyebar melalui system saraf.

Pada umumnya, virus masuk ke sistem limfatik, melalui penelanan enterovirus; pemasukan membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan penyebaran hematogen dari nyamuk atau gigitan serangga lain. Ditempat tersebut, mulai terjadi multiplikasi dan masuk alirann darah menyebabkan infeksi beberapa organ. Pada stadium ini (fase ekstraneural) ada sakit demam, sistemik, tetapi tidak terjadi multiplikasi virus lebih lanjut pada organ yang ditempati, penyebaran sekunder sejumlah virus dapat terjadi. Invasi SSP disertai dengan bukti klinis penyakit neurologis. HSV-1 mungkin mencapai otak dengan penyebaran langsung sepanjang akson saraf. membran mukosa oleh campak, rubela, VVZ atau HSV; atau dengan penyebaran hematogen

1. PATOFISIOLOGI Meningitis Bakterial 1,2 Akhir akhir ini ditemukan konsep baru mengenai patofisiologi meningitis bakterial, yaitu suatu proses yang kompleks, komponen komponen bakteri dan mediator inflamasi berperan menimbulkan respons peradangan pada selaput otak (meningen) serta menyebabkan perubahan fisiologis dalam otak berupa peningkatan tekanan intrakranial dan penurunan aliran darah otak, yang dapat mengakibatkan tinbulnya gejala sisa. Proses ini dimulai setelah ada bakteriemia atau embolus septik, yang diikuti dengan masuknya bakteri ke dalam susunan saraf pusat dengan jalan menembus rintangan darah otak melalui tempat tempat yang lemah, yaitu di mikrovaskular otak atau pleksus koroid yang merupakan media pertumbuhan yang baik bagi bakteri karena mengandung kadar glukosa yang tinggi. Segera setelah bakteri berada dalam cairan serebrospinal, maka bakteri tersebut memperbanyak diri dengan mudah dan cepat oleh karena kurangnya pertahanan humoral dan aktivitas fagositosis dalam cairan serebrospinal melalui sistem ventrikel ke seluruh ruang subaraknoid.

Bakteri pada waktu berkembang biak atau pada waktu mati (lisis) akan melepaskan dinding sel atau komponen komponen membran sel (endotoksin, teichoic acid) yang menyebabkan kerusakan jaringan otak serta menimbulkan peradangan di selaput otak (meningen). Kerusakan neurologis disebabkan (1) oleh invasi langsung dan penghancuran jaringan saraf oleh pembelahan virus secara aktif dan atau (2) oleh reaksi hospes terhadap antigen virus. Kebanyakan penghancuran saraf mungkin karena invasi virus secara langsung, sedangkan respon jaringan hospes yang hebat mengakibatkan demielinasi dan penghancuran vaskuler serta perivaskuler dan (3) oleh reaksi aktivitas virus neurotropik yang bersifat laten.1,7 Akibat peningkatan tekanan intrakranial adalah penurunan aliran darah otak yang juga disebabkan karena penyumbatan pembuluh darah otak oleh trombus dan adanya penurunan autoregulasi, terutama pada pasien yang mengalami kejang. Akibat lain adalah penurunan tekanan perfusi serebral yang juga dapat disebabkan oleh karena penurunan tekanan darah sistemik 60 mmHg sistole. Dalam keadaan ini otak mudah mengalami iskemia, penurunan autoregulasi serebral dan vaskulopati. Kelainan kelainan inilah yang menyebabkan kerusakan pada sel saraf sehingga menimbulkan gejala sisa. Adanya gangguan aliran darah otak, peningkatan tekanan intrakranial dan kandungan air di otak akan menyebabkan gangguan fungsi metabolik yang menimbulkan ensefalopati toksik yaitu peningkatan kadar asam laktat dan penurunan pH cairan srebrospinal dan asidosis jaringan yang disebabkan metabolisme anaerob, keadaan ini menyebabkan penggunaan glukosa meningkat dan berakibat timbulnya hipoglikorakia.

Ensefalopati pada meningitis bakterial dapat juga terjadii akibat hipoksia sistemik dan demam. Kelainan utama yang terjadi pada meningitis bakterial adalah peradangan pada selaput otak (meningen) yang disebabkan oleh bahan bahan toksis bakteri. Peradangan selaput otak akan menimbulkan rangsangan pada saraf sensoris, akibatnya terjadi refleks kontraksi otot otot tertentu untuk mengurangi rasa sakit, sehingga timbul tanda Kernig dan Brudzinksi serta kaku kuduk. Manifestasi klinis lain yang timbul akibat peradangan selaput otak adalah mual, muntah, iritabel, nafsu makan menurun dan sakit kepala. Gejala gejala tersebut dapat juga disebabkan karena peningkatan tekanan intracranial, dan bila disertai dnegan distorsi dari nerve roots, makan timbul hiperestasi dan fotofobia. Pada fase akut, bahan bahan toksis bakteri mula mula menimbulkan hiperemia pembuluh darah selaput otak disertai migrasi neutrofil ke ruang subaraknoid, dan selanjutnya

merangsang timbulnya kongesti dan peningkatan permeabilitas pembuluh darah hingga mempermudah adesi sel fagosit dan sel polimorfonuklear, serta merangsang sel polimorfonuklear untuk menembus endotel pembuluh darah melalui tight junction dan selanjutnya memfagosit bakteri bakteri, sehingga terbentuk debris sel dan eksudat dalam ruang subaraknoid yang cepat meluas dan cenderung terkumpul didaerah konveks otak tempat CSS diabsorpsi oleh vili araknoid, di dasar sulkus dan fisura Sylvii serta sisterna basalis dan sekitar serebelum.

Pada awal infeksi, eksudat hampir seluruhnya terisi sel PMN yang memfagosit bakteri, secara berangsur-angsur sel PMN digantikan oleh sel limfosit, monosit dan histiosit yang jumlahnya akan bertambah banyak dan pada saat ini terjadi eksudasi fibrinogen. Dalam minggu ke-2 infeksi, mulai muncul sel fibroblas yang berperan dalam proses organisasi eksudat, sehingga terbentuk jaringan fibrosis pada selaput otak yang menyebabkan perlekatan. Bila perlekatan terjadi didaerah sisterna basalis, maka akan menimbulkan hidrosefalus komunikan dan bila terjadi di aquaductus Sylvii, foramen Luschka dan Magendi maka terjadi hidrosefalus obstruktif. Dalam waktu 48-72 jam pertama arteri subaraknoid juga mengalami pembengkakan, proliferasi sel endotel dan infiltrasi neutrofil ke dalam lapisan adventisia, sehingga timbul fokus nekrosis pada dinding arteri yang kadang-kadang menyebabkan trombosis arteri. Proses yang sama terjadi di vena. Fokus nekrosis dan trombus dapat menyebabkan oklusi total atau parsial pada lumen pembuluh darah, sehingga keadaan tersebut menyebabkan aliran darah otak menurun, dan dapat menyebabkan terjadinya infark.

Infark vena dan arteri luas akan menyebabkan hemiplegia, dekortikasi atau deserebrasi, buta kortikal, kejang dan koma. Kejang yang timbul selama beberapa hari pertama dirawat tidak mempengaruhi prognosis, tetapi kejang yang sulit dikontrol, kejang menetap lebih dari 4 hari dirawat dan kejang yang timbul pada hari pertama dirawat dengan penyakit yang sudah berlangsung lama, serta kejang fokal akan menyebakan manifestasi sisa yang menetap. Kejang fokal dan kejang yang berkepanjangan merupakan petunjuk adanya gangguan pembuluh darah otak yang serius dan infark serebri, sedangkan kejang yang timbul sebelum dirawat sering menyebakna gangguan pendengaran atau tuli yang menetap.

Trombosis vena kecil di korteks akan menimbulkan nekrosis iskemik korteks serebri. Kerusakan korteks serebri akibat oklusi pembuluh darah atau karena hipoksia, invasi kuman akan mengakibatkan penurunan kesadaran, kejang fokal dang gangguan fungsi motorik berupa paresis yang sering timbul pada hari ke 3-4, dan jarang timbul setelah minggu I-II,

selain itu juga menimbulkan gangguan sensorik dan fungsi intelek berupa retardasi mental dan gangguan tingkah laku; gangguan fungsi intelek merupakan akibat kerusakan otak karena proses infeksinya, syok dan hipoksia. Kerusakan langsung pada selaput otak dan vena di duramater atau arakhnoid yang berupa trombophlebitis, robekan-robekan kecil dan perluasan infeksi araknoid menyebabkan transudasi protein dengan berat molekul kecil ke dalam ruang subaraknoid dan subdural sehingga timbul efusi subdural yang menimbulkan manifestasi neurologis fokal, demam yang lama, kejang dan muntah.

Karena adanya vaskulitis maka permeabilitas sawar darah otak (blood brain barrier) menyebabkan terjadinya edema sitotoksik, dan arena aliran CSS terganggu atau hidrosefalus akan menyebabkan terjadinya edema interstitial.

Meskipun kuman jarang dapat dibiakkan dari jaringan otak, tetapi absorpsi dan penetrasi toksin kuman dapat terjadi, sehingga menyebabkan edema otak dan vaskulitis; kelainan saraf kranial pada meningitis bakterial disebabkan karena adanya peradangan lokal pada perineurium dan menurunnya persediaan vaskular ke saraf cranial, terutama saraf VI, III dan IV, sedang ataksia yang ringan, paralisis saraf kranial VI dan VII merupakan akibat infiltasi kuman ke selaput otak di basal otak, sehingga menimbulkan kelainan batang otak.

Gangguan pendengaran yang timbul akibat perluasan peradanga ke mastoid, sehingga timbul mastoiditis yang menyebabkan gangguan pendengaran tipe konduktif. Kelain saraf kranial II yang berupa papilitis dapat menyebabkan kebutaan tetapi dapat juga disebabkan karena infark yang luas di korteks serebri, sehingga terjadi buta kortikal. Manifestasi neurologis fokal yang timbul disebabkan oleh trombosis arteri dan vena di korteks serebri akibat edema dan peradangan yang menyebabkan infark serebri, dan adanya manifestasi ini merupakan petunjuk prognosis buruk, karena meninggalakan manifestasi sisa dan retardasi mental.

Meningitis Virus Patogen virus dapat mencapai akses SSP melalui 2 jalur utama: hematogen atau neural. Hematogen merupakan jalur tersering dari patogen viral yang diketahui. Penetrasi neural menunjukkan penyebaran disepanjang saraf dan biasanya terbatas pada virus Herpes (HSV-1, HSV-2, dan varicella zoster virus [VZV] B virus), dan kemungkinan beberapa enterovirus. Pertahanan tubuh mencegah inokulum virus dari penyebab infeksi yang signifikan

secara klinis. Hal ini termasuk respon imun sistemik dan lokal, barier mukosa dan kulit, dan blood-brain barrier (BBB). Virus bereplikasi pada sistem organ awal ( seperti mukasa sistem respiratorius atau gastrointestinal ) dan mencapai akses ke pembuluh darah. Viremia primer memperkenalkan virus ke organ retikuloendotelial (hati, spleen dan kelenjar limfe / limfonodus) jika replikasinya timbul disamping pertahanan imunologis, viremia sekunder dapat timbul, dimana dipikirkan untuk bertanggung jawab dalam SSP . Replikasi viral cepat tampaknya memainkan peranan dalam melawan pertahanan host. Mekanisme sebenarnya dari penetrasi viral kedalam SSP tidak sepenuhnya dimengerti. Virus dapat melewati BBB secara langsung pada level endotel kapiler atau melalui defek natural (area post trauma dan tempat lainyang kurang BBB). Respon inflamasi terlihat dalam bentuk pleositosis; leukosit polimorfonuklear (PMN) menyebabkan perbedaan jumlah sel pada 24-48 jam pertama, diikuti kemudian dengan penambahan jumlah monosit dan limfosit. Limfosit CSS telah dikenali sebagai sel T, meskipun imunitas sel B juga merupakan pertahanan dalam melawan beberapa virus. Bukti menunjukkan bahwa beberapa virus dapat mencapai akses ke SSP dengan transport retrograde sepanjang akar saraf. Sebagai contoh, jalur ensefalitis HSV-1 adalah melalui akar saraf olfaktori atau trigeminal, dengan virus dibawa oleh serat olfaktori ke basal frontal dan lobus temporal anterior.

5. MANIFESTASI KLINIS Meningitis mempunyai karakteristik yakni onset yang mendadak dari demam, sakit kepala dan kaku leher (stiff neck). Biasanya juga disertai beberapa gejala lain, seperti : Mual Muntah Fotofobia (sensitif terhadap cahaya) Perubahan atau penurunan kesadaran

6. PEMERIKSAAN PENUNJANG Pungsi Lumbal 1 Pungsi lumbal adalah cara memperoleh cairan serebrospimal yang paling sering dilakukan pada segala umur, dan relatif aman

Indikasi 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. Kejang atau twitching Paresis atau paralisis termasuk paresis N.VI Koma Ubun-ubun besar membonjol Kaku kuduk dengan kesadaran menurun TBC milier Leukemia Mastoiditis kronik yang divurigai meningitis Sepsis Pungsi lumbal juga dilakukan pada demam yang tidak diketahui sebabnya dah pada pasien dengan proses degeneratif. Pungsi lumbal sebagai pengobatan dilakukan pada meningitis kronis yang disebabkan oleh limfoma dan sarkoidosis. Cairan serebrospinal dikeluarkan perlahan-lahan untuk mengurangi rasa sakit kepala dan sakit pinggang. Pungsi lumbal berulang-ulang juga dilakukan pada tekanan intrakranial meninggi jinak (beningn intracranial hypertension), pungsi lumbal juga dilakukan untuk memasukkan obat-obat tertentu.

Kontraindikasi Kontraindikasi mutlak pungsi lumbal adalah pada syok, infeksi di daerah sekitar tempat pungsi, tekanan intrakranial meninggi yang disebabkan oleh adanya proses desak ruang dalam otak (space occupaying lesion) dan pada kelainan pembekuan yang belum diobati. Pada tekanan intrakranial meninggi yang diduga karena infeksi (meningitis) bukan kontraindikasi tetapi harus dilakukan dnegan hati-hati.

Gambar 1. Lumbal Pungsi

Pemeriksaan LCS Biasanya pada LP yang berhasil LCS yang keluar ditampung dalam botol steril untuk pemeriksaan lengkap. Cairan yang keluar diperhatikan kejernihan dan warnanya, kemudian ditentukan adanya protein yang meninggi dengan menggunakan uji Pandy dan Nonne. Pada keadaan normal LCS berwarna jernih seperti akuadest, tetapi pada neonatus bisa xantokrom.

Tabel 1. Gambaran Cairan Serebrospinal pada meningitis berdasarkan agen etiologinya 2 7. TATA LAKSANA

Meningitis bakterial Pemberian terapi dilakukan secepatnya saat diagnosis mengarah ke meningitis. Idealnya kultur darah dan likuor cerebrospinal (LCS) harus diperoleh sebelum antibiotik yang diberikan. Jika bayi yang baru lahir dengan ventilator dan penilaian klinis menunjukkan pungsi lumbal mungkin berbahaya, dapat ditunda hingga bayi stabil. Pungsi lumbal yang dilakukan beberapa hari pengobatan awal berikut masih menunjukkan kelainan seluler dan kimia namun hasil kultur bisa negatif.8 Antibiotik harus diberikan segera, pengobatan antimikroba awal atau inisial terdiri dari ampisilin dan kombinasi aminoglikosida (misalnya, gentamisin, tobramycin, amikasin) mempunyai aktivitas yang baik terhadap hampir kebanyakan basil Gram-negatif.

Menurut Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak tahun 2004, terapi empirik untuk neonatus dengan meningitis bakterial sebagai berikut : Umur 0-7 hari Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Sefotaksim 100 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau Seftriakson 50 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV atau Ampisilin 150 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV + Gentamisin 5 mg/kgBB/hari setiap 12 ajm IV. Umur >7 hari Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 6 jam IV + Gentamisin 7,5 mg/kgBB/hari setiap 12 jam IV atau Ampisilin 200 mg/kgBB/hari setiap 8 jam IV atau Seftriakson 75 mg/kgBB/hari setiap 24 jam IV.
11

Terapi D eksametason

Studi eksperimen mendapatkan bahwa pada hewan dengan meningitis bakterial yang menggunakan deksametason menunjukkan perbaikan proses inflamasi, penurunan edema serebral dan tekanan intrakranial dan lebih sedikit didapatkan kerusakan otak.8 Begitu juga pada penelitian bayi dan anak dengan meningitis H.infulenzae tipe B yang mendapat terapi deksametason menunjukkan penurunan signifikan insidens gejala sisa neurologis dan audiologis, dan juga terbukti memperbaiki gangguan pendengaran. Oleh karena itu IDSA merekomendasikan penggunaan deksametason pada kasus meningits oleh H.influenza tipe B 10 20 menit sebelum atau saat pemberian antibiotik dengan dosis 0,15 0,6 mg/kg setiap 6 jam selama 2-4 hari.1,8 Meningitis Viral 2 Kebanyakan meningitis viral jinak dan self-limited. Biasanya hanya perlu terapi suportif dan tidak memerlukan terapi spesifik lainnya. Pada keadaan tertentu antiviral spesifik mungkin diperlukan. Pada pasien dengan defisiensi imun (seperti agammaglobulinemia), penggantian imunoglobulin dapat digunakan sebagai terapi infeksi kronik enterovirus

8. PROGNOSIS Meningitis bakterial 1 Prognosis pasien meningitis bakterial tergantung dari banyak faktor, antara lain: 1. 2. 3. 4. 5. Umur pasien Jenis mikroorganisme Berat ringannya infeksi Lamanya sakit sebelum mendapat pengobatan Kepekaan bakteri terhadap antibiotic yang diberikan

Makin muda umur pasien makin jelek prognosisnya; pada bayi baru lahir yang menderita meningitis angka kematian masih tinggi. Infeksi berat disertai DIC mempunyai prognosis yang kurang baik. Apabila pengobatan terlambat ataupun kurang adekuat dapat menyebabkan kematian atau cacat yang permanen. Infeksi yang disebabkan bakteri yang resisten terhadap antibiotik bersifat fatal. Dengan deteksi bakteri penyebab yang baik pengobatan antibiotik yang adekuat dan pengobatan suportif yang baik angka kematian dan kecacatan dapat diturunkan. Walaupun kematian dan kecacatan yang disebabkan oleh bakteri gram negatif masih sulit diturunkan, tetapi meningitis yang disebabkan oleh bakteri-bakteri seperti H.influenzae, pneumokok dan meningokok angka kematian dapat diturunkan dari 50-60% menjadi 20-25%. Insidens sequele Meningitis bakterialis 9-38%, karena itu pemeriksaan uji pendengaran harus segera dikerjakan setelah pulang, selain pemeriksaan klinis neurologis. Pemeriksaan penunjang lain disesuaikan dengan temuan klinis pada saat itu.1,9

Meningitis Viral 9 Penyakit ini self-limited dan penyembuhan sempurna dijumpai setelah 3-4 hari pada kasus ringan dan setelah 7-14 hari pada keadaan berat.

Anda mungkin juga menyukai